24
Taubat

Shalat taubat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Shalat taubat

Citation preview

Page 1: Shalat taubat

Taubat

Page 2: Shalat taubat

Shalat Taubat adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim saat ingin bertobat

terhadap kesalahan yang pernah ia lakukan. Shalat taubat dilaksanakan dua raka'at dengan

waktu yang bebas kecuali pada waktu yang diharamkan untuk melakukan shalat (lihat pada

shalat sunnat)

Niat Shalat

Niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain cukup diucapkan didalam hati, yang

terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan

mengharapkan Ridho Nya, apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga

mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah

dengan hikmah bijaksana.

Hadits terkait

Hadits Rasulullah SAW terkait shalat taubat antara lain :

Dari Ali bin Abi Thalib r.a ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu

alaihi wa Salam bersabda: 'Tidaklah seseorang melakukan dosa kemudian ia bersuci

(berwudhu) dan shalat lalu minta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan

mengampuni dosanya itu, beliau lalu membacakan firman Allah (QS. Ali Imran

135).'" (HR. at-Tirmidzi, Abi Dawud dan dihasankan oleh al-Albani)

Hadits Rasulullah SAW terkait shalat taubat antara lain : Hakikat taubat adalah kembali

tunduk kepada Allah dari bermaksiat kepada-Nya kepada ketaatan kepada-Nya. Taubat ada

dua macam: taubat mutlak dan taubat muqayyad (terikat). Taubat mutlak ialah bertaubat

dari segala perbuatan dosa. Sedangkan taubat muqayyad ialah bertaubat dari salah satu dosa

tertentu yang pernah dilakukan.

Page 3: Shalat taubat

Syarat-syarat taubat meliputi: beragama Islam, berniat ikhlas, mengakui dosa, menyesali

dosa, meninggalkan perbuatan dosa, bertekad untuk tidak mengulanginya, mengembalikan

hak orang yang dizalimi, bertaubat sebelum nyawa berada di tenggorokan atau matahari terbit

dari arah barat. Taubat adalah kewajiban seluruh kaum beriman, bukan kewajiban orang yang

baru saja berbuat dosa. Karena Allah berfirman,

“Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian

beruntung.” (QS. An Nuur: 31) (lihat Syarh Ushul min Ilmil Ushul Syaikh Al ‗Utsaimin

rahimahullah, tentang pembahasan isi khutbatul hajah).

Allah Maha Pengampun, Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang

Allah menyifati diri-Nya di dalam Al Quran bahwa Dia Maha pengampun lagi Maha

Penyayang hampir mendekati 100 kali. Allah berjanji mengaruniakan nikmat taubat kepada

hamba-hambaNya di dalam sekian banyak ayat yang mulia. Allah ta‘ala berfirman,

“Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian, sedangkan orang-orang yang

memperturutkan hawa nafsunya ingin agar kalian menyimpang dengan sejauh-jauhnya.”

(QS. An Nisaa‘: 27)

Allah ta‘ala juga berfirman,

“Dan seandainya bukan karena keutamaan dari Allah kepada kalian dan kasih sayang-Nya

(niscaya kalian akan binasa). Dan sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha

bijaksana.” (QS. An Nuur: 10)

Allah ta‘ala berfirman,

“Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas ampunannya.” (QS. An Najm: 32)

Allah ta‘ala berfirman,

“Rahmat-Ku amat luas meliputi segala sesuatu.” (QS. Al A‘raaf: 156)

Oleh Karenanya, Saudaraku yang Tercinta…

Pintu taubat ada di hadapanmu terbuka lebar, ia menanti kedatanganmu… Jalan orang-orang

yang bertaubat telah dihamparkan. Ia merindukan pijakan kakimu… Maka ketuklah pintunya

dan tempuhlah jalannya. Mintalah taufik dan pertolongan kepada Tuhanmu… Bersungguh-

sungguhlah dalam menaklukkan dirimu, paksalah ia untuk tunduk dan taat kepada Tuhannya.

Page 4: Shalat taubat

Dan apabila engkau telah benar-benar bertaubat kepada Tuhanmu kemudian sesudah itu

engkau terjatuh lagi di dalam maksiat, sehingga memupus taubatmu yang terdahulu,

janganlah malu untuk memperbaharui taubatmu untuk kesekian kalinya. Selama maksiat itu

masih berulang padamu maka teruslah bertaubat.

