12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Termodinamika berasal dari bahasa Yunani: thermos = panas and dynamic = perubahan, dengan kata lain termodinamika adalah fisika energi, panas, kerja, entropi dan kespontanan proses. Termodinamika berhubungan dekat dengan mekanika statistik di mana banyak hubungan termodinamika berasal. Jadi, secara kompleks termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik secara alami maupun hasil rekayasa teknologi. Selain itu, energi di alam semesta bersifat kekal, tidak dapat dimusnahkan atau dihilangkan, yang terjadi adalah perubahan energi dari satu bentuk menjadi bentuk lain tanpa ada pengurangan atau penambahan. Hal ini erat hubungannya dengan hukum–hukum dasar pada termodinamika. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang hokum-hukum termodinamika . Hukum termodinamika kebenarannya sangat umum, dan hukum-hukum ini tidak bergantung kepada rincian dari interaksi atau sistem yang diteliti. Ini berarti mereka dapat diterapkan ke sistem di mana seseorang tidak tahu apa pun kecuali perimbangan transfer energi dan wujud di antara mereka dan lingkungan.

Hukum Termodinamika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hukum Termodinamika

BAB I

PENDAHULUAN 

 1.1 Latar Belakang

Termodinamika berasal dari bahasa Yunani: thermos = panas and dynamic =

perubahan, dengan kata lain termodinamika adalah fisika energi, panas, kerja, entropi

dan kespontanan proses. Termodinamika berhubungan dekat dengan mekanika

statistik di mana banyak hubungan termodinamika berasal. Jadi, secara kompleks

termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesifik membahas tentang

hubungan antara energi panas dengan kerja.

Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik secara alami maupun

hasil rekayasa teknologi. Selain itu, energi di alam semesta bersifat kekal, tidak dapat

dimusnahkan atau dihilangkan, yang terjadi adalah perubahan energi dari satu bentuk

menjadi bentuk lain tanpa ada pengurangan atau penambahan. Hal ini erat

hubungannya dengan hukum–hukum dasar pada termodinamika. Dalam makalah ini

kami akan membahas tentang hokum-hukum termodinamika . Hukum termodinamika

kebenarannya sangat umum, dan hukum-hukum ini tidak bergantung kepada rincian

dari interaksi atau sistem yang diteliti. Ini berarti mereka dapat diterapkan ke sistem di

mana seseorang tidak tahu apa pun kecuali perimbangan transfer energi dan wujud di

antara mereka dan lingkungan.

Page 2: Hukum Termodinamika

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hukum Ke-nol Termodinamika

Perasaan melalui sentuhan adalah cara yang paling sederhana untuk membedakan

benda-benda panas dari benda-benda dingin. Melalui sentuhan dapat membantu untuk

menyusun benda-benda menurut orde ( tingkat ) kepanasannya, yang memutuskan

bahwa A adalah lebih panas daripada B, dan B lebih panas daripada C dan

sebagainya, pernyataan ini dapat dikatakan sebagai pengertian dari temperatur. Hal ini

merupakan sebuah prosedur yang sangat subjektif untuk menentukan temperatur

sebuah benda dan sudah tentu tidaklah sangat berguna untuk tujuan-tujuan ilmu

pengetahuan. Sebuah eksperimen sederhana, yang disarankan di dalam tahun 1690

oleh John Locke, memperlihatkan bahwa metode ini tidak dapat dipercaya. Jangkauan

perasaan manusia adalah terbatas maka dari itu diperlukan sebuah ukuran numerik

yang objektif mengenai temperatur.

