25
BERAS SOSOH LAPORAN Oleh : Zelika Gita Sari (141710101061) Novika Tri Hardini (141710101082) Reni Soraya (141710101085) JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BERAS SOSOH

LAPORAN

Oleh :

Zelika Gita Sari (141710101061)

Novika Tri Hardini (141710101082)

Reni Soraya (141710101085)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangBeras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh

95% penduduk Indonesia selain jagung, sagu dan ubi jalar (Rahmat,

2010). Kekurangan beras dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas

ekonomi dan politik sehingga kebijakan ketahanan pangan sering

direduksi sebagai upaya pencapaian ketahanan pangan beras.Penye-bab

utamanya adalah beras memiliki kualitas yang buruk akibat peralatan

penggilingan padi yang digunakan telah tua, 32% di antaranya berumur

lebihdari 15 tahun, masih menerapkan system penyosohan satu pass,

dan terbatasnya kemampuan petani menangani hasil panen padi yang

berproduktivitas tinggi serta lama waktu penyimpanan beras setelah di

sosoh atau digiling juga dapat mempengaruhi kualitas beras sehingga

dapat menurunkan nilai ekonomi dan harga jual. Oleh karena itu, perlu

dilakukan perbandingan mutu beras, antara lain melalui inovasi

penyosohan dan penggilingan padi.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan praktikum ini adalah

1. Mengetahui perbedaan kualitas beras dengan metode penyosohan

dan penggilingan.

2. Mengetahui kualitas beras setelah disimpan pada waktu tertentu.

Page 3: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras

Beras merupakan butiran yang diambil dari padi atau gabah

setelah dihilangkan baguan sekamnya.berdasarkan cara pengolahannya

beras dibagi menjadi 2 jenis yaitu beras tumbuk atau beras pecah kulit

dan beras giling (Winarno, 1981) . beras pecah kulit (BPK) adalah beras

yang berasal dari gabah yang bagian sekamnya saja dibuang.

Sedangkan beras giling adalah beras yang diperoleh dari gabah yang

seluruhnya atau sebagian kulit arinya telah dipisahkan dalam proses

penggilingan, umumnya berhubungan dengan proses penyosohan

(Hubeis, 1984). Struktur butir beras tersusun atas lapisan yang sangat

tipis (Pericarp), Tegmen, Aleuron, embrio, dan endosperm.

Komposisi kimia butir beras pecah kulit bergantung pada varietas

padi dan kondisi lingkungan pada saat pertumbuhan tanaman (Juliano,

1972). Sedangkan perbedaan komposisi kimia pada beras giling dapat

disebabkan oleh perbedaan tingkat penyosohan. Hal ini dikarenakan

adanya faktor bahan seperti kekerasan, ukuran, bentuk, dan jumlah

lapisan sel aleuron, serta faktor alat penyosoh (rubber roll, stone disc

huster, flash type, dan engelberg) .

a. Karbohidrat

Karbohidrat yang terdapat dalam butir beras sebagian besar

berada dalam bentuk pati. 90 % pati berada dalam endosperm

berbentuk granula polyhedral yang berukuran 3-10 mikron. Molekul

pati tersebut terdiri dari dua komponen yaitu amilosa dan amilopektin

(Juliano, 1980).

Disamping pati, BPK juga mengandung hemiselulosa, selulosa,

dan gula. Juliano (1972) menyatakan bahwa dedak, bekatul, dan

embrio mengandung lebih banyak hemiselulosa dibandingkan beras

giling. Sama halnya dengan hemiselulosa, kadar gula juga lebih

rendah pada beras giling dibandingkan BPK. BPK mengandung 0.83

– 1.39 % gula total dengan gula pereduksi 0.09 – 0.13 %. Sedangkan

beras giling hanya mengandung 0.37 – 0.53 % gula total dengan gula

Page 4: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

pereduksi 0.05 – 0.08 % (Juliano, 1972). Kadar gula total tergantung

pada varietas dan derajat sosoh beras giling (Kennedy, 1980).

b. Protein

Menurut Spadaro et al., (1980), variasi kadar protein BPK berkisar

antara 4.5 – 14.3 %. Juliano (1980) menyatakan kadar protein BPK

kira-kira 8 % dan beras giling 7 %. Protein merupakan komponen

utama kedua setelah pati. Perhitungan kadar protein beras

menggunakan faktor konversi Kjeldahl 5.95, didasarkan atas fraksi

protein terbesar yaitu glutelin yang mengandung 16.8 % nitrogen.

