Upload
z-hakim-hasfi
View
634
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TEKNOLOGI PEPANENAN AIR HUJAN ALTERNATIF SUMBER AIR BERSIH DAN MENCEGAH BANJIR DI IBU KOTA
PAPER
OLEH: ZAINUL HAKIM
130301040 AGROEKOTEKNOLOGI IB
LABORATORIUM PENGELOLAAN TANAH DAN AIR
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
TEKNOLOGI PEMANENAN AIR HUJAN ALTERNATIF SUMBER AIR BERSIH DAN MENCEGAH BANJIR DI IBU KOTA
PAPER
ZAINUL HAKIM 130301040
AGROEKOTEKNOLOGI IB
Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Komponen Penilaian Praktikum di Laboratorium Pengelolaan Tanah dan Air Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Diperiksa Oleh: Asisten Korektor
( SANTI ) NIM. 120301092
LABORATORIUM PENGELOLAAN TANAH DAN AIR
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana
atas berkat dan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari paper ini adalah “Teknologi Pemanenan Air Hujan
Alternatif Sumber Air Bersih Dan Mencegah Banjir di Ibu Kota” yang
merupakan salah satu syarat untuk memenuhi komponen penilaian Praktikum di
Laboratorium Pengelolaan Lahan dan Air Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
dosen mata kuliah Pengelolaan Tanah dan Air yaitu Ir. Sarifuddin, M.P.,
Ir. M. Majid Damanik, M.Sc., Dr. Ir. Hamidah Hanum, M.P.,
Ir. Alida Lubis, M.S., serta abang dan kakak asisten Laboratorium Pengelolaan
Tanah dan Air yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dalam penyempurnaan laporan ini.
Medan, November 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................. 1 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3 Kegunaan Penulisan .................................................................................... 3
TEKNOLOGI PEMANENAN AIR HUJAN ALTERNATIF SUMBER AIR BERSIH DAN MENCEGAH BANJIR DI IBU KOTA Prinsip Pemanenan Air Hujan .................................................................... 4 Syarat Kondisi Panen Air Hujan ................................................................. 7 Macam-macam Cara Panen Air Hujan ....................................................... 10 ` Teknologi Pemanenan Air Hujan Alternatif Sumber Air Bersih dan
Mencegah Banjir di Ibu Kota ...................................................................... 17 KESIMPULAN ................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh industrialisasi,
urbanisasi, peningkatan pertanian, dan pola penggunaan air bersih mengakibatkan
terjadinya krisis air, dimana (1) saat ini sekitar 20% penduduk dunia mengalami
kekurangan air bersih, (2) pencemaran air diperkirakan berdampak pada kesehatan
1,2 milyar penduduk dunia dan mengakibatkan 15 juta kematian pada anak-anak,
(3) penggunaan air tanah yang berlebihan menghasilkan penurunan muka air
tanah dan mengakibatkan intrusi air laut, (4) manusia cenderung bergantung pada
sumber air yang tercemar sebagai sumber air baku, (5) permasalahan air menjadi
isu nasional maupu internasional di banyak negara di dunia (Yulistyorini, 2011)
Pengelolaan sumberdaya air yang selalu melahirkan kekhawatiran
masyarakat dan pemerintah setiap musim hujan datang adalah ancaman banjir.
Perubahan tataguna lahan, semakin terbatasnya kemampuan saluran drainase kota
dalam menerima limpasan air hujan ditambah dengan prilaku masyarakat yang
menjadikan saluran air atau sungai sebagai tempat pembuangan sampah serta
akibat dampak dari perubahan iklim global semakin memperberat upaya
pengendalian banjir di wilayah ibu kota ini (Harsoyo,2011).
