28
LAPORAN FIELDTRIP Mata Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan (ARL 521) dan Mata Kuliah Ekologi Lanskap (ARL 621) Semester Genap 2013/2014 Disusun oleh : Flourentina Dwiindah Pusparini NRP. A451130231 Dosen : Prof Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS. Dr. Kaswanto, SP,Msi. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Fieldtrip MK. Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan dan Ekologi Lanskap 2014. Pascasarjana Arsitektur Lanskap. Institut Pertanian Bogor.Mohon agar mencantumkan sumber jika mengambil materi dari laporan ini. Terima Kasih.

Citation preview

Page 1: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

LAPORAN FIELDTRIP

Mata Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan (ARL 521) dan Mata Kuliah Ekologi Lanskap (ARL 621)

Semester Genap 2013/2014

Disusun oleh :

Flourentina Dwiindah Pusparini

NRP. A451130231

Dosen :

Prof Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.

Dr. Kaswanto, SP,Msi.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan fieldtrip mata kuliah

Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan dan Mata Kuliah Ekologi Lanskap semester genap

2013/2014. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

khususnya kepada dosen mata kuliah Ekologi Lanskap dan Pengelolaan Lanskap

Berkelanjutan Bapak Prof. Dr.Ir. Hadi Susilo Arifin, MS., Bapak Dr. Kaswanto, SP, MSi dan

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Saya menyadari bahwa laporan yang saya buat ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu saya memohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan. Kritik dan

saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.

Bogor, 27 Juni 2014

Flourentina Dwiindah Pusparini

Page 3: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

3

DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………………………………………………….. 2 Daftar Isi …………………………………………………………………………………............ 3 Daftar Tabel ………………………………………………………………………..................... 4 Daftar Gambar ……………………………………………………………………..................... 4 BAB I Pendahuluan Latar Belakang………………………………………………………………....................... 5 Tujuan ……………………………………………………………………………………….. 6 BAB II Metode Waktu dan Obyek pengamatan……………………………………………………………. 7 Lokasi obyek……………………………………………………………………………........ 9 BAB III Hasil dan Pembahasan Aspek Ekologi Lanskap…………………………………………………………………….. 12 Aspek Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan……….…………………………………….. 21 BAB IV Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 27 Daftar pustaka …………………………………………………………………………….. 28

Page 4: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

4

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu dan Obyek Pengamatan ……………………………………………………...... 7 Tabel 2. Obyek, data pengematan dan metode pengumpulan data ...……………………….. 7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi rest area km 57 Cikampek………………………………….……………...... 9 Gambar 2. Lokasi pantai Pangandaran...……………………………………………………… 10 Gambar 3. Lokasi Cagar Alam Pananjung Pangandaran………………………………........... 10 Gambar 4. Lokasi Kabupaten Pangandaran...………………………………………………….. 11 Gambar 5. Lokasi Green Canyon…………………………………………………...................... 11 Gambar 6. Lokasi Kampung Naga...……………………………………………………………... 11 Gambar 7. Rest Area KM 57…………………………………………………............................. 12 Gambar 8. Struktur lanskap rest area km 57...………………………………………………….. 13 Gambar 9. Cagar Alam Pananjung Pangandaran…………………………………………........ 14 Gambar 10. Tipe ekosistem Cagar alam Pangandaran...……………………………………… 15 Gambar 11. Hutan Cagar Alam sebagai habitat satwa……………………………………...... 15 Gambar 12. Mangrove sebagai ekosistem ekoton di Cagar Alam Pananjung Pangandaran 16 Gambar 13. Lanskap perdesaaan di wilayah Padaherang………………………………......... 17 Gambar 14. Perubahan ekologi kota Banjarsari karena urbanisasi...………………………… 17 Gambar 15. Sungai cijulang berbentuk meander……………………………………………..... 18 Gambar 16. Perbedaan formasi vegetasi riparian sungai Cijulang...…………………………. 18 Gambar 17. Gua dengan stalaktit dan stalaknit di Green Canyon...………………………….. 19 Gambar 18. Struktur lanskap kampung Naga………………………………………………....... 20 Gambar 19. Sungai Ciwulan dan vegetasi pelindung ………………………………………..... 20 Gambar 20. Sirkulasi masif pada kawasan ekoton perlu dihindari………………………........ 22 Gambar 21. Struktur penahan abrasi pantai Pangandaran...………………………………….. 22 Gambar 22. Persawahan yang terhimpit pembangunan rumah………………………............ 23 Gambar 23. Desain bangunan dan jalan di Kampung Naga memakai material alami...…… 25 Gambar 24. Pekarangan di Kampung Naga sebagai sumber bahan makanan & obat…….. 26 Gambar 25. Kelestarian hutan sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Naga...………….. 26 Gambar 26. Struktur pengarah aliran sungai untuk mengurangi erosi ..……………………..

26

Page 5: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

5

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan dan keberagaman bentang alam yang tercipta dari proses geologi jutaan tahun silam. Proses tersebut telah membentuk karakter wilayah Jawa Barat berupa daerah pegunungan curam di bagian selatan (ketinggian > 1.500 m dpl), daerah lereng bukit landai di bagian tengah (ketinggian 100-1.500 m dpl) dan daerah dataran rendah yang luas di bagian utara (ketinggian 0-10 m dpl). Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung-gunung api aktif seperti Gunung Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Ciremai (3.078 m) dan Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gn. Ciparabakti (1.525 m) dan Gn. Cakrabuana (1.721 m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung api masih umum dijumpai seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m), dan Guntur (2.249 m); bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti pegunungan selatan Jawa.

Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 1.000 - 6.000 mm pertahun, terkecuali untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim kemarau. Pada daerah selatan dan tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah utara. Menurut Balai Dinas Pengelolaan Air Provinsi Jawa Barat, di Jawa Barat terdapat 40 Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS), bagian utara menjadi muara bagi beberapa sungai besar seperti Citarum, Cimanuk, Ciliwung dan Cisadane. Sedangkan di selatan terdapat lebih sedikit sungai besar yang mengalir ke arah Samudra Hindia, yaitu Citanduy dan Cimandiri. Sebagian besar wilayah kabupaten /kota di Jawa Barat juga berbatasan dengan laut, sehingga wilayah Jawa Barat memiliki garis pantai cukup panjang, yaitu 755,83 km. Daerah utara berbatasan dengan Laut Jawa berupa perairan dangkal sementara di selatan bersebelahan dengan Samudra Hindia yang memiliki perairan dalam.

