150
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam bahasa Indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang yang mempunyai fungsi dan bentuk yang sama, culture diterjemahkan sebagai kultur atau pembudidayaan. Sehingga kultur jaringan diartikan sebagai budidaya jaringan/sel tanaman menjadi tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Street (1977) mengemukakan terminologi, plant tissue culture is generally used for the aseptic culture of cells, tissues, organs, and their components under defined physical and condition in vitro. Atau: Kultur Jaringan adala kultur aseptik dari sel, jaringan, organ, atau bagian lain yang kompeten untuk dikulturkan dalam komposisi kimia tertentu dan keadaan lingkungan terkendali. Thorpe (1990) melanjutkan defenisi tersebut, plant culture/tissue culture,also referred to as in vitro, aseptik, or sterile culture is an important tool in both basic and applied studies as well as in commercial application. Artinya, kultur jaringan dapat didefenisikan sebagai metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dan menumbuhkannya dalam media yang tepat dan kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian 1

Makalah bioteknologi kultur jaringan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah bioteknologi kultur jaringan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam

bahasa Indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang yang mempunyai

fungsi dan bentuk yang sama, culture diterjemahkan sebagai kultur atau

pembudidayaan. Sehingga kultur jaringan diartikan sebagai budidaya jaringan/sel

tanaman menjadi tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat yang sama

dengan induknya.

Street (1977) mengemukakan terminologi, plant tissue culture is generally

used for the aseptic culture of cells, tissues, organs, and their components under

defined physical and condition in vitro. Atau: Kultur Jaringan adala kultur aseptik

dari sel, jaringan, organ, atau bagian lain yang kompeten untuk dikulturkan dalam

komposisi kimia tertentu dan keadaan lingkungan terkendali.

Thorpe (1990) melanjutkan defenisi tersebut, plant culture/tissue

culture,also referred to as in vitro, aseptik, or sterile culture is an important tool

in both basic and applied studies as well as in commercial application. Artinya,

kultur jaringan dapat didefenisikan sebagai metode untuk mengisolasi bagian

tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dan

menumbuhkannya dalam media yang tepat dan kondisi aseptik, sehingga bagian-

bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman

lengkap.

Salah satu teknik bioteknologi yang sering digunakan adalah kultur sel dan

jaringan. Menurut Suryowinoto (1991) kultur jaringan dalam bahasa asing disebut

sebagai tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur. Kultur adalah

budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi

yang sama. 

Kultur jaringan digunakan sebagai istilah umum yang juga meliputi kultur

organ ataupun kultur sel. Istilah kultur sel digunakan untuk berbagai kultur yang

berasal dari sel-sel yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur

primer, atau dari cell line atau cell strain secara enzimatik, mekanik, atau

1

Page 2: Makalah bioteknologi kultur jaringan

disagregasi kimiawi. Terminologi kultur histotypic akan diterapkan untuk jenis

kultur jaringan yang menggabungkan kembali sel-sel yang telah terdispersi

sedemikian rupa untuk membentuk kultur jaringan. 

Kultur sel dan jaringan dapat digunakan pada hewan dan tumbuhan. Kultur

jaringan hewan merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kehidupan sel di

luar tubuh organisme. Lingkungan sel dibuat sedimikian rupa, sehingga

menyerupai lingkungan asal dari sel yang bersangkutan. Sel yang dipelihara bisa

berupa sel tunggal (kultur sel), sel di dalam jaringan (kultur jaringan), maupun sel

di dalam organ (kultur organ) (Listyorini, 2001). Teknik pembuatan kultur primer

pada kultur sel, jaringan, dan organ hewan pada dasarnya sama. Sel, jaringan, atau

organ hewan diambil dari tubuh hewan dan mulai dipelihara di dalam kondisi in-

vitro. Selama di dalam kultur primer semua kebutuhan sel baik sebagai sel tunggal

(kultur sel), sebagai bagian dari jaringan (kutur jaringan), maupun sebagai bagian

organ (kultur organ) harus dipenuhi agar sel dapat hidup dan menjalankan fungsi

normalnya. 

Kultur jaringan pada tumbuhan merupakan salah satu teknik perbanyakan

tumbuhan yang menggunakan sel atau organ atau jaringan tumbuhan Kultur

jaringan pada suatu tumbuhan merupakan suatu cara membudidayakan suatu

jaringan tumbuhan menjadi tumbuhan kecil yang mempunyai sifat seperti

induknya (Hendaryono, 1994). 

2.2 Tujuan dan Manfaat Kultur Jaringan

a. Pengadaan bibit

Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang

menentukankeberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa

mendatang.Pengadaan bibit pada suatu tanaman yang akan dieksploitasi secara

besar-besaran dalam waktu yang akancepat akan sulit dicapai dengan perbanyakan

melalui teknik konvensional. Pengadaanbibitmembantumemperbanyak tanaman

(menyediakan bibit), khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan

secara generatif.Keunggulan bibit hasil kultur jaringan, antara lain:

- identik dengan induknya

- massal & hemat tempat

2

Page 3: Makalah bioteknologi kultur jaringan

- waktuyangrelatifsingkat

- lebih seragam

- mutu bibit lebih terjamin

- kecepatan tumbuh bibit lebih cepat

Gambar 2.1 Bibit Jati Hasil dari Kultur Jaringan

b. Menyediakan bibit bebas virus/penyakit

Banyak virus yang tak menampakkan gejalanya, namun bersifat laten, dan

akan dapat mengurangi vigor, kualitas dan kuantitas produksi. Virus dalam

tanaman induk merupakanmasalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman

hortikultura secara konvensional. Morrel &Martin (1952) menemukan bahwa

pada daerah meristem Martin (1952) menemukan bahwa pada daerah meristem

apikal, ternyata kandungan virusnya paling rendah bahkan tidak ada. Hal ini

mungkin karena virus bergerak melalui sistem pembuluh, sedang daerah tersebut

belum ada sistem pembuluhnya, selain itu aktivitas metabolisme tinggi pada

daerah tersebut tidak mendukung replikasi virus, juga konsentrasi auksin yang

tinggi menghambat multiplikasi.

c. Membantu program pemuliaan tanaman

Dengan kultur jaringan dapat membantu program pemuliaan tanaman

untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik melalui :

Keragaman Somaklonal, Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro,

Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll.

3

Page 4: Makalah bioteknologi kultur jaringan

d. Membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah

Dilakukandengan konservasi in vivo dalam bentuk penyimpanan biji dan

tanaman hidup (Kebun Raya), preservasi in vivo dengan cara menyimpan biji.

Penyimpanan secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik

pertumbuhan minimal (minimal growth) dan kriopreservasi.Untuk biji ortodoks

dalam ruang dengan temperatur dan kelembaban yang terkendali. Masalahnya

pada biji rekalsitran (apalagi yang ukuran bijinya besar); perlu secara kultur

karingan, yaitu sel-sel kompeten (mampu beregenerasi) disimpan dalam

temperatur rendah dan dibekukan dalam cairan nitrogen (Kriopreservasi). Adapun

penelitian penyimpanan secara kultur jaringan telah dilakukan suatu lembaga

(BSJ) terhadap tanaman ubi-ubian, sepeti ubi kayu, gembili, dan yam.

Gambar 2.2 Kebun Raya Bogor

e. Memproduksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makan dan

industri kosmetik

Sel-sel tanaman yang dapat memproduksi senyawa tertentu, ditumbuhkan

dalam bioreaktor besar. Misalnya untuk produksi senyawa antibiotik dari suatu

jenis fungi. Senyawa hasil tersebut bisa didapatkan dari hasil sintesis lengkap;

juga dapat merupakan hasil transformasi oleh enzim dalam sel tanaman. Misalnya

pewarna merah untuk lipstik dari tanaman, yang disebut dengan biolips (prod.

Kosmetik Kanebo).

2.3 TahapanPerbanyakanTanamandenganKulturJaringan

Secara umum, tahapan yang dilakukandalam perbanyakan tanaman

denganteknik kultur jaringan adalah:

4

Page 5: Makalah bioteknologi kultur jaringan

1. Pembuatan Media

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakandengan kultur

jaringan. Komposisi media yangdigunakan tergantung dengan jenis tanaman yang

akandiperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri darigaram mineral,

vitamin, dan hormon. Selain itu,diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,

gula, danlain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yangditambahkan juga

bervariasi, baik jenisnya maupunjumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur

jaringanyang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkanpada tabung reaksi

atau botol-botol kaca. Media yangdigunakan juga harus disterilkan dengan

caramemanaskannya dengan autoklaf.

Macam media:

Ada dua penggolongan media tumbuh: mediapadat dan media cair.Media

padat pada umumnya berupa padatangel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada

agar.Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.Media cair dapat bersifat

tenang atau dalamkondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.

2. Inisiasi

Inisiasi adalah pengambilan eksplan/inokulum dari bagian tanaman yang

akandikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untukkegiatan kultur

jaringan adalah tunas.Inokulum dapat diambil dari potongan yangberasal dari

kecambah atau jaringan tanaman dewasa yang mengandung jaringan meristem.

Gambar 2.3 Tahap Inisiasi

5

Page 6: Makalah bioteknologi kultur jaringan

3. Sterilisasi

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatandalam kultur jaringan harus

dilakukan ditempatyang steril, yaitu di laminar flowdan menggunakan alat-alat

yang jugasteril. Sterilisasi juga dilakukan terhadapperalatan, yaitu menggunakan

etanol yangdisemprotkan secara merata padaperalatan yang digunakan. Teknisi

yangmelakukan kultur jaringan juga harussteril.

4. Multiplikasi

Multiplikasi adalah kegiatanmemperbanyak calon tanaman

denganmenanam eksplan padamedia. Kegiatanini dilakukan di laminar flow

untukmenghindari adanya kontaminasi yangmenyebabkan gagalnya

pertumbuhaneksplan. Tabung reaksi yang telahditanami ekplan diletakkan pada

rak-rakdan ditempatkan di tempat yang sterildengan suhu kamar.

Gambar 2.4 Tahap Multipikasi

5. Pengakaran

Fase dimana eksplan akanmenunjukkan adanya pertumbuhan akar

yangmenandai bahwaproses kultur jaringan yangdilakukan mulai berjalan

denganbaik. Pengamatan dilakukansetiap hari untukmelihat pertumbuhan dan

perkembangan akarserta untuk melihat adanya kontaminasi olehbakteri ataupun

jamur. Eksplan yangterkontaminasi akan menunjukkan gejala sepertiberwarna

putih atau biru (disebabkan jamur)atau busuk (disebabkan bakteri).

6

Page 7: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 2.5 Pengakaran Kultur Jaringan

6. Aklimatisasi

Kegiatan memindahkaneksplan keluar dari ruangan aseptic ke kultur

potatau bedeng. Pemindahan dilakukan secarahati-hati dan bertahap, yaitu

denganmemberikan sungkup. Sungkup digunakanuntuk melindungi bibit dari

udara luar danserangan hamapenyakit karena bibit hasil kulturjaringan sangat

rentan terhadap serangan hamapenyakit dan udara luar. Setelah bibit

mampuberadaptasi dengan lingkungan barunya makasecara bertahap sungkup

dilepaskan danpemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yangsama dengan

pemeliharaan bibit generatif.

Gambar 2.6 Aklimatisasi jati muna hasil kultur jaringan

7

Page 8: Makalah bioteknologi kultur jaringan

2.4 Laboratorium Kultur Jaringan

Pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan diusahakan dalam

lingkungan yang aseptik danterkendali. Laboratorium yang efektif

merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keberhasilan

pekerjaan, baik untuk penelitian, mau-pun produksi. Laboratorium sebaiknya

dibangun di daerah yang udaranya bersih, tidak banyak debu dan polutan.

Bangunan laboratorium kultur jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan

yang diatur sedemikian rupa sehinggatiap kegiatan terpisah satu dengan yang

lainnya, tetapi mudah saling berhubungan dan mudah dicapai.

Pembagian ruangan laboratorium kultur jaringan berdasarkan kegiatan-

kegiatannya adalah sebagai berikut :

a. Ruang Analisa

b. Ruang persiapan/preparasi

c. Ruang transfer/tanam

d. Ruang kultur/inkubasi

e. Ruang stok/media jadi

f. Ruang timbang/bahan kimia

a. Ruang Analisa

Ruangan ini biasanya digunakan untuk tempat menganalisis, mengamati

dan mendiskusikan hasil perlakuan terhadap eksplan yang telah ditanam

terdahulu. Hasil perlakuan yang telah dilakukan terhadap eksplan tertentu

perlu diamati untuk melihat perbedaannya dan untuk membandingkannya

dengan keadaan awal eksplan sewaktu ditanam. Oleh sebab itu dibutuhkan

alat-alat dan ruangan untuk analisa lebih lanjut.

Alat-alat dan bahan yang diruangan analisa, antara lain adalah 1) Gambar

– gambar informasi tentang kultur jaringan, 2) Bahan – bahan media (di dalan

lemari), 3) Alat – alat yang dibutuhkan untuk pengamatan hasil kultur jaringan

(milimeter blok, jangka sorong, mistar) biasanya disimpan di lemari. Di dalam

ruangan ini umumnya terdapat :

- Mikroskop

- Objek glass dan cover glass

8

Page 9: Makalah bioteknologi kultur jaringan

- Mikrotom dan perlengkapannya

- Loupe

Gambar 1.1 Mikrotom

Untuk kebutuhan yang lebih tinggia atau canggih, alat-alat yang

berhubungan dengan pengamtan DNA juga dperlukan sperti : inkubator atau

water bath , lemari es, sentrifuge, elektroforesisi, pipetmikro dengan berbagai

ukuran, eppendorf 1,5 ml dan 25µl,ujung tip dengan berbagai ukuran dan

perlengkapan pengamatan (larutan etidium bromide), kamera foto folaroid tipe

tertentu atau komputer yang dilengkapi dengan kamera khusus untuk pengamatan

DNA (Harahap,2013).

b. Ruang Persiapan

Ruangan sterilisasi adalah ruangan tempat dimana seluruh alat kultur

jaringan dibersihkan. Sebalikya rungan sterilisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu

ruangan pertama untuk mensterilkan alat-alat yang tidak terkontaminasi dan ruang

kedua digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang terkontaminasi. Untuk

mensterilkan alat yang tidak terkontaminasi alat yang dibutuhkan dalam ruangan

ini adalah westafel dan autoklaf.

Untuk mensterilkan alat-alat atau botol yang terkontaminasi haruslah

dipisahkan ruangan dan peralatan yang digunakan. Pada laboratorium berskala

besar, ruanagn ini dilemgkapi denngan autoklaf yangn khusus digunakan unutk

9

Page 10: Makalah bioteknologi kultur jaringan

mensterilkan botol yang terkontaminasi, jadi botol-botol yang berisi tanaman yang

terkontaminasi terlebih dahulu di autoklaf sebelum dicuci secara bersih di

westafel.

Jika kita tidak memiliki autoklaf dalam jumlah banyak, kondisi ini dapat

diatasi dengan cara memisahkan tempat dan alat pencucian botol terkontaminasi

denngan botol yang tidak terkontaminasi. Pengalaman menunjukkan botol

terkontaminasi harus dicuci 2 kali untuk memastikan botol benar-benar bersih

sbelum dilanjutkan dengan mengautoklafnya.

Pembagian ruangan sterilisasi dapat juga dengan cara sebagai berikut :

- Kamar mandi, digunakan untuk tempat pencucian botol yang

terkontaminasi.

- Ruangan yang memiliki westafel, tempat pencucian alat-alat yang

bersih.

Ruang ini dipergunakan untuk mempersiapkan media kultur dan

bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat

laboratorium, dan tempat untuk menyimpan alat-alat gelas. Sesuai dengan

fungsinya, maka di-ruangan ini terdiri dari :

Hot plate dengan magnetic stirer

Oven

Pengukur pH, dapat berupa pH meter, atau kertas pH indikator

Autoklaf

Kompor gas

Tempat cuci

Labu takar, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula,

petridish, pipet, botol kultur, pisau scapel.

10

Page 11: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 2.7 Autoklaf

c. Ruang Transfer/Tanam

Ruang transfer merupakan ruang di mana pekerjaan aseptik dilakukan.

Dalamruangan ini dilakukan kegiatan isolasi tanaman, sterilisasi dan penanaman

eksplandalam media. Ruangan ini sedapat mungkin bebas dari debu dan hewan

kecil, sertaterpisah dan tersekat dengan ruangan lain. Penggunaan AC

sangat dianjurkan dalamruangan ini. Ruang transfer dilengkapi peralatan sebagai

berikut :

Laminar air flow cabinet, bisa juga enkas

Alat-alat diseksi; pisau bedah/scapel, pinset, spatula, dan

gunting.

Hand sprayer yang berisi alkohol 70 %

Lampu bunsen

Gambar 2.8 Laminar Air Flow

11

Page 12: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Ruangan ini harus berhubungan dengan ruangan kultur, karena setelah

penanaman, maka botol berisi tanaman dibawa ke ruang kultur. Juga harus

berhubungan dengan ruang preparasi, untuk kemudahan pengangkatan botol berisi

media, alar tanam dan yang lainnya. Ruangan ini juga harus verhubungan dengan

ruanga analisa, untuk keperluan pengamatan mikroskopis. Ruanngan ini

senantiasa dibersihkan dengan dengan desinfektan seperti karbol. Idealya

ruangan-ruangan di dalam laboratorium hendaknya saling berhubungan

(Harahap,2013).

d. Ruang Kultur/Inkubasi

Merupakan ruang yang paling besar dibanding dengan ruangan yang

lain. Ruangan ini harus dijaga kebersihannya dan sedapat mungkin dihindari

terlalu banyak keluar masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan.

Ruangan ini berisi rak-rak kultur yang berfungsi untuk menampung botol-

botol kultur yang berisi tanaman. Rak ini juga dilengkapi dengan lampu-

lampu sebagai sumber cahaya bagi tanaman kultur. Selain rak kultur, ruang

kultur juga harus dilengkapi dengan AC, pengukur suhu dan kelembapan,

serta timer yang digunakan untuk menghidup-kan dan mematikan lampu

secara otomatis.

