Upload
homeworkping2
View
190
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/BAB I
PENDAHULUAN
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor. (Arif M, et al, 2009)
Thalassemia pertama kali didefinisikan pada tahun 1925 ketika Dr Thomas B. Cooley menggambarkan lima anak-anak dengan anemia berat, splenomegali, dan kelainan tulang yang tidak biasa dan disebut dengan gangguan anemia erythroblastic atau anemia mediterania karena sirkulasi sel darah merah berinti dan karena semua pasiennya adalah dari etnis Italia atau Yunani. Pada tahun 1932 Whipple dan Bradford menciptakan istilah thalassemia dari kata Yunani thalassa, yang berarti laut (Mediterania) untuk menggambarkan etnis ini. Kemudian, anemia mikrositik ringan digambarkan dalam keluarga pasien anemia Cooley, dan hal tersebut segera menyadari bahwa gangguan ini disebabkan oleh warisan gen heterozigot abnormal, ketika homozigot, menghasilkan anemia Cooley berat. Para thalassemia adalah kelompok anemia herediter yang dihasilkan dari berkurangnya sintesis salah satu rantai globin yang bergabung untuk membentuk hemoglobin dewasa (HbA). (Rudolph, 2003)
Gen talasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub benua India dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk talasemia β. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen talasemia. (Nelson Ed. 15, 2012)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Etiologi TalasemiaThalassemia adalah sekelompok heterogen penyakit herediter yang disebabkan
oleh lesi genetik yang menyebabkan penurunan sintesis rantai α- atau β-globin HbA (α2β2). Thalassemia β disebabkan oleh defisiensi sintesis rantai β, sedangkan thalassemia α disebabkan oleh defisiensi sintesis rantai α. Konsekuensi hematologik berkurangnya sintesis satu rantai globin berakar tidak hanya pada rendahnya hemoglobin intrasel (hipokromia), tetapi juga pada kelebihan relative rantai yang tidak memiliki pasangan. Sebagai contoh, pada thalassemia β, rantai α yang berlebihan menggumpal membentuk badan inklusi tidak larut di dalam sel darah merah dan prekursornya, yang menyebabkan destruksi prematur eritroblas di sumsum tulang (eritropoiesis inefektif) dan lisis sel darah merah matang di limpa (hemolisis). (Robbins, 2010)
2.2. Epidemiologi TalasemiaTalasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India
sampai Asia Tenggara. Talasemia αo ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia α+ tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India dan Asia tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.
Talasemia β memiliki distribusi sama dengan talasemia α. Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di Mediterania dan bervariasi di Timur Tengah, India dan Asia tenggara. HbE yang merupakan varian talasemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa Negara di Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan talasemia β menyebabkan talasemia HbE sangat tinggi di wilayah ini. Tingginya frekuensi talasemia juga mempengaruhi kekebalan HbE ini terhadap malaria plasmodium falsiparum yang berat. Hal ini membuktikan penyakit ini disebabkan oleh
mutasi baru dan penyebarannya dipengaruhi oleh seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa mutasi tersebut berbeda di setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi dalam beberapa ribu tahun. (Pernomo, 2010)
2.3. Klasifikasi TalasemiaTalasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup :a. Talasemia mayor sangat tergantung pada transfusib. Talasemia minor/karier tanpa gejalac. Talasemia intermediaKlasifikasi ini memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan.
Talasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi α-, β-, δβ- atau talasemia εγδβ sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada beberapa talasemia sama sekali tidak terbentuk rantai globin disebut αo atau βo talasemia, bila produksinya rendah disebut α+ atau β+ talasemia. Sedangkan talasemia δβ bisa dibedakan menjadi (δβ)o dan (δβ)+ dimana terjadi gangguan pada rantai δ dan β.
Bila talasemia timbul pada populasi di mana variasi hemoglobin struktural ada. Seringkali diturunkan gen talasemia dari satu orang tua dan gen varian hemoglobin dari orang tua lainnya. Lebih jauh lagi, mungkin pula didapatkan talasemia-α dan β bersamaan. Interaksi dari beberapa gen ini menghasilkan gambaran klinis yang bervariasi mulai dari kematian dalam rahim sampai sangat ringan.
Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari talasemia α atau β. (Pernomo, 2010)
Tatanama Klinis Genotipe Penyakit Genetika Molekular
Talasemia β
Talasemia mayor Talasemia β0 homozigot (β0/β0)Talasemia β+ homozigot (β+/β+)
Parah; memerlukan transfusi darah Delesi genetik (yang
jarang) di β0/βDefek pada transkripsi, pengolahan, atau translasi mRNA β-globin
Talasemia intermedia
β0/β0
β+/β+Parah, tetapi tidak memerlukan transfuse darah regular
Talasemia minor β0/ββ+/β
Asimptomatik dengan anemia ringan atau tidak ada; dijumpai kelainan sel darah merah
Talasemia α
Hidrops fetalis -/- -/- Tanpa transfusi letal in utero
Terutama delesi genPenyakit HbH -/- -/α Parah, mirip talasemia β intermedia
Sifat talasemia α -/- α/α (Asia)-/α -/α (Afrika kulit hitam)
Asimptomatik, seperti talasemia β minor
Pembawa sifat asimptomatik
-/α α/α Asimptomatik, tidak ada kelainan sel darah merah
(Robbins, 2010)2.4. Patofisiologi Talasemia
Talasemia βKelebihan rantai α mengendap pada membran sel dan prekursornya. Hal ini
menyebabkan pengrusakan prekusor eritrosit yang hebat intra meduler. Kemungkinan melalui proses pembelahannya atau proses oksidasi pada membran sel prekursor. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada talasemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Kombinasi anemia pada talasemia β dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, peningkatan absorpsi besi, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis talasemia β mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa. Juga diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosit di dalam limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.
Beberapa gejala ini dapat dihilangkan dengan transfusi yang bisa menekan ertropoesis, tapi akan meningkatkan penimbunan besi. Pada pasien dengan kelebihan zat besi, timbunan ini bisa dijumpai di semua jaringan, tapi sebagian besar di sel retikuloendotelial, yang relative tidak merusak. Juga di miosit dan hepatosit yang bisa merusak. Kerusakan tersebut diakibatkan terbentuknya hidroksil radikal bebas dan kerusakan akibat oksigen.
Normalnya ikatan besi pada transferin mencegah terbentuknya radikal bebas. Pada orang dengan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi penuh dan fraksi besi yang tidak terikat transferin bisa terdeteksi di dalam plasma. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya radikal bebas dan meningkatnya jumlah besi di jantung, hati dan kelenjar endokrin. Mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi organ.
Gambaran klinis tersebut dikaitkan dengan produksi globin dan kelebihan rantai pada maturasi dan umur eritrosit. Dan akibat penumpukan zat besi akibat peningkatan absorpsi dan transfusi. Gambaran klinis ini dipengaruhi jumlah ketidakseimbangan rantai globin. Talasemia α
Dengan adanya HbH dan bart’s patologi selular α berbeda dengan talasemia β. Pembentuksn tetramer ini mengakibatkan eritropoiesis yang kurang efektif. Tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Bart’s adalah homotetramer, yang tidak mengalami perubahan allosterik yang diperlukan untuk transportasi oksigen. Seperti mioglobin, mereka tidak bisa melepas oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga kadar HbH dan Bart’s sebanding dengan beratnya hipoksia.
Patofisiologi talasemia αsebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada homozigot (-/-) tidak ada rantai α yang di produksi. Pasiennya memiliki Hb Bart’s yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kada Hb nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterine. Bentuk heterozigot talasemia αo dan –α+
menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakiy HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik, adaptasi terhadap anemianya sering tidak baik, karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Bentuk heterozigot talasemia αo (--/αα) dan delesi homozigot talasemia α+ (-α/-α) berhubungan dengan anemia hipokromik ringan, mirip talasemia ββ. Meskipun pada talasemia αo ditemukan eritrosit dengan inklusi, gambaran ini tidak didapatkan pada talasemia α+. Hal ini menunjukkan diperlukan jumlah kelebihan rantai β tertentu untuk menghasilkan β4 tetramer. Yang menarik adalah bentuk heterozigot non delesi talasemia α (αTα/αTα) menghasilkan rantai α yang lebih sedikit dan gambaran klinis penyakit HbH.
