Upload
ana-safrida
View
5.875
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Filsafat Pendidikan
Citation preview
Makalah Filsafat Pendidikan
FILSAFAT-FILSAFAT MODERN DAN PEMBAHASAN PENDIDIKAN
Disusun Oleh:
Ana Safrida
(261121399)
Dosen Pembimbing: Husnizar, M.Ag
FAKULTAS TARBIYAH MATEMATIKAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan
yang terjadi selama dua abad, yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance1.
Para filosof zaman modern ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka
corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern dengan
demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad Pertengahan.
Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu
pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh
Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu
terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak
mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya
sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta
Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut2.
Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa
akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga
pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang
dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya.
Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan
lahir dunia baru yang penghuninya dapat merasa puas atas dasar kepemimpinan akal yang
sehat. Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu
kesadaran atas yang individual dan yang konkret.
1 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Cet.V, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 1092 Rizal Mustansyir dan Misnal M., Filsafat Ilmu (Cet.VII, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 58-59
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya Filsafat Modern
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara
mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Asal filsafat ada tiga,
yakni keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.
Sesungguhnya pemikiran filsafat banyak dipengaruhi oleh lingkungan.
Perkembangan filsafat terdiri dari berbagai zaman yang merupakan usaha untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani – Romawi). Pada zaman modern ini
manusia dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
Tidak mudah menentukan batas yang jelas mengenai akhir zaman pertengahan
dan awal yang pasti dari zaman modern. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan para
ahli sejarah tentang peralihan zaman pertengahan ke zaman modern. Sebagian ahli sejarah
berpendapat bahwa zaman pertengahan berakhir ketika Konstantinopel ditaklukkan oleh
Turki Usmani pada tahun 1453 M. Peristiwa tersebut dianggap sebagai akhir zaman
pertengahan dan titik awal zaman modern.
Ada juga yang berpendapat bahwa penemuan benua Amerika oleh Columbus
pada tahun 1492 M., menandai awal zaman modern. Para ahli yang lain cenderung
menganggap era gerakan reformasi keagamaan yang dimotori oleh Martin Luther pada
tahun 1517 M., sebagai akhir zaman pertengahan.
Namun mayoritas ahli sejarah mengatakan bahwa akhir abad ke 14 sekaligus
menjadi akhir zaman pertengahan yang ditandai oleh suatu gerakan yang disebut
renaissance pada abad ke 15 dan 16. Dengan demikian abad ke 17 menjadi bagian awal
dari zaman filsafat modern3.
B. Aliran-Aliran Pokok Dalam Filsafat Modern
Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad
ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran, diantaranya:
1. Rasionalisme
3 Mahmutd Hamdiy Zaqzutq, Diratsatt fi al-Falsafat al-Haditsah (Cet. II, Kairo: Dar al-Tibat‘at al-Muhammadiyyah, 1988), hlm. 16
Rene Descartes (1596-1650) yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat
bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang
diperoleh lewat akal-lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan
ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang
dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan
diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima, tetapi ternyata
tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titik
tolak pemikiran yang pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sum
(saya ragu-ragu berarti saya berpikir, dan oleh karena itu saya ada). Jelasnya, bertolak
dari keraguan untuk mendapat kepastian4.
Selain Descartes, rasionalisme abad 17 memiliki beberapa tokoh sentral seperti
Spinoza (1632-1677), Lebnis (1648-1716). Kebanyakan para filosof rasionalis tetap
mempertahankan eksistensi Tuhan, walaupun tetap terjadi pemisahan radikal antara alam
dengan Tuhan.
Contoh ilmu ukur (geometri) adalah salah satu contoh favorit kaum rasionalis.
Mereka berdalih bahwa aksioma dasar geometri seperti, “sebuah garis lurus merupakan
jarak yang terdekat antara dua titik”, adalah idea yang jelas dan tegas yang baru kemudian
dapat diketahui oleh manusia. Dari aksioma dasar itu dapat dideduksikan sebuah sistem
yang terdiri dari subaksioma-subaksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan
yang formal dan konsisten yang secara logis tersusun dalam batas-batas yang telah
digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti5.
2. Empirisme
Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Oleh
karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang
terhadap filsafat mulai merosot.
4 Asmoro Achmadi, op. cit., hlm. 111-1125 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif (Cet. XVI, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 100-101.
Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada
sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian
beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat
indera, dan inderalah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan
nama empirisme.
