54
1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan untuk sembuh, seorang perawat profesional harus mempunyai keterampilan yang multi-kompleks. Sesuai dengan peran yang dimiliki, perawat harus mampu memberi pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Perawat juga dituntut untuk membantu anggota keluarganya dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan hidup dan mati. Pemberian asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi sakaratul maut tidak selamanya mudah. Klien lanjut usia akan memberi reaksi yang berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. Bagaimanapun keadaannya, perawat harus dapat menguasai situasi, terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga yang dalam keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawat karena kematian seseorang dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. Kadang-kadang sebelum ajal tiba, klien lanjut usia kehilangan kesadarannya terlebih dahulu. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud pengertian kematian ? 2. Apa ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian ? 3. Apa Penyebab kematian ? 4. Apa teori-teori kematian dan menjelang ajal? 5. Bagaimana tahap kematian? 6. Bagaimana normalitas kematian dan menjelang ajal ? 7. Bagaimana lingkungan menjelang ajal ? 8. Apa pengaruh kematian ?

Askep menjelang kematian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep menjelang kematian

Citation preview

Page 1: Askep menjelang kematian

1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan untuk sembuh, seorang

perawat profesional harus mempunyai keterampilan yang multi-kompleks. Sesuai

dengan peran yang dimiliki, perawat harus mampu memberi pelayanan

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Perawat juga dituntut untuk membantu anggota keluarganya dalam memenuhi

kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan hidup dan mati.

Pemberian asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi

sakaratul maut tidak selamanya mudah. Klien lanjut usia akan memberi reaksi

yang berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara klien lanjut usia

menghadapi hidup. Bagaimanapun keadaannya, perawat harus dapat menguasai

situasi, terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga

yang dalam keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawat karena kematian

seseorang dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari.

Kadang-kadang sebelum ajal tiba, klien lanjut usia kehilangan kesadarannya

terlebih dahulu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pengertian kematian ?

2. Apa ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian ?

3. Apa Penyebab kematian ?

4. Apa teori-teori kematian dan menjelang ajal?

5. Bagaimana tahap kematian?

6. Bagaimana normalitas kematian dan menjelang ajal ?

7. Bagaimana lingkungan menjelang ajal ?

8. Apa pengaruh kematian ?

Page 2: Askep menjelang kematian

2

9. Apa hak asasi pasien menjelang ajal ?

10. Bagaimana asuhan dan dukungan keperawatan ?

11. Bagaimana perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal ?

12. Bagaimana asuhan keperawatan lanjut usia menjelang ajal ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian kematian.

2. Mengetahui ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian.

3. Mengetahui penyebab kematian.

4. Mengetahui teori-teori kematian dan menjelang ajal.

5. Mengetahui tahap kematian.

6. Mengetahui normalitas kematian dan menjelang ajal.

7. Mengetahui lingkungan menjelang ajal.

8. Mengetahui pengaruh kematian.

9. Mengetahui hak asasi pasien menjelang ajal.

10. Mengetahui asuhan dan dukungan keperawatan.

11. Mengetahui perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal.

12. Mengetahui asuhan keperawatan lanjut usia menjelang ajal.

Page 3: Askep menjelang kematian

3

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Kematian

Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak

dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Pengertian kematian/mati

adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernapas

selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan segala refleks, serta tidak ada

kegiatan otak (Nugroho, 2008).

B. Ciri/Tanda Klien Lanjut Usia Menjelang Kematian

Menurut Nugroho (2008), ciri klien lanjut usia yang menjelang kematian,

antara lain :

1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya

dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.

2. Gerakan peristaltik usus menurun.

3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung.

4. Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.

5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan/kelabu.

6. Denyut nadi mulai tidak teratur.

7. Napas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya

lendir pada saluran pernapasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut

usia.

8. Tekanan darah menurun.

9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).

Tanda tanda kematian

1. Pupil mata tetap membesar atau melebar

2. Hilangnya semua refleks dan ketiadaan kegiatan otak yang tampak jelas

dalam hasil pemeriksaan EEG dalam waktu 24 jam.

Page 4: Askep menjelang kematian

4

C. Penyebab kematian:

Menurut Nugroho (2008), penyebab kematian, antara lain :

1. Penyakit

a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae).

b. Penyakit kronis, misalnya:

1) CVD (cerebrovascular diseases)

2) CRF (chronic renal failure [gagal ginjal])

3) Diabetes melitus (gangguan endokrin)

4) MCI (myocard infarct [gangguan kardiovaskular])

5) COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)

2. Kecelakaan (hematoma epidural)

D. Teori-Teori Kematian dan Menjelang Ajal

Penulis yang paling dikenal dalam bidang kematian dan menjelang ajal

adalah Elizabeth Kubler-Ross. Hasil kerjanya membuat peka perawat ,

professional layanan kesehatan dan konsumen terhadap proses menjelang ajal dan

kebutuhan-kebutuhan yang melekat pada orang yang menjelang ajal. Teorinya

mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap, dimulai

dengan penyingkapan awal terminalitas dan berakhir dengan momeng akhir

kehidupan.

a. Tahap I : penyangkalan dan isolasi

Tahap ini biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan

penerimaan parsial. Penyangkalan ini tidak boleh diinterpretasikan sebagai

adaptasi yang negatif atau merendahkan. Sebagai pertahanan awal,

penyangkalan membantu seseorang dengan melindunginya dari ansietas dan

ketakutan.

b. Tahap II : Kemarahan dan penyangkalan

Tahap ini digantikan dengan perasaan marah, gusar, iri dan kebencian.

Kemarahan terjadi karena seseorang merasa rencana dan kegiatannya

Page 5: Askep menjelang kematian

5

terganggu oleh kematian. Merasa iri pada orang lain yang masih dapat

menikmati kehidupan.

c. Tahap III: tawar menawar

Pada ini seseorang percaya bahwa kematiannya masih dapat ditunda dengan

berdoa. Mencoba untuk menunda kematian dan masih ada waktu untuk

berdoa, melengkapi tujuan hidupnya yang penting. Pada tahap ini dia akan

berjanji untuk memperbaiki cara hidupnya dan akan lebih sering berdoa.

d. Tahap IV : depresi

Menyadari bahwa kematian sudah semakin dekat. Depresi meliputi dua jenis

kehilangan yaitu : kehilangan yang terjadi dimasa lalu dan kehilangan hidup

yang akan terjadi.

e. Tahap V : penerimaan

Seseorang telah dapat menerima nasibnya. Apabila telah mendapat cukup

waktu dan dibantu dalam menjalani tahap-tahap sebelumnya, maka ia tidak

merasa depresi maupun marah terhadap nasibnya.

Amberton mengisolasi empat strategi koping utama yang digunakan oleh

orang yang menjelang ajal.: penyangkalan , ketergantungan , pemindahan , dan

regresi. Teorinya menekankan pada suatu pendekatan tim dalam merawat orang

yang menjelang ajal, dengan focus pada pendekatan asuhan paliatif daripada

pendekatan kuratif. Dukungan yang konsisten oleh pemberi perawatan diperlukan

pada saat pasien yang menjelang ajal terombang-ambing diantara berbagai

bentuk ketergantungan dan kecukupan diri. Orang yang menjelang ajal perlu

mengetahui bahwa mereka tidak akan diabaikan atau ditinggal sendiri (Stanley,

2006).

Pattison tidak menyetujui pembagian proses menjelang ajal menjadi tahapan-

tahapan kronologis yang tersusun. Ia mengindentifikasi berbagai mekanisme

koping ego yang digunakan oeh orang yang menjelang ajal pada berbagai titik

yang berbeda selama siklus hidup. Lansia menggunakan altruism, humor ,

Page 6: Askep menjelang kematian

6

supresi, pikiran , antisipasi, dan sublimasi untuk menghadapi kebutuhan-

kebutuhan terminal. Patrison merujuk pada fase-fase proses menjelang ajal : fase

akut, fase kehidupan kronis , fase menjelang ajal, fase akhir. Ia mengatakan

bahwa persiapan reaksi psikologis muncul selama interval hidup-mati.

Pendekatan individual diperlukan untuk menghadapi stress dan krisis yang dapat

muncul kapan saja dalam proses menjelang ajal (Stanley, 2006).

Wiesman mengemukakan adanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi

respons emosional yang continue dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal.

Ia menekankan pada individualitas seseorang daripada member label berdasarkan

urutan munculnya reaksi emosional (Stanley, 2006).

Kastenbaum melakukan analisis retrospektif yang disebut autopsy psikologis.

Ia memeriksa reaksi orang yang menjelang ajal untuk menentukan intervensi yang

tepat dan memutuskan bahwa konsep-konsep kematian mengubah seluruh hidup

bersamaan dengan tingkat perkembangan seseorang. Ia membagi kehidupan dan

menjelang ajal menjadi dua fase proses psikobiologis yang sama, yang

berkembang sampai akhir kehidupan (Stanley, 2006).

Giacquinta mendiskusikan tahapan-tahapan dan fase-fase yang dialami

keluarga setelah didiagnosis kanker dinyatakan. Keempat tahap tersebut antara

lain adalah hidup dengan kanker, restrukturisasi selama interval hidup dan mati,

kehilangan dan pembentukan kembali. Setiap tahap terdiri dari fase-fase dan

halangan spesifik seperti kepuasan, kerentanan, dan ketidakberdayaan.

Mengembangkan harapan, rasa aman dan keberanian merupakan sebagian tujuan

yang membimbing tindakan keperawatan. Seluruh anggota keluarga selain

penderita kanker itu sendiri dianggap sebagai pasien, dan prinsipprinsip tersebut

dapat diterapkan pada unit keluarga yang menghadapi penyakit yang mengancam

kehidupan (Stanley, 2006).

Page 7: Askep menjelang kematian

7

E. Tahap Kematian

Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi dapat saling

tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk

kemudian kembali ke tahap itu. Lama setiap tahap dapat bervariasi, mulai dari

beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat

singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap,

kecuali jika perawat memperhatikan secara saksama dan cermat. Menurut

Nugroho (2008), tahap kematian antara lain :

1. Tahap Pertama (Penolakan)

Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya, sikap itu ditandai

dengan komentar, "Saya? Tidak, itu tak mungkin." Selama tahap ini, klien

lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang,

kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap

penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang

dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan menekan apa yang telah ia

dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber

profesional dan non-profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan

bahwa maut sudah berada di ambang pintu.