Sesungguhnya variasi kadar protein banyak dipengaruhi faktor-

faktor lingkungan seperti radiasi matahari dan suhu. Disamping itu

juga dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas pemupukan nitrogen,

pengontrolan gulma, dan pengelolaan air. (Gomes, 1979).

Daya cerna beras cukup tinggi. Menurut Grist (1975), daya cerna

BPK kira-kira 96.5 %, sedangkan beras giling 98%. Tetapi menurut

Damardjati (1983) pemasakan menurunkan nilai cerna protein sekitar

8 - 10%.

c. Lemak

Kira-kira 80 % lemak terdapat dalam dedak dan bekatul, dimana

sepertiga dari bagian ini berada dalam embrio. Pada BPK tanpa

embrio , kira-kira 70 % lemak berada dalam 8 % lapisan

terluar.Kandungan lemak BPK kira-kira 2.9 %, sedangkan beras

giling hanya 0.5 %.(Juliano, 1976).

Kandungan utama asam lemak yang menyusun lemak BPK

adalah asam linoleat (25.1 – 35.2 %), asam oleat (36.0 – 44.1 %),dan

asam palmitat (18.4 – 25.8 %).

d. Vitamin dan Mineral

Komposisi mineral BPK tergantung dari kondisi tanah pada saat

pertumbuhan tanaman. Distribusi mineral dalam BPK adalah 51 %

pada dedak, 10 % pada embrio, 11 % pada bekatul, dan 28 % pada

beras giling. Elemen-elemen utama penyusun mineral BPK adalah

fosfor dan kalsium, diikuti silicon dan magnesium (Juliano,1980).

Kandungan vitamin BPK lebih besar dibandingkan dengan beras

giling. Beras mengandung vitamin C dan D dalam jumlah yang

Page 5: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

sangat kecil atau tidak sama sekali (Juliano, 1986). Kandungan

vitamin B dari beras berprotein tinggi hamper sama dengan beras

berprotein rendah. Tetapi beras berprotein tinggi mengandung

banyak thiamine dan riboflavin (Resurreccion et al., 1979).

2.2 Penggilingan Padi Menjadi Beras

Penggilingan menunjukkan keseluruhan proses pengolahan padi

hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penggilingan

sekam, kulit arid an proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan

ukurannya (Luh, 1980).

Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan

atas tiga cara yaitu secara tradisional yaitu ditumbuk dengan tangan,

dengan mesin menggilingan secara kecil-kecilan serta dengan mesin

penggilingan pada perusahaan padi komersial (Winarno,1972).

Pengupasan kulit gabah bertujuan untuk menghilangkan kulit

gabah atau sekam dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum,

serta diupayakan tanpa adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang

dihasilkan (Araullo et al., 1976). Beras yang telah kehilangan sekam ini

masih mengandung lapisan dedak atau pericarp yang menyelimuti

endosperm. Bila lapisan dedak dan endosperm telah dihilangkan, maka

beras ini disebut beras sosoh (Ali dan Ojha, 1976).

Dalam system grading beras yang ditetapkan oleh USDA, beras

giling dibagi menjadi empat grade yaitu beras giling sempurna (well

milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well milled), beras giling

ringan (lightly milled), dan beras kurang tergiling (under milled) (Luh,

1980).

