Upload
ria-widia
View
4.012
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
31 Oktober 2014
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada yang mengatakan bahwa antara filsafat dan agama memiliki
hubungan. Baik filsafat dan agama mempunyai tujuan yang sama yaitu
memperoleh kebenaran. Manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap
kejadian yang disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu
mungkin terwujud dengan sendirinya secara kebetulan saja, tanpa sebab.
Hasrat ingin tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap sebab-
sebab ini memaksa kita menyelidiki bagaimana benda-benda di alam ini muncul,
dan menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan. Kita dipaksa untuk bertanya
“Apakah alam semesta ini, dengan seluruh bagiannya yang saling berkaitan yang
benar-benar membentuk satu kesatuan sistem yang besar itu, terwujud dengan
sendirinya, ataukah ia memperoleh wujudnya dari sesuatu yang lain?”
Dalam makalah ini penulis berusaha mencoba menjelaskan secara
sederhana mengenai filsafat, ilmu pengetahuan dan agama. Dimana dalam
makalah ini penulis berusaha memecahkan dua masalah tentang kedudukan
filsafat dan agama serta bagaimana relasi antara filsafat dan agama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa yang dimaksud dengan agama?
3. Adakah persamaan dan perbedaan antara filsafat dan agama?
2
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT DAN AGAMA (PERSAMAAN DAN PERBEDAANNYA)
A. Pengertian Filsafat
Salah satu kebiasaan dunia penelitian dan keilmuan, berfungsi bahwa
penemuan konsep tentang sesuatu berawal dari pengetahuan tentang
satuan-satuan. Setiap satuan yang ditemukan itu dipilah-pilah, dikelompokkan
berdasarkan persamaan, perbedaan, ciri-ciri tertentu dan sebagainya.
Berdasarkan penemuan yang telah diverifikasi itulah orang merumuskan
definisi tentang sesuatu itu.
Dalam sejarah perkembangan pemikirian manusia, filsafat juga bukan
diawali dari definisi, tetapi diawali dengan kegiatan berfikir tentang segala
sesuatu secara mendalam. Orang yang berfikir tentang segala sesuatu itu
tidak semuanya merumuskan definisi dari sesuatu yang dia teliti, termasuk
juga pengkajian tentang filsafat.
Jadi ada benarnya Muhammad Hatta dan Langeveld mengatakan
"lebih baik pengertian filsafat itu tidak dibicarakan lebih dahulu. Jika orang
telah banyak membaca filsafat ia akan mengerti sendiri apa filsafat
itu.1 Namun demikian definisi filsafat bukan berarti tidak diperlukan. Bagi
orang yang belajar filsafat definisi itu juga diperlukan, terutama untuk
memahami pemikiran orang lain.
Penggunaan kata filsafat pertama sekali adalah Pytagoras sebagai
reaksi terhadap para cendekiawan pada masa itu yang menamakan dirinya
orang bijaksana, orang arif atau orang yang ahli ilmu pengetahuan. Dalam
membantah pendapat orang-orang tersebut Pytagoras mengatakan
pengetahuan yang lengkap tidak akan tercapai oleh manusia.2
1 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai James, (Bandung: Rosdakarya, 1994), hlm. 8. 2 H.A. Dardiri, Humaniora, Filsafat dan Logika, (Jakarta : Rajawali Press, 1986), hlm. 9.
3
Semenjak semula telah terjadi perbedaan pendapat tentang asal kata
filsafat. Ahmad Tafsir umpamanya mengatakan filsafat adalah gabungan dari
kata philein dan sophia. Menurut prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari
kata yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan shopos
dalam arti hikmat (wisdom). Orang arab memindahkan kata yunani
philoshopia kedalam bahasa mereka dengan menyesuaikan dengan tabiat
susunan kata-kata arab yaitu falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah, dengan
fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusya menjadi
falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia,
menurut Prof. Dr. Nasution bukan berasal dari kata arab falsafah dan bukan pula
dari kata barat philoshopy. Disini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari
kata barat dan safah dari kata arab. Dari pengertian secara etimologi itu, ia
memberikan definisi filsafat sebagai berikut:
Pengetahuan tentang hikmah
Pengetahuan tentng prinsip atau dasar-dasar
Mencari kebenaran
Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat adalah “berfikir
menurut tata tertib (logika) dengan bebas tidak terikat pada tradisi, dogma serta
agama dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalannya. 3
Dalam al-Quran kata filsafat tidak ada, yang ada hanya adalah kata
hikmah. Pada umumnya orang memahami antara hikmah dan kebijaksanaan
itu sama, pada hal sesungguhnya maksudnya berbeda. Harun Hadiwijono
mengartikan kata philosophia dengan mencintai kebijaksanaan4, sedangkan
Harun Nasution mengartikan dengan hikmah5. Kebijaksanaan biasanya
diartikan dengan pengambilan keputusan berdasarkan suatu pertimbangan
3 Harun nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang: 1973). 4 Harun Hadiwijono, Sari-Seri Sejarah Filsafat Barat I, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 7. 5 Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm. 9.