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dan tidak
tergantikan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya. Satu orang setidaknya membutuhkan minimum 2 liter air bersih dan sehat
sebagai pemenuhan fungsi metabolisme tubuhnya. Di samping itu, air juga
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan mendasar yang lainnya. Karena begitu
penting dan berharganya, setiap orang mempunyai hak untuk dapat memperoleh
2
air. Namun Permasalahan yang sering terjadi dan dialami disluruh dunia dan
indonesia adalah kelangkaan air bila kemarau panjang terjadi. Dan disisi lain
ketika musim hujan terjadi kelebihan air yang tidak dapat tertampung dalam
badan air yang ada pada sungai, danau, situ, waduk buatan, sehingga meluap
menjadi banjir. Dua kondisi ini yang sering bertentangan tetapi dapat di rmanfaat
bila ditangani secara terpadu dan bersinergi (mengingat begitu besarnya potensi
sumberdaya air yang terbuang percuma menuju ke laut lepas). Permasalahan ini
meningkatkan kesadaran dan kepedulian akan perlunya upaya bersama dari
seluruh komponen bangsa dan bahkan dunia untuk memanfaatkan dan
melestarikan sumberdaya air secara berkelanjutan ( Sari, 2011).
Air merupakan salah satu kebutuhan utama untuk mkebutuhan manusia
dan pertumbuhan tanaman yang sehat. Akan tetapi di daerah iklim arid dan semi-
arid, kekurangan auir sering terjadi akibat kurangnya curah hujan. Di daerah
seperti ini, laju evapoprasi yang tinggi selama musim tanaman juga lazim terjadi.
Hujan di daerah-daerah iklim (semi-)arid, biasanya berupa hujan lebat. Kondisi
tanah yang ada tidak dapat menyerap semua air hujan yang volumenya besar
dalam waktu singkat. Akibatnya hujan di daerah-daerah (semi-)arid ini biasanya
dibarengi dengan volume air limpasan-permukaan (runoff) yang besar
(Soemarno,2010).
Dunia saat ini sudah dibayang-bayangi oleh krisis yang sangat mengancam
untuk kehidupan manusia, yaitu krisis air bersih. Demikian juga di Indonesia,
permasalahan banjir dan air bersih akan semakin bertambah banyak dari tahun ke
tahunya (Cahyono,2013).
3
Pemanenan air hujan (PAH) dengan memanfaatkan atap bangunan
umumnya merupakan alternatif dalam memperoleh sumber air bersih yang
membutuhkan sedikit pengolahan sebelum digunakan untuk keperluan manusia.
Penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air sangat potensial
untuk diterapkan di Indonesia mengingat Indonesia adalah negara tropis yang
mempunyai curah hujan yang tinggi (Yulistyorini, 2011)
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan peper ini adalah untuk dapat mengetahui
Teknologi Pemanenan Air Hujan sebagai Alternatif Sumber Air dan
Mencegah Banjir.
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan peper ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian di laboratorium pengolahan tanah dan
air, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, dan sebagai Sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
5
TEKNOLOGI PANEN AIR HUJAN ALTERNATIF SUMBER AIR DAN
MENCEGAH BANJIR
Prinsip Pemanenan Air Hujan
Panen air hujan merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan
atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada
waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yaitu
menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Metode
panen air hujan umumnya dilakukan di daerah perkotaan dimana memanfaatkan
aliran permukaan perkerasan jalan, atap rumah, dan lain-lain yang terjadi pada
saat hujan. Salah satu teknik panen air hujan yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu teknik panen air hujan dengan memanfaatkan atap rumah dimana air hujan
yang jatuh di atas atap akan dikumpulkan dan ditampung ke tangki atau bak
penampung air hujan. Biasanya daerah yang memerlukan panen air adalah daerah
yang mempunyai bulan kering dengan curah hujan <100 mm per bulan lebih dari
4 bulan berturut-turut, sedangkan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi
yaitu lebih dari 200 mm per bulan. Ketersediaan air yang berlebihan pada musim
hujan tersebut dapat ditampung atau dipanen untuk digunakan pada musim
kemarau. Bagi sektor pertanian, panen air sangat bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada
musim kemarau, serta mengurangi resiko erosi pada musim hujan (Desy, 2011).
Pemanenan air hujan dalam makna yang luas dapat didefinisikan sebagai
kegiatan pengumpulan runoff untuk penggunaan yang produktif. Runoff dapat
ditangkap dan dikulpulkan dari cucuran atap atau dari permukaan lahan, atau dari
sungai-sungai musiman. Sistem pemanenan air yang memanen runoff dari atap-
6
bangunan atau dari permukaan lahan termasuk dalam kategori “pemanenan air
hujan”, sedangkan semua system yang mengumpulkan runoff dari sungai-sungai
musiman dikelompokkan dalam kategori “pemanenan air banjir”.
