44
1

Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan konsumen menjadi fokus utama. Tujuan: Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain dalam melaksanakan six sigma.

Citation preview

Page 1: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

1

Page 2: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………..…… 1

Daftar Isi …………………………………………………………….…… 2

Daftar Gambar ……………………………………………………………. 3

Executive Summary ……………………………………………………….. 4

Major and Minor Issuess ……………………………………………….… 5

Theoritical Findings ……………………………………………………… 10

Final Opinion ...…………………………………………………………. 17

Kesimpulan ………………………………………………………….……. 25

Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 28

2

Page 3: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar 1. Siklus Six Sigma ……………………………………..12

Gambar 2. Gambar 2. Siklus DMAIC pada Six Sigma……………………....14

Gambar 3. Aktualisasi TQM dalam Lembaga Pendidikan………………….. 22

Gambar 4. Indikator-indikator untuk Sekolah dan Hubungannya dengan Pengetahuan Siswa……………………………….…………… 23

Gambar 5. Diagram IPO dalam Proses Belajar Mahasiswa …………………23

3

Page 4: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Critical Review

A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

1. EXECUTIVE SUMMARY

AbstrakSix Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki

proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan konsumen menjadi fokus utama.

Tujuan: Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain dalam melaksanakan six sigma. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji tantangan pelaksanaan metodologi dalam dunia akademis dan mengusulkan sebuah kerangka kerja yang berfungsi sebagai panduan untuk mengimplementasikan metodologi six sigma di institusi akademik.

Desain / metodologi / pendekatan: Beberapa aspek unik yang membedakan lingkungan akademik dari pengaturan manufaktur selama six sigma yang diidentifikasi. Kerangka kerja untuk mengatur peningkatan metodologi six sigma dan terkait indikator kinerja akademik ke dalam hirarki yang diusulkan di tingkat lembaga akademis pemerintahan. Contoh tujuan strategis dan indikator kinerja dengan tingkat pelaksanaan untuk proses DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) juga disediakan.

Finding/temuan: Temuan menunjukkan bahwa struktur unik dari sebuah lembaga akademis membuat calon menjadi terarik untuk menerapkan six sigma. Kerangka bertingkat tiga untuk six sigma dapat digunakan oleh administrator, staf pengajar, dan mahasiswa sebagai pedoman pelaksanaan.

Keterbatasan Penelitian/implikasi: Makalah ini menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan antara lingkungan membuat implementasi di banyak daerah dalam suatu lembaga akademis menantang. Namun, ada keterbatasan penerapan six sigma dalam sebuah organisasi akademik. Six sigma metodologi telah lebih teliti dikembangkan dan disempurnakan dalam lingkungan manufaktur daripada sistem pelayanan seperti di universitas. Implikasi praktis. Makalah ini membantu untuk merangsang pemikiran tentang penerapan metodologi manajemen mutu terbukti pengaturan akademik di mana program peningkatan terstruktur formal seperti six sigma tidak umum ditemukan.

Dari hasil temuan penelitian di atas, penulis mencoba mengkaji penerapan six sigma di dunia akademis di Indonesia khususnya dikaitkan dengan peran pengawas sekolah dalam penjaminan mutu pendidikan dan kaitannya dengan Total Quality Management (TQM) di pendidikan.

Kata kunci: six sigma, manajemen mutu, tujuan strategis, peningkatan kualitas, lembaga pendidikan.

4

Page 5: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

2. MAJOR AND MINOR ISSUESS

2.1 Pendahuluan

Mutu sebuah produk termasuk juga produk yang dihasilkan oleh institusi

pendidikan tentunya tidak lepas dari quality assurance atau penjaminan mutu

terhadap lulusan yang dihasilkan, quality assurance memiliki peranan yang

penting dan strategis dalam penjaminan mutu pendidikan.

Sebagai pelanggan terus menuntut kualitas produk yang lebih baik (jasa),

perusahaan telah menggunakan berbagai pendekatan untuk memenuhi kebutuhan

ini. Penyempurnaan metodologi six sigma adalah salah satu pendekatan yang

telah berhasil digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan

bagian lain dari dunia untuk meningkatkan kualitas produk yang diproduksi atau

layanan yang disampaikan. Nama metodologi, six sigma, menunjukkan bahwa

setiap proses harus menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta kesempatan. Dengan

kata lain tujuannya adalah untuk membuat cacat proses bebas. Ini harus diperjelas

di sini bahwa proses berlaku untuk manufaktur dan / atau jasa.

Kisah sukses dari implementasi six sigma dan perbaikan proses

selanjutnya dapat ditemukan di beberapa jurnal akademik dan publikasi

perdagangan. Fokus dari publikasi namun telah berada di proses industri

(manufaktur dan jasa). Tidak banyak yang telah ditulis pada pelaksanaan six

sigma di lingkungan akademik. Sementara satu dapat membantah bahwa

akademisi merupakan bagian dari industri jasa, kami percaya bahwa ada

karakteristik yang unik untuk dunia akademis menjadikannya sebagai area

aplikasi menarik untuk metodologi six sigma.

5

Page 6: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Keberhasilan penerapan metodologi dalam sebuah organisasi memerlukan

komitmen dari manajemen puncak dan karyawan. Manajemen puncak menjadi

juara untuk metodologi melakukan sumber daya yang diperlukan yang diperlukan

untuk melembagakan metodologi. Karyawan pada bagian mereka memastikan

bahwa mereka mempelajari, menggunakan dan menghargai metodologi untuk

memastikan keberhasilan pelaksanaan. Hal ini dapat dicapai dengan menghadiri

kursus pelatihan yang dilakukan oleh mendaftar, organisasi belajar-sendiri, di

eksternal (sertifikasi) program atau kombinasi di atas.