4
tertentu yang kadang-kadang berbeda dengan peraturan yang telah
ditentukan. Adapun hikmah sebenarnya diungkapkan pada sesuatu yang
agung atau suatu peristiwa yang dahsyat atau berat.
Herodotus mengatakan filsafat adalah perasaan cinta kepada ilmu
kebijaksanaan dengan memperoleh keahlian tentang kebijaksanaan itu6.
Plato mengatakan filsafat adalah kegemaran dan kemauan untuk
mendapatkan pengetahuan yang luhur. Aristoteles (384-322 sm) mengatakan
filsafat adalah ilmu tentang kebenaran. Cicero (106-3 sm.) mengatakan
filsafat adalah pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Thomas Hobes (1588-1679 M) salah seorang filosof Inggris
mengemukakan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan hubungan
hasil dan sebab, atau sebab dan hasilnya dan oleh karena itu terjadi
perubahan. R. Berling mengatakan filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang
bebas diilhami oleh rasio mengenai segala sesuatu yang timbul dari
pengalaman-pengalaman.7
Alfred Ayer mengatakan filsafat adalah pencarian akan jawaban atas
sejumlah pertanyaan yang sudah semenjak zaman Yunani dalam hal-hal
pokok. Pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang dapat diketahui dan
bagaimana mengetahuinya, hal-hal apa yang ada dan bagaimana
hubungannya satu sama lain. Selanjutnya mempermasalahkan apa-apa yang
dapat diterima, mencari ukuran-ukuran dan menguji nilai-nilainya apakah
asumsi dari pemikiran itu dan selanjutnya memeriksa apakah hal itu berlaku.
Immanuel Kant (1724-1804 M) salah seorang filosof Jerman
mengatakan filsafat adalah pengetahuan yang menjadi pokok pangkal
pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: Apa yang
dapat diketahui? Jawabnya : Metafisika. Apa yang seharusnya diketahui?
Jawabnya : Etika. Sampai di mana harapan kita ? Jawabnya : Agama. Apa
manusia itu? Jawabnya Antropologi.8 Jujun S Suriasumantri mengatakan
6 Hamzah Ya`qub, Filsafat Agama, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hlm. 3. 7 Gerard Beekman, Filsafat para Foloosf Berfilsafat, diterjemahkan oleh R. A. Rifai dari Filosofie, Filosofen, dan Filosoferen, (Jakarta : Erlangga, 1984), hlm. 14. 8 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 9.
5
bahwa filsafat menelaah segala persoalan yang mungkin dapat dipikirkan
manu-sia.9 Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir, filsafat
mempermasalahkan hal-hal pokok, terjawab suatu persoalan, filsafat mulai
merambah pertanyaan lain.
Ir. Poedjawijatna mengatakan filsafat adalah ilmu yang berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran belaka. Titus memberikan difinisi bahwa filsafat itu adalah sikap kritis,
terbuka, toleran, mau melihat persoalan tanpa prasangka10.
