15
Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah Bahasa Indonesia Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M. SI Disusun oleh : Nama : Ria Widianti NPM : 14119214 Kelas E Program Studi Ekonomi Syari’ah Jurusan Syari’ah SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jurai Siwo Metro Tahun Pelajaran 2014/2015

Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

8 Oktober 2014

Citation preview

Page 1: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mandiri

Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu :

Imam Mustofa, M. SI

Disusun oleh :

Nama : Ria Widianti

NPM : 14119214

Kelas E

Program Studi Ekonomi Syari’ah

Jurusan Syari’ah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) Jurai Siwo Metro

Tahun Pelajaran 2014/2015

Page 2: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

1. Pengertian Morfologi

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk

bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap

golongan dan arti kata; atau: morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi

perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi

sematik.1

Morfologi atau morfemik adalah telaah morfem. Morfologi dapat dibagi

menjadi dua tipe analisis, yaitu :

a. Morfologi sinkronik

b. Morfologi diakronik

Morfologi sinkronik menelaah morfem-morfem dalam satu cakupan waktu

tertentu, baik waktu lalu maupun waktu kini. Pada hakikatnya, morfologi sinkronik

adalah suatu analisis linear, yang mempertanyakan apa-apa yang merupakan

komponen leksikal dan komponen sintaktik kata-kata, dan bagaimana cara

komponen-komponen tersebut menambahkan, mengurangi atau mengatur

kembali dirinya di dalam berbagai ragam konteks. Morfologi sinkronik tidak ada

sangkut-pautnya atau tidak menaruh perhatian pada sejarah atau asal-usul kata

dalam bahasa kita.

Morfologi diakronik menelaah sejarah atau-asal usul kata dan

mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata ini berbeda dengan

pemakaian kata pada masa lalu.

Secara singkat yang menjadi garapan mirfologi sinkronik adalah :

a. Morfem leksikal dan morfem sintaktik

b. Morfem bebas dan morfem terikat

c. Morfem dasar dan morfem imbuhan

Dan yang menjadi garapan morfologi diakronik adalah :

a. Aneka proses etimologis

a) Analogi

b) Permajemukan

c) Reduplikasi

d) Derivasi

e) Formasi surut

1 Prof. DR. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Morfologi (Bandung : Angkasa, 1985) ha l. 4

Page 3: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

f) Kreasi dasar

g) Penyingkatan

b. Aneka arah perubahan etimologis, yang mencakup :

a) Deteriorasi

b) Elevasi

c) Spesialisasi

d) Kongkretisasi

e) Ekstensi

f) Metaforisasi

g) Radiasi2

2. Morfem dan Kata

Mengenai morfem dan kata ini, seorang ahli bahasa Indonesia

mengatakan bahwa “morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil; satuan

gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya” dan kata ialah

satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain setiap satuan bebas

merupakan kata”. Kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan fonologik

dan satuan gramatik. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau

beberapa morfem.3

3. Jenis-jenis Morfem

Morfem-morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan :

(a) kemungkinannya sebagai kata,

(b) kedudukannya dalam pembentukan kata,

(c) banyaknya alomorf,

(d) proses morfemis,

(e) jenis fonem yang menyusunnya, dan

(f) macam maknanya.

2 Heatherington; Madelon E, How Language Works (Cambridge, Massachusetts: Winthrop Publishers, Inc. 1980) ha l . 52-60. 3 Ramlan, Morfologi, Sauatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta : CV. Karyono, 1983) hal. 26-28.

Page 4: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Berikut ini hasil klasifikasi tersebut masing-masing dipaparkan.

a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat

Menurut kemungkinannya sebagai kata, morfem-morfem dapat dibagi

menjadi dua jenis, yaitu morfem bebas (free morpheme) dan morfem terikat

(bound morpheme). Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri

sebagai kata, sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri

sendiri sebagai kata, tetapi selalu dirangkaikan dengan satu morfem atau lebih

yang lain menjadi satu kata. Yang termasuk morfem bebas misalnya {orang},

{mata}, {datang}, dan {tidur}, sedangkan yang termasuk morfem terikat misalnya

{ber-}, {meng-}, {di-}, {temu}, {juang}, dan {ajar}.

b. Morfem Dasar dan Morfem Imbuhan

Menurut kedudukannya dalam pembentukan kata, morfem-morfem

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu morfem dasar dan morfem imbuhan.