Lembaga akademik yang sedikit berbeda dari organisasi bisnis. Mirip

dengan organisasi bisnis, manajemen puncak di universitas menggunakan visi dan

misi pernyataan sebagai alat untuk memberikan arahan untuk universitas. Individu

konstituen dalam universitas, perguruan tinggi akademik, departemen dan unit

administratif, sering mengikuti prinsip kebebasan akademik yang membuat

pelaksanaan setiap kampus yang luas inisiatif menantang. Dalam tulisan ini kita

mengidentifikasi tantangan penerapan six sigma dalam akademik pengaturan dan

kemudian mengusulkan kerangka kerja yang komprehensif untuk menerapkan six

sigma di institusi akademik.

Salah satu masalah utama di bidang pendidikan yang dihadapi oleh bangsa

Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan

pendidikan, terutama pada pendidikan dasar dan menengah (Wijaya, 2008:85).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu

pengembangan muatan kurikulum nasional dan lokal, Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), peningkatan

kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan perbaikan sarana

prasarana sekolah, serta peningkatan kualitas penyelenggaraan sekolah, penerapan

6

Page 7: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dan lain sebagainya, namun demikian

dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang

berarti, sebagian sekolah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang

menggembirakan, namun sebagian sekolah lainnya masih memprihatinkan.

Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang

mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan

jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain

dalam melaksanakan six sigma. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji

tantangan pelaksanaan metodologi dalam dunia akademis dan mengusulkan

sebuah kerangka kerja yang berfungsi sebagai panduan untuk

mengimplementasikan metodologi six sigma di institusi akademik.

Beberapa aspek unik yang membedakan lingkungan akademik dari

pengaturan manufaktur selama six sigma diidentifikasi. Kerangka bertingkat tiga

untuk mengatur peningkatan metodologi six sigma dan terkait indikator kinerja

akademik ke dalam hirarki yang diusulkan di tingkat lembaga akademis

pemerintahan. Contoh tujuan strategis dan indikator kinerja dengan tingkat

pelaksanaan untuk proses DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)

juga disediakan.

2.2 Isu-isu Utama Penjaminan Mutu Pendidikan di Indonesia.

Salah satu masalah utama pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia

adalah rendahnya mutu pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan, namun

demikian dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan

peningkatan yang berarti.

7

Page 8: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Berdasarkan masalah di atas, berbagai pihak mempertanyakan apa yang

salah dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dari berbagai pengamatan

dan analisis, menurut Wijaya (2008:85) ada tiga faktor penyebab mutu pendidikan

di Indonesia tidak mengalami peningkatan secara merata, faktor tersebut antara

lain:

(1) Penyelenggaraan pendidikan dilakukan dengan menggunakan pola

birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai pengelola

pendidikan yang sangat bergantung pada keputusan birokrasi yang

mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang

dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah setempat.

(2) Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan selama ini menggunakan

pendekatan education production function atau analisis input-output yang

tidak dilakukan secara konsekuen sehingga menempatkan sekolah sebagai

pusat produksi yang jika dipenuhi semua input yang diperlukan dalam

proses produksi tersebut, maka sekolah akan menghasilkan output yang

dikehendaki.

(3) Peran serta guru dan masyarakat, terutama orang tua siswa dalam

penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka tentunya dibutuhkan upaya

perbaikan, salah satunya adalah melakukan otonomi sekolah melalui

penerapan Total Quality Management (TQM) yang diintegrasikan dengan ISO

9001:2008 dan Six Sigma di lingkungan pendidikan.

Masalah-masalah lain terkait dengan implementasi TQM di pendidikan

menurut Sallis (1993:89-92) antara lain:

8

Page 9: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

(1) TQM adalah sebuah kerja keras. Untuk mengembangkan sebuah budaya

mutu, diperlukan waktu. Kerja keras dan waktu adalah dua hal penting

yang harus diperhatikan, karena jika dua hal tersebut tidak berjalan dengan

baik, maka mekanisme kerja mutu akan terhambat.

(2) TQM mengharuskan kesetiaan jangka panjang staf senior terhadap

institusi, karena tidak menutup kemungkinan manajemen senior sendiri

bisa menjadi problem. Mereka bisa mengharapkan hasil positif yang

dihasilkan TQM, namun tidak mau memberikan dukungan sepenuh hati

yang diperlukan.

(3) Volume tekanan eksternal juga bisa menghalangi upaya sebuah organisasi

dalam menerapkan TQM. Walaupun program-program mutu disampaikan

dengan publikasi besar-besaran, seringkali program-program tersebut

tergilas oleh inisiatif lain.

(4) Masalah utama dalam penerapan TQM yang sering dialami oleh banyak

institusi adalah peran yang dimainkan oleh manajemen menengah. Para

staf yang terlalu khawatir salah terhadap konsekuensi pemberdayaan juga

bisa menghalangi mutu. Mereka kadangkala cenderung suka terhadap hal-

hal yang bersifat statis.

9

Page 10: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

3. TEORETICAL FINDING

3.1 Pengertian Six Sigma

Secara etimologi six sigma tersusun dari 2 kata yaitu : six yang berarti

enam dan sigma yang merupakan simbol dari standard deviasi atau dapat pula

diartikan sebagai ukuran satuan statistik yang menggambarkan kemampuan suatu

proses dan ukuran nilai sigma dinyatakan dalam DPU (Defect Per Unit) atau PPM

(Part Per Milion). Dapat dikatakan bahwa proses dengan nilai sigma yang lebih

tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai defect yang lebih sedikit (baik jumlah

defect maupun jenis defect). Semakin bertambah nilai sigma maka semakin

berkurang Quality Cost dan Cycle time.