Beras yang telah digiling sempurna lebih disukai oleh konsumen

daripada beras yang kurang tergiling. Padahal beras yang kurang tergiling

justru lebih banyak mengandung protein, vitamin, mineral, dan lemak

dibandingkan beras yang digiling sempurna. Namun beras yang kurang

tergiling mudah menjadi asam terutama bila disimpan lebih dari 2 bulan.

2.3 Penyosohan

Page 6: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

Beras pecah kulit masih mengandung lapisan dedak dan bekatul,

oleh karena itu perlu dibersihkan supaya dihasilkan beras putih. Lapisan

dedak dan bekatul tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan

mesin penyosohan beras.

Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna

perak dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras

pecah kulit yang digiling (Grist, 1973). Derajat sosoh dinyatakan dalam

persen dan menyatakan tingkat kehilangan lembaga dan lapisan kulit ari

luar maupun dalam dari beras (Barber, 1975).

Proses penyosohan merupakan suatu tindakan untuk

menghilangkan atau mengurangi sebagian dari lapisan kulit ari beras

yang terdiri dari tiga lapisan yang terbungkus endosperm beras yaitu

lapisan pericarp, lapisan tegmen atau testa dan lapisan aleuron (Barber,

1975). Tingkat kehilangan kulit ari disebut derajat sosoh. Dengan proses

penyosohan ini, beras menjadi lebih putih dan mengkilap. Hal ini karena

pati endosperm merupakan bagian terputih dari beras. Umumnya

semakin putih beras giling semakin tinggi derajat sosohnya.

Mesin penyosoh pada dasarnya terdiri dari batu penyosoh, rem

karet, dan saringan. Beras disosoh diantara saringan dan batu

penyosoh.Rem karet berguna untuk mencegah perputaran beras terlalu

jauh.

Kesulitan yang biasa dialami dalam penyosohan adalah

penentuan tingkat penyosohan. Dibeberapa Negara, jangka waktu

penyosohan sering digunakan sebagai patokan. Akan tetapi cara tersebut

ternyata kurang efisien karena beras mempunyai ketahanan yang

berbeda-beda terhadap gaya gesekan. Diperlukan suatu metode yang

didasarkan pada kondisi actual yang ada selama proses penyosohan

(Barber, 1979).

Metode penentuan derajat sosoh dibagi menjadi dua golongan

yaitu metode yang didasarkan atas dedak yang terpisahkan atau

tertinggal dalam butir beras dan pengukuran terhadap pengaruh

penyosohan terhadap lapisan luar pada komposisi kimia atau karakteristik

optic dari produk akhir. Pengukuran derajat sosoh dengan pengukuran

presentase (berat/berat) dedak yang terpisahkan sering dilakukan di

Page 7: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

laboratorium penggilingan. Agar hasilnya dapat dibandingkan, jumlah

contoh harus mewakili, kondisi penggilingan harus diketahui, sedangkan

pengaruh terhadap beras tidak di evaluasi. Metode pengukuran yang

didasarkan pada dedak yang tertinggal dalam beras antara lain dapat

disebabkan pengamatan secara visual dan pewarnaan biji (Barber, 1979).

Page 8: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

a) Tempehb) Magic comc) Baskomd) Piringe) Timbanganf) Komporg) Mesinpenggilingh) Dandang

3.1.2 Bahan

a) Padib) Air

Page 9: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

3.2 Skema Kerja

Padi

Penggilingan

0,5 kg berassosoh 0,5 kg berastidaksosoh

Penyimpanan 0,3 kg selama

2 minggu

Pemasakan 0,2 kg

Penyimpanan 0,3 kg selama

2 minggu

Pemasakan 0,2 kg

Pemasakan

Pengamatan

( warna, kenampakan, tekstur, aroma, rasa )

Pengamatan

(warna,kenampakan,tekstur, aroma, rasa )

Pemasakan

1 kg beras

Page 10: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERTHITUNGAN

2.1 Data Pengamatan

2.1.1 BerasDenganPenyosohan

PENGAMATA

N

SEBELUM DIMASAK SETELAH DIMASAK

0 Hari 14 hari 0 Hari 14 hari

Kenampakan Putih Putih Putih Putih

Tekstur TidakPunel TidakPunel Punel Punel

Rasa - - Enak Enak

Aroma

(bauapek)