12

Page 13: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 2.9 Ruang Kultur

Cahaya yang digunakan sebagai penerangan, sebaiknya cahaya

putih yang dihasilkan dari lampu flourescent. Lampu flourescent dipakai

karena sangat baik dan sangat efisien dalam penggunaan energi bila

dibanding dengan lampu pijar. Karena pada lampu pijar, hampir 90 %

merupakan energi panas, sehingga mem-pengaruhi ruangan.

Intensitas cahaya yang baikdarilampuflourescentadalah antara 100

– 400 ftc (1000 – 4000 lux). Intensitas cahaya dapat diatur dengan

menempatkan jumlah lampu dengan kekuatan tertentu.

Lampu yang digunakan bisa berupa lampu TL dengan daya 15 watt

atau 40 watt,tergantung panjang rak yang dibuat. Jarak antar rak 30 – 35

cm. Sebaiknya travo pada lampu TL dipasang terpisah dari box, (lebih

baik kalau dipasang di luar ruangkultur), karena dapat membakar tanaman

kultur dan membuat suhu ruang menjadipanas.

Selain lampu TL, lampu SL juga dapat dipakai. Pemakaian lampu

ini dapat meng-hemat biaya listrik, juga lebih terang. Tinggi rak yang

dibuat antara 50 – 60 cm. Dalam satu bidang rak dapat memakai 2 atau 3

lampu SL daya 5 – 10 watt tergantung ukuran panjang rak.

Panjang penyinaran/lama penyinaran yang dibutuhkan oleh tiap

tanaman berbeda-beda. Berapa lama penyinaran harus diberikan,

tergantung pada jenis tanaman dan respon yang diinginkan. Ada

kultur yang membutuhkan waktu pe-nyinaran yang terusmenerus, ada

yang 14 – 16 jam/hari, ada yang 10 – 12 jam/hari. Rata-rata waktu

penyinaran yang efektif adalah 12 – 16 jam/hari.

13

Page 14: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Suhu ruang kultur diatur pada suhu 25 – 28o C. Pada suhu yang

terlalu dingin, kulturkadang tidak berkembang dengan baik, begitu juga

jika suhu ruang kultur terlalupanas, maka jamur dan bakteri akan

berkembang biak dengan cepat dan tanaman menjadi layu.

Gambar 2.10 Penampang rak kultur bila memakai lampu SL

Gambar 2.11 Penampang rak kultur bila memakai lampu TL

Ruang stok/media jadiRuangan ini berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan media tanam

yang sudah di autoklaf. Ruang stok sebaiknya dingin dan gelap, serta

kebersihannya harus dijaga. Media tanam akan diinkubasi pada ruang ini selama 3

hari sebelum digunakan. Hal ini untuk mengetahui kondisi media tanam apakah

steril atau ter-kontaminasi jamur/bakteri. Apabila media terkontaminasi,

sebaiknya segera dikeluar-kan dan diautoklaf selama 1 jam pada tekanan 0.14

Mpa.

14

Page 15: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 2.12 Denah lengkap ruangan laboratorium kultur jaringan

e. Ruang Timbang/Bahan KimiaRuang ini berisi stok bahan-bahan kimia, timbangan analitik,

magnetik stirer dan lemari es. Semua kegiatan penimbangan bahan kimia

dan pembuatan larutan stok dilakukan di ruangan ini.

15

Page 16: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 2.13 Ruang Timbangan

Berikut skema laboratorium kultur jaringan yang mempunyai 5

ruang sesuai dengan tahapan dan fungsinya masing-masing :

Sedangkan pada laboratorium sederhana, ruang tanam, ruang

kultur dan ruang stok media dapat digabung menjadi satu ruangan.

Sedangkan ruang preparasi /per-siapan dapat digabung dengan ruang

bahan kimia (seperti dalam gambar di bawah). Dari 2 ruangan ini, ruang

tanam + kultur harus memakai AC. Untuk daerah yang bersuhu dingin,

tanpa memakai AC tidak ada masalah.

16

Page 17: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 2.14 Denah sederhana ruangan laboratorium kultur jaringan

2.5 Proses Sterilisasi Alat

Sterilisasi adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di

tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga

steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol

yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang

melakukan kultur jaringan juga harus steril. Peralatan yang kami gunakan yaitu

petridish yang berfungsi untuk media pemotongan hasilnya steril karena dalam

17

Page 18: Makalah bioteknologi kultur jaringan

mensterilisasi sesuai petunjuk. Alat yang kedua yaitu botol kultur yang berfungsi

untuk menaruh penanaman eksplan hasilnya juga steril karena sangat hati-hati

dalam melakukan sterilisasi. Peralatan yang ketiga yaitu Erlenmeyer yang

berfungsi untuk pencucian,hasilnya juga steril karena dalam melakukan

pensterilan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menjaga kondisi lingkungan

tetap steril. Peralatan yang keempat yaitu scalpel yang berfungsi untuk memotong

eksplan,hasil alat tersebut juga steril karena praktikan dalam melakukan sterilisasi

selalu dalam keadaan steril dan berhati-hati. Peralatan yang ke lima yaitu pinset

yang berfungsi untuk mengambil eksplan,hasil alatnya juga steril karena dalam

melakukan pensterilan dilakukan sesuai petunjuk dan keadaan lingkungan serta

praktikan steril sehingga tidak ada bakteri yang masuk. Peralatan yang ke enam

yaitu aluminium foil yang berfungsi untuk membungkus botol kultur,hasilnya alat

tersebut juga steril karena praktikan menggunakan dengan hati-hati dan cermat.

Salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah tahap

sterilisasi. Kegiatan sterilisasi ini meliputi pada:

a. Sterilisasi pada lingkungan kerja.

b. Sterilisasi pada alat-alat dan media tanam.

c. Sterilisasi bahan tanaman (eksplan).

Kegiatan sterilisasi ini sangat penting untuk dilakukan, karena kontaminasi

pada kultur jaringan dapat berasal dari:

Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal.

Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.

Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.

Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.

Kecerobohan dalam bekerja.

Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang harus mendapat

perhatian adalah; bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda

hidup. Kontaminan harus dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman.

Beberapa jenis bahan disenfektan yang dapat digunakan untuk sterilisasi

bahan tanaman :

18

Page 19: Makalah bioteknologi kultur jaringan

No Bahan Konsentrasi Lama perendaman

1 Kalsium hipoklorit 1 – 10 % 5 – 30 menit

2 Natrium hipoklorit 1 – 2 % 7 – 15 menit

3 Hidrogen peroksida 3 – 10 % 5 – 15 menit

4 Perak nitrat 1 % 5 – 30 menit

5 Merkuri klorit (HgCl2) 0.1 – 0.2 % 10 – 20 menit

6 Bethadine 2.5 – 10 % 5 – 10 menit

7 Fungisida 2 g/l 20 – 30 menit

8 Antibiotik 50 – 100 mg/l ½ - 1 jam

9 Alkohol 70 % 1 – 10 menit

10 Bayclin/sunclin 5 – 30 % 5 – 25 menit

Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersifat toxic/racun terhadap

jaringan tanaman. Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman eksplan di

dalam larutan bahan streilisasi, sangat diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa

bahan aktif yang masih menempel dipermukaan bahan tanaman.

Dalam sterilisasi, kadang-kadang digunakan dua atau lebih bahan

sterilisasi. Misalnya; perendaman dalam alkohol dulu, kemudian dalam bayclin,

setelah itu bilas dengan air steril. Dapat juga perendaman di mulai dengan larutan

fungisida atau antibiotik, kemudian baru HgCl2dan dibilas dengan air steril.

Prosedur mana yang efektif, harus ditentukan melalui percobaan pendahuluan.

Sterilisasi bahan tanaman dimulai dengan pencucian dan pembuangan

bagian-bagian yang kotor dan mati di bawah pancuran air bersih. Pencucian dapat

dilakukan dengan penyikatan menggunakan detergent halus. Kadang-kadang

bahan yang sudah bersih dibiarkan dibawah pancuran air selama 30 menit. Hal ini

dilakukan untuk memecah koloni kontaminan yang masih menempel dipermukaan

agar koloni tersebut lebih peka terhadap bahan-bahan sterilisasi. Juga untuk

mengurangi dan menghilangkan senyawa fenol, terutama pada tanaman yang

kandungan fenoliknya tinggi.

19

Page 20: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu. Ukuran ini

harus lebih besar dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian

direndam dalam larutan fungisida/antibiotik. Setelah waktu perendaman tercapai,

bahan dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian bawa masuk ke dalam laminar. Di

dalam laminar eksplan direndam dalam alkohol 70 % selama 1 – 2 menit, dan

dibilas dengan air steril sekali. Kemudian rendam eksplan dalam larutan bayclin

20 % + tween-20 2 tetes selama 10 menit. Tween-20 ini berfungsi sebagai

perekat. Setelah waktu pe-rendaman tercapai, eksplan dibilas dengan air steril 3 –

5 kali selama 5 menit untuk tiap-tiap pembilasan dan letakkan di dalam petridish

yang dialasi tissue steril. Bila semua prosedur sudah dilakukan, berarti bahan

tanaman sudah siap di tanam pada media kultur.

Prosedur sterilisasi dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, seperti :

1. Fungisida – alkohol – bayclin – bayclin – aquades steril

2. Alkohol – bayclin – bayclin – aquades steril

3. HgCl2 – alkohol – aquades steril

4. Fungisida – bayclin – bayclin – bayclin – aquades steril

1. Sterilisasi alat – alat gelas

Botol kultur biasanya kecil potensinya sebagai penyebab kontaminasi,

karena selalu diautoklaf dengan media.  Alat gelas lain dapat disterilisasi dengan

beberapa cara, misalnya ekspos ke radiasi UV, penggunaan larutan desinfestasi

atau lebih mudah dengan mengautoklaf atu dengan pemanasan dalam oven pada

180oC selama minimal 3 jam.  Alat – alat plastik seperti polypropylene atau

polycarbonate mesti disterilisasi dengan autoklaf karena mereka tidak tahan panas

kering pada 180oC.  Wadah plastic dapat digunakan berulangkali; karena mereka

tahan diautoklaf berulangkali tapi akhirnya menjadi sedikit mengkerut (brittle).

Untuk sterilisasi panas kering (dalam oven), peralatan seperti scalpel,

gunting dan forsep, petri dish, beaker dll, dapat dibungkus dengan kertas atau

aluminium foil terlebih dahulu sebelum diautoklaf.  Kertas yang diautoklaf

kemudian dikeringkann dengan cara meletakkan pada oven dengan suhu 60 –

70oC atau di dalam laminar air flow cabinet sebelum digunakan.

20

Page 21: Makalah bioteknologi kultur jaringan

2. Teknik Sterilisasi – manipulasi bahan tanaman

Sumber utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang

membentuk bagian alami dari atmosfer.  Dapat diasumsikan bahwa agen

kontaminasi ada dimana – mana, misalnya pakaian, kulti, rambut dan nafas si

operator, jaringan tanaman, peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan

tempat kerja, dan banyak lagi. Udara steril di dalam laminar air flow cabinet

memungkinkan kita untuk dengan mudah membuka wadah kultur dan bekerja

secara steril.

Peralatan dapat disterilisasi dengan mencelupkan pada alcohol 70 – 80%

yang diikuti dengan pembakaran (flaming) menggunakan Bunsen burner atau

lampu spiritus.  Bleach dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk

mensterilisasi peralatan dengan alcohol.  Larutan klorin encer (0.1 – 0.25% klorin)

dapat digunakan.  Peralatan harus stainless steel, karena bahan lain akan berkarat

dengan cepat jika direndam dalam bleach.

Secara ringkas langkah berikut mesti dilakukan jika melakukan kegiatan

kultur jaringan:

1. Semprot atau usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil

atau isopropyl alcohol sebelum menghidupkan cabinet.  Alcohol 70%

penting dinguankan, absolute alcohol (95%) tidak membunuh mikroba)

2. Hidupkan cabinet.  Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda

sudah mematikannya sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam

cabinet.

3. Semprot semua wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum

meletakkannya dalam cabinet.

4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70%

ethanol sebelum mengambil tanaman.  Penting dicatat bahwa ethanol

memiliki efek residual; karenanya sebaiknya menggunakan Hexifoam

(desinfektan untuk kulit).

5. Jika menggunakan api, berhati-hatilah

6. Atur ruang kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan

menyilang di dalam cabinet.

21

Page 22: Makalah bioteknologi kultur jaringan

7. Jika bahan tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi

dan buang

8. Setelah selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap

dengan 70% ethanol dan tutup cabinet.

Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara:

1) Sterilisasi dengan pembakaran

Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan cara

memanaskan atau membakar di atas lampu spirtus.

2) Sterilisasi dengan udara panas/kering

Alat-alat dari gelas seperti cawan petri, erlenmeyer, tabung piala, botol

eksplan, tabung reaksi dan sebagainya dapat disterilkan dengan udara panas

(oven) pada suhu 130 – 160o C selama 1 – 2 jam. Alat alat ditata tidak terlalu

rapat agar sirkulasi udara antar tumpukan alat dapat berjalan lancar, sehingga

semua alat dapat disterilkan dan dapat dengan mudah dijaga kesterilannya

saat dikeluarkan dari alat sterilisasi.

3) Sterilisasi dengan uap panas (basah)

Bahan atau alat dapat disterilkan dengan uap panas atau secara basah pada

uap panas biasa atau uap panas dengan tekanan tinggi, secara terus menerus

(kontinyu) atau secara terputus putus (diskontinyu), khususnya medium pada

suhu atau tekanan yang rendah. Untuk sterilisasi dengan cara ini sering kali

menggunakan otoklaf. Sterilisasi medium biasanya dilakukan pada suhu

121oC dengan tekanan 1 atm selama 15-30 menit, namun untuk medium yang

tidak mudah rusak dapat dilakukan pada suhu atau tekanan yang sedikit lebih

tinggi.

4) Sterilisasi dengan bahan kimia

Bahan kimia tertentu sering digunakan untuk sterilisasi alat maupun

bahan. Etanol 70% sering digunakan untuk sterilisasi permukaan pada alat

yang sering dikombinasi dengan pembakaran pada api. NOCl (natrium

hipoklorit) dan formalin juga sering digunakan untuk sterilisasi permukaan

atau disinfestasi permukaan atau disinfeksi permukaan.

5) Sterilisasi lingkungan kerja

22

Page 23: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Lingkungan kerja untuk teknik kultur jaringan dapat dibagi atas

lingkungan umum dan lingkungan spesifik. Lingkungan umum adalah

ruangan transfer secara keseluruhan, sedangkan lingkungan spesifik adalah

lingkungan didalam laminar air flow cabinet dimana proses penanaman

eksplan dan prosedur lain seperti isolasi protoplasma dilakukan.

6) Sterilisasi alat-alat dan media

Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset,

gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-botol kosong, jarum suntik untuk

isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel.

Media dan aquades juga disterilkan dalam autoclave.Untuk aquades

sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya elemeyer 250 ml dengan

isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Untuk media kultur yang

tidak mengandung bahan-bahan yang heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan

autoclave pada suhu 1210C. 

7) Sterilisasi bahan tanaman

Pada setiap jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal

dari dalam jaringan tanaman, terutama bakteri.Bakteri-bakteri ini sampai

sekarang belum diidentifikasi.Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi,

karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah.Pada bahan

tanaman yang mengandung kontaminan internal, harus diberi perlakuan

antibiotik atau fungisida yang sistemik.

Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi yang berbeda

tergantung dari :

Jenis tanaman

Bagian tanaman yang diperlukan

Morfologi permukaan

Lingkungan tumbuhnya

Umur tanaman

Kondisi tanaman

Musim waktu mengambil

Sumber kontaminasi dapat barasal dari :

23

Page 24: Makalah bioteknologi kultur jaringan

a) Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal

b) Organisme kecil yang masuk ke dalam media. Dengan keadaan di

Indonesia, yang pling sering menyebabkan kontaminasi adalah semut.

c) Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.

d) Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara)

e) Kecerobohan dalam pelaksanaan.

Seperti yang dijelaskan diatas, alat-alat yang perlu disterilkan sebelum

penanaman adalah : pinset, gunting, gagang scalpel, kertas saring, petri dish,

botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk

memindahkan suspensi sel. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan

kertas tebal atau ditaruh dalam baki stainless steel dan bakinya dibungkus dengan

kain tebal sebelum dimasukkan ke dalam autoclave. Alumunium foil tidak

direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap tidak dapat masuk ke dalam

bungkusan. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210 C pada tekanan

17,5 psi (pounds per squareinch) selama 1 jam. Perhitungan waktu sterilisasi

dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.

Alat-alat yang dipakai ketika penanaman harus dalam keadaan steril.Alat-

alat logam dan dapat disterilisasikan dalam autoclave. Alat tanam seperti : pinset

dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan,

namun pisaunya (blade) dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam suhu tinggi,

oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan

dalam alkohol atau larutan kaporit (Syahmi edi, 2007)

Dalam sterilisasi alat, ada 2 macam Sterilisasi, yaitu :

1. Sterilisasi luar

Sterilisasi luar merupakan sterilisasi alat-alat dengan menggunakan

deterjen/sabun dan air yang mengalir. Botol-botol kultur dicuci

dengan cara menggosok seluruh bagian botol (dalam dan luar)

dengan menggunakan deterjen/sabun.

Kemudian membilas botol-botol kultur tersebut dengan air yang

mengalir sampai air mengenai seluruh bagian botol dan

membersihkan bekas-bekas deterjen/sabun.

24

Page 25: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Setelah dibilas dengan air mengalir, botol diletakkan ditempat yang

sudah disemprot dengan  alkohol

2. Sterilisasi dalam

Sterilisasi dalam dilakukan dengan cara memasukkan botol-botol

kultur ke dalam autoclave. Alat-alat yang disterilisasi dengan

autoclave adalah alat yang berupa logam dan gelas.

Botol-botol kultur dan alat-alat tanam yang dibungkus dengan

kertas dimasukkan kedalam autoclave selama 1 jam. Suhu yang

digunakan untuk sterilisasi adalah 1210C karena pada suhu tinggi

tersebut mikroba akan mati pada tekanan 17,5 psi (pounds per

squareinch).

Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang

diinginkan tercapai.

Pada prinsipnya, peralatan yang digunakan dalam praktikum ini haruslah

steril. Karena peralatan yang tidak steril akan dapat menjadi sumber kontaminan

sehingga menggagalkan percobaan kultur jaringan yang dilakukan.