2.5. Gambaran Klinis Talasemiaa. Talasemia Beta
Hampir semua anak dengan talasemia β homozigot dan heterozigot, memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang dan kelemahan umum. Bayi nampak pucat dan didapatkan splenomegali. Pada stadium ini tidak ada tanda klinis lain dan diagnosis dibuat berdasarkan adanya kelainan hematologi. Bila menerima transfusi berulang, pertumbuhannya biasanya normal sampai pubertas. Pada saat itu bila mereka tidak cukup mendapat terapi kelasi (pengikat zat besi), tanda-tanda kelebihan zat besi mulai nampak. Bila bayi
tersebut tidak mendapat cukup transfusi, tanda klinis khas talasemia mayor mulai timbul. Sehingga gambaran klinis talasemia β dapat dibagi menjadi 2 : Cukup mendapat transfusi Dengan anemia kronis sejak anak-anak
Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya biasanya normal dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila terapi kelasi efektif, anak ini bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Bila terapi kelasi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai nampak pada akhir decade pertama. Adolescent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai nampak. Termasuk diabetes, hipertiroid, hipoparatiroid dan kegagalan hati progresif. Tanda-tanda seks sekunder akan terlambat atau tidak timbul.
Kausa kematian tersering pada penimbunan zat besi ini adalah gagal jantung yang dicetuskan oleh infeksi atau aritmia, yang timbul diakhir dekade kedua atau awal dekade ketiga.
Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat transfusi adekuat sangat berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat. Pembesaran lien yang progresif sering memperburuk anemianya dan kadang-kadang diikuti oleh trombositopenia. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan deformitas tulang kepala, dengan zigoma yang menonjol, memberikan gambaran khas mongoloid. Perubahan tulang ini memberikan gambaran radiologis yang khas, termasuk penipisan dan peningkatan trabekulasi tulang-tulang panjang termasuk jari-jari dan gambaran hair on end pada tulang tengkorak. Anak-anak ini mudah terinfeksi, yang bisa mengakibatkan penurunan mendadak kadar hemoglobin. Karena peningkatan jaringan eritropoesis, yang tidak efektif, pasien mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh. Kebutuhan folatnya meningkat dan kekurangan zat ini bisa memperburuk anemianya. Karena pendeknya umur eritrosit, hiperurikemi dan gout sekunder sering timbul. Sering terjadi gangguan perdarahan, yang bisa disebabkan oleh trombositopenia maupun kegagalan hati akibat penimbunan zat besi, hepatitis virus maupun hemopoesis ekstrameduler. Bila pasien ini bisa mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan zat besi. Dalam hal ini berasal dari kelebihan absorpsi di saluran pencernaan.
Prognosis pada pasien yang tidak memperoleh transfusi adekuat, sangat buruk. Tanpa transfusi sama sekali mereka akan meninggal pada usia 2 tahun. Bila dipertahankan pada Hb rendah selama masih kecil, mereka bisa meninggal karena infeksi berulang. Bila berhasil mencapai pubertas mereka akan mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi, sama dengan pasien yang cukup mendapat transfusi tapi kurang mendapat terapi kelasi.
Gangguan pertumbuhan pada talasemia β juga bisa timbul pada pasien yang cukup transfusi maupun bahan kelasi. Komplikasi yang timbul akan dibahas lebih lanjut.Perubahan hematologi
Pertama kali datang biasanya Hb berkisar 2-8 g/dl. Eritrosit terlihat hipokrom dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling dan eritrosit berinti selalu nampak di darah tepi, setelah splenektomi sel-sel ini akan muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Hitung retikulosit hanya sedikit meningkat, jumlah leukosit dan trombosit masih normal, kecuali bila didapatkan hipersplenisme. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid dengan banyak inklusi di perkusor eritrosit, yang lebih nampak dengan pengecatan metil-violet yang bisa memperlihatkan endapan a globin.