Misalkan sebuah benda A yang dirasa dingin oleh tangan dan sebuah benda B

yang dirasa panas ditempatkan bersentuhan satu sama lain. Setelah waktu yang cukup

lama, A dan B akan dirasa mempunyai temperatur yang sama. Maka A dan B dikatakan

berada pada di dalam kesetimbangan termal ( thermal equilibrium ) satu sama lain. Dari

hal tersebut dapat dibuat generalisasi pernyataan “dua benda berada di dalam

kesetimbangan termal” untuk diartikan bahwa kedua benda tersebut berada di dalam

keadaan sedemikian sehingga, jika seandainya keduanya dihubungkan, maka sistem-

sistem gabungan akan berada di dalam kesetimbangan termal. Pengujian operasional

dan yang logis untuk kesetimbangan termal adalah adalah menggunakan sebuah

benda ketiga atau benda uji, seperti sebuah termometer. Hal ini diikhtisarkan di dalam

sebuah dalil yang dinamakan hukum ke-nol termodinamika ( the zeroth law of

thermodynamics) : jika A dan B masing-masing berada di dalam kesetimbangan termal

dengan sebuah benda ketiga C (“termometer”), maka A dan B berada di dalam

kesetimbangan termal terhadap satu sama lain. ( Halliday, 1985 )

Pembicaraan ini menyatakan pemikiran bahwa temperatur sebuah sistem adalah

sebuah sifat yang akhirnya mencapai nilai yang sama seperti nilai dari sistem lain bila

Page 3: Hukum Termodinamika

semua sistem ini dibuat bersentuhan. Konsep ini sesuai dengan pemikiran sehari-hari

mengenai temperatur sebagai ukuran kepanasan atau kedinginan sebuah sistem,

karena sejauh perasaan manusia mengenai temperatur dapat dipercaya, maka

kepanasan semua benda menjadi sama setelah benda-benda tersebut bersentuhan

cukup lama. Pengungkapan yang lebih fundamental mengenai hukum ke-nol adalah

terdapat sebuah kuantitas skalar yang dinamakan temperatur, yang merupakan sebuah

sifat semua sistem termodinamika (di dalam keadaan-keadaan kesetimbangan),

sehingga kesamaan temperatur adalah merupakan syarat yang perlu dan cukup untuk

kesetimbangan termal. Secara bebas dapat dikatakan bahwa pokok dari hukum ke-nol

termodinamika adalah ada sebuah kuantitas yang berguna yang dinamakan

“temperatur”.

2.2 Hukum I Termodinamika

Misalkan sebuah sistem berubah dari suatu keadaan kesetimbangan mula-mula i ke

suatu keadaan kesetimbangan f dengan cara tertentu, dengan kalor yang diserap oleh

sistem adalah Q dan kerja yang dilakukan oleh sistem adalah W. Lalu hitung Q-W. Hal

ini mulai kembali dan mengubah sistem tersebut dari keadaan yang sama i ke keadaan

yang sama f, tetapi dengan cara yang berbeda. Hal itu dilakukan berulang-ulang

dengan menggunakan cara yang berbeda. Didapatkan bahwa di dalam tiap – tiap kasus

Q-W adalah sama. Yakni, walaupun Q dan W secara terpisah bergantung pada jalan

yang diambil, namun Q –W tidak bergantung sama sekali pada bagaimana sistem

tersebut diambil dari keadaan i ke keadaan f tetapi hanya bergantung pada keadaan-

keadaan ( kesetimbangan ) mula-mula dan akhir.

Mengulang sedikit mengenai mekanika bahwa bila sebuah benda dari suatu titik

permulaan i ke suatu titik akhir f di dalam sebuah medan gravitasi tanpa ada gesekan,

maka kerja yang dilakukan hanya bergantung pada kedudukan kedua-dua titik tersebut

dan sama sekali tidak bergantung pada jalan melalui mana benda tersebut digerakkan.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada sebuah fungsi dari koordinat

ruang benda yang nilai akhirnya dikurangi dengan nilai permulaannya adalah sama

dengan kerja yang dilakukan di dalam memindahkan kerja tersebut. Fungsi tersebut

dinamakan fungsi potensial. Di dalam termodinamika didapatkan bahwa bila keadaan

Page 4: Hukum Termodinamika

sebuah dari keadaan i ke keadaan f, maka kuantitas-kuantitas Q-W hanya bergantung

pada koordinat-koordinat mula-mula dan akhir dan tidak bergantung sama sekali pada

jalan yang diambil di antara titik-titik ujung ini. Dapat disimpulkan bahwa ada sebuah

fungsi dari koordinat-koordinat termodinamika yang nilai akhirnya dikurangi nilai

permulaannya menyamai perubahan Q-W di dalam proses tersebut. Fungsi ini

dinamakan sebagai fungsi tenaga dakhil (internal energy functuion). (Halliday, 1985)

2.2 Hukum Ke-II Termodinamika

Mesin-mesin kalor mula-mula yang dibuat adalah alat-alat yang sangat tak efisien.