Morfem dasar adalah morfem yang dileburi morfem lain dalam pembentukan

kata. Menurut Verhaar (1996:99), morfem dasar ini terdiri atas tiga jenis, yaitu :

a) Morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contohnya

adalah {do} dalam undo dan {hak} dalam berhak;

b) Morfem akar adalah morfem dasar yang berbentuk terikat. Agar

menjadi bentuk bebas, morfem ini akan harus mengalami

pengimbuhan. Misalnya infinitif verbal Latin amare ‘mencintai’

memiliki akar {am-} dan akar {am-} itu selamanya membutuhkan

imbuhan (misalnya imbuhan “infinitif aktif” {-are} dalam kata

amare) untuk menjadi bentuk bebas, artinya, {am-} plus klitik

tidak akan menghasilkan bentuk bebas, dan pemajemukan

dengan {am-} juga tidak mungkin.

c) Morfem pradasar ialah bentuk yang membutuhkan peng-

imbuhan, pengklitikan, atau pemajemukan untuk menjadi bentuk

bebas. Misalnya, morfem {:ajar} berupa pradasar (yang dalam

hal ini pradasar itu dilambangkan titik dua (:) di depan bentuk

yang bersangkutan). Morfem itu dapat menjadi bebas melalui

pengimbuhan (misalnya dalam mengajar, belajar, dan

sebagainya), dapat juga melalui pengklitikan (misalnya dalam

Page 5: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

kami ajar, saya ajar, dan lain-lain yang serupa), dan dapat juga

dengan pemajemukan (misalnya dalam kurang ajar).

Morfem imbuhan adalah morfem yang dalam pembentukan kata berfungsi

sebagai imbuhan. Yang perlu diketahui adalah semua morfem imbuhan

merupakan morfem terikat (Verhaar, 1981:53). Morfem imbuhan itu tidak dapat

menjadi dasar atau asal dalam pembentukan kata. Misalnya, morfem {ber-} dan

{ke-an} dalam kata berkesudahan merupakan morfem imbuhan.

Morfem imbuhan dapat berupa afiks dan klitik. Afiks adalah morfem

imbuhan yang dapat diimbuhkan di awal (yang disebut prefiks atau awalan),

tengah (yang dinamai infiks atau sisipan), akhir (yang dinamai sufiks atau

akhiran), serta awal dan akhir (yang dinamai konfiks atau imbuhan gabung) mor-

fem dasar. Dalam kata membeli, gerigi, mainan, dan keadaan, misalnya, morfem

{meN-}, {-er}, {-an}, dan {ke-an} merupakan morfem imbuhan yang berupa afiks.

Klitik adalah morfem imbuhan yang diimbuhkan di awal atau akhir morfem

dasar. Klitik yang diimbuhkan di awal morfem dasar disebut proklitik, sedangkan

yang diimbuhkan di akhir morfem dasar dinamai enklitik. Dalam kata kubawa dan

bukuku, misalnya, morfem {ku-} dan {-ku} merupakan imbuhan yang berupa klitik.

c. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

Khusus dalam hal morfem terikat, entah imbuhan, akar, atau pradasar,

dapat berupa morfem utuh (continous morpheme) dan morfem terbagi (dis-

continous morpheme). Morfem utuh terdapat bila bentuknya tidak diantarai oleh

unsur lain, dan morfem terbagi terdapat apabila bentuknya dibagi menjadi dua

atau lebih bagian yang berjauhan (Verhaar, 1981:53). Morfem {ber-}, {memper-},

dan {diper-}, misalnya, merupakan morfem utuh, sedangkan morfem {ke-an},

{ber-an}, dan {ber-kan}, misalnya, merupakan morfem terbagi.

d. Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental

Morfem dapat dibedakan menjadi morfem segmental dan morfem

suprasegmental. Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem

segmental. Morfem segmental itu misalnya morfem {ke-an}, {-in-}, dan {sambung}

dalam kata kesinambungan. Morfem suprasegmental adalah morfem yang terjadi

Page 6: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

dari fonem suprasegmental. Morfem suprasegmental itu dapat disebut pula

dengan istilah morfem nonsegmental. Morfem suprasegmental itu dapat dijumpai

dalam bahasa-bahasa nada, misalnya bahasa Ngbaka, bahasa Sudan di Congo

Utara. Menurut Nida (yang dikutip Kentjono, 2005:147), verba dalam bahasa

Ngbaka selalu disertai penunjuk kala yang berupa morfem suprasegmental:

No. Kala kini Kala lampau Kala nanti Imperatif makna

1 À Ä â Á menaruh

2 wà Wä wâ wÁ membersihkan

3 sà Sä sâ sÁ memanggil

e. Morfem Leksikal dan Morfem Gramatikal

Morfem dapat pula dibedakan menjadi morfem leksikal dan morfem

gramatikal. Morfem leksikal adalah morfem yang memiliki makna leksikal, seperti

misalnya {meja}, {kursi}, {jalan}, dan sebagainya. Morfem yang memiliki makna

gramatikal disebut morfem gramatikal, misalnya {ber-}, {-i}, dan sebagainya.

f. Morfem Zero

Selain jenis-jenis morfem yang dipaparkan di atas, masih ada satu

jenis morfem lagi, yaitu morfem zero. Morfem zero itu dapat disebut pula

morfem nol. Simbol morfemis morfem zero atau nol itu adalah {ø}. Morfem zero

adalah morfem yang tidak diwujudkan dengan fonem. Contohnya adalah

pemluralan dalam bahasa Inggris sheep [tunggal]: sheep [plural]. Struktur

morfemis bentuk tunggalnya adalah monomorfemis sheep dan bentuk pluralnya

adalah {sheep} + {[morfem plural] ø} (Verhaar, 1996:102).

4. Morfem, Morf, dan Alomorf

Morfem berwujud abstrak (Verhaar, 1981:57). Keabstrakan morfem itu,

misalnya, kelihatan jelas dalam pranalisasi (yang dilambangkan dengan N

kapital) dalam prefiks {meN-}. Dalam pemakaian, lambang N kapital itu berubah

menjadi /mәŋ-/ (misalnya dalam kata menggunakan /mәŋgunakan/), /mәm-/

(misalnya dalam kata membeli /mәmbәli/), /mәŋә-/ (misalnya dalam kata

mengecat /mœNœcat/), /mәñ-/ (misalnya dalam kata mencari /mәñcari/), /mәn-/

(misalnya dalam kata menangis /mәnaNis/), dan /mә-/ (misalnya dalam kata

Page 7: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

melarang /mœlaraN/). Dari pemakaian morfem {meN-} itu dapat diketahui bahwa

morfem bersifat abstrak. Morfem harus dikenali lewat realisasi (atau pemakaian)

konkretnya. Realisasi konkret itu disebut alomorf. Misalnya realisasi konkret

morfem {meN-} adalah /mәŋ-/, /mәm-/, /mәŋә-/, /mәñ-/, /mәn-/, dan /mә-/.

Morf adalah salah satu bentuk alomorfemis dari suatu morfem yang dipilih

untuk mewakili bentuk konkret morfem. Hanya, bentuk yang dipilih itu dianggap

mewakili secara konkret morfem yang bersangkutan (lih. Verhaar, 1981:57).

Contoh : 1) Jual (morfem) menjual (n = alomorf) menjual (morf)

2) Garuk (morfem) menggaruk (ng = alomorf) menggaruk (morf)

5. Proses Morfemis

Proses morfemis adalah proses pembentukan kata dengan pengubahan

morfem dasar tertentu yang berstatus morfem leksikal dengan alat pembentuk

yang juga berstatus morfem, tetapi dengan kecenderungan bermakna gramatikal

dan bersifat terikat. Morfem-morfem yang dipakai untuk proses itu adalah afiks

(affix), klitik (clitic), modifikasi internal (internal modification), reduplikasi

(reduplication), dan komposisi (compound).

a. Afiks

Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dilekatkan

pada morfem dasar akan mengubah makna gramatikal morfem dasar (lih.

Kridalaksana, 2001:3). Berdasarkan letaknya dalam kata, afiks dapat dibedakan

menjadi enam jenis, yaitu :

a) Prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar,

misalnya ber-, me-, di-, ter-, se-, dan sebagainya;

b) Infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem

dasar, misalnya -in-, -em-, dan sebagainya;

c) Interfiks (interfix) adalah afiks yang muncul di antara dua morfem

dasar, misalnya -o- dalam jawanologi, galvologi, dan tipologi;

d) Sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar,

misalnya -s, -al, -an, dan sebagainya;

e) Konfiks (confix) atau sirkumfiks (circumfix) adalah gabungan dua

afiks yang sebagian diletakkan di awal dan sebagian yang lain di

Page 8: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

akhir morfem dasar, misalnya ke-an, ber-kan, per-an, dan

sebagainya; dan

f) Transfiks (transfix) adalah afiks terbagi yang muncul tersebar di

dalam morfem dasar, misalnya dalam bahasa Arab, a-a-a, a-i-a, a-

u-a ‘persona ketiga, jantan, perfektum’ muncul dalam morfem

dasar k-t-b, sy-r-b, h-s-n menjadi kataba ia menulis’, syariba ‘ia

minum’, hasuna ‘ia bagus’ (Kridalaksana, 2001:218; Bauer,

1988:24).