Tidakapek Tidakapek Tidakapek Tidakapek

Gambar/foto

2.1.2 BerasTanpaPenyosohan

PENGAMATA

N

SEBELUM DIMASAK SETELAH DIMASAK

0 Hari 14 hari 0 Hari 14 hari

Kenampakan Putihkecoklata

n

Putihkecoklata

n

Coklat Coklat

Tekstur Tidakpunel Tidakpunel Kurangpunel Kurangpune

l

Rasa - - Enak Kurangenak

Aroma

(bauapek)

Apek Apek Tidakapek apek

Page 11: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

Gambar/foto

Page 12: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Perlakuan pertama yang harus dilakukan dalam praktikum

penyosohan beras adalah menyiapkan padi kemudian padi digiling agar

menjadi butiran padi dan siap diproses pada tahap selanjutnya. Setelah

itu diambil 1kg beras, dan dipisah masing-masing 0,5 kg untuk dilakukan

dua perlakuan yang berbeda yaitu dengan disosoh dan tanpa disosoh.

Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kualitas dari beras melalui

proses penyosohan dengan beras tanpa proses penyosohan. Setelah itu

beras masing-masing sampel di ambil 0,2 kg untuk dilakukan proses

pemasakan fungsinya untuk mengetahui kualitas rasa dari kedua sampel

beras. Sisanya yaitu 0,3kg disimpan dengan waktu yang telah ditentukan

lama waktunya yaitu 14 hari, tujuan dari penyimpanan adalah untuk

mengetahui kualitas dari beras setelah disimpan dan dibandingkan

dengan beras dengan daya simpan 0 hari. Setelahitu 0,3 kg beras yang

sudah selesai disimpan selama 14 hari tersebut kemudian di masak,hal

tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas rasa dari beras. Setelah

proses pemasakan sampel beras kemudian diamati

warna,kenampakan,tekstur,aroma dan rasa hal tersebut bertujuan untuk

membandingkan kualitas beras yang disimpan 14 haridan 0 hari dengan

metode penyosohan dan tanpa penyosohan.

5.2 Analisa Data

Beras adalah bagian bulirpadi (gabah) yang telah dipisah dari

sekam. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau

bahkan hitam, yang disebut beras. Sebagaimana bulir serealia lain,

bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga

mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral,

dan air. Pati beras tersusun dari dua polimerkarbohidrat:

a) amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang

b) amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat

lengket

Page 13: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat

menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,

lunak, keras, atau pera). Pengolahan beras siap konsumsi biasanya

dilakukan dengan tahap penggilingan beras dan penyosohan.

Penggilingan dilakukan untuk memisahkan kulit dengan bulirnya. Dalam

proses penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh hasil beras giling,

dadak dan bekatul. Sebagian dari protein, lemak, vitamin dan mineral

akan terbawa dalam dadak, sehingga kadar komponen-komponen

tersebut di dalam beras giling menjadi menurun. Beras giling yang

diperoleh berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya

yang berwarna coklat. Bagian dedak padi adalah sekitar 5-7% dari berat

beras pecah kulit. Makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan maka

makin putih warna beras giling yang dihasilkan, tetapi makin miskin beras

tersebut akan zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh.

Dari kedua perlakuan praktikum yang telah dilakukan yaitu

penyosohan dan penyimpanan beras tersebut dapat diperoleh hasil

Beras yang disosoh akan berwrna lebih putih karena kandungan amilum

pada beras berkurang. Dengan berkurangnya kandungan amilosa dan

amilopektin tersebut maka setelah pemasakan beras yang disosoh

kurang punel, tetapi data yang diperoleh beras yang disosoh lebih punel

daripada beras yang tanpa penyosohan ,hal ini diakibatkan pengamatan

secara manual yang menyeabkan perbedaan pendapat masing-masing

panelis. Kepunelan beras tersebut karena amilosa dan amilopektin yang

terkandung dalam beras mengalami geletiniasi karena air pada saat

pemasakan masuk ke sel beras sehingga beras menjadi lengket/ punel.