Kadar HbF selalu meningkat dan terbagi diantara eritrosit. Pada talasemia βo
tidak didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2. Pada talasemia β- kadar HbF berkisar 20->90%. Kadar HbA2 biasanya normal dan tidak memiliki arti diagnosis. Penelitian in vitro sintesis globin, memperlihatkan kelebihan rantai α diatas rantai non αKarier talasemia beta
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan dan jarang didapatkan splenomegali. Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hapusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik dan basophilic stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2 meningkat 2x normal, 50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.Bentuk intermedia talasemia beta
Istilah talasemia β intermedia dipakai mulai kondisi iyang hampir seberat talasemia β, dengan anemia berat dan gangguan pertumbuhan, sampai kondisi yang hampir seringan karier talasemia β, yang hanya bisa diketahui dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih berat didapatkan gangguan pertumbuhan, perubahan tulang dan gagal tumbuh sejak awal. Pada kasus lain didapatkan pasien dengan tumbuh kembang yang baik, keadaan yang hampir stabil dan splenomegali ringan maupun sedang. Pada pasien ini komplikasi dapat timbul dengan bertambahnya umur. Termasuk perubahan tulang, osteoporosis progresfi sampai fraktur spontan, luka di kaki, defisiensi folat, hipersplenisme, anemia progresif dan efek penimbunan zat besi karena peningkatan absorpsi di saluran cerna.Talasemia beta dengan varian struktural beta globinKelainan ini merupakan gabungan dengan HbS, C atau E.HbS talasemia beta
Gambaran klinisnya dipengaruhi gen talasemia β. Pada HbS talasemia βo, dimana HbA tidak diproduksi sulit dibedakan dengan anemia sel sickel. Pada HbS talasemia β+ dimana produksi rantai β normal menurun, didapatkan kadar HbA 5-10% dan sering memberikan gambaran yang berat. Sedangkan pada orang kulit
hitam, dengan talasemia β+ ringan, kadar HbA 30-40% didapatkan tampilan yang ringan atau asimptomatis.HbC talasemia beta
Didapatkan di Afrika Barat dan Mediterania, dengan talasemia intermedia ringan sampai sedang. Dapat ditemukan sel target hampir 100% pada darah tepi.HbE talasemia beta
HbE memiliki gambaran klinis mirip talasemia β minor, gabungan heterozigot ini sebesar talasemia β homozigot. Komplikasi yang ditimbulkan mirip dengan talasemia mayor, sedang bentuk yang lebih ringan memiliki komplikasi seperti talasemia intermedia. Gambaran Hbnya sesuai dengan gen talasemia β. Pada HbE talasemia βo, Hb terdiri dari F dan E. Sedangkan pada HbE talasemia β+ didapatkan sejumlah Hb.Talasemia δβ
Bentuk umum talasemia δβ+ adalah Hb Leopore. Bentuk homozigotnya sering sulit dibedakan dengan talasemia β mayor. Hb terdiri dari hbF dengan Hb Leopore <20%. Bentuk heterozigotnya memiliki gambaran hematologi seperti karier talasemia, dengan kadar Hb leopore 5-15% dan HbA2 rendah sampai normal.
Banyak variasi talasemia δβo. bentuk homozigotnya ditandai mirip dengan talasemia intermedia ringan sampai sedang, dengan perubahan eritrosit dan HbF 100%. Bentuk heterozigot memperlihatkan perubahan eritrosit ringan, dengan HbF 10-20% dan HbA2 rendah sampai sedang.Talasemia (εγδβ)o
Kondisi ini tidak pernah dijumpai dalam bentuk homozigot. Bentuk heterozigot terlihat sangat anemi sejak lahir dengan gambaran mirip penyakit hemolisis pada bayi baru lahir dengan eritrosit hipokromik dan ketidakseimbangan rantai globin sesuai dengan karier talasemia β. Anemia yang dialami membaik seiring dengan bertambahnya umur. Saat dewasa gambaran darahnya mirip dengan karier talasemia β, dengan kadar HbA2 normal.