Kattsoff mengemukakan filsafat, ialah ilmu pengetahuan yang dengan
cahaya kodrati akal budi mencari sebab-sebab yang pertama atau azas-
azas yang tertinggi segala sesuatu. Filsafat dengan kata lain merupakan ilmu
pengetahuan tentang hal-hal pada sebab-sebabnya yang pertama termasuk
dalam ketertiban alam11. Selain itu Liang Gie mengemukan metode yang
berbeda dalam pembahasan ini. Penulis itu meninjau filsafat dan segi pelaku
filsafat sendiri. Menurutnya pelaku filsafat itu terdiri atas beberapa kelompok,
antara lain : pengejek filsafat, peminat filsafat, penghafal filsafat, sarjana
filsafat, pengajar filsafat, dan pemikir filsafat yaitu seorang pemikir dalam
bidang filsafat (filosof). Filosof ialah seorang yang senantiasa memahami
persoalan-persoalan filsafat dan terus menerus melakukan pemikiran
terhadap jawaban-jawaban dari persoalan-persoalan itu dari waktu ke waktu
dan diungkapkan dalam bentuk lisan maupun tulisan.12
Itulah di antara definisi yang dikemukakan oleh filosof. Perbedaan itu
definisi itu menimbulkan kesan bahwa perbedaan itu disebabkan oleh
berbagai factor. Tetapi walaupun telah terjadi berbagai pemikiran dalam
filsafat yang berbentuk umum menjadi berbagai bidang filsafat tertentu,
ternyata ciri khas filsafat itu tidak hilang, yaitu pembahasan bersikap radikal,
sistematis, universal dan bebas.
9 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Sinar Harapan, 1995), hlm. 25. 10 Titus (dkk.), Living Issues in Philosophy, (New York: De Vand Nostrand Company), hlm.7. 11 Kattsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, terjemahan dari Element of Philosophy, oleh Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992, hlm. 67. 12 Dardiri, op. cit., hlm. 12.
6
B. Pengertian Agama
Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit “a” yang berarti tidak dan
“gam” yang berarti pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun dalam
kehidupan manusia13. Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu
ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan
hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat. Kata religi berasal dari
bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Di sisi lain
kata religi berasal dari religare yang berarti mengikat.
Sidi Gazalba mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata relegere
asal kata relgi mengandung makna berhati-hati hati-hati. Sikap berhati-hati ini
disebabkan dalam religi terdapat norma-norma dan aturan yang ketat. Dalam
religi ini orang Roma mempunyai anggapan bahwa manusia harus hati-hati
terhadap Yang kudus dan Yang suci tetapi juga sekalian tabu14.
Selain itu dalam al-Quran terdapat kata din yang menunjukkan
pengertian agama. Kata din dengan akar katanya dal, ya’, dan nun
diungkapkan dalam dua bentuk yaitu din dan dain. Al-Quran menyebut
kata din ada menunjukkan arti agama dan ada menunjukkan hari kiamat,
sedangkan kata dain diartikan dengan utang.
Edgar Sheffield Brightman15 mengatakan bahwa agama adalah suatu
unsur mengenai pengalaman-pengalaman yang dipandang mempunyai nilai
yang tertinggi, pengabdian kepada suatu kekuasaan-kekuasaan yang
dipercayai sebagai sesuatu yang menjadi asal mula, yang menambah dan
melestarikan nilai-nilai, dan sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan
serta pengabdian tersebut, baik dengan jalan melakukan upacara-upacara
yang simbolis maupun melalui perbuatan-perbuatan yang lain yang bersifat
perseorangan, serta yang bersifat kemasyarakatan.
13 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1979), cet. ke-1, hlm. 9. 14 Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama , (Jakarta : Bulan Bintang,
1978), hlm. 100. 15 E. S. Brightman dalam A Philosophy of Religion. New York Prentice Hall Inc 1950 halaman 71 sebagaimana dikutip oleh Louis O. Kattsoff dalam Element of Philosophy diterjemahkan Soejono
Soemargono dalam Pengantar Filsafat. Tiara Wacana Jogyakarta 1989 halaman 448.
7
Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan agama yang diambil dari
pengertian din al-haq ialah sistem hidup yang diterima dan diredai Allah ialah
sistem yang hanya diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia tunduk
dan patuh kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berba-ai aspek
kehidupan, termasuk akidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang
disyari`atkan Allah untuk manusia.16
Harun Nasution mengemukakan delapan definisi untuk agama, yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan
yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan kepada sesuatu ikatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini berasal
dari suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang Rasul.
Jika disimpulkan, definisi-definisi agama itu menunjuk kepada kuatan
gaib yang ditakuti, disegani oleh manusia, baik oleh kekuasaan maupun
karena sikap pemarah dari yang gaib itu. Dari delapan difinisi di atas dapat
diklasifikasikan bahwa terdapat empat hal penting dalam setiap agama, yaitu:
16 Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, terjemahan dari Turuq al-Ta`lim al-Tarbiyah al-Islamiyyah, (Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1984-1985), hlm. 8.