Disamping melimpahnya sumber daya alam dan keindahan alamnya, Provinsi Jawa Barat sedang menghadapi ancaman terhadap penurunan kualitas lingkungan. Dari aspek kualitas udara perkotaan, tingkat aktivitas yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan, mengakibatkan polusi udara yang cukup memprihatinkan. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor terhadap polusi udara telah mencapai 60-70%. Sampai dengan tahun 2012, kualitas air sungai di Jawa Barat masih memperlihatkan kondisi yang memperihatinkan. Pencemaran sumberdaya air oleh industri maupun domestik menyebabkan kualitas air tersebut menjadi semakin buruk. Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi di Jawa Barat adalah kerusakan kawasan pesisir. Di wilayah pesisir utara Jawa Barat, kerusakan kawasan ditandai oleh kerusakan hutan bakau, abarasi pantai, serta pendangkalan muara sungai yang berdampak pada aktivitas lalu lintas perahu. Tingkat abrasi yang terjadi di pantai selatan sekitar 35,35 ha/tahun dan di pantai utara sekitar 370,3 ha/tahun dengan indeks pencemar air laut antara 7,391-9,843 yang menunjukan sudah tercemar berat. Bila dikaitkan dengan kondisi kemiringan lereng/topografi, sifat tanah dan curah hujan, sesungguhnya wilayah Jawa Barat merupakan wilayah rawan bencana, sehingga Jawa Barat sesungguhnya memerlukan kawasan lindung seluas 45% (BPLDH Jawa Barat)

Kegiatan fieldtrip ini dilakukan untuk memahami karakter beberapa kawasan di wilayah Jawa Barat baik dari sisi ekologi lanskap (struktur, fungsi dan dinamika) maupun dari aspek pengelolaan lanskap secara berkelanjutan serta permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut. Obyek - obyek yang akan dikaji terdiri atas : lanskap perkotaan berupa rest area km 57 Cikampek, lanskap semi urban yaitu lanskap kabupaten Pangandaran yang telah mengalami urbanisasi, lanskap konservasi cagar alam Pananjung Pangandaran, lanskap sungai Cijulang yatu Green Canyon/ Cukang Taneuh dan lanskap perdesaan yaitu Kampung Naga Garut-Tasikmalaya.

Page 6: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

6

Tujuan Tujuan kegiatan dan penyusunan laporan fieldtrip ini adalah :

1. Mengkaji obyek - obyek pengamatan dari sisi ekologi lanskap yaitu melihat bagaimana struktur, fungsi dan dinamika yang terjadi pada lanskap tersebut

2. Mengkaji obyek - obyek pengamatan dari sisi pengelolaan lanskap berkelanjutan, yaitu dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya

Page 7: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

7

BAB II

METODE

Waktu dan Obyek Pengamatan

Berikut ini adalah waktu pengamatan, jenis obyek pengematan dan metode yang digunakan dalam selama kegiatan fieldtrip (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1 Waktu dan Obyek Pengamatan

Waktu Obyek Pengamatan

Kamis, 19 Juni 2014 (malam hari)

Rest area km 57 Tol Cikampek

Jumat, 20 Juni 2014 (Pagi hari)

Lanskap kiri – kanan sepanjang perjalanan menuju ke Pantai Pangandaran

Jumat, 20 Juni 2014 (Pagi – Siang)

Pantai Pangandaran (outdoor recreation) dan Suaka Alam Pangandaran (nature reserve/conservation area)

Jumat, 20 Juni 2014 (Siang hari)

Lanskap kabupaten Pangandaran

Jumat, 20 Juni 2014 (Siang – sore)

Lanskap Cukang Taneuh/Green Canyon

Jumat, 20 Juni 2014 (Sore – petang)

Lanskap urbanisasi di Parigi sebagai ibukota Kabupaten Pangandaran dan/atau kota berbasis wisata Pangandaran

Sabtu, 21 Juni 2014 (Pagi hari)

Lanskap sepanjang perjalanan antara penginapan dan Kampung Naga

Sabtu, 21 Juni 2014 (Pagi – siang)

Lanskap Kampung Naga

Tabel 2 Obyek, data pengematan dan metode pengumpulan data

No Nama Obyek Data Pengamatan Metode

Pengumpulan data

1. Rest Area km 57 Cikampek

Ekologi Lanskap Struktur, fungsi dan dinamika laskap rest area km 57 Cikampek Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Aspek menejemen rest area : Jarak antar rest area satu dengan lainnya, daya dukung dan kapasitas kendaraan, jenis kendaraan, fasilitas dan infrastruktur, durasi kendaraan/ lamanya beristirahat, tata-ruang, serta keseimbangan rest area pada dua sisi jalan toll, pengelolaan lanskap jalan tol, pengelolaan fasilitas rest area dan pengelolaan sebagai SPBU terbaik se-Indonesia

Observasi Lapang Studi Pustaka

2. Pangandaran

a. Pantai Pangandaran

Ekologi Lanskap Struktur, fungsi dan dinamika laskap lanskap (ekosistem terrestrial dan ekosistem aquatic, serta peralihannya (ekoton)

Observasi Lapang Studi Pustaka

Page 8: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

8

Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Aspek menejemen visual pantai : Desain sempadan pantai, pemecah gelombang, bangunan, sirkulasi

b. Taman Wisata Alam/Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Ekologi Lanskap Struktur, fungsi dan dinamika laskap lanskap (ekosistem terrestrial dan ekosistem aquatic, serta peralihannya (ekoton) Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Aspek menejemen cagar alam : kajian mitigasi dan adaptasi bencana tsunami (manajemen evakuasi bencana alam), upaya mitigasi (pengurangan emisi) dan adaptasi (upaya pengurangan dampak) terhadap perubahan iklim

Observasi Lapang Wawancara Studi Pustaka

c. Urbanisasi di Ibu Kota Kabupaten Pangandaran

Ekologi Lanskap Struktur-fungsi-dinamika lanskap kota Pangandaran, sosio-kultur masyarakat, dinamika urbanisasi dari wilayah perdesaan menuju ke wilayah perkotaan, struktur wilayah/lanskap dilihat dari perubahan bio-fisik/budaya dan perubahan segi fungsi; permasalahan lanskap misal perusakan alam/ekspoitasi tambang pada lanskap perbukitan, deforestasi, hubungan wilayah hulu dan hilir; perubahan formasi tanaman pertanian, formasi hutan pada titik wilayah yang signifikan. Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Kajian model Von Thunen, Pembangunan lanskap dan infrastruktur kota kabupaten, fasilitas, sarana dan prasarana, manajemen, pemberdayaan masyarakat, kelembagaan; supply-demand rekreasi, daya dukung;

Window survey Studi Pustaka

3. Cukang Taneuh/Green Canyon

Ekologi Lanskap struktur-fungsi-dinamika lanskap dan budaya masyarakat setempat/pengunjung Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Supply-demand rekreasi, pengelolaan sumberdaya alam dan rencana manajemen lanskap