Secara epistimologi six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur

untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha untuk

memperkecil variasi yang terjadi (process variance) sekaliguas mengurangi cacat

ataupun prosuk atau jasa yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan

metode statistik dan tools quality lainnya secara insentif. Umumnya six sigma

dituliskan dalam simbol 6 sigma.

Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki

proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)

sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan

menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six

Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda

konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan

konsumen menjadi fokus utama.

Manajemen memandang bisnis dan proses sebagai sebuah sistem yang

saling mempengaruhi agar dapat memenuhi persyaratan konsumen dan mencapai

target. Setiap langkah dalam Six Sigma harus berbasis fakta dan data untuk

meningkatkan objektivitas dalam pengambilan keputusan. Six Sigma digunakan

untuk mengukur dan membandingkat kemampuan proses dengan pernyataan

konsumen yang penting, Six Sigma adalah sebuah target yang mendekati

sempurna, yakni 99,9997% memenuhi persyaratan konsumen atau hanya 3,4

kegagalan (defect) dalam satu juta kesempatan.

Six Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk

mengganti Total Quality Management (TQM) sangat terfokus terhadap

10

Page 11: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi perusahaan secara

keseluruhan. Memiliki tujuan untuk, menghilangkan cacat produksi, menagkas

waktu pembuatan produk, dan menghilangkan biaya. Six Sigma juga disebut

sistem komprehensif, maksudnya adalah strategi, disiplin, dan alat-alat untuk

mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis.

Six Sigma disebut strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan

pelanggan, disebeut disiplin ilmu karena mengikuti model formal, yaitu DMAIC

(Define, Measure, Analyze, Control) dan alat kareka digunakan bersamaan dengan

yang lainnya, seperti Diagaram Pareto (Pareto Chart) dan Histogram. Kesuksesan

peningkatan kualitas dan kinerja bisnis, tergantung dari kemampuan untuk

mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah hal

fundamental dalam filosofi six sigma.

Dibandingkan dengan metode pengendalian kualitas

sebelumnya, six sigma memiliki keunggulan pada fungsi-fungsi

proses, six sigma tidak hanya sekedar berorientasi pada kualitas

produk/jasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional bisnis

dengan penekanan dalam fungsi-fungsi proses.

Six Sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci (Brue,

2002) antara lain (a) cacat (defect), (b) variasi (variation), (c)

krisis terhadap kualitas (ritical-to-quality, CTQ), (c) kemampuan

proses (process capability), dan (d) desain untuk Six Sigma

(design for six sigma, DFSS).

Menurut Peter Pande, dkk, (2000) dalam bukunya The Six Sigma Way :

Team Fieldbook, adalah enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai

strategi bisnis;

1) Benar-benar mengutamakan pelanggan : seperti kita sadari

bersama, penggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti

rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah,

masyarakat umum pengguna jasa.

2) Manajemen yang berdasarkandata dan fakta: bukan berdasarkan

opini, atau pendapat tanpa dasar.

11

Page 12: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

3) Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan; Six Sigma sangat

tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan

manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.

4) Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat

penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan

perubahan.

5) Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antara tim yang harus mulus.

6) Selalu mengejar kesemprnaan.

Dalam Six Sigma ada siklus 5 fase DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Improve, Control) yaitu proses peningkatan terus menerus menuju target six

sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan pengetahuan dan fakta.

DMAIC merupakan suatu proses closed–loop yang menghilangkan langkah–

langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–

pengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju

target six sigma.

3.2 Fase-fase dalam Six Sigma

Fase-fase dalam six sigma meliputi DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Improve, Control) dapat digambarkan dalam siklus berikut ini:

Gambar 1. Siklus Six Sigma

(1) Tahap Define (D)

Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasikan produk dan/atau

proses yang akan diperbaiki dan menentukan sumber daya apa

yang dibutuhkan dalam proyek (perbaikan Six Sigma). Dalam

fase ini tim Six Sigma bertanggung jawab untuk mengidentifikasi

12

Page 13: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

proyek yang potensial, memprioritaskan usaha, dan menentukan

tujuan. Ini biasanya dicapai melalui proses identifikasi

kesempatan, penaksiran, dan prioritas.

(2) Tahap Measure (M)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan critical to quality (CTQ)

yang terkait langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan

dan pengukuran kinerja sekarang dalam ukuran nilai sigma.

Pengukuran yang dilakukan mempertimbangkan setiap dimensi

layanan pada usaha jasa atau dimensi produk dalam industri

manufaktur untuk mengetahui variabel proses yang

mempengaruhi terjadinya penyimpangan yang menyebabkan

terganggunya

kapabilitas proses.

(3) Tahap Analyze (A)

Tahap ini bertujuan untuk menguji data yang dikumpulkan pada

fase measure untuk menentukan daftar prioritas dari sumber

variasi. Dalam fase tersebut tim proyek mendapatkan

pemahaman yang lebih mendalam akan proses yang diukur.

Langkah berikutnya adalah mencari variable utama penyebab

terjadinya kecacatan atau ketidakpuasan yang terjadi saat ini

untuk segera dapat diperbaiki sehingga dapat meminimalkan

terjadinya permasalahan yang sama pada masa akan datang.

Sebagai alat bantu untuk melaksanakan analisis ini dapat

digunakan metode fisbone diagram, brainstorming, statistical

test, modelling&root cause analysis. Pada tahap ini juga

dilakukan konversi banyaknya kegagalan ke dalam kemunginan

terjadinya oportunity cost.