2. Tahap Kedua (Marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Klien

lanjut usia itu berkata, "Mengapa saya?" Sering kali klien lanjut usia akan

selalu mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap

perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang mereka lakukan.

Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih menganggap hal ini merupakan hikmah,

daripada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri

klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada

kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati

Page 8: Askep menjelang kematian

8

dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang

perlu diungkapkan.

3. Tahap Ketiga (Tawar-Menawar)

Pada tahap ini, klien lanjut usia pada hakikatnya berkata, "Ya, benar aku,

tetapi...." Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat

menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan

dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar-menawar ini banyak orang cenderung

untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan

akan menyiapkan beberapa hal, misalnya membuat surat dan mempersiapkan

jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan.

Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat

dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan

sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir

untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu

terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan

itu karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.

4. Tahap Keempat (Sedih/Depresi)

Pada tahap ini, klien lanjut usia pada hakikatnya berkata, "Ya, benar aku."

Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena klien lanjut usia

sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang

yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan

dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah

dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak

bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang

di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum

meninggal.

Page 9: Askep menjelang kematian

9

5. Tahap Kelima (Menerima/Asertif)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini,

klien lanjut usia telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan

mungkin tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala

sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan

ketenangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi

bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada

maut tidak berarti menerima maut.

F. Normalitas Kematian dan Menjelang Ajal

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju

akhir. Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital,

akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat

universal. Meskipun unik bagi setiap individu, kejadiankejadian tersebut bersifat

normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan (Stanley, 2006).

Sikap terhadap kematian dan menjelang ajal telah berubah. Dulu, orang-orang

tidak takut terhadap kematian. Kmatian diterima sebagai perkembangan hidup

yang alami. Proses menjelang ajal terjadi dengan kehadiran keluarga, teman dan

anak-anak (Stanley, 2006).

Pada peralihan abad, sebagian besar kematian terjadi pada usia kurang dari 50

tahun. Saat ini, sebagian besar kematian terjadi pada populasi lansia. Delapan

puluh persen kematian terjadi di lingkungan institusi. Oleh karena itu, anak-anak

tidak terpajan kematian selama betahun-tahun pembentukannya, pada saat

dukungan dan rasa aman dari keluarganya dapat membantu mereka menghadapi

proses kehidupan akhir ini. Perawat berbeda di berbagai tempat saat proses

menjelang ajal itu terjadi. Perawat harus merasa nyaman terhadap kekhawatiran

dan perasaan mereka sendiri tentang proses ini. Dukungan kolega sebagaimana

perawat yang mengasuh orang menjelang ajal merupakan hal pnting agar pada

Page 10: Askep menjelang kematian

10

masa-masa tersebut menjadi pengalaman yang normal dan meningkatkan

pertumbuhan (Stanley, 2006).

G. Lingkungan Menjelang Ajal

1. Rumah Sakit Perawatan Akut

Meskipun sebagian besar kematian terjadi di institusi layanan kesehatan,

rumah sakit perawatan akut atau rumah sakit pendidikan dapat menjadi tempat

terakhir yang cocok bagi lansia yang menjelang ajal. Di lingkungan rumah

sakit, proses penyakit dan organ yang sakit merupakan focus dari layanan,

dengan kesembuhan sebagai tujuannya. Melalui program pendidikan, dokter

dan perawat sering merasa menunjukkan rasa tidak nyaman dan rasa bersalah

ketika berhadapan dengan mereka yang menjelang ajal walaupun mereka

telah mengupayakannya. Banyak professional layanan kesehatan yang belum

dididik dalam hal perawatan terkini menjelang ajal. Melalui program

pendidikan ini, dokter dan perawat belajar bagaimana melakukan perawatan

untuk lansia yang menjelang ajal. Penekanan pada pendidikan ini adalah

untuk membantu profesional layanan kesehatan menghadapi isu-isu

menjelang ajal dan kematian. Banyak yang dapat dilakukan terhadap orang

yang menjelang ajal di luar pengobatan medis. Proses mnjelang ajal

merupakan saat sangat memerlukan dukungan emosional (Stanley, 2006).

2. Perawatan Jangka Panjang

Institusi perawatan jangka panjang memberikan layanan kesehatan untuk

lebih 1 juta lansia di Amerika Serikat. Keputusan di panti jompo antara lain

mencakup apakah akan menahan akan dilakukannya evaluasi atau pengobatan

masalah medis terhadap pasien yang menghadapi kematian. Keputusan lain

yang biasa dihadapi pada saat kehidupan berakhir meliputi pendekatan yang

melibatkan program resusitasi dan petimbangan untuk pemindahan ke fasilitas

perawatan akut. Meskipun semakin banyak literatur yang memberikan

panduang untuk keputusan dalam kedokteran klinis, panduan-panduan

Page 11: Askep menjelang kematian

11

semacam itu belum ada di fasilitas perawatan jangka panjang. Banyak

penghuni panti jompo yang tidak mampu berpartisipasi secara aktif dalam

membuat kputusan tentang perawatan kesehatannya sendiri. Ansietas dapat

terjadi di antara keluarga dan pemberi layanan kesehatan selama berupaya

untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengobatan yang tepat bagi

pasien yang mendekati kematian (Stanley, 2006).

Institusi perawatan jangka panjang melayani lansia yang memerlukan

pengobatan untuk penyakit kronis dan disabilitas yang tidak memugkinkan

pemberian perawatan ini atau tidak praktis bila dilakukan di rumah atau

tempat lainnya. Institusi ini menjadi rumah bagi kebanyakan lansia, meskipun

penekanan utama adalah pada penyakit kronis dan disabilitas daripada

dukungan gaya hidup. Atmosfir di perawatan jangka panjang kurang kritis

jika dibandingkan dengan di perawatan akut. Seringkali, disebabkan

perbedaan ini, lansia dan keluarganya atau pemberi perawatan dapat

mengekspresikan dan melakukan keinginan mereka yang berkaitan dengan

meninggal dalam lingkungan yang tenang dan empatik. Jika keptusan tentang

menjelang ajal sudah ditentukan sebelumnya, kematian di lingkungan

perawatan jangka panjang dapat terjadi dengan suasana tenang dan

mendukung (Stanley, 2006).

3. Hospice

Hospice adalah “tempat singgah atau pondok bagi pelancong, anak-anak

atau kaum miskin, yang sering dibiayai oleh program monastik. Peggunaan

kata tersebut secara kontemporer mengidentifikasi sebuah program atau

institusi yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan orang yang

menjelang ajal. Penekanan diletakkan pada pengurangan penderitaan

psikologis dan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah pengurangan nyeri

(Stanley, 2006).

Page 12: Askep menjelang kematian

12

Pendekatan kerja kelompok dalam hospice merupakan focus yang utama.

Inti program ini adalah bahwa anggotanya bertemu setiap minggu untuk

mengembangkan komunikasi dan diskusi tentang kebutuhan pasien masing-

masing. Tim perawatan Hospice interdisipliner yang biasanya terdiri dari

dokter, perawat, pekerja sosial, psikiater, pemuka agama, dan sukarelawan,

merupakan hubungan yang mendukung antara pasien dan

pelayanan.pendekatan multidisipliner ini memberikan kerangka kerja untuk

kordinasi asuhan, menekankan pada kepimimpinan dan keahlian para

anggotanya. Meskipu setiap anggota memiliki fokus yang berbeda, tim

tersebut disatukan dalam pelayanan sebagai komponen asuhan emosional bagi

orang yang menjelang ajal. Unit pelayanan primer adalah pasien dan keluarga.

Layanan tersebut tersedia 24 jam. Program-programnya bervariasi tetapi dapat

mencekaup layanan pasien rawat inap atau rawat jalan. Tindak lanjut terhadap

kehilangan juga dilakukan terhadap anggota keluarga setelah kematian pasien

(Stanley, 2006).

Hospice di Amerika Serikat mengikuti berbagai bentuk protocol. Terdapat

fasilitas hospice rawat inap di rumah sakit., di situ pasien-pasien diarahkan

pada unit spesifik atau dirawat dengan cara “tempat tidur tersebar”, dengan

pasien hospice menempati tempat tidur di berbagai unit. Layanan hospice

rawat jalan dan hospice di rumah sering dilakukan oleh asosiasi perawat

kunjungan. Tanpa memperhatikan lingkungan, asuhan hospice dianggap tepat

jika pasien tidak lagi berespon terhadap pengobatan, intervensi-intervensi

untuk penyembuhan sudah habis, dan kematian suda mengancam (Stanley,

2006).

Dalam banyak cara, hospice lebih dipahami sebagai sikap bukan sebagai

tempat, progam atau unit. Pendekatan terhadap orang yang menjelang ajal di

lingkungan hospice dilakukan dengan cara yang positif dan menghasilkan

pertumbuhan. Tujuannya adalah untuk berfokus terhadap keberanian dan

Page 13: Askep menjelang kematian

13

martabat pasien daripada ketergantungan. Lahirnya perawatan hospice ini

telah menyentuh kemanusiaan dengan asuhan paliatif yang terkoordinasi dan

penuh cinta terhadap orang yang menjelang ajal dan keluarganya. Nilai yang

dapat diukur berkaitan dengan pengayaan hidup dan kehidupan pada saat

menjelang ajal (Stanley, 2006).

4. Perawatan Di Rumah

Alternatif lainnya adalah meninggal di rumah. Untuk alternatif ini,

beberapa faktor harus dipertimbangkan karena perawatan teradap orang yang

menjelang ajal di rumah menciptakan ketegangan lebih bagi pemberi

perawatan. Jika kebutuhan pasien lebih besar dari sumber-sumber yang ada,

maka pasien dan pemberi perawatan dapat merasakan pengalaman sebagai

sesuatu yang negatif. Banyak pertanyaan yang harus dijawab : Siapa yang

akan memberikan perawatan? Apakah orang tersebut mampu

mempertahankan kontinuitas asuhan? Adakah sumber pendukung yang lain,

seperti teman-teman, layanan sosial, rumah sakit terdekat, layanan hospice

dan bantuan medis serta finansial? Kemanan dan keselamatan pasien serta

dukungan pemberi perawatan harus mendapat perawat yang seimbang

(Stanley, 2006).

Perawatan di rumah sangat bergantung kepada besarnya komitmen dan

kekuatan beberapa orang mengkoordinasikan dan memberikan perawatan.

Sebelum menjadi pemberi perawatan, refleksi pribadi perlu dilakukan.