Faktor lain dari kepunelan beras yaitu banyak sedikitnya air saat

pemasakan . Beras yang disimpan selama 2 minggu bewarna lebih coklat

dan berbau lebih apek terutama beras yang tanpa disosoh karena

kandungan amilum yang masih terkandung di dalamnya mengalami

kerusaakan. Data pengamatan dari segi warna ini sesuai dengan

pernyataan Ruiten (1981); Thahir (2002); Juliano (2003) yang

menyatakan bahwa penyosohan beras adalah proses menghilangkan

sebagian atau keseluruhan lapisan yang me-nutupi kariopsis, terutama

Page 14: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

aleuron dengan tidak mengakibatkan keretakan pada butir beras,

menghasilkan beras giling berwarna putih, bersih, dan cemerlang.

Dari segi rasa dan aroma , amilum sangat menentukan rasa beras

setelah dimasak. Kandungan amilum pada beras jika dimakan akan

terasa manis karena amilum diubah oleh enzim amilase yang terdapat

pada mulut menjadi glukosa sehingga jika beras dikunyah dimulut akan

terasa manis. Dari praktikum yang telah dilakukan bahwa Beras tanpa

disosoh dan dimasak pada hari ke-0 rasa manisnya paling menonjol

karena termasuk beras baru. Pada beras baru kandungan amilumnya

masih banyak dan masih bagus. Apalagi dengan perlakuan tanpa

penyosohan yang mengakibatkan kandungan amilum masih terkandung

di dalamnya. Hal tersebut akan menimbulkan rasa manis ketika dikunyah.

Sedangkan untuk aromanya sebelum dimasak berbau apek dan setelah

dimasak tidak berbau apek. Beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari

ke-14 rasa manisnya agak berkurang. Hal tersebut dikarenakan

kandungan amilum didalamnya sedikit mengalami kerusakan yang

mengakibatkan perubahan fisiologi pada beras. Karena kandungan

amilumnya yang mengalami kerusakan, maka rasanya tidak terlalu manis.

Sedangkan aroma beras sebelum dimasak adalah apek dan setalah

dimasak sangat apek. Hal tersebut dikarenakan amilum didalamnya

mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan aroma. Beras dengan

penyosohan yang dimasak pada hari ke-0 rasanya kurang enak

dikarenakan kandungan amilum didalamnya sudah hilang karena

penyosohan tersebut. Untuk aromanya, sebelum dimasak dan setelah

dimasak tidak apek. Beras dengan penyosohan yang dimasak pada hari

ke-14 rasanya enak. Hal tersebut terjadi penyimpangan data karena

seharusnya,kandungan padanasi selain tidak adanya amilum di dalamnya

juga terjadi perubahan secara fisiologi maupun kndungannya yng

mengalami kerusakan yang dikarenakan proses penyosohan terebut. Dari

segi aroma, sebelum dimasak tidak berbau dan setelah dimasak tidak

berbau apek. Berbeda dengan beras tanpa penyosohan yang berbau

sangat apek seteleh disimpan selama 2 minggu, pada perlakuan ini bau

apek kurang tercium karena komponen yang menyebabkan bau apek

telah hilang akibat penyosohan.

Page 15: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

Dari semua perlakuan, beras yang disosoh dan dimasak pada hari

ke-0 rasanya paling enak dan beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari

ke 14 rasanya kurang enak. Data ini menunjukkan bahwa beras yang

disosoh lebih baik dari segi warna, aroma,rasa dan kenampakkannya.

Berdasarkan hasil praktikum, data tersebut sesuai dengan

pernyataanMohapatra, Bal (2007) yang menyatakan bahwaberas pecah

kulit atau tanpa penyosohan yang kaya nutrisi kurang disukai karena

penampilannya kurang menarik, teksturkasar, dan susah dikunyah.

