Upload
firman-anz
View
286
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
i
EPISTEMOLOGI SAINS
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Filsafat Ilmu
yang dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I
Oleh:
Andri Sujatmiko (20130109037)
Mohammad Firman Anshori (20130109014)
Nur Azizah (20130109033)
Semester IV
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH IBNU SINA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN S1 PENDIDIKAN
MARET 2015
ii
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T. atas
segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Epistemologi Sains”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ilmu yang
dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I. Namun, tanpa adanya bantuan serta
motivasi dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan bisa terselesaikan. Sehingga,
pada kesempatan ini kami selaku penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Hj. As’adul Anam, M.Ag, selaku ketua 1 Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah IBNU SINA yang telah banyak memberikan kemudahan berupa
tersedianya sarana dan prasarana.
2. Bapak Arito Nur rohmah, M.A, selaku Ketua Program Studi Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah IBNU SINA yang telah memilihkan paket matakuliah selama
satu semester.
3. Bapak Arif Majid, M.Pd.I, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan
makalah ini.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat
bermanfaat kepada penulis selama ini.
5. Aziz Ma’rifatullah selaku ketua kelas semester IV Prodi PAI STIT IBNU
SINA, yang sangat membantu kami dalam kelancaran pembuatan makalah
dan selalu setia menemani kami.
6. Bapak To dan Bapak Narko yang selalu membersihkan kelas kami sebelum
kami memasuki kelas dan selalu menyediakan kopi panas ketika kami
istirahat.
7. Ibu Nur Azizah yang telah membelikan martabak gula ketika pembuatan
makalah ini.
iii
Penulis menyadari bahwa makalah yang tersusun ini masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan serta
terbatasnya pengetahuan dan materi yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi mahasiswa khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya, dan
semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mendapat Imbalan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Kepanjen, 29 Maret 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................ i
PRAKATA ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 2
D. Batasan Masalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian epistemologi ilmu ....................................................... 3
B. Proses dan cara mendapatkan ilmu .............................................. 4
1. Obyek pengetahuan .................................................................. 4
2. Terjadinya Pengetahuan ........................................................... 4
3. Metode ilmiah .......................................................................... 6
4. Ciri-ciri ilmu ............................................................................. 8
C. Cara mengukur kebenaran ilmu ................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................. 11
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................... 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok
saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui
keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh
informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain
yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi
adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia
karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.
Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari
Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena
mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan
ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi
segala ilmu dan pengetahuan.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat
sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-
permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang
boleh disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang
sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan
sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu,
perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat
digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti
perkembangan informasi yang pesat.
Menurut Dwi Hamlyn yang dikutip oleh Bakhtiar Epistemologi
berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti pengetahuan ilmu atau teori
pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus
perhatian pada sifat dan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi atau teori
pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan hakikat dan lingkungan
2
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Epistemologi Ilmu?
2. Bagamana Proses Cara mendapatkan Ilmu?
3. Bagaimana Cara mengukur kebenaran Ilmu?
C. Tujuan Penulisn Makalah
1. Mengetahui Pengertian Epistemologi Ilmu?
2. Mengetahui Proses dan Cara mendapatkan Ilmu?
3. Mengetahui Cara mengukur kebenaran Ilmu?
D. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran
dimensi permasalahan yang begitu luas namun menyadari adanya
keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu
member batasan masalah secara jelas dan terfokus.
Selanjutnya masalah yang menjadi pokok bahasan dibatasi hanya
pada Proses dan cara Mendapatkan Ilmu serta bagaimana cara mengukur
kebenaran Ilmu.
1 Bakhtiar Amsal . Filsafat Ilmu, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 148
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi Ilmu
Sebelum kita membahas tentang pengertian dari epistemologi ilmu
maka lebih baik kita menguraikan dari pengertian epistemologi dan
pengertian ilmu secara terpisah.
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme
biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata,
atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan
yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa
Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”2.
Menurut Sudarsono epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal
mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh
karena itu sistematika penulisan epistemology adalah terjadinya pengetahuan,
teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahuan3.