Keyakinan dan kesungguhan yang baik bukan satu-satunya sifat karakter yang

diperlukan untuk memikul untuk tanggung jawab ini. Pemberi asuhan yang

berpotensi perlu mengkaji kekuatan pribadinya, kemampuan dan keterbatasan

yang berkaitan dengan peran baru tersebut. Inventaris pribadi meliputi survei

introspektif yang jujur terhadap keterampilan organisasional seseorang, umor,

kesehatan, tingkat energi, fleksibilitas, dan kemampuan menyelesaikan

masalah. Jenis pemeriksaan diri ini akan membantu orang tersebut

Page 14: Askep menjelang kematian

14

mengidentifikasi sikap dan perspektif yang akan dibawa dalam situasi ketika

memberikan perawatan (Stanley, 2006).

Pemberi perawatan yang potensial dapat merasa siap untuk menerima

tanggung jawab tersebut. Namun, setelah ia dilibatkan dalam proses, dapat

muncul berbagai kesulitan dalam memberikan perawatan fisik dan emosional

yang tepat. Kesulitan ini sudah diperkirakan sebelumnya dan bersifat normal,

dan dapat memerlukan rujukan kepada sistem pendukung tambahan.

Perawatan terhadap orang-orang yang menjelang ajal merupakan pengalaman

yang berharga, memuaskan dan melelahkan. Refleksi yang jujur yang kontinu

terhadap keterbatasan, kekuatan dan kebuthan pemberi perawatan diperlukan

untuk mempertahankan hubungan yang kohesif dan saling mengormati

dengan pasien yang menjelang ajal (Stanley, 2006).

H. Pengaruh Kematian

Menurut Nugroho (2008), pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut

usia:

1. Bersikap kritis terhadap cara perawatan

2. Keluarga dapat menerima kondisinya

3. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut

4. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak

dapat mengatasi rasa sedih

5. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi

6. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban

emosi keluarga.

7. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.

Pengaruh kematian terhadap tetangga/teman:

1. Simpati dan dukungan moril

2. Meremehkan/mencela kemampuan tim kesehatan.

Page 15: Askep menjelang kematian

15

Saat kematian merupakan suatu proses berlangsungnya kematian, yang

meliputi 5 tahap (lihat tahap kematian sebelumnya) Pemenuhan kebutuhan klien

menjelang kematian:

1. Kebutuhan jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada

setiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut

usia (misalnya, sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan

sebagainya).

2. Kebutuhan emosi. Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien

lanjut usia dalam menghadapi kematian.

a. Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan

yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah

kematian).

b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya.

Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa

lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenan, luangkan

waktu sejenak. Ingat, tidak semua orang senang membicarakan kematian.

c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.

Pertimbangan khusus dalam perawatan:

1) Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian), mengenal atau mengetahui

bahwa proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya

kematian atau ancaman maut.

a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan

caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.

b. Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian.

Luangkan waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap cakap

maupun sekadar bersamanya.

Page 16: Askep menjelang kematian

16

2) Tahap II (marah), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-

tandanya.

a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan

kemarahannya dengan kata-kata.

b. Ingat, bahwa dalam :benaknya bergejolak pertanyaan, “Mengapa hal

ini terjadi pada diriku?”

c. Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai

cara klien lanjut usia bertingkah laku.

3) Tahap III (tawar-menawar), menggambarkan proses seseorang yang

berusaha menawar waktu.

a. Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya

“Saya…”

b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian

dengan tawar-menawar.

c. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat

menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan

perasaannya.

4) Tahap IV (depresi), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak

lagi kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedihan akan

kematian itu sudah membayanginya.

a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia Ingat bahwa

tindakan ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan

takut menyaksikan klien lanjut usia atau keluarganya menangis. Hal

ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya. Anda boleh

saja ikut berduka cita.

b. “Apakah saya akan mati?” Sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut

usia tersebut hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk

memperbincangkan perasaannya, bukannya mencari jawaban.

Page 17: Askep menjelang kematian

17

Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah

tahu jawabannya. Apakah anda merasa akan meninggal dunia?

5) Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan

terhadap kematian yang akan terjadi. Sikap menerima: klien lanjut usia

telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tak

boleh menolak. Sikap menyerah: sebenarnya klien lanjut usia tidak

menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal itu akan

terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.

a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam

sehari). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia.

Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan

mereka.

b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan

perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan 17ember

ketenangan dan perasaan aman.

I. Hak Asasi Pasien Menjelang Ajal

Menurut Nugroho (2008), lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai

manusia yang hidup sampai ia mati. Adapun hak-haknya antara lain :

1. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat

saja berubah.

2. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan,

walaupun dapat berubah.

3. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah

mendekat dengan caranya sendiri.

4. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai

perawatannya.

Page 18: Askep menjelang kematian

18

5. Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan,

walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberi rasa

nyaman.

6. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.

7. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.

8. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.

9. Berhak untuk tidak ditipu.

10. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima

kematian.

11. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.

12. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di-hakimi atas

keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.

13. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.

14. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati

sesudah mati.

J. Asuhan dan Dukungan Keperawatan

Merawat pasien yang menjelang ajal menekankan pada pandangan holistik

terhadap seseorang dan mencakup lingkungan sosial, fisik dan emosional. Hal

tersebut akan meningkatkan asuhan yang diberikan kepada seseorang secara

mnyeluruh, dengan pengendalian pembuatan keputusan tetap berada pada pasien

yang menjelang ajal. Sebuah model yang mneggambarkan hubungan antara

perawat dan pasien serta pemberi perawatan ditampilkan pada gambar dibawah

ini.

Page 19: Askep menjelang kematian

19

berdukakoping

warisankesepiannilai-nilai budaya

ketakutannyeri dan penderitaan

ansietaspenentuan diri

kehilanganharapan

penutupancinta

kebenaranDukungan kolega

rasa nyamancaring

pemberian perawatan/tindakan

pendidikandukungan

pasien/pemberi perawatan

komunikasi verbal -nonverbal

hubungan saling percaya

martabat

kualitas hidup/matisentuhan

status fungsi wasiat

spiritualitas

Model ini dapat digunakan untuk membimbing tindakan perawat dari sudut

pandang perhatian : perawat, pasien dan pemberi perawatan, dan keduanya

(Stanley, 2006).

Model ini dibuat berdasarkan konsep bahwa aura keterbukaan, rasa saling

percaya dan kejujuran menguasai suatu hubungan. Intervensi tidak menekankan

kepada apakah pasien harus diberitahu atau tidak. Kerangka kerja untuk model ini

adalah jujur, terbuka yang berasal dari teori pembukaan kesadaran. Pembukaan

kesadaran, tidak seperti penutupan kesadaran, adalah komunikasi yang jujur dan

bermakna dengan pasien lansia yang berpenyakit terminal. Hal tersebut

menciptakan suatu suasana yang kontinu yang menganggap kematian sebagai

Page 20: Askep menjelang kematian

20

proses kehidupan yang alami dan penting dan pada saat itu perasaan harus dibagi

bersama pemberi perawatan dan orang-orang yang dicintai. Pembukaan kesadaran

membantu membongkar “konspirasi ketenangan” yang dapat menyebabkan

dilakukannya pendekatan yang tidak sehat terhadap asuhan orang yang menjelang

ajal (Stanley, 2006).

1. Perhatian Perawat

Pada saat perawat bkerja dengan pasien lansia yang menghadapi kematian,

akan muncul banyak isu yang memengaruhi perawat untuk merawat pasien

lansia yang menjelang ajal tersebut secara kompeten.

a. Dukungan Kolega

Dukungan kolega merupakan hal yang sangat penting bagi

kesejahteraan perawat dalam sistem pemberian layanan kesehatan yang

kompleks saat ini. Perhatian perawat ini ditunjukkan dengan mampu

mengurangi tugas-tugas kolega saat diperlukan waktu bersama pasien

yang menjelang ajal atau keluarga yang mengalami distress; meluangkan

waktu untuk mendengarkan rekan kerja tanpa menghakimi; memberikan

saran; memberikan kata-kata yang membesarkan hati atau pujian pada saat

diperlukan; dan memberikan senyuman, sentuhan atau pengahargaan

lainnya (Stanley, 2006).

Dukungan kolega membentuk ikatan yang kuat dan memungkinkan

bertumbuhnya setiap professional yang terlibat. Mutualitas terbentuk

dengan meningkatnya pengetahuan yang bersifat resiprokal dalam

tindakan mereka. Hubungan kolega yang erat ini memungkinkan

didapatkannya dukungan yang efektif dan tingginya kualitas asuhan pada

pasien lansia yang menjelang ajal (Stanley, 2006).

b. Rasa Nyaman

Memberikan rasa nyaman merupakan intervensi asuhan yang

diberikan oleh perawat yang merawat orang yang menjelang ajal.

Page 21: Askep menjelang kematian

21

Tindakan menenangkan mengurangi ketidaknyamanan sosial, fisik, dan

psikologis; upaya untuk mengembalikan kesenangan dan perasaan

sejahtera; dan mempertahankan martabat. Tindakan memberikan rasa

nyaman tersebut antara lain adalah duduk bersama pasien yang menjelang

kematian, memberikan obat untuk mengurangi nyeri, atau mengusap

punggung pasien (Stanley, 2006).

c. Caring

Selain keterampilan keperawatan yang bersifat teknis, caring pasien

juga memerlukan keterampilan khusus seperti kesabaran, kejujuran, rasa

percaya, kerendahan hati, harapan dan keberanian. Sikap terpenting dari

caring adalah bahwa setiap masalah lansia dan bahwa penuaan dan

menghadapi kematian adalah bagian yang normal dari kehidupan seperti

halnya tugas perkembangan yang lain (Stanley, 2006).

d. Pemberian Asuhan dan Tindakan

Memberikan tekhnik asuhan yang efisien kepada pasien lansia yang

mejelang ajal merupakan hal yang sangat penting. Pada saat memberikan

asuhan fisik, perawat secara kontinu mengkaji faktor-faktor perspektif

kognitif pasien dan mmbantunya terlibat dalam perilaku yang

meningkatkan pertumbuhan sampai kematian dating (Stanley, 2006).

e. Pendidikan

Tujuan dari mendidik lansia yang menjelang ajal untuk memfasilitasi

koping yang efektif dengan status kesehatan mereka saat ini, memperkuat

fungsi mandiri selama mungkin, dan membantu mempertahankan tingkat

kesehatan yang optimal pada saat orang tersebut mendekati tahap akhir

kehidupan ini (Stanley, 2006).