(4) Tahap Improve ( I )

Tahap ini bertujuan untuk mengoptimasi solusi dan

mengkonfirmasi bahwa solusi yang ditawarkan akan memenuhi

atau melebihi tujuan perbaikan dari proyek. Selama fase

tersebut, tim proyek mengoptimasi proses kritis mereka melalui

13

Page 14: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

metode tertentu, misalnya Design of Experiment (DOE) dan

mendesain ulang proses sebagaimana dibutuhkan.

(5) Tahap Control (C)

Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa perbaikan pada

proses, sekali diimplementasikan akan bertahan dan bahwa

proses tidak akan kembali pada keadaan sebelumnya. Dalam

fase ini tim proyek mengkomunikasikan proses baru dan

parameternya ke lapangan. Personel operasional memonitor

proses tersebut dan memastikan bahwa ini berfungsi dalam

batas yang dispesifikasikan. Manajemen perusahaan harus

mempermudah tim proyek dalam mengkomunikasikan proses

baru pada tim operasional dengan batas oparasional yang

diidentifikasi dengan jelas. Pada fase ini juga dilakukan

pendokumentasian akan segala sesuatu tentang proses setelah

melewati fase control.

14

Page 15: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Gambar 2. Siklus DMAIC pada Six SigmaSumber: Pande, P.S., Neuman, R. P.; and Cavanagh, R.R. (2000).

3.3 Manfaat Si x Sigma

Penerapan Six Sigma yang berhasil dapat memberikan manfaat

teerhadap organisasi atau perusahaan, antara lain sebagai berikut :

1) Menurut Cost of loss, perbaikan kualitas dan service produk serta

kepuasan konsumen.

2) Dapat mengurangi secondary process (rework) dan claim.

3) Membuat keputusan berdasarkan data dan tidak hanya berdasar

praduga saja.

4) Dapat diterapkan disegala bidang baik bidang industri maupun

bidang financial.

15

Page 16: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

5) Fokus terhadap 3P (product, Process, People). Tidak hanya produk

dan jasa saja, tapi juga proses dan kualitas sumber daya manusia

dapat mencapai tujuan melalui pengukuran sigma level.

6) Sangat berdampak terhadap investasi

7) Berdampak terhadap biaya

8) Pengolahan data sangat mudah dengan menggunakan statistik.

Melalui analisa data eksperimen hal yang samar menjadi jelas.

Tidak berdasrkan praduha dan pengalaman karena dibantuk dengan

statistic Sofware (Minitab).

Manfaat lain dari penerapan Six Sigma adalah :

1) Meningkatkan pemahaman terhadap konsumen :

a) Memahami perilaku konsumen

b) Memicu kepuasan dan kesetiaan konsumen,

2) Meningkatkan hasil guna (efektivitas);

a) Memenuhi persyaratan konsumen secara konsisten

b) Mengurangi waktu, variasi, dan kesalahan (zero defect),

c) Meningkatkan produktivitas, laba dan pangsa pasar.

3) Memperbaiki efisiensi :

a) Mengurangi biaya karena kesalahan, re-work, inventory, dan

waktu tunggu;

4) Transformasi Manajemen;

a) Membuat keputusan lebih baik dan kolaborasi lebih fokus,

b) Memberikan manfaat kepada konsumen dan stakeholders.

3.4 Penelitian tentang Six Sigma di Pendidikan

Meskipun berbagai akademisi telah ditulis pada six sigma di lembaga-

lembaga akademik, Penelitian memiliki fokus yang sangat sempit. Sementara

beberapa fokus penelitian pada pelaksanaan six sigma untuk membantu

administrator universitas dengan pengambilan keputusan tentang isu-isu seperti

mempertahankan mahasiswa dalam program akademik berdasarkan analisis data

yang luas, yang lain fokus pada mengintegrasikan metodologi six sigma dalam

program akademik (engineering, statistik, dll), sekolah atau perguruan tinggi.

16

Page 17: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Dalam paragraf berikut kita membahas beberapa penelitian kunci dan temuan

mereka.

Beberapa penulis meneliti peran six sigma untuk mendukung pengambilan

keputusan dalam ilmu dan rekayasa program di dua universitas yang berbeda

(Burtner, 2004; Hargrove dan Burge, 2002). Burtner (2004) menyarankan

penggunaan metodologi six sigma pada Mercer University School of Engineering

untuk "memberikan administrator universitas dengan data yang mereka butuhkan

untuk membuat perubahan yang efektif dalam pemrograman dan kebijakan

"Empat proyek diidentifikasi sebagai potensi six sigma proyek di Mercer

University Sekolah Teknik dan isu-isu alamat proyek mulai dari retensi dan

keberhasilan siswa di kelas matematika, pengurangan jumlah. waktu yang

dibutuhkan oleh siswa untuk lulus dari program rekayasa, dan kisah sukses

perempuan sebagai mahasiswa teknik. Sebuah studi percontohan dilakukan untuk

"menilai, mengevaluasi, dan memantau variasi dalam kinerja siswa dalam

kurikulum dan merekomendasikan metode untuk perbaikan" (Hargrove dan

Burge, 2002). Fokusnya adalah pada kinerja minoritas dan kurang terwakili

mahasiswa dalam program sains dan teknik. Six sigma metodologi yang

digunakan dan hasil awal mengidentifikasi tiga faktor: "perlu untuk bantuan

keuangan meningkat, pengembangan fakultas dan peningkatan kualitas instruksi

sebagai penting untuk keberhasilan" yang sangat penting untuk "mempertahankan

para siswa saat ini terdaftar, meningkatkan tingkat kelulusan , dan hasilnya adalah

proses yang lebih efisien memproduksi berkualitas baik insinyur untuk memenuhi

kebutuhan teknologi bangsa kita. "

