Upload
vindie-findianti
View
1.654
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
saya hanya share pengetahuan yang saya ketahui lewat makalah ini, jadi apabila kritik yang membangun sangat saya harapkan untuk menyempurnakan ilmu yang saya pelajari.
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein merupakan salah satu makromolekul yang sangat penting dalam kehidupan ini
terutama untuk pertumbuhan. Protein dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme
sehingga dari proses metabolisme inilah protein dapat dimanfaatkan dalam tubuh. Tubuh
dapat memperoleh protein dari berbagai sumber makanan seperti ikan, telur, kacang-
kacangan, susu dan lain sebagainya. Makan makanan bergizi termasuk protein sangat
dianjurkan agar kebutuhan gizi dalam tubuh terpenuhi. Anjuran makan makanan yang
bergizi tersebut disebutkan oleh Allah dalam surat An-Nahl ayat 14:
Dan Dia yang menguasai laut supaya kamu makan daging(ikan) yang lembut (segar) (An-Nahl(16) :14)
Protein pada bayi bisa diperoleh dari ASI (Air Susu Ibu). Ibu dianjurkan untuk
menyusui anaknya agar tidak terjadi penyakit dan kekurangan gizi terutama kekurangan
protein.Urgensi ASI untuk bayi ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Albaqarah [2]: 233)
Ayat diatas menganjurkan agar ibu menganjurkan untuk menyusui selama dua tahun.
Banyak masyarakat yang menggangap menyusui di atas satu tahun membuat anaknya manja
dan tidak mandiri, serta anggapan ASI sudah menjadi turun kandungan gizinya. Mitos
tersebut ternyata salah. Banyak manfaat jika bayi disusui selama dua tahun,
karena kandungan ASI > 1 tahun memiliki kandungan yang luar biasa bermanfaat untuk
anak. Yang jelas, ASI tetap memiliki zat imun yang melindungi bayi dari berbagai penyakit.
Bahkan satu penelitian menunjukkan bahwa beberapa zat imun meningkat jumlahnya dalam
ASI di tahun kedua sehingga memberikan perlindungan yang lebih besar bagi anak. Belum
1
lagi kandungan gizinya. Pada tahun kedua (12-23 bulan), setiap 448 ml ASI memenuhi
kebutuhan anak. Kebutuhan anak akan ASI harus tercukupi. Karena kekurangan ASI
merupakan salah satu penyebab gizi buruk ataupun Kurang Energi Protein (KEP) yang
terjadi pada balita.
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.
KEP disebabkan karena defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini
terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makronutrient kepada defisiensi mikronutrient,
tetapi beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga
memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan kwashiorkor, marasmus, dan marasmik
kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena
kurang energi dan marasmik kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein.
Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang
dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga
rumah tangga miskin oleh karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata
pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai
penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).
Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu
masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan
kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan
pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung
pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya
ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi
secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
Sebagai contoh, sekitar 8 juta balita terancam tumbuh kembangnya akibat kekurangan
gizi (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2009). Di Jawa Barat dengan jumlah penduduk 42,3
juta jiwa dengan jumlah anak balita mencapai 5,1 jiwa dianalogikan sebagai penyuplai kasus
gizi buruk dibanding daerah lain di Indonesia. Di beberapa Daerah Tingkat II seperti di Kota
Madya Bogor kasus gizi buruk dilaporkan sebanyak 16 kasus, lima di antara meninggal
dunia dan 9 penderita lagi dirawat intensif. Sedangkan di Kabupaten Sukabumi ada 4 balita
menderita kekurangan gizi yang parah. Secara keseluruhan Kekurangan Energi Protein (KEP)
2
murni sebanyak 940 balita, marasmus 66, kwashiorkor 15, marasmus dan kwashiorkor 12
orang balita. Bahkan di Kabupaten Cirebon balita yang menderita KEP mencatat angka yang
fantastis hingga mencapai 46.637 balita. Dari jumlah itu, 13.725 balita menderita gizi buruk
dan berada di bawah garis merah di dalam kartu menuju sehat (KMS). Namun ada sekitar 50
bayi yang kondisinya sudah parah dan perlu dirawat di rumah sakit.
Salah satu kasus KEP yang telah disebutkan di atas adalah kasus kwashiorkor yang
merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena defisiensi protein. Hal ini berkaitan
dengan proses metabolisme protein dalam tubuh. Oleh karena itu untuk lebih mengetahui
penyakit kwashiorkor ini, penulis mengambil kasus kwashiorkor dalam penulisan makalah
Metabolisme Protein sebagai bentuk nyata dari penyakit akibat defisiensi protein.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Kurang Energi Protein (KEP) ?
