29
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Bagian ini berisi tentang penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengaruh temperatur tinggi dan penggunaan fireprofing, sebagai lapisan tahan api terhadap struktur pelat komposite steel-deck beton. 2.2 Perpindahan Panas Elemen Struktur Samantha Foster ( 2005 ) melakukan pengujian struktur baja dan analisis Numerik sebagai validasi dengan pelat lantai komposit steel – deck beton dengan ukuran ( 9 x 6 x 0.130 dengan 0.070 ) m, kuat tekan beton 35 Mpa, kuat tarik steel-deck 308, kuat tarik tulangan baja 430 Mpa, untuk balok menggunkan baja profil I ( 305 x 165 x 40 ) cm dengan kuat tarik 390 Mpa, Beban terbagai rata 3.19 kN/m bekerja diseluruh bagian pelat lantai dengan menggunakan karung pasir, sumber api menggunakan kayu 40 kg/m 2 , untuk mengetahui displacement yang terjadi pada pelat dipasang alat pengukur perpindahan sebanyak 25 titik pada pelat komposite steel-deck beton Pengujian benda uji mengikuti kurva temperatur Prediction prEN 1991 dibakar selama 4 jam Hasil dari pengujian dengan pengamatan pada plate dibagi atas sebelas bagian seperti pada gambar dibawah :

Bab ii ok

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab ii ok

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Bagian ini berisi tentang penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengaruh

temperatur tinggi dan penggunaan fireprofing, sebagai lapisan tahan api terhadap

struktur pelat komposite steel-deck beton.

2.2 Perpindahan Panas Elemen Struktur

Samantha Foster ( 2005 ) melakukan pengujian struktur baja dan analisis Numerik

sebagai validasi dengan pelat lantai komposit steel – deck beton dengan ukuran ( 9

x 6 x 0.130 dengan 0.070 ) m, kuat tekan beton 35 Mpa, kuat tarik steel-deck 308,

kuat tarik tulangan baja 430 Mpa, untuk balok menggunkan baja profil I ( 305 x

165 x 40 ) cm dengan kuat tarik 390 Mpa, Beban terbagai rata 3.19 kN/m bekerja

diseluruh bagian pelat lantai dengan menggunakan karung pasir, sumber api

menggunakan kayu 40 kg/m2, untuk mengetahui displacement yang terjadi pada

pelat dipasang alat pengukur perpindahan sebanyak 25 titik pada pelat komposite

steel-deck beton Pengujian benda uji mengikuti kurva temperatur Prediction prEN

1991 dibakar selama 4 jam Hasil dari pengujian dengan pengamatan pada plate

dibagi atas sebelas bagian seperti pada gambar dibawah :

Gambar 2.1 Potongan pelat hasil dari analisis termal yang terbagi atas 11 layer

Page 2: Bab ii ok

7

Potongan pelat dengan ukuran 70 mm, dan dibagi atas sebelas layer untuk

memudahkan pengamatan dimana hasilnya, suhu maksimum terjadi pada

permukaan bagian bawah pelat ditunjukan pada layer satu denagan suhu 756oC

pada menit 57oC dan permukaan atas pelat ditujukan pada layer sebelas dengan

suhu maksimum 171oC setelah 125 menit, untuk selanjutnya ditunjukkan dalam

grafik :

Gambar 2.2 kurva distribusi temperatur yang terbagi atas 11 layer

Pengamatan displacement struktur pelat yang terjadi sekitar 1000 mm ditengah

bentang pelat namun pada penelitian ini alat ukur displacement yang digunakan

terlampaui kapasitasnya, tetapi dapat diperkirakan displacement yang terjadi

sekitar 1200 mm mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan F.Wald

dkk, setelah kebakaran selasai dan struktur mulai dingin dapat diamati retak yang

terjadi pada pelat komposite steel-deck beton, dimana retak terbesar berukuran 90

mm, dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 3: Bab ii ok

8

Gambar 2.3 Retak yang terjadi pada pelat komposite steel-deck beton

Pemodelan numerik struktur menggunakan software FPRCBC untuk menganalisis

distribusi suhu pada pelat dan VULCAN untuk peodelan respon suhu dan beban

mekanikal. Material dan dimensi struktur yang digunakan dalam analisis numerik

adalah mengikuti kondisi struktur yang diuji, posisi pengamatan displacemen

dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Posisi pengukuran displacemen pada pelat

