Upload
kiki-nurcahyo
View
7.693
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
LEMBAR PENGESAHAN
Anggota kelompok
AipinDeden AtimGun gun WigunaKiki NurcahyoYana Suryana
KATA PENGANTAR
1
GURU MATA PELAJARAN
Dra. Nina Herlina. MM
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami pendidikan kewarganegaraan.
Harapan kami semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
CIMAHI , 22 OKTOBER 2012
Penyusun
Daftar Isi 2
Lembar Pengasahan 1Kata Pengantar 2Daftar Isi 3BAB 1 Permasalahan yang terjadi 5
1.1 Latar Belakang Masalah __________________51.2 Bentuk Bentuk Pemerintahan______________5
BAB 2 Teori Teori 7
2.1 Pengertian Demokrasi Pancasila ________________7
2.2 Prinsip Demokrasi Pancasila_____________________8
2.3 Tujuh Sendi Pokok_____________________________8
2.4 Fungsi Demokrasi Pancasila____________________11
2.5 Demokrasi Deliberatif_________________________12
2.6 Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang_______13
2.7 Pemilihan Umum 2004_________________________14
2.8 Kriteria- kriteria Pemilu yang sukses _____________14
2.9 Pemilu Legislatif 2004 _______________________15
2.10 Pilpres 2004_____________________________15
BAB 3 Tanya Jawab 213.1 Pertanyaan 213.2 Jawaban 22
3
BAB 4 Kesimpulan 23
Daftar Pustaka 25
BAB 14
PERMASALAHAN YANG TERJADI
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara republik Indonesia menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai-
nilaikehidupan yang berakar dalam budaya bangsa Indonesia. Perwujudan asas demokrasi
itudiartikan sebagai paham kedaulatan rakyat, yang bersumber kepada nilai
kebersamaan,kekeluargaan dan kegotongroyongan. Demokrasi pancasila yang dianut oleh
bangsaIndonesia juga memberikan penghargaan yang tinggi kepada nilai musyawarah
yangmencerminkan kesungguhan dan tekad dari bangsa Indonesia untuk berdiri diatas
kebenaranuntuk berpartisipasi dalam pemerintahan serta turut menentukan haluan Negara.
Namun,kebebasan tersebut disertai pula dengan tanggung jawab yang bukan hanya di
tujukan kepadamanusia, melainkan juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain,
kita harus pedulipada keadaan dan masa depan bangsa. Namun, kepedulian itu hendaknya
diwujudkan melalicara yang benar, konstitusional dan bertanggung jawab. 1
1.2 Bentuk – Bentuk Pemerintahan
a. OligarkiOligarki berasal dari kata oligoi yang berarti kelompok teman, sedikit atau beberapa,
sedangkanarchein yang berarti memerintah. Jadi, Oligarki yaitu pemerintahan yang dipegang
oleh beberapa(sedikit) orang untuk kepentingan mereka sendiri. Dari bentuk pemerintahan
Oligarki ini akanlahir bentuk Pluktorasi (Plutos berarti bodoh, archien atau cratein berarti
memerintah).Puktorasi berarti pemerintahan yang dijalankan oleh orang – orang kaya yang
kurang terdidik.
5
b. AnarkiAnarki berasal dari bahasa Yunani (An = tidak, Archie= memerintah).ajdi Anarki
adalahpemerintahan para warga negaranya tidak mau tunduk pada kekuasaa pemerintahan
danmenganggap dirinya tidak terikat kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku.
c. Mobokrasi Mobokrasi adalah pemerintahan yang dikuasai oleh sekelompok orang untuk
kepentingankelompok yang berkuasa, bukan untuk kepentingan rakyat.
d. DictatorDiktator mempunyai arti satu orang memerintah dengan kekuasaan tidak terbatas.
Dalammemperoleh kekuasaan biasanya dilakukan melalui suatu jalan revolusi dengan
memaksakankehendak kepada rakyat. Seorang diktator tidak tunduk pada undang – undang
Negara danmenjadi pemegang tunggal atas kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif. 2
BAB 2
6
TEORI- TEORI
2.1 Pengertian Demokrasi Pancasila
Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi
dalam doktrin Manipol USDEK disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi
yang berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam doktrin repelita yang
berada dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan daripada
suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama
dalam lembaga-lembaga negara.
