Upload
dinal031
View
115
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Bagian ini berisi tentang penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengaruh
temperatur tinggi dan penggunaan fireprofing, sebagai lapisan tahan api terhadap
struktur pelat komposite steel-deck beton.
2.2 Perpindahan Panas Elemen Struktur
Samantha Foster ( 2005 ) melakukan pengujian struktur baja dan analisis Numerik
sebagai validasi dengan pelat lantai komposit steel – deck beton dengan ukuran ( 9
x 6 x 0.130 dengan 0.070 ) m, kuat tekan beton 35 Mpa, kuat tarik steel-deck 308,
kuat tarik tulangan baja 430 Mpa, untuk balok menggunkan baja profil I ( 305 x
165 x 40 ) cm dengan kuat tarik 390 Mpa, Beban terbagai rata 3.19 kN/m bekerja
diseluruh bagian pelat lantai dengan menggunakan karung pasir, sumber api
menggunakan kayu 40 kg/m2, untuk mengetahui displacement yang terjadi pada
pelat dipasang alat pengukur perpindahan sebanyak 25 titik pada pelat komposite
steel-deck beton Pengujian benda uji mengikuti kurva temperatur Prediction prEN
1991 dibakar selama 4 jam Hasil dari pengujian dengan pengamatan pada plate
dibagi atas sebelas bagian seperti pada gambar dibawah :
Gambar 2.1 Potongan pelat hasil dari analisis termal yang terbagi atas 11 layer
7
Potongan pelat dengan ukuran 70 mm, dan dibagi atas sebelas layer untuk
memudahkan pengamatan dimana hasilnya, suhu maksimum terjadi pada
permukaan bagian bawah pelat ditunjukan pada layer satu denagan suhu 756oC
pada menit 57oC dan permukaan atas pelat ditujukan pada layer sebelas dengan
suhu maksimum 171oC setelah 125 menit, untuk selanjutnya ditunjukkan dalam
grafik :
Gambar 2.2 kurva distribusi temperatur yang terbagi atas 11 layer
Pengamatan displacement struktur pelat yang terjadi sekitar 1000 mm ditengah
bentang pelat namun pada penelitian ini alat ukur displacement yang digunakan
terlampaui kapasitasnya, tetapi dapat diperkirakan displacement yang terjadi
sekitar 1200 mm mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan F.Wald
dkk, setelah kebakaran selasai dan struktur mulai dingin dapat diamati retak yang
terjadi pada pelat komposite steel-deck beton, dimana retak terbesar berukuran 90
mm, dapat dilihat pada gambar berikut :
8
Gambar 2.3 Retak yang terjadi pada pelat komposite steel-deck beton
Pemodelan numerik struktur menggunakan software FPRCBC untuk menganalisis
distribusi suhu pada pelat dan VULCAN untuk peodelan respon suhu dan beban
mekanikal. Material dan dimensi struktur yang digunakan dalam analisis numerik
adalah mengikuti kondisi struktur yang diuji, posisi pengamatan displacemen
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.4 Posisi pengukuran displacemen pada pelat
9
Terlihat seperti gambar diatas untuk mempermudah dibagi atas lima line dan dua
puluh empat titik pengukururan displacemen sedangkan analisis numerik yang
menggunakan sofware Vulcan dilakukan beberapa pendekatan kondisi batas,
diantaranya Vulcan 1 adalah pendekatan yang dilakukan dengan anggapan arah
angin yang terjadi secara vertikal namun tidak terkendali, Vulcan 2 pergerakan
angin lebih terkendali secara vertikal sehingga dapat dilihat hasil dari analisisnya
sebagai berikut :
Gambar 2.5 Potongan melintang line D2, untuk Vulcan 1,Vulcan 2 dan selama 45
menit kebakaran
Analisis pendekatan selanjutnya adalah Vulcan 3 dan Vulcan 4 dimana lebih
menekankan kepada perlindungan balok induk dengan fireproofing jenis CAFCO
300 dapat dilihat perbandingan displacement yang terjadi antara vulcan 1 dan
vulcan 3 yang menekankan pada pemodelan sirkulasi angin dalam ruangan
pengujian dan menggunakan fireproofing jenis CAFCO 300 :
10
Gambar 2.5 Perbandingan displacement pada nodal 211 antara Vulcan 1 dan
Vulcan 3
Analisis Vulcan 5, yang meliputi perlindungan struktur balok induk dengan
fireproofing dan pemodelan sirkulasi angin, Analisis Vulcan 6 pada tulangan pelat
kekuatanya direduksi 33% pada potongan retak memanjang dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 2.6 Potongan melintang displacemen line D2 untuk perbandingan Vulcan
6 dan Pengujian labolatorium
11
Potongan Line D2 untuk durasi 30 dan 40 menit menunjutkan nilai displacemen
terbesar pada line 1( c ), perbandingan uji labolatorium dan Analisis Vulcan 6
menunjutkan nilai korelasi yang hampir sama, dari ke enam analisis yang
dilakukan hasilnya menunjutkan tingkat keakurasian yang baik.
