26

Method of Tafsir

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Method of Tafsir
Page 2: Method of Tafsir

Al-Qur`ân adalah Kalam atau Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang pembacaannya merupakan suatu ibadah.

Definisi Tafsir•Secara etimologi, tafsir adalah penjelasan.•Secara terminologi, Tafsir adalah penjelasan yang bertujuan

untuk memberikan pemahaman tentang Al-Qur`ân, menjelaskan makna-maknanya, mengambil aturan-aturan hukumnya dan memahami alasan-alasan yang mendasarinya.

Page 3: Method of Tafsir

• Mengetahui – sesuai dengan kemampuan – maksud Allah yang terdapat di dalam syariat-Nya yang berupa perintah dan larangan, yang dengannya keadaan manusia menjadi lurus dan baik.

• Untuk mengetahui petunjuk Allah mengenai akidah, ibadah dan akhlak, agar individu dan masyarakat berhasil meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

• Untuk mengetahui aspek-aspek kemukjizatan yang terdapat di dalam Al-Qur`ân, sehingga orang yang mempelajari hal tersebut sampai kepada keimanan terhadap kebenaran risalah Nabi SAW.

• Untuk menyampaikan seseorang kepada derajat ibadah yang paling baik, sebab di dalam kajian tafsir tersebut seseorang akan giat membaca kalam Allah SWT.

Kegunaan Tafsir

Page 4: Method of Tafsir

METODE TAFSIR

I. Metode Tahlîlî atau tajzî'î adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur`ân dari seluruh aspeknya. Dalam aplikasinya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain.

Page 5: Method of Tafsir

Lanjutan...

Selain itu, penafsir membahas mengenai sabab al nuzul ( latar belakang turunnya ayat ) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash Al-Qur`ân tersebut.

Page 6: Method of Tafsir

Ditinjau dari segi kecenderungan para penafsir, Metode Tahlîlî ini dapat dibedakan kepada :

a. Tafsir bi al-Ma’tsur : penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadits Nabi SAW yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in. semakin jauh rentang zaman dari masa NAbi dan sahabatnya, maka pemahaman umat tentang makna-makna ayat Al-Qur`ân semakin bervariasi dan berkembang.

Periodisasi perkembangan tafsir bi al-ma’tsur ini terdapat dua periode :Pertama, periode lisan / periwayatan. Pada periode ini, para sahabat menukil atau mengambil penafsiran dari Rasulullah, atau oleh sahabat dari sahabat, atau oleh tabiin dari sahabat, dengan cara penukilan yang dapat dipercaya, teliti, dan memperhatikan jalur periwayatan.

Page 7: Method of Tafsir

Kedua, periode Tadwin (kodifikasi penulisan). Pada periode ini, tafsir bi al-ma’tsur, yang proses penukilannya pada periode pertama, dicatat dan dikodifikasikan. Pada mulanya kodifikasi tersebut dimuat di dalam kitab-kitab hadits. Setelah tafsir resmi menjadi disiplin ilmu yang otonom, maka ditulis dan terbitlah karya-karya tafsir yang secara khusus memuat tafsir bi al-ma’tsur lengkap dengan jalur sanad kepada Nabi SAW, sahabat, tabiin, dan tabi’ tabiin.

Contoh Kitab : - Jâmi al-bayân fi Tafsir Al-Qur`ân, karya Ibn Jarir al-Thabari

(w.310H). - Tafsir Al-Qur`ân al-‘Adhim, karya Ibn Katsir (w. 774 H).

Page 8: Method of Tafsir

2. Tafsir bi al-Ra’yi : penafsiran Al-Qur`ân dengan ijtihad, terutama setelah seorang penafsir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa Arab, sabab al-nuzul, nasikh-mansukh dan hal-hal lain yang diperlukan oleh lazimnya seorang penafsir.

Latar belakang :Tatkala ilmu keIslaman berkembang pesat, dimana para Ulama telah menguasai berbagai disiplin ilmu dan berbagai karya dari bermacam disiplin bermunculan, maka karya tafsir juga ikut bermunculan dengan pesatnya dan diwarnai oleh latar belakang masing-masing pengarangnya. Masing-masing mufassir mempunyai kecenderungan dan arah pembahasan tersendiri berbeda dengan yang lain; ada yang cenderung kepada aspek balaghah, aspek hukum syariah, aspek qiraat, dsb. Fenomena yang demikian terjadi karena seorang Ulama itu disamping sebagai penafsir sekaligus juga sebagai ahli bahasa, filosof, ahli falak, mutakallim, dsb.

Page 9: Method of Tafsir

Corak tafsir (bi al-ra’yi) ini diterima selama penafsir tersebut menjauhi beberapa hal berikut ini :- Menjauhi sikap terlalu berani menduga-duga kehendak Allah di dalam kalam-Nya, tanpa memiliki persyaratan sebagai penafsir.- Memaksa diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah untuk mengetahuinya.- Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu- Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan mazhab semata, dimana ajaran mazhab itu dijadikan dasar utama sementara tafsir itu sendiri dinomorduakan, sehingga terjadilah berbagai kekeliruan.- Menghindari penafsiran pasti (qath’i), dimana seorang penafsir mengklaim bahwa itulah satu-satunya maksud Allah. Contoh Kitab: -Lubâb al-Ta’wil fi Ma’âni al-Tanzil, karya al-khazin (w.741 H) -- Anwâr al-Tanzil wa Asrâr al-Ta’wil, karya al-Baidhawy (691 H).