Hanya sebagian kecil dari kalor yang diserap pada sumber bertemperatur tinggi yang

dapat diubah menjadi kerja yang berguna. Walaupun perencanaan (desain) tekniknya

bertambah baik, namun jumlah yang cukup banyak dari kalor yang diserap masih

dikeluarkan pada pipa pengeluaran dari mesin yang temperaturnya lebih rendah, yang

tetap tidak diubah menjadi tenaga mekanis. Tetap diharapkan untuk membuat sebuah

mesin yang dapat mengambil kalor dari sebuah reservoir yang berlebihan seperti lautan

dan mengubahnya seluruhnya ke dalam kerja yang berguna. Maka tidak perlu lagi

untuk menyediakan sebuah sumber kalor pada temperatur yang lebih tinggi daripada

lignkungan luarnya dengan membakar bahan bakar. Sama seperti itu, diharapkan akan

diciptakan sebuah mesin pendingin yang memindahkan saja kalor dari sebuah benda

dingin ke sebuah benda panas, tanpa memerlukan kerja luar. Tidak satu pun di antara

ambisi yang penuh harapan ini yang melanggar hukum pertama termodinamika. Mesin

kalor akan sekedar mengubah saja kalor seluruhnya ke dalam tenaga mekanis, dan

tenaga total adalah kekal di dalam proses tersebut. Di dalam mesin pendingin, tenaga

kalor akan sekedar dipindahkan saja dari benda dingin ke benda panas tanpa sesuatu

kehilangan tenaga di dalam proses tersebut. Sekalipun demikian tidak satupun diantara

ambisi-ambisi ini yang telah pernah dicapai, dan ada alasan untuk mempercayai bahwa

ambisi-ambisi tersebut tidak akan pernah dicapai.

Hukum kedua Termodinamika, yang merupakan suatu generalisasi dari

pengalaman, adalah suatu pernyataan tegas bahwa tidak ada alat-alat seperti itu. Telah

banyak pernyataan hukum kedua, yang masing-masing menekankan segi lain dari

hukum tersebut, tetapi semuanya dapat diperlihatkan ekivalen terhadap satu sama lain.

Page 5: Hukum Termodinamika

Clausius (dalam Halliday, 1985) menyatakan hukum tersebut sebagai berikut : Untuk

sesuatu mesin siklis maka tidak mungkin untuk menghasilkan tidak ada efek lain, selain

daripada menyampaikan kalor secara kontinu dari sebuah benda ke benda lain pada

sebuah temperatur yang lebih tinggi. Pernyataan ini mengenyampingkan mesin

pendingin yang ambisius, karena pernyataan tersebut berarti bahwa untuk

menyampaikan kalor secara kontinu dari sebuah benda dingin ke sebuah benda panas

maka perlu untuk membekalkan kerja oleh suatu pengaruh luar. Hal ini diketahui dari

sebuah pengalaman bahwa bila dua benda bersentuhan, maka tenaga kalor mengalir

dari benda panas ke benda dingin. Hukum kedua mengenyampingkan kemungkinan

tenaga kalor yang mengalir dari benda dingin ke benda panas di dalam sebuah kasus

seperti itu dan dengan demikian akan menentukan arah perpindahan kalor. Arah

tersebut hanya dapat dibalik oleh suatu pengeluaran kerja.