F.Wald ( 2005 ) melakukan penelitian perilaku struktur komposite pelat steel-deck
beton dan balok, kolom yang terlindungi dan tanpa terlindungi, ukuran pelat
komposite ( 9 x 6 x 0,130 dengan 0,070 ), Balok ( 356 x 171 x 51 UB untuk
bentang 9 m dan 305 x 165 x 40 UB ) dan kolom ( 305 x 305 x 198 UC dan 305 x
305 x 137 UC ) beban terbagi rata bekerja diatas seluruh bagian pelat 3,19 kN/m2
dan sumber api menggunakan kayu, untuk mengamati kelakuan struktur pelat
komposite dipasang alat thermocouple dan strain gauge seperti terlihat pada
gambar :
Gambar 2.7 Posisi pemasangan, thermocouple dan strain gauge
12
Kurva temperatur mengikuti Prediction prEN 1991-2 dibakar selama 150 menit,
untuk mengentrol perilaku api selama pembakaran digunakan alat temperatur
recorded sehingga dapat dilihat hasil sebagai berikut :
Gambar 2.8 Perilaku temperatur dalam ruang pembakaran
Gambar 2.9 Rekaman dengan thermo imagine (a) pemanasan setelah 58 menit ;
(b) Pendinginan setelah 92 menit.
Analisi perilaku temperatur pada pelat dibagi atas empat kondisi dari ketebalan 0
sampai 130 mm, untuk kondisi satu berada pada permukaan bawah pelat ( steel-
deck ),Kondisi dua diketebalan 30 mm dari permuaan bawah pelat, kondisi tiga
13
diketebalan 75 mm dari permukaan bawah ( tulangan beton ) dan kondisi empat
berada di permukaan atas pelat, seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.10 Perilaku temperatur pada potongan pelat komposite steel-deck beton
Perilaku temperatur pada permukaan bawah pelat setelah mengalami kebakaran
menit ke 30 sekitar 270oC, ketebalan 30 mm sekitar 30oC, ketebalan 75 mm
mengalami kenaikan sekitar 35oC dan permukaan atas pelat temperatur
mengalami penurunan, dari keempat kondisi diatas mengidentifikasikan bahwa
temperatur pada permukaan bawah pelat mengalami kenaikan yang signifikan,
selain diakibatkan karena bersentuhan langsung dengan api, juga dikarenakan
material permukaan bawah pelat dari steel-deck, untuk kondisi 3 juga mengalami
kenaikan karena pada ketebalan tersebut terdapat tulangan beton. Hasil dari
analisis setelah mengalami kebakaran dapat dilihat lendutan yang terjadi pada
setiap titik :
14
( a )
( b )
Gambar 2.11 (a) Posisi pengukaran deformasi, (b) deformasi yang terjadi
Gambar 2.11 menunjutkan lendutan terbesar setelah mengalami kebakaran pada
menit sepuluh sampai seratus berada pada potongan line 1 3/4 dan lendutan
15
terkecil di line 1 1/4 dari hasil tersebut, struktur diidentifikasikan tidak layak
untuk digunakan lagi.