Selain peralatan seperti : pinset, gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-

botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan

suspensi sel, media dan aquades yang digunakan juga harus disterilisasi. Namun

terkadang hal itu saja tidaklah cukup karena sterilisitas dari praktikan juga sangat

mempengaruhi. Jadi apabila praktikan akan melakukan percobaan, maka

praktikan harus membersihkan dirinya terlebih dahulu. Diantaranya praktikan

dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : mandi, mencuci tangan dan kaki dengan

sabun, mengganti pakaian yang bersih atau pakaian khusus praktik, dan usaha-

usaha lain yang dapat menghindarkan kontaminasi.

2.6 Metode dalam Kultur Jaringan

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak

tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara

generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa

keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat

diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan

25

Page 26: Makalah bioteknologi kultur jaringan

tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu

yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit

lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan

secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,

teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur

dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut

kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena

jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi

tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini

mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh

bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua

organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis

dengan induknya.

Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga

cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui

pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung

maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang

digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah

jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah

(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan

tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi

daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah

jaringan parenkim, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami

diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan

daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi

sebagai tempat cadangan makanan.

Jenis Tanaman dalam Kultur Jaringan

Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan

tanaman. Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran

26

Page 27: Makalah bioteknologi kultur jaringan

melalui kultur jaringan adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias,

sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga

saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui

teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi

menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak

dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang tidak

menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan

multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman

sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.

Dalam bidang hortikultura, kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan

terutama pada tanaman-tanaman yang:

1). Prosentase perkecambahan biji rendah.

2). Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukkan male

sterility.

3). Tanaman hibrida yang mempunyai keunikan di salah satu organnya

(bentuk atau warna bunga, buah, daun, batang dll).

4). Perbanyakan pohon-pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah.

5). Tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif, seperti: kentang,

pisang, stroberry dll.

2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Kultur Jaringan

Kultur jaringan mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam

pelaksanaannya, yaitu:

2.7.1. Kelebihan:

Sifat identik dengan induknya;

Perbanyakan dalam waktu singkat;

Tidak perlu areal pembibitan yang luas;

Tidak dipengaruhi oleh musim;

Tanaman bebas jamur dan bakteri.

Pengadaan bibit tidak tergantung musim

27

Page 28: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif

lebih cepat  (dari satu mata tunas yang sudahrespon dalam 1 tahun dapat

dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)

Bibit yang dihasilkan seragam

Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)

Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah

Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan

lingkungan  lainnya

Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki

Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu

tanaman dewasa

2.7.2. Kekurangan:

Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara

luar;

Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit;

Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan

(laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan;

Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan

kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan;

Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.

Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.

Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan

(laboratorium  khusus), peralatan dan perlengkapan.

Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan

kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan

Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh

2.8 Teori Totipotensi Sel

Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari

tumbuhan seperti protoplasma, sekelompok sel, jaringan atau organ serta

28

Page 29: Makalah bioteknologi kultur jaringan

menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.

Teori yang mendasari tehnik kultur jaringan adalah teori sel oleh

Schawann dan Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi ( total genetic

potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan

informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan

berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai .

Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara spesifik terdapat

beberapa tipe kultur yaitu kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur akar, kultur

ovul, kultur anter, kultur kuncup bunga, kultur kalus dan kultur suspensi.

Biondi and Thorpe (Thorpe, 1981) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip utama

yang terlibat dalam tehnik kultur jaringan yaitu:

Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh seperti organ, jaringan, dan sel

secara aseptik.

Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi

kultur yang tepat

Pemeliharaan dalam kondisi aseptik

Kultur jaringan tanaman bermula dari pembuktian teori totipotensi sel yang

dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838). Menurut teori ini, setiap sel

tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis yang

lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika

kondisinya sesuai.

2.9 Percobaan Kultur Jaringan

Sejarah kultur jaringan sebenarnya sejalan dengan sejarah perkembangan

botani. Beberapa ahli jaman dulu sudah meramalkan bahwa perbanyakan kultur

jaringan dapat dilaksanakan. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan para ahli

yan mendahului mereka serta penemuan mereka sendiri. (Katuuk, 1989).

Pada abad 17 seorang ahli matematika Robert Hooke telah menemukan sel.

Ia mengatakan bahwa sel-sel dapat disamakan denan batu-batu bangunan alamiah.

Kemudian pada tahun 1838 -1839, seorang ahli Biologi M. V. Schleiden dan

Theodore Schwann yang telah menjuruskan perhatiannya pada kehidupan sel,

29

Page 30: Makalah bioteknologi kultur jaringan

menemukan satu konsep baru, bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun

telah terpisah dari tanaman induknya. Mereka mengemukakan bahwa segala

peristiwa rumit yang terjadi dalam tubuh organisme selama hidup, bersumber

pada sel. Dari konep inilah tumbuh pernyataan bahwa satu sel mempunyai

kemampuan untuk berkembang. Sel berkembang dengan jalan regenerasi sehingga

pada satu saat akan terbentuk satu tanaman sempurna. Kemampuan regenerasi ini

disebut “totipotency”. (Katuuk, 1989).

Beberapa ahli yang juga telah bekerja mengisi sejarah perkembangan Botani

abad 19, adalah Charles Darwin, Louis Pasteur, Justus Van Liebig, Johan Knopp,

dan Rechinger. Charles Darwin dikenal dengan julukan “raja penamat”,

menemukan hormon pada koleoptil sebangsa rumput. Kemudian Louis Pasteur

yan menentang aliran “generatio spontanea” mengemukakan pentingnya

sterilisasi. Pada akhir abad 19, Johan Knopp (1817 – 1891) menemukan 10 unsur

hara yan penting bagi pertumbuhan tanaman. Dengan penemuannya ini ia dikenal

dengan “Knop’s Solution”, beberapa tahun setelah Knopp, Rechinger (1893) telah

mencoba mengambil potongan kecil batang poplar dan beet, kemudian

memelihara bahan-bahan ini di atas kertas filter lembab. Dari percobaan ini ia

menemukan pertumbuhan kalus. Denan mengurangi ukuran potongan tanaman

akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa ukuran yan paling baik adalah ukuran

kecil namun tidak kurang dari 1,5 cm. (Katuuk, 1989).

Kira-kira pada permulaan abad ini, beberapa ahli botani mengembangkan

suatu teori, bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara

terpisah dalam suatu kultur. Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini

memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam

upayanya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi

tanaman yang utuh. (Whaterel, 1982).

Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tanaman mungkin

mengandung informasi genetik atau sarana fisiologis tertentu yang mampu

membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.

Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi. (Whaterel, 1982).

Pada permulaan abad ke 20 konsep totipotensi terus dikembangkan. Gottlieb

Hamberlant seorang ahli Botani bangsa Jerman pada tahun 1902 melanjutkan

30

Page 31: Makalah bioteknologi kultur jaringan

konsep totipotensi ini secara bersungguh-sungguh. Ia menekankan bahwa embrio

tanaman dapat tumbuh dengan jalan memelihara sel-sel veetatif. Walaupun

percobaannya gagal namun ia memastikan bahwa sifat totipotensi yan dimiliki

oleh sel menyebabkan sel dapat dipisahkan dan dipelihara pada media tumbuh.

Bila medianya cocok, sel yang dipisahkan itu akan melanjutkan kehidupannya dan

berkembang menjadi satu tanaman baru (Kyte 1987, dalam Katuuk, 1989).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pendapat ini.

Namun pada saat itu belum berhasil, karena kurangnya pengetahuan para peneliti,

khususnya dalam hal kebutuhan nutrisi dan hormone untuk pertumbuhan. Baru

beberapa waktu kemudian, yaitu sejak diketemukannya dua macam hormon

tanaman, yaitu asam indol asetat dan asam naftalenasetat, telah mulai berhasil

dilakukan kultur organ (1920). kultur jaringan (1939). Hingga sekarang kedua

hormon tanaman tersebut diyakini memiliki peranan sangat penting artinya dalam

kultur jaringan modern. Pada masa-masa tersebut, yaitu masa-masa awal dimana

era kultur jaringan baru mulai dikenal, jarang sekali orang dapat berhasil

melakukan regenerasi akar, pucuk tanaman, dan organ tanaman lain secara kultur

jaringan, sehingga pada saat itu orangpun mulai mempertanyakan kebenaran teori

totipotensi tersebut. (Whaterel, 1982).

Sesudah Hamberlant, menjalani tahun-tahun pada abad 20, penelitian

tentang kultur jaringan tanaman berkembang pesat. Berikut ini adalah rentetan

peristiwa penting yan mengisi sejarah perkembangan kultur jaringan sesudah

Hamberlant, dirangkum dari Pierik, (1987), Gautherett (1982), dan Butenko

(1968). Keterangan ini disusun secara sistematik menurut tahun penemuan1922

Knudson menemukan germinasi asimbiotik biji tanaman angrek secara in vitro.

Pengembangan metode kultivasi kultur jaringan dimulaikan oleh dua oran

saintis yang sudah bertahun-tahun berusaha bekerja di bidan ini. Mereka adalah

White P., dan Gautheret R.1934 White P., sesudah bertahun-tahun gagal, pada

tahun ini berhasil mengkulturkan ujung akar tomat.

Pada tahun yang sama Gautheret L., mengkulturkan in vitro jaringan

kambium tanaman Acer pseudoplanatus, Salix caparaea, dan Sambucus nigra.

Pada saat ini ide tentang kultur jaringan dapat dikatakan sudah tercapai namun

oleh karena eksplant tidak dipindahkan ke media yang baru, maka perkembangan

31

Page 32: Makalah bioteknologi kultur jaringan

terhenti sesudah berumur 15 – 18 bulan. Dikatakan bahwa pada saat itu media

ternyata kekurangan beberapa unsur yang berfungsi untuk pembelahan sel. 1939

P. R. White seorang peneliti dari Amerika (yang sekarang dianggap sebagai

Bapak Kultur Jaringan) melaporkan sejumlah hasil penelitiannya tentang

keberhasilan ia menumbuhkan sejumlah tunas dari potongan-potongan kalus

tembakau yan ditanam dalam medium cair. (Whaterel, 1982).

Walaupun sampai saat itu ia belum berhasil menumbuhkan akar dari tunas-

tunas yang diteliti, suatu lankah maju di bidang perbanyakan kultur jaringan telah

berhasil dicapai dalam upaya untuk membuktikan sebagian kebenaran dari teori

totipotensi. (Whaterel, 1982).

1940 Seorang ahli yang lain, Folke Skoog, ahli fisiologi tanaman dari

Universitas Winconsin pada tahun melanjutkan penelitian-penelitian yang

dilakukan White dan telah berhasil membuktikan, bahwa hormon-hormon

auksin, yaitu IAA dan NAA (yang pada waktu itu dikenal sebagai pemacu

pertumbuhan akar dari potongan-potongan dahan), ternyata mampu

menghambat awal pertumbuhan tunas. Selanjutnya dengan percobaan-

percobaannya menggunakan kultur jaringan tembakau, dia mulai mencari

senyawa-senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan senyawa-senyawa

auksin serta senyawa-senyawa yang memacu pertumbuhan tunas.

(Whaterel, 1982).

1941 Van Overbeek mula-mula menggunakan air kelapa (yang

mengandung faktor perangsang pembelahan sel) dalam mengkulturkan

embrio Datura.

1943 White menerbitkan bukunya “A Handbook of Plant Tissue Culture”

yang memuat pengetahuan serta hasil penemuan pada jaman itu.

1944 Skoog mula-mula mendapatkan tunas adventif dari hasil kultur

jaringan.

1945-1946 Loo Shi Wei, pertama-tama mengkulturkan apex batang.1949

Vaccin dan Went menciptakan medium Vacin dan Went.1950 Folke

Skoog bersama-sama dengan muridnya berhasil menemukan adanya efek

pemacu pembentukan tunas yang disebabkan oleh senyawa-senyawa fosfat

32

Page 33: Makalah bioteknologi kultur jaringan

anorganik maupun senyawa-senyawa organic, yaitu adenine dan adenosin.

(Whaterel, 1982).

1952 Morel dan Martin pertama-tama menemukan dahlia yan bebas virus

dari hasil kultur meristem.

1954 Muir et al pertama-tama mendapatkan tanaman dari kultur sel.

Wetmore, R. H., dan Sorkin S., mengembangkan teori Hamberlant tentang

organogenesis yan sekarang dikenal dengan mikropropagasi.

1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu hormone golongan

sitokinin yang pertama kali ditemukan. (Whaterel, 1982).

1957 Skoog dan Miller melaporkan hasil penelitian mereka yang sekarang

telah dianggap klasik,yaitu mengemukakan ratio sitokinin dan auxin untuk

mengatur pembentukkan organ. Mereka menulis satu artikel tentan

“Chemical Regulation of Growth and Organ Formulation in Plant Tissue

Cultured in Vitro” mengenai keterkaitan kedua golongan hormone, auksin

dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar dan tunas. Penelitian ini

selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan secara kultur

jaringan. (Whaterel, 1982). Skoog menyadari besarnya potensi ekonomi

dari hasil penelitian-penelitiannya, selanjutnya semakin menekuni bidang

kultur jaringan bersama-sama murud-murid dan teman-temannya.

(Whaterel, 1982).

Torrey J. C., mendemonstrasikan pembelahan sel yang diisolasikan.

1958 Reinert dan Steward, menemukan regenerasi proembrio dari suspensi

sel Daucus carota.K. V. Thimann dari Universitas Harvard melaporkan

penemuan-penemuannya pada beberapa kali penerbitan yang dimulai

tahun 1958, bahwa hormon-hormon sitokinin mampu melawan efek

pertumbuhan tunas apical. Dan mereka berhasil pula membuktikan, bahwa

kinetin bersifat memacu pertumbuhan tunas lateral yan biasanya tidak

terlihat nyata akibat penaruh dari tunas apical pucuk tanaman. Hal inilah

yan selanjutnya menjadi dasar fisiologis dalam upaya meningkatkan

jumlah cabang-cabang lateral, yang seperti diketahui sangat penting

artinya bai pembiakan secara kultur jaringan. Dalam tahun-tahun

berikutnya, banyak peneliti yan memberikan sumbangan pengetahuan

33

Page 34: Makalah bioteknologi kultur jaringan

yang menunjang keberhasilan usaha pembiakan secara kultur jaringan

tersebut.

1960 Cocking E. C., memperoleh sejumlah protoplast dengan jalan

degradasi dinding sel menggunakan enzyme.Morel mempropagasikan

tanaman angrek melalui kultur meristem.

1962 Murashige T., dan Skoog F., mengembangkan formulasi media

kultur yan amat terkenal dan sampai sekarang dipakai di dunia

internasional, yaitu media Murashige-Skoog. (Whaterel, 1982). Di sini

peranan Murashige sangat penting artinya, karena selain telah memberi

sumbangan pengetahuan dasar kultrur sel dan jaringan, usahanya telah

mengarah ke penerapan di bidang pembiakan secara kultur jaringan dalam

skala komersial. Murashige bersama murid-muridnya di Universitas

California telah menyusun prosedur lenkap pembiakan kultur jaringan dari

sejumlah besar spesies tanaman yang diketahui bernilai ekonomi tinggi.

Pengembangan hasil karya tersebut selanjutnya mendorong pertumbuhan

industri-industri pembiakan secara kultur jaringan di Amerika Serikat.

(Whaterel, 1982). 

1964 Guha S., dan Maheshwari S. C., mendapatkan embrio haploid yan

berkembang dari sel polen tanaman Datura.

1965 Vasil dan Hamberlant, berhasil mendapatkan differensiasi sel

tembakau yang diisolasikan.

1967 Bourin J. P., dan Nitch J. P., mendapat tanaman haploid dari kultur

serbuk tembakau.

1969 Erickson & Jonassen melakukan isolasi protoplas dari suspensi sel

Hapopappus.

1970 Power melakukan fusi protoplas.

1971 Takebe et al mula-mula mendapatkan tanaman hasil regenerasi

protoplast.

1977 Chilton, et al berhasil mengintegrasikan DNA T-plasmid dari

Agribacterium tumefaciens pada tanaman.

1981 Larkins dan Skowcroft, pertama-tama memperkenalkan variasi

somaklonal.(Katuuk, 1989).

34

Page 35: Makalah bioteknologi kultur jaringan

1985 Perkembangan transfer gen pada tanaman berkembang cepat, seperti

penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen gun),

electroporasi, mikroinjeksi.

1990 Perkembangan rekayasa genetik dan metabolic pada tananaman

berkembang dengan pesat. Pemasaran produk-produk rekayasa genet

2.9. Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan

Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang

muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya

tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat

muncul dari bahan yang ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari

manusianya.

Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada

pula yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara

mengatasinya tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu

muncul.

Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:

1. Kontaminasi

Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan

kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah

merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang

diperkaya.Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat

dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).

Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:

Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur

jaringan.

Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.

Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari

waktu yang longgar.

2. Pencoklatan/browning

35

Page 36: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam

yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan.

Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa

yang sering terjadi.

Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi

eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.

3. Vitrifikasi

Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:

Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.

Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.

Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter

Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.

Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade

4. Variabilitas Genetik

Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang

seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman

maka variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in

vitro karena:

Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur

berulang yang tidak terkontrol

Penggunaan teknik yang tidak sesuai.

Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -

suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas

kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon.

Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus

memperhatikan aspek yang dikulturkan.

5. Pertumbuhan dan Perkembangan

Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan

yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu

tidak mati tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan

36

Page 37: Makalah bioteknologi kultur jaringan

preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik.

Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif

membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juag dapat menjadi

sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel

dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya.

Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan

pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik

dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.

6. Praperlakuan

Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja,

pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa

dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan

muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan

umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka

menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik,

biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari

pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif

pengelolaannya.

7. Lingkungan Mikro

Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga

sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi

pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.

Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda,

namunddemikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan

inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi

antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi

pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur

yang lain.