Prinsip dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara universal. Ciri
demokrasi Pancasila :
pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi
adanya pemilu secara berkesinambungan
adanya peran-peran kelompok kepentingan
adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas.
Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan
masalah.
Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat
dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu
7
Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan
pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
2.2 Prinsip Demokrasi Pancasila
Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia
2. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
3. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR atau lainnya
4. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan
aspirasi rakyat
5. Pelaksanaan Pemilihan Umum
6. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal
1 ayat 2 UUD 1945)
7. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
8. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri
sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
9. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
10. Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
2.3Tujuh Sendi Pokok
Dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi landasan,
yaitu:
8
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum.
Seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi
semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa
pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang
tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan
demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
Menetapkan UUD;
Menetapkan GBHN; dan
Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti
penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
9
Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
Mengubah undang-undang.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat
oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris
MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat
(kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam
pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus
mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amandemen,
dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
Hak tanya/bertanya kepada pemerintah
Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah
Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah
Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal
Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6 Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR
10
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini
tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti
sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai
tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah
koordinasi presiden.
7 Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan
tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat
karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota
MPR. DPR sejajar dengan presiden.
2.4 Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
Ikut menyukseskan Pemilu
Ikut menyukseskan pembangunan
Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
Menjamin tetap tegaknya negara RI
Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
11
Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
Presiden adalah mandataris MPR,
Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
2.5 Demokrasi Deliberatif
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Dengan demikian
berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif.
Dalam demokrasi deliberatif terdapat tiga prinsip utama:
1. prinsip deliberasi, artinya sebelum mengambil keputusan perlu melakukan pertimbangan
yang mendalam dengan semua pihak yang terkait.
2. prinsip reasonableness, artinya dalam melakukan pertimbangan bersama hendaknya ada
kesediaan untuk memahami pihak lain, dan argumentasi yang dilontarkan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.
3. prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan, artinya semua pihak yang terkait memiliki
peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan,
dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan.
Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan berbagai kepentingan yang timbul dalam
masyarakat Indonesia yang heteroge. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir dari musyawarah
12
bukan dipaksakan. Deliberasi dilakukan untuk mencapai resolusi atas terjadinya konflik
kepentingan. Maka diperlukan suatu proses yang fair demi memperoleh dukungan mayoritas atas
sebuah kebijakan publik demi suatu ketertiban sosial dan stabilitas nasional.
2.6 Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang
Bidang ekonomi
Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi. Pemerintah
memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip
keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alam atau sumber-sumber ekonomi
harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan
negara. dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro
plan tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun
dan terakhir dalam Repelita kesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana
produksi. Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal
33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil
rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.
Bidang kebudayaan nasional
Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan
kemajemukan Budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga
kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik. Terdapat
penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi berkembangnya
budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan penghargaan.
2.7 Pemilihan Umum 200413
Pemilu 2004 telah membawa Indonesia memasuki babak baru dalam perpolitikkan nasional. Pada
pemilu 2004 ini untuk pertama kalinya pemilihan anggota legislatif, pemilihan anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) dan Presiden dibedakan. Masyarakat pemilih sedikitnya melakukan 2 kali pemilihan. Pada
pemilu pertama yang dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004, masyarakat melakukan pemilihan anggota
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupataten/ kota. Selain itu mereka juga melakukan pemilihan anggota
DPD yang nantinya akan menjadi wakil daerah (provinsi) di MPR.
Pemilu kedua, adalah pemilihan presiden (pilpres) secara langsung. Pilpres putaran pertama yang
berlangsung 5 Juli 2004 menghasilkan 2 pasangan calon presiden, Susilo Bambang Yudoyono- Yusuf Kalla
dan Megawati- Hasyim Muzadi yang akan bersaing kembali dalam pilpres putaran kedua yang
diselenggarakan pada 20 September 2004.