Sedangkan Pengertian Ilmu (science) dapat ditinjau dari dua segi
pertama Segi semantik yaitu: Kata ilmu berasal dari bahasa arab, a’lama yang
berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata sciensce dalam
bahasa inggris, tetapi ia merupakan serapan dari bahasa latin, scio, scire yang
arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa scientia yang
berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui.4
Menurut H. Endang Saifuddin Anshari ilmu adalah usaha pemahaman
manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur,
pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ikhwal yang
diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya
2 Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara, 2009), h. 53.
3 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, Rineka Cipta, 2001), h. 137
4 Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, (Bandung, Pustaka Bani Quraisy,
2006), h. 95
4
pemikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji
secara empiris, riset dan eksperimental5.
Dari beberapa definisi tentang ilmu di atas, bila ditinjau dari segi
maknanya menunjukkan sekurang-kurangnnya tiga hal, yakni aktivitas,
metode, dan pengetahuan. Tetapi, pengertian ilmu sebagai aktivitas, metode,
dan pengetahuan itu lebih mendalam sesungguhnya tidak bertentangan.
Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan kesatuan yang logis yang mesti
ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia,
aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya
aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan
dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan yang boleh
dikatakan menyusun diri menjadi ilmu.6
Sesuai dengan cakupan filsafat ilmu, maka pada bagian ini kita
pahami epistemologi ilmu yakni menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
objek ilmu, cara-cara yang ditempuh dalam memperoleh ilmu, mengukurnya
serta cara kerja metode ilmiah7.
B. Proses dan Cara mendapatkan Ilmu
1. Obyek Pengetahuan
Obyek Pengetahuan sain (Obyek yang diteliti sain) adalah semua
obyek yang empiris, Jujun menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah
objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang
dimaksud pengalaman adalah pengalaman indera.8
2. Terjadinya Pengetahuan
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang sangat urgen
untuk dibahas di dalam Epistemologi, sebab orang akan berbeda pandangan
terhadap terjadinya pengetahuan. Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya
5 Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agma, (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979), h. 49
6 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2000),h. 86-88
7 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi pengetahuan,
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 27
8 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Sinar Harapan,
1994),h. 105
5
pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to
Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, diantaranya 9:
a. Pengalaman Indera (Sense Experience)
Orang sering merasa penginderaan merupakan alat yang paling
vital dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera merupakan
sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap objek dari
luar diri manusia melalui kekuatan indera. Kesalahan akan terjadi apabila
ada ketidak normalan antara alat-alat itu. Dengan demikian bahwa indra
merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang
sama sekali tidak disangsikan.
b. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berfikir dengan menggabungkan
dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan
pengetahuan baru.
c. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang
dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber
pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui
seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya.
Pengetahuan yang diperoleh dari otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi,
karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibaan
tertentu.
d. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia berupa
proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk
membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui
kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan
lebih dahulu.
9 John Hoppers, An Introduction to Philosophical Analysis, (terjemahan oleh Dr. Sukirman,
M.Psi, Bandung), h. 16 (Online Http//Digilib/ITB,ID 158392, Diakses Hari Rabu Tanggal 25
Maret 2015, Pukul 10.00 WIB)
6
e. Wahyu (Revelation)
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu
merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah
buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa. Wahyu adalah
berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan
ummatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada
kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Wahyu dapat
dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal
sesuatu melalui kepercayaan kita.
f. Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia
yang diperoleh melalui kepercayaan. Adapun keyakinan itu sangat statis,
kecuali ada bukti-bukti yang akurat dan cocok untuk kepercayaannya.10
3. Metode Ilmiah
Setelah mengalami pengalaman maka sebuah pengetahuan tidak dapat
dikategorikan ilmu sebelum melalui beberapa metode ilmiah. Secara
etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan
meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan,
perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode
ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut
sistem/ aturan tertentu. Menurut Suraijo11, Metode ilmiah adalah suatu
kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains
dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen,
generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya,
yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan
pengamatan. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:
1. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
10 Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar,(Jakarta : Bumi Aksara, 2009 ), h. 57.