SIKLUS HIDROLOGI
Siklus hidrologi: Pentingnya hujan dalam siklus hidrologi (Soemarno, 2010).
Pemanenan air hujan merupakan cara penangkapan/penampungan dan
pemanfaatan air hujan secara optimal. Tindakan panen hujan tersebut harus
didukung dengan teknik konservasi air, maksudnya menggunakan air secara
efisien, misalnya melalui penurunan penguapan air. Dengan menerapkan teknik
panen hujan dan konservasi air diharapkan terjadi peningkatan ketersediaan air
bagi tanaman dan ternak, meningkatkan intensitas tanam, serta peningkatan
produksi dan pendapatan petani. Daerah-daerah yang memerlukan penerapan
teknik pemanenan hujan secara khusus diantaranya adalah:
Kawasan beriklim kering dan semi kering (>4 bulan kering berturut-turut
sepanjang tahun atau 3-4 bulan tanpa hujan sama sekali).
7
Kawasan dimana produksi tanaman pangan terbatas karena rendahnya
ketersediaan air tanah pada waktu tertentu selama musim tanam.
Pada lahan berlereng yang kondisi fisik tanahnya buruk sehingga tidak
dapat menyimpan air.
(Naiulu, 2014).
Gambar 2. Prinsip panen air hujan untuk produksi tanaman
Teknik-teknik pemanenan air hujan bersekala kecil dapat menangkap air
hujan dan runoff dari daerah-tangkapan yang kecil, meliputi lereng-lereng yang
pendek, panjang lereng kurang dari 30 m (daerah-tangkapan mikro). Pemanenan
air hujan pada lereng lebih dari (30m - 200m), di luar lahan pertanian budidaya
juga dapat dilakukan. Gambar 3 menyajikan contoh sistem daerah tangkapan
sekala mikro (Soemarno, 2010).
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke
tanah seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak
terjadi banjir yang merusak pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim
kemarau. Salah satu langkah yang dapat dilakukan masyarakat adalah melakukan
8
pemanenan air hujan. Pemanenan air merupakan tindakan menampung air hujan
dan aliran permukaan untuk disalurkan ke tempat penampungan sementara atau
tetap (permanen) yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mengairi tanaman
yang diusahakan pada saat yang diperlukan (Naiulu, 2014).
Syarat Kondisi Panen Air Hujan
Iklim
Pemanenan air hujan sangat sesuai untuk daerah-daerah semi-arid dengan
rataan curah hujan tahunan (300-700 mm). Teknologi ini juga dipraktekkan di
beberapa daerah arid dengan rataan curah hujan tahunan (100-300 mm). Di
kebanyakan daerah tropis, periode utama curah hujan terjadi selama periode
panas ’summer’, pada saat alju evaporasi sangat tinggi. Di daerah tropis yang
lebih kering, risiko kegagalan panen tanaman lebih besar. Biaya struktur
pemanenan air hujan juga lebih tinggi karena haruis dibuat dengan sekala lebih
besar (Naiulu, 2014).
Kemiringan Lereng
Pemanenan air hujan tidak direkomendasikan pada lahan dengan
kemiringan lebih dari 5% karena distribusi runoff tidak merata, erosi tanah
intensif dan biaya pembuatan bangunan penangkap air hujan juga mahal
Gambar 3. Daerah Tangkapan (catchment) Mikro (Critchley, 1991).
9
Tanah dan Pengelolaan Kesuburan Tanah
Tanah-tanah di zone budidaya harus cukup tebal sehingga mempunyai
kapasitas simpanan air yang cukup besar, dan tanahnya subur. Tanah-tanah di
daerah-tangkapan air harus mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk
kebanyakan sistem pemanenan air, kesuburan tanahnya harus diperbaiki, atau
dipertahankan, supaya tetap produktif dan lestari. Peningkatan ketersediaan lengas
tanah dan peningkatan produktivitas tanaman yang dihasilkan dari kegiatan
penangkapan air hujan akan berdampak pada eksploitasi hara tanah yang lebih
besar. Tanah-tanah berpasir tidak terlalu banyak memberikan nilai-tambah dari
kegiatan pemanenan air hujan ini, kecuali kalau pada saat yang bersamaan juga
ditingkatkan kesuburan tanahnya (Hermantoro, 2011)
Tanaman
Salah satu kriteria utama untuk memilih teknologi panen air hujan adalah
kesesuaiannya dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Akan tetapi, jenis
tanaman juga dapat disesuaikan dengan struktur bangunan pemanen air hujan.