Dua putaran pilpres ini merupakan peristiwa politik besar, karena sejak Indonesia merdeka sampai
pilpres 2004 ini, belum pernah ada presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat, mulai dari Soekarno,
Soeharto, BJ. Habibie, Abdurahman Wahid sampai Megawati, semuanya dipilih secara tidak langsung yaitu
melalui MPR
Ada 4 perubahan mendasar dari format pemilu 2004 ini jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu
sebelumnya. Pertama, adanya kebebasan memilih bagi masyarakat; kedua, terbukanya peluang yang sama
diantara partai-partai politik peserta pemilu; ketiga, berkurangnya secara signifikan peluang birokrasi untuk
melakukan upaya pendistorsian pemilu, karena penyelenggara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang merupakan lembaga independen dan keempat; terbukanya peluang bagi masyarakat untuk ikut
serta melakukan pengawasan terhadap semua tahapan dalam proses pemilu.
2.8 Kriteria- kriteria Pemilu yang sukses
Paling tidak, ada 3 hal yang penting yang bisa dipakai sebagai indikator sukses–tidaknya pelaksanaan
pemilu, yaitu sistem pemilu, penyelenggara pemilu dan mekanisme penegakan hukum atas pelanggaran yang
terjadi dalam pemilu. Sejalan dengan itu, apakah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu
mampu menciptakan pemilu yang aman, adil dan demokratis.
Pertama; Sistem Pemilu.
14
Pada umumnya, kita mengenal dua sistem pemilu dengan beberapa variasinya, yaitu sistem distrik
dan sistem proporsional (Sartori, 1987). Dalam sistem distrik, satu wilayah (distrik pemilihan) memilih satu
wakil tunggal (single –member constituency) atas dasar suara terbanyak (pluralitas). Dalam sistem ini, negara
dibagi dalam sejumlah distrik pemilihan yang kurang lebih hampir sama jumlah penduduknya. Jumlah
penduduk dalam distrik berbeda-beda dari satu negara dengan negara lain. Di Inggris, misalnya satu distrik
kira-kira mewakili 500.000 penduduk, sedang di India dapat mencapai 2.000.000 penduduk. Karena satu
distrik hanya berhak atas satu wakil, maka calon yang memperoleh suara terbanyak dianggap menang. Gejala
ini dinamakan ”the first past the post”. Artinya suara yang mendukung calon yang kalah dianggap hilang dan
tidak dihitung lagi untuk membantu partainya di distrik lainnya. Sistem pemilu distrik sering dipakai oleh
negara- negara yang menganut sistem kepartaian ”dwi partai”, seperti Amerika Serikat, India, Malaysia dan
Inggris.
Sedang sistem proporsional, satu wilayah (daerah pemilihan) memilih beberapa wakil (multi-
member constituency), yang jumlahnya ditentukan atas dasar rasio tertentu, misalnya satu wakil parlemen
untuk 500.000 penduduk. Dalam sistem ini, suatu kesatuan administratif-pemerintahan (provinsi,
kabupaten/kota) dipakai sebagai daerah pemilihan. Jumlah suara yang diperoleh setiap partai menentukan
jumlah kursi di parlemen, artinya rasio perolehan suara antar partai sama dengan rasio perolehan kursi di
parlemen. Negara-negara yang menganut sistem ini adalah negara-negara dengan ”banyak partai” seperti
Nederland, Italia, Swedia dan Indonesia.