Allah ta‘ala berfirman,

“Karena sesungguhnya Dia Maha mengampuni kesalahan hamba-hamba yang benar-benar

bertaubat kepada-Nya.” (QS. Al Israa‘: 25)

Allah ta‘ala juga berfirman,

“Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka,

janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua

dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka

kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab

kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan.” (QS. Az Zumar: 53-54)

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Seandainya kalian berbuat dosa

sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya

Allah akan menerima taubat kalian.” (Shahih Ibnu Majah)

Maka di manakah orang-orang yang bertaubat dan menyesali dosanya? Di manakah orang-

orang yang kembali taat dan merasa takut siksa? Di manakah orang-orang yang ruku‘ dan

sujud?

Berbagai Keutamaan Taubat

Pada hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan

selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar-

benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam perjalanannya

menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa adalah yang menelantarkan

dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya. Beberapa di antara keutamaan taubat

ialah:

Pertama: Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‗azza wa jalla.

Allah ta‘ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang

yang suka membersihkan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)

Kedua: Taubat merupakan sebab keberuntungan.

Page 5: Shalat taubat

Allah ta‘ala berfirman

“Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian

beruntung.” (QS. An Nuur: 31)

Ketiga: Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas

kesalahan-kesalahannya.

Allah ta‘ala berfirman

“Dialah Allah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan Maha mengampuni

berbagai kesalahan.” (QS. Asy Syuura: 25)

Allah ta‘ala juga berfirman

“Dan barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan

menerima taubatnya.” (QS. Al Furqaan: 71) artinya taubatnya diterima

Keempat: Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.

Allah ta‘ala berfirman,

“Maka sesudah mereka (nabi-nabi) datanglah suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat

dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam

kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman serta

beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam surga dan

mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS. Maryam: 59, 60)

Kelima: Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat.

Allah ta‘ala berfirman,

“Dan orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan

beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.”

(QS. Al A‘raaf: 153)

Keenam: Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.

Allah ta‘ala berfirman,

Page 6: Shalat taubat

“Dan barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui

pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka akan

kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman

serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang digantikan oleh Allah keburukan-

keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha

penyayang.” (QS. Al Furqaan: 68-70)

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa

sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

Ketujuh: Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan.

Allah ta‘ala berfirman,

“Apabila kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian.” (QS. At Taubah: 3)

Allah ta‘ala juga berfirman,

“Maka apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka.” (QS. At

Taubah: 74)

Kedelapan: Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.

Allah ta‘ala berfirman,

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan

agama Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan

bersama dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman

pahala yang amat besar.” (QS. An Nisaa‘: 146)

Kesembilan: Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya

kekuatan.

Allah ta‘ala berfirman,

“Wahai kaumku, minta ampunlah kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya

niscaya akan dikirimkan kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat dan

akan diberikan kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian berpaling menjadi

orang yang berbuat dosa.” (QS. Huud: 52)

Page 7: Shalat taubat

Kesepuluh: Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-

orang yang bertaubat.

Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta‘ala,

“Para malaikat yang membawa „Arsy dan malaikat lain di sekelilingnya senantiasa

bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan memintakan

ampunan bagi orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha luas

meliputi segala sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu

serta peliharalah mereka dari siksa neraka.” (QS. Ghafir: 7)

Kesebelas: Keutamaan taubat yang lain adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak Allah

‗azza wa jalla.

Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta‘ala,

“Dan Allah menghendaki untuk menerima taubat kalian.” (QS. An Nisaa‘: 27). Maka orang

yang bertaubat berarti dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah

dan diridhai-Nya.

Kedua belas: Keutamaan taubat yang lain adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu „alaihi wa sallam yang artinya,

“Sungguh Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau

bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan

tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal makanan

dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang pohon dan

bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat kehilangan hewan

tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah kembali berada di sisinya maka

diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan karena saking gembiranya, „Ya Allah,

Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu‟, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR.

Muslim)

Ketiga belas: Taubat juga menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya.

