18
MAKALAH KONSERVASI TANAH DAN AIR “Peningkatan Produktifitas Lahan Kritis” OLEH : M.ARIEF ROEZMIN 05111007004

Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

universitas sriwijaya, AJI ARTANTO 05111007003 FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI. UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2011

Citation preview

Page 1: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

MAKALAH KONSERVASI TANAH DAN AIR

“Peningkatan Produktifitas Lahan Kritis”

OLEH :M.ARIEF ROEZMIN

05111007004

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDERALAYA2013

Page 2: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

ABSTRACT

Lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan

muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada

umumnya berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah

yang ditandai oleh tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara

P, K, C dan Mg, rendahnya kapasitas tukar kation (KT), kejenuhan basa

dan kandungan bahan organik, tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat

meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu, pada umumnya

lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang yang

mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki

ph tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah

tinggi, ditemukan rizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan

mekanik dalam budidaya tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar

rimpang alang-alang yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada

lahan tersebut

Page 3: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

I. Pendahuluan

Tantangan pembangunan pertanian di masa mendatang adalah

penyediaan pangan bagi penduduk , yang lebih dikenal dengan istilah

ketahanan pangan. Menurut UU Pangan Nomor 7 tahuan 1996 pasal 1 ayat

17, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup

dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau. Sedangkan menurut

World Food Conference on Human Right 1993 dan World Food Summit 1996

adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu dalam jumlah dan

mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai

dengan budaya setempat

Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat.

Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh ulah manusia maupun gangguan

alam, semakin meningkat. Lahan subur untuk pertanian banyak beralih

fungsi menjadi lahan nonpertanian. Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan

budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis yang memerlukan input

tinggi dan mahal untuk menghasilkan produk pangan per satuan luas.

Pertanyaannya adalah begitu pentingkah kita memeras pikiran dan tenaga

untuk ketahanan pangan ini ?.

Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia berdasarkan

sensus penduduk 1990 sebesar 178,6 juta jiwa dan pada tahun 2000

meningkat menjadi 203,5 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk 1990 – 2000

berdasarkan sensus tahun 2000 tercatat sebesar 1,36 %. Jika laju

pertumbuhan penduduk tepat (sebesar 1,36 % per tahun), maka pada tahun

2020 nanti jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 266,6 juta jiwa.

Sastrosoedarjo dan Juwita (1996) memperkirakan bahwa konsumsi

kalori per kapita pada tahun 2000 sebesar 2100,53 g kalori/kapita/hari,

sedangkan konsumsi pangan setara beras mencapai 120 kg

beras/kapita/tahun. Perkiraan ini jauh lebih tinggi dari rata-rata konsumsi

Page 4: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

beras per kapita sesungguhnya yaitu sebesar 200 g/kapita/hari. Dengan

konsumsi per kapita per hari 200 g maka kebutuhan bahan pangan (setara

beras) per hari sebesar 40.700 ton atau sebesar 14,86 juta ton per tahun.

Jika asumsi konsumsi pangan setara beras per tahun tetap, maka pada

tahun 2020 nanti kebutuhan pangan setara beras mencapai 53.320 ton/hari

atau sebesar 19,46 juta ton per tahun

Jika produksi lahan sebesar 2 ton beras/ha, maka kebutuhan pangan

setara beras pada tahun 2020 nanti harus dipenuhi dari luasan panen sekitar

9,73 juta ha. Sementara menurut data Biro Pusat Statistik tahun 1989 luas

lahan sawah kita hanya 7,3 juta ha. Ketimpangan ini ditambah lagi dengan

laporan Lopulisa (1995) bahwa tahun 1991-1993 luas sawah beralih fungsi

ke perumahan, industri dan perkantoran, serta lainnya mencapai 114 ribu

hektar dan 56,2 % diantaranya di Jawa dan Bali. Degradasi lahan subur di

pulau Jawa ini diperkirakan akan terus bertambah, untuk kepentingan

nonpertanian.