Beberapa karakteristik umum dalam kaitannya dengan kebutuhan air disajikan
dalam bagian lain ( Etin, 2010)
Perbedaan penting di antara tanaman tahunan (misalnya pohon) dengan
tanaman semusim adalah bahwa pohon memerlukan konsentrasi air pada titik-titik
tertentu, sedangkan tanaman semusim biasanya lebih diuntungkan kalau distribusi
air lebih merata ke seluruh areal pertanaman. Distribusi air yang merata dapat
dicapai dengan jalan meratakan tanah garapan. Rerumputan lebih toleran dengan
kondisi distribusi air yang tidak merata dibandingkan dengan tanaman biji-bijian
lainnya (Anggi, 2011).
10
Sistem perakaran pohon memainkan fungsi sangat vital
(sumber: snwa.com)
Kriteria Teknis
Untuk memilih suati teknik pemanenan air hujan yang palign sesuai, ada
perangkat criteria yang harus diperhatikan:
1. Teknik pemanenan air secara teknis harus dapat berfungsi dengan baik.
2. Teknik ini harus sesuai dengan system prduksi tanaman yang
dilakukan oleh petani.
Kalau risiko kegagalan produksi akibat teknik-teknik baru dinilai terlalu
besar dibandingkan dengan teknik-teknik yang telah ada, atau persyaratan skill
AKAR PENYERAP AIR DAN HARA
TAJUK POHON
BATANG POHON
11
tenaga kerjanya terlalu tinggi , maka adopsi teknologi baru ini tidak akan diadopsi
oleh para penggunanya (Sumarsono, 2010).
Macam-macam Cara Panen Air hujan
1. Saluran Peresapan
Saluran peresapan adalah saluran yang dibuat untuk menahan sementara
air aliran permukaan pada bisang lahan sehingga air meresap ke dalam tanah.
Saluran dibuat dengan lebar 30-40 cm dan dalam 40-50 cm. Biasanya saluran
resapan dilengkapi dengan rorak untuk memaksimalkan serapan air dan untuk
menampung sedimen. Pada teras gulud saluran peresapan dibuat di lereng atas
dari gulud sedangkan pada teras bangku pada dasar tampingan teras
( Naiulu, 2014).
Lubang resapan biopori (LRB) adalah teknologi konservasi tanah dan air
yang berupa lubang berbentuk silindris dengan diameter berkisar 10 cm yang
digali di dalam tanah yang kedalamanya sekitar 100 cm dari permukaan tanah
atau tidak melebihi muka air tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah
meresapkan air melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke
dalam tanah di sekitar LRB. Teknologi LRB memiliki banyak manfaat dalam
menciptakan lingkungan yang nyaman dan lestari. Manfaat yang diperoleh dari
penerapan LRB yaitu: (1) memperbaiki ekosistem tanah, (2) mencegah banjir, (3)
12
dengan pengolahan tanah dan persiapan tanam. Yang harus diwaspadai dalam
penerapan rorak dan teknologi pemanenan air lainnya adalah bahwa air hanya
boleh tergenang beberapa saat. Apabila penggenangan berlanjut, dikhawatirkan
akan terjadi masalah berupa penyakit yang menyerang melalui akar tanaman. Pada
daerah bercurah hujan tinggi dan kadar liat tanah tinggi, pembuatan rorak dapat
menyebabkan penggenangan yang berlanjut (Naiulu, 2014 ).
Penelitian yang dilakukan oleh Rejekiningrum dan Haryati (2002)
penelitian ini menemukan bahwa rorak mampu menurunkan aliran permukaan
sebesar 51% sehingga dapat menurunkan proses degradasi lahan. Pembuatan
rorak secara toposekuen dapat mendistribusikan air secara lebih merata dalam satu
hamparan.