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Sesungguhnya seorang hamba

apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia

meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia

mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah

raan yang disebutkan Allah ta‟ala,

Page 8: Shalat taubat

“Sekali-kali tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang

telah mereka kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan

dihasankan Al Albani)

Oleh karena itu, saudaraku yang kucintai…

Sudah sepantasnya setiap orang yang berakal untuk bersegera menggapai keutamaan dan

memetik buah memikat yang dihasilkan oleh ketulusan taubat itu…, Saudaraku:

Tunaikanlah taubat yang diharapkan Ilahi

demi kepentinganmu sendiri

Sebelum datangnya kematian dan lisan terkunci

Segera lakukan taubat dan tundukkanlah jiwa

Inilah harta simpanan bagi hamba yang kembali taat dan baik amalnya

Tingkatan Jihad Melawan Syaitan

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: Jihad melawan syaitan itu ada dua tingkatan.

Pertama, berjihad melawannya dengan cara menolak segala syubhat dan keragu-raguan yang

menodai keimanan yang dilontarkannya kepada hamba.

Kedua, berjihad melawannya dengan cara menolak segala keinginan yang merusak dan

rayuan syahwat yang dilontarkan syaitan kepadanya.

Maka tingkatan jihad yang pertama akan membuahkan keyakinan sesudahnya. Sedangkan

jihad yang kedua akan membuahkan kesabaran.

Allah ta‘ala berfirman,

“Maka Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan

perintah Kami karena mereka bisa bersabar dan senantiasa meyakini ayat-ayat Kami.” (QS.

As Sajdah: 24)

Allah mengabarkan bahwasanya kepemimpinan dalam agama hanya bisa diperoleh dengan

bekal kesabaran dan keyakinan. Kesabaran akan menolak rayuan syahwat dan keinginan-

keinginan yang merusak, sedangkan dengan keyakinan berbagai syubhat dan keragu-raguan

akan tersingkirkan.

Washallallahu „ala Nabiyyina Muhammadin wa „ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Wal

hamdu lillaahi Rabbil „aalamiin.

(disadur dari Ya Ayyuhal Muqashshir mata tatuubu, Qismul ‗Ilmi Darul Wathan dan

tambahan dari sumber lain)

Page 9: Shalat taubat

Jogjakarta, 9 Rabi‘uts Tsani 1427 Hijriyah

Taubat Dari Suatu Dosa Sambil Tetap

Melakukan Dosa Yang Lain

Dr. Yusuf al Qardhawi

Di antara pertanyaan yang penting yang

menuntut untuk dijawab dan dijelaskan hukumnya di sini adalah pertanyaan: apakah taubat

dari suatu dosa sah, jika sambil tetap melakukan dosa yang lain?

Dalam hal ini ada dua pendapat ulama, dan keduanya adalah dua riwayat dari imam Ahmad.

Orang yang mengatakan di situ ada ijma‘, tidak mengetahui ikhtilaf pendapat yang terjadi,

seperti an-Nawawi yang berpendapat lain dan ulama lainnya.

Abu Thalib al Makki dalam kitabnya ―Qutul Qulub‖ meriwayatkan pendapat berikut ini dari

beberapa ulama: orang yang telah taubat dari sembilan puluh sembilan dosa, namun ia tidak

bertaubat dari satu dosa, maka ia menurut kami bukan kelompok orang yang bertaubat‖

[Qutul Qulub: 1/191]

Imam Ibnu Qayyim berkata: Masalah ini pelik, dan memiliki kerumitan tersendiri. Namun

perlu memilih salah satu pendapat itu dengan diperkuat oleh dalil. Mereka yang

mengabsahkan taubat seperti itu berdalil bahwa keislaman seseorang jelas sah –dan

keislaman itu adalah taubat dari kekafiran– meskipun ia masih tetap melakukan maksiat yang

ia belum bertaubat darinya. Maka demikian pula halnya dengan taubat dari suatu dosa sambil

masih tetap melaklukan dosa yag lain.

Sedangkan kelompok ulama yang lain berkata: keislaman itu lain masalahnya dari yang lain,

karena kekuatannya, serta keislaman itu dapat terjadi –dengan keislaman kedua orang tuanya

atau salah satunya– bagi anak kecil.