2.9 Pemilu Legislatif 2004
Pemilu Legislatif 2004 menggunakan sistem proporsional terbuka, dimana sistem ini masih
memberikan kedudukan yang kuat pada partai melalui sistem daftar. Meskipun sistem ini memberikan
peluang bagi calon yang populer (dapat memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih; BPP) tanpa melihat nomor
urut, tetapi pada kenyataannya banyak calon yang memperoleh suara terbanyak, tetapi tidak mencapai BPP
dan tidak berada pada nomor urut jadi, kesempatan untuk menjadi wakil parlemen menjadi sirna. Kondisi
inilah yang mendominasi selama pemilu legislatif 2004 yang lalu. Secara teoritis, sistem proporsional
(terbuka) dianggap paling demokratis dan representatif, dalam arti jumlah wakil partai dalam parlemen sesuai
15
dengan jumlah suara yang dipeolehnya dalam pemilu, namun sistem ini sering mengundang lahirnya konflik
internal partai. Dan pada akhirnya akan merepotkan KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Faktor lain yang kurang menguntungkan adalah lahirnya elitisme dan oligarkhi partai. Seseorang
yang terpilih (terutama yang tidak memenuhi BPP) cenderung kurang erat hubungannya dengan masa
pemilihnya dan seorang calon akan lebih terikat pada kepentingan partai termasuk di dalamnya kepada elite
partai. Kondisi ini akan mempersulit terbentuknya konsolidasi demokrasi, dimana seseorang lebih
mementingkan partainya (delegational democracy) daripada pemilih yang diwakilinya (representative
democracy; O,Donnel, 1986).
2.10 Pilpres 2004
Pada pemilihan presiden secara langsung (pilpres) yang lalu mensyaratkan adanya dukungan partai
politik sebagai satu-satunya pintu (entry point) bagi bakal calon presiden menjadi calon presiden.
Persoalannya, apakah Partai Politik (parpol) sudah siap untuk dipakai sebagai satu-satunya pintu bagi calon
presiden. Untuk keperluan ini, semestinya parpol mampu menjalankan fungsi- fungsi politik sebagaimana
yang dilakukan oleh parpol modern. Menurut Almond dan Bingham Powell, jr. (1966), parpol memiliki
peran artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, komunikasi politik, sosialisasi politik dan rekruitmen
politik. Apakah peran-peran seperti di atas telah dilakukan oleh parpol kita ?
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa parpol kita sangat lemah dalam menjalankan fungsi-
fungsi politik di atas. Faktor penyebabnya, antara lain kuatnya pengaruh birokrasi dan militer selama
kekuasaan Orde Baru. Tetapi faktor ini sebenarnya dapat dibantah, karena selama reformasi (1998-2004)
parpol kembali memiliki peran yang sangat besar dalam perpolitikkan nasional kita. Masalahnya, selama
reformasi ini, partai terlalu sibuk ”mencari rejeki”, sehingga melupakan tugas-tugas politik yang seharusnya
mereka lakukan, yaitu mempersiapkan kader-kader partai untuk memperebutkan jabatan-jabatan politik
melalui sosialisasi politik dan rekruitmen politik yang teratur, terarah dan terukur.
Mari kita lihat kiprah parpol dalam mempersiapkan kadernya dalam pilpres yang lalu.
Pasangan Megawati-Hasyim Muzadi, yang diusung oleh PDIP (dan NU struktural), jika dilihat dari
track record Megawati sebagai pemimpin PDIP, seharusnya tidak perlu dicalonkan kembali, sebab
16
Megawati adalah pemimpin yang gagal dalam pemilu legislatif 2004, dari 34 % suara pada pemilu 1999
turun menjadi 18 % pada pemilu 2004. Di negara manapun yang menganut sistem kepartaian modern,
seharusnya dia diganti dengan calon lainnya yang lebih segar dan menjanjikan.
Pasangan Wiranto- Salahudin Wahid, yang diusung oleh Golkar (dan NU kultural) adalah sebuah
fenomena yang mengarah kepada ”anomali”. Tidak lazim, bagi pemimpin yang sukses, seperti Akbar
Tanjung yang mampu menjadi pemenang dalam pemilu legislatif 2004 dikalahkan oleh Wiranto yang nota
bene bukan pengurus partai Golkar dalam konvensi partai. Sehingga wajar kalau Wiranto rontok dalam
pilpres putaran pertama.
Yang paling menarik, adalah pasangan Susilo Bambang Yudoyono-Yusuf Kalla yang diusung Partai
Demokrat dan Golkar (undercover) yang pada akhirnya menjadi pemenang pilpres putaran kedua. Partai
Demokrat didirikan oleh SBY dengan ”sembunyi dan malu-malu”, sebenarnya kemenanganya disebabkan
oleh perilaku Partai Golkar yang anomali dan PDIP yang tradisional dan mengandalkan nama besar
Soekarno.