Page 10: Method of Tafsir

3. Tafsir al-Shufi : menafsirkan Al-Qur`ân dengan menggunakan pendekatan tashawuf, baik tashawuf teoritis maupun tashawuf praktis.

Para penganut aliran tashawuf teoritis, mereka mencoba meneliti dan mengkaji Al-Qur`ân berdasar teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka berupaya maksimal untuk menemukan di dalam Al-Qur`ân tersebut, faktor-faktor yang mendukung teori dan ajaran mereka. Sehingga terkadang mereka tampak “berlebih-lebihan” di dalam memahami ayat-ayat dan penafsirannya sering keluar dari arti zhahir yang dimaksudkan oleh syara’ dan didukung oleh kajian bahasa. Contoh : al-Futuhât al-Makkiyah, karya Ibn Arabi.

Page 11: Method of Tafsir

Lanjutan...

Adapun tashawuf praktis, adalah tashawuf yang mempraktekkan gaya hidup zuhud dan meleburkan diri dalam ketaatan kepada Allah SWT. Para tokoh aliran ini menamakan tafsir mereka dengan al-tafsir al-Isyâri, yaitu menta’wil ayat-ayat, berbeda dengan arti zhahirnya, berdasar isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya tampak jelas oleh para pemimpin suluk, namun tetap dapat dikompromikan dengan arti zhahir yang dimaksudkan.

Contoh : - Tafsir Al-Qur`ân al-karim, karya al-Tusturi (w.383 H) - Haqâiq al-tafsir, karya al-Salami (w. 412 H)

Page 12: Method of Tafsir

4. Tafsir al-Fiqhi : menafsirkan Al-Qur`ân dengan menggunakan pendekatan fiqh.

Latar belakang :Para sahabat setiap menemukan kesulitan untuk memahami hukum yang dikandung oleh Al-Qur`ân langsung bertanya kepada Nabi, dan beliau langsung menjawab. Jawaban Rasulullah ini di satu pihak, adalah tafsir bi al-ma’tsur dan di pihak lain, sekaligus sebagai tafsir al-fiqhi. Sepeninggal Rasulullah, para sahabat langsung mencari keputusan hukum dari Al-Qur`ân dan berusaha menarik kesimpulan hukum syariah berdasarkan ijtihad; dan hasil ijtihad mereka ini disebut tafsir al-fiqhi. Demikian pula halnya yang terjadi di masa tabiin.

Contoh Kitab : - Ahkâm Al-Qur`ân, karya al-Jashshash (w.370 H)- Al-Jâmi li ahkâm Al-Qur`ân, karya al-Qurthuby (w.671 H)

Page 13: Method of Tafsir

5. Tafsir al-Falsafi : menafsirkan Al-Qur`ân dengan menggunakan pendekatan filsafat.

Latar belakang : Lahirnya berbagai corak tafsir di antaranya karena tersebarnya

dan bertemunya aneka budaya. Di tengah-tengah pesatnya perkembangan ilmu dan budaya ini, gerakan penerjemahan tumbuh dan giat dilaksanakan di masa Dinasti Bani Abbas. Berbagai sumber perbendaharaan ilmu digali, dan aneka literatur diterjemahkan, termasuk buku-buku filsafat karya para filosof Yunani.

Contoh : - Mafâtih al-Ghaib, karya Fakhr al-Razi (w. 606 H)

Page 14: Method of Tafsir

6. Tafsir al-Ilmi : menafsirkan Al-Qur`ân dengan menggunakan pendekatan Ilmu Pengetahuan (sains).

Latar belakang : Ajakan Al-Qur`ân adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di atas prinsip

pembebasan akal dan kemerdekaan berpikir. Al-Qur`ân menyuruh umat manusia memperhatikan alam. Allah SWT di samping menyuruh kita memperhatikan wahyu-Nya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar memperhatikan wahyu-Nya yang tampak, yaitu alam. Oleh karena itu, kita menemukan banyak ayat Al-Qur`ân yang diakhiri dengan kalimat afalâ ta’lamun, afalâ tatafakkarun, dsb.

Contoh Kitab : - Jawâhir Al-Qur`ân, karya al-Ghazali - Al-Jawhar, karya Tanthawi Jauhari.

Page 15: Method of Tafsir

7. Tafsir al-Adab al-Ijtima’i : menafsirkan Al-Qur`ân dengan mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur`ân secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Qur`ân tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Kemudian selanjutnya, penafsir berusaha menghubungkan nash-nash Al-Qur`ân – yang tengah dikaji – dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.