Page 4: Bab ii ok

9

Terlihat seperti gambar diatas untuk mempermudah dibagi atas lima line dan dua

puluh empat titik pengukururan displacemen sedangkan analisis numerik yang

menggunakan sofware Vulcan dilakukan beberapa pendekatan kondisi batas,

diantaranya Vulcan 1 adalah pendekatan yang dilakukan dengan anggapan arah

angin yang terjadi secara vertikal namun tidak terkendali, Vulcan 2 pergerakan

angin lebih terkendali secara vertikal sehingga dapat dilihat hasil dari analisisnya

sebagai berikut :

Gambar 2.5 Potongan melintang line D2, untuk Vulcan 1,Vulcan 2 dan selama 45

menit kebakaran

Analisis pendekatan selanjutnya adalah Vulcan 3 dan Vulcan 4 dimana lebih

menekankan kepada perlindungan balok induk dengan fireproofing jenis CAFCO

300 dapat dilihat perbandingan displacement yang terjadi antara vulcan 1 dan

vulcan 3 yang menekankan pada pemodelan sirkulasi angin dalam ruangan

pengujian dan menggunakan fireproofing jenis CAFCO 300 :

Page 5: Bab ii ok

10

Gambar 2.5 Perbandingan displacement pada nodal 211 antara Vulcan 1 dan

Vulcan 3

Analisis Vulcan 5, yang meliputi perlindungan struktur balok induk dengan

fireproofing dan pemodelan sirkulasi angin, Analisis Vulcan 6 pada tulangan pelat

kekuatanya direduksi 33% pada potongan retak memanjang dapat dilihat pada

gambar berikut :

Gambar 2.6 Potongan melintang displacemen line D2 untuk perbandingan Vulcan

6 dan Pengujian labolatorium

Page 6: Bab ii ok

11

Potongan Line D2 untuk durasi 30 dan 40 menit menunjutkan nilai displacemen

terbesar pada line 1( c ), perbandingan uji labolatorium dan Analisis Vulcan 6

menunjutkan nilai korelasi yang hampir sama, dari ke enam analisis yang

dilakukan hasilnya menunjutkan tingkat keakurasian yang baik.

F.Wald ( 2005 ) melakukan penelitian perilaku struktur komposite pelat steel-deck

beton dan balok, kolom yang terlindungi dan tanpa terlindungi, ukuran pelat

komposite ( 9 x 6 x 0,130 dengan 0,070 ), Balok ( 356 x 171 x 51 UB untuk

bentang 9 m dan 305 x 165 x 40 UB ) dan kolom ( 305 x 305 x 198 UC dan 305 x

305 x 137 UC ) beban terbagi rata bekerja diatas seluruh bagian pelat 3,19 kN/m2

dan sumber api menggunakan kayu, untuk mengamati kelakuan struktur pelat

komposite dipasang alat thermocouple dan strain gauge seperti terlihat pada

gambar :

Gambar 2.7 Posisi pemasangan, thermocouple dan strain gauge

Page 7: Bab ii ok

12

Kurva temperatur mengikuti Prediction prEN 1991-2 dibakar selama 150 menit,

untuk mengentrol perilaku api selama pembakaran digunakan alat temperatur

recorded sehingga dapat dilihat hasil sebagai berikut :

Gambar 2.8 Perilaku temperatur dalam ruang pembakaran

Gambar 2.9 Rekaman dengan thermo imagine (a) pemanasan setelah 58 menit ;

(b) Pendinginan setelah 92 menit.

Analisi perilaku temperatur pada pelat dibagi atas empat kondisi dari ketebalan 0

sampai 130 mm, untuk kondisi satu berada pada permukaan bawah pelat ( steel-

deck ),Kondisi dua diketebalan 30 mm dari permuaan bawah pelat, kondisi tiga

Page 8: Bab ii ok

13

diketebalan 75 mm dari permukaan bawah ( tulangan beton ) dan kondisi empat

berada di permukaan atas pelat, seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.10 Perilaku temperatur pada potongan pelat komposite steel-deck beton