Penelitian yang dilakukan oleh Jenicke, L.O , Kumar, A. and Holmes,

M.C., (2005) Temuan menunjukkan bahwa struktur unik dari sebuah lembaga

akademis membuat calon yang menarik untuk menerapkan six sigma. Kerangka

bertingkat tiga untuk six sigma dapat digunakan oleh administrator, staf pengajar,

dan mahasiswa sebagai pedoman pelaksanaan. Penelitian tersebut juga

menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan antara lingkungan membuat

implementasi di banyak daerah dalam suatu lembaga akademis adalah suatu

tantangan. Namun, ada keterbatasan penerapan six sigma dalam sebuah

organisasi akademik. Six sigma metodologi telah lebih teliti dikembangkan dan

disempurnakan dalam lingkungan manufaktur daripada sistem pelayanan seperti

17

Page 18: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

di universitas. Implikasi praktisnya membantu untuk merangsang pemikiran

tentang penerapan metodologi manajemen mutu terbukti pengaturan akademik di

mana program peningkatan terstruktur formal seperti six sigma tidak umum

ditemukan.

4. FINAL OPINION

4.1 Cara Melaksanakan Six Sigma Dalam Bidang Pendidikan

Pelaksanan Six Sigma dalam bidang pendidikan berkaitan dengan

program perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Pihak-pihak yang terkait

dengan peningkatan mutu pendidikan adalah mulai dari Kementerian Pendidikan

Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

(LPMP), Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Pengawas Pendidikan, Kepala

Sekolah, Guru, dan Orangtua.

Komponen atau unsur yang berhubungan langsung dengan proses

pendidikan di sekolah adalah pengawas, kepala sekolah, dan guru. Ketiga

komponen ini dapat menggunakan Six Sigma dalam proses peningkatan mutu

pendidikan, mengatasi atau mengurangi masalah. Contoh penerapan Six Sigma

dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut :

1) Pengawas dapat menggunakan Six Sigma dalam pelaksanaan supervisi

baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial,

2) Kepala sekolah dengan tim guru dapat menggunakan Six Sigma dalam

penyelesaian masalah di sekolah, misalnya :

a) Mengatasi masalah siswa yang terlambat,

b) Mengatasi masalah siswa yang tidak menjaga kebersihan

3) Guru dapat menggunakan Six Sigma dalam menyelesaikan masalah

dalam proses pembelajaran di kelas, misalnya :

a) Mengatasi masalah siswa yang menyontek,

b) Mengatasi masalah prestasi siswa yang rendah,

c) Mengatasi masalah ketidak-aktifan siswa dalam proses

pembelajaran.

Seperti disebut sebelumnya, Six Sigma adalah suatu metode yang sangat

terstruktur yang terdiri dari paling sedikit lima tahapan yaitu : Define, Measure,

Analyze, Improve, dan Control yang disingkat DMAIC. Lima tahapan dalam Six

18

Page 19: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Sigma ini harus dilaksanakan oleh setiap komponen yang berperan dalam

peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Berikut ini akan dijelaskan tahapan yang

dapat dilakukan oleh komponen yang berkaitan langsung dengan proses evaluasi

pendidikan di sekolah yaitu pengawas pendidikan.

Salah satu tenaga kependidikan yang berwenang dalam menghubungkan

mutu pendidikan di sekolah adalah pengawas satuan pendidikan. Tugas pokok

pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan

dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik seperti adalah akademik

maupun supervisi manajerial.

Adapun tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah yang

meliputi :

1) Melaksanakan pengawas penyelenggaraan pendidikana di sekolah

sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.

Hal ini berkaitan supervisi manajerial.

2) Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil

prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan. Hal ini berkaitan supervisi akademis.

Ragam kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pengawas

sekolah meliputi :

1) Pelaksanaan analisis kebutuhan

2) Penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja tenaga

3) Penialaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja tenaga

kependidikan lain (Tata Usaha, Laboran, dan pustakawan)

4) Pembinaan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lain.

5) Pemantauan kegiatan sekolah serta sumber daya pendidikan yang meliputi

sarana belajar, prasarana pendidikan, biaya dan lingkungan sekolah.

6) Pengolahan dan analisis data hasil penilaian, pemantauan, dan pembinaan

7) Evaluasi proses dan hasil pengawasan

8) Penyusunan laporan hasil pengawasan

9) Tindak lanjut hasil pengawasan untuk pengawasan berikutnya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan supervisi adalah melalui

tahap-tahap dan pra-observasi, observasi, dan pasca observasi.

1) Pra-observasi (Pertemuan awal) :

19

Page 20: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

a) Menciptakan suasana akrab dengan guru

b) Membuat persiapan yang dibuat oleh guru dan membuat kesepakatan

mengenai aspek yang menjadi fokus pengamatan.

c) Menyepakati instrumen observasi yang akan digunakan.

2) Observasi (Pengamatan Pembelajaran) :

a) Mengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati,

b) Menggunakan instrumen observasi

c) Di samping instrumen, pengawas juga membuat catatan (fiednotes)

yang meliputi perilaku guru dan siswa.

d) Observasi yang dilakukan oleh pengawas tidak mengganggu proses

pembelajaran.

3) Pasa-observasi (Pertemuan Balikan);

a) Dilaksanakan segera setelah observasi,

b) Menanyakan bagaimana pendapat guru mengenai proses pembelajaran

yang baru berlangsung,

c) Menunjukkan data hasil observasi (instrumen dan catatan) – memberi

kesempatan guru mencermati dan menganalisisnya,

d) Mendiskusikan secara terbuka hasil observasi, terutama pada aspek

yang telah disepakati (kontrak) – berikan penguatan terhadap

penampilan guru, Pengawas menghindari kesan menyalahkan.