Contoh Kitab : - Tafsir al-Manâr, karya Rasyid Ridha (w.1345 H)- Tafsir al-Maraghi, karya Ahmad Musthafa al-Maraghi (1945 M)

Page 16: Method of Tafsir

Corak Penafsiran yang menggunakan metode tahlili

Tafsir AdabiIjtima’i

Tafsir ilmi

Tafsir falsafi

Tafsir Fiqhi

Tafsir Sufi

Tafsir birRa’yi

Tafsir bil Ma’tsur

MetodeTahlili

Page 17: Method of Tafsir

Metode tafsir selanjutnya...

II. Metode Ijmâlî adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`ân dengan cara mengemukakan makna global.

Dalam sistematikanya, mufassir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut. Makna yang diungkapkan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola-pola yang diakui oleh Jumhur ulama, dan mudah dipahami oleh semua orang. Dengan demikian, metode ini mengikuti cara dan susunan Al-Qur`ân yang membuat masing-masing makna saling berkaitan dengan lainnya.

Contoh Kitab : Tafsir Al-Jalâlain, karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi.

Page 18: Method of Tafsir

III. Metode Muqâran (perbandingan) adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-Qur`ân yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Metode ini dapat juga dilakukan dengan cara memperbandingkan sejumlah ayat-ayat Al-Qur`ân yang berbicara satu topik masalah, atau memperbandingkan ayat-ayat Al-Qur`ân dengan hadits-hadits Nabi yang secara lahiriah tampak berbeda.

Dalam hal ini, seorang mufassir / peneliti juga berusaha memperbandingkan arah dan kecenderungan masing-masing mufasir, dan menganalisis tentang apa gerangan yang melatarbelakangi seorang mufassir menuju arah dan memilih kecenderungan tertentu, sehingga si peneliti dapat melihat dengan jelas siapa di antara mufassir tersebut yang dipengaruhi oleh perbedaan mazhab, dan siapa yang bertendensi untuk memperkuat suatu mazhab.

Page 19: Method of Tafsir

Lanjutan...

Selanjutnya, peneliti juga akan menjelaskan bahwa di antara para mufassir tersebut ada yang sangat terpengaruh oleh spesialisasi ilmunya, sehingga kecenderungan masing-masing mufassir tampak jelas. Bagaimana seorang mufasssir itu misalnya, ada yang cenderung mengemukakan pembahasan tentang aspek i’rab dan balaghah, ada yang dipengaruhi oleh semangat Syi’ah, tashawuf, Mu’tazilah, Asy’ariyah; dan bagaimana pula suatu penafsiran itu sarat dengan ide-ide ilmu alam, teori-teor ilmiah, dan ide-ide filsafat.

Page 20: Method of Tafsir

IV. Metode Maudhu’i (tematik); Metode ini memiliki dua definisi :

Pertama, adalah Pembahasan mengenai satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, menjelaskan korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat.

Contoh : Surat Saba; surat ini diawali dengan menegmukakan pujian kepada

Allah SWT, dan membawa salah satu prinsip pendidikan yang berkaitan dengan soal pemilikan, cara penggunaan milik yang bijaksana, dan cara pengaturan yang seksama.

Page 21: Method of Tafsir

Kedua, adalah menafsirkan Al-Qur`ân dengan cara menghimpun semua ayat yang berbicara mengenai satu pokok masalah, walaupun tempat dan waktu serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, menghimpun ayat-ayat yang mempunyai satu makna dan menyusunnya di bawah satu judul bahasan, kemudian menafsirkannya secara tematik.

Page 22: Method of Tafsir

Latar Belakang :Kajian terhadap Al-Qur`ân adalah untuk

mengungkapkan kepada umat manusia segala syariat dan peraturan Al-Qur`ân yang berhubungan dengan kehidupan dan problema mereka, dan untuk menjelaskan kepada mereka segala hukum dan dasar-dasar yang menegaskan bahwa Al-Qur`ân itu mempunyai hubungan erat dengan masalah politik, sosial ekonomi, perilaku moral, dll sehingga umat manusia semakin menyadari dan merasakan bahwa Al-Qur`ân itu bersama mereka di dalam setiap situasi kehidupan dan mempunyai hukum yang jelas mengenai semua perilaku individu.

Page 23: Method of Tafsir

Langkah-langkah metode tafsir Maudhu’i (definisi 2) : a. Memilih atau menetapkan masalah Al-Qur`ân yang akan dikaji secara

tematik. b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang

ditetapkan, ayat Makkiyah dan Madaniyahc. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa

turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul.

d. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya

e. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (outline).

f. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin jelas

Page 24: Method of Tafsir

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertia serupa, mengkompromikan pengertian yang ‘am dan khash, antara muthlaq dan muqayyad, mensinkronkan ayat-ayat yang secara lahir tampak kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat. Contoh : - Tema Pokok Al-Qur`ân, karya Fazlur Rahman- Wawasan Al-Qur`ân, karya M. Quraish Shihab

Page 25: Method of Tafsir

Sumber :

• Abd. Al-Hayy al Farmawi, Metode Tafsir Maudhû'î, terj. Suryan A. Jamrah (al-Bidâyah fî Tafsir Maudhû'î), Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996.

• Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, Jakarta : Teraju, 2000.

Page 26: Method of Tafsir

TERIMA KASIHTERIMA KASIH