8
Pertama, kekuatan gaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat
pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh sebab itu, manusia
merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut.
Hubungan baik itu dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan
kekuatan gaib itu.
Kedua keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan
hidup akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib
itu. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan,
yang dicari akan hilang pula.
Ketiga respon yang bersifat emosionil dari manusia. Respon itu bisa
berupa rasa takut seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau
perasaan cinta seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme.
Selanjutnya respon mengambil bentuk penyembahan yang terdapat di dalam
agama primitif, atau pemujkaan yang terdapat dalam agama menoteisme.
Lebih lanjut lagi respon itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Keempat paham adanya yang kudus (sacred) dan suci dalam bentuk
kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama
itu dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.17
Setelah diketahui pengertian masing-masing dari agama dan filsafat,
perlu diketahui apa sebenarnya pengertian filsafat agama. Harun Nasution
mengemukakan bahwa filsafat agama adalah berfikir tentang dasar-dasar
agama menurut logika yang bebas. Pemikiran ini terbagi menjadi dua bentuk,
yaitu:
Pertama membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa
terikat kepada ajaran agama, dan tanpa tujuan untuk menyatakan kebenaran
suatu agama. Kedua membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis
dengan maksud untuk menyatakan kebenaran suatu ajaran agama atau
sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama
tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika. Dasar-dasar agama
17 Harun Nasution, Islam Ditinjau, hlm. 11.
9
yang dibahas antara lain pengiriman rasul, ketuhanan, roh manusia,
keabadian hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, soal kejahatan, dan
hidup sesudah mati dan lain-lain.
C. Persamaan dan Perbedaan Agama Dan Filsafat
Plato (427-348 SM) yang belum sampai kepada meyakini adanya
Tuhan, dan baru berada dalam tingkat mencari sesuatu yang abadi sebagai
pencipta pertama dari alam ini mengatakan bahwa filsafat adalah mencari
hakikat kenebaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382-322 SM) yang lebih
menitikberatkan penyelidikannya kepada pembagian ilmu filsafat
menerangkan bahwa filsafat adalah semacam ilmu pengetahuan yang
mengandung kebenaran mengenai ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika. Selain itu ia juga mengatakan bahwa
filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran pertama, segala yang maujud
dan ilmu tentang segala yang ada yang menunjukkan penggerak pertama.18
Selanjutnya mengarahkan filsafat Islam ke arah persesuaian antasa
filsafat dan agama. Filsafat berlandaskan akal pikiran sedang agama
berrdasarkan wahyu. Logika adalah model filsafat; sedangkan iman, yang
merupakan kepercayaan kepada hakikat-hakikat adalah merupakan jalan
agama.19
Saifullah memberikan ikhtisar dalam bagan yang lebih terperinci
mengenai perbedaan (perbandingan) antara agama dan filsafat.
Table perbandingan antara agama dan filsafat
Agama Filsafat
a. Agama adalah unsur mutlak
dan sumber kebudayaan.
a. Filsafat adalah salah satu unsur
kebudayaan.
18 Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Sala: Ramadhani, cet. II, 1982), hlm. 8. 19 Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet III,
1995), hlm. 10-11.
10
b. Agama adalah ciptaan Tuhan.
c. Agama adalah sumber-sumber
asumsi dari filsafat dan ilmu
pengetahuan (science).
d. Agama mendahulukan
kepercayan dari pada
pemikiran.
e. Agama mempercayai akan
adanya kebenaran dan
khayalan dogma-dogma
agama.
b. Filsafat adalah hasil spekulasi
manusia
c. Filsafat menguji asumsi-asumsi
science, dan science mulai dari
asumsi tertentu.
d. Filsafat mempercayakan
sepenuhnya kekuatan daya
pemikiran (rasionalitas).
e. Filsafat tidak mengakui dogma-
dogma agama sebagai kenyataan
tentang kebenaran.
Dengan demikian terlihat bahwa peran agama dalam meluruskan filsafat
yang spekulatif terhadap kebenaran mutlak yang terdapat dalam agama.
Sedangkan peran filsafat terhadap agama adalah membantu keyakinan manusia
terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis.20
Berdasarkan referensi yang ada, perbedaan antara agama dan filsafat
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Obyek material (lapangan)
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang
ada (realita).