37

Page 38: Makalah bioteknologi kultur jaringan

2.10 Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro

Pemuliaan secara in vitro adalah salah satu bentuk bioteknologi yang

berupa budidaya di atas media dengan nutrsi dalam kondisi steril

(Suryowinoto,1996). Pemuliaan in- vitro adalah bagian dari kegiatan pemuliaan

tanaman yang dilakukan dengan menggunakan wadah tabung/gelas yang berisi

media buatan (bukan tanah) sebagai media tanam. Mengapa alternatif yang harus

dipilih dalam rangka menjawab tantangan krisis pangan adalah pemuliaan

tanaman secara in vitro ? Hal ini karena tanaman merupakan sumber pangan

terbesar yang ada. Selain itu keunggulan proses ini meliputi kemampuan

menghasilkan tanaman unggul dalam waktu yang relatif singkat, kemampuan

menghasilkan tanaman yang toleran terhadap stress, bebas virus, dan berbagai

macam keunggulan lainnya. Teknik pemuliaan tanaman secara in vitro merupakan

salah satu upaya untuk melakukan penghematan biaya,waktu,tempat, dan tenaga

sehingga diprediksi mampu mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi

Indonesia . Jika dilihat dari sudut pandang tempat dan waktu, sistem ini mampu

menjawab salah satu masalah panyebab penurunan produksi pangan di suatu

negara yaitu mengenai menyempitan lahan untuk pertanian yang dari tahun ke

tahun semakin menyempit.

Dengan menggunakan sistem pemuliaan tanaman secara in vitro masalah

ini dapat teratasi, karena hasil pemuliaan tidak harus ditanam langsung dilahan

pertanian. Produk pertanian yang dihasilkan melalui proses ini dapat dipanen

dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan produk pertanian yang

dihasilkan secara konvensional. Sehingga tenaga yang diperlukan pun relatif lebih

kecil , tidak diperlukan adanya tenaga untuk mengolah tanah , menyiangi ,

mengairi dan sebagainya karena semua telah dilakukan dengan konsep-konsep

pertanian modern. Apabila melihat dampak jangka panjang, proses peningkatan

hasil produksi pertanian melalui sistem pemuliaan tanaman secara in vitro dapat

menghemat anggaran pemerintah sebesar jutaan dolar. Itu sebabnya banyak

negara yang tidak memiliki basic agraris tetapi produksi pangan mereka bahkan

lebih tinggi dari negara yang memiliki latar belakang sebagai negara agraris.

38

Page 39: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Program ini akan mampu membawa Indonesia menuju kemandirian

pangan serta terhindar dari krisis pangan global yang sekarang ini masih menjadi

trending topic diberbagai kalangan masyarakat. Mungkin pelaksanaan alternatif

tersebut tidak akan semudah yang dibayangkan, karena untuk mendapatkan

varietas-varietas unggul dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang terus

meningkat diperlukan proses yang cukup rumit. Selain itu pengetahuan

masyarakat pada umumnya mengenai hal ini masih sangat minim dan cenderung

tidak peduli . Masyarakat Indonesia seolah-olah bertahan dengan ketradisionalan

yang ada. Oleh karena itu peran pemerintah sangat diperlukan . Melalui kebijakan

yang jelas, maka para pemulia tidak akan ragu-ragu dalam mengambil berbagai

keputusan berkaitan dengan penciptaan berbagai macam varietas unggul yang

akan mampu mereduksi ancaman krisis pangan di Indonesia.

Tindakan pemuliaan tanaman ini seharusnya lebih ditekankan kepada

tanaman serealia seperti padi,jagung ,dan tanaman penghasil bulir lainnya karena

banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Rencana

yang besar tanpa didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang profesional

tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, kerjasama antara pemulia

dengan para petani serta masyarakat harus dilaksanakan secara harmonis . Sebab

tanpa adanya mereka yang mendukung program pemuliaan tersebut maka hal itu

tidak dapat dilakukan secara maksimal.

Jadi, untuk terhindar dari krisis pangan, Indonesia perlu melakukan suatu

tindakan nyata berupa menggencarkan gerakan pemuliaan tanaman secara in

vitro sehingga melalui program tersebut, Indonesia mampu memproduksi pangan

dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Sudah saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan menuju kebangkitan , dari

kesederhanaan menuju kemodernan yang positif , dari pertanian konvensional

menuju pertanian berbasis teknologi.

Hal-hal perlu diperhatikan dalam pemuliaan in vitro adalah 1) eksplan, 2)

media yang digunakan, 3) steril condition, dan 4) hormon. Pemuliaan in-vitro

dapat dilakukan dengan beberapa teknik sebagai berikut :

39

Page 40: Makalah bioteknologi kultur jaringan

a. Fusi protoplas

Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding selnya. Protoplas

dapat diperoleh dengan memberikan enzim penghilang dinding sel misalnya

selulase, pektinase dan protease. Fusi protoplas dapat dimanfaatkan untuk

melakukan persilangan antar spesies atau galur tanaman yang tidak

memungkinkaan untuk dilakukan dengan persilangan biasa karena adanya

masalah kompatibilitas fisik. Dua buah protoplas dapat difusikan (digabungkan)

dengan menggunakan aliran listrik ataupun zat kimia seperti PEG (Poly Ethylen

Glicol). Dengan perlakuan fusi protoplas ini dapat diperoleh hybrid yang somatik

(hybrid parasexual) jika nukleus dari kedua species mengalami penyatuan (fusi).

Selain itu dapat diperoleh juga cybrid (sitoplasmic hybrid), jika yang mengalami

fusi hanya sitoplasmanya saja. Hasil fusi yang diperoleh selanjutnya dapat

ditumbuhkan dalam medium untuk menghasilkan kalus yang kemudian diinduksi

untuk menghasilkan tanaman baru.

b. Embryo resque

Embrio yang berasal dari hasil persilangan seringkali tidak dapat

bertumbuh atau mati karena adanya hambatan dalam penyerbukan dan pembuahan

atau pembuahannya terjadi secara normal tetapi embrio mati pada awal tingkat

perkembangannya. Keadaan embrio seperti ini dapat diselamatkan dengan teknik

embryo resque yaitu pengambilan embrio yang belum matang dari biji dan

menumbuhkannya dalam medium buatan untuk menghasilkan plantlet.

c. Kultur haploid (haploid culture)

Kultur haploid adalah mengkultur tanaman yang eksplannya mempunyai

komposisi gamet haploid. Eksplan yang dimaksud dapat diperoleh dari anther.

Sehingga teknik untuk menghasilkan tanaman haploid dengan eksplan anther

disebut kultur anther. Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai satu set

kromosom dan memiliki kegunaan untuk menghasilkan tanaman homozigot

sehingga mempermudah proses seleksi. Melalui tanaman haploid dapat diperoleh

tanaman dihaploid yaitu dengan cara merangkapkan kromosom menjadi 2n

dengan perlakuan kolkhisin.

d. Variasi somaklonal

40

Page 41: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Variasi somaklonal adalah variasi yang timbul karena perbanyakan

tanaman melalui kultur in-vitro. Variasi somaklonal dapat disebabkan oleh

beberapa factor, yaitu:

Organisasi sel yang digunakan sebagai eksplan.

Organisasi sel mempunyai peranan penting dalam hal pemunculan variasi

somaklonal. Perbanyakan dengan lewat kultur meristem yang dapat menghasilkan

plantlet yang stabil secara genetis sedangkan perbanyakan melalui kalus

meningkatkan kemungkinan terjadinya variasi somaklonal.

Variasi pada jaringan sebagai sumber eksplan.

Eksplan yang berasal dari sumber yang berbeda mempunyai variasi

inheren sehingga dapat muncul sebagai variasi somaklonal.

Abnormalitas pembelahan sel secara in-vitro.

Kombinasi yang tidak tepat dalam penggunaan zat pengatur pertumbuhan

dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas dalam pembelahan sel yang dapat

muncul dalam bentuk perubahan jumlah dan struktur kromosom. Variasi

somaklonal yang yang terjadi pada kultur in- vitro tanaman dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu alternatif pemuliaan tanaman karena dapat menghasilkan

varietas-varietas baru, misalnya varietas yang memiliki ketahanan terhadap hama

dan penyakit.

1. Perbanyakan Tanaman

a. Perbanyakan dengan okulasi/penempelan.

Sebagai entres dipilih tunas yang mempunyai mata-mata yang besar dan

sehat dari cabang berumur kira-kira satu tahun. Pengambilan mata tempel

dilakukan dengan membuat irisan agak lengkung horizontal diatas mata sepanjang

1 cm dan pada kedua ujung irisan tersebut dibuat irisan vertikal kebawah

sepanjang kira-kira 2,5 cm, lalu dikelupas hingga diperoleh kulit dengan satu

mata yang baik dalam bentuk segi empat berukuran 1 x 2,5 cm. Pada batang

bawah dikupas kulit kayunya sesuai bentuk dan ukuran mata tempel. Kemudian

mata tempel segera ditempelkan. Selanjutnya tempat tempelan dibalut dengan pita

plastik dan bagian mata tidak tertutup.

41

Page 42: Makalah bioteknologi kultur jaringan

b. Penyambungan/grafting

Batang bawah dipotong sekitar 10 cm dari pangkal batang dan pada bagian

atas dibuat keratan bebentuk huruf V sepanjang 2-3 cm. Selanjutnya dipotong

batang atas sepanjang 8-10 cm yang memiliki minimal 2 mata tunas. Pangkal

tunas dibuat runcing, agar bisa masuk keujung batang bawah, ikat sambungan

tersebut dengan tali plastik. Calon benih ini kemudian diberi sungkup plastik,

yang sebelumnya disiram dahulu. Sekitar 21 hari kemudian sungkup dibuka.

c. Cangkok

Perbanyak vegetatif dengan cara cangkok sebenarnya dapat dilakukan

pada tanaman durian, tetapi benih yang dapat diperoleh sedikit dan dapat merusak

bentuk pohon induknya sendiri serta sistem perakarannya tidak kuat karena tidak

mempunyai akar tunggang.

2. Kultur Pucuk

Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang

dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk

(apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan

tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya

diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya

diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo.

Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari

eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk

apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai “Shoot-tip

Culture”, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta

bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai “Shoot Culture”. Besar kecilnya

eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil

eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh

mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi

dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka

semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi in-vitro, namun

makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak

kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan.

42

Page 43: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Oleh karena itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing

varietas dan spesies tanaman.

Tujuan praktis kultur pucuk adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman,

yang mendasari produksi bibit secara komersial. Pucuk awal ini dalam media

yang tepat, membentuk pucuk-pucuk baru yang jumlahnya tergantung dari jenis,

berkisar dari 4-20 an tunas. Setelah di induksi pembentukan akar pada pucuk,

maka akan tumbuh tanaman yang sempurna yang identik dengan induknya atau

merupakan fotokopi dari induknya. Kultur pucuk merupakan dasar dari kegiatan

perbanyakan dalam laboratorium komersial. Pertumbuhan pucuk, pada umumnya

memerlukan zat pengatur tumbuh dalam media. Tahapan pertumbuhan dan tipe

pertumbuhan, menentukan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang

dibutuhkan. Auksin yang biasanya dipergunakan dalam kultur pucuk, adalah IAA,

NAA dan IBA. Priyono (2004) melaporkan bahwa IAA sangat berperan dalam

memperbaiki tingkat pembentukan tunas mikro pada kultur in vitro ruas T

trianggulare. Penggunaan 2,4-D biasanya dihindarkan, karena 2,4 D cenderung

menginduksi kalus. Dalam kultur pucuk, kalus tidak diinginkan.

Sitokinin merupakan bahan yang selalu ditambahkan. Jenis sitokinin yang

biasa dipergunakan adalah BAP, 2iP atau kinetin. Dibandingkan jenis sitokinin

yang lain, BAP merupakan jenis sitokinin yang lebih umum digunakan dalam in

vitro, karena lebih efektif dan stabil (Bhojwani dan Razdam, 1983). Dalam kultur

pucuk sangat umum digunakan konsentrasi sitokinin yang relatif lebih tinggi dari

auksin. Pada beberapa jenis tanaman berkayu tertentu, diperlukan masa

pemantapan kultur dengan memberikan sitokinin dan auksin dalam konsentrasi

rendah. Pada jenis tanaman yang demikian, proliferasi pucuk terjadi setelah

dipindahkan ke media kedua dengan hanya berisi sitokinin.

Manfaat perbanyakan in-vitro (kultur pucuk) dalam industri bibit

1) Dapat digunakan untuk memproduksi bibit dalam jumlah banyak dan waktu

yang relatif singkat. Salah satu keunggulan mikropropagasi adalah

perbanyakan organ tanaman yang dihasilkannya. Penggunaan hormon

43

Page 44: Makalah bioteknologi kultur jaringan

pertumbuhan sintetis memungkinkan perbanyakan eksplan dalam jumlah

banyak dan waktu singkat. Perbanyakan di dalam wadah kecil

memungkinkan dilakukan perbanyakan cepat ini. Dewasa ini telah dilakukan

automatisasi dalam mikropropagasi menggunakan mesin pembuat media dan

sterilisasi media, pemotongan dan sterilisasi eksplan yang dikendalikan

dengan komputer sehingga dapat dilakukan perbanyakan secara lebih cepat

dan lebih efisien.

2) Dapat menghasilkan bibit dengan ukuran seragam. Produksi klon secara in

vitro dapat dikontrol lebih mudah dbandingkan produksinya dilapangan

karena perbanyakan dilakukan dalam wadah kecil. Oleh karena itu bisa

dihasilkan klon dengan ukuran yang seragam dalam saat yang bersamaan.

Penanaman bibit yang seragam mempermudah pemeliharaan tanaman di

lapangan dan panen dapat dilakukan secara serempak.

3) Tidak membutuhkan eksplan dalam jumlah banyak sehingga menghindari

kerusakan tanaman induk. Sebaliknya stek, cangkok,

penyambungan/penempelan yang intensif dari satu pohon induk dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman induk bahkan dapat merusaknya.

4) Dapat digunakan untuk perbanyakan cepat tanaman langka, tanaman dengan

nilai ekonomis tinggi, atau varietas unggul hasil pemuliaan tanaman.

Tahapan Pelaksanaan Mikropropagasi Kultur Pucuk

Tahap 0 : Tahap persiapan, seleksi, dan persiapan bahan induk

Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan.

Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara

hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan

diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama

atau penyakit. Kadang-kadang pohon induk atau bagian tanaman yang akan

44

Page 45: Makalah bioteknologi kultur jaringan

diambil sebagai eksplan perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil.

Perlakuan-perlakuan tersebut antara lain :

a. Penaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan,

b. Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk meningkatkan

kecepatan multiplikasi dalam kondisi in-vitro,

c. Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh

virus atau bakteri,

d. Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman, dll.

Tahap 1 : Tahap awal atau induksi (inisiasi)

Tahap awal ini amat sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan

mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali terlihat dari keberhasilan

penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari segala kontaminan) dan harus

diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai tujuan penanamannya (misalnya:

perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas, atau pertumbuhan kalus pada

eksplan). Setelah 1 – 2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri

atau jamur (baik pada media maupun eksplannya) dibuang. Tahap ini selesai dan

kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila eksplan yang tidak

terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya tunas lateral atau

tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi berat atau

yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu dapat ditanam pada

media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya mengandung gula dan

agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak terkontaminasi sebelum

diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah:

· Umur tanaman induk

45

Page 46: Makalah bioteknologi kultur jaringan

· Umur fisiologis dari eksplan

· Tahap perkembangan dari eksplan

· Ukuran dari eksplan.

Tahap 2 : Tahap perbanyakan (Multiplikasi)

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak

tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap I dipindahkan pada media

yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak

yang selanjutnya pada tahap III nanti tunas-tunas tersebut dipindahkan pada media

pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar.

Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan

perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub

kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahap ini

tunas yang dihasilkan dibagi-bagi atau dipotong-potong untuk selanjutnya

ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi

yang lebih tinggi dari auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media

tanpa agar), semi padat maupun media padat. Dengan modifikasi media yang

sesuai, tunas-tunas baru akan tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini

umumnya dilakukan sebanyak 8 – 10 kali sehingga akan dapat dihasilkan

sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas

tersebut selanjutnya dibesarkan atau diakarkan pada tahap mikropropagasi

berikutnya.

Tahap 3: Persiapan planlet sebelum aklimatisasi (pengakaran)

Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan ke 2 tersebut umumnya

masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum

mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi in-vivo. Oleh karena

itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk

pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk

mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke media terrestrial pada

tahap IV antara lain, adalah:

46

Page 47: Makalah bioteknologi kultur jaringan

a) Media untuk pengakaran dan perpanjangan tunas. Media perakaran yang

digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang

dihasilkan pada tahap II disimpan pada media tanpa ZPT dengan

kelembaban yang sangat tinggi.

b) Individu tunas (propagul) disubkultur ke media dengan mengurangi

konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan menambah konsentrasi

auxin serta kadang dengan mengurangi konsentrasi senyawa anorganik.

Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat dilakukan dengan cara

menempakan tunas hasil tahap II (propagul) diletakan pada aerasi media cair

lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara memindahkan

propagul ke media yang berisi auxin selama 1-2 hari, kemudian disubkultur

lagi ke media tanpa auxin (induksi akar dipacu oleh adanya auxin, tetapi

pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auxin dalam media).

Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auxin) sebentar dan

selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auxin.

c) Tahapan pemanjangan ini dapat ditempuh dengan cara meletakan propagul

medium agar tanpa atau dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin

selamas 2-4 minggu. Pada beberapa tanaman menggunakan penambahan

GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lainnya

seperti teknik sebelumnya.

d) Penggunaan media praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan

penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas

fotosintesis misalnya penggunaan media dengan konsentrasi gula

rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon

dioksida, dll.

Tahap 4: Aklimatisasi

Tahapan aklimatisasi ini adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi in-

vitro ke kondisi in-vivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-

hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantet yang

dihasilkan dapat mati/musnah. Plantlet dikeluarkan dari botol dan agar yang

melekat pada akarnya dibersihkan, direndam dalam larutan fungisida, lalu ditanam

dalam kompos atau medium porous yang bersih untuk merangsang pembentukan

47

Page 48: Makalah bioteknologi kultur jaringan

akar-akar serabutnya. Untuk mencegah kematian plantlet akibat transpirasi,

plantlet disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada ruangan dengan

kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan diletakkan ditempat yang ternaungi

dengan intensitas cahaya 30 %. Pada kasus tertentu, daun tanaman disemprot

dengan anti transpirant (misalnya Abscicic acid) untuk mencegah penguapan yang

terlalu besar dari daun. Secara perlahan, kelembaban dikurangi dan intensitas

cahaya ditambah untuk merangsang fotosintesis. (Taji, 2002)

Kultur Pucuk untuk Perbanyakan Vegetatif

Anyelir

Mikropropagasi Dianthus caryophyllus L, cv. Orange Triumph dapat

dilakukan melalui sistem multiplikasi pucuk dan multiplikasi buku tunggal.