Observasi Lapang Wawancara Studi Pustaka

4. Kampung Naga Ekologi Lanskap struktur-fungsi-dinamika lanskap kampung naga dan budaya masyarakat setempat/pengunjung Pengelolaam Lanskap berkelanjutan Lanskap perkampungan, lanskap pertanian, proses urbanisasi, permasalahan lingkungan, potensi alam dan budaya, sejarah, struktur

Observasi Lapang Wawancara Studi Pustaka

Page 9: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

9

lanskap kampung, pola kampung dan tata ruangnya dan aksesibilitas, fungsi ruang, artefak (tangible dan intangible); strata sosialbudaya, pendidikan, ekonomi, kelembagaan masyarakat; konservasi alam/bio-fisik, sosialbudaya; daya dukung bio-fisik dan daya dukung sosial-budaya; pengetahuan lokal dan kearifan lokal; perkembangan wisata budaya, faktor pendorong dan faktor penghambatnya

Lokasi Obyek

1. Rest Area km 57

Rest Area km. 57 terletak pada koordinat 6°22'4" Lintang Selatan 107°21'39"Bujur Timur, berada di pada jalan Toll dari Jakarta ke Cikampek. Fasilitas yang ada di rest area ini antara lain pom bensin (SPBU), cafetaria, restaurants, ATM center, masjid, toilet, dan area parkir.

Gambar 1 Lokasi rest area km 57 Cikampek

(Sumber : googlemaps.com)

2. Pantai Pangandaran dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Pantai Pangandaran terletak di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran/,

Kabupaten Pangandaran provinsi Jawa Barat. Pantai Pangandaran adalah objek wisata andalan Kabupaten Pangandaran yaitu kabupaten baru dari pemekaran Kabupaten Ciamis. Pantai ini dinobatkan sebagai pantai terbaik di P. Jawa.

Gambar 2 Lokasi pantai Pangandaran (Sumber : googlemaps.com)

Page 10: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

10

Cagar Alam Pananjung Pangandaran terletak di Desa Pananjung, Kabupaten Pangandaran provinsi Jawa Barat. Sebelum di tetapkan sebagai Cagar Alam kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa pada 7 Desember 1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 497 ha dan taman laut seluas 470 ha.

Gambar 3 Lokasi Cagar Alam Pananjung Pangandaran

(Sumber : googlemaps.com)

3. Kabupaten Pangandaran

Kabupaten Pangandaran adalah pemekaran dari Kabupaten Ciamis yang

secara resmi ditetapkan pada 25 Oktober 2012. Kabupaten yang terdiri dari 10 kecamatan beribukota di Kecamatan Parigi ini telah mengalami proses urbanisasi dan perubahan tata guna lahan.

Gambar 4 Lokasi Kabupaten Pangandaran (Sumber : googlemaps.com)

4. Cukang Taneuh/Green Canyon

Cukang Taneuh (Jembatan Tanah) dikenal dengan Green Canyon (Ngarai Hijau) dipopulerkan oleh seorang berkebangsaan Perancis pada 1993, adalah sebuah obyek wisata alam yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pengandaran Jawa Barat. Lokasi Green Canyon berjarak ± 31 km dari Pangandaran.

Page 11: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

11

Gambar 5 Lokasi Green Canyon (Sumber : googlemaps.com)

5. Kampung Naga

Kampung Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya Jawa Barat. Sebagai kampung adat Sunda, Kampung Naga yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya.

Gambar 6 Lokasi Kampung Naga (Sumber : googlemaps.com)

Page 12: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

12

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ASPEK EKOLOGI LANSKAP

Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos (ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan lanskap dari kacamata ekologi adalah bentang lahan yang heterogen, yang dibentuk dari elemen/unit pembentuk lanskap yang disebut Patch, yang saling berinteraksi (Forman and Godron, 1986).

Pada bagian pertama, obyek pengamatan akan dibahas dengan keilmuan ekologi lanskap yaitu akan dibahas tentang tiga hal, yaitu struktur, fungsi dan perubahan lanskap. Struktur adalah hubungan spasial diantara patch atau patch dengan matriks atau lebih spesifik karakter dari konfigurasi lanskap. Elemen struktur lanskap adalah Patch, Corridor, Edge atau Boundaries, dan Matrix. Fungsi adalah interaksi diantara elemen spasial (diantara patch atau patch dengan matriks yaitu aliran energi, materi, dan spesies diantara komponen ekosistem/elemen lanskap. Perubahan/Dinamika adalah alterasi struktur dan fungsi dari lanskap, baik karena gangguan manusia ataupun karena alam.

1. Ekologi Rest Area km 57 Cikampek

Rest area KM 57 adalah area istirahat bagi pengendara mobil atau kendaraan besar seperti bus dan truk yang melaju di tol Jakarta - Cikampek. Struktur lanskap rest area km 57 ini terbentuk dari beberapa patch yaitu patch rerumputan di bagian depan rest area, patch pohon yang berada di dalam kawasan dan patch bangunan. Patch bangunan lebih banyak daripada patch pohon/taman.

Gambar 7 Rest Area KM 57 (Sumber : wikipedia.org)

Koridor yang ada adalah berupa jalan raya tol di bagian selatan rest area sebagai akses masuk dan keluar kendaraan serta area sirkulasi kendaraan di dalam rest area. Koridor khusus bagi pejalan kaki tidak begitu terlihat sebagai penghubung antara patch – patch bangunan yang ada. Matriks yang terbentuk dari rest area adalah matriks perkerasan yang berupa paving karena dominasi paving yang luas di kawasan ini yang sekaligus berfungsi sebagai area parkir kendaraan.

Koridor – koridor dalam sebuah mozaik lanskap berfungsi untuk sebagai jalur aliran energi, material, dan spesies diantara komponen ekosistem/elemen lanskap. Pada lanskap

Page 13: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

13

rest area KM 57 koridor dominan adalah koridor bagi pergerakan kendaraan. Sedangkan koridor bagi pergerakan manusia belum begitu diperhatikan, sehingga dari segi keamanan pejalan kaki masih rawan bersinggungan dengan sirkulasi kendaraan.

(a) (b) (c)

Gambar 8 Struktur lanskap rest area km 57 Gambar (a) Patch pohon (kiri), patch bangunan toko(kanan) dan koridor jalan perkerasan

(tengah); gambar (b) patch bangunan; gambar (c) koridor jalan sekaligus sebagai area parkir

Keberadaan patch pohon dengan luasan sempit dan terpencar menandakan ketidakefektifan dalam hal penyerapan CO2 kendaraan, demikian pula tidak efektif sebagai koridor bagi habitat satwa (kupu – kupu, burung, dsb). Pada siang hari dengan kondisi dominasi perkerasan di rest area dan keterbatasan naungan pohon akan menyebabkan ketidaknyamanan suhu. Titik – titik drainase yang terbatas dengan luasnya perkerasan paving tanpa diimbangi dengan area resapan air akan menyebabkan besarnya air permukaan yang terjadi bila terjadi hujan, walaupun sela - sela paving masih dapat menyerap air namun akan membutuhkan waktu yang lama.