Kelvin (bersama Planck) menyatakan hukum kedua tersebut di dalam kata-kata yang

ekivalen dengan kata-kata berikut : Sebuah transformasi yang hasil akhirnya hanyalah

mentransformasikan ke dalam kerja semua kalor yang ditarik dari sebuah sumber yang

berada pada temperatur yang sama di seluruh bagian adalah tidak mungkin.

Pernyataan ini mengenyampingkan mesin kalor yang ada adalah ambisius, karena

pernyataan tersebut berarti bahwa kita tidak dapat menghasilkan kerja mekanis dengan

menarik kalor dari sebuah reservoir tunggal tanpa mengembalikan sesuatu kalor

kepada reservoir pada suatu temperatur yang lebih rendah.

Hukum kedua mengatakan bahwa banyak proses adalah proses terkebalikkan.

Misalnya, pernyataan Clausius khususnya mengenyampingkan pembalikkan sederhana

dari proses perpindahan kalor dari benda panas ke benda dingin. Proses-proses bukan

hanya tidak akan bergerak ke belakang dengan sendirinya, tetapi juga tidak ada

gabungan proses yang dapat melepaskan efek proses tak terbalikkan tanpa

menyebabkan suatu perubahan yang bersangkutan di suatu tempat.

2.3 Hukum Ke-III Termodinamika

Efek magnetokalorik di pakai untuk menurunkan temperatur senyawa

paramagnetikhingga sekitar 0.001 K. Secara prinsip, temperatur yang lebih rendah lagi

dapat dicapai dengan menerapkan efek magnetokalorik berulang-ulang. Jadi setelah

Page 6: Hukum Termodinamika

penaikan medan magnetik semula secara isoterm, penurunan medan magnetik secara

adiabat dapat dipakai untuk menyiapkan sejumlah besar bahan pada temperatur Tᶠ¹,

yang dapat dipakai sebagai tandon kalor untuk menaikan tandon kalor secara isoterm

ynag berikutnya dari sejumlah bahan yang lebih sedikit dari bahan semula. Penurunan

medan magnetik secara adiabat yang kedua dapat menghasilkan temperatur yang lebih

rendah lagi, Tᶠ², dan seterusnya. Maka akan timbul pertanyaan apakah efek

magnetokalorik dapat dipakai untuk mendinginkan zat hingga mencapai nol mutlak.

 Pecobaan menunjukan bahwa sifat dasar semua proses pendinginan adalah bahwa

semakin rendah temperatur yang dicapai, semakin sulitmenurunkannya.hal yang sama

berlaku juga untuk efek magnetokalorik.dengan persyaratan demikian, penurunan

medan secara adiabat yang tak trhingga banyaknya diperlukan untuk mencapai

temperatur nol mutlak. Perampatan dari pengalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :

Temperatur nol mutlak tidak dapat dicapai dengan sederetan prosesyang

banyaknya terhingga.Ini dikenal sebagi ketercapaian temperatur nol mutlak atau

ketaktercapaian hukum ketiga termodinamika. Pernyataan lain dari hukum ketiga

termodinamika adalahhasil percobaan yang menuju ke perhitungan bahwa bagaimana

ΔST  berlaku ketika T mendekati nol. ΔST ialah perubahan entropi sistem terkondensasi

ketika berlangsung proses isoterm terbuktikan. Percobaansangat memperkuat bahwa

ketika T menurun, ΔST  berkurang jika sistem itu zat cair atau zat padat. Jadi prinsip

berikut dapat di terima:

Perubahan entropi yang berkaitan dengan proses-terbalikan-isotermis-suatu sistem-

terkondensasi mendekati nol ketika temperaturnya mendekati nol.

Pernyataan tersebut merupakan hukum ketiga termodinamika menurut Nernst-Simon.

Nernst menyatakan bahwa perubahan entropi yang menyertai tiap proses reversibel,

isotermik dari suatu sistem terkondensasi mendekati nol. Perubahan yang dinyatakan di

atas dapat berupa reaksi kimia, perubahan status fisik, atau secara umum tiap

perubahan yang dalam prinsip dapat dilakukan secara reversibel.