b. Klitik

Klitik tidak sama dengan afiks. Klitik juga merupakan morfem terikat,

tetapi tidak memiliki perilaku seperti afiks. Perilaku klitik adalah:

a) Dapat dilekatkan pada bermacam-macam jenis kata (lih. Verhaar,

1981:62), tetapi tidak menjadi penentu ciri khas dari jenis kata

tertentu;

b) Memilik makna leksikal4;

c) Apabila dilekatkan pada morfem dasar, tidak pernah mengalami

perubahan bentuk;

d) Dapat menduduki fungsi sintaktis tertentu di dalam frasa atau

kalimat;

e) Tidak mengubah golongan kata yang dilekati;

Berdasarkan letaknya di dalam kata, klitik dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu proklitik (proclitic) dan enklitik (enclitic). Proklitik adalah klitik yang

ditambahkan pada awal kata, misalnya ku- dan kau- pada kuambil dan kauambil,

sedangkan enklitik adalah klitik yang diletakkan di akhir kata, misalnya -mu dan -

ku dalam bukumu dan bukuku.

4 Ramlan, Morfologi, Suatu Tujuan Deskriptif (Yogyakarta: CV. Karyono , 2001) hal. 57

Page 9: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

c. Modifikasi Internal

Modifikasi internal menyangkut perubahan internal di dalam kata.

Perubahan internal itu biasanya berupa perubahan vokal sehingga modifikasi

internal biasa pula disebut modifikasi vokal (vowel modification). Perubahan

vokal yang dimaksud tentu saja yang mengubah makna kata. Bandingkanlah

perubahan vokal dalam kata mondar-mandir dan sing – sang – sung. Perubahan

vokal dalam mondar-mandir tidak mengubah apa-apa karena dalam bahasa

Indonesia tidak dijumpai mondar atau mandir sehingga perubahan vokal dalam

mondar-mandir itu bukanlah morfem, tetapi dalam sing – sang – sung, per-

ubahan vokal itu mengubah makna sehingga perubahan vokal dalam sing – sang

– sung itu dapat disebut morfem, ialah morfem terikat.

d. Reduplikasi

Reduplikasi, yang biasanya dilambangkan dengan {R}, juga

merupakan morfem, yaitu morfem terikat, karena mengubah makna gramatikal

kata. Menurut Ramlan, reduplikasi dapat dibedakan menjadi empat golongan,

yaitu:

a) Reduplikasi seluruh ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tanpa

perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses

pembubuhan afiks, misalnya sepeda dalam sepeda-sepeda dan

buku dalam buku-buku;

b) Reduplikasi sebagian ialah reduplikasi sebagian dari morfem

dasarnya, misalnya pertama menjadi pertama-tama dan berapa

menjadi beberapa;

c) Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks

ialah reduplikasi yang terjadi bersama-sama dengan proses

pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu

fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan, hitam menjadi

kehitam-hitaman; dan

d) Reduplikasi dengan perubahan fonem misalnya gerak menjadi

gerak-gerik, serba menjadi serba-serbi,dan sebagainya.5

5 Ramlan, Morfologi, Suatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta: CV. Karyono, 2001) hal. 69-76.

Page 10: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

e. Komposisi

Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem untuk

menghasilkan satu kata. Kata yang dihasilkan lewat proses komposisi disebut

kompositum atau kata majemuk. Menurut Kridalaksana (1989:109-110),

kompositum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Ketaktersisipan; artinya di antara komponen-komponen

kompositum tidak dapat disisipi apa pun. Bulan warna adalah

kompositum karena tidak dapat disisipi apa pun, sedangkan alat

negara merupakan frasa karena dapat disisipi partikel dari menjadi

alat dari negara.