Medium yang dipakai adalah MS-1 dengan penambahan zat pengatur tumbuh

benzilaminopurin (BAP)-asam naftalenasetat (NAA) dan kinetin-NAA. Dalam

sistem multiplikasi pucuk, eksplan yang digunakan adalah potongan pucuk apikal.

Dalam sistem multiplikasi buku tunggal, eksplan yang digunakan adalah potongan

buku batang. Masing-masing eksplan ini dirangsang untuk menghasilkan pucuk

pada tahap induksi. Pucuk yang dihasilkan dapat dimultiplikasi pada medium

dengan kombinasi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan jumlah

pucuk tertinggi selama tahap induksi. Pucuk apikal dimultiplikasi pada medium

MS-1 dengan 5 pM BAP-0,1 pM NAA dan 10 pM kinetin-0,01 pM NAA. Sanjaya

(2004), menyatakan bahwa kemampuan regenerasi dari eksplan tunas apikal

berbeda nyata antara klon anyelir.

Laju multiplikasi yang dihasilkan dalam 3 kali subkultur adalah masing-

masing sebanyak 8-21 pucuk dan 7-19 pucuk per siklus kultur. Buku batang

dimultiplikasi pada medium MS-1 dengan 4 pM BAP-0,25 pM NAA. Laju

multiplikasi yang dihasilkan dalam 3 kali subkultur adalah sebanyak 6-20 pucuk

per siklus kultur. Perakaran semua pucuk hasil multiplikasi ini dapat diinduksi

pada medium MS-1 dengan penambahan asam indolbutirat (IBA). Aklimatisasi

planlet memberi keberhasilan sebesar 70 persen. Ternyata penanaman satu

potongan jaringan pucuk apikal dan buku batang dalam waktu 18 minggu mampu

menghasilkan jumlah bibit siap lapang, masing-masing sebanyak sekitar 22.550

48

Page 49: Makalah bioteknologi kultur jaringan

dan 12.600 plantlet. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa aklimatisasi planlet

dari kultur in vitro membutuhkan media yang spesifik untuk tiap kultivar anyelir.

Pada media pasir, system perakaran planlet tidak dapat berkembang optimal

akibat dari rendahnya ketersediaan hara dalam media. ( Fayakun, 2002)

Tebu

Dari penelitian yang dilakukan oleh Baksha et al (2002) mengenai kultur

pucuk pada tebu varietas Isd 28, untuk mengetahui effek perbedaan penggunaan

jenis dan konsentrasi auksin dan sitokinin pada regenerasi tunas yang

ditumbuhkan secara in vitro. Eksplan tanaman adalah bagian tunas pucuk dari

tanaman tebu pada fase juvenile (3-4 bulan). Sterilisasi eksplan menggunakan

0.1% HgCl2 setelah dicuci dengan air yang mengalir selama 7-10 menit.

Kemudian eksplan dicuci dengan DDH2O (double distilled water) steril pada

kondisi aseptic di dalam laminar flow. Eksplan kemudian ditumbuhkan dalam

media MS dengan perbedaan kombinasi auksin dan sitokinin untuk

mengidentifikasi ketepatan kombinasi media untuk regenerasi tebu melalui kultur

pucuk. Media terdiri dari 3% sukrosa, 0.6% agar, dengan pH 5.7 sebelum

penambahan agar dan di autoclave pada suhu 1200 selama 15 menit. Eksplant

diinkubasi pada 25±20C di bawah fotoperiode 16 jam.

Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa, untuk penggandaan

regenerasi pucuk, pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi

auksin dan sitokinin yang digunakan. Sitokinin BAP lebih efektif daripada Kn dan

IBA untuk pembentukan tunas. Rendahnya auksin dan tingginya sitokinin pada

medium menginduksi penggandaan regenerasi tunas. Respon maksimum untuk

penggandaan inisiasi tunas ditemukan saat eksplan dikultur pada media MS yang

ditambah dengan 2.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1 IBA, 1.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1

IBA dan 1.0 mgl-1 + 0.5 mgl-1 Kn. Pada media ini 70-75% eksplan menghasilkan

2-6 tunas dari pucuk tunggal selama 2-3 minggu. Pertumbuhan tunas pada

awalnya tanpa akar, untuk menumbuhkan akar, tunas dipotong terpisah dan

diletakkan pada media pengakaran. Konsentrasi yang sama dari IAA (5 mgl-1),

NAA atau IBA digunakan tersendiri pada setengah media MS untuk induksi akar

yang sebanyak-sebanyaknya. Pertumbuhan akar tunas mungkin dipengaruhi pH,

49

Page 50: Makalah bioteknologi kultur jaringan

tingkat auksin dan konsentrasi nutrisi pada media induksi akar. Respon terbaik

diamati pada 5 mgl-1 NAA yang digunakan pada setengah media MS. Hal

tersebut juga telah dikemukakan oleh Heinz ( 1977), yang menyatakan bahwa

auksin yang paling bagus digunakan untuk inisiasi akar adalah NAA

Perkembangan akar pada media yang mengandung IAA atau IBA memiliki

kualitas yang kurang bagus di bandingkan media yang mengandung NAA. Media

yang paling efektif untuk penggandaan tunas adalah media MS yang mengandung

2.0 mgl-1 BAP +0.5 mgl-1 IBA, 1.0 mgl-1BAP+0.5mgl-1 IBA dan 1.0 mgl-1

BAP + 0.5 mgl-1 Kn.

Lebih jauh penelitian ini menunjukkan bahwa untuk regenerasi tunas

kombinasi auksin dan sitokinin penting. Penelitian mengenai mikro propagasi

telah memberikan teknologi yang cepat dibandingkan dengan teknik konvensional

untuk penggandaan dan preservasi plasma nutfah varietas tebu pilihan.

Salah satu kendala dalam kultur pucuk adalah timbulnya pencoklatan

(browning) pada pucuk maupun pangkal eksplan. Dari penelitian yang dilakukan

oleh Winarsih (2006) pada eksplan tanaman tebu, menunjukkan bahwa

penggunaan kloroks dengan konsentrasi 4% paling baik untuk sterilisasi eksplan.

3. Embriogenesis

Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.

Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan

atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat

sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik.

Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa

fase, antara lain:

1. Sel tunggal (yang telah dibuahi)

2. Blastomer

3. Blastula

4. Gastrula

5. Neurula

50

Page 51: Makalah bioteknologi kultur jaringan

6. Embrio / Janin

Gambar Proses Embriogenesis

4. Kultur Embrio

Kultur Embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa dan

menumbuhkan secara kultur jaringan untuk menghasilkan tanaman viable.

Tujuan kultur embrio:

1. memperpendek siklus permuliaan : mempercepat perkecambahan bijiyang

umur kecambah lama

2. menguji kecepatan viabilitas biji : lebih efektif dari pada tes pewarnaan

3. memperbanyak tanaman langka : kelapa kopyor

4. memperoleh hybrid langka : mengatasi kegagalan persilangan karena

poliferasi terhalang/fertilisasi normal tetapi embrio pada perkembangnnya

mati. Kematian karena sedikitnya endosperm sbg cadangan

makanan/endosperm tidak berkembang

51

Page 52: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Fungsi Kultur Embrio

1. kultur anther : pembentukan tanaman haploid yang beragam untuk doubling

mendapatkan genotip homozigot secara cepat

2. pembentukan genotip transgenic dengan bantuan gen carrier berupa plasmoid

3. meningkatkan ragam genetic berasal dari somaclonal variability dan cellular

variant

4. rekombinan genom berasal dari sua spesies atay sub spesies dengan cara

hibridisasi somatic/fusi protoplas

5. pemetaan gen pada genom untuk memudahkan usaha transfer gen atau

memisahkan blok linkage

6. pemindahan gen berasal dari berbagai donor

7. sintesa spesies tanaman baru, berasal dari wide crossing antara dua spesies

atau sub spesies dengan genom yang tidak homolog

Faktor penentu keberhasilan kultur embrio

1. factor grnotip : beberapa jenis tanaman mudah di tumbuhkan dan yang sulit

ditumbuhkan

2. tingkat perkembangan embrio pada waktu dipisahkan semakin kecil embrio

semakin sulit tumbuh

3. kecepatan pertumbuhan tanaman induk : tanaman dari rumah kaca lebih

terkontrol sehingga menghasilkan endosperma yang lebih baik daripada

tanaman dari luar

4. komposisi media tumbuh : unsure makro, mikro dan gula, ion ammonium dan

potassium (penting)

5. oksigen

6. cahaya : perlakuan awal pada tempat gelap 7-14hari, tanaman di pindah ke

tempat terang untuk pembentukan klorofil

7. temperature : optimum tergantung jenis (22-28 C)

5. Kultur Meristem

52

Page 53: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Meristem merupakan kumpulan sel-sel yang aktif membelah pada tempat

tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan membentuk sistem jaringan

secara permanen seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Sel-sel jaringan

meristem mempunyai kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas

untuk membentuk jaringan dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ

tanaman.

Bentuk dan ukuran titik tumbuh meristem berbeda antara tanaman yang

satu dengan lainnya tergantung kelompok tanaman secara taksonomik. Meristem

pada tunas tanaman yang tergolong dikotil mempunyai lapisan sel-sel yang

membentuk kubah yang sel-selnya aktif membelah berukuran diameter sekitar

0.1-0.2 mm dan panjang 0.2-0.3 mm. Meristem tidak mempunyai vaskuler yang

terhubung dengan jaringan phloem dan xylem pada batang. Dibawah sel meristem

terdapat sel-sel yang membelah dan memanjang yang berkembang menjadi

primordia daun.

Kultur meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur

jaringan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik

meristem pucuk terminal atau meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama aplikasi

kultur meristem adalah mendapatkan dan memperbanyak tanaman yang bebas

virus (eliminasi virus dari bahan tanaman). Kultur meristem sebagai metoda untuk

perbanyakan tanaman yang bebas virus sudah secara luas diaplikasikan terutama

pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitosis

pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang

berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini

menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya

(Gunawan, 1988). Jaringan meristem merupakan jaringan vegetatif sehingga

plantlet yang dihasilkannyapun merupakan suatu klon. Oleh karena itu kelompok

tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem sering disebut mericlone.

Morel dan Martin (1952) merupakan orang pertama yang berhasil

menumbuhkan meristem tanaman dahlia yang terserang virus dan memperoleh

tanaman yang bebas virus. Setelah itu penggunaan kultur meristem terhadap

berbagai jenis tanaman banyak dikembangkan. Pada tahun 1960 Morel berhasil

53

Page 54: Makalah bioteknologi kultur jaringan

memperbanyak tanaman Cymbidium yang bebas virus. Dari hasil perbanyakan

kultur meristem anggrek tersebut, Morel menemukan pembentukan kalus terlebih

dahulu. Dan dari kalus tersebut kemudian membentuk struktur yang serupa

dengan perkembangan awal dari perkecambahan biji anggrek sebelum menjadi

tanaman. Struktur tersebut disebut dengan protocorm. Protocorm akan

memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru apabila ditumbuhkan

pada media tumbuh yang sama dan akan tumbuh menjadi tanaman lengkap

(plantlet) apabila dipindahkan ke media pendewasaan dan perakaran.

Berbeda dengan Morel yang telah berhasil mengklonkan tanaman anggrek

melalui protocorm, Hussey dan Stacey (1960) memperbanyak tanaman kentang

secara massal yang bebas virus melalui subkultur tunas aksiler secara berulang.

Eksplan tunas kentang yang sudah bebas virus dijadikan eksplan awal

ditumbuhkan pada media perbanyakan yang menghasilkan tunas dengan buku-

buku yang mengandung tunas ketiak disetiap bukunya. Tiap bulan dapat

dihasilkan rata-rata 3-5 buku. Setiap empat minggu buku-buku tersebut dipotong

untuk dikulturkan ke media baru. Setelah empat minggu dipotong-potong lagi.

Demikian seterusnya sehingga dalam satu tahun dapat dihasilkan jutaan tanaman.

Keberhasilan kultur meristem tergantung pada beberapa faktor,

diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik

tumbuh. Sering terjadi bahwa jaringan meristem yang ditanam tidak menunjukkan

proses morfogenesis, hal ini disebabkan sel-sel dari eksplan tidak mengadakan

pembelahan dan berdiferensiasi. Jaringan meristem merupakan jaringan yang sel-

selnya aktif membelah, biasanya jaringan ini akan mempunyai daya hidup yang

lebih besar dan dapat beregenerasi dengan baik apabila ditanam bersama dengan

daun primordianya. Akan tetapi lebih disarankan apabila tujuannya untuk

mendapatkan tanaman bebas virus sebaiknya meristem ditanam tanpa disertakan

daun primordia.

6. Kultur Kalus Dan Kultur Suspensi Sel

Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam

lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam

Kulkarni, 2000). Kalus adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus

54

Page 55: Makalah bioteknologi kultur jaringan

dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang

bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak

terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada

medium yang segar dengan interval waktu yang teratur (George & Sherrington,

1984). Kalus diinduksi dengan melukai jaringan tanaman. Menurut George &

Sherrington (1984), pemotongan atau pelukaan jaringan tanaman dapat

merangsang pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus.

Kultur kalus ini merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman

(Allan 1996 dalam Gürel, 2002).

Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan

beberapa sel, dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur

suspensi sel terdiri atas populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena

seluruh permukaan sel dapat kontak langsung dengan medium nutrisi. Hal ini

menyebabkan metabolisme sel lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur kalus

(George & Sherrington, 1984).

Metode kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi

metabolit sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang diisolasi

dari tumbuhan induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang sama

dengan induknya, atau yang dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini

menyebabkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula

dihasilkan pada sel yang dikultur secara in vitro (Fowler, 1981 dalam Mantell &

Smith, 1983). Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan

pertama kali oleh perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956.

Sedangkan potensi kultur sel untuk memproduksi senyawa bermanfaat terutama

untuk obat-obatan, telah dimulai pada akhir tahun 1960 (Pétiard & Bariaud-

Fontanel, 1987 dalam Sasson, 1991).

Kultur suspensi sel dapat diperoleh dengan cara memindahkan kalus dari

medium padat ke medium cair dalam kondisi agitasi selama periode kultur dalam

waktu tertentu. George & Sherrington (1984) menyatakan bahwa dalam kondisi

agitasi, kalus meremah akan terpisah membentuk kelompok sel dan sel-sel

tunggal. Sel-sel tunggal akan mengadakan pembelahan membentuk kelompok-

55

Page 56: Makalah bioteknologi kultur jaringan

kelompok sel yang kemudian terpisah lagi membentuk sel-sel tunggal dan

kelompok-keompok sel yang lebih kecil. Menurut Lim-Ho (1982 dalam George &

Sherrington 1984), agitasi dalam kultur suspensi sel dapat meningkatkan aerasi,

reduksi polaritas tanaman dan dapat mempertahankan keseragaman distribusi sel-

sel dan kelompok sel di dalam medium. Dijelaskan oleh Endress (1994) bahwa

agitasi atau pengocokan pada kultur suspensi sel dapat mempengaruhi ukuran

agregat, viabilitas dan pertumbuhan sel. Selain itu pengocokan berfungsi untuk

meningkatkan oksigen.

Diameter sel pada kultur suspensi sel pada umumnya berkisar antara 20-

150 µm dan panjang 100-200 µm. Ukuran ini setara dengan 10-100 kali bakteri

atau fungi dan mempunyai panjang maksimal 2 mm serta mengandung 2-200 sel

(Endress, 1994). Pada fase pertumbuhan logaritmik pada masa awal kultur sel,

sel-sel berbentuk kecil dan dipenuhi dengan sitoplasma. Namun pada fase

stasioner, sel-sel ini memiliki ukuran tertentu, sel lebih tua dan memiliki vakuola

besar di pusat sel (Endress, 1994).

7. Kultur Anther

Anther atau tepung sari secara alamiah berfungsi menyerbuki maupun

membuahi. Teknik kultur Anther relative sederhana dan efisien, yang paling

penting dalam metode ini adalah penentuan tingkat perkembangan yang paling

tepat untuk dijadikan sebagai eksplan sehingga androgenesis dapat terjadi. Anther

angiospermae secara skematis dan pembentukan tanaman haploid melalui kultur

anther sbb:

Kultur anther mempunyai kegunaan sebagai berikut:

Mampu menghasilkan tan. haploid (hanya mempunyai satu genom saja

(monohaploid)). Tanaman haploid dapat digunakan untuk pemuliaan

tanaman selanjutnya, dari tanaman monohaploid diperkirakan dapat

menghilangkan sifat resesif.

Dari monohaploid dapat dihasilkan derivate yang dihaploid (diploid)

dengan cara : Merangkap kromosom dengan perlakuan colchicin.

Mengadakan silangan tanaman monohaploid.

Membuat tanaman homozygote.

56

Page 57: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Faktor-faktor yg mempengaruhi keberhasilan produksi haploid melalui

kultur In Vitro adalah :

Tingkat perkembangan polen → paling baik digunakan polen pada tingkat

pembelahan mitosis pertama (Uninucleat).

Pre-treatmen → beberapa jenis tanaman memerlukan perlakuan

pendahuluan berupa temperatur rendah (3 – 10oC) selama 4 hari (bunga

padi), merendam dalam air yang ada butir-butir arangnya atau mengurangi

tekanan atm 12 mg/hg.

Media tumbuh → terdiri dari media dasar, gula, hormone, penambah

bahan organik (ekstrak pisang, air kelapa, endosperm serealia, ekstrak ragi,

alanin dan Co-enzym A, merangsang pertumbuhan Anther.

Kondisi tanaman donor → bunga dari tanaman muda pada saat permulaan

pembungaan, lebih baik dari pada bunga yang keluar kemudian.