b. Talasemia AlfaHomozigot talasemia αo
Sindrom hidrops Hb Bart’s ini biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrpos fetalis dengan edem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti. Kadar Hb Bart’s 80%, sisanya Hb Portland. Kelainan ini sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pemeriksaan otopsi memperlihatkan peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi, berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan transfusi berulang. Pertumbuhan dan perkembangan bisa mencapai normal.HbH disease (Talasemia αα/α+)
Ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki variasi klinis, beberapa tergantung transfusi, sedangkan sebagian besar bisa tumbuh normal tanpa transfusi. Gambaran darah tepi khas talasemia dengan perubahan eritrosit, dengan HbH bervariasi, sedikit Hb Bart’s dan HbA2 rendah sampai sedang. HbH bisa diketahui dengan bantuan brilian cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukan badan inklusi. Setelah splenektomi bentukan ini makin banyak pada eritrosit.Karier talasemia alfa
Karier talasemia alfa bisa berasal dari talasemia αo (-α/αα) atau talasemia α+ (-α/-α). Biasanya asimptomatis, didapatkan anemia hipokromik ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hb elektroforesis normal dan pasien hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA. Pada masa neonatus didapatkan Hb Bart’s 5-10%, tapi tidak didapatkan HbH pada masa dewasa. Kadang bisa didapatkan inklusi pada eritrosit karier talasemia α.Karier talasemia alfa silent
Bentuknya heterozigot karier talasemia α+ (-α/αα). Memiliki gambaran darah yang abnormal, tetapi dengan Hb elektroforese normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb Bart’s 1-3%, tapi tidak adanya Hb Bart’s tidak menyingkirkan diagnosis ini.Sindrom talasemia dan retardasi mental
Sindrom ATR-16 ditandai dengan retardasi mental sedang dan penyakit HbH ringan atau gambaran darah yang menyerupai karier talasemia α. Pasien dengan kelainan ini harus menjalani pemeriksaan sitogenetik untuk keperluan konseling genetik bagi kehamilan berikut. Pada beberapa kasus didapatkan translokasi kromosom. Sindrom ATR-X ditandai dengan retardasi mental berat, kejang, tampilan wajah khas dengan hidung datar, kelainan urogenital dan kelainan kongenital lain. Gambaran darah memperlihatkan penyakit HbH ringan atau karier talasemia α, inklusi HbH biasanya didapatkan.
2.6. Diagnosis TalasemiaAnamnesisa. Pucat yang lama (kronis)b. Terlihat kuningc. Mudah infeksid. Perut membesar akibat hepatosplenomegalie. Pertumbuhan terhambat atau pubertas terlambatf. Riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnya)g. Riwayat keluarga yang menderita talasemiaPemeriksaan Fisika. Anemia/pucatb. Ikterus ringanc. Facies cooley
d. Hepatosplenomegalie. Gizi kurang atau burukf. Perawakan pendekg. Hiperpigmentasi kulith. Pubertas terlambatPemeriksaan Penunjanga. Laboratorium
Darah tepi lengkap- Anemia berat (Hb<3 g/dL atau 4 g/dL)- Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel
eritrosit muda/normoblast, fragmentosit, sel target)- Indeks eritrosit: MCV, MCH dan MCHC menurun, RDW meningkat. Bila
tidak menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik I tabung (fragilitas)
- Dapat terjadi leukopenia dan trombositopenia- Retikulosit meningkat
Sumsum tulang : aktivitas eritropoesis meningkatb. Konfirmasi dengan analisis hemoglobin menggunakan :
Elektroforesis hemoglobin: tidak ditemukannya HbA dan meningkatnya HbA2
dan HbF- Jenis Hb kualitatif menggunakan elektroforesis cellulose ocetate- HbA2 kuantitatif menggunakan metode mikrokolom- HbF menggunakan alkali denaturasi modifikasi Betke- HbH badan inklusi menggunakan pewarnaan supravital (retikulosit)
Metode HPLC (Beta Short Variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif.(IDAI, 2010)
2.7. Diagnosis Banding Talasemia
2.8. Penatalaksanaan TalasemiaTransfusi sel darah merah Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, mengurangi komplikasi anemia dan
eritropoiesis yang tidak efektif, membantu pertumbuhan dan perkembangan selama masa anak-anak dan memperpanjang ketahanan hidup pada talasemia mayor.