Agama dipraktekkan oleh orang yang beriman
2. Obyek formal (sudut pandangan)
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian
dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan
mendasar.
Agama memberikan kejelasan tentang fenomena yang terjadi
20 A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm
127.
11
3. Cara mendapatkan sesuatu
Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang
menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, kegunaan
filsafat timbul dari nilainnya
Agama dilakukan dengan melihat sumber-sumber hukum agama
yang terkait yang sudah dipastikan kebenarannya karena
bersumber dari Tuhan.
4. Isi yang dimuat
Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam
berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari
Agama, memperjelas tentang semua yang terjadi di alam ini
bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan yang sudah digariskan
oleh Tuhan
5. Hal yang ditunjukan
Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan
mendalam sampai mendasar (primary cause)
Agama memberikan kejelasan tentang semua yang terjadi
6. Sumber
Filsafat bersumber pada kekuatan akal
Agama bersumber pada wahyu.
7. Sebab terjadinya
Filsafat didahului oleh keraguan
Agama diawali oleh keyakinan dan keimanan
8. Metode Pencapaian Kebenaran
Filsafat dengan wataknya sendiri yang menghampiri kebenaran,
baik tentang alam maupun tentang manusia (yang belum atau
tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas batas
jangkauannya), ataupun tentang tuhan.
12
Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas segala
persoalan asasi yang dipertanyakan manusia ataupun tentang
tuhan.21
Filsafat dan agama mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh
kebenaran. Walaupun dalam mencari kebenaran tersebut baik filsafat maupun
agama mempunyai caranya sendiri-sendiri. Filsafat dengan wataknya
menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu. Sedangkan agama dengan kepribadiannya memberikan
persoalan atas segala persoalan yang dipertanyakan manusia, baik tentang
alam, manusia maupun tentang Tuhan.22
Al-Kindi lebih lanjut mengatakan bahwa filsafat dan agama sama-sama
tidak bisa bertentangan, oleh karena filsafat dan agama sama-sama membawa
informasi tentang kebenaran. Persamaan antara keduanya terlihat pula pada
pemakaian akal. Filsafat mempergunakan akal, dan agama di samping berdasar
pada wahyu juga mempergunakan akal. Selanjutnya filsafat berusaha membahas
kebenaran pertama (al-haqq al-awwal) dan agama juga membahas tentang hal
itu. dikatakan pula bahwa filsafat yang paling tinggi adalah filsafat yang
membahas al-haqq al-awwal itu, dan dalam Islam membahas soal Tuhan sangat
diwajibkan.23
21 http://ceritabersama-tati.blogspot.com/2012/12/persamaan-dan-perbedaan-antara-
fi lsafat.html 22 ibid, hlm. 128. 23 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet. II, 1978),
hlm. 15-16.
13
KESIMPULAN
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki fakta-fakta, prinsip-
prinsip hakikat yang sebenarnya, yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Filsafat dan agama mempunyai persamaan, diantaranya :
1. Bertujuan sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang
sama, yaitu kebenaran.
2. Mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-
lengkapnya sampai ke-akar-akarnya.
3. Memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada
antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan
sebab-akibatnya.
4. Memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
5. Mempunyai metode dan sistem.
6. Memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari
hasrat manusia (obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih
mendasar.
Di sisi lain, agama dan filsafat juga mempunya perbedaan. Perbedaan
tersebut didasarkan pada obyek material (lapangan), obyek formal (sudut
pandangan), cara mendapatkan sesuatu, isi yang dimuat, hal yang ditunjukan,
sumber, sebab terjadinya, dan ,etode pencapaian kebenaran masing-masing
aspek.
14
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad, 1994, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai
James, Bandung: Rosdakarya.
H.A. Dardiri, 1986, Humaniora, Filsafat dan Logika, Jakarta : Rajawali
Press.
Nasution, Harun, 1973, Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Hadiwijono, Harun, 1991, Sari-Seri Sejarah Filsafat Barat I, Yogyakarta:
Kanisius.
Nasution, Harun, 1983, Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Ya`qub, Hamzah, 1991, Filsafat Agama, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Gazalba, Sidi, 1978, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan
Agama, Jakarta : Bulan Bintang
Nata, Abuddin, 1995, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Harun Nasution, 1978, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta:
Bulan Bintang.
http://ceritabersama-tati.blogspot.com/2012/12/persamaan-dan-
perbedaan-antara-filsafat.html