Akibat pengelolaan yang tidak tepat, lahan kritis di Indonesia

meningkat setiap tahun. Pada tahun 1977 luas lahan kritis di pulau-pulau

besar di Indonesia (kecuali Jawa) hanya 15 juta ha, pada tahun 1987

meningkat menjadi 19 juta hektar (BPS 1988) dan dewasa ini telah mencapai

20 juta hektar.

Degradasi lahan pertanian yang sering mengakibatkan penururan

kualitas lahan garapan dan lingkungan bukan hanya tanggung jawab petani,

tetapi juga tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat yang mendapat

masukan berupa rekomendasi dari para ahli (Bennema and Meester, 1981).

Di banyak negara, terlihat jelas adanya kesenjangan yang besar antara

kepedulian masyarakat dengan pemerintah terhadap masalah erosi dengan

tindakan nyata yang komprehensif untuk mengatasinya (Hauk, 1981)

Berbagai cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan oleh

pemerintah, antara lain melalui program reboisasi dan penghijauan. Fakultas

Page 5: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

Pertanian Andalas (1992) melaporkan bahwa keberhasilan fisik reboisasi

selama Pelita IV baru sekitar 68 %, sedangkan penghijauan hanya 21 %. Hal

ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya teknologi yang digunakan,

atau kondisi lahan belum dipelajari dengan cermat, atau karena teknologi

tidak diterapkan sepenuhnya.

Ditinjau dari segi pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan

dana dalam program ekstensifikasi maka pemanfaatan lahan kritis dengan

perbaikan produktivitas mungkin lebih baik daripada membuka hutan.

Produktivitas beberapa jenis lahan kritis misalnya lahan alang-alang relatif

lebih mudah diperbaiki untuk budidaya tanaman pangan.

Peningkatan sustainabilitas sistem produksi perlu memperhatikan hal-

hal berikut : (1) peningkatan produksi pangan yang nyata untuk memenuhi

kebutuhan mereka, (2) mencegah terjadinya degradasi sumberdaya, dan (3)

mengurangi pengaruh negatif teknologi produksi terhadap lingkungan

(Manwan, 1993).

Tulisan ini mengkaji peluang pemanfaatan lahan kritis melalui

usahatani konservasi untuk penyediaan pangan.

 

II. Karakteristik Lahan Kritis

Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan

muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya

berbukit atau berlereng curam (Hakim et al., 1991). Tingkat produktivitas

rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan

hara P, K, C dan Mg, rendahnya kapasitas tukar kation (KT), kejenuhan basa

dan kandungan bahan organik, tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat

meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu, pada umumnya lahan

kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang yang mendominasinya dengan

sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki pH tanah relatif rendah sekitar

Page 6: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

4,8-6,2, mengalami pencucian tanah tinggi, ditemukan rizoma dalam jumlah

banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman, terdapat

reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang yang menyebabkan gangguan

pertumbuhan pada lahan tersebut

Pada umumnya, penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif

miskin (sedikit kesempatan untuk memperoleh income), yang disebabkan

pemberdayaan tanah kritis tersebut berhubungan erat dengan masalah

kemiskinan penduduknya, tingginya kepadatan populasi, kecilnya luas lahan,

kesempatan kerja terbatas dan lingkungan yang terdegradasi. Oleh karena

itu perlu diterapkan sistem pertanian berkelanjutan dengan melibatkan

penduduk dan kelembagaan.

 

Permasalahan Lahan Kritis

Meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain

1. 1.      Tekanan penduduk

2. 2.      Perluasan areal pertanian yang tidak sesuai,

3. 3.      Perladangan berpindah

4. 4.      Padang penggembalaan yang berlebihan

5. 5.      Pengelolaan hutan yang tidak baik

6. 6.      Pembakaran yang tidak terkendali

Fujisaka dan Carrity (1989) mengemukakan bahwa masalah utama yang

dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah

bereaksi masam dan miskin unsur hara.