Keputusan untuk memulai transfusi didasarkan pada kadar hemoglobin <6 g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa dan atau ekspansi sumsum tulang.
Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B diberikan dan fenotif sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi.
Konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi, volume sel darah merah yang diberikan dan besarnya limpa, sebaiknya dicatat pada setiap kunjungan untuk mendeteksi perkembangan hipersplenisme.
SplenektomiSplenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada
pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200 ml/kg/tahun. Karena adanya resiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi, pasien sebaiknya divaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophilus influenza type B dan sehari setelah operasi diberi penisilin dapat diganti dengan eritromisin.Terapi pengikat besi dengan deferoksamin
Kelebihan besi merupakan konsekuensi yang paling penting dari transfusi pada pasien talasemia. Absorpsi deferoksamin secara oral buruk. Ekskresi besi setelah pemberian jangka pendek deferoksamin secara intramuskular, intravena dan subkutan pertama kali dilaporkan awal tahun 1960. Setelah lebih dari dua dekade, pemberian jangka panjang intramuskular dilaporkan menimbulkan akumulasi besi secara perlahan dan penghambatan fibrosis hati pada pasien yang mendapat transfusi, bila deferoksamin diberikan efektif melalui infus 24 jam dan selanjutnya 12 jam. Bersamaan dengan studi ini diijinkan pemberian infus deferoksamin subkutan selama satu malam menggunakan pompa portable yang dapat dibawa ke rumah sebagai metode standar pemberian deferoksamin saat ini. Manajemen terapi pengikato Pengukuran beban besi tubuh yang akurat
Tidak Langsung :- Konsentrasi feritin serum/plasma- Saturasi transferin serum- Test deferoksamin 24 jam- Pencitraan besi jaringan: CT hati, MR hati, MR jantung, MR kelenjar pituitary
anterior- Evaluasi fungsi organLangsung :- Jumlah besi jantung, biopsi- Jumlah besi di hati, biopsi- Superconducting susceptometry (SQUID)
Pengukuran konsentrasi besi hati merupakan metode yang paling kuantitatif, spesifik dan sensitif untuk mengukur beban besi tubuh pada pasien talasemia mayor. Biopsi hati sebaiknya dikerjakan untuk penatalaksanaan anak dengan talasemia mayor.
o Penatalaksanaan terapi pengikat (chelating therapy)
Menentukan waktu yang tepat untuk memulai terapi pengikat besi dapat dilakukan dengan menentukan konsentrasi serum feritin setelah pemberian transfusi yang teratur. Berdasarkan nilai tersebut ditentukan kapan memulai pemberian terapi deferoksamin subkutan malam hari. Percaya pada hasil pengukuran serum feritin saja tidak cukup, sebaiknya dilakukan pemeriksaan biopsi hati dengan arahan ultrasonografi, pada semua anak dengan talasemia mayor untuk mengetahui konsentrasi besi hati setelah transfusi teratur selama 1 tahun. Bila kadar besi hati pada batas yang ideal dengan terapi pengikat besi jangka lama, maka terapi segera dikerjakan. Bila biopsi hati tidak dapat dikerjakan pada awal terapi, pengobatan dengan deferoksamin subkutan tidak boleh melebihi 25-35 mg/kg/24 jam bagi anak, sebaiknya dimulai 1 tahun setelah transfusi teratur.
o Kebutuhan yang diperlukan untuk keseimbangan antara efektifitas dan toksisitasKebanyakan toksisitas yang ditimbulkan oleh deferoksamin timbul pada
anak yang mendapat dosis melebihi 50 mg/kg atau mendapat dosis yang lebih kecil pada anak dengan beban besi tubuh yang renda.
Toksisitas Pemeriksaan Frekuensi Terapi
Tuli sensorineural frekuensi tinggi
Audiogram Setiap tahun, bila ada keluhan ulangi secepatnya
Hentikan DFO secepatnya, ukur beban besi tubuh secara langsung.DFO tidak diteruskan hingga 6 bulan jika HIC 3,2-7 mg/kg berat kering jaringan hati.Ulangi audiogram setiap 3 bulan sampai normalAtur DFO sesuai HIC.