Dengan terbangunnya rest area ini sesungguhnya merupakan gangguan terhadap kondisi lanskap awal yaitu sebagai area hijau di sisi jalan tol. Patch ruang hijau kemudian terfragmnetasi dan menjadi patch – patch kecil yang lebih heterogen. Untuk meminimalisasi gangguan lanskap tersebut maka lanskap yang terbangun tersebut harus dikelola dengan mengakomodasi fungsi - fungsi ekologi sehingga tercipta keberlanjutan. Penambahan luasan area pohon (jumlah dan jenis), area resapan air, koridor pedestrian akan meningkatkan kualitas ekologi lanskap rest area.

Page 14: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

14

2. Ekologi Cagar Alam Pangandaran

Cagar Alam Pangandaran secara geografis terletak pada : 7o30’ LS dan 108o30’- 109o BT, terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter dpl dengan luas + 37,7 Ha, dengan luas Blok Pemanfaatan seluas + 20 Ha. Secara administratif termasuk ke dalam Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran, Propinsi Jawa Barat. Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran mempunyai 4 kawasan konservasi, yaitu : Cagar Alam (CA), Cagar Alam Laut (CAL), Taman Wisata Alam (TWA), dan Suaka Margasatwa (SM).

Gambar 9 Cagar Alam Pananjung Pangandaran (Sumber : Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran )

Terdapat 4 tipe ekosistem yang merupakan heterogenitas patch pada lanskap cagar alam Pananjung Pangandaran, yaitu ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem hutan tanaman, ekosistem hutan pantai dan ekosistem padang rumput (Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran) :

a. Ekosistem Hutan Dataran Rendah Ekosistem ini bisa dijumpai hampir di seluruh kawasan cagar alam Pangandaran. Tumbuhan yang dominan di ekosistem ini diantaranya: Syzygium sp, Pterospermum javanicum, Dillenia excelsa, Cratoxylum formasum, Vitex pubescens, Buchanania arborescens, beberapa jenis pohon yang termasuk famili Moraceae dan sebagainya.

b. Ekosistem Hutan Tanaman Pohon-pohon yang berada di ekosistem ini sengaja diintroduksi pada masa penjajahan Belanda dengan tujuan awal adalah untuk diproduksi. Pohon-pohon tersebut yaitu Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni )dan Sonokeling (Dalbergia latifolia.)

c. Ekosistem Hutan Pantai Formasi hutan pantai yang masih terlihat bagus di kawasan ini hanya terdapat di kawasan Cagar Alam tepatnya di blok Rajamantri dan blok Karangpandan. Didominasi oleh Ipomea pres-caprae, Wedelia biflora, Allophylus cobbe, Hernandia peltata, Calophyllum inophyllum, Terminalia catappa, Pandanus sp, Thespesia populnea dan sebagainya.

d. Ekosistem Padang Rumput Ekosistem bisa ditemukan di blok Cikamal, karena 2 padang rumput yang lain (Nanggorak dan Badeto) sudah mengalami suksesi yang mengakibatkan padang rumput hanya tersisa sekitar 5-10% saja dari luasan semula. Tumbuhan yang ada di

Page 15: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

15

padang rumput di dominasi oleh jenis Axonopus compressus, Chrysopogon aciculatus, Imperata cylindrica, Mimosa pudica dan sebagainya.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 10 Tipe ekosistem Cagar alam Pangandaran (Sumber : Resort Konservasi Wilayah XX )

Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, hutan hujan tropis dataran rendah dapat

dijumpai di kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang merupakan salah satu kawasan konservasi dengan ekosistem hutan yang dominan.Kawasan hutan lindung ini sangat berperan dalan konservasi biodiversitas dan persebaran flora dan fauna. Keberadaan pantai sebagai zona peralihan ekosistem darat dan laut dipengaruhi oleh proses proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah ini disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas.

Gambar 11 Hutan Cagar Alam sebagai habitat satwa

Salah satu contoh ekosistem yang berada di wilayah pesisir pantai yaitu hutan mangrove. Sebagai salah satu ekosistem ekoton, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.

Page 16: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

16

Gambar 12 Mangrove sebagai ekosistem ekoton di Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Proses alam serta aktivitas manusia berperan dalam perubahan – perubahan yang

terjadi pada sebuah lanskap. Dahulu pananjung merupakan sebuah pulau kecil, akibat proses sedimentasi dari daratan Pulau Jawa maka menyebabkan pulau ini terhubung sehingga berbentuk sebuah tanjung. Hutan di dalam cagar alam merupakan sisa – sisa aktivitas penanaman di Jaman Belanda. Namun seiring dengan ditetapkannya kawasan menjadi kawasan konservasi maka kegiatan produksi hasil hutan dihentikan sekitar tahun 1960-an hingga sekarang. Perubahan lanskap cagar alam pun terjadi karena proses suksesi. Pada awalnya terdapat 3 padang rumput yang ada di Cagar Alam, yaitu Nanggorak, Badeto dan Cikamal namun hanya padang rumput Cikamal yang masih terjaga hingga sekarang, namun dua padang rumput telah mengalami suksesi dan berganti menjadi hutan sekunder muda dengan didominasi oleh tumbuhan Harendong (Melastoma malabathricum L.), Marong (Cratoxylum formasum), Rukem (Flacourtia rukam), dan sebagainya. Kejadian tsunami yang menerjang daerah Pangandaran tahun 2006 mengakibatkan rusaknya 27 hektar mangrove, 383 hektar hutan pantai, dan 62 hektar tanaman pandan laut sehingga turut merubah karakteristik lanskap di cagar alam ini terutama di wilayah pesisir yang memiliki dataran landai.

2. Urbanisasi Wilayah Kabupaten Pangandaran

Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari

kabupaten Ciamis. Berdiri tgl 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang No 21 tahun 2012, dengan luas wilayah mencapai sekitar 168.000 hektar, terdiri dari 10 kecamatan dengan ibukota Parigi. Karakter lanskap kabupaten pangandaran bervariasi dari lanskap perdesaan hingga lanskap kota. Keberadaan jalan raya kabupaten dan akses jalan di masing - masing wilayah kecamatan turut menyumbang perubahan karakter lanskap dan arus urbanisasi (proses perubahan karakter desa menjadi kota). Sejak perjalanan dari kecamatan Pangandaran menuju Kecamatan Cijulang, terdapat perubahan karakter lanskap yang signifikan yaitu dari lanskap perdesaan yang didominasi patch lahan hutan, sawah dan kebun menuju wilayah dengan karakter kota dengan dominasi patch bangunan disepanjang jalan. Setelah semakin menjauh dari wilayah kota karakter lanskap kembali didominasi dengan lahan persawahan, perkebunan, kolam/empang dan hutan produksi.