1. Pematang Bulan Sabit
Cara ini biasa diterapkan untuk tanaman tahunan pada lahan berlereng.
Pematang berbentuk bulan sabit dibuat pada lereng bawah dari pohon. Pematang
ini akan menahan aliran air sehingga cadangan air tanah meningkat. Diameter
setengah lingkaran ini bisa berkisar dari 1 sampai 1,5 m. Secara bertahap sistem
ini bisa membentuk teras individu ( Naiulu, 2014)
13
2. Lubang Penampung Air
Sistem catch pit merupakan lubang kecil untuk menampung air untuk
menjaga tingkat kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman.
Genangan pada lubang perlu dijaga, jika terlalu lama dapat menyebabkan
kematian tanaman (Anggi, 2011).
Lubang penampung air hujan dibuat agar air hujan dapat terkonsentrasi di
sekitar perakaran tanaman tahunan sehingga tanah disekitar akar tanaman lebih
lembab. Cara ini cocok untuk daerah beriklim kering dan tanahnya tidak lengket.
Diameter lingkaran lobang ini bisa mencapai 2 m dan dalamnya/tinggi guludan 30
sampai 50 cm ( Naialu, 2014).
3. Embung
Embung merupakan salah satu teknik memanen air hujan di datan tinggi,
embung tersebut berfungsi untuk mengumpulkan dan menyimpan air dari curah
14
hujan langsung, dan air limpasan permukaan disekitar area tangkapan air pada
musim hujan. Air yang disimpan tersebut untuk digunakan musim kemarau
(Hermantoro, 2011 ).
Embung adalah kolam buatan penampung air hujan dan aliran permukaan
yang dibuat pada suatu cekungan di dalam suatu DAS mikro. Selama musim
hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam
lapisan tanah yang berasal dari tampungan di bagian hulu. Kapasitas embung
berkisar antara 20.000 m3 (luasan 10.000 m2 dengan kedalaman 2 m) hingga
60.000 m3. Seringkali juga ditemuai embung kecil berkapasitas 200 - 500 m3.
Embung cocok dibuat pada tanah berkadar lempung tinggi karena peresapan air
tidak terlalu besar (Sari, 2011).
Embung kecil (Kedung-bhs Jawa) adalah bangunan (kolam) permanen dan
penyimpan air hujan. Kedung biasanya dibuat pada areal pertanian lahan kering,
sebagai upaya menampung aliran permukaan. Daya tampung kedung bervariasi
tergantung kondisi kemiringan lahan namun jarang yang melebihi 100 m3, kecuali
dibuat secara permanen. Dimensi panjang selalu menyilang arah lereng
(Hafif, 2006).
- Cek Dam
15
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya ada aliran airnya
selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan.
Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cek dam,
sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan
pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan
masih ada genangan air untuk tanaman, minum ternak, dan berbagai keperluan
lainnya (Anggi, 2011).
- Panen Air Hujan Dari Atap Rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau
Penampungan Air Hujan (PAH) yang akan digunakan sebagai sumber air bersih
selama musim kemarau untuk keperluan mencuci, mandi, dan menyiram tanaman.
PAH dapat dibuat dari batu bata dengan bentuk bulat atau persegi dan bersifat
kedap air. Air hujan dari atap rumah dikumpulkan melalui saluran kecil (talang)
yang terbuat dari seng atau plastik, kemudian dialirkan menuju reservoir
( Sari,2011 ).
16
Sesuai dengan namanya, teknik pemanenanair hujan dengan atap
bangunan (roof top rain water harvesting) pada prinsipnya dilakukan dengan
memanfaatkan atap bangunan (rumah, gedung perkantoran, atau industri) sebagai
daerah tangkapan airnya (catchment area) dimana air hujan yang jatuh di atas atap
kemudian disalurkan melalui talang untuk selanjutnya dikumpulkan dan
ditampung ke dalam tangki atau bak penampung air hujan seperti gambar. Selain
berbentuk tangki atau bak, tempat penampungan air hujan juga dapat berupa tong
air biasa ataupun dalam suatu kolam/taman di dalam rumah. Teknik pemanenan
air hujan yang memanfaatkan atap bangunan ini umumnya dilakukan di daerah
permukiman / perkotaan ( Harsoyo, 2011 ).