Penyosohan akan memperbaiki penampilan beras lebih menarik secara

visualmutu tanak aroma, dan rasanyalebih disukai.

Page 16: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Kenampakan beras yang di lakukan penyosohan dengan mesin dengan

yang tidak melalui tahap penyosohan sangat berbeda, beras yang

disosoh memiliki kenampakan lebih putih daripada beras yang tidak

disosoh.

2. Tekstur beras sosoh dan beras tanpa penyosohan yang belum dimasak

tidakpunel, sedangkan kedua sampel beras yang sudah dimasak memiliki

tekstur yang punel.

3. Kandungan amilum mempengaruhi rasa, aroma dan tekstur beras.

4. Penyimpanandapatmempengaruhikondisiamilumpadaberas.

5. Proses penyosohan dapat mengurangi amilum beras sehingga

menurunkan kualitas beras.

6. Selain kondisi amilum, banyak sedikitnya air saat pemasakan dapat

mempengaruhi kepunelan beras.

7. Dari segi rasa, beras yang disosoh terasa lebih enak karena sudah tidak

adanya kotoran.

8. Penyosohan juga mempengaruhi aroma beras, beras yang

tanpa   disosoh berbau apek dan yang disosoh berbau agak apek.

 6.2 Saran

Saran setelah praktikum dilakukan adalah : Bahwa begitu pentingnya

pengaruh kandungan amilum padakualitas beras, maka tugas kita sebagai

mahasiswa FTP diharapkan untuk bias memodifikasi kandungan gizi pada beras

guna menghasilkan bers yang lebih baik.

Page 17: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

DAFTAR PUSTAKA

Ali, N dan Ojha, T.P. 1976. Parboiling technology of paddy.In: Araullo, E.V, de

Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology.

Ottawa : IDRC.. Hal 163-204.

Araullo, E.V. D.B. Papua and Graham. 1976. Rice Postharvest Technology. fM.

Ottawa. Canada Damardjati, D.S. 1983. Karakteristik Sifat

Standardisasi Mutu Beras sebagai Landasan Pengembangan

Agribisnis dan Agro-industri Padi di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli

Peneliti Utama. Bogor : Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman

Pangan,

Barber, De. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih

Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.

Gomez, K. A. & A. A. Gomez. 1979. Prosedur Statistik untuk Penelitian

Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia.. pp: 615-618.

Grist D.H., 1973. Rice. Formerly Agricultural Economist. Colonial Agricultural.

Grist, D.H. 1975. Rice. 5th ed. London: Longmans.

Hubeis, M., 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serelia dan Biji-Bijian. .Bogor :

IPB.

Juliano, B.O. 1972. The Rest Caryopsis in J. M. Cordylas. 1990. Processing and

Preservation of Tropical and Subtropical Foods. Hong-kong : ELBS.

Juliano, B.O. 1976. Rice biology. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M

(ed). Rice Post Harvest Technology. Ottawa : IDRC.. Hal. 13-18.

Page 18: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

Juliano 1980 dalam Indrasari, S.D. 2006. Kandungan mineral padi varietas

unggul dan kaitannya dengan kesehatan. Jurnal Iptek Tanaman

Pangan 1 : 88-90.

Kennedy BM (1980).Nutritional quality of rice endosperm. Dalam: Rice

Production and Utilization.Luh BS(ed). USA : AVI Publishing Company

Inc Westport Connecticut.p439-468.

Luh, B. S. 1980. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Company,

Inc. Westport, Connecticut.

Resurreccion, A.B. & Banzon, J.A. 1979. Fatty acid composition of the oil from

progressively maturing bunches of coconuts. Philipp. J.Coconut Study.,

IV (3): 1-5.

Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra

Hudaya.

Page 19: Perbedaan Kualitas Beras Sosoh dan Beras tanpa disosoh

LAMPIRAN