Stadium perkembangan mikrospora dapat dibedakan menjadi beberapa

fase, yaitu:

Uni-nukleat sangat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding

mikrospora sangat tipis dan tanpa vakuola

Uni-nukleat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding sudah

semakin kuat dan vakuola kecil bentuk sferik.

Uni-nukleat tengah awal, dicirikan oleh sebagian besar inti mikrospora di

tengah sedangkan sebagian kecil inti mikrospora di tepi, vakuola besar.

Uni-nukleat tengah, hampir sama dengan uninukleat tengah awal tetapi

ukuran vakuola dua kali ukuran vakuola pada stadium sebelumnya.

Uni-nukleat akhir, dicirikan oleh hampir semua mikrospora mempunyai

inti di tepi, pada beberapa jenis sudah berkembang menjadi stadium 2 inti,

vakuola besar berbentuk bulat telur.

2.11. Media Kultur Jaringan

57

Page 58: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan

metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media

tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan

perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-

macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak.

Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama

penemunya.

Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang

hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap

persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan

Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik

dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al; Hamidah

et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya

(Geir, 1986, 1987, 1988).

A. Komposisi Media Tanam Kultur Jaringan

Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari

hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di

dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang

lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan

vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam

bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan

(Gunawan, 1992).

Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient

yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau

mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam

Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan

untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini

mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan

organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan.

58

Page 59: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga

kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.

Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang

pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh

hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid

Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA).

Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang

pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting

dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa

digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP).

Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama

pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.

Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis

pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang

diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman

kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh

dalam diferensiasi sel.

Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro

pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah.

Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan

pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur

hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam

bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan

pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).

1. Unsur Hara Makro

Adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara

makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca),

Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut

dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai

berikut:

59

Page 60: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Nitrogen (N)

Diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk

membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis

(pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio,

pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.

Fosfor (P)

Diberikan dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai

stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi

pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi,

protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam

nukleat.

Kalium (K)

Diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman,

memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan

makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan

mengatur pH dan tekanan osmotik.

Kalsium (Ca)

Diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu

akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen,

dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen,

mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.

Sulfur (S)

Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis

protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam

pembentukan bitil-bintil akar.

Magnesium (Mg)

Diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk meningkatkan kandungan

fosfat, pembentukan protein.

60

Page 61: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Besi (Fe)

Diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O.Berfungsi sebagai penyangga

(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media

selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe

berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.

2. Unsur Hara Mikro

Adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara

mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses

metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro

tersebut diantaranya adalah :

a. Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.

b. Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.

c. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.

d. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.

e. Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.

f. Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.

g. Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

3. Usur Tambahan Lainya

Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan

tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine

(vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan

tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel.

Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan

sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau

penghitaman eksplan.

Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu

komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat

pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita,

2004).

61

Page 62: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen

organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur

jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan

NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine.

Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi

vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004).

Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena

umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan

mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan

membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret

dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang

terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa,

sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup

memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber

energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.

Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan

medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar.

Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies

algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit

unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992).

Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :

1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga

dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang

stabil.

2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman.

3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.

Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah

Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida

yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-

glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa.

Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan

sebagai berikut :

62

Page 63: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gelnya lebih jernih.

Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar

1,5 -3g/l

Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.

Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah

dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite

sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O

dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan

CaCl2 meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 ).

Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban

nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi.

Gelrite jarang digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di

Indonesia karena harganya mahal (Yusnita, 2003).

Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian

air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat

digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng,

dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik,

atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-

benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media.

Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh

rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka

sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air

destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini,

sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat

penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion

(deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan

cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air

tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa

organik (Yusnita, 2004).

Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau

kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik

kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal

63

Page 64: Makalah bioteknologi kultur jaringan

antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat

perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma.

Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel,

juga harus mempertimbangkan faktor-faktor:

1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.

2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.

3) Efisiensi pembekuan agar-agar.

Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel

tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan

pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang

KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan,

1992).

Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak

pekerjaan kultur jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog

(MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch &

Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media

yang kaya garam-garam makro.

Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :

1. Hara Makro

Unsur hara makro. terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),

kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang

dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis

tanaman.

Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik

untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada

sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik

adalah apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya

berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi

untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat

64

Page 65: Makalah bioteknologi kultur jaringan

pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya

mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat

asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat)

juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan

amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion

amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium

dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.

Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida)

pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca

berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut

mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.

2. Hara Mikro

Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan

jaringan tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi

(Cu) dan molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan

media harus dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis

diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media

kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah

media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men

”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).

Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi

kebutuhan yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan

klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk

pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media

sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-

100 µM.

3. Karbon dan Sumber Energi

Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah

sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai

pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan

65

Page 66: Makalah bioteknologi kultur jaringan

sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan

adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat

tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau

fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan

3%.

Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel

dari jenis tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan

menyediakan kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses

fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa

dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh

fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan

mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen

media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies

tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan

dengan media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan

akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.

4. Vitamin

Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin

seperti biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol),

riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan

merupakan faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan

dalam kultur sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin

tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah

taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih

rendah.

5. Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya

Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media

kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin,

dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-

0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa

66

Page 67: Makalah bioteknologi kultur jaringan

macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja

justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino

dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin

hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100

mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya

dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

6. Bahan Organik Komplek

Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga

dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel

dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur

tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan.

Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut:

penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau

menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang

aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA

dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.

IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif.

Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan

arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan

selama dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam

media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.

7. Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan

Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu

dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat

lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air,

agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu

45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi

dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas

fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang

67

Page 68: Makalah bioteknologi kultur jaringan

diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur

berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan.

Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang

terbentuk.

Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan

faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na

dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan

agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk

memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi

selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC

selama 24 jam.

Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada

konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu

25oC. Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media,

tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal.

Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana

jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini

bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel

(produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya

digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk

mendeteksi ada tidaknya kontaminan.

Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang

ditanam dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah).

Metoda lain yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah

jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick),

busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan

tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari

spesies tanaman yang dikulturkan.

8. Zat Pengatur Tumbuh

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur

jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan

68

Page 69: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin

menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan

tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur

mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya

untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies

bahkan kultivar.

Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan

untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan

proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme

kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa

yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA

(t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan

menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.

B. Nama- Nama Media Dasar Kultur Jaringan

Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada

umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:

1. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua

macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-

garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.

2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai,

alfafa dan legume lain.

3. Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan

medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.

4. Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.

5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen)

dan kultur sel.

6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang

berkayu.

7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang

berkayu.

69

Page 70: Makalah bioteknologi kultur jaringan

8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lain-

lain.

C. Perbandingan Komposisi Media Kultur Jaringan

Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur

jaringan, yaitu diantaranya:

1. Media Murashige & Skoog (media MS)

Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur,

merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro

dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini

sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain Media MS

mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+.

Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media

Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih

tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P,

1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-

tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan

media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media

dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM

ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi

menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin &

Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur

jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan

1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur

anther.

Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam

Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi

konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et

al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+,

Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.

2. Media Schenk & Hildebrant (media SH)

70

Page 71: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman

monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam

komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan

perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk &

Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media

SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan

sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk

pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis

tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama

untuk tanaman legume.

3. Media WPM (Woody Plant Medium)

Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan

media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media

diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi

sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM

banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan

pohon-pohon.

4. Media Nitsch & Nitsch

Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk

mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium

khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.

Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan

kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988).

5. Media Knop

Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus,

biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah

seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine,

thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983)

71

Page 72: Makalah bioteknologi kultur jaringan

6. Media White

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor

bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut,

lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan

S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan

normal yang dikembangkan kemudian.

Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media

white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum

digunakan sekarang.

7. Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di

kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N

dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+

disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan

biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan

protocorm

8. Media B5(Gamborg)

Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar

diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5

dikembangkan oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi

kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan

konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk

selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat

baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa

ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.

Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi

NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat

pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi

NH4+ yang tinggi sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti

pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut

72

Page 73: Makalah bioteknologi kultur jaringan

adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan

kandungan ammonium dibandingkan media MS.

Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau

diutamakan sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media

dasar bagi perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan

bahwa kadar hara anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5)

umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih

baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk

kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk

meregenerasi seluruh bagian tanaman.

d. Teknik Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:

Metode Padat (Solid Method)

Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian

dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas

sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang

mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan

kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut

dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng

yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan.

Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab

akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu

lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa

tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat

tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang

luka) tertutup oleh medium.

Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan

protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah

dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang

sudah difusikan (digabungkan).

73

Page 74: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Metode Cair(Liquid Method)

Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode

padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit

sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang

dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk

suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari

protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan

kedalam media padat yang sesuai.

Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita

tidak perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak

memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.

e. Pembuatan Media Kultur Jaringan

Tahun 1962 Murashige dan Skoog memperkenalkan hasil temuannya

berupa komposisi media kultur yang terdiri dari unsur makro, unsur mikro,

vitamin dan asam amino pada konsentrasi tertentu. Temuan ini dikenal dengan

nama media Murashige dan Skoog (MS). Media MS (Murashige dan Skoog)

merupakan media universal yang paling umum digunakan pada kegiatan kultur

jaringan tanaman.

Media MS yang dibuat mengandung nutrisi makro anorganik, nutrisi

mikro anorganik, nutrisi Fe, vitamin, organik dan zat pengatur tumbuh tanaman

(phytohormon). Komposisi nutrisi makro yang digunakan adalah: KNO3,

NH4NO3, CaCl2.H2O, MgSO4.7H2O, KH2PO4

Komposisi ini mengandung : N (KNO3 dan NH4NO3); K (KNO3 dan

KH2PO4); P ( KH2PO4), Ca (CaCl2.H2O); Mg (MgSO4.7H2O) dan S

( MgSO4.7H2O) unsur kimia ke dalam pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen

ditambahkan dalam jumlah besar dibandingkan dengan unsur yang lain karena

tanaman membutuhkan nutrisi tersebut dalam jumlah besar untuk pertumbuhan

vegetatif (Prakash et al, 2004).

Nutrisi mikro yang digunakan dalam praktikum kali ini dalam bentuk

nutrisi stok B yaitu MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3 and KI. Nutrisi mikro

dalam kultur jaringan tanaman menggunakan konsentrasi molar yaitu Fe, Mn, Zn,

74

Page 75: Makalah bioteknologi kultur jaringan

B, Cu dan Mo. Fe dapat diperoleh dari larutan stok C karena unsur ini sangat

reaktif dengan unsur lain dan cahaya.

Vitamin dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pengembangan untuk

tanaman sintesis seperti karbohidrat dan asam nukleat. Thiamin semestinya harus

digunakan dalam pembuatan stok vitamin atau disebut juga larutan stok D.

Komponen ini diperlukan pada konsentrasi yang sangat rendah.

Phytohormon yang digunakan adalah kinetin dengan rasio 1: 1. Rasio pada

phytohormon determinen untuk divisi sel dan formasi kulit yang tebal dan keras.

Membuat larutan stok harus dilarutkan kinetin dengan NaOH (untuk IAA) dan

HCl (untuk kinetin).

Agar dan gula diperlukan untuk pembuatan media. Bubuk agar perlu untuk

media pembuatan menjadi semi padat. Diperlukan pemanas untuk mencairkan

bubuk agar dan media MS cair sampai mendidih. Gula berfungsi ganda di dalam

media yaitu berfungsi sebagai sumber energi dan sebagai penyeimbang tekanan

osmotik media. Menurut George & Sherrington (1984) dalam Anonim (2009), 4/5

bagian dari potensial osmotik dalam media White disebabkan oleh gula,

sedangkan dalam media MS hanya 1/2 dari potensial osmotiknya disebabkan

adanya gula.

Sebelum media dipanaskan harus diperiksa pH nya terlebih dahulu. Media

sangat baik pada pH 5,8 jika pH kurang dari 5 media agar akan terlalu lemah,

tetapi jika pH di atas 7 media agar terlalu padat dan tidak bisa penanaman eksplan

dengan baik. Faktor penting adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa

sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma.

Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus

mempertimbangkan faktor-faktor (Anonim, 2009):

4. Kelarutan dari garam-garam penyusun media

5. Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain

6. Efisiensi pembekuan agar.

Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar. Murashige dan

Skoog menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan

memanaskan media di dalam autoklaf selama beberapa menit, baru diadakan

penetapan media disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar, media

75

Page 76: Makalah bioteknologi kultur jaringan

disterilkan dan kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang

diinginkan. Setelah itu media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah

dipersiapkan di dalam Laminar Air Flow cabinet.

Keuntungan dari pemakaian agar adalah (Anonim, 2009):

1. Agar membeku pada temperatur ≤ 45o C dan mencair pada temperatur 100o C,

sehingga dalam kisaran temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku

yang stabil.

2. Tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan tanaman.

3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.

Setiap jenis vitamin mempunyai fungsi yang berbeda-beda di dalam tubuh

tanaman antara lain:

1. Inositol (vit. B) bagian dari berbagai macam membran (kloroplas).

2. Thyamin (vit. B1) berperan sebagai ko-enzim dari siklus krebs.

3. Nicotinic acid (niacin) berperan dalam fotosintesa.

4. Pyridoxine (vit. B6) berperan sebagai ko-enzim pada beberapa enzim.

5. Pantothenic acid (a vit. B) berperan sebagai ko-enzim dalam metabolisme

lemak.

6. Riboflavin (vit. B12) berperan sebagai ko-enzim reseptor sinar biru.

7. Biotin (vit. H) berperan sebagai ko-enzim dalam metabolisme lemak.

Hormon yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kinetin golongan

dari sitokinin. Golongan sitokinin adalah turunan dari adenine. Golongan ini

sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Kinetin

merupakan sitokinin yang pertama ditemukan dan diisolasi oleh Skoog dalam

laboratorium Botani di University of Wisconsin. Kinetin diperoleh dari DNA ikan

Herring yang diautoklaf dalam larutan yang asam. Persenyawaan dari DNA

tersebut sewaktu ditambahkan ke dalam media untuk tembakau, ternyata

merangsang pembelahan sel dan differensiasi sel. Persenyawaan tersebut

kemudian dinamakan kinetin.

76

Page 77: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Fungsi sitokinin terhadap tanaman antara lain:

1. Memacu terbentuknya organogenesis dan morfogenesis.

2. Memacu terjadinya pembelahan sel.

3. Kombinasi antara auksin dan sitokinin akan memacu pertumbuhan kalus.

Penyesuaian tanaman pada media kultur diharapkan mampu

mempertahankan pertumbuhan sel tanaman dan mendorong pembelahan sel.

Tanaman dapat bertahan hidup dan melanjutkan perkembangannya harus dipenuhi

dengan media yang tepat serta media yang bebas dari penyakit. Media dapat bebas

dari penyakit dan kontaminasi mikroba perlu disterilisasi terlebih dahulu. Alat

sterilisasi yang biasa digunakan dalam kultur jaringan yaitu autoklaf. Berikut

adalah langkah-langkah sterilisasi media.

1. Mengisi panci luar autoklaf dengan air, kalau dapat dengan aquadest untuk

menghindarkan pengendapan Ca yang biasa terdapat pada air ledeng sebanyak 1

liter untuk autoklaf kecil dan 1.5 liter untuk autoklaf besar.

2. Botol-botol yang telah diisi media yang akan disterilisasi di masukkan ke

dalam panel dalam. Susun botol-botol tersebut hingga mencapai permukaan panel.

3. Atur posisi panci dengan memperhatikan alur tempat saluran uap yang terdapat

pada tutup dan lingkaran permukaan panci luar

4. Tutup dengan erat. (kencangkan pengunci tanpa menggunakan alat)

5. Biarkan salah satu katup pengeluaran uap dalam keadaan terbuka.

6. Letakkan autoklaf di atas kompor gas atau pembakar Bunsen.

7. Panaskan sampai air dalam autoklaf mendidih dan uap mulai keluar dari katup

pengeluaran uap.

8. Biarkan uap keluar selama 5 menit (minimum), untuk mengeluarkan udara

mengeluarkan udara yang terperangkap dalam autoclave.

9. Tutup katup pengeluaran uap.

10. Amati kenaikan temperature dan tekanan.

11. Setelah tekanan mencapai 15 psi dengan suhu 121oC, api kompor dikecilkan.

12. Jaga keadaan tekanan 15 psi ini dengan mengatur besar kecilnya api kompor

secara manual. Sampai pada suhu 126 oC matikan api kompor. Selama sterilisasi

jangan meninggalkan autoklaf dan mengerjakan hal lain diruang lain karena

77

Page 78: Makalah bioteknologi kultur jaringan

tekanan dapat meningkat sampai melewati batas. Keadaan ini berbahaya dan dapat

menyebabkan kerusakan alat.

13. Uap dikeluarkan sedikit-sedikit dengan mengatur katup pengeluaran uap

(buka sedikit-sedikit). Jangan sekali-kali membuka katup dan membiarkan uap

keluar sekaligus. Keadaan ini menyebabkan media atau air bubble up

14. Setelah tekanan turun sampai 0, buka pengunci dan keluarkan panci yang

berisi media.

2.12. Contoh Penerapan Kultur Jaringan

Contoh pembuatan perbanyakan tanaman Pulai Pandak

(Rauwolfia serpentina L.) dengan teknik kultur jaringan:

Rauwolfia serpentina, salah satu anggota famili

Apocynaceae yang merupakan tumbuhan obat potensial untuk

dikembangkan, karena disamping dibutuhkan sebagai bahan

baku obat tradisional juga digunakan sebagai bahan untuk

fitofarmaka. Tumbuhan ini banyak diminati oleh negara-negara

industri farmasi dan merupakan spesies tumbuhan yang

mempunyai pasaran baik di Amerika Sertikat, Jepang, Jerman,

Prancis, Swiss dan Inggris, karena R. serpentina mengandung

beberapa senyawa diantaranya reserpin, rescinamine dan

ajmalin yang digunakan sebagai obat penurun tekanan darah

tinggi, tranquilizer (penenang) dan gangguan pada sistem

sirkulator. Senyawa-senyawa ini belum dapat dibuat sintetisnya

meskipun struktur kimianya telah diketahui (Prasetyorini 2000).