- Jebakan Mulsa
Jebakan mulsa (mulsa vertikal) adalah bangunan menyerupai rorak yang
dibuat memotong lereng dengan ukuran yang lebih panjang bila dibandingkan
dengan rorak. Ukuran jebakan mulsa disesuaikan dengan keadaan lahan. Lebar 0,4
- 0,6 m, dalam 0,3 - 0,5 m. Jarak antar barisan jebakan mulsa ditentukan oleh
kemiringan lahan, atau berkisar antara 3 - 5 m ( Naiulu, 2014 ).
Jebakan mulsa ini merupakan tempat untuk meletakkan sisa hasil panen,
atau rumput hasil penyiangan dan sekaligus berfungsi sebagai penampung air
aliran permukaan serta penampung sedimen. Pada musim tanam berikutnya
bersamaan dengan persiapan dan pengolahan tanah, maka jebakan mulsapun
diperbaiki/dibangun kembali. Hasil pelapukan sisa tanaman dan sedimen dari
jebakan mulsa dikembalikan ke lahan. Jebakan mulsa ini diketahui dapat
mengendalikan aliran permukaan (Anggi, 2011)
15
Teknologi Pemanenan Air Hujan Alternatif Sumber Air Bersih Dan
Mencegah Banjir di Ibu Kota
Pengelolaan sumberdaya air yang selalu melahirkan kekhawatiran
masyarakat dan pemerintah setiap musim hujan datang adalah ancaman banjir.
Perubahan tataguna lahan, semakin terbatasnya kemampuan saluran drainase kota
dalam menerima limpasan air hujan ditambah dengan prilaku masyarakat yang
menjadikan saluran air atau sungai sebagai tempat pembuangan sampah serta
akibat dampak dari perubahan iklim global semakin memperberat upaya
pengendalian banjir di wilayah ibu kota ini ( Harsoyo, 2011).
Teknologi pemanenan air hujan berfungsi menyediakan sumber air
irigasi pada musim kemarau dapat pula berfungsi mengurangi banjir pada musim
hujan. Panen air hujan dan aliran permukaan ditujukan untuk menurunkan volume
aliran permukaan dan meningkatkan cadangan air tanah dan meningkatkan
ketersediaan air tanaman terutama pada musim kemarau dan yang terakhir adalah
untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis dan daya
angkutnya menurun (Naiulu, 2014).
Berikut adalah beberapa cara pemanenan air hujan yang umumnya
dilakukan oleh masyarakat di Indonesia yang dapat mencegah banjir, yaitu:
1. Panen Air Hujan Dari Atap Rumah
Sesuai dengan namanya, teknik pemanenanair hujan dengan atap
bangunan (roof top rain water harvesting) pada prinsipnya dilakukan dengan
memanfaatkan atap bangunan (rumah, gedung perkantoran, atau industri) sebagai
daerah tangkapan airnya (catchment area) dimana air hujan yang jatuh di atas atap
16
kemudian disalurkan melalui talang untuk selanjutnya dikumpulkan dan
ditampung ke dalam tangki atau bak penampung air hujan seperti gambar. Selain
berbentuk tangki atau bak, tempat penampungan air hujan juga dapat berupa tong
air biasa ataupun dalam suatu kolam/taman di dalam rumah. Teknik pemanenan
air hujan yang memanfaatkan atap bangunan ini umumnya dilakukan di daerah
permukiman / perkotaan ( Harsoyo, 2011 ).
2. Cek Dam
Melanjutkan pembuatan cek dam di hulu (program seribu cek dam),
sebagai penampung air skala kecil, sumur resapan dan pengurangan sedimen
(sedimentrap) ke sungai dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat sebagai
pemanfaat air ( Hanum, 2014 ).
3. Embung
Embung adalah kolam buatan penampung air hujan dan aliran permukaan
yang dibuat pada suatu cekungan di dalam suatu DAS mikro. Selama musim
hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam
lapisan tanah yang berasal dari tampungan di bagian hulu. Kapasitas embung
berkisar antara 20.000 m3 (luasan 10.000 m2 dengan kedalaman 2 m) hingga
60.000 m3. Seringkali juga ditemuai embung kecil berkapasitas 200 - 500 m3.