2. Dukungan Pasien dan Pemberi Perawatan

Pemberi perawatan yang berasal dari keluarga yang melaorkan ketegangan

lebih banyak ketika member perawatan kepada pasien menunjukkan bahwa ia

Page 22: Askep menjelang kematian

22

mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menyesuaikan diri terhadap

kematian kerabat mereka. Lansia yang menghadapai ajal dan kemati diyakini

merasa takut terhadap pengalaman-pengalaman seputar kematian seperti

penolakan, kesepian, kehilangan ketetapan hati, dan isolasi daripada terhadap

kematian itu sendiri. Sering kali, pengasuh enggan membicarakan tentang ajal

atau kematian dengan lansia karena takut akan membuatnya terganggua.

Namun, biasanya diskusi-diskusi seperti ini tidak membuat lansia merasa

terganggu. Perawat perlu mengadakan konferensi keluarga. Perawat harus

memiliki keberanian dan ketrbukaan serta rasa nyaman dengan perasaan

mereka sendiri agar mampu duduk dengan orang-orang tersebut dan

membiarkan mreka berbicara. Setiap pasien dan pemberi perawatannya

mendekati pengalaman ini harapan yang unik. Dengan dukungan

keperawatan, semua yang terlibat dapat tumbuh untuk meningkatkan

kehidupan sampai terjadi kematian (Stanley, 2006).

a. Komunikasi : Verbal dan Nonverbal

Komunikasi efektif memerlukan latihan atau teknik dan keterampilan.

Komunikasi di antara pasien, pemberi perawatan dan perawat merupakan

hal yang kritis untuk membentuk hubungan saling percaya. Teknik

komunikasi verbal seperti refleksi, pertanyaan sensitive, dan menjawab

pertanyaan langsung dan tidak langsung dengan informasi yang tepat dan

jujur memungkinkan perawat untuk meningkatkan hubungan perawat-

pasien-pemberi perawatan (Stanley, 2006).

Komunikasi nonverbal juga esensial. Senyuman, sentuhan, melakukan

kontak mata, mendengarkan, dan semua teknik nonverbal yang

mengomunikasikan perhatian dan kepedulian dan membantu dalam

pembentukan hubungan. Komunikasi nonverbal dapat menjadi bntuk

komunikasi yang paling efektif jika perubahan fisik menyebabkan

Page 23: Askep menjelang kematian

23

hilangnya pendengaran, penglihatan atau perubahan neurologis seperti

konfusi (Stanley, 2006).

3. Perhatian Pasien dan Pemberi Perawatan

Untuk pasien lansia dan pemberi perawatannya, proses menjelang ajal

bersifat unik dan merupakan pengalaman individual yang melibatkan banyak

masalah. Setelah masalah ini diatasi, pasien dapat menjalankan tugas-tugas

hidupnya sampai ke titik kematian.

a. Berduka

Meskipun tidak ada dua orang yang bereaksi sama terhadap kematian

dan ajal, namun respons fisiologis dan psikologis terhadap kematian, yang

dikenal sebagai berduka, telah digambarkan dalam tahapan-tahapan oleh

orang-orang terkenal seperti Engel, Linderman, Parkes, Bolbey, dan

Kubler-Ross.

Berduka merupakan respons yang normal dan universal terhadap

kehilangan yang dialami melalui perasaan, perilaku dan penderitaan

emosional. Berduka adalah proses pergeseran melewati nyeri akibat

kehilangan. Kehilangan kesehatan, teman, kerabat, pekerjaan dan

keamanan finansial merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif yang

menyebabkan berduka pada lansia. Periode berduka adalah waktu

penyembuhan, adaptasi dan pertumbuhan (Stanley, 2006).

Meskipun banyak orang yang setuju dengan kesamaan proses berduka,

namun ada juga yang menyetujui bahwa setiap orang melewati proses

berduka secara berbeda. Namun, menggambarkan seragkaian fase yang

mencirikan reaksi berduka merupakan hal yang mungkin untuk dilakukan.

Fase-fase ini mencakup syok awal dan rasa tidak percaya, yang

menyebabkan kesadaran, dan kemungkinan protes, yang akhirnya

menyebabkan reorganisasi dan restitusi (Stanley, 2006).

Page 24: Askep menjelang kematian

24

Asuhan keperawatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang

berduka memerlukan rasa saling member yang sensitif, peduli dan empati.

Berbagai pendapat, perasaan, dan ketenangan merupakan intervensi

keperawatan yang tepat. Bimbinganf dapat membant keperawatan adaptif

dapat membantu mempersiapkan orang yang menjelang kematian untuk

menghadapi nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan

dengan proses berduka (Stanley, 2006).

b. Koping

Koping berarti berhasil menghadapi stressor. Keterampilan koping

yang digunakan oleh setiap orang bersifat unik bagi orang tersebut dan

bervariasi dalam hal keefektivitasnya. Intervensi keperawatan yang

digunakan untuk membantu koping mencakup dukungan sosial, konseling

dan penerimaan. Konseling memungkinkan dilakukannya pembahasan

yang teratur untuk membantu pasien lansia dan pemberi perawatannya

untuk menyesuaikan diri. Menerima pasien dan mengakui perasaannya

akan meningkatkan harga diri dan memungkinkan pasien lansia untuk

mempertahankan konsep dirinya sebagai individu yang unik (Stanley,

2006).

c. Warisan

Warisan adalah sekumpulan asset nyata dan tidak nyata yang ia

pindahkan kepada orang lain untuk disimpan sebagai simbol imortalitas

pewaris. Proses ini menyiapkan pasien lansia untuk meninggalkan dunia

dengan penuh makna. Warisan dapat dilimpahkan dengan berbagai cara

yang memungkinkan orang yang menjelang ajal memiliki perasaan yang

berkesinambungan dan terikat dengan orang-orang yang ia tinggalkan

(Stanley, 2006).

Page 25: Askep menjelang kematian

25

d. Kesepian

Kesepian memiliki komponen fisik dan emosional. Lansia mengalami

berbagai kehilangan yang jumlah dan signifikansinya meningkat pada saat

mendekati kematian. Kehilangan-kehilangan ini mengirimkan sinyal

meningkatnya ketergantungan. Mereka yang merawat lansia menjelang

ajal harus menyadari adanya isolasi dan kesepian yang disebabkan oleh

proses menjelang ajal (Stanley, 2006).

Perawat mengurangi kesepian yang menyertai proses menjelang ajal

dengan meluangkan waktu bersama pasien yang akan meninggal. Asuhan

harus berfokus pada memenuhi kebutuhan fisik pasien seperti mengurangi

nyeri dan kebersihan serta kebutuhan psikososialnya seperti berbicara,

berbagi dan sebanyak mungkin terlibat dalam kehidupan. Mempercerah

lingkungan dapat menurunkan rasa kesepian seseorang. Objek yang

dikenalnya (mis.radio, bunga, kartu) membantu lansia tetap berhubungan

dengan kehidupan sampai akhir hayatnya. Intervensi yang digunakan di

beberapa tempat adalah terapi dengan hewan peliharaan. Studi telah

menunjukkan bahwa hewan peliharaan dapat memiliki efek positif pada

kesehatan lansia (Stanley, 2006).

e. Nilai-Nilai

Nilai adalah kualitas yang diinginkan secara sengaja. Manusia

memiliki nilai-nilai ideologi, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai budaya.

Telah terbukti bahwa terdapat perbedaan nilai generasional dan bahwa

nilai-nilai tersebut bergeser sepanjang rentang kehidupan. Komitmen

seseorang terhadap nilai-nilai tampaknya menguat sejalan dengan usia

(Stanley, 2006).

Perawat harus sensitif terhadap keyakinan-keyakinan lansia yang

mendekati kematian. Sensitivitas ini, yang digabung dengan sikap peduli,

membantu menunjukkan penerimaan terhadap nilai-nilai pasien lansia,

Page 26: Askep menjelang kematian

26

sekalipun nilai-nilai tersebut bertentangan dengan yang dimiliki perawat

(Stanley, 2006).

f. Budaya

Budaya memberikan identitas kepada seseorang. Budaya telah

didefinisikan sebagai pengetahuan tentang koping manusia yang dapat

dikomunikasikan dalam lingkungan tertentu dan diturunkan untuk

generasi berikutnya (Stanley, 2006).

Budaya memberikan rasa diri sendiri, bahasa dan komunikasi,

pakaian, makanan, waktu dan waktu kesadaran, hubungan, nilai-nilai,

keyakinan dan sikap, ketergantungan dan praktik mental, kebiasaan dan

praktik kerja, sistem politik, dan keyakinan tentang rekreasi dan ekonomi.

Keyakinan budaya juga menentukan bagaimana lansia mendefinisikan

sehat dan sakit dan memengaruhi pendekatan mereka pada kematian.

Kurang pengetahuan tentang perbedaan dan variasi budaya dapat

menyebabkan pemahaman dan persepsi yang salah. Menyadari dan

memahami faktor-faktor budaya yang memengaruhi perilaku dan sikap

pasien terhadap ajal dan kematian merupakan hal yang penting bagi

perawat. Perawat perlu melakukan langkah-langkah yang diperlukan

untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang budaya dan dampaknya

pada proses kematian. Melalui proses mendapatkan pengetahuan dan

pemahaman ini, perawat dapat tumbuh sebagai individu dan memberikan

lebih banyak asuhan individual bagi pasien lansia. Perawat harus dapat

membantu pasien lansia dengan pedoman budaya untuk menerima realita

kematian dan melanjutkan rencana asuhan yang meningkatkan

pertumbuhan sampai akhir hidupnya (Stanley, 2006).

g. Ketakutan dan Kecemasan

Berbagai rasa takut yang dialami oleh lansia menjelang ajal bermula

dari awal diagnosis sampai kematian. Rasa takut terhadap nyeri

Page 27: Askep menjelang kematian

27

merupakan rasa takut yang paling banyak terjadi diantara orang tersebut.

Ketakutan yang lainnya adalah ktakutan akan diabaikan, kehilangan

kemandirian, dan yang tidak diketahui. Ketakutan akan diabaikan berakar

dari gambaran sosial orang yang akan menjelang ajal, yaitu sendiri,

miskin, dan ditinggalkan. Kontak kemanusiaan yang konsisten baik oleh

pemberi perawatan dan keluarga merupakan hal yang paling penting saat

berusaha meredakan ketakutan akan diabaikan. Kehadiran emosional dan

fisik membantu membentuk rasa saling percaya yang diperlukan untuk

mengurangi ketakutan-ketakutan semacam itu. Lansia perlu diberitahu

bahwa aka nada seseorang bersama mereka pada saat mereka

membutukannya. Jika tidak diketahui adanya orang dekat atau keluarga,

perawat perlu mejadi pengasuh dan sistem pendukung yang konsisten

(Stanley, 2006).