Page 17: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

17

Gambar 13 Lanskap perdesaaan di wilayah Padaherang

Lanskap hutan, sawah dan kebun yang ada di kawasan ini memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Secara ekologi keberadaan hutan merupakan penghasil oksigen, area konservasi air, habitat satwa, dan penyimpan karbon. Sedangkan secara ekonomi adalah lahan produksi kayu dan hasil hutan lainnya. Daur air dan oksigen akan terjaga dengan keberadaan hutan yang lestari.

Gambar 14 Perubahan ekologi kota Banjarsari karena urbanisasi

Proses urbanisasi yang terjadi pada kota – kota kecil contohnya di kota Banjarsari sesuai dengan teori Strip Development Von Thunen yaitu kota berkembang mengikuti jalur jalan. Hilangnya RTH berupa hutan, kebun dan sawah dan berganti menjadi bangunan – bangunan rapat disepanjang jalan akan mempengaruhi ekologi lanskap terutama dalam hal penyediaan jasa lanskap yaitu konservasi air, biodiversitas, penyerapan karbon, dan keindahan serta kenyamanan lingkungan.

4. Ekologi Green Canyon/Cukang Teneuh

Green Canyon, berlokasi tepatnya di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang Kabupaten Ciamis, Jawa Barat . Green Canyon berjarak sekitar 130 km dari kota Ciamis atau kurang lebih 30 km dari obyek wisata Pantai Pangandaran. Nama asli lokasi ini adalah Cukang Taneuh (bahasa Sunda) yang berarti Jembatan Tanah. Julukan Cukang Taneuh muncul karena di tengah sungai tersebut terdapat sebuah jembatan dari tanah selebar 3 meter dengan panjang 40 meter. Jembatan tersebut menghubungkan dua desa yang juga menjadi obyek wisata terkenal, yakni Desa Kertayasa dengan Desa Batukaras.

Green Canyon adalah ngarai yang terbentuk dari erosi tanah akibat aliran Sungai Cijulang selama ratusan tahun. Area ngarai berada di tepi kiri dan kanan sungai Cijulang yang airnya mengarah ke perairan laut Batukaras (Disdikbudpora,2013).

Page 18: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

18

Gambar 15 Sungai cijulang berbentuk meander

Sungai cijulang merupakan sungai yang berbentuk meander dengan karakter riparian sungai yang beragam dan formasi vegetasi yang berbeda. Bentuk meander menunjukkan adanya proses erosi terhadap tebing dan area riparian sungai. Berdasarkan pengamatan formasi vegetasi yang berfungsi untuk menahan proses erosi di bagian sungai memiliki perbedaan, dimana di bagian sungai yang dengan darmaga kapal didominasi oleh kelapa bambu dan nipha. Sedangkan di bagian sungai yang dekat dengan ngarai berupa hutan dengan pohon berstata tinggi,semak belukar dan paku – pakuan yang menutupi tebing.

Gambar 16 Perbedaan formasi vegetasi riparian sungai Cijulang dekat darmaga (kiri) bagian tengah sebelum ngarai (kanan)

Fenomena alam luar biasa yang terbentuk dari erosi arus sungai cijulang adalah bentukan gua dengan pemandangan tebing tinggi disisi kiri dan kanan serta rimbunnya pepohonan diatas tebing. Aliran air jatuh kebawah sungai dari atas tebing, terbentuk stalaktit dan stalaknit di bagian dalam gua. Bebatuan stalagtit dan stalagmit yang di sepanjang Green Canyon terbentuk selama ratusan tahun. Karena proses alamiah yang lama tersebut, Green Canyon termasuk cagar budaya yang dilindungi.

Page 19: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

19

Gambar 17 Gua dengan stalaktit dan stalaknit di Green Canyon

Ekosistem sungai cijulang beserta ngarai di bagian hulu merupakan rumah bagi beberapa ekosistem flora dan fauna. Gua yang menjadi habitat bagi kelelawar. Vegetasi di sepanjang riparian sungai memudahkan biota sungai bermigrasi dan jalan masuk keluarnya biota dari bantaran sungai. Perdu dan herba merupakan habitat bagi fauna sungai yang berperan sebagai pelindung matahari, peredaran kecepatan aliran air dan sebagai penyedia bahan makanan. Zona ini juga digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan sebagai tempa meletakkan telur dari fauna sungai (Maryono, 2005). Sedangkan hutan di riparian sungai memiliki fungsi ekologinya yaitu sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna sungai, sebagai stabilisator temperatur dan kelembaban udara, pemasok oksigen (O2), penyerap CO2, dsb (Maryono, 2005).

Perubahan yang terjadi pada aliran sungai dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau warna air adalah hijau sedangkan pada musim kemarau selain debit air sungai meningkat, warna air berubah menjadi coklat. Banjir merupakan faktor dominan yang mempengaruhi perubahan kualitas dan kuantitas habitat serta morphologi sungai (Maryono, 2005). Dengan semakin ramainya Wisata Green Canyon maka proses pembangunan dermaga jetti di beberapa bagian sungai dapat merubah karakter bantaran sungai dari formasi vegetasi menjadi elemen terbangun.

6. Ekologi Lanskap Kampung Naga

Kampung ini berada di lebah yang subur, dengan batas wilayah di sebelah barat dibatasi oleh hutan keramat (tempat makam leluhur) di sebelah selatan dibatasi oleh sawah - sawah penduduk dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan yang bermata air dari sungai Cikurai. Kampung Naga memiliki area seluas satu setengah hektar, terdiri dari tata-guna lahan perumahan dan pekarangan, kolam dan pertanian sawah yang ditanami padi dua kali per tahun. Struktur lanskap kampung Naga terdiri atas patch sawah, patch kolam ikan, patch bangunan, patch pekarangan, patch kebun dan patch hutan. Sedangkan koridor yang ada adalah berupa sungai dan jalan setapak baik bermaterial tanah saja maupun bebatuan.