Hal ini dikenal sebagai hukun Nernst, yang secara matematika dinyatakan sebagai :

Page 7: Hukum Termodinamika

Kemudian, Pada tahun 1911, Planck membuat suatu hipotesis è Pada  suhu T à 0,

bukan hanya beda entropi yg = 0, tetapi entropi setiap zat padat atau cair dalam

keseimbangan dakhir pada suhu nol.

Dapat ditunjukkan secara eksperimen, bahwa bila suhunya mendekati  0 K, perubahan

entropi transisi St menurun.

Persamaan diatas dikenal sebagai hukum ketiga termodinamika.

Hukum ketiga termodinamika terkait dengan temperatur nol absolut. Hukum ini

menyatakan bahwa pada saat suatu sistem mencapai temperatur nol absolut, semua

proses akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati nilai minimum. Hukum ini juga

menyatakan bahwa entropi benda berstruktur kristal sempurna pada temperatur nol

absolut bernilai nol.

Hukum ketiga termodinamika menyatakan bahwa perubahan entropi Styang berkaitan

dengan perubahan kimia atau perubahan fisika bahan murni pada T = 0 K bernilai nol.

Secara intuitif hukum ketiga dapat dipahami dari fakta bahwa pergerakan ionik atau

molekular maupun atomik yang menentukan derajat ketidakteraturan dan dengan

demikian juga besarnya entropi, sama sekali berhenti pada 0 K. Dengan mengingat hal

ini, tidak akan ada perubahan derajat ketidakteraturan dalam perubahan fisika atau

kimia dan oleh karena itu tidak akan ada perubahan entropi.

Hukum ketiga termodinamika memungkinkan perhitungan perhitungan entropi

absolut dari zat murni pada tiap temperatur dari panas jenis dan panaa transisi.

Sebagai contoh, suatu benda padat pada temperatur T, akan memeiliki entropi yang

akan dinyatakan oleh :

Suatu benda cair, sebaliknya mempunyai entropi yang dinyatakan oleh :

Penerapan yang mencakup gas menjadi :

Besaran-besaran yang diperlukan untuk evaluasi numerik entropi mencakup panas

jenis. Pengukuran panas jenis zat padat di sekitar titik nol absolut menunjukan bahwa :

Page 8: Hukum Termodinamika

Karena  untuk zat padat,maka Debye dan Einstein menurunkan persamaan berikut

untuk panaa jenis zat pasdat :

Dimana a adalah karakteristik yang berbeda untuk setiap zat. Bila suatu zat sederhana

dipanaskan pada tekanan konstan, pertambahan entropi dinyatakan oleh :

Bila persamaan tersebut di integrasikan di antara titik nol absolutdengan temperatur T

dimana s =0 hasilnya adalah :

Konsekuensi dari hukum ketiga termodinamika dijabarkan di bawah ini.

Untuk suatu proses temperatur konstan dekat 0ºK,perubahan entropi dinyatakan oleh :

Karena  = 0 pada T = 0 dari hukumtermodinamika ketiga, persamaan menghasilkan :

Tetapi  dari persamaan Maxwell. Jadi persamaan menjadi :

Hasil diatas sesuai dengan kenyataan eksperimental. Sebagai contoh, buffington dan

Latimer menemukan bahwa koefisien ekspansi dari beberapa zat padat kristalin

mendekati nol.

Konsekuensi terakhir dari hukum ketiga termodinamika adalah tidak dapat diperolehnya

titik nol absolut. Ditinjau suatu bidang penelitian pada temperatur rendah, kenyataan

eksperimental menunjukan bahwa temperatur yang di peroleh oleh tiap proses

demagenetisasi adaibatik dari temperatur awalnya adalah setengah temperatur awal

proses bersangkutan. Jadi makin rendah temperatur yang dicapai, makin kurang

kemungkinannya untuk didinginkan lebih rendah.

Dengan kata lain diperlukan proses demagnetisasi adiabatik yag tak terbatas jumlahnya

untuk mencapai titik nol absolut.