Usahakan guru mampu memperbaiki kekurangannya.

e) Memberikan dorongan moral bahwa guru mampu memperbaiki

kekuranganannya.

f) Secara bersama-sama menentukan rencana pembelajaran dan supervisi

berikutnya.

Penerapan langkah-langkah Six Sigma oleh pengawas sekolah menurut Husaini

(2012) adalah sebagai berikut :

1) Define

Pada tahap ini pengawas mengidentifikasikan

permasalahan,mendefinisikan spesifikasi pelanggan, dan menentukan

tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu). Inti tahapan ini adalah

menentukan masalah. Dalam hal supervisi, pengawas dapat melakukan

langkah-langkah :

20

Page 21: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

a) Mengidentifikasikan permasalahan dengan menggunakan instrumen,

observasi, wawancara dan dokumentasi.

b) Mengdefinisikan spesifikasi guru berdasarkan hasil pengamatan.

c) Menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu) yaoti

untuk memperbaiki kinerja guru dalam pembelajaran.

2) Measure

Pada tahap ini pengawas menvalidasi permasalahan,

pengukur/menganalisis permasalahan dari data yang ada di mana

pengawas mengidentifikasi permasalahan yang paling dominan yang

dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Melalui tahap ini

pengawas dapat membandingkan antara kenyataan yang

digambarkan/ditunjukkan oleh hasil observasi dengan perilaku ideal yang

seharusnya. Seorang pengawas dapat menentukan apakah seorang guru

sudah “sempurna” atau masih memiliki kekurangan dan dilakukan

pembinaan lebih lanjut.

Data-data hasil instrumen kemudian disusun dalam bentuk tabel

untuk mendapatkan gambaran umum permasalahan. Dari tabel tersebut

dapat dibuat diagram pareto untuk melihat persentasi faktor penyebab

suatu masalah.

3) Analyze

Pada tahap ini pengawas menentukan faktor-faktor yang paling

mempengaruhi proses; artinya mencari satu atau yang kalau itu diperbaiki

akan memperbaiki proses secara dramatis. Pada tahap ini pengawas

menentukan faktor-faktor yang paling dominan yang dialami guru dan

akan menjadi fokus pembinaan pengawas.

Dari diagram pareto pada langkah sebelumnya, pengawas

mempelajari lebih mendalam penyebab yang paling dominan dari suatu

masalah. Langkah ini dapat menggunakan diagram tulang ikan (fishbone).

4) Improve

Pada tahap ini pengawas dan guru yang dibina mendiskusikan ide-

ide untuk memperbaiki sistem pembelajaran berdasarkan hasil analisa

terdahulu. Melalui diskusi ini pengawas dan guru mengidentifikasi

tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses.

21

Page 22: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Selanjutnya menyepakati dan merumuskan jenis tindakan yang akan

dilakukan, dan melakukan percobaan untuk melihat hasilnya. Jika hasilnya

bagus kemudian dibuatkan prosedur bakunya atau SOP (Standard

Operating Procedure).

5) Control

Pada tahap ini pengawas harus membuat rencana dan desain

pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan bisa

berkesinambungan. Dalam tahap ini pengawas membuat semacam metrics

untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun

untuk melakukan perbaikan lagi. Pada tahap ini, pengawas menentukan

alat ukur melihat apakah program kegiatan perbaikan yang telah disepakati

sudah atau belum dilaksanakan sesuai dengan SOP.

4.2 Penerapan Prinsip-Prinsip Integrasi Six Sigma dan TQM dalam Pendidikan

Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha

pendidikan tidak lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan

kepada pelanggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan

tersebut. Mereka yang belajar tersebut bisa merupakan pelajar/murid/peserta

belajar yang biasa disebut klien/pelanggan primer (primary external customers).

Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga

tersebut. Para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga

pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan

mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers).

Pelanggan lainnya yang bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah

maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).

Selain itu, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu

yang berasal dari interen lembaga; mereka itu adalah para guru/guru/tutor dan

tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan

(internal customers). Walaupun para para guru/guru/tutor dan tenaga administrasi,

serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa,

tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen.

Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin 22

Page 23: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

maju dan berkualitas mereka diuntungkan, baik secara kebanggaan maupun

finansial.

Seperti disebut di atas bahwa program peningkatan mutu harus

berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan

suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan diatas.

Kepuasan dan kebanggan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan

pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan

pendidikan.

Menurut Mufidah (2009:94) Aktualisasi TQM dalam lembaga pendidikan

didasarkan pada lima kunci, yaitu: (1) visi (vision), (2) strategi dan tujuan

(strategy and goals), (3) tim (team), (4) alat (tools), (5) three Cs of TQM yang

meliputi: a). budaya (culture), b). komitmen (commitment), c). komunikasi

(communication). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. Aktualisasi TQM dalam Lembaga PendidikanSumber: Mufidah (2009: 95)

Mayer, D.P., et al. (2000) mengatakan bahwa: “ mutu sekolah

mempengaruhi pengetahuan siswa melalui pelatihan dan talenta dari tenaga guru,

apakah berlangsung di dalam ruang kelas, serta seluruh budaya dan atmosfir

sekolah”. Pada ketiga bidang ini ada 13 indikator mutu sekolah yang berkaitan

dengan pengetahuan siswa yang digambarkan di bawah ini:

23

Page 24: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Gambar 4. Indikator-indikator untuk Sekolah dan Hubungannya dengan Pengetahuan Siswa.Sumber: Wijaya (2008:87)

Berdasarkan hal-hal diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa pada intinya

mutu pendidikan merupakan akumulasi dari semua mutu jasa pelayan yang ada di

lembaga pendidikan yang diterima oleh para pelanggannya. Layanan pendidikan

adalah suatu proses yang panjang, dan kegiatannya yang satu dipengaruhi oleh

kegiatannya yang lain. Bila semua kegiatan dilakukan dengan baik, maka hasil

akhir layanan pendidikan tersebut akan mencapai hasil yang baik, berupa “mutu

terpadu”.