Kedua, Penyelenggara Pemilu.
Menurut Bingham Powell, Jr.(1982), pemilu memiliki hubungan yang signifikan dengan kehidupan
demokrasi dalam suatu negara, bahkan di dunia ketiga pemilu sering diidentikkan dengan simbol demokrasi.
Ada lima indikator bagi pemilu yang demokratis, yakni :
1. Legitimasi pemerintah berdasarkan klaim bahwa pemerintah tersebut mewakili rakyat;
2. Pengaturan yang mengorganisasi ”bargainning” untuk memperoleh legitimasi dilaksanakan melalui
pemilu yang kompetitif;
3. Sebagian orang dewasa dapat ikut serta dalam proses pemilihan baik sebagai pemilih maupun sebagai
calon untuk menduduki jabatan penting;
4. Pemimpin dipilih dengan interval yang teratur dan pemilih dapat memilih diantara beberapa alternatif.
(bukan calon tunggal; pen.)
5. Terjaminnya hak-hak dasar, seperti kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul dan kebebasan pers.
Secara teoritis, kelima hal di atas dapat terlaksana jika penyelenggara pemilu tersebut bebas dari
intervensi pemerintah . Mari kita perhatikan penyelenggara pemilu di Indonesia. Pemilu 1955
17
diselenggarakan oleh parpol; Pemilu era Orde Baru (1971, 1977,1982,1987,1992,1997) diselenggarakan oleh
pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri lewat Lembaga Pemilihan Umum (LPU); Pemilu 1999
dilaksanakan oleh parpol dan pemerintah lewat Komisi Pemilihan Umum (KPU); sedang Pemilu 2004 baik
Pemilu legislatif maupun pilpres diselenggarakan oleh KPU yang merupakan lembaga independen yang
anggotanya terdiri dari akademisi dan tokoh LSM.
Menurut Pasal 19 UU No.12 tahun2003, disebutkan :
(1) Calon anggota KPU diusulkan oleh Presiden untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
untuk ditetapkan sebagai anggota KPU.
(2) Calon anggota KPU Provinsi diusulkan oleh gubernur untuk mendapat persetujuan KPU untuk
ditetapkan sebagai anggota KPU Provinsi.
(3) Calon anggota KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh bupati/walikota untuk mendapat persetujuan
KPU Provinsi untuk ditetapkan sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota.
Kalimat diusulkan oleh Presiden untuk KPU Pusat, Gubernur untuk KPU Propinsi dan Bupati/walikota untuk
KPU Kabupaten/Kota berdasar atas pemberitaan media massa (content analysis) sering menimbulkan
persoalan. Persoalan ini dipicu oleh dua hal; pertama, kepentingan pemerintah dan parpol untuk KPU Pusat,
Gubernur untuk KPU Provinsi dan Bupati/Walikota untuk KPU Kabupaten/Kota dan kedua; Calon anggota
KPU itu sendiri.
Mundurnya dua anggota KPU Pusat yaitu Romo Mudji Sutrisno dan Imam Prasodjo disebabkan oleh
faktor kepentingan politik terutama parpol yang masih mencurigai elemen birokrasi (PNS) tidak netral, di
samping faktor kepentingan dari dua anggota KPU tersebut yang lebih mengutamakan sebagai akademisi.
Sedang untuk KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota disebabkan tidak transparannya pemerintah
daerah dalam menjaring calon anggota KPU atau paling kurang masih mengentalnya kepentingan pemerintah
daerah (baca; parpol yang berkuasa) untuk menempatkan “kadernya” dilembaga penyelenggara pemilu.
Disamping itu, faktor “jaminan uang yang menggiurkan” menjadi faktor tidak kondusifnya proses seleksi
anggota KPUD. Di Provinsi Jawa Tengah, faktor kedua ini menyebabkan seorang anggota KPU Provinsi
nyaris diberhentikan.
