9
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH BAGI KEPENTINGAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA (GOVERNMENT POLICY IN GRANTING RIGHTS TO LAND FOR INVESTOR INTEREST IN INDONESIA) Kamis, 30 Juli 2016

Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH BAGI KEPENTINGAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA(GOVERNMENT POLICY IN GRANTING RIGHTS TO LAND FOR INVESTOR INTEREST IN INDONESIA)

Kamis, 30 Juli 2016

Page 2: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

Latar Belakang1. Alasan Filosofis :TANAHSimbol eksistensi diri, sumber kehidupan, & akar

sosial kultural.2. Ideologis :Negara Indonesia Berdasarkan Pancasila :- Paham Kesejahteraan (Welfare State)- Sila Kedua, Keempat, & Kelima tentang :

Kemanusiaan, Demokrasi, Kesejahteraan Sosial.3. Konstitusional :- Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945

Page 3: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

Latar BelakangDalam mewujudkan Kesejahteraan : Kebijakan yang ditempuhUUPA No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria salah satu tujuannya tanah untuk Rakyat TaniTAP MPR No.IX/2001 Tentang Pembaharuan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya AlamUU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman ModalUntuk mengelola potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi

riilHak-hak atas tanah yang diberikan- Hak Guna Usaha (HGU) 95 Tahun- Hak Guna Bangunan (HGB) 80 Tahun- Hak Pakai 70 Tahun

Page 4: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

RUMUSAN MASALAH

• Bagaimanakah kebijakan pemberian hak atas tanah bagi penanaman modal dalam perspektif politik hukum pertanahan Nasional ?

• Sejauh mana reformasi hukum pertanahan mampu memberikan perlindungan hukum bagi pemilik hak atas tanah perorangan dan penanam modal (investor) di Indonesia ?

• Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi hukum pertanahan yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah perorangan dan penanam modal ?

Page 5: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

- Bahwa Undang-Undang No.25 Tahun

2007 khusus Pasal 22 bertentangan dengan konstitusi.

- Kewenangan kontrol oleh negara untuk melakukan tindakan pengawasan (toezichthoudensdaad) maupun pengelolaan (beheersdaad) menjadi berkurang atau bahkan terhalang disebabkan :

Hasil & Pembahasan

Page 6: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

“Pertama, kewenangan Negara yang terdapat dalam Pasal 22 ayat (4) UU penanaman modal tersebut bersifat sangat eksepsional dan terbatas. Dikatakan eksepsional dan terbatas karena Negara tidak boleh menghentikan atau membatalkan hak-hak atas tanah tersebut diluar alasan-alasan yang secara terbatas (limitatif) telah ditentukan dalam Pasal 22 ayat (4) UU penanaman modal. Dengan kata lain, Negara tidak lagi bebas menjalankan kehendaknya untuk menghentikan atau tidak memperpanjang hak-hak atas tanah itu tidak diberikan secara dimuka sekaligus;

Kedua, karena pemberian dan perpanjangan hak-hak atas tanah tersebut diberikan sekaligus di muka, maka ketika Negara menghentikan atau membatalkan perpanjangan hak-hak atas tanah dimaksud, meskipun telah didasarkan atas alasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 ayat (4) UU penanaman modal, perusahaan penanaman modal tetap berhak mempersoalkan keabsahan tindakan Negara tersebut. Keadaan demikian sudah tentu tidak akan terjadi jika perpanjangan hak-hak atas tanah itu tidak diberikan secara sekaligus di muka. Karena, apakah pemberian hak-hak atas tanah itu akan diperpanjang atau tidak jika jangka waktunya telah habis, hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan Negara. Dengan kata lain, perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka memperlemah posisi Negara dalam menguasai hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3) UUD 1945;