Contoh penerapan diagram IPO (input, proses, output) untuk memperbaiki

proses akademik seorang mahasiswa dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5. Diagram IPO dalam Proses Belajar Mahasiswa(Sumber: Manggala, 2005)

Dasar-dasar penerapan TQM di pendidikan adalah sebagai upaya

peningkatan kualitas dalam pelayanan, peningkatan kualitas lulusan, dan

24

Page 25: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

penerapan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), target dalam penerapan TQM

meliputi: (a) tersertifikasi ISO, (b) pembelajaran dengan menggunakan konsep 

Internet, Technology and Computer (ITC), (c) perpustakaan sekolah dengan

menggunakan konsep digital, (d) setiap siswa mampu bersaing di tingkat

internasional dengan menggunakan acuan tes curriculum Cambridge. Penerapan

TQM terhadap empowering (pemberdayaan) Sumber Daya Manusia (SDM)

menuju SBI merupakan sebuah usaha untuk menjaga dan meningkatkan mutu,

serta untuk pemenuhan penerapan program SBI.

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh sekolah dalam penerapan Total

Quality Management (TQM)  terhadap empowering SDM menuju Sekolah

Bertaraf Internasional, antara lain: (a) lulusan yang berkualitas, (b) pelayanan

yang cepat, tepat, dan akuntabel, (c) kemudahan akses informasi, (d) transparansi

pendanaan, (e) efektif dalam pembiayaan. Model peningkatan TQM terhadap

empowering SDM menuju SBI, yaitu: (a) manual mutu, (b) pengendalian

dokumen, (c) penataan ruang lingkup manajemen mutu.

4.3 Hambatan-Hambatan dan Solusi Implementasi Integrasi Six Sigma dan

TQM di Institusi Pendidikan di Indonesia.

Penelitian implementasi metodologi six sigma yang dilakukan oleh

Jenicke, L.O., Kumar, A., Holmes, M.C. (2008) di institusi pendidikan di

Amerika Serikat, belum tentu bisa diterapkan di Indonesia, karena adanya

perbedaan budaya antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Amerika, di

samping itu dukungan stake holder pendidikan juga berbeda. Oleh karena itu perlu

adanya penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi budaya dan tingkat kemajuan

pendidikan serta kesiapan sarana dan prasarana pendukung yang ada di Indonesia.

Beberapa penelitian menyoroti kesulitan menerapkan six sigma dalam

lingkungan universitas. Daftar tantangan unik implementasi six sigma dalam

lingkungan universitas yang dihasilkan meskipun penulis tidak membahas

tantangan (Holmes et al., 2005). Tantangan termasuk kesulitan dalam menentukan

pelanggan untuk sebuah universitas, sifat produk, dan sulitnya mengukur kualitas

dan sistem penghargaan bagi karyawan (Holmes et al., 2005). Hoerl dan Bryce

(2004) membahas status six sigma di universitas-universitas serta pengaruh

25

Page 26: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

potensial dalam lingkungan akademik. Sebagai bukti sukses di banyak organisasi

bisnis, maka sebagian besar di bawah diterapkan dalam pengaturan universitas.

Menerapkan six sigma di universitas adalah sulit karena sifat dari produk

pendidikan tidak berwujud, keragaman tujuan departemen / individu dan sudut

pandang, dan fokus pada administrasi mencari dana untuk program universitas

(Hoerl dan Bryce, 2004). Area aplikasi terbaik mungkin dalam non-akademik

daerah dukungan. Sebuah studi sebelumnya menunjukkan beberapa alasan untuk

kesulitan menerapkan TQM dalam dunia akademis (Bolton, 1995). Alasan

menyatakan itu pelanggan definisi jelas, kurangnya pengukuran kualitas,

penekanan pada individu bukannya prestasi kelompok, keseragaman

memaksakan, oposisi terhadap kerja tim dan resistensi terhadap perubahan.

Meskipun banyak yang telah ditulis tentang six sigma dalam lembaga

akademis, ada studi yang mengidentifikasi faktor-faktor penting untuk

mengimplementasikan six sigma dalam cara yang terorganisasi dan terkoordinasi

di seluruh lembaga akademis. Penelitian ini berfokus pada mengidentifikasi

faktor-faktor penting untuk mengimplementasikan six sigma perusahaan yang luas

di lembaga akademis. Faktor-faktor yang digunakan untuk mengusulkan kerangka

kerja yang komprehensif yang akan memandu institusi akademik berencana untuk

mengimplementasikan six sigma.

Six sigma merupakan pendekatan yang sudah lama diimplementasikan di

dunia bisnis, namun relatif baru diadopsi di dunia pendidikan. Six sigma

memerlukan perubahan atas paradigma manajemen konvensional, komitmen

jangka panjang, kesatuan tujuan dan pelatihan-pelatihan. Adapun hambatan-

hambatan yang kemungkinan dijumpai dalam implementasi six sigma di

pendidikan adalah :

(1) Adanya perbedaan budaya di lingkungan industri manufaktur dengan

lingkungan pendidikan, sehingga diperlukan penyesuaian-penyesuaian.

(2) Keengganan warga pendidikan untuk merubah metode lama ke metode baru.

(3) Belum memahami metodologi six sigma.

(4) Adanya keragu-raguan staf tata usaha dan karyawan dalam menerima konsep

dan implementasi six sigma.