2. Apa yang dimaksud Kwashiorkor sebagai salah satu penyakit KEP?
3. Apa penyebab Kwashiorkor?
4. Bagaimana gejala penderita Kwashiorkor?
5. Apa upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyaki Kwashiorkor?
6. Bagaimana pengobatan penyakit Kwashiorkor?
7. Bagaimana proses metabolisme protein pada penderita Kwashiorkor?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyakit Kurang Energi Protein
2. Untuk mengetahui pengertian penyakit Kwashiorkor
3. Untuk mengetahui penyebab penyakit Kwashiorkor
4. Untuk mengetahui gejala penyakit Kwashiorkor
5. Untuk mengetahui upya pencegahan penyakit Kwashiorkor
6. Untuk mengetahui pengobatan penyakit Kwashiorkor
7. Untuk mengetahui proses metabolisme protein pada penderita Kwashiorkor
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme
sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi.
Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O,
kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989).
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam
amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, 2001).
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga
beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu sama lain dalam
ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan
nitrogen ; beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium,
dan cobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua
protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan
16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak
dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya
(Almatsier, 2004).
2.2 Struktur Protein
Molekul protein merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam
amino. Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugusan
karboksil asam amino yang satu dengan gugusan amino dari asam amino yang lain, sehingga
terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida ini merupakan ikatan tingkat primer.
Dua molekul asam amino yang saling diikatkan dengan cara demikian disebut ikatan
4
dipeptida. Bila tiga molekul asam amino, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut
polypeptida. Polypeptida yang hanya terdiri dari sejumlah beberapa molekul asam amino
disebut oligopeptida. Molekul protein adalah suatu polypeptida, dimana sejumlah besar asam-
asam aminonya saling dipertautkan dengan ikatan peptida tersebut (Gaman, 1992).
Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang
terdapat sebagai komponen, protein mempunyai gugus −NH2 pada atom karbon α dari posisi
gugus −COOH. Rumus umum untuk asam amino adalah:
R-CH-COOH
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non
polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam
karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang
terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut
organik. Demikian amina pula umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik (Poejiadi, 1994).
Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil
(−COOH) dan satu atau lebih gugus amino (−NH2) yang salah satunya terletak pada atom C
tepat disebelah gugus karboksil (atom C alfa). Asam-asam amino bergabung melalui ikatan
peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil dari asam amino dengan gugus amino dari asam
amino yang disampingnya (Sudarmadji, 1989).
2.3 Sifat Protein
Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali mengalami
perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor yang menyebabkan
perubahan sifat alamiah protein misalnya : panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam,
logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah diamati
adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan (Sudarmadji, 1989).
Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua
protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan
berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Apabila
protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini
5
NH2
disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein. Adanya
gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan
protein mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam
maupun basa). Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga
protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan
bergerak kearah katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan
bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak
menuju anoda (Winarno, 1992).
2.4 Jenis-jenis Protein
Klasifikasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara (Budianto, 2009). :
Berdasarkan bentuknya :
a. Protein fibriler (skleroprotein)
Adalah protein yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-
pelarut encer, baik larutan garam, asam basa ataupun alkohol. Contohnya kolagen
yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot, keratin pada rambut, dan fibrin
pada gumpalan darah.
b. Protein globuler atau steroprotein
Adalah protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam dan
asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam,
pelarut asam dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi,
yaitu susunan molekulnya berubah diikuti dengan perubahan sifat fisik dan
fisiologiknya seperti yang dialami oleh enzim dan hormon.
c. Protein Gabungan
Yang dimaksud dengan protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan
senyawa yang bukan protein. Gugus bukan protein ini disebut gugus prostetik.
Beberapa jenis protein gabungan antara lain mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein
dan nukleoprotein.
Berdasarkan kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup yaitu :
a. Albumin yaitu larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur,
albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
6
b. Globulin yaitu tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan
garam encer, mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi.Contohnya adalah
legumin dalam kacang-kacangan.
c. Glutelin yaitu tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam atau basa encer.
Contohnya glutelin gandum.
d. Prolamin atau gliadin yaitu larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air
maupun alkohol absolut. Contohnya prolamin dalam gandum.
e. Histon yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam amoniak encer. Contohnya adalah
histon dalam hemoglobin.
f. Protamin yaitu protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lainnya, tetapi
lebih kompleks dari pada protein dan peptida, larut dalam air dan tidak terkoagulasi
oleh panas.Contohnya salmin dalam ikan salmon.
Berdasarkan hasil hidrolisa total suatu protein dikelompokkan sebagai berikut :
a. Asam amino esensial Yaitu asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh dan
harus tersedia dalam makanan yang dikonsumsi. Seperti Lisin, Threonin, Leusin,
Phenylalanin, Isoleusin, Methionin, Valin, dan Tryptophan.
b. Asam amino non esensial Yaitu asam amino yang dapat disintesa oleh tubuh. Seperti
Alanin, Tirosin, Asparagin, Sistein, Asam aspartat, Glisin, asam glutamat, Glutamin,
Serin, dan Prolin.