Perilaku temperatur pada permukaan bawah pelat setelah mengalami kebakaran

menit ke 30 sekitar 270oC, ketebalan 30 mm sekitar 30oC, ketebalan 75 mm

mengalami kenaikan sekitar 35oC dan permukaan atas pelat temperatur

mengalami penurunan, dari keempat kondisi diatas mengidentifikasikan bahwa

temperatur pada permukaan bawah pelat mengalami kenaikan yang signifikan,

selain diakibatkan karena bersentuhan langsung dengan api, juga dikarenakan

material permukaan bawah pelat dari steel-deck, untuk kondisi 3 juga mengalami

kenaikan karena pada ketebalan tersebut terdapat tulangan beton. Hasil dari

analisis setelah mengalami kebakaran dapat dilihat lendutan yang terjadi pada

setiap titik :

Page 9: Bab ii ok

14

( a )

( b )

Gambar 2.11 (a) Posisi pengukaran deformasi, (b) deformasi yang terjadi

Gambar 2.11 menunjutkan lendutan terbesar setelah mengalami kebakaran pada

menit sepuluh sampai seratus berada pada potongan line 1 3/4 dan lendutan

Page 10: Bab ii ok

15

terkecil di line 1 1/4 dari hasil tersebut, struktur diidentifikasikan tidak layak

untuk digunakan lagi.

Cedano dkk (2011) memprediksi perilaku komposit balok baja terhadap pengaruh

api. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap analisis perpindahan panas

baja komposit berdasarkan suhu furnace menggunakan standar api ISO 834.

Tahap kedua merupakan analisis tegangan akibat beban mekanik ditambah beban

temperatur dari tahap pertama. Penelitian ini dibandingkan dengan pengujian

laboratorium Wainman dan Kirby (1987) dimana spesimen balok baja

254x146x43 UB dengan slab beton dihubungkan dengan shear studs. Slab beton

berukuran lebar dan tebal berturut-turut 0,642 m dan 0,130 m. Tulangan slab

terdiri dari diameter 0,008 m dengan jarak 0,20 m longitudinal dan 0,10 m

transversal. Spesimen terdiri dari 2 buah yakni spesimen fire test 15 dan fire test

16 dengan panjang sama sebesar 4,50 m. Masing–masing benda uji diberikan

beban mekanik berbeda-beda. Benda uji fire test 15 diberikan beban konsentris

sebesar 32,5 kN dan fire test 16 sebesar 62,4 kN. Beban diberikan di tengah

bentang dan di seperempat bentang. Analisis menggunakan program berbasis

metode elemen hingga Abaqus. Pemodelan dibagi menjadi dua tipe yakni tipe SS

(solid and shell elemen) dan tipe SB (elemen shell untuk slab dan elemen beam

untuk balok baja. Kontak permukaan antar slab dengan balok baja serta antara

baja tulangan dengan beton menggunakan tie constraint dimana anggapan bahwa

suhu antar permukaan bernilai sama. Gambar 2.15 Menunjukkan tahapan pertama

yaitu analisis temperatur dari model SS. Model SS, slab beton dimodelkan

menggunakan elemen eight-node continum (DC3D8), baja tulangan dimodelkan

menggunkan elemen two-node truss (DC1D2) dan balok baja dimodelkan

menggunakan four-node shell elemen (DS4). Gambar 2.16 menunjukkan analisis

temperatur dari model SB. Slab dimodel menggunakan elemen (DS4) dan balok

baja dimodelkan dengan elemen (DC1D2).

Page 11: Bab ii ok

16

Gambar 2.12 Model SS tahap pertama (Cedano dkk, 2011)

Gambar 2.13 Model SB tahap pertama (Cedano dkk, 2011)

Tahap analisis tegangan, model SS menggunakan eight-node continum (C3D8R)

di slab dan four-node shell element (S4R) di baja, sedangkan baja tulangan

menggunakan two-node truss element (T3D2). Model SB, slab beton dimodel

dengan (S4R), baja longitudinal maupun tranversal dimodelkan dengan rebar

elements, two-node beam (B33) digunakan untuk memodelkan elemen balok baja.

Kedua model baik SS maupun SB, aksi komposit balok baja dan slab beton

dimodelkan menggunakan multipoint constraint. Kuat tekan beton sebesar 30

MPa, kuat leleh baja tulangan sebesar 600 MPa, kuat leleh baja test 15 dan 16

berturut-turut sebesar 283 MPa dan 273 MPa.