Page 20: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

20

Gambar 18 Struktur lanskap kampung Naga

Topografi Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah yang

subur. Sistem pertanian masyarakat Kampung Naga memiliki dua kelompok besar yaitu sistem persawahan yang merupakan sistem pertanian menetap dengan menggunakan pengairan dari saluran irigasi yang bersumber dari sungai Ciwulan dan selokan/parit. Sistem yang kedua ialah sistem lahan kering yang terdiri dari pekarangan, kebun campuran,dan hutan. Lahan persawahan dilengkapi dengan petak dan pematang, sehingga sawah menjadi berteras mengikuti garis kontur. Keadaan ini merupakan salah satu bentuk konservasi lahan. Petak dan pematang akan menahan aliran air dari satu petak ke petak lain sehingga melindungi tanah dan erosi. Sungai Ciwulan merupakan sumber air bagi kehidupan masyarakat Kampung Naga ini. Sungai ini berbatasan dengan sawah di satu sisi dan vegetasi hutan di sisi lainnya. Keberadaan pohon bambu di sisi sungai menjaga sungai ini dari proses erosi.

Gambar 19 Sungai Ciwulan dan vegetasi pelindung

Hutan yang berada di kawasan Kampung Naga memiliki fungsi ekologis.

Pemeliharaan hutan akan membawa pengaruh positif natara lain : 1) Menjaga stabilitas dan perlindungan tanah dari erosi 2) mencegah bahaya banjir dan tersedianya tanah subur 3) Ameliorasi iklim daerah sekitarnya, 4) biodiversitas flora dan dauna, 5) menghindari pendangkalan sungai, danau, waduk dan lain – lain.

Page 21: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

21

B. ASPEK PENGELOLAAN LANSKAP BERKELANJUTAN

1. Pengelolaan Rest Area km 57 Cikampek

Dalam peraturan perundangan tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ada ketentuan yang menyebutkan bahwa setiap mengemudikan kendaraan selama 4 jam harus istirahat selama sekurang-kurangnya setengah jam, untuk melepaskan kelelahan, tidur sejenak ataupun untuk minum kopi, makan ataupun ke kamar kecil/toilet. Tempat istirahat atau dikenal secara lebih luas sebagai rest area adalah tempat beristirahat sejenak untuk melepaskan kelelahan, kejenuhan, ataupun ke toilet selama dalam perjalanan jarak jauh. Tempat istirahat ini banyak ditemukan di jalan tol ataupun dijalan nasional dimana para pengemudi jarak jauh beristirahat. Di jalan tol rest dilengkapi dengan lajur percepatan dan lajur perlambatan agar kendaraan yang masuk ataupun keluar dari tempat istirahat dapat menyesuaikan kecepatan pada lajur percepatan ataupun lajur perlambatan.

Rest Area KM 57 berlokasi di Tol Jakarta – Cikampek KM 57, Klari, Karawang ini dibangun dengan konsep ’One Stop & The Most Integrated Area’, yang memadukan semua kebutuhan pengunjung untuk berhenti beristirahat dengan nyaman dan segala kebutuhannya terpenuhi. Pada hari - hari biasa, rest area KM 57 memiliki traffic lebih dari 50.000 kendaraan (pribadi, bus, truk,travel).Rest area ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas antara lain SPBU dengan sistem komputerisasi, swalayan, masjid , yoilet yang bersih dan nyaman serta kamar mandi air panas, posko mudik terlengkap yang diikuti oleh 40 vendor dari otomotif, bank, rumah sakit dll, serta pengelolaan daur ulang sampah menjadi pupuk organik.Rest area ini dikelola oleh PT. Mitra Buana Jaya Lestari yang Mulai mulai beroperasi pada tanggal 19 Mei 2006 yang menempati are 5,2 kektar yang bekerjasama dengan PT. Jasa Marga (Persero). Sampai saat ini, Rest Area KM 57 mendapatkan predikat 'Diamond', yaitu predikat paling tinggi yang disandang SPBU dan mendapat predikat terbaik selama 3 tahun berturut - turut : 2007,2008,2009.

Pengelolaan rest area harus mengacu pada daya dukung di kawasan, terutama pada waktu – waktu akhir minggu,hari besar atau hari libur nasional, karena rest area akan ramai dengan pengunjung dan pelanggan. Keberadaan pohon – pohon penyerap polusi, penaung dan area resapan air pada kawasan ini perlu diperbanyak untuk meningkatkan kualitas lanskap rest area.

2. Pengelolaan Area Pantai dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Berdasarkan administrasi pengelolaannya, Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran berada dibawah Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Bidang Konservasi Wilayah III Ciamis, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Sedangkan pengusahaan Taman Wisata Alam ditangani oleh Perum Perhutani KPH Ciamis, Unit III Jawa Barat seluas 20 Ha. Kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran seluas 454,615 Ha dan Taman Wisata Alam Pangandaran seluas 343.210 m2 (Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor.Sk.484/MENHUT-II/2010), Kawasan Cagar Alam Laut seluas 470 Ha (SK. Menteri Kehutanan No. 225/Kpts-II/90 tanggal 8 Mei 1990). Sementara kawasan Suaka Margasatwa Sindangkerta seluas 90 Ha : luas perairan 76,48 Ha dan daratan/pantai 13,52 Ha (SK Menteri Kehutanan No.6964/Kpts-II/2002). Berdasarkan pengamatan pada Cagar Alam Pananjung Pangandaran belum terdapat perbedaan zona perlindungan (zona core hingga buffer), hal ini akan dapat menyebabkan kelemahan dalam manajemen kawasan terutama perlindungan terhadap flora dan fauna di dalam kawasan.

Pembangunan di kawasan cagar alam perlu memperhatikan dampak yang akan timbul sehingga tidak mengganggu proses ekologi yang berlangsung di dalam kawasan tersebut. Pada zona ekoton misalnya, pembangunan sirkulasi masif di zona ini perlu

Page 22: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

22

dihindari karena akan menyebabkan gangguan, baik karena menyebabkan fragmentasi patch maupun mengganggu jalur migrasi satwa.

Gambar 20 Sirkulasi masif pada kawasan ekoton perlu dihindari

Pada kawasan sepanjang pantai pangandaran, keberadaan bangunan – bangunan yang dekat dengan pantai adalah permasalahan area pesisir. Kawasan pesisir seharusnya bebas dari bangunan, selain menutup view ke arah laut, bangunan tersebut dari segi keamanan sangat rentan terkena dampak bahaya, misalnya bencana tsunami. Sedangkan untuk perlindungan daerah pantai dari abrasi gelombang laut, beberapa pendekatan dapat ditempuh antara lain (Arifin, 2014):

a. Pembuatan tembok laut atau “revetment” untuk melindungi dan memperkuat pantai bagian darat terhadap erosi akibat gempuran gelombang dan arus.

b. Pembuatan krib tegak lurus pantai untuk mengurangi laju angkutan sedimen sejajar pantai yang menyebabkan erosi pantai.

c. Pembuatan bangunan pemecah gelombang sejajar pantai atau pulau tiruan untuk mengurangi energi gelombang yang menyeret sedimen baik arah sejajar maupun arah tegak lurus pantai.

d. Penambahan suplai sedimen pada pantai yang tererosi, sehingga sedimen pada pantai yang diangkut dari pantai tersebut dapat diimbangi. Wisata pantai berpasir bentuk garis pantai dikombinasikan dengan pembuatan bangunan kendali.

e. Penghijauan daerah pantai mengurangi laju erosi karena akar tanaman pantai cukup kuat meredam arus dan gelombang yang menerjang pantai.