2.5 Sumber Protein
Dalam kualifikasi protein berdasarkan sumbernya, telah kita ketahui protein hewani
dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam seperti
hati, pankreas, ginjal, paru, jantung , jerohan. Yang terakhir ini terdiri atas babat dan iso (usus
halus dan usus besar). Susu dan telur termasuk pula sumber protein hewani yang berkualitas
tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang
baik, karena mengandung sedikit lemak, tetapi ada yang alergis terhadap beberapa jenis
sumber protein hasil laut ini. Jenis kelompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit
lemak, sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak. Namun kerang-
kerangan mengandung banyak kolesterol, sehingga tidak baik untuk dipergunakan dalam diet
rendah kolesterol. Ayam dan jenis burung lain serta telurnya, juga merupakan sumber protein
hewani yang berkualitas baik. Harus diperhatikan bahwa telur bagian merahnya mengandung
7
banyak kolesterol, sehingga sebaiknya ditinggalkan pada diet rendah kolesterol
(Sediaoetama, 1985).
Dalam kualifikasi protein berdasarkan sumbernya, telah kita ketahui protein hewani
dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam seperti
hati, pankreas, ginjal, paru, jantung , jerohan. Yang terakhir ini terdiri atas babat dan iso (usus
halus dan usus besar). Susu dan telur termasuk pula sumber protein hewani yang berkualitas
tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang
baik, karena mengandung sedikit lemak, tetapi ada yang alergis terhadap beberapa jenis
sumber protein hasil laut ini. Jenis kelompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit
lemak, sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak. Namun kerang-
kerangan mengandung banyak kolesterol, sehingga tidak baik untuk dipergunakan dalam diet
rendah kolesterol. Ayam dan jenis burung lain serta telurnya, juga merupakan sumber protein
hewani yang berkualitas baik. Harus diperhatikan bahwa telur bagian merahnya mengandung
banyak kolesterol, sehingga sebaiknya ditinggalkan pada diet rendah kolesterol
(Sediaoetama, 1985).
2.6 Metabolisme Protein
Katabolisme Protein
Dalam sel eukariot, degradasi protein terjadi dalam dua tahap. Pertama adalah
protein mengalami modifikasi oksidatif untuk menghilangkan aktivitas enzimatis. Dan
kedua adalah penyerangan protease yaitu enzim yang berfungsi untuk mengkatalis
degradasi protein.Protein yang terdapat didalam sel dan makanan didegradasi menjadi
monomer penyusunnya (asam amino) oleh enzim protease yang khas. Protease tersebut
dapat berada didalam lisosom maupun dalam lambung dan usus (Hamid, 2005).
Katabolisme protein, makanan pertama kali berlangsung di dalam lambung.
Ditempat itu protease khas (pepsin) mendegradasi protein dengan memutuskan ikatan
peptida yang ada disisi NH2 bebas dari asam amino aromatik, hidrofobik atau
dikarboksilat. Kemudian didalam usus protein juga didegradasi oleh protease khas seperti
tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase dan elastase. Hasil pemecahan ini adalah bagian-
bagian kecil polipeptida. Selanjutnya senyawa ini dipecah kembali oleh aktivitas
aminopeptidase menjadi asam-asam amino bebas. Produk ini kemudian melalui dinding
usus halus masuk kedalam aliran darah menuju keberbagai organ termasuk ke dalam sel
(Hamid, 2005).
8
Biosintesis protein
Proses biosintesis ini merupakan penerjemahan rangkaian polinukleutida empat
jenis monomer mRNA yang berjumlah ratusan, ribuan bahkan jutaan (tergantung jenis
protein yang dikode) menjadi rangkaian asam amino suatu protein tertentu. Prosesnya
sangat kompleks. Berikut beberapa komponen yang ikut serta didalam proses biosintesis
protein (Hamid,2005) :
Tahap Komponen
Aktivitas asam amino tRNA
ATP
Mg2+
Asam amino
Amino asil-tRNA sintetase
Inisiasi rantai polipeptida 30S unit Ribosom
50S unit ribosom
mRNA dengan kodon inisiator AUG
Faktor inisiasi (FI)1, FI 2, dan FI 3
tRNA inisiator = fMet-tRNAf
Asam Formil Tetrahidrofolat
GTP, Mg2+
Elongnasi (pemanjangan) Faktor Elognasi (EFTs)
Faktor Elognasi (EFTu)
Faktor Elognasi (EFG)
Amino asil tRNA
Terminasi (Penghentian) Kodon terminasi=UUA,UAG,UGA
Faktor pelepas 1 (RF-1)
Faktor pelepas 2 (RF-2)
Faktor pengenal pembantu (s)
Faktor TR
Deformilmetionilasi Deformilase
Amino peptidase
9
Aktivasi asam amino merupakan proses perubahan asam amino menjadi
aminoasil –tRNA dengan bantuan ATP. Proses pembentukan aminoasil –tRNA
berlangsung dalam dua tahap yaitu:
1. Asam amino + ATP Enzim-Aminoasil-AMP + Ppi
2. Aminoasil-AMP + tRNA Aminoasil-tRNA + AMP
Tahap inisiasi rantai polipeptida bermula dengan pengikatan bagian 18 S
rRNA dan bagian mRNA. Proses ini memerlukan faktor inisiasi 3 (FI-3). Aminoasil
tRNA untuk kodon pertama kemudian berinteraksi dengan GTP dan FI-2. Kompleks
yang terbentuk akan mengikatkan antikodon tRNA-nya pada kodon yang
bersangkutan sehingga membentuk kompleks inisiasi dengan subunit 40 S. Proses ini
terjadi dengan adanya FI-1. Dengan melepaskan FI-1, FI-2 dan FI-3, subunit 60 S
ribosom terikat dan GTP terhidrolisa sehingga terbentuk 80 S ribosom sempurna yang
mempunyai 2 sisi untuk tRNA yaitu: sisi peptidil dan sisi aminoasil.
