View
845
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
PARADIGMA & TEORI
KEBIJAKAN SOSIAL Sesi VIII – Kebijakan & Perencanaan Sosial
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta M. Izzul Haq, M.Sc
PARADIGMA
PARADIGMA
Berasal dari Yunani "παράδειγμα" (paradeigma) yang berarti:
“pola, contoh, model”
Merupakan “Pandangan mendasar dari ilmuwan tentang: apa yang
menjadi pokok kajian yang seharusnya dipelajari sebagai disiplin
ilmu pengetahuan; dan apa yang seharusnya ditanyakan; serta
bagaimana jawabannya”
Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai,
dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam
sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual
Keragaman paradigma dapat terjadi karena perbedaan filosofis.
PERSPEKTIF dalam KEBIJAKAN SOSIAL 1. ASPEK KEBIJAKAN SOSIAL
2. DIMENSI IDEOLOGI KEBIJAKAN SOSIAL KAPITALISTIK
3. PENDEKATAN KEBIJAKAN SOSIAL
4. MODEL KEBIJAKAN SOSIAL
Aspek-Aspek dalam Kebijakan Sosial
1. Policy as a process
Kebijakan sosial sebagai suatu rangkaian tindakan yang berisi prinsip-prinsip atau pedoman untuk melaksanakan kebijakan
2. Policy as a product
Kebijakan sosial sebagai suatu produk yang berisi dokumen, ketentuan, aturan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan
3. Policy as a rulers or regulation
Kebijakan sosial sebagai peraturan perundang-undangan
4. Policy as planning for social redistribution
Kebijakan sosial sebagai suatu perencanaan sosial untuk mencapai tujuan pemerataan, baik pemerataan sumber-sumber pemerataan pendapatan maupun pemilihan pemerataan pemanfaatan sosial.
Dimensi Ideologis Kebijakan Sosial Kapitalistik
Republikan
Menekankan
pada solidaritas
sosial
Liberal
Menekankan
pada kebebasan
individu
Konservatif sosial Neo-konservatif
Liberal sosial
Konservatif
Menekankan
pemeliharaan tata
sosial yang ada
Egalitarian
Menekankan pada pengentasan
kesenjangan sosial
Demokrasi sosial
Egalitarian/Liberal, Liberal Sosial
a. Mengacu pada etos individualisme, bukan kolektivis/solidaritas
b. Menekankan peran spesifik tetapi terbatas dari suatu negara
c. Tidak untuk menghapus kesenjangan sosial secara sempurna, melainkan untuk menjamin kebutuhan minimum setiap warga negara sehingga setiap individu bebas mengembangkan dirinya
d. Contoh : negara kesejahteraan di AS (1935 – 1980an), Inggris (1948 –1980an)
Egalitarian/Republikan, Demokrasi Sosial
a. Berpaham kolektivis
b. Merupakan sosialisme moderat
c. Tidak menolak kapitalisme, melainkan berupaya mengubahnya secara demokratis dengan menjadikan kapitalisme lebih egaliter.
d. Secara umum dikaitkan dengan gerakan buruh dan serikat pekerja.
e. Contoh: negara kesejahteraan di kawasan Skandinavia
Konservatif/Republikan, Konservatif Sosial
a. Lebih mengutamakan keutuhan sosial dibanding kesetaraan sosial
b. Mengakomodasi kapitalisme dengan mempertahankan kedermawanan kebijakan sosial dengan tujuan memelihara, bukan mengubah, masyarakat.
c. Dimotori oleh Otto von Bismarck (Kanselir Jerman 1871 – 1890). Inisiator kebijakan asuransi sosial yang bertujuan untuk melemahkan pengaruh serikat pekerja dan melumpuhkan beberapa nilai tradisional dengan kekuatan negara.
d. Contoh : partai Demokrat Kristen di beberapa negara Eropa, partai Konservatif di Inggris.
Konservatif/Liberal, Neo-konservatif
a. Mengacu pada gagasan yang menekankan ekonomi bebas dan negara kuat.
b. Mengkominasikan liberalisme ekonomi dengan otoritarianisme moral dan pembentukan perilaku individu.
c. Contoh : keberadaan Poor Law yang bersifat residualis dan menciptakan stigma bagi individu penyandang masalah kesejahteraan di Inggris sebelum 1948, yang kemudian gagasan ini muncul lagi dengan model negara kesejahteraan di AS era Presiden Reagan dan di Inggris era PM Margaret Thatcher (1980an – 1990an).