R serpentina merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah

dinyatakan langka dan sudah terancam punah. Simplisianya

diperoleh dengan cara pengumpulan langsung dari alam (hutan)

oleh karena permintaan yang cukup tinggi mengakibatkan

pemanenan berlebihan, sehingga mengancam kelestariannya

(Zuhud et al. 1994 dalam Yahya 2001).

78

Page 79: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Faktor lain penyebab kelangkaan R serpentina adalah

bagian yang di manfaatkan sebagai bahan obat adalah akar,

tanaman ini sulit di perbanyak secara konvensional dan

penyebarannya terbatas. Oleh karena itu perlu segera dilakukan

upaya pengembangannya. Salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan pengembangan suatu jenis tanaman adalah

ketersediaan bibit bermutu. Penyediaan bibit melalui

perbanyakan tanaman secara konvensional kurang memadai,

seperti yang dilaporkan oleh Sudiarto et al. (1985), perbanyakan

R serpentina secara konvensional menunjukkan bahwa

pertumbuhan biji dan stek batang kurang dari 15%. Persentase

tumbuh yang rendah di sebabkan biji bertempurung keras,

sehingga daya kecambah juga sangat rendah. Salah satu

teknologi yang biasa digunakan dan memberikan harapan dalam

penyediaan bibit dalam jumlah besar dan waktu relatif lebih

singkat adalah teknik kultur in vitro. Telah banyak tanaman yang

berhasil di perbanyak dengan teknik kultur jaringan ini (in vitro)

di antaranya yaitu Tebu (Saccharum officinarumL.) (Behera et al.

2009), Pisang (Lee 2010), dan phalenopsis (Kosir et al. 2004)

Perbanyakan secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara

yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan

embriogenesis somatik. Penelitian perbanyakan tanaman R

serpentina melalui proliferasi tunas telah dilakukan oleh Lestari

dan Mariska (2011), dimana tunas apikal dan internodus yang

dikulturkan pada media

MS+BAP 0,8mg/l memberikan nilai multiplikasi tunas yang lebih

tinggi media terbaik untuk induksi perakaran adalah MS+IBA 0,8

mg/l. Perbanyakan R serpentina melalui embriogenesis somatik

juga mampu memperbanyak bibit dalam jumalah yang relatif

besar (Singh et al. 2009). Akan tetapi dengan cara ini

kemungkinan akan terjadi variasi somaklonal sehingga bibit yang

dihasilkan tidak sama dengan induknya ( Hutami et al. 2006).

79

Page 80: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Pada penelitian ini dilakukan induksi tunas langsung dari

daun atau ruas batang untuk mendapatkan tunas yang banyak

akan tetapi tidak mengalami perubahan pada sifat genetiknya

sehingga bibit yang di hasilkan sama dengan induknya. Induksi

tunas adventif dari eksplan ruas batang dan daun secara in vitro,

sejauh ini belum banyak dilaporkan. Pada penelitian ini telah

lakukan induksi dan multiplikasi tunas ruas batang dan daun

serta induksi perakarannya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)

Untuk mendapatkan jenis eksplan dan formulasi media yang

temapat untuk induksi tunas (2) Mendapatkan formulasi media

yang tepat untuk multiplikasi tunas (3) Mendapatkan Formulasi

media yang tepat untuk induksi perakaran secara in vitro dan (4)

mendapatkan media tanam yang tepat untuk aklimatisasi.

Bahan dan Metode:

Bahan tanaman yang digunakan adalah biakan in vitro R

serpentina (L.) koleksi BB-Biogen Tahapan penelitian ini terdiri

atas empat kegiatan yaitu (1) penyedian bahan eksplant (2)

regenerasi tunas (3) Multiplikasi tunas (4) Induksi perakaran dan

(5) aklimatisasi plantlet

(1) Penyediaan bahan eksplant. Biakan in vitro R

serpentina (L.) koleksi BB-biogen, disubkultur pada media dasar

MS dengan penambahan ZPT BAP 0,1mg/l untuk penyediaan

eksplan. Media dasar yang digunakan adalah MS (Murashige &

Skoog 1962), yang diperkaya dengan vitamin dan dilengkapi

dengan sukrosa 3% (w/v), serta dibuat padat dengan

menambahkan agar 0,2% (phytagel/Gelrate). Selanjutnya pH

media dibuat 5,8 dengan menambahkan 1N NaOH atau 1N HCl

sebelum di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Biakan di

letakkan pada ruang kultur pada suhu 25 ± 20C dengan

intensitas penyinaran sebesar 1.000–2.000lux selama 16 jam.

80

Page 81: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Setelah biakan berumur 2 bulan, setinggi ±5cm dan

menghasilkan daun yang memiliki ukuran yang memadai sebagai

eksplan (Gambar 1a), maka biakan siap dijadikan eksplan untuk

regenerasi tunas. Bagian tanaman yang digunakan sebagai

eksplan untuk regenerasi tunas adalah daun dan batang. Daun

dipotong segi empat dengan ukuran ± 0,7cm x 0,7 cm (Gambar

1 b) dan batang yang digunakan ialah internodul panjang ± 0,7

cm dan bagian nodul dibuang (Gambar 1c).

(2) Induksi tunas tunas. Pada kegiatan induksi tunas ini

mengunakan eksplan daun dan ruas batang dari hasil kegitan 1.

media yang di gunakan adalah media dasar MS yang diperkaya

dengan ZPT yaitu BAP pada konsentrasi 0,0; 0,1; 0,3, mg/l

dikombinasikan dengan 2ip pada konsentrasi 0, 1, 2 mg/l. Masing

perlakuan terdiri atas 30 ulangan. Peubah yang diamati adalah

persentase eksplan membentuk tunas, jumlah dan tinggi tunas

yang terbentuk.

(3) Multiplikasi tunas. Tunas yang dihasilkan pada kegiatan

2 dipindahkan ke media multiplikasi. Media untuk multuplikasi

adalah media dasar MS yang diperkaya dengan BAP pada

tingkatan konsentrasi 0,0; 0,5; 1mg/l dan di kombinasikan

dengan Thidiazuron pada beberapa konsntrasi yaitu 0,0; 0,1; 0,2

dan 0,3 mg/l. Masing-masing perlakuan terdiri atas 30 ulangan.

Peubah yang diamati meliputi jumlah tunas dan penampakan

visualnya.

81

Page 82: Makalah bioteknologi kultur jaringan

(a) (b)

Gambar 2 (a) Tunas yang terbentuk dari ekplan batang (b) Tunas yang terbentuk dari eksplan daun.

(a) (b)

(c)

Gambar 1 (a) biakan R serpentina in vitro yang digunakan sebagai eksplan untuk induksi kalus, (b) batang dan (c) daun

(4) Induksi perakaran. Tunas yang tingginya ± 5 cm, dipindahkan pada

media perakaran. Percobaan perakaran menggunakan media MS yang diperkaya

dengan auksin IBA pada beberapa tingkatan konsentarasi yaitu 0,0; 0,5; 1,0; 1,5;

82

Page 83: Makalah bioteknologi kultur jaringan

2,0; 2,5; 3,0 mg/l. Masing–masing perlakuan terdiri atas 30 ulangan. Peubah yang

diamati adalah jumlah akar dan panjang akar setelah berumur 8 minggu.

(5) Aklimatisasi plantlet. Planlet yang memiliki akar yang telah terbentuk

sempurna selanjutnya diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan dengan cara biakan

dikeluarkan dari botol. Biakan selanjutnya ditanam pada media yang telah

disiapkan. Media tanam yang digunakan sebagai perlakuan adalah adalah (1)

Kompos, (2) tanah, (3) Kompos+pasir (perbandingan 1:1) (4) Tanah+pasir

(perbandingan 1:1) (5) Tanah+kompos (6) Tanah+kompos+pasir (perbandingan 1:

1: 1). Masing-masing perlakuan terdiri atas 20 ulangan. Parameter yang diamati

adalah persentase tanaman yang hidup setelah diaklimatisasi.

Hasil:

a. Induksi tunas.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada umumnya eksplan yang berasal

dari batang mampu membentuk tunas kecuali pada perlakuan 0,1 mg/l BAP+1

mg/l 2ip eksplan yang menghasilkan tunas hanya 60%. Untuk eksplan yang

berasal dari daun, persentase eksplan yang terbentuk relatif rebih rendah. Bahkan

untuk perlakuan 1 mg/l 2ip, 2 mg/l 2ip dan 0,1 mg/l BAP+2 mg/l 2iP tidak

mampu memacu terbentuknya tunas. Pemberian 0,1 mg/l BAP dan 0,3 mg/l BA

pada eksplan daun mampu menginduksi terbentuknya tunas hingga 80%

sedangkan pada perlakuan 0,3 mg/l BAP + 1 mg/l 2iP dan 0,3 mg/l BAP + 2 mg/l

2iP persentase eksplan daun yang menghasilkan tunas adalah 100% (Tabel 1).

Jika dilihat pada Tabel 2, penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) 0,1

mg/l BAP pada media, mampu menginduksi terbentuknya tunas dari ekplan

batang rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan sebanyak 1,4 dan ekplan daun rata-

rata jumlah tunas yang dihasilkan sebanyak 1,2. Bila konsentrasi BAP

ditingkatkan hingga 0,3 mg/l, maka rataan jumlah tunas yang dihasikan oleh

ekplan batang maupun daun juga meningkat yaitu menjadi 1,6 dan 3,6 tunas. Hal

yang sama juga terjadi pada tanaman melon (Cucumis melo) peningkatan

konsentrasi BAP yang diberikan mampu meningkatkan kemampuan ekplan

bertunas (Rohayati 2003). Begitu pula dengan rataan tinggi tanaman, peningkatan

konsentrasi BAP yang diberikan hingga 0,3 mg/l cenderung meningkatkan tinggi

83

Page 84: Makalah bioteknologi kultur jaringan

tanaman. Pemberian 1 mg/l dan 2mg /l 2ip pada eksplan daun mampu

menginduksi terbentuknya tunas 1,2 dan 1,4, sedangkan pada eksplan batang tidak

mampu menginduksi terbentuknya tunas. 2ip merupakan ZPT yang tergolong

kedalam sitokinin yang berperan sebagai promotor dalam pembentukan jaringan.

Eksplan daun dan batang yang di tumbuhkan pada media MS yang

dikombinasikan dengan 0,3 mg/l BAP dari 2 mg/l 2iP memberikan rataan jumlah

tunas yang lebih tinggi dari pada perlakaun lainnya yaitu 2,4 dan 7 (Tabel 2).

Biakan yang di kulturkan pada media kombinasi BAP dan 2ip cendrung

menghasilkan tunas yang lebih tinggi daripada perlakuan tunggal. Hal ini karena

ada sifat sinergis dari kedua jenis sitokin tersebut dalam proses pembelahan dan

pembesaran sel.

b. Multiplikasi tunas

Tunas yang terbentuk disubkultur kemedia multiplikasi yaitu media

MS+0,1 mg/l BA. Tunas yang disubkultur berukuran + 1 cm yang mengandung 2

nodus.

Tabel 1 Persentase Pembentukan tunas pada formulasi media dan jenis

eksplan yang beda pada minggu ke-10 setelah masa tanam

84

Page 85: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Tabel 2 Pengaruh formulasi media terhadap pertumbuhan biakan minggu ke – 8

Pada Tabel 3, terlihat bahwa pemberian Thidiazuron secara tunggal mampu

meningkatkan kemampuan tunas untuk bermultiplikasi. Peningkatan konsentrasi

Thidiazuron hingga 0,3 mg/l mampu meningkatkan jumlah tunas hingga 4,6

Tunas. Penggunaan BAP secara tunggal pada konsentrasi 0,5 dan 1 mg/l belum

mampu meningkatkan kemampuan tunas bermultiplikasi seperti pada pemberian

Thidiazuron secara tunggal. Keadaan yang sama juga terjadi pada taman melinjo

(Gnetum gnemon) dimana pemberian Thidiazuron hingga 0,3 mg/l mampu

meningkatkan kemampuan tunas untuk bermultiplikasi (Yunita 2004). Hal yang

sama juga di temui pada tanaman Plumbago zeylanica L bahwa pemberian

Thidiazuron hingga 0,05 mg/l mampu meningkatkan kempuan tunas untuk

bermultiplikasi. Hal ini karena Thidiazuron memiliki kempuan untuk

menginduksi terjadinya proses pembelahan sel (Syahid & Kristina 2008).

Penggunan BAP dan thidiazuron secara bersamaan mampu menigkatkan

kemampuan tunas bermultiplikasi daripada pemberian BAP atau Thidiazuron

secara tunggal. Pada percobaan ini pemberian BAP dan thidiazuron yang

optimum adalah pada konsentrasi 0,5 mg/l BAP dan 0,2 mg/l Thidiazuron dimana

rerata tunas yang dihasilkan adalah 7,7 tunas. Pengunaan thidiazuron pada

konsentrasi rendah akan lebih efektif apabila dikombinasi dengan BA, akan tetapi

peningkatan konsentrasi BAP dan Thidiazuron cenderung menurunkan

kemampuan tunas untuk bermultiplikasi, hal ini juga terjadi pada tanaman Kigelia

pinnata dimana kemampuan multiplikasinya meningkat bila diberi Thidiazuron

hinga 0,5 μM dan bila kosentrasi terus ditingkatkan maka kemampuan tunas untuk

bermultiplikasi menjadi menurun (Thomas & Puthur 2004).

85

Page 86: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Tabel 3 Pengaruh formulasi media multiplikasi terhadap rerata jumlahtunas pada

umur biakan minggu ke – 8

Tabel 4 Pengaruh konsentrasi IBA terhadap rerata jumlah akar danrerata panjang

akar umur biakan minggu ke – 8

Gambar 3 Tunas yang di multiplikasi pada media MS + 0,5 mg/l BAP

+ 0,2 mg/l Thi

86

Page 87: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Gambar 4 Akar yang dihasilkan pada media MS + 1 mg/l IBA

c. Induksi perakaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian IBA secara umum

mampu menginduksi pembentukan akar pada tunas in vitro. Dari Tabel 4, terlihat

bahwa pemberian IBA yang terbaik untuk induksi perakaran adalah pada

konsentrasi 1,0 mg/l. Pada konsentrasi tersebut mampu menghasilkan akar lebih

banyak dengan nilai rataan 4,8 dan rataan panjang akar 2,6 cm. Peningkatan

konsentrasi IBA lebih dari 1mg/l menurunkan kemampun tunas untuk membentuk

akar di samping itu akar yang dihasilkan lebih pendek. Menurut Davies (1993),

Penambahan auksin pada konsentrasi tertentu pada media biakan mampu

menginduksi pembentukan akar, Tetapi bila konsentrasi yang diberikan terlalu

tinggi akan menghambat pembentukan akar tersebut. Penambahan auksin eksogen

dalam konsentrasi tinggi pada media biakan akan menstimulasi diferensiasi

jaringan pembuluh yang cepat, sehingga akan meningkatkan jumlah dan ukuran

jaringan tersebut. IBA merupakan ZPT jenis auksin yang umum digunakan untuk

menginduksi perakaran tanaman secara in vitro.

Pada tanaman sukun dalam waktu dua bulan eksplan yang ditanam pada

WPM+3 mg/l IBA mampu membentuk akar dengan persentase perakaran 60%

dan panjang akar 4,5 cm (Mariska et al. 2004). Pada tanaman Belimbing dewi

tunas in vitro yang ditanam pada media ½ WPM+3 mg/l IBA persentase tunas

87

Page 88: Makalah bioteknologi kultur jaringan

yang berakar 80% dengan rata rata jumlah akar 7,0 buah dan rerata panjang akar

4,2 cm (Suryati et al. 2004).

Tabel 5 Persentase tanaman yang hidup setelah berumur 7 minggusetelah

aklimatisasi

d. Aklimatisasi tunas

Aklimatisasi adalah suatu aktifitas atau kegiatan pemindahan tanaman dari

lingkungan yang terkendali (in vitro) ke lingkungan mandiri (eks vitro). Planlet

yang pertumbuhannya telah optimal dan memiliki perakaran sempurna dilakuan

uji aklimatisasi pada berbagai media tumbuh. Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa

kemampuan planlet untuk tumbuh berkisar dari 25-80%, kemampuan tumbuh

tertinggi yaitu 80%, Pada perlakuan kompos+tanah (perbandingan 1:1). Dengan

mengunakan media kompos saja dan tanah saja kemampuan tumbuh tanaman

sangat rendah yaitu 25%. Media aklimatisasi yang tepat untuk masing-masing

tanaman hasil kultur jaringan berbeda-beda. Semua planlet yang diaklimatisasi

disungkup dengan gelas aqua plastik dengan tujuan untuk menciptakan tingkat

kelembaban yang diinginkan. Kelembaban yang tinggi umumnya diperlukan bagi

hampir semua tanaman yang berasal dari kultur jaringan karena lapisan kultikula

pada daun masih tipis. Stomata belum berfungsi secara normal, serta hubungan

jaringan pembuluh akar dan batang belum sempurna.

Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa eksplan

terbaik untuk induksi kalus adalah ruas batang in vitro yang dikulturkan pada

media dasar MS + 0,3 mg/l BAP+1 mg/l 2iP. Formulasi media terbaik untuk

multiplikasi tunas adalah MS + 0,5 mg/l BAP + 0,1 mg/l Thidiazuron. Sedangkan

untuk induksi perakaran formulasi media terbaik adalah MS+1 mg/l IBA. Pada

tahap aklimatisasi, media tanaman optimum yang di gunakan untuk proses ini

88

Page 89: Makalah bioteknologi kultur jaringan

adalah campuran Kompos + tanah dengan perbandingan 1:1. Tabel 5 Persentase

tanaman yang hidup setelah berumur 7 minggu setelah aklimatisasi.

2.13. Kultur Jaringan pada Hewan

Kultur jaringan pada hewan jarang dilakukan karena adanya pro-kontra

dalam masyarakat.

1. Pengertian Kloning

Kloning berasal dari kata ‘Clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani

“Klon” yang artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

Kloning adalah langkah penggandaan (pembuatan tiruan yang sama persis) dari

suatu makhluk hidup dengan menggunakan kode DNA makhluk

tersebut. Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu

dari jenisyang sama (populasi) yang identik secara genetik

2. Sejarah Kloning.

            Kloning sebagai prosedur perbanyakan non-seksual telah sukses dilakukan

sejak tahun 1952 oleh Briggs dan King, dan disempurnakan di Oxford oleh Sir

John Gurdontahun 1962-1966.