Page 12: Bab ii ok

17

Gambar 2.9 menunjukkan hasil analisis temperatur bagian sayap bawah, badan

dan sayap atas dari balok baja model fire test 15. Dapat disimpulkan bahwa hasil

analisis prediksi temperatur mendekati dari pengujian. Distribusi temperatur

dibagian sayap atas bernilai lebih kecil bila dibandingkan dengan lainnya. Hal ini

diakibatkan pengaruh slab beton mampu mendisipasi temperatur sayap atas.

( a )

( b )

Page 13: Bab ii ok

18

( c )

Gambar 2.14 (a) Distribusi temperatur sayap bawah, (b) badan dan (c) sayap atas

(Cedano dkk, 2011)

Gambar 2.15 menunjukkan perbandingan lendutan ditengah bentang uji

eksperimen dengan prediksi pemodelan menggunakan SS dan SB. Pemodelan SS

dan SB menunjukkan pola lendutan hampir sama dengan uji eksperimen untuk

fire test 15 maupun fire test 16.

Page 14: Bab ii ok

19

Gambar 2.16 Perbandingan defleksi tengah bentang (a) fire test 15 dan

(b) fire test 16

Jeffers dan Sotelino (2009) melakukan pemodelan Abaqus kolom baja

penambahan lapisan beton dan membandingkan hasilnya dengan pengujian

Wirman dan Kirby (1988). Standar pengujian api digunakan IS0 834. Setting up

pengujian ditunjukkan Gambar 2.17 dimana thermocouple ditempatkan dibagian

sayap dan badan dari penampang baja.

Gambar 2.17 Setting up pengujian kolom baja dengan penambahan beton di

bagian badan (Jeffers dan Sotelino, 2009)

Page 15: Bab ii ok

20

Koefisien perpindahan panas konvektif diasumsikan sebesar h= 25 W/m .K dan

emisivitas diasumsikan sebesar 0,5 dan 0,8 untuk baja dan beton. Karena

ukurannya simetris, sehingga hanya seperempat bagian dimodelkan (Gambar

2.18) untuk mensimulasi perilaku api dari tungku pembakaran.

Gambar 2.18 Fiber mesh over one-fourth of the cross-section: 72 fibers in an 8 x 9

grid (Jeffers dan Sotelino, 2009)

Temperatur rata-rata bagian sayap dan badan dari baja ditunjukkan Gambar 2.13.

Hasil eksperimen ditunjukkan dengan garis solid sementara hasil prediksi dengan

fiber element ditunjukkan dengan garis putus-putus. Kesimpulannya menunjukkan

bahwa fiber heat transfer element dapat membuktikan prediksi temperatur lebih

akurat dari respon termal struktur akibat pemanasan nonuniform.

Page 16: Bab ii ok

21

Gambar 2.19 Distribusi temperatur kolom (Jeffers dan Sotelino 2009)

Narang (2005) melakukan analisis numerik baja W12x27 dengan penambahan

vermiculite dan gypsum board coatings menggunakan program TAS (Thermal

Analysis Software). ASTM E-119 dan ENV fire curve digunakan sebagai standar

api. Gambar 2.11 Menunjukkan pemodelan menggunakan program TAS untuk 2-

D dan 3-D balok baja W12x27.

Gambar 2.20 Pemodelan 2-D dan 3-D menggunakan TAS (Narang, 2005)

Page 17: Bab ii ok

22

Dalam pemodelannya juga diikutsertakan pengaruh adanya slab beton (Gambar

2.15) serta perbedaan sifat termal (konduktivitas termal dan panas spesifik) beton.

Ketebalan slab beton sebesar 4 inch.

Gambar 2.21 Pemodelan 3-D baja w12x27 dengan concrete slab menggunakan

TAS (Narang, 2005)

Gambar 2.16 Menunjukkan pemodelan baja dengan tambahan vermiculite tebal

0,5” serta dengan sifat termal konstan dan bervariasi. Gambar 2.14 menunjukkan

pemodelan baja W12x27 menggunakan papan gypsum tebal 5/8” dengan sifat

termal konstan dan bervariasi.