Ketiga, karena pemberian dan perpanjangan hak-hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka tersebut juga menghambat Negara untuk melakukan pemerataan kesempatan untuk memperoleh hak-hak atas tanah tersebut secara adil. Misalnya, tatkala Negara hendak mengalihkan hak-hak atas tanah tersebut kepada pihak lain setelah jangka waktu hak-hak atas tanah itu habis, hal itu menjadi tidak mungkin dilakukan karena antara pemberian hak dan perpanjangan diberikan sekaligus di muka. Sementara itu, dalam Pasal 22 ayat (4) Undang- undang penanaman modal, alasan pemerataan kesempatan tersebut di atas tidak termasuk salah satu alasan yang dapat digunakan oleh Negara untuk menghentikan atau membatalkan hak-hak atas tanah. Dengan demikian, karena adanya ketentuan bahwa HGU, HGB dan hak pakai dapat diberikan dan diperpanjang sekaligus di muka tersebut sebagian dari kewenangan Negara untuk melakukan tindakan pengelolaan (behersdaad), dalam hal ini kewenangan untuk melakukan pemerataan kesempatan untuk mendapatkan hak-hak atas tanah secara lebih adil dan lebih merata, menjadi terhalang. Pada saat yang sama, keadaan demikian menyebabkan Negara terhalang pula untuk melakukan kewajibannya melaksanakan perintah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu pemerataan kesempatan untuk menjaga kepentingan yang dilindungi konstitusi .”

Page 7: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

- Legislasi & Regulasi di bidang Pertanahan

tumpang tindih yang berdampak tidak terlindunginya hak-hak Perorangan dan penanaman modal. Orientasi Reformasi Di Bidang Hukum Pertanahan dalam implementasinya lebih berdimensi Kapitalis.

- Faktor Substansi Hukum, Struktur Hukum, Budaya Hukum, Kemampuan Sumber Daya Manusia masih menjadi kendala didalam upaya melakukan reformasi dibidang Pertanahan di Indonesia.

Hasil & Pembahasan

Page 8: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

Kesimpulan Bahwa pemberian hak-hak atas tanah (HGU, HGB dan Hak Pakai) “Yang dapat

diperpanjang di muka sekaligus” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang penanaman modal baik dilihat dari perspektif prinsip penguasaan oleh Negara, yang di dalamnya termasuk perlindungan terhadap kepentingan yang dilindungi oleh konstitusi, maupun dari perspektif kedaulatan rakyat di bidang ekonomi sebagaimana yang terkandung dalam pengertian Pasal 33 UUD 1945 sangat bertentangan dengan prinsip penguasaan oleh Negara maupun kedaulatan rakyat di bidang ekonomi sebgaimana dimaksud oleh Pasal 33 UUD 1945. Kata-kata “dapat diperpanjang di muka sekaligus”, maupun kata-kata “sekaligus di muka” dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-undang penanaman modal menjadikan kewenangan kontrol oleh Negara untuk melakukan tindakan pengawasan (Toezichthoudensdaad) maupun pengelolaan (beheersdaad) menjadi berkurang atau bahkan terhalang.

Kebijakan pemerintah melalui reformasi di bidang pertanahan dalam rangka penanaman modal dalam pelaksanaannya belum mampu memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap hak-hak perorangan maupun penanam modal, kasus-kasus sengketa pertanahan dan perebutan lahan di sejumlah daerah di Indonesia antara warga masyarakat dan penanam modal masih sering terjadi akibat kebijakan Pemerintah di Bidang Pertanahan tidak konsisten baik pada tataran Peraturan Perundang-undangan maupun implementasinya.

Faktor substansi hukum, struktur hukum, budaya hukum dan faktor sumber daya manusia masih menjadi kendala mempengaruhi pelaksanaan reformasi hukum pertanahan di Indonesia, sehingga belum mampu memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah perorangan dan penanam modal.

Page 9: Presentase Promosi Doktoral Pak DR.Asmadi Weri, SH., MH

Rekomendasi Agar kebijakan pemberian hak atas tanah bagi penanam modal di

Indonesia dapat terlaksana dengan baik, maka perlu segera menjalankan reformasi hukum pertanahan secara konsisten dan konsekuen agar sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta harus ada harmonisasi kebijakan agraria secara menyeluruh.

Agar kebijakan pemberian hak atas tanah bagi penanam modal di Indonesia dapat mencapai tujuannya sebagaimana maksud Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka perlu meninjau kembali sejumlah regulasi yang tidak relevan dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Dalam rangka penguatan dan terlaksananya dengan baik kebijakan pemberian hak atas tanah bagi penanam modal di Indonesia, maka sebaiknya pemerintah melibatkan masyarakat dan lembaga adat untuk menghidupkan kearifan lokal yang mendukung kebijakan pemberian hak atas tanah bagi penanam modal di Indonesia