11 Ibid. h. 35
7
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan
dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau
kajian pustaka.
3. Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang
disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama
observasi atau telaah pustaka. Hipotesis ialah pernyataan yang sudah
benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak
ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah.
Hipotesis itu benar, bila logis. Ada atau tidak ada bukti empirisnya
adalah soal lain. Kelogisan suatu hipotesis juga teori lebih penting
daripada bukti empirisnya.12
4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik
untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini
adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan
peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan
memberikan hasil yang sama).
6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui
hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa
mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum)
dan bahkan menjadi teori.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya
dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Menurut Jafar sikap ilmiah13
yang dimaksud adalah :
1. Rasa ingin tahu
2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan
pribadi)
12 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi penegetahuan,. . .
h. 36 13 Zulkarnaen Jafar, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, dalam
http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu-pengetahuan.html ( diakses
pada hari rabu tanggal 25 maret pukul 11.00 WIB),
8
4. Tekun (tidak putus asa)
5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)
4. Ciri-Ciri Ilmu
Dengan menilik persoalan keilmuan pada dasarnya masalah yang
terkandung dalam ilmu adalah selalu harus merupakan suatu problema yang
telah diketahuinya atau yang ingin diketahuinya, kemudian ada suatu
penelitian agar dapat diperoleh kejelasan tentunya dengan mempergunakan
metode yang relevan untuk mencapai kebenaran yang cocok dengan keadaan
yang sesungguhnya.
Menurut Liang Gie14 Ilmu Pengetahuan atau pengetahuan ilmiah
menurut The Liang Gie (1987) mempunyai 5 ciri pokok:
a. empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan
percobaan;
b. sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan
pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur;
c. objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perorangan dan
kesukaan pribadi;
d. analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya
ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat,
hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu;
e. verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga15.
Sedangkan demi objektivitas ilmu, ilmuwan harus bekerja dengan cara
ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-
syarat yang intinya adalah:
a. Ilmu harus mempunyai objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak
diungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan
objeknya.
14 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu. . .h. 86-88
15 Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu,(Jakarta, Rineka Cipta, 2010 ), h. 113.
9
b. Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai
kebenaran yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
c. Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman,
objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang
terartur.Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang
diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus,
melainkan kebenaran itu berlaku umum.
Disamping itu yang perlu disadari, yakni ilmu bukanlah hal yang
statis, melainkan bergerak dinamis sesuai dengan pengembangan yang
diusahakan oleh manusia dalam mengungkapkan tabir alam semesta ini.
Usaha pengembangan tersebut mempunyai arti juga bahwa kebenaran yang
masih terbuka untuk diuji16.
C. Cara Mengukur Kebenaran Ilmu
Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar pada dasarnya ada
dua cara yang dapat ditempuh oleh manusia yaitu dengan cara non ilmiah dan
cara ilmiah. Menurut ahli filsafat pengetahuan yang benar pada mulanya
diperoleh melalui cara nonilmiah di banding dengan cara ilmiah, hal ini
disebabkan oleh keterbatasan daya pikir manusia.
Pendekatan ilmiah menuntut dilakukan cara-cara atau langkah-
langkah tertentu dengan perurutan tertentu pula agar dapat dicapai
pengetahuan yang benar. Namun, tidak semua orang suka melewati tata tertib
pendekatan ilmiah itu untuk sampai pada pengetahuan yang benar mengenai
hal yang dipertanyakannya. Bahkan di kalangan masyarakat awam untuk
memperoleh pengetahuan yang benar lebih baik suka menggunakan
pendekatan non ilmiah.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan manusia untuk memperoleh
kebenaran melalui cara non ilmiah, di antaranya adalah:
a. Akal sehat;
b. Prasangka;
c. Pendekatan intuisi;
16 Fuad Ihsan . . .h. 113.
10
d. Penemuan kebetulan dan coba-coba;
e. Pendekatan otoritas ilmiah dan pikiran kritis.