Gambar 2.22 Pemodelan 3-D baja w12x27 dengan concrete slab dan 0,5”

vermiculite coating (Narang, 2005)

Page 18: Bab ii ok

23

Gambar 2.23 Pemodelan 3-D baja w12x27 dengan concrete slab dan 5/8”

gypsum board coating (Narang, 2005)

Hasil penelitian menunjukkan baja W12x27 tanpa perlindungan mengalami

peningkatan temperatur sangat tinggi di seluruh penampang berkisar 700 oC

hingga 800 oC. Penambahan slab beton memberikan pengaruh signifikan dibagian

sayap atas baja. Perbedaan temperatur dibandingkan dengan awal sebesar 300 oC

hingga 350 oC. Perbedaan penggunaan sifat termal baik secara konstan maupun

bervariasi pada beton tidak memberikan perubahan signifikan temperatur sayap

atas baja. Dengan memberi tambahan vermiculite coating sebagai perlindungan

terhadap baja, hasil simulasi memberikan margin kesalahan berkisar antara 14%

sampai 17%. Hal ini karena sifat termal material pelindung hanya dapat

odidefinisikan sampai temperatur 450 oC. Pemodelan dengan mengikutsertakan

gypsum board tebal 5/8”, menghasilkan perlindungan terhadap api lebih baik bila

dibandingkan dengan vermicule dimana temperatur disemua lokasi penampang

baja berkurang hingga 100 oC sampai 200 oC.

2.3 Pengaruh Penggunaan Fireproofing

Page 19: Bab ii ok

24

Reni Sulistyawati ( 2003 ) melakukan pengujian pelat beton mutu tinggi saat

mengalami kebakaran, dimana menggunakan tiga variasi pelindung kebakaran

yaitu dengan menambah selimut beton, memberi lapis plesteran dan menggunakan

Fireproofing fabrikasi. Penelitian menggunakan dimensi pelat (1500 x 600 x 120)

mm dengan kuat tekan beton mutu tinggi yang digunakan 52,68 Mpa dan kuat

leleh baja 500 Mpa.Benda uji dibuat 4 jenis dan variasi yang berbeda yakni variasi

spesimen 1, pelat beton dengan selimut beton 1 cm, variasi spesimen 2

penambahan 1 cm tebal selimut beton dari variasi spesimen 1, variasi spesimen 3,

variasi spesimen 1 dilapisi plesteran 1 cm dan variasi spesimen 4, pelat dilapisi

fireproofing. Pengujian kebakaran untuk mutu tinggi yaitu apabila kadar air beton

sekurang – kurangnya sebesar 5%, atau umur beton mencapai sekurang –

kurangnya berumur minimal 60 hari.pengujian kebakaran pada penelitian ini

dilaksanakan setelah specimen berumur 105 hari. Pengujian bakar dilakukan tiap

satu variasi terdiri dari dua benda uji dibakar secara bersamaan dalam satu tungku,

pengujian kebakaran benda uji mengikuti standar ASTM E-119. Pemanasan yang

diberikan selama 30 menit mencapai temperatur maksimum rata – rata ruang

furnace sebesar 882 oC. Pemberian lapisan perlindungan kebakaran dapat

mereduksi panas permukaan pelat terlindung sebesar masing – masing untuk pelat

dipertebal selimut beton, pelat dilapisi plesteran dan pelat dilapisi fireproofing

sebesar 56,44%, 68,145%, dan 85,14% lapisan fireproofing dapat mereduksi

panas paling baik adapun lendutan yang terjadi pada saat kebakaran, untuk pelat

normal, pelat dipertebal selimut beton, pelat dilapis plesteran dan pelat dilapis

fireproofing masing – masing sebesar 315,92%, 319,52%, 240,84% dan 73,96%

dari lendutan maksimum yang diijinkan. Pelat yang dilapis fireproofing masih

memenuhi persyaratan lendutan ijin.

Busroni (2003) melakukan pengujian terhadap pelat beton normal dengan baja

tulangan bermutu tinggi menggunakan berbagai jenis fireproofing. Penelitian

menggunakan dimensi pelat (1500 x 600 x 120) mm dengan kuat tekan 20 MPa

dan kuat leleh baja 500 MPa. Benda uji dibuat 4 jenis yakni pelat beton normal

(pembanding), pelat beton dengan penambahan selimut beton 1 cm dan

Page 20: Bab ii ok

25

penambahan kawat ayam, pelat beton dengan plesteran mortar beton 1 cm dan

penambahan kawat ayam serta pelat beton dengan fireproofing pabrikasi tebal 1

cm. Pembakaran benda uji sesuai dengan standar ASTM E-119 saat umur 3 bulan.