Tahap perpanjangan rantai polipeptida meliputi pengikatan aminoasil-tRNA
yang datang, pembentukan ikatan peptida dan translokasi. Pengikatan aminoasil-
tRNA pada sisi aminoasil kosong dilakukan dengan adanya pengenalan kodon, EF-
1(elongation faktor 1) dan GTP. Setelah proses pengikatan, EF-1,GDP
(guanosindifosfat) dan fosfat akan dilepas dengan bantuan faktor protein lain dan
GTP akan menghasilkan EF-1(elongation faktor 1) dan GTP kembali. Proses
pembentukan ikatan peptida terjadi pada sisi aminoasil. Proses tersebut terjadi dengan
adanya protein peptidil transferase dari subunit ribosom 60S yang mengkatalis reaksi
antar gugus alfa amino dari aminoasil-tRNA baru pada sisi aminoasil dengan gugus
karboksil peptidil-tRNA pada sisi peptidil. Translokasi peptidil tRNA yang baru
terbentuk pada sisi aminoasil ke sisi peptidil yang masih kosong. Proses ini terjadi
dengan adanya EF-2 dan GTP. Selama proses ini terjadi titik GTP yang dibutuhkan
EF-2 kemudian dihidrolisa menjadi GDP dan fosfat. Setelah translokasi peptidil
tRNA tadi mengisi sisi peptidil dan akan terdapat sisi aminoasil kosong untuk proses
selanjutnya.
10
Enzim + Mg2+
Enzim + Mg2+
Tahap terminasi merupakan tahap penghentian perpanjangan rantai
polipeptida yang terbentuk. Tahap ini terjadi setelah protein yang di inginkan
terbentuk dan terjadi pada saat tRNA menemukan sisi aminoasil kodon nonsense
(UAA,UAG,UGA) dari mRNA. tRNA tidak mempunyai antikodon untuk ketiga jenis
antikodon nonsense mRNA tersebut. Isyarat ini hanya dikenali oleh faktor-faktor
pelepas yang menghidrolisa ikatan antara peptida dan tRNA yang menepati sisi
peptidil, sehingga molekul protein dan tRNA terlepas. Ada dua jenis faktor pelepas
yaitu RF-1 yang berfungsi menghidrolisa ikatan peptida bila kodon UAA dan UAG
menempati sisi aminoasil dan RF-2 berfungsi berikatan dengan ikatan peptida bila
kodon UAA atau UGA menempati sisi aminoasil.
Setelah tahap terminasi dilanjutkan dengan tahap pelipatan dan pengolahan
yang bertujuan untuk memperoleh sifat aktif dari polipeptida (protein) yang terbentuk.
2.7 Macam-macam Penyakit yang Disebabkan oleh Kekurangan Protein
Penyakit kekurangan protein mungkin lebih tepat disebut penyakit kurang gizi.
Kekurangan konsumsi protein atau kekurangan gizi pada anak-anak dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan badan pada anak. Pada orang dewasa kekurangan protein
mempunyai gejala yang kurang spesifik, kecuali pada keadaan yang telah sangat parah seperti
busung lapar. Busung lapar yang banyak di derita oleh kelompok rawan gizi terutama bayi
dan balita sungguh memprihatinkan. Pemerintah dengan beberapa program gizi telah
berupaya untuk mengatasi masalah gizi tersebut. Hasil penelitian di berbagai tempat dan di
banyak negara menunjukkan bahwa penyakit gangguan gizi yang paling banyak ditemukan
adalah gangguan gizi akibat kekurangan energi dan protein (KEP).
Ada dua bentuk KEP yaitu marasmus dan kwashiorkor. Baik marasmus maupun
kwashiorkor keduanya disebabkan oleh kekurangan protein. Akan tetapi pada marasmus di
samping kekurangan protein terjadi juga kekurangan energi. Sedangkan pada kwashiorkor
yang kurang hanya protein, sementara kalori cukup. Marasmus terjadi pada anak usia yang
sangat muda yaitu pada bulan pertama setelah lahir, sedangkan kwashiorkor umumnya
ditemukan pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Istilah marasmus berasal dari bahasa yunani yang sejak lama digunakan sebagai
istilah dalam ilmu kedokteran untuk menggambarkan seorang anak yang berat badannya
sangat kurang dari berat badan seharusnya. Ciri utama penderita marasmus adalah sebagai
berikut :
11
Anak tampak sangat kurus dan kemunduran pertumbuhan otot tampak sangat jelas
sekali apabila anak dipegang pada ketiaknya dan diangkat. Berat badan anak kurang
dari 60% dari berat badan seharusnya menurut umur.