Cedano dkk (2011) memprediksi perilaku komposit balok baja terhadap pengaruh
api. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap analisis perpindahan panas
baja komposit berdasarkan suhu furnace menggunakan standar api ISO 834.
Tahap kedua merupakan analisis tegangan akibat beban mekanik ditambah beban
temperatur dari tahap pertama. Penelitian ini dibandingkan dengan pengujian
laboratorium Wainman dan Kirby (1987) dimana spesimen balok baja
254x146x43 UB dengan slab beton dihubungkan dengan shear studs. Slab beton
berukuran lebar dan tebal berturut-turut 0,642 m dan 0,130 m. Tulangan slab
terdiri dari diameter 0,008 m dengan jarak 0,20 m longitudinal dan 0,10 m
transversal. Spesimen terdiri dari 2 buah yakni spesimen fire test 15 dan fire test
16 dengan panjang sama sebesar 4,50 m. Masing–masing benda uji diberikan
beban mekanik berbeda-beda. Benda uji fire test 15 diberikan beban konsentris
sebesar 32,5 kN dan fire test 16 sebesar 62,4 kN. Beban diberikan di tengah
bentang dan di seperempat bentang. Analisis menggunakan program berbasis
metode elemen hingga Abaqus. Pemodelan dibagi menjadi dua tipe yakni tipe SS
(solid and shell elemen) dan tipe SB (elemen shell untuk slab dan elemen beam
untuk balok baja. Kontak permukaan antar slab dengan balok baja serta antara
baja tulangan dengan beton menggunakan tie constraint dimana anggapan bahwa
suhu antar permukaan bernilai sama. Gambar 2.15 Menunjukkan tahapan pertama
yaitu analisis temperatur dari model SS. Model SS, slab beton dimodelkan
menggunakan elemen eight-node continum (DC3D8), baja tulangan dimodelkan
menggunkan elemen two-node truss (DC1D2) dan balok baja dimodelkan
menggunakan four-node shell elemen (DS4). Gambar 2.16 menunjukkan analisis
temperatur dari model SB. Slab dimodel menggunakan elemen (DS4) dan balok
baja dimodelkan dengan elemen (DC1D2).
16
Gambar 2.12 Model SS tahap pertama (Cedano dkk, 2011)
Gambar 2.13 Model SB tahap pertama (Cedano dkk, 2011)
Tahap analisis tegangan, model SS menggunakan eight-node continum (C3D8R)
di slab dan four-node shell element (S4R) di baja, sedangkan baja tulangan
menggunakan two-node truss element (T3D2). Model SB, slab beton dimodel
dengan (S4R), baja longitudinal maupun tranversal dimodelkan dengan rebar
elements, two-node beam (B33) digunakan untuk memodelkan elemen balok baja.
Kedua model baik SS maupun SB, aksi komposit balok baja dan slab beton
dimodelkan menggunakan multipoint constraint. Kuat tekan beton sebesar 30
MPa, kuat leleh baja tulangan sebesar 600 MPa, kuat leleh baja test 15 dan 16
berturut-turut sebesar 283 MPa dan 273 MPa.
17
Gambar 2.9 menunjukkan hasil analisis temperatur bagian sayap bawah, badan
dan sayap atas dari balok baja model fire test 15. Dapat disimpulkan bahwa hasil
analisis prediksi temperatur mendekati dari pengujian. Distribusi temperatur
dibagian sayap atas bernilai lebih kecil bila dibandingkan dengan lainnya. Hal ini
diakibatkan pengaruh slab beton mampu mendisipasi temperatur sayap atas.