Bila kita hendak mengukur kebenaran ilmu, pada intinya kita
mengukur kebenaran teori,karena isi dari ilmu adalah teori-teori. Pada
awalnya kita mengajukan hipotesis, selanjutnya hipotesis diuji secara logika,
contoh: “Ketika datang hari raya idul fitri, kebutuhan masyarakat Indonesia
secara umum terhadap sandang dan pangan akan meningkat”. Menurut teori
bahkan hukum ekonomi (penawaran dan permintaan), hipotesis ini lebih
cenderung benar, karena itu tentu akan ada pihak-pihak yang berkesempatan
untuk meraih keuntungan yang banyak. Secara uji logika, momentum idul
fitri akan meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok, menjadi suatu hal
yang rasional, dan luluslah ia.
Untuk meyakinkannya maka adakan peninjauan ke pasar-pasar dan
tanyakan pada para pedagang dan pembeli tentang perkembangan harga-
harga tersebut. Bila ternyata benar, uji empiris atau pengalaman lapangan
menunjukan demikian, maka hipotesis secara logika dan empirik benar
adanya, kemudian menjadi teori. Dan jika demikian terjadi pada setiap
moment idul fitri, maka teori meningkat menjadi hukum atau aksioma.
Dengan demikian hipotesis yang kita rumuskan hendaknya telah
mengandung kebenaran secara logika, sehingga kelanjutannya tinggal
kebenaran empirisnyalah yang perlu dibuktikan.
Hipotesis ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi
belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah
merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis itu benar, bila logis.
Ada atau tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Kelogisan suatu
hipotesis juga teori lebih penting daripada bukti empirisnya.17
Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika
sesutau teori selalu benar, yaitu jika teori itu naik tingkat keberadaannya
maka menjadi hukum atau aksioma.
17 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi pengetahuan,. . .
h. 36
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Epistemologi ilmu adalah hal-hal yang berkaitan dengan objek ilmu,
cara-cara yang ditempuh dalam memperoleh ilmu, dan cara mengukur
kebenarannya, serta cara kerja metode ilmiah.
2. Obyek Pengetahuan sain (Obyek yang diteliti sain) adalah semua obyek
yang empiris.
3. Pengetahuan adalah semua hal yang didapat berdasarkan: Pengalaman
Indera (Sense Experience), Nalar (Reason). Otoritas (Authority), Intuisi
(Intuition), Wahyu (Revelation), Keyakinan (Faith).
4. Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu setelah mengalami metode
ilmiah yang terdiri dari, Merumuskan masalah, Mengumpulkan
keterangan, Menyusun hipotesis, Menguji hipotesis, Mengolah data,
Menguji kesimpulan.
5. Pengetahuan dapat dikatan sebagai Ilmu apabila mempunyai karalteristik
sebagi berikut: Ilmu harus mempunyai objek, Ilmu harus mempunyai
metode, Ilmu harus sistematik.
6. Untuk menguji kebenaran maka yang harus kita lakukan adalah
pengujian hipotesis, hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi
teori. Jika sesutau teori selalu benar, yaitu jika teori itu naik tingkat
keberadaannya maka menjadi hukum atau aksioma.
B. Saran
Hendaknya setiap mahasiswa dan praktisi pendidikan mengetaui dan
menerapkan epistemologi ilmu, agar dapat menumbuhkan sikap berpikir kritis
sesuai dengan kaidah ilmiah dan mengerti cara mendapatkan ilmu dengan
benar.
12
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemology dan aksiologi
penegetahuan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Bakhtiar Amsal . Filsafat Ilmu, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, Bandung, Pustaka Bani
Quraisy, 2006.
Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agma, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979.
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu,Jakarta, Rineka Cipta, 2010.
John Hoppers, An Introduction to Philosophical Analysis, terjemahan oleh Dr.
Sukirman, M.Psi, Bandung. (Online Http//Digilib/ITB,ID 158392, Diakses
Hari Rabu Tanggal 25 Maret 2015, Pukul 10.00 WIB)
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Sinar
Harapan, 1994.
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 2001.
Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Bumi Aksara, 2009.
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2000 .
Zulkarnaen Jafar, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, dalam
http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu-
pengetahuan.html (diakses pada hari rabu tanggal 25 maret pukul 11.00 WIB).