Kebijakan Sosial Holistik*
Aktor Kelompok Target/Tujuan Kebijakan-kebijakan
Negara
(sentralisasi/desentralisasi)
Masyarakat sipil (LSM,
masyarakat, gerakan sosial)
Sektor bisnis swasta
(domestik, supranasional,
transnasional)
Institusi pembangunan
internasional (multilateral,
bilateral, agensi PBB, badan
regional)
Individual, rumah tangga,
komunitas
Peningkatan kesejahteraan bagi
semua, peningkatan modal
manusia/human capital, daya
saing pekerja secara
internasional, membangun
kohesi sosial dan melawan
eksklusi (karena kelas, gender,
etnis dsb)
Pelayanan sosial dasar
(kesehatan, pendidikan,
perumahan, jaminan sosial)
Jaring pengaman/dana sosial
Bantuan untuk keberlanjutan
mata pencaharian/sustainable
livelihood
Pendekatan silang sektor
Entitlements, hak sosial,
kapabilitas
Partisipatif/inklusif
Akuntabilitas
* Hall, A dan Midgley, J (2004) Social Policy for Development. London: Sage, hal. 38.
Model Kebijakan Sosial*
Berdasarkan Model
Pelaksanaan dan
Pembuatan
Kebijakan
Imperatif
Indikatif
Kebijakan sosial terpusat, yakni seluruh tujuan-tujuan sosial, jenis,
sumber dan jumlah pelayanan sosial seluruhnya ditentukan oleh
pemerintah
Kebijakan sosial yang mengupayakan kesamaan visi dan aspirasi seluruh
masyarakat. Disebut pula sebagai kebijakan sosial partisipatif.
Ruang lingkup
/Cakupan
(coverage)
Universal
Selektivitas
Kebijakan sosial secara menyeluruh tanpa membedakan usia, jenis
kelamin, dan status sosial. Berprinsip pada pencapaian ‘social minimum’
Kebijakan sosial yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sosial warga
masyarakat tertentu (PMKS/PPKS)
Keberlanjutan/
Keajegan
Pelayanan Sosial
Residual
Institusional
Kebijakan sosial diperlukan ketika lembaga-lembaga alamiah tidak dapat
menjalankan peranannya. Disebut sebagai model kuratif.
Kebijakan sosial dalam bentuk pelayanan sosial yang melembaga dan
Berkesinambungan. Disebut sebagai model antisipatif.
Jenis
Permasalahan /
Sasarannya
Kategorikal
Komprehensif
Kebijakan yang hanya difokuskan mengatasi suatu permasalahan sosial
berdasarkan sektor permasalahan tertentu, bersifat spesifik dan parsial
Kebijakan yang diarahkan tidak hanya untuk mengatasi satu bidang
masalah saja, melainkan beberapa masalah sosial yang terkait dalam satu
formulasi kebijakan sosial terpadu
* Suharto, Edi (2010) Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, hal. 69 – 76.
TEORI
Teori ‘a set of concept and ideas that explains and predict
physical and social phenomena’ (Schermerhorn)
Teori terbagi atas dua pemahaman
1. Lay theory, merupakan teori yang dikembangkan dari
pengalaman, atau menurut Schermerhorn sebagai developed
by themselves or learned from others over time and as a result of
their experience.
2. Scientific theory, merupakan teori yang dikembangkan melalui
metode-metode ilmiah, atau that are developed through
scientific methods.
Teori kebijakan sosial dikembangkan dari best practices, yang
kemudian diverifikasi, divalidasi, dan kemudian dikodifikasikan.
Mengapa ‘Teori’ Kebijakan Sosial?
Teori memainkan peran penting dalam pembentukan
keputusan mengenai sebuah kebijakan sosial
Ide-ide teoritis mempengaruhi kebijakan sosial
Kebijakan sosial berangkat dari asumsi mengenai
bagaimana masalah dan kebutuhan sosial tertangani
TEORI KEBIJAKAN SOSIAL*
1. TEORI REPRESENTASIONAL
2. TEORI EKSPLANATORI / ANALITIS
3. TEORI NORMATIF
* Hall, A dan Midgley, J (2004) Social Policy for Development. London: Sage, hal. 24.
TEORI REPRESENTASIONAL
Berkaitan dengan klasifikasi.
Berupaya menyederhanakan fenomena kebijakan sosial yang rumit dalam serangkaian kategori untuk menjelaskan pendekatan kebijakan sosial yang beragam. Kategori tersebut disebut juga dengan tipologi atau model.