( a )
( b )
18
( c )
Gambar 2.14 (a) Distribusi temperatur sayap bawah, (b) badan dan (c) sayap atas
(Cedano dkk, 2011)
Gambar 2.15 menunjukkan perbandingan lendutan ditengah bentang uji
eksperimen dengan prediksi pemodelan menggunakan SS dan SB. Pemodelan SS
dan SB menunjukkan pola lendutan hampir sama dengan uji eksperimen untuk
fire test 15 maupun fire test 16.
19
Gambar 2.16 Perbandingan defleksi tengah bentang (a) fire test 15 dan
(b) fire test 16
Jeffers dan Sotelino (2009) melakukan pemodelan Abaqus kolom baja
penambahan lapisan beton dan membandingkan hasilnya dengan pengujian
Wirman dan Kirby (1988). Standar pengujian api digunakan IS0 834. Setting up
pengujian ditunjukkan Gambar 2.17 dimana thermocouple ditempatkan dibagian
sayap dan badan dari penampang baja.
Gambar 2.17 Setting up pengujian kolom baja dengan penambahan beton di
bagian badan (Jeffers dan Sotelino, 2009)
20
Koefisien perpindahan panas konvektif diasumsikan sebesar h= 25 W/m .K dan
emisivitas diasumsikan sebesar 0,5 dan 0,8 untuk baja dan beton. Karena
ukurannya simetris, sehingga hanya seperempat bagian dimodelkan (Gambar
2.18) untuk mensimulasi perilaku api dari tungku pembakaran.
Gambar 2.18 Fiber mesh over one-fourth of the cross-section: 72 fibers in an 8 x 9
grid (Jeffers dan Sotelino, 2009)
Temperatur rata-rata bagian sayap dan badan dari baja ditunjukkan Gambar 2.13.
Hasil eksperimen ditunjukkan dengan garis solid sementara hasil prediksi dengan
fiber element ditunjukkan dengan garis putus-putus. Kesimpulannya menunjukkan
bahwa fiber heat transfer element dapat membuktikan prediksi temperatur lebih
akurat dari respon termal struktur akibat pemanasan nonuniform.
21
Gambar 2.19 Distribusi temperatur kolom (Jeffers dan Sotelino 2009)
Narang (2005) melakukan analisis numerik baja W12x27 dengan penambahan
vermiculite dan gypsum board coatings menggunakan program TAS (Thermal
Analysis Software). ASTM E-119 dan ENV fire curve digunakan sebagai standar
api. Gambar 2.11 Menunjukkan pemodelan menggunakan program TAS untuk 2-
D dan 3-D balok baja W12x27.
Gambar 2.20 Pemodelan 2-D dan 3-D menggunakan TAS (Narang, 2005)
22
Dalam pemodelannya juga diikutsertakan pengaruh adanya slab beton (Gambar
2.15) serta perbedaan sifat termal (konduktivitas termal dan panas spesifik) beton.
Ketebalan slab beton sebesar 4 inch.
Gambar 2.21 Pemodelan 3-D baja w12x27 dengan concrete slab menggunakan
TAS (Narang, 2005)
Gambar 2.16 Menunjukkan pemodelan baja dengan tambahan vermiculite tebal
0,5” serta dengan sifat termal konstan dan bervariasi. Gambar 2.14 menunjukkan
pemodelan baja W12x27 menggunakan papan gypsum tebal 5/8” dengan sifat
termal konstan dan bervariasi.
Gambar 2.22 Pemodelan 3-D baja w12x27 dengan concrete slab dan 0,5”
vermiculite coating (Narang, 2005)
23
Gambar 2.23 Pemodelan 3-D baja w12x27 dengan concrete slab dan 5/8”
gypsum board coating (Narang, 2005)
Hasil penelitian menunjukkan baja W12x27 tanpa perlindungan mengalami
peningkatan temperatur sangat tinggi di seluruh penampang berkisar 700 oC
hingga 800 oC. Penambahan slab beton memberikan pengaruh signifikan dibagian
sayap atas baja. Perbedaan temperatur dibandingkan dengan awal sebesar 300 oC
hingga 350 oC. Perbedaan penggunaan sifat termal baik secara konstan maupun
bervariasi pada beton tidak memberikan perubahan signifikan temperatur sayap
atas baja. Dengan memberi tambahan vermiculite coating sebagai perlindungan
terhadap baja, hasil simulasi memberikan margin kesalahan berkisar antara 14%
sampai 17%. Hal ini karena sifat termal material pelindung hanya dapat
odidefinisikan sampai temperatur 450 oC. Pemodelan dengan mengikutsertakan
gypsum board tebal 5/8”, menghasilkan perlindungan terhadap api lebih baik bila
dibandingkan dengan vermicule dimana temperatur disemua lokasi penampang
baja berkurang hingga 100 oC sampai 200 oC.