Sebab-sebab umum kegagalan penerapan TQM di dunia pendidikan

menurut Sallis (1993) antara lain mencakup: desain kurikulum yang lemah,

26

Page 27: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan

prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber daya yang

kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai. Sementara sebab-sebab

khusus kegagalan sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti,

meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh kegagalan

komunikasi dan kesalahpahaman.

Sallis (1993) mengemukakan langkah-langkah penting dan sederhana

dalam mengimplementasikan TQM di pendidikan antara lain: (1) kepemimpinan

dan komitmen terhadap mutu harus dari pimpinan, (2) kepuasan pelanggan adalah

tujuan TQM, (3) menunjuk fasilitator mutu, (4) membentuk kelompok pengendali

mutu, (5) menunjuk coordinator mutu, (6) mengadakan seminar manajemen

senior untuk mengevaluasi program, (7) menganalisa dan mendiagnosa situasi

yang ada, (8) menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat

lain, (9) mempekerjakan konsultan eksternal, (9) memprakarsai pelatihan mutu

dari para staf, (10) mengkomunikasikan pesan mutu, (11) mengukur biaya mutu,

(12) mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan kelompok

kerja yang efektif, (13) mengevaluasi program dalam interval yang teratur.

Langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh Sallis di atas dapat

dijadikan sebagai panduan dalam mengimplementasikan TQM di dunia

pendidikan/ sekolah, serta mengatasi kemungkinan masalah-masalah yang akan

terjadi.

5. KESIMPULAN

Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki

proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)

sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan

menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six

Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda

konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan

konsumen menjadi fokus utama.

Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang

mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan

jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain

27

Page 28: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

dalam melaksanakan six sigma. Penerapan six sigma di institusi akademik

berbeda dengan penerapan di industri manufaktur sehingga perlu beberapa

penyesuaian.

Keberhasilan penerapan metodologi dalam sebuah organisasi memerlukan

komitmen dari manajemen puncak dan karyawan. Manajemen puncak menjadi

juara untuk metodologi melakukan sumber daya yang diperlukan yang diperlukan

untuk melembagakan metodologi. Karyawan pada bagian mereka memastikan

bahwa mereka mempelajari, menggunakan dan menghargai metodologi untuk

memastikan keberhasilan pelaksanaannya.

28

Page 29: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Daftar Pustaka

Arcaro, J.S. (1995). Quality in Education: An Implementation Handbook. Florida: St Lucie Press.

Bolton, A. (1995), “A rose by any other name: TQM in higher education”, Quality Assurance in Education, Vol. 3 No. 2, pp. 13-18.

Brue, G. (2005). Six Sigma for Managers. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Burtner, J. (2004), “The adaptation of six sigma methodology to the engineering education enterprise”, Proceedings of the ASEE Southeast Section Conference 4-6 April 2004, Auburn, AL, available at:http://cee.citadel.edu/aseese/proceedings/ASEE2004/ASEE2004SE.htm

Crosby, P. B. (1978). Quality is free: the art of making quality certain. New York: Mc. Graw Hill Book Company.

Deming, W. Edwards. (1986). Out of the Crisis. Cambridge: Cambridge University Press.

Departemen Pendidikan Nasional (2009). Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik. Jakarta : Dirjen PMPTK.

Eko Supriyanto, (2006). Pedoman Pelaksanaan Supervisi Klinis di Sekolah. Jakarta PMPTK.

Gaspersz Vincent. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, V. (2001). Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

George, M.L., (2008). Lean Six Sigma for Service: How to Use Lean Speed and Six Sigma Quality to Improve Services and Transactions. New York: MCGraw-Hill.

Goetsch, D. and Davis, S. (2000). Quality Management: Introduction to Total Quality Management for Production, Processing, and Services. Prentice Hall, Englewood Clifffs, NJ.

Hargrove, S.L. and Burge, L. (2002), “Developing a six sigma methodology for improving retention in engineering education”, Proceedings of the 32nd

ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference, November 6-9, Boston, MA, pp. 20-4.

Hidayat, Anang. (2007). Strategi Six Sigma: Peta Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis. Jakarta: Elex Media Computindo.

Hoerl, R. and Bryce, G.R. (2004), “What influence is the six sigma movement having in universities? What influence should it be having?”, ASQ six sigma Forum Magazine, Vol. 3 No. 2, p. 37.

Jenicke, L.O , Kumar, A. and Holmes, M.C., (2005), “A framework for applying six sigma improvement methodology in an academic environment”, Issues in The TQM Journal Vol. 20 No. 5, 2008 pp. 453-462.

Lam, M.Y., Poon, G.K.K, and Chin, K.S. 2008. An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM Culture. International Journal of Quality and Reliability Management, Vol. 25 No. 3, 2008, p 238-255.

Manggala, D. (2005). Mengenal Six Sigma secara Sederhana.Mayer, D.P., et al. (2000). Monitoring School Quality: An Indicators Report.

US: US Department of Education.29

Page 30: Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT

Mc Adam, R., Leitch, C. and Harisson, R. (1998). The Link between Organizational Learning and Total Quality: A Critical Review. Journal of European Industrial Training, Vol. 22 No.2 pp. 8-11.

Mufidah, L.N . (2009). Aktualisasi TQM dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Tadris, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009, halaman 91-105.

Pande, P.S., Neuman, R. P.; and Cavanagh, R.R. (2000). The Six Sigma Way-How GE, Motorola, and Top Companies are Honing Their Performance. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas

Sekolah/Madrasah.Salis, E. (1993). Total Quality Management in Education. Kogan Page LondonSyafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep,

Strategi dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Usman, H. (2012). Six Sigma. Materi Kuliah Program Magister Manajemen

Universitas Gadjah Mada.Wijaya, D. (2008). Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam

Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur, No.10/Tahun ke-7, Juni 2008, hal. 84-94.

30