Beberapa tipologi kebijakan sosial :
model‘residual dan institusional’ (Wilensky & Lebeaux, 1965) ditambah dengan model
‘industrial achievement-performance’ (R. Titmuss, 1972), tentang tipologi kebijakan sosial ‘three worlds of welfare capitalism’ (Esping-Andersen,1990) tentang tipe kebijakan
sosial di 29 negara maju yang menjadi anggota OECD (Organization for Economic Co-operation & Development)
‘welfare regime’ (Ian Gough, 2004) tentang tipe kebijakan sosial di negara berkembang ‘empat kategori negara’ (Suharto, 2006) tentang tingkat penerapan sistem negara
kesejahteraan di negara / spektrum pembangunan kesejahteraan sosial di daerah
TIPOLOGI AWAL
Wilensky & Lebeaux “ Residual & Institusional”
RESIDUAL WELFARE STATE
mengasumsikan tanggung jawab negara sebagai penyedia kesejahteraan berlaku jika dan hanya jika keluarga dan pasar gagal menjalankan fungsinya serta terpusat pada kelompok
tertentu dalam masyarakat
INSTITUTIONAL WELFARE STATE
bersifat universal, mencakup semua populasi warga, serta terlembaga dalam basis kebijakan sosial yang luas dan vital
bagi kesejahteraan masyarakat
kemudian disempurnakan oleh...
Richard Titmuss
Residual welfare state, Institutional
welfare state, & Industrial
Achievement-Performance welfare
state
WELFARE REGIME
/ Rezim Kesejahteraan
Welfare regime = Welfare mix (pola
kebijakan sosial negara dan pola
penyediaan kesejahteraan secara luas di
masyarakat) + Welfare outcomes (derajat
dekomodifikasi) + Dampak stratifikasi
* Ian Gough (2000) Welfare Regime in East Asia & Europe, University of Bath
Mengacu pada pola interaksi
dan saling keterkaitan dalam
produksi dan alokasi
kesejahteraan antara negara,
sistem pasar, dan
keluarga/rumah tangga*
WELFARE REGIME NEGARA BERKEMBANG No Model Tipikal Contoh
1 Proto-welfare
State Regime
Mulai adanya komitmen negara
secara ekstensif terhadap penyediaan
kesejahteraan.
Israel, Kostarika, negara-negara
eks-Uni Soviet, negara-negara
industri di Amerika Latin
2 Successful
Informal
Security
Regime
Pengeluaran sosial negara masih
rendah namun welfare outcome dan
output pelayanan sosial relatif baik
Cina, negara-negara di Asia Timur
dari Korea sampai Thailand, Iran,
Turki, negara-negara di Amerika
Tengah
3 Failing Informal
Security Regime
a. High
Illiteracy
Ditandai dengan rendahnya
pendapatan dan banyaknya buta
aksara, khususnya bagi perempuan
meski memiliki demokrasi yang
ekstensif dan kesetaraan pendapatan
India, Pakistan, Bangladesh, Nepal
b. High
Morbidity
Kebijakan sosial mulai diperluas,
melek aksara cukup tinggi tetapi
angka kematian sangat tinggi karena
HIV/AIDS
Afrika Selatan, Namibia,
Botswana, Zimbabwe, Kenya
4 Insecurity
Regime
Tiadanya maknisme jaminan sosial
informal
Negara Sub-Sahara Afrika (Benin,
Ethiopia, Mali, Senegal dsb)
CONTOH TIPOLOGI KEBIJAKAN SOSIAL
Wilensky
& Lebeaux
Richard
Titmuss
Residual
Institusional
Industrial-
Achievement
Performance
Kebijakan sosial yang terbatas dan secara kuantitas sedikit. Contoh
kebijakan sosial era kolonial dan era program penyesuaian struktur (SAP)
Kebijakan sosial yang memainkan peran di garis depan untuk
mempromosikan cakupan universal dan penyediaan pelayanan sosial
secara ekstensif.
Kebijakan sosial yang terkait dengan ekonomi dan menyediakan pelayanan
kesejahteraan atas dasar prestasi, kinerja, dan produktivitas
Gosta
Esping -
Andersen
Liberal
Demokrasi
Sosial
Konservatif
Dicirikan dengan jaminan sosial yang terbatas, residual, dan dorongan pada
pasar untuk mengurus pelayanan-pelayanan umum.
Dicirikan dengan jaminan sosial yang bersifat universal dan komprehensif
dalam berbagai tunjangan serta kebijakan aktif negara mencegah
ketergantungan tenaga kerja pada mekanisme pasar.
Kebijakan sosial yang dicirikan dengan sistem jaminan sosial yang segmented
(berbeda-beda sesuai jenis pekerjaan) dan familialisme (bertumpu pada peran
keluarga sebagai penyedia utama).