Empirisme berasal dari kata empeira yang berarti kepercayaan terhadap
pengalaman. Jadi empirisme merupakan pandangan atau sikap yang menekankan pada
peranan pengalaman dalam mencari pengetahuan.
3. Kritisisme
Filsafat kritisisme disebut juga filsafat zaman pencerahan (Aufklarung), muncul
abad ke-18 dimana lahirnya filsafat kritisme ini dilatarbelakangi pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme.
Dan seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba
menyelesaikan persoalan ini dengan sebuah analisa. Pada awalnya Kant mengikuti
rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme.
Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian
dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal
(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung
terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiri)6.
C. Pengaruh Filsafat Dalam Pengembangan Pendidikan
Setiap anak yang dilahirkan pada hakikatnya sudah mempunyai potensi masing-
masing, atau kodrat alam (menurut istilah Ki Hajar Dewantara). Disadari atau tidak, sejak
kecil kita sudah menerima pendidikan dari orang tua tentang banyak hal. Orang tua kita
adalah guru pertama kali dalam hidup hingga kita menjadi seorang yang dewasa. Seiring
berjalannya waktu, tidak hanya lingkungan keluarga saja yang kita tahu, kita mengenal
lingkungan masyarakat, bahkan lingkungan negara. Sehingga kita tahu betapa pentingnya
proses pendidikan bagi manusia di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, agama dan
bangsa.
6 Asmoro Achmadi, op. cit., hlm. 115
Berbicara tentang pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban
manusia. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-
budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh
pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia.
Dengan demikian, pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan
hidup dan sejalan dengan dinamika serta perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagai
akibat logisnya, maka pendidikan senantiasa mengandung pemikiran dan kajian baik
secara konseptual dan operasionalnya, sehingga diperoleh relevansi dan kemampuan
menjawab tantangan serta memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat
manusia.
Dengan menganalisa berbagai filsafat, seperti filsafat yunani, barat dan lainnya,
maka muncullah berbagai macam disiplin ilmu dengan menggunakan filsafat. Sehingga
berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang ini menemukan
kembali relevansinya dan berkemampuan untuk menjawab persoalan-persoalan yang
dihadapai umat manusia.
Pendekatan filsafat diperlukan seiring dengan perkembangan pendidikan. Karena
problematika pendidikan yang bersifat filosofis memerlukan jawaban yang filosofis pula.
Di samping itu filsafat pendidikan bisa didekati dengan ide-ide filosofis yang diterapkan
untuk memecahkan masalah pendidikan.
Salah satu contoh masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan untuk
menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Akibatnya? Ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi
miskin aplikasi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha
sadar yang dilakukan diseluruh aspek kehidupan, baik orang-orang terdekat maupun
masyarakat, baik yang formal maupun nonformal, dengan tujuan merubah kebiasaan-
kebiasaan yang tidak baik menjadi kebiasaan yang baik demi terbentuknya pribadi
manusia yang baik dan berkualitas selama manusia tersebut menjalani kehidupannya.
Jadi, untuk memahami arti pendidikan yang seutuhnya harus ada keseimbangan
antara pendidikan formal dan nonformal. Karena pendidikan formal sangat penting dalam
membentuk sikap pada diri manusia. Namun, pendidikan nonformal sering
dinomorduakan dibanding pendidikan formal. Oleh karena itu, banyak persoalan-
persoalan muncul di lingkungan sekitar, yang terkadang muncul dari orang yang
berpendidikan tinggi, namun tidak mempunyai sikap yang baik.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah
yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman
maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat Modern, dimana Istilah modern berasal dari kata latin “moderna” yang
artinya “sekarang”, “baru” atau “saat kini”. Dari pengertian dasar tersebut kita dapat
mengasumsikan bahwa didalam kehidupan modern muncul kesadaran waktu akan era
yang baru.
Pada zaman modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak
keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna pemikiran filsafat sufisme Yunani,
sedikit pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul pada garis besarnya adalah
rasionalisme, empirisme dan kritisisme. Dan paham-paham yang merupakan pecahan dari
aliran itu.
Filsafat yang lahir di zaman sekarang, sebenarnya tidak berbeda jauh dari filsafat
zaman modern. Karena pada dasarnya, filsafat yang muncul di masa sekarang merupakan
pengembangan dari ajaran filsafat yang telah ada di zaman filsafat modern, dan kini
mengalami sintesis yang menjadikan jumlahnya menjadi relative lebih sedikit daripada
aliran filsafat zaman modern.