Kelainan retina Pemeriksaan retina Setiap tahun, jika ada gejala secepat mungkin
Hentikan DFO secepatnyaHitung beban besi tubuh secara langsungDFO tidak diteruskan hingga 6 bulan jika HIC 3,2-7 mg/kg berat kering jaringan hatiTurunkan dosis DFO jadi 25 mg/kg/hari, 4x semingguUkur beban besi tubuh
secara langsung
Kelainan spinal dan metafisis
Foto pergelangan tangan, lutut, torako lumbo-sakral, bone age pergelangan tangan
Setiap tahun DFO tidak diteruskan sampai 6 bulan bila HIC 3 mg/g berat kering jaringan hatiUlangi pengukuran HIC setelah 6 bulanAtur DFO sesuai HIC seperti pada table 3.
Penurunan kecepatan pertumbuhan tinggi dan atau tinggi saat duduk
Ditentukan dari tinggi saat berdiri dan duduk
Dua kali setahun Seperti kelainan metafisis dan spinalDiukur secara teratur 6 bulan sekali oleh dokter endokrin anak
Pengikat besi aktif secara oralMahal dan tidak nyamannya pemberian deferoksamin mendorong penemua
pengikat besi aktif secara oral. Agen ini merupakan 1,2 dimethyl 3 hidroxypyridin-4 one (deferipron, L1), yang dipatenkan pada tahun 1982 sebagai alternatif deferoksamin untuk pengobatan kelebihan besi kronis.
Terapi deferiprone jangka panjang tidak dapat memberi kontrol yang adekuat pada besi tubuh pada kebanyakan pasien talasemia mayor. Sehubungan dengan itu juga, komplikasi yang berkait dengan deferiprone berupa agranulositosis dan neutropenia lebih dari 80%.Transplantasi sumsum tulang
Pengobatan talasemia β yang berat dengan transplantasi sumsum tulang allogenik, sebagai alternatif dari pelaksanaan klinis standard an saat ini diterima dalam pengobatan talasemia β.
Percobaan yang paling efektif telah dilaporkan oleh Lucarelli dkk di Italia. Mereka mengidentifikasikan tiga karakteristik yang bermakna dalam menimbulkan resiko komplikasi setelah transplantasi allogenik pada pasien talasemia :
a. Tingkatan hepatomegalib. Adanya fibrosis portal pada biopsy hatic. Efektifitas terapi pengikat sebelum transplantasiKeberhasilan transplantasi allogenik pada pasien talasemia, membebaskan pasien
dari transfusi kronis namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada semua kasus. Kelebihan besi pada parenkim hati bertahan sampai 6 tahun setelah transplantasi sumsum tulang, pada kebanyakan pasien yang tidak mendapat terapi deferoksamin setelah transplantasi. Baik flebotomi maupun pemberian deferoksamin jangka pendek aman dan efektif untuk menurunkan besi jaringan pada pasien “eks-
talasemia” dan dapat dimulai 1 jam setelah transplantasi sumsum tulang jika konsentrasi besi hati >7 mg/kg berat kering jaringan hati pada saat itu. (Permono, 2010)
TerapiUmumMakanan gizi seimbangDietetik
Makanan dan obat yang banyak mengandung zat besi sebaiknya dihindariPemantauan tumbuh kembangKhusus Dapat dicoba transplantasi sumsum tulang PRC 10-15 mL/kgBB setiap 4 minggu mengatasi anemia, sehingga kadar Hb > 10
g/dLo Transfusi darah pertama kali diberikan bila Hb <7 g/dL yang diperiksa dua kali
berturutan dengan jarak 2 minggu atauo Hb ≥7 g/dL disertai gejala klinis (perubahan muka/facies Cooley, gangguan
tumbuh kembang, fraktur tulang, curiga hematopoetik ekstramedular)o Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤ 8 g/dL sampai kadar
Hb 10-11 g/dL. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5 g/dL maka dosis untuk satu kali pemberian tidak boleh >5 mL/kgBB dengan kecepatan tidak >2 mL/kgBB/jam. Sambil menunggu transfusi darah, berikan O2 dengan kecepatan 2-4 L/menit