Embung cocok dibuat pada tanah berkadar lempung tinggi karena peresapan air
tidak terlalu besar (Sari, 2011).
4. Saluran Peresapan
Lubang resapan biopori (LRB) adalah teknologi konservasi tanah dan air
yang berupa lubang berbentuk silindris dengan diameter berkisar 10 cm yang
digali di dalam tanah yang kedalamanya sekitar 100 cm dari permukaan tanah
17
atau tidak melebihi muka air tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah
meresapkan air melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke
dalam tanah di sekitar LRB. Teknologi LRB memiliki banyak manfaat dalam
menciptakan lingkungan yang nyaman dan lestari. Manfaat yang diperoleh dari
penerapan LRB yaitu: (1) memperbaiki ekosistem tanah, (2) mencegah banjir, (3)
menambah cadangan air tanah, (4) mengatasi kekeringan, (5) mempermudah
penanganan sampah, (6) mengubah sampah menjadi kompos, dan (7) mengatasi
masalah akibat genangan (Brata dan Nelistya, 2009).
18
KESIMPULAN
1. Pemanenan air hujan dalam makna yang luas dapat didefinisikan sebagai
kegiatan pengumpulan runoff untuk penggunaan yang produktif.
2. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah
seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat.
3. Kondisi Yang Menjadi Syarat Panen Air Hujan adalah Iklim, Kemiringan
Lereng, Kriteria Teknis, Tanaman, Tanah dan Pengelolaan Kesuburan Tanah.
4. Macam-macam cara panen air hujan adalah Saluran resapan, Rorak, Pematang
bulan sabit, Lubang penampung air, embung, Cek dam, Panen air hujan
melalui atap rumah, dan jebakan mulsa.
5. Teknologi Pemanenan Air Hujan Alternatif Sumber Air Bersih Dan
Mencegah Banjir pada umumnya adalah Saluran resapan, embung, cek dam,
dan panen air hujan dari atap rumah.
Z. HAKIM HASFI (2014) Teknologi Pemanenan Air Hujan Alternatif Sumber Air Bersih Dan Mencegah Banjir di Ibu Kota FP USU’13
DAFTAR PUSTAKA
Anggi. 2011. Makalah Panen Air. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor
Brata, dan Nelistya. 2009. Teknik pemanenan air hujan di lahan kering. IPB. Bogor.
Cahyono, Y. 2013. Teknologi Pemanenan Air Hujan Untuk Mengatasi
Kekeringan dan Penyediaan Air Bersih di Desa Sawitan. ITS. Surabaya. Critchley W.R.S. 1991. Tanah and water conservation in sub- saharan Africa.
IFAD, Amsterdam, The Netherlands. Desy. 2011. Makalah Panen Air. Universitas Brawijaya. Malang.
Etin. 2010. Pemanenan Air Hujan. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Hafif, B 2006. Manfaat Embung Kecil. Penulis dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Lampung.
Hanum. 2014. Tambahan Informasi Pencegahan Bencana Banjir Dan Longsor Di
Indonesia. IPB. Bogor Harsoyo, B. 2011. Teknik Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting)
Sebagai Alternatif Upaya Penyelamatan Sumberdaya Air Di Wilayah Dki Jakarta. Peneliti Pertama UPT Hujan Buatan BPP Teknologi. Jakarta.
Hermantoro. 2011. Peningkatan Efektivitas Tampungan Embung Melalui
Perbaikan bentuk dan Dimensi. INSTIPER. Yogyakarta. Naiulu. H. 2014. Sistem Pemanenan Air Hujan Di Daerah Lahan Kering.
Universitas Nusa Cendana. Kupang
Rezekiningrum dan Haryati. 2002. Teknologi Panen Air Hujan untuk Lahan Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.
Sari, S. H. 2011. Pemanenan Air Hujan. Universitas Hasanuddin Makasar.
Makasar. Soemarno. 2010. Teknologi Panen Air Hujan Dan Penyimpannya. Bahan Kajian
Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSDA). PM PSLP PPSUB Yulistyorini, A. 2011. Pemanenan Air Hujan Sebagai Alternatif Pengelolaan
Sumber Daya Air Di Perkotaan. UGM. Yogyakarta.