Wajah anak tampak seperti muka orang tua. Jadi berlawanan dengan tanda yang
tampak pada kwashiorkor. Pada penderita marasmus, muka anak tampak keriput dan
cekung sebagaimana layaknya wajah seorang yang telah berusia lanjut. Oleh karena
tubuh anak sangat kurus, maka kepala anak seolah-olah terlalu besar jika
dibandingkan dengan badannya.
Pada penderita marasmus biasanya ditemukan juga tanda-tanda defisiensi gizi yang
lain seperti kekurangan vitamin C, vitamin A, dan zat besi serta sering juga anak
menderita diare.
Sedangkan pada penderita kwashiorkor ditemukan ciri-ciri sebagai berikut :
Adanya oedema pada kaki, tumit dan bagian tubuh lain seperti bengkak karena ada
cairan tertumpuk.
Gangguan pertumbuhan badan. Berat dan panjang badan anak tidak dapat mencapai
berat dan panjang yang semestinya sesuai dengan umurnya.
Perubahan aspek kejiwaan, yaitu anak kelihatan memelas, cengeng, lemah dan tidak
ada selera makan.
Otot tubuh terlihat lemah dan tidak berkembang dengan baik walaupun masih tampak
adanya lapisan lemak di bawah kulit.
12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kurang Energi Protei (KEP) / Kurang Kalori Protein (KKP)
Penyakit Kurang Kalori Protein pada dasarnya terjadi karena defisiensi energi dan
defisiensi protein, disertai susunan hidangan yang tidak seimbang. Penyakit KKP terutama
menyerang anak-anak yang sedang tumbuh, dan dapat pula menyerang orang dewasa yang
biasanya kekurangan makan secara menyeluruh.
Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat
terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara sedang
berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk
kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor marasmus. Pada
kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat dalam bentuk ringan. Gejala penyakit
KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika
dibandingkan dengan anak seumurnya. Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh
Indonesia, Tarwotjo, dkk (1978), memperkirakan bahwa 30 % atau 9 juta diantara anak-anak
balita menderita gizi kurang, sedangkan 3 % atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi
buruk.
Defisensi potein hampir selalu, atau praktis selalu bergandengan dengan defisiensi
kalori. Asosiasi kedua penyakit ini dapat dipahami melalui berbagai hubungan antara protein
dan energi (kalori). Hubungan metabolisme terdapat antara energi dan protein, yaitu bahwa
protein merupakan slah satu penghasil utama energi. Jadi bila energi kurang cukup di dalam
hidangan, maka protein lebih banyak yng dikatabolisme menjadi energi. Ini berarti semakin
kurang protein yang tersedia untuk keperluan lain, termasuk untuk sintesa protein tubuh.
Hubungan lain melalui bhan makanannya. Di Indonesia, baik energi maupun protein
sebagian besar diberikan olh bahan makan-makanan pokok, dalam hal ini ialah beras. Beras
memberikan 70-90% kalori maupun protein, jadi bila konsumsi kalori maupun protein, jadi
bila konsumsi beras (nasi) beras (nasi) tidak mencukupi, maka akan terjadi defisiensi energi
maupun protein.
Tetapi adakalanya defisiensi kalori terjadi secara ekstrim, sehingga penyakit menjadi
gejala-gejala yang dapat dikatakan khusus karena kurang kalori. Gambaran defisiensi kalori
secara ekstrim disebut marasmus. Sebaliknya dapat pula terjadi defisiensi protein secara
13
ekstrim dengan kalori yang relatif mencukupi. Dalam hal ini akan terjadi penyakit dengan
gambaran klinik yang disebut kwashiorkor.
Jika diet mengandung sejumlah besar karbohidrat dan lemak, maka hampir semua
energi tubuh dihasilkan dari kedua jenis zat ini dan sedikit yang dihasilkan dari protein. Oleh
karena itu, baik karbohidrat maupun lemak dianggap sebagai penghemat protein. Sebaliknya,
pada saat kelaparan, setelah karbohidrat dan lemak menjadi berkurang, maka cadangan
protein tubuh lalu digunakan dengan cepat untuk menghasilkan energi, kadang-kadang
dengan kecepatan yang mendekati beberapa ratus gram per hari, bukan seperti kecepatan
normal sehari-harinya yaitu 30-55 gram (Guyton,1997).
Vitamin disimpan dalam jumlah kecil di dalam semua sel. Sebagian vitamin disimpan
dalam jumlah besar di hepar. Penyimpanan vitamin larut air relatif sangat kecil. Cadangan
beberapa vitamin, terutama vitamin yang larut air-kelompok vitamin B dan vitamin C- tidak
berlangsung lama selama kelaparan. Akibatnya, setelah kelaparan selama satu minggu atau
lebih, biasanya akan terjadi defisiensi vitamin ringan dan setelah beberapa minggu dapat
terjadi defisiensi vitamin berat (Guyton, 1997).
3.2 Pengertian Kwashiorkor
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang
kekurangan kasih sayang ibu”. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams
pada rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada tahun
1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi dari suatu nutrien.
Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya. Walaupun sebab utama
penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu
juga kurang mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori
sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun marasmus.
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi energi protein yang ditimbulkan oleh
defisiensi protein yang berat. Ini ditandai dengan hambatan pertumbuhan, perubahan pada
pigmen rambut dan kulit, edema, pembesaran perut, imunodefisiensi, dan perubahan
patologik pada hati termasuk infiltrasi lemak, nekrosis dan fibrosis. Temuan lainnya adalah
apati secara mental, atrofi pankreas, gangguan saluran pencernaan, anemia, kadar albumin
serum yang rendah, dermatosis. Timbul bercak gelap yang menebal pada kulit ekstremitas
14
dan punggung yang dapat terkelupas, membentuk permukaan kulit merah muda yang hampir
telanjang (Dorland, 2002).
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein
(Indrawati,1994). Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya
yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1995).
3.3 Penyebab Kwashiorkor
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent
(kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang factor diet (makanan) memegang
peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Penyebab kwashiorkor antara lain dalah :
1. Intake protein yang buruk.
2. Infeksi suatu penyakit.
3. Masalah penyapihan.
Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap
kejadian malnutrisi umumnya, dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein,
hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar,
penyakit hati.
3.4 Gejala dan Tanda- Tanda Kwashiorkor
Gejala Kwashiorkor (Guyton,1997):
1. Pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan juga tinggi badan kurang
dibandingkan anak sehat
2. Perubahan mental. Biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi
apatis
3. Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik yang ringan maupun yang berat.
4. Gejala gastrointestinal, anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala
pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan lewat sonde
lambung. Adakalanya tiap makanan yang diberikan dengan susah payah dimuntahkan
lagi. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini mengkin karena gangguan
15
fungsi hati, pankreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-kadang ditemukan,
sehingga pemberian susu sapi dapat memperhebat diare.
5. Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun
warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor adalah rambut kepala yang
mudah dicabut. Tarikan ringan di daerah temporal dengan mudah dapat mencabut
seberkas rambut tanpa reaksi penderita. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut
penderita akan tampak kusam, kering, halus, jarang dan berubah warnanya menjadi
putih. Perubahan bangun rambut kelopak mata tidak begitu nyata, bahkan sering bulu
mata menjadi lebih panjang.
6. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih
mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada
sebagian penderita ditemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor
yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah
muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat
tekanan, terutama bila tekanan tersebut terus menerus dan disertai kelembaban oleh
keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat
paha dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak merah
kecil yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk kemudian menjadi
hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian yang tidak
mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam akibat hiperpigmentasi.
Crazy pavement dermatosis ditemukan terutama pada kasus dengan edema dan
mempunyai prognosis buruk. Jarang ditemukan luka bundar atau bujur dengan dasar
dalam dan batas jelas, sedangkan daerah sekitarnya tidak menunjukkan reaksi radang.
Kadang-kadang dijumpai perdarahan kulit (petekie) yang juga merupakan tanda
prognosis buruk.
7. Pembesaran hati merupakan gejala yang juga sering ditemukan. Kadang-kadang batas
hati terdapat setinggi pusat. Hati yang dapat diraba umumnya kenyal, permukaannya
licin dan pinggir tajam. Biasanya pada hati yang membesarkan ini terjadi perlemakan
hebat. Walaupun demikian hati yang tidak membesar juga dapat mengalami
perlemakan heabat.
8. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bila kwashiorkor disertai
penyakit lain, terutama ankilostomiasis, maka dapat dijumpai anemia berat. Jenis
anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, yang terbanya normositik-normokrom.
Berkurangnya jumlah sel sistim eritropoietik dalam sumsum tulang merupakan suatu
16
keadaan yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab terpenting. Hipoplasi
atau aplasia sumsum tulang ini disebabkan teruatama oleh defisiensi protein dan
infeksi menahun. Akan tetapi faktor lainpun mempengaruhi anemia pada seorang
penderita kwashiorkor, misalnya defisiensi besi, defisiensi faktor hati, kerusakan hati,
defisiensi vitamin B kompleks dan insufisiensi hormon.
9. Kelainan kimia darah yang selalu ditemukan ialah kadar albumin serum yang rendah,
disamping kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi, sehingga perbandingan
albumin dengan globulin menjadi kurang dari satu.
10. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan yang kadang-kadang demikian hebatnya
sehingga hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
11. Hasil autopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukkan hampir semua organ
mengalami perubahan, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang dan
sebagainya.
Gambar penderita Kwashiorkor (Anonimous, 2008) :
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh
kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi,
maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel,
karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
17
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka
plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik
dan onkotik (Sadewa, 2008).
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya
sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat
dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa
kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ
secara permanen. Komplikasi lainnya bisa terjadi shock dan cacat permanen.
3.5 Pencegahan Kwashiorkor
Pencegahan kwashiorkor dapat dilakukan dengan memberikan makanan yang bergizi
seimbang yaitu makanan yang mengandung karbohidrat (seperti nasi, kentang, jagung),
makanan yang mengandung protein (telur, ikan ,daging, tahu, tempe, dll), makanan yang
mengandung vitamin dan mineral seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Setelah anak
disapih (berhenti menyusu), sebaiknya anak diperhatikan benar-benar asupan gizinya.
Apalagi protein adalah zat pembangun jaringan tubuh, di mana anak masih sangat
membutuhkannya karena masih dalam masa pertumbuhan. Kwashiorkor memerlukan diet
yang berisi jumlah cukup protein yang kulitas biologiknya baik. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan
penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke
atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
4. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
18
5. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
6. Pemberian imunisasi.
3.6 Pengobatan Kwashiorkor
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula
sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
memberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan. Dikarenakan anak
telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan makanan per
oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas
kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak
penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan
untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase. Penatalaksaan gizi buruk
menurut standar pelayanan medis kesehatan anak – IDAI (ikatan dokter anak Indonesia)
adalah dengan penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil
yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status
kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen
dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan
atau penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibat yang fatal.
Penatalaksanaan segera tiap masalah akut seperti masalah diare berat, gagal ginjal,
dan syok dan akhirnya penggantian nutrient yang hilang sangat penting. Dehidrasi sedang
atau berat, infeksi nampak atau dugaan, tanda-tanda mata dari defisiensi vitamin A, anemia
berat, hipoglikemia, diare terus-menerus atau berulang, lesi kulit dan membrane mukosa,
anoreksia dan hipotermia semua harus diobati. Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, cairan
diberikan oral atau dengan pipa nasogastik. Sedangkan dehidrasi berat, cairan intravena
diperlukan. Jika cairan intravena tidak dapat diberikan, infuse intraosseus (sum-sum tulang
belakang) atau intraperitoneal 70 mL/kg larutan Ringer Laktatsetengah kuat untuk
menyelamatkan jiwa. Antibiotik efektif harus diberikan parenteral selama 10 hari.
19
Bila dehidrasi terkoreksi, makanan peroral mulai dengan makanan susu encer sedikit
sering; kekentalan dan volume sedikit demi sedikit ditambah dan frekuensi dikurangi selama
5 hari berikutnya. Pada hari 6-8, anak harus mendapat 150 mL/kg/24 jam dalam 6 kali
makan. Susu sai atau yogurt untuk anak intoleran laktosa harus dibuat dengan 50 gr gula/L.
Pada masa penyembuhan, makanan energy tinggi terbuat dari susu, minyak dan gula yang
diperlukan. Susu skim, hidrolisat casein atau campuran asam amino sintetik sapat digunakan
untuk menambah cairan dasar dan regimen nutrisi.
Bila diet kalori tinggi dan protein tinggi diberikan terlalu awal atau cepat, hati dapat
menjadi besar, abdomen menjadi sangat kembung dan anak membaiknya lebih lambat.
Lemak sayur dapat diserap lebih baik daripada lemak susu sapi. Toleransi glukosa yang
terganggu dapat diperbaiki pada beberapa anak yang terkena dengan pemberian 250 µg
kromium klorida. Vitamin dan mineral, terutama vitamin A, kalium dan magnesium
diperlukan sejak permulaan pengobatan. Besi dan asam folat biasanya memperbaiki anemia.
Infeksi bakteri harus diobati bersamaan dengan terapi diet, sedang pengobatan
infestasi parasit, jika tidak berat, dapat ditunda samapi penyembuhan mulai berlangsung.
Sesudah pengobatan dimulai, penderita dapat kehilangan berat badannya selama
beberapa minggu karena menghilangnya udem yang tampak dan tidak tampak. Enzim serum
dan usus kembali ke normal, penyerapan lemak dan usus kembali membaik.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus terampil memilih langkah
mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
20
3.7 Metabolisme Protein pada Penderita Kwashiorkor
Asam amino yang dibuat dalam hati, maupun yang dihasilkan dari proses katabolisme
protein dalam hati, dibawa oleh darah ke dalam jaringan untuk digunakan. Proses anabolik
maupun katabolik juga terjadi dalam jaringan di luar hati. Asam amino yang terdapat dalam
darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein
dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Banyaknya asam amino dalam darah
tergantung keseimbangnan antara pembentukan asam amino dan penggunaannya. Hati
berfungsi sebagai pengatur konsentrasi asam amino dalam darah.