Pengamatan temperatur dilakukan dengan alat thermocouple di ruang pembakaran

(furnace), bagian permukaan (exposed surface), tulangan beton, 2 cm dari exposed

surface serta bagian terlindung mortar beton dan fireproofing pabrikasi. Pengujian

lentur benda uji pasca bakar dilakukan untuk mengetahui kekuatan maksimum

benda uji dengan memberikan pembebanan statik di 2 titik sampai runtuh. Dapat

disimpulkan bahwa benda uji tanpa fireproofing diperoleh defleksi pelat

bertambah dengan cepat saat temperatur kebakaran diatas 300 C dengan nilai

defleksi maksimum sebesar 137% dari batas keamanan (L/360) sedangkan kuat

lentur turun menjadi 92% dibandingkan pelat beton tidak dibakar. Kuat tekan

beton exposed surface sebesar 79,5% dari kuat tekan exposed surface tidak

dibakar sedangkan kuat leleh baja turun menjadi 91% dari keadaan sebelumnya

dan model keruntuhannya adalah keruntuhan lentur dengan pola retak meneruskan

retak rambut akibat kebakaran. Benda uji menggunakan tambahan tebal selimut

beton mampu mereduksi temperatur sebesar 40% dan 65% di elevasi exposed

surface dan elevasi tulangan pelat beton serta mereduksi defleksi hingga 45%.

Plesteran mortar beton mampu mereduksi temperatur di elevasi exposed surface

dan elevasi tulangan pelat beton hingga 47% dan 76%. Fireproofing pabrikasi

mampu meredukasi temperatur sebesar 65% dan 85% di elevasi exposed surface

dan elevasi tulangan beton, mereduksi defleksi hingga 92% serta meningkatkan

kuat lentur pelat hingga 104%.

Kodur dan Shakya (2013) melakukan pengujian laboratorium terhadap 3 jenis

material fireproofing yaitu CAFCO 300, Carboline Type-5MD, Typo WR-AFP. 3

Benda uji berukuran 50x50x25 mm dengan temperatur berkisar 20 oC-700 oC

untuk uji konduktivitas termal dan panas spesifik, 20 oC-1000o C untuk uji

regangan termal dan 20 oC -775 oC untuk berat jenis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa temperatur memberikan efek signifikan terhadap berat jenis,

konduktivitas termal, panas spesifik dan regangan termal. Konduktivitas termal

Page 21: Bab ii ok

26

dan berat jenis terbesar dimiliki Typo WR-AFP sedangkan terkecil dimiliki

CAFCO 300. Panas spesifik berbanding terbalik dengan berat jenis sehingga

semakin kecil berat jenis semakin besar nilai panas spesifik maka dari ketiga

material fireproofing ini CAFCO 300 memiliki nilai panas spesifik terbesar dan

Typo WR-AFP memiliki panas spesifik terkecil. Selanjutnya dilakukan analisis

numerik ANSYS terhadap balok W12x30 panjang 3,5m dengan lapisan

fireproofing 1 inch (Gambar 2.4). Dalam analisis, material baja bersifat non linier

terhadap temperatur mengikuti Eurocode 3 sedangkan sifat termal fireproofing

bersifat konstan dan non linier terhadap temperatur sesuai hasil pengujian. ASTM

E-119 digunakan sebagai beban termal dan beban tekan dikerjakan di sayap atas

balok. Gambar 2.5 menunjukkan hasil analisis balok dengan lapisan fireproofing

CAFCO 300 berupa (a) distribusi temperatur, (b) lendutan maksimum dan (c)

kapasitas penampang balok. Dari gambar tersebut dapat ditunjukkan bahwa sifat

termal fireproofing bervariasi terhadap temperatur sebagai input data dalam

analisis numerik dapat mengevaluasi respon api lebih realistis.

Gambar 2.24 Pemodelan Baja IWF dengan lapisan fireproofing dan terkena api di ketiga sisinya (Kodur dan Shakya, 2013)

Page 22: Bab ii ok

27

Gambar 2.25 Pengaruh variasi sifat termal terhadap ketahanan api balok baja

dengan lapisan CAFCO 300. (a) distribusi temperatur (b) lendutan dan

(c) kapasitas momen