Gambar 21 Struktur penahan abrasi pantai Pangandaran

Page 23: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

23

3. Pengelolaan Lanskap Kabupaten Pangandaran

Derasnya arus urbanisasi yang terjadi di kabupaten Pangandaran ditandai dengan perubahan tata guna lahan yang semula berupa persawahan, perkebunan dan hutan berubah menjadi area terbangun. Luasan ruang – ruang terbuka hijau semakin menyempit dan terancam hilang karena terdesak dengan pembangunan rumah – rumah penduduk. Untuk mencegah perubahan tata guna lahan yang lebih besar diperlukan pengelolaan berupa penegakan aspek legal tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam RTRW maupun peraturan wilayah lain terutama perlindungan terhadap keberadaan ruang – ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis di dalam lanskap.

Gambar 22 Persawahan yang terhimpit pembangunan rumah

4. Pengelolaan Lanskap Green Canyon/Cukang Teneuh

Green Canyon merupakan kawasan cagar budaya menurut Undang-undang No. 11 tahun 2012 termasuk cagar budaya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan. Panjang kawasan Geen Canyon adalah 6000 meter. Bebatuan berupa stalagtit dan stalagmit di sepanjang Sungai Cijulang atau lebih dikenal dengan sebutan Green Canyon (Cukang Taneuh) dilindungi secara Undang-undang sehingga semua pihak yang terkait dengan pengelolaan pariwisata Green Canyon, harus turut serta melestarikan fenomena alam tersebut.

Pengelolaan wisata Green Canyon saat ini dilakukan oleh Dishubparkominfo dan UMKM, namun pengendalian/pengawasan cagar budaya disana dilakukan oleh Disdikbudpora Kabupaten Pangandaran. Program Bidang Budpora berkaiatan dengan keberadaan cagar budaya yaitu berkaitan dengan upaya pelestarian kawasan. Manajemen wisata yang teramati dari kegiatan fieldtrip ini adalah adanya peraturan jadwal memasuki kawasan wisata, jumlah kapal yang beroperasi, standar keamanan dan durasi wisata.

Selain manajemen wisata, untuk memperbaiki dan melindungi ekologi sungai Cijulang dapat ditempuh dengan metode bioengineering. Bioengineering atau ekoengineering dimaksudkan sebagai usaha dengan semaksimal mungkin menggunakan komponen vegetasi (tanaman - tanaman) di sepanjang bantaran sungai untuk menanggulangi longsoran dan erosi tebing sungai dan kerusakan bantaran sungai lainnya. Metode bioengineering atau sering disebut ekoengineering ini merupakan metode yang murah dengan sustainabilitas tinggi (Maryono, 2005). Syarat - syarat yang ditentukan agar suatu vegetasi dapat berfungsi dalam bioengineering:

Page 24: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

24

a. Menggunakan Jenis tanaman lokal (setempat) Longsoran akibat abrasi dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan tumbuhan sekitar daerah longsoran sebagai pelindung tebing. Misalnya dapat digunakan rumput gelagah, ilalang, pohon bambu, nipah atau bakau.

b. Dapat berfungsi sebagai penangkal erosi banjir akibat hujan (pelindung tebing).

Besarnya kecepatan air perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih jenis vegetasi yang akan digunakan . Vegetasi sungai angat penting kaitannya dengan tahanan terhadap erosi di kaki tebing sungai. Vegetasi umumnya didominasi oleh golongan rumput – rumputan (familia Graminae Dan Cyperaceae), kangkung – kangkungan (Familia Convolvulaceae), karena bersifat lentur dapat digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatif kecil, sedangkan jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar dapat ditanam pada tebing sungai besar. Selain sebagai pelindung tebing, tanaman ini juga berfungsi sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliran turun dan banjir di daerah hilir dapat dikurangi.

c. Dapat mempertahankan fungsi ekologi bantaran sungai

Vegetasi bantaran sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori – pori rekahan tebing sungai. Ranting, cabang dan daun tanaman yang tumbuh di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan, juga berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai. Perakaran tanaman berfungsi sebagai komponen stabilitas tebing sungai dan sebagai barrier (penangkal) untuk mengurangi erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran permukaan. Vegetasi alami yang tumbuh di sepanjang sungai memiliki keteraturan formasi yang spesifik. Konfigurasi vegetasi sepanjang sungai dipengaruhi oleh formasi arus sungai. Sebaliknya bentuk meander sungai akan ditentukan oleh formasi vegetasi sepanjang sungai tersebut. Dalam penerapan bioengineering perlu diperhatikan zona - zona yang harus dipertahankan pada daerah sungai adalah, zona tersebut antara lain :

a. Zona Perakaran Pohon

Zona perakaran pohon pinggir sungai merupakan tempat yang sangat disenangi berbagai jenis ikan. Lokasi ini sangat perlu dipertahankan karena secara hidraulik dapat menahan gerusan atau erosi tebing sungai, sekaligus menjadi pemecah energi sungai (Maryono, 2005).Jenis tanaman lokal yang dapat digunakan untuk mempertahankan zona ini adalah jenis rengas (Glutha renghas) dan bintaro (Cerbera manghas, L)

b. Zona Tumbuhan Perdu dan Herba Perdu dan herba hidup di daerah batas zona aquatik dan zona darat. Keberadaan vegetasi ini berperan penting bagi ekologi fauna sungai maupun secara hydraulik sungai. Jenis – jenis tanaman lokal dari hasil identifikasi yang dapat digunakan untuk mempertahankan zona ini yaitu pandan (Pandanus, sp), keduduh (Melastoma candidum D.Don), rumput teki (Cyperus rotundus), rumput kumpai (Hymenachne acutigluma) dan alang – alang (Imperata cylindrica

c. Zona Tumbuhan Besar

Vegetasi pada zona ini mempunyai fungsi hidraulik dan ekologi yang signifikan sehingga perlu dipertahankan. Fungsi hidrauliknya antara lain sebagai penahan tebing dari longsor, penahan erosi kaki tebing, peredam energi zona perakaran yang masuk ke badan sungai, serta sebagai media munculnya mata air di pinggir sungai.Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk mempertahankan Zona Tumbuhan Besar adalah bambu kuning

Page 25: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

25

(Bambusa vulgaris, Schrad), bambu kasap (Pogonatherum, sp), nipah (Nypa fruticans, Wurmb).