Hal lain yang perlu dikritisi adalah pembagian kerja antara KPU dan Sekretariat Jenderal. Menurut
aturan, yaitu Pasal 25 UU No.12 Th.2003, KPU bertugas sebagai lembaga pembuat kebijakan- kebijakan
18
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, sedangkan Sekretariat Jenderal bertugas di bidang teknis-
administratif. Tampaknya, pembagian tugas ini tumpang tindih, bahkan cenderung dilakukan sendiri oleh
KPU, akibatnya tahapan-tahapan pada pemilu, terutama pemilu legislatif sering terganggu. Dan yang paling
menyakitkan, sekarang ini KPU Pusat terlibat dalam kasus korupsi yang pada akhirnya akan menjatuhkan
citra KPU sebagai lembaga yang bermartabat . Di daerah, sering bergantinya sekretariat KPU karena sering
konflik dengan anggota KPUD terutama mengenai pembagian kewenangan.
Ketiga, Penegakan Hukum.
Dalam negara demokrasi, penegakan hukum merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Artinya
apapun bentuk pelanggarannya dan siapapun pelanggarnya harus ditindak. Berkaitan dengan penegakan
hukum ini, pemilu 2004 baik pemilu legislatif maupun pilpres penegakan hukum atas pelanggaran pemilu
sangat lemah.
Bahkan antara KPU dan Panwas di berbagai tingkatan berbeda sangat tajam. KPU dalam
menghadapi pelanggaran pemilu berkencenderungan pasif dan tidak mau mencari masalah, yang penting
pemilu dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Sebaliknya Panwas, meskipun lembaga ini bentukan KPU dan
menurut aturan bertanggung jawab kepada KPU, Ia menganggap Panwas sebagai representasi dari
pengawasan masyarakat, sehingga bersikap pro-aktif dan kadang-kadang ”berani” mengintepretasikan
pengawasan pemilu bukan sekedar tahapan-tahapan pemilu sebagaimana dalam UU No.12 Th.2003 tetapi
mengawasi penyelenggara pemilu (KPU) yang nota bene adalah ”atasannya”.
Di tingkat pusat, Panwas sering bersinggungan dengan KPU, bahkan berani melakukan uji material
terhadap pasal-pasal yang menyangkut kewenangan Panwas dan KPU dalam kasus ditolaknya pencalonan
presiden Gus Dur karena faktor kesehatan. Di Jawa Tengah tidak kalah menariknya, dimana seluruh anggota
KPU Provinsi dilaporkan oleh Panwas ke Polda karena persoalan pencemaran nama.
Kurang kompaknya, elemen penyelenggara pemilu 2004 menyebabkan penegakan hukum atas
pelanggaran-pelanggaran dalam setiap tahapan pemilu kurang optimal. Biasanya yang dilakukan adalah
penegakan hukum yang berkaitan dengan teknis-administratif, seperti ijasah palsu, salah nama; sedang
pelanggaran yang sifatnya substantif seperti money politic, serangan fajar masih jauh dari jangkauan hukum.
19
BAB 3
TANYA JAWAB
20
Pertanyaan
1. Menurrutmu Apakah Indonesia sudah melaksanakan Demokrasi Pancasila ?
2. Demokrasi apakah yg cocok untuk Negara Indonesia ?
3. Pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi contohnya bagaimana?
4. Pada tanggal berapa Manipol USDEK didirikan ?
5. Apa tugas dari KPU?
6. Apa yg di maksud Manipol USDEK ?
Jawaban
1. Menurut saya Pemerintah Indonesia sudah melaksanakan demokrasi pancasila karena ada berbagai
landasan landasan untuk melaksanakan Demokrasi Pancasila,landasan-landasan tersebut yaitu
1). Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
2). Indonesia menganut sistem konstitusional
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara
yang tertinggi
5). Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
6 )Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR
7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
21
2. Menurut saya demokrasi yg cocok di Indonesia yaitu demokrasi karena demokrasi pancasila
adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa ada pertentangan dari pihak
manapun.