Kelasi besi diberikan bila kadar feritin serum >1000 ng/mL dan saturasi transferin >50% atau sudah 10-20x transfusi, untuk mengatasi kelebihan Fe dalam jaringan tubuho Deferioksamin
- Dewasa dan anak 3 tahun: 30-50 mg/kgBB/hari, 5-7x/minggu subkutan selama 8-12 jam dengan syringe pump. Anak usia <3 tahun: 15-25 mg/kgBB/hari
- Pemakaian deferioksamin dihentikan pada penderita yang sedang hamil, kecuali penderita gangguan jantung yang berat dan diberikan kembali pada trimester akhir deferioksamin 20-30 mg/kgBB/hari
- Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi inio Pada penderita tidak patuh/menolak pemberian deferioksamin dapat diberikan:
- Deferipron/L1: 75-100 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis sesudah makan atau- Deferasiroks/ICL 670: 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal, 75-100
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis sesudah makano Terapi kombinasi (deferioksamin dan deferipron) diberikan pada keadaan:
- Feritin >3000 ng/mL yang bertahan minimal 3bulan- Kardiomiopati akibat kelebihan besi, atau
- Bila MRI sesuai dengan hemosiderosis jantung (<20 milisekon)- Untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan
fungsi jantung saat evaluasi Splenektomi
Dilakukan bila terdapat hipersplenisme atau jarak pemberian transfusi yang makin pendek
Asam folat: 2x1 mg/hari Vitamin E: 2x200 IU/hari Vitamin C: 2-3 mg/kgBB/hari (maks. 50 mg pada anak <10 tahun dan 100 mg pada
anak 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO), tidak dipakai untuk penderita dengan gangguan fungsi jantung
Pemantauan Efek Samping Kelasi BesiDesferioksamin (DFO)THT: audiometri (1x/tahun): gangguan pendengaran, tinnitus (reversible)Mata (1x/tahun): gangguan lapang pandang (reversibel)Feritin setiap 3 bulanFoto tulang panjang + vertebra + bone age (1x/tahun): gangguan pertumbuhan pada anak usia <3 tahunDeferipron (L1)Darah tepi dan hitung jenis (absolute neuthropil count) 5-10 hari sekaliSGOT, SGPT, ureum, kreatinin setiap 3 bulanFeritin setiap 3 bulanTidak boleh diberikan pada ibu hamil dan menyusuiDesferasiroks (ICL 670)Kreatinin setiap bulanSGOT dan SGPT setiap bulanFeritin setiap bulanIbu hamil dan menyusui masih belum dilakukan penelitian
2.9. Pencegahan TalasemiaSkrining dan PencegahanAda 2 pendekatan untuk menghindari talasemia :a. Karena karier talasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 2.10. Prognosis Talasemia
a. Talasemia βIndividu dengan thalassemia minor (thalassemia trait) biasanya memiliki
ringan, anemia mikrositik tanpa gejala. Kondisi ini tidak menyebabkan kematian atau morbiditas yang signifikan.
Prognosis pasien dengan thalassemia mayor sangat tergantung pada kepatuhan pasien terhadap program pengobatan jangka panjang, yaitu program hypertransfusion
dan khelasi besi seumur hidup. Transplantasi sumsum tulang alogenik mungkin kuratif.
b. Talasemia αUntuk pasien dengan karier talasemia α prognosisnya sangat baik. Bagi
individu dengan penyakit HBH, tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan bervariasi tetapi umumnya baik, dengan sebagian besar pasien bertahan hidup sampai dewasa. Namun, beberapa pasien memiliki perjalanan lebih rumit. Pasien dengan penyakit HBH beresiko untuk anemia berat dan memiliki kebutuhan seumur hidup untuk transfusi. Jika anemia dikelola dengan baik dan kelebihan zat besi dapat dicegah dengan terapi kelasi, individu dengan penyakit HbH bisa hidup lama dan sehat.
Hidrops fetalis (alpha thalassemia mayor) jarang yang bertahan sampai dilahirkan, membutuhkan transfusi intrauterin dan terus membutuhkan transfusi seumur hidup.