4. Pengelolaan Lanskap Kampung Naga

Kampung naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Lokasi kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota garut dengan kota Tasikmalaya. Nama kampung naga merupakan singkatan dari kampung diNAGAwiR, dalam bahsa sunda berarti sebuah kampung yang berada di lembah yang subur. Sistem perekonomian masyarakat terutama bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan mata pencaharian sampingan adalah membuat kerajinan, beternak dan berdagang. Masyarakat kampung naga merupakan masyarakat yang menggunakan teknologi sederhana seperti tungku dengan bahan bakar kayu untuk memasak, bajak dan cangkul untuk menggarap sawah, dan tidak menggunakan listrik.

Elemen bangunan maupun sirkulasi menunjukkan kesatuan dari alam. bentuk rumah di Kampung Naga berupa rumah panggung, dengan bahan dari bambu dan kayu. Atap rumah terbuat dari daun nipah, ijuk/alang alang, lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah menghadap kesebelah utara atau ke selatan dengan memanjang ke arah Barat -Timur. Praktek pembangunan di Kampung Naga memiliki wawasan lingkungan yaitu secara ekologi sosial ekonomi dan budaya.

Gambar 23 Desain bangunan dan jalan di Kampung Naga memakai material alami

Dari segi pengelolaan, kampung naga dipimpin oleh dua lembaga yaitu lembaga pemerintahan desa dan pemimpin adat. Keduanya saling bersinergi satu sama lain. Lembaga pemerintahan terdiri atas RT,RW,dan kepala Dusun. Lembaga adat di kampung naga terdiri dari kuncen (pemangku adat dan pemimpin upacara adat dalam berziarah), punduh dan lebe (mengurusi jenasah).

Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari masyarakat kampung naga mendapatkan bahan makanan dari hasil pertanian sawah, beternak, berkebun. Sebagian bahan makanan dan tanaman obat berasal dari tanaman pekarangan.

Page 26: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

26

Gambar 24 Pekarangan rumah di Kampung Naga sebagai sumber bahan makanan dan obat

Pengaruh budaya yang sangat kuat yaitu berupa nilai - nilai, norma, tradisi kesenian, upacara ritual, dan corak arsitektur rumah tatanan lanskap permukiman sangat berpengaruh terhadap kelestarian lanskap Kampung Naga. Pengelolaan terhadap hutan tercermin dalam nilai budaya kampung Naga, dimana salah satu aturan adat yang melarang memasuki hutan larangan yang ada disekitar Kampung Naga. Dengan terjaganya hutan maka jasa ekologi dari hutan akan tetap terjaga yaitu konservasi air, konservasi biodiversitas, penyerapan karbon serta keindahan dan kenyamanan lanskap.

Gambar 25 Kelestarian hutan sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Naga

Beberapa contoh pengelolaan yang telah baik di kampung naga ini adalah tentang pengelolaan sampah dimana pemisahan sampah organik dan anorganik telah dilakukan. Sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan kandang, hanya saja sampah anorganik tidak di daur ulang namun dibakar sehingga masih meninggalkan residu. Di kampung ini juga telah diterapkan teknologi rekayasa sungai untuk mengurangi erosi yaitu dengan adanya struktur pengarah aliran sungai pada sungai Ciwulan.

Gambar 26 Struktur pengarah aliran sungai untuk mengurangi erosi

Page 27: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

27

BAB IV

KESIMPULAN

Kegiatan fieldtrip ini dilakukan untuk memahami karakter beberapa kawasan di wilayah Jawa Barat baik dari sisi ekologi lanskap (struktur, fungsi dan dinamika) maupun dari aspek pengelolaan lanskap secara berkelanjutan serta permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut. Obyek - obyek yang akan dikaji terdiri atas : lanskap perkotaan berupa rest area km 57 Cikampek, lanskap semi urban yaitu lanskap kabupaten Pangandaran yang telah mengalami urbanisasi, lanskap konservasi cagar alam Pananjung Pangandaran, lanskap sungai Cijulang yatu Green Canyon/ Cukang Taneuh dan lanskap perdesaan yaitu Kampung Naga Garut-Tasikmalaya. Agar suatu lanskap dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka dibutuhkan adanya integrasi kuat antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Pada aspek ekologi, hal yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi suatu kawasan adalah dengan cara mengetahui struktur, fungsi dan dinamika suatu lanskap agar mengetahui cara terbaik dalam menangani gangguan yang akan terjadi. Pada lanskap Cagar Alam Penanjung Pangandaran dibutuhkan pengelolaan yang hati – hati yaitu dengan memetakan zona perlindungan dari zona inti ke zona buffer. Perlindungan terhadap cagar budaya Green Canyon adalah berupa upaya mempertahankan struktur lanskap alami yang ada sehingga meminimalisir terjadinya gangguan akibat aktivitas wisata. Keberadaan ruang – ruang terbuka hijau harus dipertahankan sehingga tidak berkurang/hilang akibat urbanisasi yang terjadi di Kabupaten Pangandaran. Pengelolaan berbasis budaya tercermin dalam pengelolaan lanskap oleh masyarakat Kampung Naga. Kearifan lokal dan nilai – nilai adat yang dimiliki masyarakat setempat secara tidak langsung merupakan perlindungan terhadap hutan dan lanskap perdesaan.

Page 28: Laporan fieldtrip Cagar Alam Pangandaran, Green Canyon dan Kampung Naga

28

DAFTAR PUSTAKA

Anonim Taman Wisata Alam Pangandaran. http://perhutani.kphciamis.com/ diunduh 25 Juni

2014

Arifin, Hadi Susilo. 2014. Pengelolaan Kawasan Pesisir. Materi Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Disdikbudpora, 2013. Bebatuan Di Green Canyon, Dilindungi UU Sebagai Cagar Budaya.

http://disdikbudpora-pnd.org diunduh 25 juni 2014

Maryono, A., 2005. Eko – Hidraulik. Pembangunan Sungai. Edisi Eedua. Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Nachrowi,Dita RK, 2012.Pengaruh Kekohesifan Kelompok terhadap kinerja Karyawan pada PT Mitra Buana Jaya Lestari Rest Area KM 57. Skripsi. Universitas Indonesia

Resort Konservasi Wilayah XX Pangandaran. Ekosistem Cagar Alam Pananjung Pangandaran. http://cagaralam-pangandaran.com/kawasan/ekosistem diunduh 25 Juni 2014

Sittadewi, Euthalia Hanggari.2008. Identifikasi Vegetasi Di Koridor Sungai Siak Dan Peranannya Dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 2 Agustus 2008 Hlm. 112-118

Yulianingsih, Dewi. 2002. Etnobotani Pada Masyarakat Adat Kampung Naga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor