23

Click here to load reader

Management agribisnis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Management agribisnis

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lada ( Piper nigrum L. ) merupakan tanaman rempah- rempah yang sudah

lama di budidayakan di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Ghats-Malabar, India

dan di negara asalnya terdapat tidak kurang dari 600 jenis varietas, sementara itu

di Indonesia terdapat 40 jenis varietas. Tanaman ini dapat bertahan hidup lebih

kurang 15 tahun. Lada di kenal dengan sebutan The king of spice ( Raja rempah-

rempah ) telah menjadi mata dagang antar negara. (Wahid, 1996)

Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda tanaman lada pernah menjadi

komoditas ekspor utama, tercatat antara tahun 1930 – 1938 rata-rata ekspor

Indonesia meliputi 50.000 ton per tahun. Hingga saat ini lada merupakan

komoditas andalan ekspor bagi Indonesia. Lada merupakan produk tertua dan

terpenting yang diperdagangkan di dunia (Wahid dan Suparman 1986). Pada

tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton atau menduduki urutan

kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir

Lada Indonesia, 2004).

Produksi lada Indonesia mempunyai segmen pasar di dalam maupun luar

negeri. Pasar dalam negeri mampu menyerap 10 % dari total produksi lada

nasional. Sementara sisanya mampu di serap pasar dunia (luar negeri) dan

permintaan ini cenderung terus meningkat.

1

Page 2: Management agribisnis

1.2 Rumusan Makalah

Adapun rumusan makalah ini bedasarkan latar belakang diatas adalah

untuk mengetahui peran agribisnis produk lada dalam pembangunan

perekonimian di Indonesia .

1.3 Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan makalah diatas maka tujuan makalah ini adalah

untuk mengetahui peran agribisnis produk lada dalam pembangunan

perekonomian di Indonesia .

2

Page 3: Management agribisnis

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Lada

2.1.1. Taksonomi Tanaman Lada

Dalam klasifikasi tanaman, lada termasuk dalam famili Piperaceae. Famili

tersebut terdidri dari 10 – 12 marga dan 1.400 spesies yang bentuknya beraneka

ragam, seperti herba, semak, tanaman menjalar, hingga pohon-pohonan. Ciri yang

mendasar dari tanaman lada terletak pada malai bunga berporos tunggal, berdiri

sendiri, berputik lebih dari satu batang, berbuah tidak bertangkai, kelopak bunga

jantan tidak berdaging, kelopak bunga betina melekat pada poros malai dan

berdaun liat. (Rismunandar, 2007)

Klasifikasi tanaman lada adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum L.

3

Page 4: Management agribisnis

2.1.2. Morfologi

Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan yang memanjat. Namun

dari perkembangan terakhir, saat ini telah dihasilkan jenis lada perdu tanpa tiang

panjatan. Batangnya berbuku dengan tinggi mencapai 10 meter. Bila pemeliharaan

dilakukan dengan baik, tajuk dapat mencapai diamter 1,5 meter.

a. Akar

Lada termasuk anggota tanaman dikotil. Bijinya akan tumbuh membentuk

akar lembaga dan berkembang menjadi akar tunggang. Namun, saat ini akar

tunggang tidak banyak ditemukan pada tanaman lada karena pembiakannya

dilakukan dengan setek. Dengan demikian yang ada hanya akar lateral saja. Akar

lada akan terbentuk pada buku-buku di ruas batang pokok dan cabang.

Berdasarkan perannanya, akar lada dibagi menjadi dua jenis walaupun pada

dasarnya hanya satu jenis. Kedua akar tersebut ialah akar yang tumbuh dari buku

didalam tanah dan di atas tanah. Akar yang tumbuh dari buku didalam tanah akan

membentuk akar lateral dan berfungsi sebagai pengisap zat makanan ( feeding

roots ). Sementara akar yang tumbuh dari buku di atas tanah berfungsi sebagai

pelekat untuk menopang batang pokok dan menjalar pada tiang atau pohon

penunjang.

Akar lateral dengan akar serabut yang tebalnya sekitar 30 cm berada dadalam

lapisan tanah bagian atas ( top soil ), akar ini dapat masuk kedalam tanah 1 – 2

meter. Jumlah akar lateral rata-rata 10 – 20 buah dengan panjang 3 – 4 meter,

tergantung kesuburan tanah. Perakaran lada sangat sensitif terhadap genangan air

yang berkepanjangan.

4

Page 5: Management agribisnis

b. Batang

Tanaman lada memiliki satu batang pokok dengan dua macam cabang (

dimorphicy ). Cabang tersebut ialah cabang orthotropis ( vertikal ) dan cabang

plagiotropis ( horisontal ). Cabang orthotropis tumbuh membentuk kerangka

dasar pohon lada hingga berdiameter 4 - 6 cm, mengayu, dan beruas dengan

panjang rata-rata 5 - 12 cm. Sementara cabang plagiotropis dengan akar pelekat

terbentuk dari buku antar ruas yang pertumbuhannya agak membengkak. Dari

buku tersebut tumbuh sehelai daun dan kuntum yang selanjutnya tumbuh menjadi

cabang. Kedua jenis cabang tersebut akan membentuk percabangan.

c. Daun

Daun lada berbentuk bulat telur dengan pucuk meruncing, tunggal, bertangkai

panjang , dan membentuk aluran dibagian atasnya, berwarna hijau tua, bagian atas

berkilauan, dan bagian bawah pucuk dengan titik-titik kelenjar. Berdasarkan letak

tumbuhnya , bentuk daun lada beraneka ragam. Daun pada batang bagian atas

berbeda dengan daun pada batang bagian bawah.

d. Bunga

Bunga ( organum reproductivum ) berbentuk malai, agak menggelantung,

panjang 3 - 25 cm, tidak bercabang, berporos tunggal, dan terdapat sekitar 150

bunga kecil. Tumbuhnya berhadapan dengan daun dari cabang atau ranting

plagiotropis. Bunga lada dapat berupa uniseksual, yaitu monoecious ( berumah

satu ) dan dioecious ( berumah dua ). Monoecious berarti pada satu tanaman

terbentuk bunga betina dan bunga jantan secara terpisah. Bila bunga jantan dan

bunga betina berada dalam satu bunga ( berputik dan berbenang sari ) tanaman ini

5

Page 6: Management agribisnis

disebut hermaphrodit. Sementara dioecious berarti masing-masing bungan jantan

dan bunga betina berada terpisah pada pohon yang berlainan.

Bunga lada tumbuh dalam ketiak, kelopak berdaging, tidak bermahkota,

benang sari sebanayk 2 - 4 helai, berukuran panjang 1 mm, dan terletak di kanan-

kiri bakal buah.

e. Buah

Buah lada tidak bertangkai, berbiji tunggal, berbentuk bulat, berdiameter 4 – 6

mm, dan berdaging. Kulit buah lada berwarna hijau saat masih muda dan akan

berubah menjadi warna mearah setelah masak. Buah yang berkulit hijau akan

menjadi kehitaman setelah dijemur dibawah terik sinar matahari. Panjang mulai

buah dapat mencapai panjang maksimal 15 cm dan minimal 5 cm. Biji lada

berukuran rata-rata 3 - 4 mm. Embrionya sangat kecil. Berat 100 biji lada sekitar 3

- 8 gram dengan rata-rata berat normal buah 4,5 gram.

2.1.3. Syarat Tumbuh

Lada merupkan jenis tanaman tropis sehingga hanya dapat dikembangkan

di daerah tropis. Beberapa faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan lada harus diketahui supaya berhasil dalam pengembangannya.

Persyaratan tumbuh yang cocok utuk tanaman lada adalah sebagai berikut :

a. Iklim

Tanaman lada dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah

yang memiliki tipe iklim A, B dan C. Menurut Schmidt dan Ferguson, tipe A

merupakan iklim amat basah ( 0 – 1,5 bulan kering ), tipe B merupakan iklim

6

Page 7: Management agribisnis

basah ( 1,5 – 3 bulan kering ) dan tipe C iklim agak basah ( 3 - 4,5 bulan kering ).

Dengan Curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun, Suhu udara 20oC ( minimum )

hingga 34oC ( maksimum ) dengan kisaran suhu terbaik antara 20-27oC pada pagi

hari, 26-32oC pada siang hari dan 24-30oC pada sore hari, dan kelembaban udara

50% - 100%.

b. Lahan

Umumnya tekstur tanah yang diiningkan tanaman lada adalah liat berpasir.

Hingga saat ini penanaman lada masih terpusat di daerah Lampung, Pulau

Bangka, dan Kalimantan Barat dengan jenis dan sifat tanah yang berlainan.

Namun, umumnya lada tumbuh baik pada tanah podsolik, andosol, latosol, dan

granosol dengan tingkat kesuburan dan drainase yang baik. Drainase yang kurang

baik dapat mengakibatkan jamur tumbuh dan berkembang lebih cepat. Selain itu

jenis dan sifat tanah, pertumbuhan dan produktivitas lada dipengaruhi oleh

kedalaman air tanah. ( Rismunandar dan M.H. Riski, 2007 )

7

Page 8: Management agribisnis

III. PEMBAHASAN

Saat ini, lada sangat berperan dalam perekonomian Indonesia sebagai

penyumbang devisa tersebesar dari sektor perkebuanan setelah minyak kelapa

sawit, karet dan kopi, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri dalam negeri

dan konsumsi langsung. ( Anonymous, 2010 )

Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual

tersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama

Muntok white pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada

hitam (Yuhono 2005). Bahkan kedua jenis lada ini dipakai sebagai standar

perdagangan lada dunia. Sebagian besar pertanaman lada diusahakan dalam

bentuk perkebunan rakyat dengan pengelolaan yang tradisional, antara lain

penggunaan pupuk dan obat-obatan terbatas atau tidak sesuai anjuran, penggunaan

bibit asalan, dan pengelolaan hasil tidak higienis. Akibatnya, produksi dan

produktivitas yang dicapai rendah. Biji yang dihasilkan juga tidak bernas dan

berukuran kecil.

Sistem agribisnis lada mencakup berbagai kegiatan, meliputi subsistem

pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi, subsistem tata

niaga produk atau produk olahannya, serta subsistem pelayanan pendukung

seperti pemerintah, perbankan, dan lembaga pemasaran. Saragih ( 2001 )

menyebutnya sebagai subsistem agribisnis hulu, on farm, dan hilir. Subsistem

agribisnis lada bagian hulu mencakup beberapa kegiatan, antara lain pengadaan

8

Page 9: Management agribisnis

bibit, pupuk, pestisida, zat pengatur tumbuh, dan alat mesin pertanian. Subsistem

on farm merupakan kegiatan usahatani mulai dari pengolahan lahan hingga panen,

sedangkan subsistem agribisnis bagian hilir mencakup penyimpanan, pengolahan,

distribusi atau pemasaran, dan pembakuan mutu.

Pada setiap subsistem agribisnis tersebut terdapat berbagai permasalahan,

antara lain pengadaan sarana produksi belum efisien, bibit unggul dan pupuk sulit

di peroleh dan keberadaannya tidak tepat waktu, teknologi budidaya masih

konvensional, teknologi pengolahan kurang higienis, serta peran kelembagaan tani

dan pemasaran kurang mendukung ( Syafril, 2011 ).Oleh karena itu semua aspek

dalam kegiatan budidaya tanaman lada harus di perhatikan terutama peningkatan

kualitas maupun kuantitas bibit lada.

Bireuen merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten ini merupakan salah satu penghasil bibit

tanaman lada, namun tingkat produksinya masih sangat rendah. Rendahnya

tingkat produksi diakibatkan sistem budidaya pembibitan lada yang belum

intensif. Serta masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan

budidaya pembibitan lada. Petani yang melakukan usaha budidaya bibit lada

masih kurang dalam memahami pemasaran bibit lada yang di budidayakanya

untuk itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap pemasaran bibit lada.

9

Page 10: Management agribisnis

Pada tahun 2005 produksi lada Indonesia menduduki urutan kedua dunia

setelah Vietnam. Lada menyumbang devisa negara terbesar keempat untuk

komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Lada Indonesia

masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan, karena lahan yang

sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding negara

pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang

melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh. Namun, kenyataan di

lapang menunjukkan, sistem agribisnis lada menghadapi berbagai kendala,

kelemahan dan ancaman. Pada subsistem bagian hulu, harga sarana produksi

cukup tinggi serta prasarana jalan di daerah pengembangan belum baik. Pada

subsistem produksi (on farm), teknologi produksi yang diterapkan petani masih

konvensional dengan pola tanam sebagian besar monokultur. Sedangkan pada

subsistem hilir, pengolahan produk belum higienis, dan adanya ancaman dari

negara pesaing. Pada subsistem pendukung, kendalanya adalah peran

kelembagaan di tingkat petani sampai tingkat pemasaran belum berpihak kepada

petani.

Tulisan ini bertujuan untuk mencari strategi pengembangan sistem

agribisnis lada. Dengan pendekatan analisis SWOT (strengths, weaknesses,

opportunities, dan threats) diperoleh alternatif strategi pengembangan sistem

agribisnis lada melalui beberapa kebijakan, yaitu: 1) mengembangkan lada

melalui perluasan areal pada daerah yang sesuai dengan menggunakan teknologi

rekomendasi, 2) mempertinggi daya saing lada melalui peningkatan produktivitas

dan mutu hasil serta diversifikasi produk, dan 3) meningkatkan peran

10

Page 11: Management agribisnis

kelembagaan petani sampai dengan kelembagaan pasar dalam dan luar negeri.

Kata kunci: Lada, agribisnis, strategi, pengembangan

Lada merupakan komoditas andalan ekspor tradisional bagi Indonesia,

merupakan produk tertua dan terpenting yang diperdagangkan di dunia (Wahid

dan Suparman 1986). Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371

ton(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006) atau menduduki urutan

kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir

Lada Indonesia 2004; International Pepper Community 2004). Luas areal dan

produksi lada selama tahun 2000?2005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531

ha pada tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan produksi dari

69.087 ton pada tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun 2005 (Direktorat

Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006). Namun, ekspor cenderung menurun

rata-rata 9,60%/tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan2006).

Total ekspor lada dari negara-negara produsen pada tahun 2004 mencapai

230.625 ton. Dari total ekspor tersebut, Indonesia mengekspor 45.760 ton atau

sekitar 19,80%. Dilihat dari volume ekspor, masih terbuka peluang yang besar

bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor lada. Devisa negara dari ekspor lada

sekitar US$49,566 juta (International Pepper Community 2005). Selain sebagai

sumber devisa, usaha tani lada juga merupakan penyedia lapangan kerja dan

sumber bahan baku industri dalam negeri (Kemala 1996) dengan melibatkan

sekitar 312.619 kepala keluarga petani (Direktorat Jenderal Bina Produksi

Perkebunan 2006).

11

Page 12: Management agribisnis

Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual

tersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama

Muntok white pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada

hitam (Yuhono 2005).Sebagian besar (99%) pertanaman lada diusahakan dalam

bentuk perkebunan rakyat dengan pengelolaan yang tradisional, antara lain

penggunaan pupuk dan obat-obatan terbatas atau tidak sesuai anjuran, penggunaan

bibit asalan, dan pengelolaan hasil tidak higienis. Akibatnya, produksi dan

produktivitas yang dicapai rendah, rata-rata 468 kg/ha (Direktorat Jenderal Bina

Produksi Perkebunan 2006). Biji yang dihasilkan juga tidak bernas dan berukuran

kecil.

Sistem agibisnis lada mencakup berbagai kegiatan, meliputi subsistem

pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi, subsistem tata

niaga produk atau produk olahannya, serta subsistem pelayanan pendukung

seperti pemerintah, perbankan, dan lembaga pemasaran (Davis dan Goldberg

1957; Drillon, Jr. 1971; Lowney dan Erickson 1987 dalam Bunasor 1990).

Secara sederhana, Saragih (2001) menyebutnya sebagai subsistem agribisnis

bagian hulu, on farm, dan hilir. Subsistem agribisnis lada bagian hulu mencakup

beberapa kegiatan, antara lain pengadaan bibit, pupuk, pestisida, zat pengatur

tumbuh, dan alat mesin pertanian. Subsistem on farm merupakan kegiatan usaha

tani mulai dari pengolahan lahan hingga panen, sedangkan subsistem agribisnis

bagian hilir mencakup penyimpanan, pengolahan, distribusi atau pemasaran,

dan pembakuan mutu.

12

Page 13: Management agribisnis

Pada setiap subsistem agribisnis tersebut terdapat berbagai permasalahan,

antara lain pengadaan sarana produksi belum efisien, bibit unggul dan pupuk sulit

diperoleh dan keberadaannya tidak tepat waktu, teknologi budi daya masih

konvensional, teknologi pengolahan kurang higienis, serta peran kelembagaan tani

dan pemasaran kurang mendukung. Berdasarkan kekuatan, peluang, kelemahan

serta ancaman pada sistem agribisnis lada, dibutuhkan strategi untuk mengatasi

berbagai kendala tersebut. Melalui pendekatan analisis Strengths, Weaknesses,

Opportunities, dan Threats (SWOT) diharapkan diperoleh alternatif dan strategi

pengembangan sistem agribisnis lada.

Tulisan ini bertujuan untuk mendapatkan strategi yang cocok dalam

pengembangan sistem agribisnis lada.

ARTI EKONOMI LADA

Lada memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai

sumber devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan konsumsi

langsung. Devisa dari lada menempati urutan keempat setelah minyak sawit,

karet, dan kopi, dengan nilai ekspor US$221.089 juta (Direktorat Jenderal Bina

Produksi Perkebunan 2002). Lada merupakan bahan baku industri makanan siap

saji, obatobatan, kosmetik, dan lainnya. Di beberapa negara industri parfum yang

sudah maju seperti Perancis, ketergantungan pada lada sangat besar. Lada

digunakan pada berbagai makanan tradisional maupun masakan Eropa sebagai

penyedap (Winarno 2001).

13

Page 14: Management agribisnis

Lada juga berperan sebagai penggerak perekonomian di sentra-

sentraproduksi. Di Kecamatan Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara,

diperkirakan 33% sumber pendapatan sektor pertanian berasal dari lada (Mahmud

et al. 2003). Konsumsi lada di Indonesia rata-rata mencapai 60 g/kapita/tahun

(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Bila jumlah penduduk

Indonesia sekitar 220 juta, maka dalam setahun dibutuhkan 13.200 ton lada atau

19,60% dari produksinasional. Harga lada dalam negeri selama tahun 1990?2000

meningkat tajam. Pada tahun 1998, harga lada putih mencapai Rp60.000/kg

padahal tahun 1995?1996 hanya Rp15.000/kg. Harga lada hitam pada tahun 1998

mencapai Rp35.000/kg, dibandingkan tahun 1995?1996 yang hanya Rp10.000/kg

(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Peningkatan harga ini

terutama dipicu oleh kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pada tahun 2001,

harga lada cenderung menurun.

Pada tahun 2002, harga lada putih di tingkat petani berkisar antara

Rp15.000? Rp20.000/kg, dan harga lada hitam Rp10.000?Rp12.000/kg.

Penurunan harga lada dalam negeri tersebut merupakan refleksi dari turunnya

harga lada di pasar internasional, yaitu untuk lada putih turun dari Sin $1.183,74

menjadi Sin $863,70/100 kg dan untuk lada hitam dari Sin $362,50 menjadi Sin

$270/100 kg (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002;2003).

14

Page 15: Management agribisnis

15