Sejalan dengan semakin lemhanya pasien menjelang ajal dan lebih

tergantungnya ia kepada pemberi perawatan dan keluarganya, kehilangan

fungsi, dan kemadirian menjadi masalah yang utama. Untuk

meningkatkan kecukupan diri sebanyak mungkin, perawat perlu

mengintegrasikan tim pasien dan keluarga ke dalam rutinitas perawatan

sehari-hari. Hal ini dapat berupa toileting, hygiene, dan nutrisi, dan juga

masalah-masalah bisnis dan keuangan pribadi. Menjaga sistem keluarga

agar tetap berada dalam pengendalian selama mungkin akan mampu

membentuk harga diridan mengurangi perasaan ketidakadekuatan

(Stanley, 2006).

Ansietas serig berhubungan dengan rasa takut, khawatir, sulit, dan

ketakutan. Distress ini sering berkaitan dengan rasa takut menjadi beban

orang lain, terpisah dari orang yang dicintai, dan menjalani kematian yang

menyakitkan (Stanley, 2006).

Page 28: Askep menjelang kematian

28

Perawat perlu mengidentifikasi jenis ini dan derajat ketakutan serta

ansietas yang dialami orang menjelang ajal. Perawatan yang empatik

merupakan landasan untuk memperbaiki respons melemahkan dari pasien

yang menjelang ajal (Stanley, 2006).

h. Nyeri dan Penderitaan

Diperlukan pengkajian yang menyeluruh tentang nyeri. Untuk lansia

yang menjelang ajal, nyeri dapat juga disertai dengan distress penyakit

kronis tambahan seperti osteoporosis dan arthritis. Perlu diingat bahwa

ketergantungan terhadap analgesic narkotik tidak boleh menjadi masalah

bagi orang yang akan meninggal. Tujuan penatalaksanaan nyeri adalah

keseimbangan antara mempertahankan keadaaan bebas nyeri dan

mengendalikan rasa kantuknya untuk memungkinkan partisipasi dalam

aktivitas hidup sehari-hari (Stanley, 2006).

Penderitaan dapat melibatkan banyak sekali masalah fisik yang

membutuhkan intervensi keperawatan. Diperlukan tindakan asuhan dasar

penunjang seperti latihan rentang gerak, memiringkan atau mengatur

posoisi pada pasien, perawatan kulit, perawatan oral, dan terapi diet

merupakan hal yang kritis pada saat ini. Masalah lain yang dapat

menimbulkan penderitaan adalah mual, haus, dispnea, disfagia,

inkontinensia, perubahan fungsi mental dan perubahan sensorik (Stanley,

2006).

i. Kehilangan

Kehilangan merupakan tema dominan yang dicerita dengan berbagai

aspek kehidupan bagi lansia. Kehilangan dapat dialami melalui berbagai

tahap kehidupan, tetapi efek kumulatifnya dirasakan secara akut oleh

lansia. Beberapa lansia mengalami kehilangan tersebut secara lebih baik

dibanndingkan yang lain. Sedangkan bagi yang lainnya, setiap kehilangan

menandakan kematian kecil, membawanya lebih dekat pada kematiannya

Page 29: Askep menjelang kematian

29

sendiri. Kehilangan biologis, psikologis, pribadi, sosial, fungsional, dan

filosofi dapat menimbulkan kehampaan pada kehidupan seseorang.

Perawat tidak selalu menyadari signifikansi dari kehilangan yang

terjadi pada lansia. Berduka sering mengikuti kehilangan. Mampu

berdiskusi dengan pasien lansia dan pengasuhnya tentang signifikansin

yang akan terjadi, baik kehilangan sesuatu peristiwa atau seseorang, atau

bahkan judul atau ide sekalipun merupakan hal yang penting bagi perawat.

Penerimaan terhadap yang tidak terhindarkan dan berhubungan dengan

kematian dapat menyebabkan penerimaan terhadap proses akhir

kehidupan (Stanley, 2006).

j. Harapan

Harapan, rasa percaya, dan kualitas merupakan unsur-unsur koping

produktif yang saling terkait. Harapan adalah sikap yang tidak dapat

diraba yang dirancang untuk seseorang melewati kemalangan.

Kesungguhan dari harapan biasanya mengubah fokus penyakit terminal.

Pada awalnya, pada saat diagnosis pertama kali diberitahukan, harapan

berfokus pada pengobatan dan keberhasilan perawat. Pada saat pilihan

pengobatan menjadi semakin terbatas atau tidak berhasil, pasien mulai

berharap pada paliasi dan rasa nyaman. Harapan selalu teraga pada

berbagai kesempatan. Penopananya adalah sifat dan permukaan spiritual

dari hubungan seseorang dengan dunia, keluarga, dan teman-teman, juga

perasaan berharga, dan perasaan bahwa ada sesuatu di dunia ini yang

harus dicapai. Pengharapan adalah emosi aktif yang diperlukan untuk

membuat setiap hari dan menjadi situasi sebaik mungkin (Stanley, 2006).

Peran perawat dalam menginspirasi harapan pada lansia yang akan

meniggal bersifat multidimensi. Harapan harus jujur, nyata, dan praktis

pada kebutuhan pasien. Contoh dari harapan yang realistis bagi lansia

yang akan meninggal antara lain adalah harapan untuk hidup lebih

Page 30: Askep menjelang kematian

30

nyaman satu minggu lagi, rindu melihat tumbuhnya taman, atau harapan

untuk menimang cucu. Harapan tertentu yang diekspresikan pasien

memberikan petunjuk-petunjuk esensial bagi perawat tentang derajat

pengharapan pasien. Menurut Hickey, pendekatan perawat yang dapat

digunakan untuk memperoleh harapan adalah membantu pasien dan

keluarga membentuk kesadaran apresiasi terhadap kehidupan,

mengidentifikasi alasan-alasan untuk hidup, dan membentuk sistem

pendukung. Penggunaan agama, humor, dan penetapan tujuan yang

realistis juga menjadi komponen arahan keperawatan. Perawat perlu

meneruskan keterampilan komunikasi terapeutik dan mendengarkan

secara aktif. Disposisi harapan yang tidak realistis dapat dipertahankan

dengan asuhan keperawatan yang baik, yang memungkinkan hasil yang

diinginkan pasien dan oleh karena itu, membantu penutupan yang berarti

dan penuh makna (Stanley, 2006).

k. Penutupan

Penutupan menekankan pada berbagai tugas yang berhubungan

dengan suatu rasa sampai di akhir dengan cara yang positif dan

meningkatkan kesehatan. Hal tersebut mencakup kebutuhan untuk

berpamitan dengan tetangga, keluarga, dan teman-teman dan untuk

membuat pengaturan legal dan financial atau keagamaan yang diinginkan.

Penutupan sering memerlukan tinjauan hidup sehingga memungkinkan

pasien lansia dan pemberi perawatan merasa bahwa kematian dan ajal

mereka tidak akan menyebabkan perasaan yang tidak diinginkan terhadap

diri mereka dan kehidupannya. Lansia sering berdamai dengan kerabat

atau teman jauh pada saat mereka mendekati ajal. Tugas-tugas penutupan

ini membantu pasien lansia dan pemberi perawatannya mengalami akhir

dan akhrnya meneriman kematian yang tidak dapat dihindari (Stanley,

2006).

Page 31: Askep menjelang kematian

31

Perawat dapat menjadi advokat pasien lansia dan pemberi perawatan

dalam mendekati tugas perkembangan akhir. Perawat dapat mendukung

keputusan yang dibuat, mempertahankan komunikasi yang terbuka

sehingga pasien dan pemberi perawatannya dapat melakukan tinjauan

hidup dan mengatur kunjungan keluarga jika perlu (Stanley, 2006).

l. Cinta

Cinta harus mencakup perasaan memiliki. Proses menjelang ajal dapat

menciptakan perasaan tidak diinginkan atau dipedulikan. Melalui cinta,

pasien dan pemberi perawatannya dapat tumbuh dan membentuk harga

diri (Stanley, 2006).

Perawat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan cinta.

Kemampuan professional dan perhatian perawat untuk memberikan

perasaan nyaman pada pasien yang menjelang ajal dapat memenuhi

kebutuhan cinta akan disayang, memiliki, dan pertalian. Sikap peduli

perawat juga memperkuat perasaan cinta. Kabutuhan akan cinta dipenuhi

dengan kompetensi professional perawat, menyerahkan diri mereka,

memenuhi kebutuhan pasien (Stanley, 2006).

m. Kejujuran

Tingkat kejujuran berkaitan dengan penyakit, menjelang ajal, dan

kematian harus disesuaikan dengan keinginan pasien. Pasien yang

menjelang ajal sering memiliki kesadaran akan kondisinya dan diperlukan

hanya konfirmasi. Terkadang pemberi perawatan tidak ingin pasien

diberitahu yang sebenarnya karena mereka takut hal ini membuat pasien

menyerah. Konseling dan pemahaman dapat diperlukan untuk membantu

pasien mengekspresikan keinginannya sendiri (Stanley, 2006).

4. Berbagi perhatian

Saling berbag perhatian dapat memenuhi kebutuhan perawat dan tim

pasien – pemberi perawatan.