Page 10: Shalat taubat

Sementara kelompok ulama yang lain lagi berdalil, bahwa taubat itu adalah kembali kepada

Allah SWT dari melanggar aturan-Nya menuju ketaatan-Nya. Maka bagaimana ia dapat

dikatakan kembali jika ia hanya taubat dari satu dosa, sementara masih terus melakukan

seribu dosa lainnya?

Mereka berkata: Allah SWT tidak menghukum orang yang telah bertaubat karena orang itu

telah kembali kepada ketaatan dan penghambaanNya, serta telah taubat dengan taubat

nasuha. Sedangkan orang yang masih terus melakukan dosa lain yang sejenisnya –atau malah

lebih besar lagi– tidak dapat dikatakan telah kembali kepada ketaatan, dan tidak pula telah

taubat dengan taubat nasuha.

Mereka berkata: karena orang yang bertaubat kepada Allah SWT, darinya telah hilang cap

―pelaku maksiat‖, seperti orang kafir ketika ia masuk Islam yang hilang cap ―kafir‖ itu

darinya. Sedangkan orang yang tetap melakukan dosa lain selain dosa yang ia mintakan

taubat itu, maka cap ―maksiat‖ masih tetap melekat padanya, sehingga taubatnya tidak sah.

Rahasia masalah ini adalah: taubat itu memiliki macam-macam bagian, seperti kemaksiatan,

sehingga ia dapat taubat dari satu segi, tidak pada segi lainnya, seperti antara keimanan

dengan keislaman

Pendapat yang kuat adalah: taubat itu dipecah-pecah, seperti perbedaan dalam

pelaksanaannya. Demikian juga dalam jumlahnya. Maka jika seorang hamba telah

menjalankan suatu kewajiban dan meninggalkan kewajiban yang lain, ia akan menerima

hukuman atas yang ditinggalkan itu tidak atas kewajiban yang telah dilakukannya. Demikian

juga halnya orang yang telah bertaubat dari satu dosa dan tetap melakukan dosa yang lain.

Karena taubat adalah kewajiban dari dua dosa. Maka ia telah melakukan satu dari dua

kewajiban dan meninggalkan yang lain. Sehingga apa yang ditinggalkannya tidak membuat

batal apa yang telah dikerjakannya. Seperti orang yang tidak melaksanakan hajji, namun

menjalankan shalat, puasa dan zakat.

Kelompok yang lain berkata: taubat adalah satu pekerjaan. Maknanya adalah meninggalkan

apa yang dibenci oleh Allah SWT serta menyesal dari perbuatannya yang buruk, dan kembali

kepada ketaatan kepada Allah SWT. Maka jika ia tidak melengkapinya, taubatnya itu tidak

sah, karena ia adalah satu kesatuan ibadah. Maka melaksanakan sebagian taubat sementara

meninggalkan taubat yang lain adalah seperti orang yang melakukan sebagian ibadah dan

meninggalkan bagian lainnya. Dan ikatan bagian-bagian suatu ibadah satu sama lain lebih

kuat dari ikatan ibadah-ibadah yang bermacam-macam, satu sama lain.

Dan kelompok yang berpendapat lain berkata: setiap dosa memiliki taubat yang khusus

baginya, dan taubat itu wajib dilakukannya. Namun taubat itu tidak berkaitan dengan taubat

dari perbuatan lainnya. Seperti tidak ada kaitan antara satu dosa dengan dosa lainnya.

Ibnu Qayyim berkata: menurutku dalam masalah ini adalah: suatu taubat atas suatu dosa tidak

sah jika orang itu tetap menjalankan dosa lainnya yang sejenis. Sedangkan taubat dari satu

dosa sambil masih melakukan dosa lain yang tidak mempunyai hubungan dengan dosa

pertama, juga bukan dari jenisnya, taubat itu sah. Seperti orang yang bertaubat dari riba, dan

belum bertaubat dari meminum khamar misalnya. Karena taubatnya dari riba adalah sah.

Sedangkan orang yang bertaubat dari riba fadhl, kemudian ia tidak bertaubat dari riba nasi‘ah

dan terus menjalankan riba ini, atau sebaliknya, atau orang yang taubat dari menggunakan

obat bius dan ia masih tetap minum minuman keras, atau sebaliknya, maka taubatnya ini

tidak sah. Ini adalah seperti orang yang bertaubat dari berzina dengan seorang wanita, namun

Page 11: Shalat taubat

ia masih tetap berzina dengan wanita-wanita lainnya, maka tidak sah taubatnnya. Demikian

juga orang yang bertaubat dari meminum juice anggur yang memambukkan, namun ia masih

terus meminum minuman lainnya yang memabukkan juga, maka orang ini sebetulnya belum

bertaubat. Namun ia hanya bnerpindah dari satu macam ke macam lainnya.