 III. Strategi Pengelolaan Lahan Kritis

Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan bahwa strategi

swasembada pangan perlu diubah menjadi swadaya pangan. Artinya, yang

harus diutamakan bukan meningkatkan produksi tetapi bagaimana

menumbuhkan kemampuan membeli bahan pangan. Dalam kondisi yang

Page 7: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

tidak menguntungkan, impor pangan tertentu merupakan alternatif yang

dianggap baik.

Apapun strategi yang dianut, pengelolaan usahatani tanaman pangan

tetap perlu dilakasanakan sebaik mungkin dengan tujuan produksi tinggi dan

berwawasan lingkungan agar kebutuhan pangan nasional tidak tergantung

kepada negara lain. Dalam kaitan itu, penelitian dan pengembangan

teknologi usahatani perlu ditingkatkan, termasuk penelusuran perluasan

areal baru, baik oleh pengambil kebijakan maupun para ahli dan pihak terkait

lainnya.

1. Aplikasi Usahatani Konservasi

Banyak teknologi yang dianjurkan untuk menekan erosi tanah, seperti

pembuatan teras dan galengan. Akan tetapi, petani pada umumnya tidak

memiliki cukup biaya untuk pembuatan teras. Oleh karena itu, belakangan ini

telah dianjurkan pula sistem usahatani konservasi.

Sistem usahatani konservasi adalah penataan usahatani yang stabil

berdasarkan daya dukung lahan yang didasarkan atas tanggapannya

terhadap faktor-faktor fisik, biologis dan sosial ekonomis serta berlandaskan

sasaran dan tujuan rumah tangga petani dengan mempertimbangkan

sumber daya yang tersedia (UACP-FSR 1990).

Penanganan masalah secara parsial yang telah ditempuh selama ini

ternyata tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks dan juga tidak

efisien ditinjau dari segi biaya. Pendekatan parsial untuk mengatasi masalah

produktivitas tanaman adalah ciri suatu penelitian yang berbasis komoditas.

CGIAR (Consultative Group on International Agriculture Research)

mengubah strategi penelitian melalui pendekatan holistik dengan fokus

sumberdaya. Dalam skala makro strateginya disebut ecoregional initiative

dan dalam skala mikro dijabarkan dalam integrated crop management

(Kartaatmadja dan Fagi, 1999).

Page 8: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

Kunci keberhasilan budidaya tanaman pangan berkelanjutan antara

lain 1) mengusahakan agar tanah tertutup tanaman sepanjang tahun guna

melindungi tanah dari erosi dan pencucian 2) mengembalikan sisa-sisa

tanaman, kompos dan pupuk kandang ke dalam tanah guna

memperbaiki/mempertahankan bahan organik tanah (Effendi et al, 1986).

Sedangkan kebiasaan petani dalam mengusahakan tanaman pangan

sebagian besar limbah pertaniannya diangkut keluar untuk pakan dan kayu

bakar, dibakar pada saat persiapan tanah atau terbawa erosi, oleh karena itu

makin lama kandungan bahan organik tanah makin menurun dan diikuti oleh

peningkatan erosi tanah karena kurangnya tindakan konservasi tanah.

Upaya dalam mempertahankan atau meningkatkan produktivitas

lahan kritis hendaknya didekati dengan menerapkan sistem usahatani

konservasi melalui, pengaturan pola tanam, penambahan bahan organik

dengan daur ulang sisa panen dan gulma, serta penerapan budidaya lorong

(Adiningsih dan Mulyadi, 1992). Penerapan teknologi tersebut akan

memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas tanah seperti

meningkatnya ketersediaan P dan bahan organik tanah serta menurunnya

kadar Al.

 

2. Penggunaan Amelioran

Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang atau pupuk hijau ) dan

kapur dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena

kedua unsur tersebut dapat meningkatkan daya pegang air dan hara di

tanah, sementara itu, residu pupuk diharapkan dapat mengurangi jumlah

pemakaian pupuk anorganik pada tanam berikutnya. Hasil penelitian Arief

dan Irman (1993) disimpulkan bahwa pemberian amelioran berupa kapur,

pupuk kandang, daun gamal, jerami padi dan kiserit mampu meningkatkan

hasi padi gogo dan kedelai di tanah podzolik merah kuning.