Page 32: Askep menjelang kematian

32

a. Hubungan saling percaya

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk semua intervensi

bagi lansia menjelang ajal. Hubungan semacam ini dicapai melaui sikap,

perilaku, serta sistem nilai perawat dan pasien. Rasa percaya adalah

kekuatan yang mengikat anggota tim: ”rasa percaya adalah keyakinan

bahwa seseorang akan mengerti kebutuhan dan keinginan orang lain dan

akan berperilaku ke arah tersebut dengan cara y6ang bertanggung jawab

dan dapat diperkirakan”. Membina hubungan saling percaya

membutuhkan sifat mutualitas dan kerahasiaan pada orang lain; hal

tersebut tidak dapat dipertahankan kecuali kedua pihak saling

mempercayai. Seseorang yang dapat mempercayai orang lain yang dapat

“menerima dirinya sendiri dan orang lain, dan pengalaman-pengalaman

baru, yang mampu bersikap konsisten dan menunda kepuasan, dapat

berpartisipasi dalam hubungan yang interdependen”. Hubungan saling

percaya dengan pasien yang menjelang ajal merupakan hal yang esensial

untuk menciptakan komunikasi yang terbuka yang meningkatkan

keefektifan (Stanley, 2006).

b. Martabat

Martabat adalah hak setiap orang yang menjelang ajal, berdasarkan

fakta bahwa setiap orang adalah anggota komunitas manusia. Martabat

memerlukan pemahaman bahwa orang yang akan meninggal akan

memerlukan perawatan yang bersifat pribadi, yang mencakup aktivitas

pembuatan keputusan dan pengendalian sosial selam proses menjelang

ajal. Inti dari meningkatkan martabat adalah kemampuan perawat untuk

meningkatkan nilai moral dan penentuan diri pasien. Benoliel menjelaskan

tiga tujuan yang berhubungan dengan pemeliharaan martabat orang yang

menjelang ajal : diberi informasi tentang apa yang terjadi padannya, dan

kemudian mendapat orang yang peduli untuk mendengarkan dan

Page 33: Askep menjelang kematian

33

mendiskusikan masalah tersebut, menjadi bagian dari proses pembuatan

keputusan, dan mengalami berbagai respons dan konflik untuk meninggal

di lingkungan yang terbuka dan peduli (Stanley, 2006).

c. Kualitas Hidup dan Kematian

Kualitas hidup merupakan konsep yang tidak jelas yang sulit untuk

didefinisikan. Weisman mengklasifikasikan kualitas hidup menjadi dua

kategori utama : faktor-faktor sosial yang berkaitan dengan lingkungan

dan masyarakat secara luas (mis; kemiskinan, pengabaian, ketakutan), dan

fakto-faktor individual yang berkaitan dengan nilai dan kesejahteraan

seseorang. Hal tersebut menekankan pada “pilihan-pilihan, rasa hormat,

rasa amn yang beralasan, serta perasaan hidup secara potensial”. Peran

perawat dalam meningkatkan kualitas hidup meliputi mempertahankan

individualitas lansia, seperti yang tercermin pada apa yang disukai dan

yang tidak disukainya, nilai-nilai serta filosofi hidup (Stanley, 2006).

d. Sentuhan

Sentuhan, merupakan salah satu alat komunikasi nonverbal yang

terpenting, menunjukkan kepedulian, kehangatan, kepekaan perawat.

Selain itu, manfaat emosional dan psikologis dari sentuhan juga tampak

nyata, studi telah mengidentifikasi respon psikologi yang positif terhadap

sentuhan : “tujuan dan hasil darin berbagai penyakit pada orang tua sangat

dipengaruhi oleh kualitas penunjang taktil yang diterima individu tersebut

sebelum dan selama sakit”. Memegang tangan pasien dengan lembut,

memeluk pasien dengan hangat, dan member usapan punggung

merupakan cara meningkatkan rasa nyaman dengan sentuhan dan

dukungan sosial yang dapat mengurangi ansietas.

Perawat perlu mengetahui perasaan sendiri tentang penggunaan

sentuhan yang tepat sebagai alat untuk membantu pasien yang akan

meninggal. Professional harus menggunakan teknik ini berdasarkan

Page 34: Askep menjelang kematian

34

penilaian klinis dan petunjuk keluarga dan pasien. Pasien dan perawat

perlu mengidentifikasi sentuhan sebagai intervensi yang positif daripada

sebagai invasi privasi. Seperti halnya bentuk kommunikasi lainnya,

sentuhan member kesan bahwa perawat sensitive terhadap reaksi pasien

akan sentuhan (Stanley, 2006).

e. Status Fungsional

Tujuan mempertahankan fungsi merupakan tindakan berbagai

perhatian lainnya. Pasien harus dianjurkan untuk melakukan sebanyak

mungkin hal dengan waktu yang selama mungkin. Anggota keluarga dapat

membantu pasien pada saat fungsi berubah atau menghilang. Melibatkan

orang dekat dalam memberikan perawatan, seperti memandikan, memberi

makan, dan mengubah posisi pasien mempermudah pemberian rasa

nyaman pada pasien, harga diri bagi pemberi perawatan, dan intervensi

yang bermakna secara keseluruhan (Stanley, 2006).

f. Wasiat

Pasien yang akan meninggal dunia memilki banyak hal. Isu-isu

advance directive meliputi hak-hak seseorang untuk menentukan diri

sendiri, dengan wasiat merupakan instrument yang utama. Dengan

menggunakan instrument ini, pasien, pemberi perawatan, dan tim layanan

kesehatan dapat meningkatkan rasa hormat terhadap diri sendiri, rasa

percaya, dan kualitas hidup, yang akan meniggal dunia (Stanley, 2006).

g. Spiritualitas

Memenuhi kebutuhan spiritual pasien yang akan meninggal harus

menjadi perhatian utama bagi perawat, pasien dan keluarga. Membantu

pasien mengenali dan mengungkapkan kebutuhan spiritualnya dapat

membantu meningkatkan kualitas dan makna hidup (Stanley, 2006).

Menurut Koezier & Wikinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual

adalah upaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan

Page 35: Askep menjelang kematian

35

dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapat kekuatan

ketika menghadapi stress emosional, penyakit fisik, penyakit terminal

sampai dengan kematian. Kekuatan yang timbul di luar kekuatan

manusia.dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan

atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau

mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional,

penyakit fisik, atau menjelang kematian (Padila, 2013).

Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul di

luar kekuatan manusia (Kozier, 2004). Spritualitas sebagai suatu yang

multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi

eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, dan dimensi agama

lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha

Penguasa. Spritualitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal

adalah hubungan dengan tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntunj

kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan

seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan lingkungan

(Padila, 2013).

Kebutuhan spiritual (keagamaan) dapat memberikan ketenangan

batiniah. Rasulullah bersabda : “semua penyakit ada obatnya kecuali

penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan terhadap keagamaan

besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan

mental, hal ini ditujkan dengan penelitian yang dilakukan oleh hawari

(1997) yang menyimpulkan :

“Bahwa lanjut usia yang non religius angka kematiannya 2 kali lebih

besar dari pada orang yang religius. Lanjut usia yang religius

penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan dengan non-religius.

Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi.

Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stress

Page 36: Askep menjelang kematian

36

daripada yang non religius, sehingga gangguan mental yang emosional

jauh lebih kecil”. (Padila, 2013).

Kesimpulannya adalah lanjut usia yang religius akan tabah dan tenang

menghadapi saat-saat terakhir atau menghadapi fase terminal (kematian)

daripada yang non religius (Padila, 2013).

K. Perawatan Paliatif Pada Lanjut Usia Menjelang Ajal

Dalam memberi asuhan keperawat kepada lanjut usia, yang menjadi objek

adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan objek pengobatan medis (cure),

dan yang terahir, perawatan dalam arti yang luas (care). Core, cure, dan care

merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapan pun

ajal menjemput , semua orang harus siap. Namun ternyata, semua orang,

termasuk lanjut usia, akan merasa syok berat saat dokter memvonis bahwa

penyakit yang di deritanya tidak dapat disembuhkan atau tidak adaharapan untuk

sembuh. Pada kondisi ketika lanjut usia menderita sakit yang telah berada apada

stadium lanjut dan “care” sudah tidak menjadi bagian dominan, “care” menjadi

bagian yang paling berperan. Salah satu alternative adalah perawatan paliatif

(Nugroho, 2008).

Perawatan paliataif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban

penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud dengan

tindakan aktif antara lain mengurangi/ menghilangjan rasa nyeri dan keluhan lain

serta memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual (Nugroho, 2008).

1. Tujuan Perawatan Paliatif

Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi

si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan

kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi deberikan segera

setelah didiagnosis oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit

yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker). Sebagian

besar pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang

Page 37: Askep menjelang kematian

37

disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat

menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia

mederita penyakit yang mematikan (mis, kanker, stoke, AIDS) juga

mengalami penderitaan fisik , pisikologis sosial, kultural, dan spiritual

(Nugroho, 2008).

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan

keperawatan, memungkinkan diupayakan berbgai tindakan dan pelayanan

yang dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia, sehinga kualitas hidup

di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dengan

keadaan iman dan kematian yang nyaman. Diperlukan pendekatan holistik

yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup

adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan

parasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi daripada pengobatan

agar dapat menikmati kesenangan selama akhir hidupnya. Sesuai arti

harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi

perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kulaitas hidup dengan

menumbuhkan semangat dan motovasi. Perawatan ini merupakan pelayanan

yang aktif dan menyeluruh yang dilakkan oleh satu tim dari berbagai disiplin

ilmu (Nugroho, 2008).

Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada

pola dasar yang digariskan oleh WHO, yaitu:

a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses

yang normal.

b. Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia.

c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menggangu.

d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.

e. Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.

Page 38: Askep menjelang kematian

38

f. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut

usia.

Pola dasar tersebut harus diterapakan langkah demi llangkah dengan

mengikutsertakan keluargga pasien, pemuka agama 9sesuai agama klien),

relawan, pekerja sosial, dokter, psikolog, ahli gizi, ahli psioterapi, ahli terapi

okupasi, dan perawat. Prinsip pemberian perawatan paliatif adalah memberin

perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim

profersional (Nugroho, 2008).

2. Tim Perawatan Paliatif

Tim perawatan paliatif tertidiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter,

perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan,

dan relawan (Nugroho, 2008).

Perlu diingat bahwa tujuanperawatan paliatif adalah mengurangi beban

penderitaan lanjut usia. Penderitaan terjadi bila ada salaah satu aspek yang

tidak selaras, baik aspek fisik maupun psifik, peran dalam keluarga, masa

depan yang tidak jelas, ganguan kemampuan untuk menolong diri, dan

sebagainya. Untuk memahami dan mengatasi hal tersebut, peran tim

interdisplin menjadi sangat penting/ dominan. DR. Siti Annisa Nuhoni, Sp,

RM dalam makalanya, Konsep Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker,

mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai gambaran klinis pasien tidak

hanya gambaran seseorang yang sakit terbaring di tempat tidur, tetapi

merupakan cerminan pasien sebagai individu dengan lingkngannya, keadaan

rumah/ tempat tinggalnya, pekerjaannya, teman, hobi, kesedihan, harapan, dan

ketakutannya (Nugroho, 2008).

Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang

efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat , pekerja sosial

medis, rohaniawan/ pemuka agama, relawan, dan anggota pelayanan lain

sesuai dengan kebutuhan. Setiap anggota tim harus memahami dan

Page 39: Askep menjelang kematian

39

menguasai prinsip perawatan paliatif yang selama ini belum dapat dipelajari

dengan seksama. Tim harus mampu mengupayakan dana menjamin agar

pasien lanjut usia mendapat pelayanan perawatan seutuhnya yang

mencangkup bio-psioko-sosial-kultural dan spiritual. Artinya tidak ada

anggota tim yang menjamin primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya

harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan (Nugroho, 2008).

Tentu saja kerja tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan

dalam member bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberian asuhan

keperawatan pada pasien harus bekerja sama secara professional, ikhlas, dan

dengan hati yang bersiah. Perawatan paliatif untuk lanjut usia bukan suatu

intervensi yang bersifat kritis. Perawatna paliatif adalah perawatan yang

terencana. Walaupun dapat terjadi kondisi kritis dana kedaruratan medis yang

terduga, hal ini dapat diantisispasi, dapat dicegah melalui ikatan kerja tim

yang solid dan kuat (Nugroho, 2008).

Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut,

melainkan lebih berbentuk lingkaran denga pasien sebagai titik sentral. Kunci

keberhasilan kerja inter disiplin bergantung pada tanggung jawab setiap

anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap

kali pimpinan berganti, tugas profesi masing-masing tidak akan terganggu.

Keberhasilan keperawatan pada pasien lanjut usia yang satu akan menjadi

pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya

penaggulangan gejala yang sama pada pasien yang lain (Nugroho, 2008).

No. Kekhususan tim paliatif

1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cangkupan dan lingkup kerjanya.

2. Para profsional ini bergabung dalam satu kelompok kerja

3. Secara bersama, mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan,

melakukan langkah tujuan pendek

4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi diantara anggota tim, bergantung

Page 40: Askep menjelang kematian

40

pada kondisi yang paling dibutuhkan pada pasien lanjut usia

5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien

6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.

3. Pengalaman dilapangan

Bersumber dari catatan keperawatan pasiean lanjut usia di sasana tresna

werdh yayasan karya bakti RIA pembangunan , diperoleh gambaran bahwa

usia pasien lanjut usia yang dirawat disana antara 60-100 satu tahun. Pada

tahun 2004, mereka berjumlah 90 orang, dengan rincian wanita 71 orang

(78,9%) dan jumlah laki-laki 19 orang (21,1%). Keluhan yang sering

ditemukan adalah kanker payudara 2 orang( 2,2%), kanker digestifus

(karsinoma reaktif) 1 orang (1,1%) dan pria yang menderita kanker paru 1

orang(1,1%) (Nugroho, 2008).

Keluhan dan penderitaan paseian terutama adalah rasa nyeri(4,4%), sesak

nafas dan batuk (3,3%), ganguan pencernaan (1,1%) , ganguan pda kulit atau

luka (2,2%). Dari keseluruhan gejala, petugas, keluarga, dan pasien

menganggap bahwa masalah yang berat untuk dihadapi adalah masalah

perawatan, nyeri, nutrisi, dan masalah rehabilitasi medis. Data tersebut

memperjelas dan mempertajam arah dan sikap yang perlu dilakukan oleh tim

perwatwan paliatif. Kerja sama yang erat antara anggota ti perawatan paliatif

dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang paling

mendukungperawatan paliatif (Nugroho, 2008).

Pasien anjut usia dengan penyakit berat,akan mengalami kesulitan

menyesuaikan kondisinya. Masalah berpangkal dari psiko-dinamis pasien dan

gangguan kapasitas dalam bentuk ekspresi kejiwaan. Beberapa kekhususan

pasien usia dalam stadium paliatif :

Page 41: Askep menjelang kematian

41

a. Lanjut usia menghadapi kondisi yang penyakitnya tidak dapat

disembuhkan, artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simtomatis

atau paliatif (bukan kuratif).

b. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik

maupun mental.

c. Dengan demikian kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu

menghadapi stress fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari

lingkungannya.

d. Lanjut usia berada di ambang kematian, yang terutama akan menimbulkan

ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan

dukungan mental atau spiritual.

e. Bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), factor

etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.

Dalam uraian tersebut, factor non medis yang menjadi masalah terbesar

petugas/perawat, keluarga, dan kerabat terdekat yang diharapkan dapat

meringankan beban penderitaan lanjut usia. Untuk mewujudkannya, tempat

yang paling tepat bila lanjut usia berada di lingkungan keluarga di rumah.

Namun berdasarkan pengalaman, lajut usia yang mengalamu terminal atau

menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, sering memilih

tempat tinggal di sasana tresna werdh samapai meninggal (Nugroho, 2008).

Pada kondisi tersebut sudah menjadi tugas tim perawatan paliatif untuk

membawa pasien lanjut usia dan keluarga ke realita tentang yang sedang

terjadi pada lanjut usia (penderita kanker). Hal ini memang sulit

membutuhkan waktu dan toleransi yang besar, baik kesabaran maupun

keuletan. Beruntung bahwa pasien paliatif yang dirawat si sanana tresna

werdh mengerti tentang penyakitnya dan mampu menjelaskan kepada

keluarganya tentang kepasrahannya serta mampu member pertimbangan

Page 42: Askep menjelang kematian

42

positif dan konstruktif tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga

(Nugroho, 2008).

Ada 4 orag lanjut usia yang di rawat di sasana tresda werdh, dimulai

denga membuat pernyataan tidak keberatan di rawat sasana tresda werdh (stw)

sampai akhir hayatnya. Salah seorang pasien dengan karsinoma reaktif, yang

merupakan keluarga seorang professor doctor konsultan griatri dan

spesialisasi penyakit dalam yang menghendaki untuk merawatnya, tetapi

pasien tetap ingin di STW sampaiakhir hanyatnya. Pasien ini mungkin merasa

aman, nyaman, dan terhubur dengan suasana asuhan yang dilaksanakan oeleh

tim perawatan yang ada. Misalnya, setiap selesai pengajian, semua peserta

pengajian bersama-sama mengadakan doa bersama dihadapan pasien

dipimpin oleh pemuka agama yang diikuti oleh para perawat, pekerja sosiel,

warga lanjut usia, dan anggota lainnya. Pasien akan lebih baik jika dirawat

dilingkungan keluarga dan dirawat oleh tim perawatan paliatif yang

berlangsung teratur dan saling proaktif, terutama melalui komunikasi dengan

telpon, konsultasi keluarga ke rumah sakit, dan kunjungan rumah tim

perawatan (Nugroho, 2008).

Kekhawatiran keluarga umumnya teratasi setelah mereka berkominikasi

dengan dokter, perawat, atau anggota tim lainnya. Ternyata, kepuasana rohani

yang terpelihara dengan baik merupakan perekat dan pemacu untuk mencapai

target kualitas hidup lanjut usia dan anggota keluarga yang dicintainya. Peran

serta keluarga sanagt luas dan menyeluruh, mulai dari perhatian, sapaan,

mengajak bicara menjadi pendengar yang baik merawat bahkan mendukung

pendanaan serta kemungkinan dapat bersosilisasi kembali. Lanjut usia

penderita kanker secara nyata mengalami penderitaan, tetapi keluarga ternyata

dapat lebih menderita dan mengalami kesulitan (Nugroho, 2008).

Tugas tim perawatan tim paliatif sebagai penyeimbang diantara keduanya.

Keluarga pasien ( lanjut usia yang menderita kanker) adalah subjek suasana

Page 43: Askep menjelang kematian

43

tegang dan stress, baik fisik maupun secara psikologis, disertai ketakutan dan

kekhawatiran kehilangan orang yang dicintainya. Dari pengamatan yang

dilakukan, diperoleh hasil bahwa sikap/ kebutuhan keluarga adalah:

a. Ingin membantu lanjut usia sepenuhnya.

b. Ingin mendapat informasi tentang kematian.

c. Ingin selaku bersama lanjut usia

d. Ingin mendapat kepastian bahwa pasien tetap nyaman

e. Ingin mendapat informasi tentang perkembangan lanjut usia

f. Ingin melepaskan/ mencurahkan isi hati

g. Ingin medapat dukungan dan pendampingan anggota keluarga/ kerabat

lain

h. Ingin diterima, mendapat bimbingan, dan dukungan dari para petugas

medis/ perawat.

Pengamatan tersebut didukung oleh beberapa pernyataan, meyakinkan

bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi segalanya bagi lanjut usia.

Yang juga perlu diselengarakan adalah menejemen dalam keluarga, untuk

mengatur giliran jaga, dan mengatur pendanaan, memenuhi kebutuhan

fasilitas lanjut usia, dan lain-lain. Pada kenyataannya, lanjut usia dapat diajak

diskusi untuk diminta pertimbangannya dapak positifnya adalah lanjut usia

merasa” dianggap” dan dihargai walaupun fisiknya tidak berdaya (Nugroho,

2008).

Kelelahan fisik dan pisikis pada naggota keluarga sering mengakibatkan

penurunan kualitas pelayanan perawatan di rumah. Bila hal ini terjadi,

sebaiknya untuk sementara waktu lanjut usia “dititipkan” dirumah sakit,

member kesempatan pada keluarga untuk beristirahat. Dukungan pada

keluarga saat masa sulit sangat penting, yaitu:

a. Pada saat perawatan

b. Pada saat menghadapi kematian

Page 44: Askep menjelang kematian

44

c. Pada saat kematian

d. Pada saat masa duka

Beban kesulitan dirasa berat bila lanjut usia dirawat. Namun, hal tersebut

akan menimbulkan keseimbangan bila lanjut usia telah meninggal dan adanya

rasa puas karena keluarga telah memberi sesuatu yang paling berharga bagi

lanjut usia, termasuk kehangatan keluarga. Kedekatan dengan lanjut usia akan

tetap berkesan bagi keluarga yang ditinggalkan (Nugroho, 2008).

Hal yang terahir ini terungkap pada saat kunjungan masa duka oleh

anggota tim perawatan paliatif. Silaturahmi dapat berlanjut dalam bentuk

kesediaan keluarga lanjut usia sebagai relawan. Dapat disimpulkan bahwa

perawatan tim paliatif merupakan suatu proses perawatan yang cukup

kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan

mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisik, psikis,

sosial, spiritual, dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin

tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya,

dan kualitas perilaku, serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.

Perawat/tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu

kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you metter to

the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you

die peacefully, but to live until you die” (Nugroho, 2008).

Page 45: Askep menjelang kematian

45

BAB III

Asuhan Keperawatan

Menurut Nugroho (2008), proses asuhan keperawatan pada orang lanjut usia yang

menjelang kematian, antara lain :

A. Pengkajian

Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat

merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh,

perawat harus mengindentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu.

Oleh karena itu, tahap ini meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai

status kesehatan, dan berakhir dengan penegakan diagnosis keperawatan, yaitu

pernyataan tentang masalah pasien yang dapat diintervensi. Tujuan pengkajian

adalah memberi gambaran yang terus-menerus mengenai kesehatan pasien yang

memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya

secara perseorangan.

Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenai pasien dan

keluarganya. Siapa pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan

jiwanya. Rencana pengobatan apa yang telah dilaksanakan? Tindakan apa saja

yang telah diberikan? Adakah bukti mengenai pengetahuannya, prognosisnya, dan

pada tahap proses kematian yang mana pasien berada? Apakah ia menderita rasa

nyeri? Apakah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya dan bagaimana

reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut oleh pasien dan keluarganya mengenai

hidup dan mati. Pengkajian keadaan, kebutuhan, dan masalah

kesehatan/keperawatan pasien khususnya. Sikap pasien terhadap penyakitnya,

antara lain apakah Pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari

tentang penyakitnya?

1. Perasaan takut. Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang

tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakiit

Page 46: Askep menjelang kematian

46

terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas.

Perawat harus menggunakan pertimbanggan yang sehat apabila sedang

merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasien

dengan cara yang tepat.

Perasaan takut yang muncul mungkin takuut terhadap rasa nyeri,

walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang

rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein, dan dektromoramid. Apabila orang

berbicara tentang perasaan takut mereka terhadap maut, respons mereka

secara tipikal mencangkup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut

meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum

selesai, dan sebagainya.

Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan

mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada

umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap

kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.

2. Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain

mencela dan mudah marah.

3. Tanda vital. Perubahan fungsi tubuhh sering kali tercermin pada suhu badan,

denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang

mengaturnya berkaitan satu sama lain. Srtiap perubahan yang berlainan

drngan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk

mengenali keadaan kesehatan eseorang.

4. Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal dengan awas waspada,

yang merupakan ekspresi terhadap apa yang dilihat, didengar, dialami, dan

perasaan keseimbanagn, nyeri, suhu, raba, getar, grek, gerak tekan dan sikap,

bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai ( Mahar Mardjono dan P.Sidharta,

1981).

Page 47: Askep menjelang kematian

47

5. Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ

mempunyai fungsi khusus.

Tingkat kesadaran

1. Komposmentis Sadar sempurna

2. Apatis Tidak ada perasaan/ kesadaran menurun

(masa bodoh)

3. Somnolen Kelelahan (mengentuk berat)

4. Soporus Tidur lelep patologis (tidur pulas)

5. Subkoma Keadaan tidak sadar/hamper koma

6. Koma Keadaan pingsan lama disertai dengan

penurunan daya reaksi (keadaan tidak sadar

walaupun dirangsang dengan apa pun/ tidak

dapatdisadarkan)

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual/ potensial yang dimiliki

seseorag dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan hidup sehari-hari dan yang

berhubungan dengan kesehatan

Table 2 Diagnosis Keperawatan

Data Diagnosis Keperawatan

Status sistem pernapasan

1. Sesak napas

2. Batuk

3. slem

Ganguan pemenuhan kebutahan oksigen

yang berhubungan dengan adanya

penyubatan slem yang ditandai sesak nafas

sistem pembuluh darah

1. Tekanan darah

2. Denyut tubuh

3. Suhu tubuh

Ganguan kenyamana yang berhubungan

dengan batuk, panas tinggi yang ditandai

pasien gelisah.

Page 48: Askep menjelang kematian

48

4. Pernapasan

5. Warna wajah

6. kesadaran

Ganguan kesadaran yang berhubungan

dengan dampak patologis dengan

manifestasi apatis/ koma.

Sistem pencernaan

1. Susah menelan

2. Mual, muntah

3. Perih, tidak nafsu makan

4. Diare/ obstipasi

5. Kembung, melena

6. Mules

Perubahan nutrisi sebagai dampak

patologis dengan menampakkan makan

yang disajikan sering tidak habis.

Gangguana keseimbanga cairan dan

elektrolit yang berhubungan dengan

muntah dan diare yang ditandai dengan

turgor jelek, mata cekung, suhu naik.

Gangguan eleminasi alvi yang

berhubungan dengan obstipasi yang

ditandai beberapa hari pasien defekasi.

Sistem perkemihan

1. Bagaimana produksi

urinenya?

2. Beberapa jumlahnya?

Gangguan eliminasi urine yang

berhubungan dengan produksi urinenya,

yang ditandai dengan jumlah urine berapa

cc.

Persendihan dan otot

(pergerakan)

1. Kekakuan sendi dan otot

Keterbatasan pergerakkan yang

berhubungan dengan tirah baring lama

yang ditandai dengan kaku sendi/otot.

Kegiatan sehari-hari

1. Mandi, gosok gigi

2. Ganti pakaian

3. Defekasi dan berkemih

Perubahan dalam merawat diri sendiri

sebagai dampak patologis.

Page 49: Askep menjelang kematian

49

mandiri atau bergantung

penuh kepada orang lain

Pola tidur dan istirahat

1. Bagaimna istirahatnya?

2. Tidur malam?

3. Hal-hal yang dirasa

menggangu tidur?

Gangguan psikologis yang berhubungan

dengan perubahan pola seksualaitas yang

ditandai: susah tidur, pucat, murung.

Cemas memikirkan penyakit dan

keluarga yang ada di rumah

Cemas yang berhubungan dengan

mamikirkan penyakitnya dan keluarga.

C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk

pentuan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan

intervensi keperawatan yang tepat.

Table 2 Rencana Keperawatan.

DK Tujuan Rencana Intervensi Evaluasi

Gangguan

kebetuhan

oksigen

Kebutuhan

oksigen

terpenuhi

Menciptakan

lingkungan yang

sehat

Menikmati dan

mengkaji keadaan

pernafasan pasien

Membersihkan

slem

Melatih pasien

Kebutuhan oksigen

dapat terpenuhi

Page 50: Askep menjelang kematian

50

untuk pernapasan

Gangguan

kenyamanan

Rasa nyaman

terpenuhi

Mengupayakan

penurunan suhu

tubuh

Member obat

sesuai dengan

program

Rasa nyaman

terpenuhi

Perubahan

nutrisi

Kebutuhan

nutrisi terpenuhi

Mempertahankan

pemasukan

makanan yang

cukup

Kebutuhn nutrisi

terpenuhi

Ganguan

keseimbangan

cairan dan

elektrolit

Keseimbangan

cairan dan

elektrolit

terpenuhi

Mempertahankan

keseimbangan

cairan dan

elektrolit

Kebutuhan cairan

dan elektrolit dapat

terpenuhi

Gangguan

eliminasi alvi

Keseimbangan

eliminasi

(defekasi)

terpenuhi

Mempertahankan

kelancaran

defekasi

Kebutuhan

eliminasi (defekasi)

dapat terpenuhi

Gangguan

eliminasi urine

Kebutuhan

eliminasi

(berkemih)

terpenuhi

Mempertahankan

kelancaran

berkemih

Kebutuhan

eliminasi

(berkemih) dapat

terpenuhi

Keterbatasan

pergerakan

Keterbatasan

pergerakan

(sendi dan otot)

terpenuhi

Memenuhi

kebutuhan gerak

(mobilisasi)

Kebutuhan

pergerakan dapat

terpenuhi

Page 51: Askep menjelang kematian

51

Perubahan

perawatan diri

Kebutuhan

merawat diri

terpenuhi

Membantu

memenuhi

kebutuhan

merawat diri

Perawaan diri dapat

terpenuhi

Gangguan pola

tidur

Kebutuhan

istirah dan tidur

terpenuhi

Ciptakan interaksi

yang terapeutik,

dengan member

penjelasan kepada

pasien tentang

pentingnya

istirahat terhadap

tubuh

Kebutuhan istirahat

dan tidur dapat

terpenuhi:

Tidak ada

keluhan,

dapat tidur

Ekspresi

bangun tidur

ceria, segar

bugar.

Kecemasan Rasa cemas

hilang/

berkurang

Menciptakan

lingkungan yang

terapeutik

Rasa cemas dapat

hilang/ berkurang

Page 52: Askep menjelang kematian

52

BAB IV

Penutup

A. Kesimpulan

Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi.

Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa

peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang . Terkadang kematian

menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua.

Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang

komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih

dari manajemen symptom yang hati-hati dan – perhatian terhadap kebutuhan

dasar fisik pasien – secara perorangan – sebagai pribadi — dan keluarganya. Di

samping menangani manajemen symptom, intervensi perawatan paliatif dan

hospis dapat ditujukan untuk menolong seseorang untuk mencapai perasaan beres

dalam dimensi social dan relas antar pribadi, untuk membangun atau

memperdalam perasaan bermakna dan menemukan perasaan keunikan mereka

sendiri dalam makna hidup.

Yang paling mendasar adalah, perawat dapat melayani dengan cara

menghadirkan diri secara penuh. Mungkin kita tidak memiliki jawaban untuk

pertanyaan eksistensial tentang hidup dan kematian lebih daripada orang yang

sedang meninggal. Mungkin kita tidak dapat mengurangi semua perasaan

menyesal dan takut menghadapi ketidaktahuan. Namun, bukan tugas kita untuk

menjawab semua masalah itu. Tugas utama seorang perawat adalah berdiri di

samping pasien, terus menerus menyediakan perawatan fisik dan psikososial yang

diperlukan, sementara itu pasien sendiri berjuang untuk mencari jawabannya.

B. Saran

Hal yang paling diperlukan dalam penanganan pasien dalam fese terminal

adalah pendekatan secara moral, social dan spiritual. Peran utama perawat dalam

Page 53: Askep menjelang kematian

53

keadaan ini ditekankan pada kemampuan untuk mempersiapkan pasien secara

utuh dalam menerima keadaanya dan mempersiapkan diri dalam menghadapi

kematian secara damai.

Page 54: Askep menjelang kematian

54

Daftar Pustaka

Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperwatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC

Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jogjakarta : Nuha Medika

Stanley, Mickey dkk. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi II. Jakarta : EGC