Berbeda dengan orang yang meninggalkan satu jenis maksiat, sambil menjalankan maksiat

jenis lainnya. Karena dosanya lebih ringan, atau karena dorongannya baginya lebih kuat,

serta kekuatan syahwat untuk melakukan itu amat kuat baginya atau juga faktor-faktor yang

mendorongnya untuk terus melakukan itu masih tetap ada, tidak perlu dicari. Berbeda dengan

maksiat yang butuh dicari dahulu perangkatnya untuk mengerjakannnya, atau juga karena

teman-temannya memilikinya, dan mereka tidak membiarkannhya untuk bertaubat darinya,

dan ia memiliki kehormatan di hadapan mereka, maka jiwanya tidak membiarkannya untuk

merusak penghormatan mereka atasnya itu dengan melakukan taubat [Madarij Salikin: 1/273-

275]

Pendapat yang aku pilih dalam masalah ini adalah: seluruh orang yang bertaubat dari suatu

dosa dengan taubat yang benar, maka diharapkan Allah SWT menerima taubatnya, dari dosa

itu. Meskipun ia masih terus menjalankan dosa yang lain. Barangsiapa yang bertaubat dari

perbuatan kaum Luth (homoseksual) dengan benar, niscaya Allah SWT akan menerima

taubatnya, meskipun ia masih berat untuk bertaubat dari zina. Orang yang bertaubat dari riba

nasi‘ah, maka Allah SWT akan menerima tabatnya, meskipun ia masih menjalankan riba

fadhl. Atau ia taubat dari ghibah (menceritakan keburukan orang) dan namimah (mengadu

domba), meskipun ia masih sering menghina orang, berbohong ketika bicara atau dosa lidah

lainnya.

Taubat itu sah karena taubat pada dasarnya adalah hasanah (kebaikan), bahkan kebaikan yang

besar. Allah SWT berfirman:

―Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada

kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari

sisiNya pahala yang besar‖ [an Nisa: 40]

Kemudian Allah SWT berjanji akan menerima taubat hamba-hamba-Nya secara umum. Dan

tidak mengkhususkan satu dosa dari dosa lainnya. Seperti dalam firman Allah SWT:

―Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-

kesalahan‖ [QS. asy-Syuura: 25].

Orang ini telah bertaubat dari dosanya, dan ia berhak untuk diterima taubatnya oleh Allah

SWT dan dimaafkan.

Kemudian ini cocok dengan keluasan rahmat dan maghfirah Allah SWT yang mencakup

seluruh orang yang berdosa dan seluruh orang yuang bertaubat. Seperti firman Allah SWT:

―Sesungguhnya Allah SWT mengampuni dosa-dosa seluruhnya‖.

Kemudian itu juga akan mengobati kelemahan manusia, dan menuntunnya secara bertahap,

dan membuka kesempatan baginya meningkat setahap demi setahap. Sehingga ia dapat

meninggalkan maksiat sedikit demi sedikit, dan dari satu fase ke fase selanjutnya. Hingga

Page 12: Shalat taubat

pada akhirnya Allah SWT memberikan hidayah kepadanya untuk meninggalkan seluruh

kemaksiatan itu. Dalam hadits sahih disabdakan:

―Kalian diutus hanya untuk memberi kemudahan dan tidaklah kalian diutus untuk membuat

kesulitan‖.

Pendapat yang mengatakan diterimanya taubat seseorang yang taubat ketika ia masih berbuat

dosa lagi, dan ia kemudian kembali bertaubat, didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh

Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:

―Seorang hamba melakukan dosa, dan berdo‘a: Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka

ampunilah aku. Tuhannya berfirman: hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan

yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu.

Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga masa yang ditentukan Allah

SWT, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo‘a: Ya

Tuhanku, aku kembali melakukan dosa, maka ampunilah dosaku. Allah SWT berfirman:

Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan menghapus

dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu. Kemudian ia terus dalam keadaan demikian

selama masa yang ditentukan Allah SWT, hingga akhirnya ia kembali melakukan dosa. Dan

ia berdo‘a: Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa, maka ampunilah daku. Allah SWT

berfirman: Hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan

menghapus dosanya. Maka Aku telah berikan ampunan kepada hamba-Ku, (diulang tiga kali)

dan silahkan ia melakukan apa yang ia mau‖ [Hadits Muttafaq alaih: lihat: al Lu'lu wa al

Marjan (1754) dan lihatlah: Fathul Bari juz 13 hal. 46 dan setelahnya].

Al Qurthubi berkata dalam kitabnya ―al Mufhim fi syarhi Muslim‖: Hadits ini menunjukkan

kebesaran faedah istighfar, dan keagungan nikmat Allah SWT, keluasan rahmat-Nya serta

sifat pemaaf dan pemurah-Nya. Namun istighfar ini adalah permohonan taubat yang

maknanya tertanam dalam hati sambil diiringi dengan ucapan lidah, sehingga ia tidak lagi

menjalankan dosa itu, dan ia merasa menyesal atas perbuatan masa lalunya. Sehingga itu

adalah ungkapan praktekal atas taubat. Seperti dikatakan oleh hadits: orang yang paling baik

dari kalian adalah setiap orang yang terfitnah (sehingga melakukan dosa) dan sering

bertaubat‖. Maknanya: yaitu orang yang terulang dosanya dan mengulang taubatnya. Setiap

kali ia jatuh dalam dosa ia mengulang taubatnya. Bukan orang yang berkata dengan lidahnya:

aku ber istighfar kepada Allah SWT, namun hatinya masih terus ingin menjalankan maksiat

itu. Inilah istighfar yang masih membutuhkan kepada istighfar lagi!

Al Hafizh ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Bari ketika memberi komentar atas hadits

itu, sebagai berikut: hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari

hadits Ibnu Abbas secara marfu‘:

―Orang yang bertaubat adalah seperti orang yang tidak mempunyai dosa, dan orang yang

meminta ampunan dari dosa, sementara ia masih tetap melakukan dosa, adalah seperti orang

yang mengejek Tuhannya‖.

Ia berkata: yang rajih adalah: redaksi dari ―wal mustaghfir… hingga akhirnya, adalah

mauquf. Atau dari perkataan Ibnu Abbas, bukan hadits Nabi. Yang pertama menurut Ibnu

Majah dan Thabrani, dari hadits Ibnu Mas‘ud. Dan sanadnya hasan.

Page 13: Shalat taubat

Al Qurthubi berkata: faedah hadits ini adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari

ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu ia berarti

melanggar taubatnya. Tapi kembali melakuian taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang

pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah, terus

meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain

Allah SWT.

Imam an Nawawi berkata: dalam hadits itu, suatu dosa –meskipun telah terulang sebanyak

seratus kali atau malah seribu dan lebih– jika orang itu bertaubat dalam setiap kali melakukan

dosa– niscaya taubatnya diterima, atau juga ia bertaubat dari seluruh dosa itu dengan satu

taubat, maka taubatnya juga sah. Dan redaksi: ―perbuatlah apa yang engkau mau‖ — atau

―Maka silakan ia berbuat apa yang ia mau‖ – maknanya: selama engkau masih melakukan

dosa maka bertaubatlah, niscaya Aku akan ampuni dosamu‖ [Lihat: Fathul Bari: 14/ 471.

Cetakan: Darul Fikr al Mushawirah An Salafiyah]

Benar, taubat yang sempurna adalah taubat dari seluruh dosa. Dan itulah yang akan

membawa kepada keberuntungan yang disinyalir dalam firman Allah SWT:

―Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu

beruntung‖ [QS. an-Nur: 31]

Taubat seperti itulah yang akan menghapus seluruh keburukan, dan menghilangkan seluruh

dosa, dan orangnya akan masuk dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada

hari Allah SWT tidak mengcewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya.

Inilah yang akan menarik cinta Allah SWT kepadanya, juga kesenangan dan senyum-Nya

terhadap mereka.