b) Ketakterluasan; artinya, komponen kompositum itu masing-masing

tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi

kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya

sekaligus. Misalnya kompositum kereta api dapat dimodifikasikan

menjadi perkeretaapian.

c) Ketakterbalikan; artinya, komponen kompositum tidak dapat di-

pertukarkan. Gabungan seperti bapak ibu, pulang pergi, dan lebih

kurang bukanlah kompositum, melainkan frasa koordinatif karena

dapat dibalikkan (gabungan kata semacam itu memberi

kesempatan kepada penutur untuk memilih mana yang akan

didahulukan). Konstruksi seperti arif bijaksana, hutan belantara,

bujuk rayu bukanlah frasa, melainkan kompositum.

f. Derivasi dan Infleksi

Derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan

identitas morfemis yang lain, sedangkan infleksi adalah perubahan morfemis

dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan. Contoh

untuk infleksi adalah perubahan morfemis dari pemuda menjadi pemuda-pemuda

dan untuk derivasi misalnya perubahan gunting menjadi menggunting.

Perubahan dari pemuda menjadi pemuda-pemuda tidak mengubah identitas

leksikal morfem dasar pemuda. Artinya, baik pemuda maupun pemuda-pemuda

sama-sama merupakan nomina dan perbedaan antarkeduanya hanyalah pada

maknanya: pemuda bermakna ’tunggal’, sedangkan pemuda-pemuda bermakna

’jamak’.

Page 11: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Berbeda halnya dengan perubahan morfem dasar gunting menjadi

menggunting. Ternyata, penambahan {meN-} pada gunting menjadi menggunting

mengubah identitas gunting yang semula nomina menjadi verba.

g. Produktivitas

Morfem ada yang produktif dan tidak produktif. Morfem dikatakan

produktif apabila dapat diterapkan pada konstituen yang tidak lazim, atau belum

pernah, mengalaminya dan dikatakan tidak produktif apabila tidak dapat

diterapkan pada konstituen yang belum pernah mengalaminya. Misalnya, morfem

{meN-} merupakan morfem imbuhan yang produktif karena dapat melekat pada

morfem dasar yang belum pernah dilekati seperti dunia menjadi mendunia.

6. Deretan Morfologik

Suatu daftar atau deretan yang memuat kata-kata yang berhubungan baik

dalam bentuk maupun makna disebut deretan morfologik. Agar kita mengetahui

apakah suatu kata terdiri dari satu morfem atau lebih, maka kita harus

memperbandingkan kata-kata tersebut dengan kata-kata lain dalam deretan

morfologik. Perhatikan contoh berikut!

Berdatangan

Kedatangan

Pendatang

Mendatangkan

Didatangkan

Mendatangi

Didatangi

Datangkan

Datang

Berdasarkan perbandingan kata-kata yang tertera dalam deretan

morfologik di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa morfem datang merupakan

unsur yang terdapat pada setiap anggota deretan morfologik itu, sehingga dapat

dipastikan bahwa :

Kata berdatangan terdiri dari morfem datang dan morfem ber – an

Kata kedatangan terdiri dari morfem datang dan morfem ke – an

Page 12: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Kata pendatang terdiri dari morfem datang dan morfem peN-

Kata mendatangkan terdiri dari morfem-morfem meN-, datang, dan –kan

Kata didatangkan terdiri dari morfem-morfem di-, datang, dan –kan

Kata mendatangi terdiri dari morfem-morfem meN-, datang, dan –i

Kata didatangi terdiri dari morfem-morfem di-, datang, dan –i

Kata datangkan terdiri dari morfem-morfem datang dan -kan

Dengan adanya deretan morfologik ini kita bisa menemukan unsur pokok

(contoh: morfem datang) sekaligus dapat kita lihat dengan jelas kata-kata

(berimbuhan) yang dapat diturunkan dari morfem (datang) tersebut.

7. Pengenalan Morfem

Bagaimana cara mengenal morfem dengan mudah? Prof. Ramlan telah

memberikan jawaban yang sangat baik dan terperinci atas pertanyaan yang

dikemukakan di atas. Beliau telah mengemukakan enam prinsip yang saling

melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem itu.6

Adapun keenam prinsip pengenalan morfem yang beliau kemukakan

adalah :

1) Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal

atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem.

Contoh : tertulis, terbuat, terambil, termakan, terminum, terbawa,

terbeli, dan teringat.