Kloning dapat berupa klon sel, yaitu sekelompok sel yang identik sifat-

sifat genetiknya, semua berasal dari satu sel, dan klon gen atau molecular, yaitu

sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dari satu gen yang

dimasukkan ke dalam sel inang.

Kloning sel

Kloning sel adalah teknik untuk menghasilkan salinan makhluk hidup

dengan menggunakan bahan genetis dari sel makhluk itu sendiri.

1997 Dr Ian Wilmut dan rekannya dari Institute Roslin di Edinburgh, Inggris,

mengklon domba dari sel epitel ambing (sel payudara) seekor domba 

lainnya.Wilmut pertama mengambil sel epitel ambing seekor domba jenis Finn

Dorset berumur enam tahun yang sedang hamil. Kemudian sel ambing itu 

dikultur dalam cawan petri dengan sumber makanan yang terbatas. Karena

89

Page 90: Makalah bioteknologi kultur jaringan

kelaparan sel itu berhenti berkembang atau mematikan aktivitas

gennya.Sementara itu mereka juga mengambil sel telur yang belum dibuahi dari

seekor domba betina jenis Blackface. Inti sel telur yang bisa membelah menjadi

domba dewasa setelah dibuahi itu kemudian diambil, sekarang sel telur itu

kosong, hanya berisi organela dan plasma sel saja.

Selanjutnya dua sel itu didekatkan satu dengan lainya. Kejutan aliran

listrik membuat kedua sel itu bergabung seperti dua gelembung sabun. Kejutan

aliran listrik kedua meniru energi alami yang muncul ketika telur dibuahi oleh

sperma, sehingga sel telur dengan inti baru itu merasa telah dibuahi. Kejutan

aliran listrik itu telah mengubah sel telur dengan inti baru itu seakan-akan menjadi

sel embrio. Kurang lebih enam hari kemudian, sel embrio bohongan itu

disuntikkan ke dalam rahim seekor domba betina Blackface lainnya yang

kemudian mengandung. Setelah mengandung selama 148 hari induk domba

titipan ini melahirkan Dolly, seekor domba lucu seberat 6,6 kilogram yang secara

genetis persis dengan domba jenis Finn Dorset pemilik inti sel ambing.

Sel Eukariotik

Secara taksonomi eukariotik dikelompokkan menjadi empat kingdom,

masing-masing hewan (animalia), tumbuhan (plantae), jamur (fungi), dan protista,

yang terdiri atas alga dan protozoa. Salah satu ciri sel eukariotik adalah adanya

organel-organel subseluler dengan fungsi-fungsi metabolisme yang telah

terspesialisasi. Tiap organel ini terbungkus dalam suatu membran. Sel eukariotik

pada umumnya lebih besar daripada sel prokariotik. Diameternya berkisar dari 10

hingga 100 µm. Seperti halnya sel prokariotik, sel eukariotik diselimuti oleh

membran plasma. Pada tumbuhan dan kebanyakan fungi serta protista terdapat

juga dinding sel yang kuat di sebelah luar membran plasma. Di dalam sitoplasma

sel eukariotik selain terdapat organel dan ribosom, juga dijumpai adanya serabut-

serabut protein yang disebut sitoskeleton. Serabut-serabut yang terutama

berfungsi untuk mengatur bentuk dan pergerakan sel ini terdiri

atas mikrotubul (tersusun dari tubulin) dan mikrofilamen (tersusun dari aktin).

90

Page 91: Makalah bioteknologi kultur jaringan

3. Jenis-Jenis Kloning

Dikenal 3 jenis kloning biologi :

1.      Kloning tingkat DNA

Kloning dilakukan terhadap untaian DNA untuk mendapatkan untaian

DNA yang identik, yang kemudian menggunakan plasmid bakteri menghasilkan

molekul dengan sifat genetik yang sama untuk kepentingan  pembuatan

monoklonal, antibody untuk keperluan diagnostik,pembuatan vaksin dsb.

2.       Kloning untuk upaya terapi

Kloning ditujukan untuk menghasilkan sitem cell (sel punca).Sitem cell ini

di”panen” dari kloning yang menghasilkan embrio manusia, namun tidak

dikembangkan menjadi mahluk baru.

3.      Kloning untuk Reproduksi

Merupakan hal yang sangat menggelitik bagipara ilmuwan untuk

“menciptakan” machluk menggunakan teknologi kloning.Sel telur matang yang

dibuang inti selnya, ke dalamnya kemudian disuntikkan inti sel somatik,sehingga

sel yang kemudian terbentuk diupayakan untuk tumbuh kembang menghasilkan

mahluk baru. Hal ini serupa dengan reproduksi vegetatif, tanpa melalui proses

pembuahan sel telur oleh benih laki-laki

4. Macam-Macam Kloning

Kloning Pada Tumbuhan

Nama lain dari kloning pada tumbuhan adalah kultur jaringan, yaitu suatu

teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan

menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur

tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.

Ada dua teori dasar yang berpengaruh dalam kultur jaringan. Yang

pertama adalah teori bahwa sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun

91

Page 92: Makalah bioteknologi kultur jaringan

letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut.

Yang kedua adalah teori totipotensi sel atau Total Genetic Potential. Artinya,

setiap sel yang memiliki potensi genetik mampu memperbanyak diri dan

berdiferensiasi menjadi suatu tanaman lengkap.

Dalam kultur jaringan ada beberapa factor yang mempengaruhi regenerasi

tumbuhannya, yaitu :

Bentuk regenerasi dalam kultur in vitro, seperti pucuk adventif atau

embrio      somatiknya

Eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan awal untuk

perbanyakan tanaman. Yang penting dalam eksplan ini adalah factor

varietas, umur, dan jenis kelaminnya. Bagian yang sering menjadi ekspan

adalah pucuk muda, kotiledon, embrio, dan sebagainya.

Media tumbuh, karena di dalam media tumbuh terkandung komposisi

garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media.

Zat pengatur tumbuh tanaman. Faktor yang perlu diperhatikan dalam

penggunaan zat ini adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode

masa induksi dalam kultur tertentu.

Lingkungan Tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman

meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan

ukuran.

Kloning Pada hewan

Kloning hewan adalah suatu proses dimana keseluruhan organisme hewan

dibentuk dari satu sel yang diambil dari organisme induknya dan secara genetika

membentuk individu baru yang identik sama. Artinya, hewan kloning ini adalah

duplikat yang persis sama baik dari segi sifat dan penampilannya seperti

induknya, dikarenakan adanya kesamaan DNA.

Di alam, sebenernya kloning bisa saja terjadi. Reproduksi aseksual pada beberapa

jenis organisme dan penemuan mengenai munculnya sel kembar dalam satu telur

juga merupakan apa yang disebut dengan kloning. Dengan kemajuan bioteknologi

sekarang ini, bukan mustahil untuk menciptakan lebih lanjut mengenai kloning

pada hewan.

92

Page 93: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Pertama kali para ilmuwan berusaha membentuk sel kloning pada hewan

tidak berhasil selama bertahun-tahun lamanya. Kesuksesan pertama yang diraih

oleh ilmuwan pada saat mereka berhasil mengkloning seekor kecebong dari sel

embrio di tubuh katak dewasa. Namun demikian, kecebong tersebut tidak pernah

berhasil tumbuh menjadi katak dewasa. Kemudian, dengan menggunakan nuclear

trasnfer di sel embrio, para ilmuwan mulai melakukan penelitian terhadap kloning

hewan mamalia. Tapi sekali lagi, hewan-hewan tersebut tidak pernah mencapai

hidup yang panjang.

Kloning pertama yang berhasil diujicobakan dan bisa bereproduksi adalah

seekor domba yang dinamakan Dolly. Dolly ditemukan oleh Ian Wilmut dan

kawan-kawanya di Skotlandia pada tahun 1997. Tapi tidak sama dengan uji coba

kloning sebelumnya yang menggunakan sel embrio, kloning dolly menggunakan

sel dari domba dewasa. Karena sel domba dewasa ini dianggap sudah tua, maka,

dolly pun jadi berumur pendek, walau tidak sependek hewan lain hasil kloningan

dengan menggunakan sel embrio.

Sekarang ini, para ilmuwan sudah sukses mengkloning banyak hewan

seperti tikus, kucing, kuda, babi, anjing, rusa, dan sebagainya dari sel embrio

maupun sel non-embrio, tergantung dari tujuan pengkloningan tersebut. Jika,

diharapkan hewan hasil kloning yang bisa bereproduksi, maka digunakanlah sel

non-embrio, sedangkan jika diharapkan hewan kloning yang tidak harus bisa

bereproduksi, maka digunakan sel embrio.

Proses kloning hewan melalui tahap berikut, yaitu mengekstrak nukleus

DNA dari suatu sel embrio kemudian ditanamkan dalam sel telur yang

sebelumnya intinya sudah dihilangkan. Kadang-kadang proses ini distimulasi oleh

manusia menggunakan alat dan bahan-bahan kimia. Sel telur yang sudah dibuahi

ini kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh sel hewan inangnya dan

membentuk sifat yang identik.

Beberapa ilmuwan menjadikan hewan hasil kloningan yang tidak bisa

bereproduksi sebagai bahan pangan. Namun baru-baru ini, diberitakan bahwa

hewan hasil kloning, tidak layak untuk dikonsumsi sebagai makanan manusia

walau belum ada bukti pasti mengenai hal tersebut. Penelitian lebih lanjut

mengenai hal ini masih terus dilakukan.

93

Page 94: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Kloning Pada Manusia

Setelah sukses dengan teknologi kloning hewan menyusui, sekarang hanya

tinggal menunggu waktu, timbulnya kabar yang melaporkan lahirnya manusia

hasil kloning. Contohnya saja pada ”Eve”, yang dikabarkan adalah bayi

perempuan pertama hasil kloning, namun kebenaran beritanya masih belum bisa

dipastikan. Ada lagi berita mengenai hasil kloning permintaan dari pasangan

homoseksual dari Belanda. Namun, bukti-bukti konkrit mengenai manusia hasil

kloningannya sama sekali tidak ada.

Beberapa sumber menyebutkan, para peneliti tersebut beralasan bahwa hal

ini menyangkut pribadi sekaligus melanggar privasi dari pendonor gen jika

diberitakan secara luas. Mungkin saja, penyembunyian berita-berita seperti ini

dilakukan, karena masih banyaknya kontroversi serta pro dan kontra yang terjadi

di masyarakat mengenai pengkloningan manusia yang dianggap melanggar kodrat

alam dan tidak sesuai dengan etika yang dianut dari agama.

Proses kloning pada manusia, sebenarnya tidak memiliki banyak

perbedaan dengan bayi tabung atau in vitro fertilization. Dalam proses ini, sperma

sang suami dicampur ke dalam telur sang istri dengan proses in vitro di dalam

tabung kaca.

Setelah sperma tumbuh menjadi embrio, embrio tersebut ditanamkan

kembali ke dalam tubuh si ibu, atau perempuan lain yang menjadi ’ibu tumpang’.

Bayi yang lahir secara biologis merupakan anak suami-istri tadi, walaupun

dilahirkan dari rahim perempuan lain.

Proses kloning manusia dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:

Mempersiapkan sel stem : suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi

berbagai sel tubuh.  Sel ini diambil dari manusia yang hendak dikloning.

Sel stem diambil  inti sel yang mengandung informasi genetic kemudian

dipisahkan dari sel.

Mempersiapkan sel telur : suatu sel yang diambil dari sukarelawan

perempuan kemudian  intinya dipisahkan.

Inti sel dari sel stem  diimplantasikan ke sel telur

Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan.  Setelah

membelah (hari kedua) menjadi sel embrio.

94

Page 95: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Sel embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan

diri (hari ke lima) dan siap diimplantasikan ke dalam rahim.

Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis

sama dengan sel stem donor.

5. Manfaat Kloning

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan

Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya

reproduksi-embriologi dan diferensiasi.

Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul

Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal

yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada

domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil

dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul

tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan

dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen

yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan

yang lebih unggul.

Untuk tujuan diagnostik dan terapi

Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan

penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk

tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen

dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu

klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia

mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain,

sebelum dikembangkan menjadi blastosit.

Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk

organ atau jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak.

95

Page 96: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan

Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat

membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis

infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia

merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu

bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization = IVF).

Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang

ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat

menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu.

Dalam hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang

revolusioner sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu

menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik

dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan yang

mengandung gen dari suami atau istrinya.

5. Kerugian Kloning

1) Kloning pada manusia akan menghilangkan nasab.

2) Kloning pada perempuan saja tidak akan mempunyai ayah.

3) Menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’. Seperti, hokum

pernikahan, nasab, nafkah, waris, hubungan kemahraman, hubungan

‘ashabah, dan lain-lain.

4) Memperlakukan manusia sebagai objek.

6. Pandangan Terhadap Kloning

Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum Agama

Prestasi ilmu pengetahuan yang sampai pada penemuan proses

kloning,sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam yang ditetapkan

ALLAH SWT pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena proses kloning telah

menyikap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat potensi

menghasilkan keturunan, jika intisel tubuh tersebut ditanamkan pada sel telur

perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi sifat inti sel tubuh itu tak

ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat membuahi sel telur peermpuan.

96

Page 97: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Pada hakikatnya islam sangat menghargai iptek. Oleh sebab itu islam terhadap

kloning tersebut tentunya sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat internasional.

Didalam islam berbeda antara hukum kloning binatang dan manusia.

Pada hukum kloning pada manusia. Menurut buku fatawa mu’ashiroh karangan

Yusuf Qurdhowy bahwa tidak diperbolehkanya kloning terhadap manusia. Atas

beberapa pertimbangan diantaranya :

Dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman. (varietas). 

ALLAH SWT telah menciptakan alam ini dengan kaedah

keanekaragaman. Hal tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat fathir ayat

26 dan 27. Sedangkan dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman

tersebut. Karena dengan kloning secara tidak langsung menciptakan

duplikat dari satu orang. Dan dengan ini akan dapat merusak kehidupan

manusia dan tatanan sosial dalam masyarakat, efeknya sebagian telah kita

ketahui dan sebagian lainnya kita ketahui di kemudian hari.

Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan).

Bagaimana dengan hubungan orang ang mengkloning dan hasil kloningan

tersebut, apakah dihukumi sebagai duplikatnya atau bapaknya ataupun

kembarannya, dan ini adalah permasalahan yang kompleks. Kita akan

kesulitan dalam menentukan nasab hasil kloningan tersebut. Dan tidak

menutup kemungkinan kloning dapat digunakan untuk kejahatan, Siapa

yang bisa menjamin jikalau diperbolehkan kloning tidak akan ada satu

negara yang mencetak ribuan orang yang digunakan sebagai prajurit

militer yang berfungsi menumpas negara lain.

Dengan kloning akan mengilangkan Sunatullah (nikah).

ALLAH SWT telah menciptakan manusia, tamanan, binatang dengan

berpaang-pasangan. Surat Addariyat 46.. Anak-anak produk kloning

tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara

alami itulah yang telah ditetapkan ALLAH SWT untuk manusia dan

dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan

keturunannya. ALLAH SWT berfirman: ” dan Bawasannya Dialah yang

menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani

apabila dipancarkan.” (QS. An Najm : 45-46).

97

Page 98: Makalah bioteknologi kultur jaringan

Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan

banyak hukum-hukum syara’. Seperti hukum tentang perkawinan, nasab,

nafkah, hak, dan kewajiban antar bapak dan anak, waris, perawatan anak,

hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain. Disamping itu

koning akan mencampur adukkan dam menghilangkan nasab serta

menyalahi fitra yang telah diciptakan ALLAH SWT untuk manusia dalam

masalah kelahiran anak. Kloning manusia sesungguhnya merupakan

perbuatan keji yang akan dapat menjungkir balikkan struktur kehidupan

masyarakat.

Berdasarkan dalil-dalil itulah proses kloning manusia diharamkan menurut

hukum islam dan tidak boleh dilahsanakan. ALLAH SWT berfirman mengenai

perkataan iblis terkutuk, yang mengatakan : ”...dan akan aku (iblis) suruh mereka

(mengubah ciptaan ALLAH), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS.An

Nisaa’ : 119).

Kloning Ditinjau Dari Hukum Indonesia

Ketentuan pidana. :

Ketentuan pidana untuk pelaku upaya kehamilan diluar cara alami diatur dalam

pasal 82 ayat (2) a yang berbunyi : Melakukan upaya kehamilan diluar cara alami

yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat

(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda

paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

Pandangan Etika Terhadap kloning

Setelah dilaporkan tentang Dolly, seekor anak domba yang berhasil di klon dari

sel domba dewasa. Segera timbul pertanyaan di masyarakat terutama para ahli,

apakah nantinya manusia juga akan di klon? Sebab, teknologi ini dapat diterapkan

pada semua mamalia termasuk juga manusia. Tetapi dengan demikian munculah

masalah etika, yang didasari berbagai pertanyaan seperti apakah yang telah

dilakukan dengan hewan ini boleh dilakukan pada manusia? Sejauh manakah

manusia dapat dan boleh malangkah ke depan tanpa kehilangan kemanusiaanya?

98

Page 99: Makalah bioteknologi kultur jaringan

            Para ilmuwan berpendapat dan memiliki keyakinan yang besar akan hal ini

dapat membantu pasangan yang infertil yang tidak bisa dibantu dengan metode

lain untuk bisa mendapatkan keturunan. Dilihat dari tujuan kloning reproduktif

yaitu penciptaan manusia baru maka kloning manusia dapat dikatakan tidak etis

karena tentu saja hal ini melampaui kekuasaan Tuhan.

Dilihat dari tujuan kloning dikatakan etis apabila digunakan untuk tujuan

kesehatan atau tujuan klinik. Penelitian yang berlangsung menyangkut diri

manusia harus bertujuan untuk menyempurnakan tata cara diagnostic, terapeutik

dan pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi dan tatogenesis. Dan juga

kloning tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang dari

pengembangannya untuk tujuan ekonomi, militerisme dan tindakan-tindakan

kriminal.

99