Juga taubat yang sempurna adalah taubat yang tidak hanya mencegah orang itu untuk

kembali melakukan maksiat saja, namun ia adalah taubat yang mendorongnya untuk

melakukan ketaatan, menjalankan perbuatan yang saleh, serta mematuhi hukum-hukum

syari‘ah dan adab-adabnya, secara zahir dan bathin, antara dia dengan Rabbnya, antara

dirinya dengan dirinya sendiri, serta antara dirinya dengan seluruh makhluk. Sehingga ia

dapat mencapai keberuntungan di dunia dan akhirat, dan mendapatkan kemenangan surga

serta selamat dari neraka.

Oleh karena itu, kita harus membedakan antara taubat yang menyeluruh yang akan

mengantarkan orang itu kepada kemenangan mendapatkan surga dan selamat dari neraka,

dengan taubat yang parsial yang memberikan keuntungan kepada orang yang taubat itu serta

membebaskannya dari suatu dosa tertentu, meskipun ia tetap terikat dengan dosa yang lain.

Kedua macam taubat itu mempunyai ketentuan hukumnya masing-masing.

sumber: http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Taubat/index.html

Difailkan dalam: Agama,Kuliah, Tazkirah

Page 14: Shalat taubat

Taubat Sejati

Oleh: Muhammad Nuh

Hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak yang becek di tepian sungai nan jernih.

Kadang orang tak sadar kalau lumpur yang melekat di kaki, tangan, badan, dan mungkin

kepala bisa dibersihkan dengan air sungai tersebut. Boleh jadi, kesadaran itu sengaja ditunda

hingga tujuan tercapai.

Tak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Selalu saja ada debu-debu lalai yang

melekat. Sedemikian lembutnya, terlekatnya debu kerap berlarut-larut tanpa terasa. Di luar

dugaan, debu sudah berubah menjadi kotoran pekat yang menutup hampir seluruh tubuh.

Itulah keadaan yang kerap melekat pada diri manusia. Diamnya seorang manusia saja bisa

memunculkan salah dan dosa. Terlebih ketika peran sudah merambah banyak sisi: keluarga,

masyarakat, tempat kerja, organisasi, dan pergaulan sesama teman. Setidaknya, akan ada

gesekan atau kekeliruan yang mungkin teranggap kecil, tapi berdampak besar.

Page 15: Shalat taubat

Belum lagi ketika kekeliruan tidak lagi bersinggungan secara horisontal atau sesama manusia.

Melainkan sudah mulai menyentuh pada kebijakan dan keadilan Allah swt. Kekeliruan jenis

ini mungkin saja tercetus tanpa sadar, terkesan ringan tanpa dosa; padahal punya delik besar

di sisi Allah swt.

Rasulullah saw. pernah menyampaikan nasihat tersebut melalui Abu Hurairah r.a. ―Segeralah

melalukan amal saleh. Akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita.

Ketika itu, seorang beriman di pagi hari, tiba-tiba kafir di sore hari. Beriman di sore hari,

tiba-tiba kafir di pagi hari. Mereka menukar agama karena sedikit keuntungan dunia.‖ (HR.

Muslim)

Saatnyalah seseorang merenungi diri untuk senantiasa minta ampunan Allah swt. Menyadari

bahwa siapa pun yang bernama manusia punya kelemahan, kekhilafan. Dan istighfar atau

permohonan ampunan bukan sesuatu yang musiman dan jarang-jarang. Harus terbangun

taubat yang sungguh-sungguh.

Secara bahasa, taubat berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah swt.

dan diajarkan Rasulullah saw. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan

meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini.

Rasulullah saw. pernah ditanya seorang sahabat, ―Apakah penyesalan itu taubat?‖ Rasulullah

saw. menjawab, ―Ya.‖ (HR. Ibnu Majah) Amr bin Ala pernah mengatakan, ―Taubat nasuha

adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu mencintainya.‖

Taubat dari segala kesalahan tidak membuat seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya.

Justru, akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Karena

Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. ―Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.‖

(QS. Al-Baqarah: 222)

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara. Pintu taubat selalu terbuka luas tanpa

penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang

ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu

musa Al-Asy`ari. ―Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk

menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari

barat.‖

Karena itu, merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan

dirinya terus-menerus melampaui batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka. Dan sungguh,

Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya karena Dialah yang Maha Pengampun lagi

Penyayang.