2.3 Pengaruh Penggunaan Fireproofing
24
Reni Sulistyawati ( 2003 ) melakukan pengujian pelat beton mutu tinggi saat
mengalami kebakaran, dimana menggunakan tiga variasi pelindung kebakaran
yaitu dengan menambah selimut beton, memberi lapis plesteran dan menggunakan
Fireproofing fabrikasi. Penelitian menggunakan dimensi pelat (1500 x 600 x 120)
mm dengan kuat tekan beton mutu tinggi yang digunakan 52,68 Mpa dan kuat
leleh baja 500 Mpa.Benda uji dibuat 4 jenis dan variasi yang berbeda yakni variasi
spesimen 1, pelat beton dengan selimut beton 1 cm, variasi spesimen 2
penambahan 1 cm tebal selimut beton dari variasi spesimen 1, variasi spesimen 3,
variasi spesimen 1 dilapisi plesteran 1 cm dan variasi spesimen 4, pelat dilapisi
fireproofing. Pengujian kebakaran untuk mutu tinggi yaitu apabila kadar air beton
sekurang – kurangnya sebesar 5%, atau umur beton mencapai sekurang –
kurangnya berumur minimal 60 hari.pengujian kebakaran pada penelitian ini
dilaksanakan setelah specimen berumur 105 hari. Pengujian bakar dilakukan tiap
satu variasi terdiri dari dua benda uji dibakar secara bersamaan dalam satu tungku,
pengujian kebakaran benda uji mengikuti standar ASTM E-119. Pemanasan yang
diberikan selama 30 menit mencapai temperatur maksimum rata – rata ruang
furnace sebesar 882 oC. Pemberian lapisan perlindungan kebakaran dapat
mereduksi panas permukaan pelat terlindung sebesar masing – masing untuk pelat
dipertebal selimut beton, pelat dilapisi plesteran dan pelat dilapisi fireproofing
sebesar 56,44%, 68,145%, dan 85,14% lapisan fireproofing dapat mereduksi
panas paling baik adapun lendutan yang terjadi pada saat kebakaran, untuk pelat
normal, pelat dipertebal selimut beton, pelat dilapis plesteran dan pelat dilapis
fireproofing masing – masing sebesar 315,92%, 319,52%, 240,84% dan 73,96%
dari lendutan maksimum yang diijinkan. Pelat yang dilapis fireproofing masih
memenuhi persyaratan lendutan ijin.
Busroni (2003) melakukan pengujian terhadap pelat beton normal dengan baja
tulangan bermutu tinggi menggunakan berbagai jenis fireproofing. Penelitian
menggunakan dimensi pelat (1500 x 600 x 120) mm dengan kuat tekan 20 MPa
dan kuat leleh baja 500 MPa. Benda uji dibuat 4 jenis yakni pelat beton normal
(pembanding), pelat beton dengan penambahan selimut beton 1 cm dan
25
penambahan kawat ayam, pelat beton dengan plesteran mortar beton 1 cm dan
penambahan kawat ayam serta pelat beton dengan fireproofing pabrikasi tebal 1
cm. Pembakaran benda uji sesuai dengan standar ASTM E-119 saat umur 3 bulan.