Dalam tubuh, protein mengalami perubahan-perubahan tertentu dengan kecepatan
yang berbeda untuk tiap protein. Protein dalam darah, hati dan organ tubuh lain mempunyai
waktu paruh (half-time) antara 2,5 sampai 10 hari. Rata-rata tiap hari 1,2 gram protein per
kilogram berat badan diubah menjadi senyawa lain. Ada tiga kemungkinan mekanisme
pengubahan protein , yaitu (Poejdiadi, 1994):
1. Sel-sel mati, lalu komponennya mengalami proses penguraian atau katabolisme dan
dibentuk sel-sel baru
2. Masing-masing protein mengalami proses penguraian dan terjadi sintesis protein baru,
tanpa ada sel yang mati
3. Protein dikeluarkan dari dalam sel diganti dengan sinteis protein baru
Protein dalam makanan diperlukan untuk menyediakan asam amino yang akan
digunakan untuk memproduksi senyawa nitrogen yang lain, untuk mengganti protein dalam
jaringan yang mengalami proses penguraian dan untuk mengganti nitrogen yang telah
21
dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk urea. Ada beberapa asam amino yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu asam amino tersebut yang dinamakan
asam amino yang esensial, harus diperoleh dari makanan. Asam-asam amino esensial yang
dibutuhkan oleh manusia ialah histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, arginin, fenilalanin,
treonin, triptofan, dan valin. Kebutuhan akan asam amino esensial tersebut bagi anak-anak
relatif lebih besar daripada orang dewasa. Makanan yang mengandung protein hewani,
misalnya daging, susu, keju, telur, ikan dan lain-lain, merupakan sumber asam amino
esensial.
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan
edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan
berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme.
Bila diet cukup mengandung karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan
sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan
kejaringan otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin oleh hepar, yang kemudian berakibat timbulnya edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta- lipoprotein, sehingga transport
lemak dari hati terganggu, dengan akibat adanya penimbunan lemak dalam hati.
Pada kwashiorkor, terjadi kekurangan asupan protein dimana katabolisme protein
tidak dapat mengkompensasi. Akhirnya, terjadilah penurunan sintesis enzim dan protein
struktural serta kadar albumin serum. Penurunan sintesis protein struktural mengakibatkan
atropi pada otot. Selain itu, pembentukan rambut menjadi terganggu sehingga rambut
menjadi mudah rontok. Penurunan produksi enzim pencernaan dalam usus disertai atropi otot
usus halus mengakibatkan kegagalan penyerapan makanan dan menjadikan anak sulit makan.
Penurunan kadar albumin serum akan menurunkan tekanan osmotik pembuluh darah
sehingga cairan pada pembuluh darah akan tertarik keluar dan tertimbun dalam ruangan
jaringan ekstravaskular sehingga menimbulkan edema. Kekurangan protein pengangkut
seperti apoprotein yang mengikat lemak, mengakibatkan lemak tertimbun di dalam hati.
Penimbunan / perlemakan hati membuat hati menjadi besar / hepatomegali.
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat
terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara sedang
berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk
kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor marasmus.
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi energi protein yang ditimbulkan oleh
defisiensi protein yang berat. Ini ditandai dengan hambatan pertumbuhan, perubahan pada
pigmen rambut dan kulit, edema, pembesaran perut, imunodefisiensi, dan perubahan
patologik pada hati termasuk infiltrasi lemak, nekrosis dan fibrosis. Temuan lainnya adalah
apati secara mental, atrofi pankreas, gangguan saluran pencernaan, anemia, kadar albumin
serum yang rendah, dermatosis. Timbul bercak gelap yang menebal pada kulit ekstremitas
dan punggung yang dapat terkelupas, membentuk permukaan kulit merah muda yang hampir
telanjang.
Pencegahan kwashiorkor dapat dilakukan dengan memberikan makanan yang bergizi
seimbang yaitu makanan yang mengandung karbohidrat (seperti nasi, kentang, jagung),
makanan yang mengandung protein (telur, ikan ,daging, tahu, tempe, dll), makanan yang
mengandung vitamin dan mineral seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Setelah anak
disapih (berhenti menyusu), sebaiknya anak diperhatikan benar-benar asupan gizinya.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula
sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
memberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan. Dikarenakan anak
telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan makanan per
oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas
kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan.
4.2 Saran
----------
23
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Anonymous . 2008 . Gangguan Kesehatan Akibat Kurang Gizi. http://www.smallcrab.com/anak-anak/530-gangguan-kesehatan-akibat-kurang-gizi (Diakses tanggal 9 Maret 2012)
Anonymous. 2010 . Penyakit Disebabkan Kurang Protein . http://forum.detik.com/penyakit-disebabkan-dari-kekurangan-protein-t199178.html (Diakses tanggal 9 Maret 2012)
Anonymous. 2010 . Akibat Kekurangan Protein. http://kuliahdi.blogspot.com/2010/06/akibat-kekurangan-protein.html (diakses tanggal 9 Maret 2012)
Budianto. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta: Kedokteran EGC
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih bahasa : Andy Setiawan et al. Jakarta : EGC
Gaman. 1994 . Ilmu Pangan . Bandung : ITB Press
Guyton, Hall, 1997. Metabolisme dan Pengaturan Suhu Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta : EGC
Hamid, Abdul . 2005 . Biokimia Metabolisme Biomolekul . Bandung : Alfabeta
Indrawati, Ratna. 1982. Ilmu Kesehatan Anak. Modisco :Bull
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Sadewa, A.L. 2008.Makalah KEP. http://ayahaja.wordress.com diakses 9 Maret 2012
Sediaoetama, Ahmad Djaeni . 1985 . Faktor Gizi . Jakarta : Bhatara Karya
Sudarmaji, S . 1989 . Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Jakarta : Kedokteran EGC
Winarno, F.G . 1993 . Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta : Departemen Pendidikan
24