Page 9: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

DAS Jratunseluna (1989) mengemukakan bahwa penggunaan mulsa

segar maupun limbah tanaman dapat meningkatkan hasil kacang hijau.

Rata-rata hasil mencapai 1,22 t/ha. Hasil tertinggi dicapai pada penggunaan

mulsa daun kaliandra sebanyak 10 t/ha. Sisa tanaman yang baik digunakan

sebagai mulsa pertanaman kacang hijau berturut-turut jerami padi, jerami

jagung, jerami kacang tanah dan terakhir jerami kedelai dengan hasil cukup

baik mencapai 1,37; 1,35; 1,25 dan 1,22 t/ha. Mulsa segar kalindra dan

lamtorogung dapat dikembangkan sebagai tanaman pagar dalam sistem

pertanaman lorong.

 

3. Penerapan Sistem Budidaya Lorong

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani

tanaman pangan adalah peningkatan intensitas tanam. Intensitas tanam

yang tinggi melalui pengaturan pola tanam merupakan tindakan konservasi

vegetatif yang sangat dianjurkan. Tetutupnya lahan sepanjang tahun, akan

mengurangi erosi (run off berkurang, infiltrasi air hujan meningkat) serta

menghasilkan limbah tanaman pangan untuk menambah bahan organik

tanah (Effendi, 1987).

Budidaya lorong adalah upaya pemanfaatan lahan dengan tanaman

tahunan dan tanaman semusim. Tanaman semusim ditanam di lorong

tanaman pagar yang umumnya berupa famili kacang-kacangan (Kang,

Wilson dan Lowson, 1984). Tanaman pagar berfungsi sebagai penahan erosi

dan penghasil bahan organik yang dapat meningkatkan produktivitas lahan

(IPB, 1987)

 

4. Seleksi Tanaman Adaptif Pada Kondisi Cekaman Lingkungan

Masalah mendasar dan tantangan berat yang harus dihadapi pada

lahan kritis adalah bagaimana mengubah lahan tersebut menjadi lahan

Page 10: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

produktif dan bagaimana menghambat agar lahan kritis tidak semakin

meluas. Karena itu berbagai teknik rehabilitasi dan sistem budidaya yang

tepat telah banyak dicobakan pada lahan kritis tersebut.

Upaya-upaya yang selama ini dilakukan membutuhkan biaya yang

cukup besar dan memerlukan dukungan semua pihak serta perlu dukungan

ahli ekofisiologi dan pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas tanaman

pangan yang adaptif pada lahan kritis yang memiliki karakteristik cekaman

lingkungan tertentu (kesuburan rendah, ketersediaan air terbatas/berlebih

dan lain-lain). Tanaman pangan adaptif yang dimaksud adalah tanaman

yang di satu sisi mampu beradaptasi dan di sisi lain mampu berproduksi

secara optimal sehingga dapat diharapkan sebagai penyedia pangan di

masa mendatang.

Pemuliaan tanaman konvensional akan tetap memegang peranan

utama dalam perbaikan varietas. Berbagai kelemahan dan keterbatasan cara

ini dapat diatasi dengan bantuan bioteknologi. Secara bertahap, bioteknologi

akan dikembangkan untuk mendapatkan atau memindahkan gen tertentu

untuk menghasilkan varietas baru dengan sifat-sifat yang diinginkan.

Meningkatkan produktivitas melalui rekayasa genetik merupakan suatu

keuntungan tambahan dalam perbaikan sifat tanaman sehingga varietas

yang dihasilkan diharapkan dapat lebih efisien memanfaatkan hara, tahan

terhadap hama dan penyakit serta deraan lingkungan (Manwan, 1993).