3. Contohnya Pemerintah tidak bias melakukan sesuatu dengan sewenang wenangnya karena ada
sebuah konstitusi dan konstiitusi itu merupakan sebuah norma system politik dan hokum bentukan
pemerintah Negara,biasanya dikodifkasikan sebagai dokumen tertulis. Misalnya pemerintah ingin
membuat sebuah proyek dan tujuannya untuk mnsejahterakan masyarakat Indonesia,lalu dalam
pembuatan proyek tersebut pemerintah tidak bisa langsung mengerjakan proyek itu sendiri,proyek
itu harus di setujui oleh berbagai pihak dari kelembagaan Negara.
4. 17 agustus 1959
5. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum yang brtugas
1). Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum.
2).Menerima, meneliti , dan menetapkan partai partai politik yang berhak sebagai peserta
Pemilihan umum.
3). MembentukPanitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tempat pusat sampai ditempat pe
Sampai pemungutan suara yang disebut TPS
4). Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II untuk setiap daerah
pemilihan.
5). Menetapkan keseluruhan Pemilihan Umum disetiap daerah pemilihan untuk DPR,
DPRD I, dan DPRD II
6).Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum.
7).Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
22
6. Manipol USDEK berasala dari akronim dan singkatan, Manfesto Politik Undang-undang 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, yang
oleh Bapak Soekarno dijadikan haluan bagi bangsa Indonesia maka harus dijunjung, dipupuk dan di
jalankan oleh seluruh bangsa Indonesia bahwa Manifesto Politik USDEK bagaikan Al-Quran dan
hadist Shahih merupakan satu kesatuan maka pancasila ,Manifesto Politik , dan Usdek Merupakan
satu kesatuan.
BAB 4
Kesimpulan
23
Dengan demikian demokrasi di indonesia telah berjalan dari waktu ke waktu. Namun kita harus
mengetahui bahwa pengertian demokrasi pancasila adalah Demokrasi yang mengutamakan musyawarah
mufakat tanpa ada oposisi atau pertentangan dari pihak manapun damokrasi Pancasila adalah demokrasi yang
dihayati bangsa dan nedara indonesia dan yang dijiwai dan di intregasikanoleh Nilai-nlai luhur Pancasila.
Adapun aspek dari demokrasi pancsila antara lain,di bidang aspek-aspek material( segi isi/substansi ),Aspek
Formal,Aspek Normatif, Aspek Optatif, Aspek Organisasi, Aspek Kejiwaan.Namun hal tersebut harus
didasari prinsip pancasila dengan nilai dan tujuan yang terkandung di dalamnya.Dengan demikian, kita dapat
merasakan demokrasi dalam istilah yang sebenarnya.
Pemilu 2004 baik pemilu legislatif maupun pilpres tampaknya sudah memenuhi pemilu yang
demokratis secara prosedural, tetapi secara substansial pemilu 2004 masih menyisakan berbagai persoalan.
Persoalan-persoalan tersebut adalah :
1. Sistem pemilu proporsional terbuka ternyata belum mampu mengikis elitisme dan oligarkhi partai.
Kondisi ini menyebabkan calon yang terpilih lebih terikat pada partai daripada masyarakat pemilihnya.
Sehingga demokrasi perwakilan yang menggunakan sistem proporsional terbuka ini belum mampu
menciptakan wakil rakyat yang peduli dengan pemilihnya.
2. Dalam pilpres, parpol tampaknya belum siap sebagai partai modern yang senantiasa melakukan
fungsi-fungsi artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, komunikasi politik, sosialisasi politik dan
rekruitmen politik. Yang dilakukan parpol sekarang ini hanya sekedar sebagai “perahu” bagi bakal
calon presiden.
3. KPU sebagai penyelenggara pemilu yang independen, ternyata membawa cacat bawaan berupa
proses seleksi anggota KPU yang masih mengundang campur tangan politik dan adanya rebutan
kapling antara KPU dan Sekretariat KPU.
4. Penegakan hukum selama Pemilu 2004 hanya menyentuh persoalan teknis –administratif, sedang
pelanggaran substantif kurang optimal. Kelemahan penegakan hukum ini disebabkan kurang
harmonisnya antara KPU dan Panwas.
24
www.wikipedia.com www.pemilunews.com www.slideshare.com www.slideshare.net www.KPU.net docs.google.com/document/
26