Edi
Suharto*
Negara/Daerah
Sejahtera
Negara/Daerah
Dermawan
Negara/Daerah
Pelit
Negara/Daerah
Lemah
Negara/Daerah yang memiliki PDB/PAD tinggi dan belanja sosial yang tinggi.
Negara/Daerah yang memiliki PDB/PAD rendah dan belanja sosial yang
tinggi.
Negara/Daerah yang memiliki PDB/PAD tinggi dan belanja sosial yang
rendah.
Negara/Daerah yang memiliki PDB/PAD rendah dan belanja sosial yang
rendah.
TEORI EKSPLANATORI / ANALITIS
Teori yang berupaya menjawab berbagai pertanyaan mengenai
asal muasal kebijakan sosial, fungsinya di dalam masyarakat, dan
alasan munculnya kebijakan sosial.
Mengapa muncul kebijakan sosial? Beberapa alasan…
1. Peran industrialisasi memotivasi pemerintah untuk memperluas
pelayanan kesejahteraan sosial.
2. Kelompok kepentingan memainkan peran vital dalam memelihara
ekspansi kebijakan sosial.
3. Pemerintah benar-benar ingin meningkatkan kondisi sosial dan
mempromosikan kesejahteraan warganya.
4. Diadopsi oleh pemerintah karena bisa mencegah keresahan politik dan
menjaga ketertiban.
TEORI NORMATIF
Menyediakan kerangka nilai untuk kebijakan sosial.
Berguna untuk mengidentifikasi kebijakan sosial yang terkait
dengan keragaman nilai, ideologi dan tujuan, baik politik maupun
non-politik (budaya/agama).
Teori normatif memainkan peran penting dalam kebijakan sosial
karena mempengaruhi keputusan kebijakan sosial yang disusun
oleh partai politik, pemerintah, LSM, gerakan sosial populer, dan
lembaga internasional.
Ideologi Normatif dan Implikasi bagi Praktek Kebijakan Sosial*
Kolektivis
Masyarakat terbaik adalah masyarakat yang saling bekerjasama dan bersama-sama untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Ide ini menginspirasi tokoh gerakan Reformasi Liberal,
Demokrasi Sosial dan Marxisme yang percaya bahwa kemampuan negara mengontrol
dan mengendalikan sumber daya secara kolektif dapat berguna untuk mempromosikan
kesejahteraan. Ideologi yang melahirkan institusionalisme ini menjadi dasar pendekatan
statisme (bertumpu pada peran negara) dalam kebijakan sosial. Paham ini dominan dalam
praktek kebijakan sosial pasca PD II. Dipromosikan oleh PBB, organisasi lainnya, dan
banyak pemerintahan negara berkembang.
Individualis
Individu memegang peranan penting dalam kehidupan sosial. Berakar dari Reformasi
Protestan, kebangkitan rasionalisme di era Renaisans dan kebebasan individu dari
otoritas feodal tradisional selama Revolusi Prancis & Amerika berlangsung. Ideologi ini
mengusung doktrin laissez-faire dalam bidang ekonomi dan menjadi dasar bagi
pendekatan enterprise dalam kebijakan sosial yang mulai dominan sejak 1980an. Ideologi
ini melahirkan residualisme dalam praktek kebijakan sosial dan berpandangan bahwa
kebijakan sosial harus sesuai dengan ekonomi pasar.
Populis
Keterlibatan masyarakat berikut nilai umum, kepercayaan, dan budaya mereka berperan
penting dalam formulasi kesejahteraan sosial. Bentuk dari ideologi ini berupa Nasionalisme
yang menekankan peran pelayanan sosial dari negara untuk membentuk kohesi nasional
dan memperkuat kapasitas masyarakat menghadapi ancaman luar. Bentuk lain adalah
Tradisionalisme yang muncul dari nilai dan kepercayaan agama seperti Islam, Hindu,
Konghucu, atau Katolik Roma yang secara khusus mempengaruhi praktek kebijakan
sosial di negara-negara berkembang.
* Hall, A dan Midgley, J (2004) Social Policy for Development. London: Sage, hal. 28 - 36.
Rujukan
Fahrudin, Adi (2012). Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama, hal.75-76
Hall, A dan Midgley, J (2004) Social Policy for Development. London: Sage, hal. 24 – 36.
Nugroho, Riant (2012) Social Policy for the Developing Countries, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 56 – 93.
Suharto, Edi (2008) Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, hal. 56 – 69.
Suharto, Edi (2010) Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, hal. 69 – 76.
Triwibowo, D dan Bahagijo, S (2006) Mimpi Negara Kesejahteraan. Jakarta: LP3ES, hal. 101-105.