Informasi mengenai sifat-sifat yang mudah teramati dapat dijadikan

penduga bagi sifat yang dituju dalam seleksi tanaman adaptif. Semakin erat

hubungan antara sifat penduga dengan sifat yan dituju, maka akan semakin

memudahkan proses seleksi. Sifat-sifat yang berperan menentukan adaptif

tidaknya suatu tanaman yang ekspresinya sangat dipengaruhi oleh

lingkungan. Oleh sebab itu fenotipe yang ditemui di lapangan akan sangat

beragam. Adapun syarat-syarat seleksi tanaman adaptif terhadap lingkungan

Page 11: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

kritis adalah tahan terhadap pH tanah rendah, toleran terhadap cekaman air,

tahan terhadap defisiensi hara terutama N dan P dan lain-lain.

 

Kesimpulan

1. 1.      Lahan kritis dapat ditingkatkan produktivtasnya melalui usahatani

koservasi

2. 2.      Lahan kritis merupakan pilihan yang lebih bijak dibanding membuka

lahan baru (deforestration)

3. 3.      Upaya menemukan paket teknologi usahatani konservasi

memerlukan dukungan hasil penelitian dari para peneliti

4. 4.      Hasil penelitian yang telah ada masih perlu divalidasi pada tingkat

onfarm yang bersifat spesifik lokasi agar paket teknologi tersebur dapat

diadopsi petani

 

 

Page 12: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

Daftar Pustaka

 

Adjid, D.A. 1993. Kebijaksanaan swasembada dan ketahanan pangan. Proseding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarat/Bogor 23-25 Agustus 1993. p50 – 64.

Dariah A. dan A. Rachman. 1989. Pengaruh mulsa hijauan alley cropping terhadap Pertumbuhan dan hasil jagung serta beberapa sifat fisik tanah. Pembahasan Hasil Penelitian Tanah, Cipayung 22-24 Agustus 1989.

Evensen, C and R. Joss. 1986. Alley cropping experiment 1985/86 growing season. Tropsoil. Field Research Brief CSR Bogor No. 33: 1-7

Effendi, S., G. Ismail dan G Wibawa, 1986. Pola usahatni konservasi pada lahan keirng podsolik merah kuning. Makalah disampaikan pada lokakarya usahatni konservasi di Lahan Alang-alang. Palembang 11 – 13 Pebruari 1986. 21p

FAO and IIRR. 1995. Resource management for upland area in Southeast Asia. Rapa Publication : 1995/12

Hakim, N. 1985. Pemharuh sisa pupuk hijau, kapur, pupuk P dan Mg oada tanah podsolik terhadap produksi jagung. Makalah Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi. Bandung, 25-28 Februari 1985. Ditjen Dikti Depdikbud.-15 Desember 1995.

 Muljadi, D. 1977. Sumberdaya tanah kering, penyebaran dan potensinya untuk kemungkinan budidaya pertanian. Kongres Agronomi, 27-29 Oktober 1977 di Jakarta. Agr. 04:1-16

  Pratomo A.G, H. Sembiring, R Hardiyanto, A. Sugiayatno dan B. Supriyono, 2000. Pengkajian rakitan teknologi usahatani konservasi di lahan marginal perbukitan kapur. Proseding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Karangploso

Shaxson, T.F., N.W. Hudson, D.W. Sander, E.Roose and W.C. Modenhauer. 1989. Land hunsbandry, a frame work for soil and water concervation. Soil and Water Conservation Society. Ankeny, Iowa, USA.

Page 13: Makalah konservasi tanah dan air UNSRI

 

Sastrosoedarjo, S. dan N.R Juwita. 1996. Kilas balik semangat kongres PERAGI 1997.

 

Toha H.M. dan Abdurrahman, A. 1991. Penggunaan bahan organik pada pola tanam lahan kering di tanah vulkanik eutropept laboratotoirum lapangan uangaran, semarang. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertatanian . Departemen Pertanian. 1991. gembangan dan