Dari contoh-contoh di atas terlihat dengan jelas bahwa satuan ter-

merupakan satu morfem kerena memiliki struktur fonologik dan arti

leksikal yang sama.

2) Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda

merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti

leksikal atau arti gramatik yang sama asal perbedaan itu dapat

dijelaskan secara fonologik.

Contoh : menjahit, membeli, menyalin, menggendong, mengecat, dan

melamar.

6 Ramlan, Morfologi, Sauatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta : CV. Karyono, 1983) hal. 30-38

Page 13: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Dari contoh-contoh tersebut dapat kita ketahuin bahwa satuan-satuan

men-, mem-, meny-, meng-, menge-, dan me- mempunyai arti

gramatik yang sama yaitu menyatakan tindakan aktif, tertapi struktur

fonologiknya berbeda.

Satuan-satuan men-, mem-, meny-, meng-, menge-, dan me- adalah

alomorf dari morfem meN-, oleh karena itu semua satuan itu

merupakan satu morfem.

3) Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda,

sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik,

masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti

leksikal yang sama, dan mempunyai distribusi komplementer.

Contoh : beralih, berbaring, bersua, belajar, bersandar, bekerja, dan

berjuang.

Dari contoh-conth di atas dapat kita ketahui bahwa terdapat satuan-

satuan ber-, be-, dan bel-.

Berdasarkan prinsip 2, jelas bahwa ber- dan be- merupakan satu

morfem, karena perbedaan struktuk fonologiknya dapat dijelaskan

secara fonologik. Tetapi bagaimana dengan bel- yang (hanya)

terdapat pada belajar? Walaupun bel- mempunyai struktur fonologik

yang berbeda, dan perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara

fonologik, tetapi mempunyai arti gramatik juga distribusi

komplementer yang sama dengan morfem ber-.

Dengak kata lain, bel- merupakan alomorf morfem ber-. Oleh karena

itu maka satuan satuan bel- dapat dianggap sebagai satu morfem.

Perlu dicatat bahwa morfem bel- ini termasuk morfem yang

improduktif dalam bahasa Indonesia.

4) Apabila dalam deretan struktur suatu satuan berparalel dengan suatu

kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, disebut

morfem zero.

Contoh : (1) Ibu menggoreng ikan.

(2) Ibu menyapu halaman.

(3) Ibu minum teh.

(4) Ibu makan nasi.

(5) Ibu masak rendang.

Page 14: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Kelima kalimat di atas berstruktur S(ubyek), P(redikat), dan O(byek).

Predikatnya berupa kata verbal yang transitif, yang pada kalimat (1)

dan (2) ditandai oleh adanya meN-, sedangkan pada kalimat (3), (4),

dan (5) kata verbal transitif itu ditandai oleh kekosongan atau tidak

adanya meN-. Kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut

morfem zero.

5) Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama

mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem

yang berbeda.

Contoh : (1) Widi menanam kembang.

(2) Bunga itu telah kembang.

Pada kalimat (1) kembang berarti bunga dan pada kalimat (2)

kembang berarti mekar. Oleh karena itu kedua kata kembang itu

merupakan morfem yang berbeda walaupun memiliki struktur

fonologik yang sama. Mengapa? Karena arti leksikalnya berbeda.

6) Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.

Contoh :

a) Berharap : terdiri dari morfem ber- dan harap.

b) Harapan : terdiri dari mofem harap dan –an.

c) Simpang siur dan gelap gulita

Satuan gulita hanya terdapat pada gelap gulita, dan satuan

siur hanya terdapat pada simpang siur.

Satuan gelap dan satuan simpang masing-masing merupakan

morfem tersendiri. Satuan gulita dan satuan siur pun

merupakan morfem tersendiri.

Satuan morfem yang hanya dapat berkombinasi dengan satu

morfem saja kita sebut morfem unik, morfem yang tidak ada

duanya, hanya satu-satunya, yang tidak ada bandingannya.

Page 15: Morfem dan Proses Morfemis dalam Bahasa Indonesia

Daftar Pustaka

Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Morfologi (Bandung : Angkasa,

1985)

Heatherington, Madelon E, 1980, How Language Works

(Cambridge, Massachusetts: Winthrop Publishers, Inc.)

Ramlan, 1983, Morfologi, Sauatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta:

CV. Karyono)

Ramlan, 2001, Morfologi, Suatu Tujuan Deskriptif (Yogyakarta: CV. Karyono)