Pengamatan temperatur dilakukan dengan alat thermocouple di ruang pembakaran
(furnace), bagian permukaan (exposed surface), tulangan beton, 2 cm dari exposed
surface serta bagian terlindung mortar beton dan fireproofing pabrikasi. Pengujian
lentur benda uji pasca bakar dilakukan untuk mengetahui kekuatan maksimum
benda uji dengan memberikan pembebanan statik di 2 titik sampai runtuh. Dapat
disimpulkan bahwa benda uji tanpa fireproofing diperoleh defleksi pelat
bertambah dengan cepat saat temperatur kebakaran diatas 300 C dengan nilai
defleksi maksimum sebesar 137% dari batas keamanan (L/360) sedangkan kuat
lentur turun menjadi 92% dibandingkan pelat beton tidak dibakar. Kuat tekan
beton exposed surface sebesar 79,5% dari kuat tekan exposed surface tidak
dibakar sedangkan kuat leleh baja turun menjadi 91% dari keadaan sebelumnya
dan model keruntuhannya adalah keruntuhan lentur dengan pola retak meneruskan
retak rambut akibat kebakaran. Benda uji menggunakan tambahan tebal selimut
beton mampu mereduksi temperatur sebesar 40% dan 65% di elevasi exposed
surface dan elevasi tulangan pelat beton serta mereduksi defleksi hingga 45%.
Plesteran mortar beton mampu mereduksi temperatur di elevasi exposed surface
dan elevasi tulangan pelat beton hingga 47% dan 76%. Fireproofing pabrikasi
mampu meredukasi temperatur sebesar 65% dan 85% di elevasi exposed surface
dan elevasi tulangan beton, mereduksi defleksi hingga 92% serta meningkatkan
kuat lentur pelat hingga 104%.
Kodur dan Shakya (2013) melakukan pengujian laboratorium terhadap 3 jenis
material fireproofing yaitu CAFCO 300, Carboline Type-5MD, Typo WR-AFP. 3
Benda uji berukuran 50x50x25 mm dengan temperatur berkisar 20 oC-700 oC
untuk uji konduktivitas termal dan panas spesifik, 20 oC-1000o C untuk uji
regangan termal dan 20 oC -775 oC untuk berat jenis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa temperatur memberikan efek signifikan terhadap berat jenis,
konduktivitas termal, panas spesifik dan regangan termal. Konduktivitas termal
26
dan berat jenis terbesar dimiliki Typo WR-AFP sedangkan terkecil dimiliki
CAFCO 300. Panas spesifik berbanding terbalik dengan berat jenis sehingga
semakin kecil berat jenis semakin besar nilai panas spesifik maka dari ketiga
material fireproofing ini CAFCO 300 memiliki nilai panas spesifik terbesar dan
Typo WR-AFP memiliki panas spesifik terkecil. Selanjutnya dilakukan analisis
numerik ANSYS terhadap balok W12x30 panjang 3,5m dengan lapisan
fireproofing 1 inch (Gambar 2.4). Dalam analisis, material baja bersifat non linier
terhadap temperatur mengikuti Eurocode 3 sedangkan sifat termal fireproofing
bersifat konstan dan non linier terhadap temperatur sesuai hasil pengujian. ASTM
E-119 digunakan sebagai beban termal dan beban tekan dikerjakan di sayap atas
balok. Gambar 2.5 menunjukkan hasil analisis balok dengan lapisan fireproofing
CAFCO 300 berupa (a) distribusi temperatur, (b) lendutan maksimum dan (c)
kapasitas penampang balok. Dari gambar tersebut dapat ditunjukkan bahwa sifat
termal fireproofing bervariasi terhadap temperatur sebagai input data dalam
analisis numerik dapat mengevaluasi respon api lebih realistis.
Gambar 2.24 Pemodelan Baja IWF dengan lapisan fireproofing dan terkena api di ketiga sisinya (Kodur dan Shakya, 2013)
27
Gambar 2.25 Pengaruh variasi sifat termal terhadap ketahanan api balok baja
dengan lapisan CAFCO 300. (a) distribusi temperatur (b) lendutan dan
(c) kapasitas momen