Orang yang mengulur-ulur saatnya bertaubat tergolong sebagai Al-Musawwif. Orang model

ini selalu mengatakan, ―Besok saya akan taubat.‖ Ibnu Abas r.a. meriwayatkan, berkata Nabi

saw. ―Binasalah orang-orang yang melambat-lambatkan taubat (musawwifuun).‖ Dalam surat

Al-Hujurat ayat 21, Allah swt. berfirman, ―Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, mereka

itulah orang-orang yang zalim.―

Abu Bakar pernah mendengar ucapan Rasulullah saw., ―Iblis berkata, aku hancurkan manusia

dengan dosa-dosa dan dengan bermacam-macam perbuatan durhaka. Sementara mereka

menghancurkan aku dengan Laa ilaaha illaahu dan istighfar. Tatkala aku mengetahui yang

Page 16: Shalat taubat

demikian itu aku hancurkan mereka dengan hawa nafsu, dan mereka mengira dirinya

berpetunjuk.‖

Namun, taubat seorang hamba Allah tidak cuma sekadar taubat. Bukan taubat kambuhan

yang sangat bergantung pada cuaca hidup. Pagi taubat, sore maksiat. Sore taubat, pagi

maksiat. Sedikit rezeki langsung taubat. Banyak rezeki kembali maksiat.

Taubat yang selayaknya dilakukan seorang hamba Allah yang ikhlas adalah dengan taubat

yang tidak setengah-setengah. Benar-benar sebagai taubat nasuha, atau taubat yang sungguh-

sungguh.

Karena itu, ada syarat buat taubat nasuha. Antara lain, segera meninggalkan dosa dan

maksiat, menyesali dengan penuh kesadaran segala dosa dan maksiat yang telah dilakukan,

bertekad untuk tidak akan mengulangi dosa.

Selain itu, para ulama menambahkan syarat lain. Selain bersih dari kebiasaan dosa, orang

yang bertaubat mesti mengembalikan hak-hak orang yang pernah dizalimi. Ia juga bersegera

menunaikan semua kewajiban-kewajibannya terhadap Allah swt. Bahkan, membersihkan

segala lemak dan daging yang tumbuh di dalam dirinya dari barang yang haram dengan

senantiasa melakukan ibadah dan mujahadah.

Hanya Alahlah yang tahu, apakah benar seseorang telah taubat dengan sungguh-sungguh.

Manusia hanya bisa melihat dan merasakan dampak dari orang-orang yang taubat. Benarkah

ia sudah meminta maaf, mengembalikan hak-hak orang yang pernah terzalimi, membangun

kehidupan baru yang Islami, dan hal-hal baik lain. Atau, taubat hanya hiasan bibir yang

terucap tanpa beban.

Hidup memang seperti menelusuri jalan setapak yang berlumpur dan licin. Segeralah

mencuci kaki ketika kotoran mulai melekat. Agar risiko jatuh berpeluang kecil. Dan berhati-

hatilah, karena tak selamanya jalan mendatar

Definisi taubat menurut bahasa diambil dari kata ―at-taubah‖ bentuk ―isim masdar‖

berarti ar-rujuu‘ (kembali). Sedangkan menurut istilah, taubat adalah kembali dari kondisi

jauh dari Allah swt menuju kedekatan kepada-Nya. Atau : pengakuan atas dosa, penyesalan,

berhenti, dan tekad untuk tidak mengulanginya kembali di masa yang akan datang.

Mengapa kita harus bertaubat?

Pertama, karena manusia pasti berdosa.

Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Sang Kekasih (Allah swt), maka lari dari hal

yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.

Dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti

segera menjauh darinya.

Page 17: Shalat taubat

Jika ada manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk

melakukannya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan melakukan dosa, pasti ia

pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah,

pastilah ia tidak akan mampu memberikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah

kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.

Kedua, karena Allah swt memerintahkan kita bertaubat,

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa

(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-

kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-

sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang

bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,

sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan

ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” At Tahrim:8

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,

dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)

nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan

janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,

atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau

Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-

putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang

mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap

wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka

memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah

kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” An

Nuur:31

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika

kamu mengerjakan yang demikian), niscaya dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus

menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang Telah ditentukan dan dia akan memberikan

kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu

berpaling, Maka Sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” Hud:3

Ketiga, karena Allah mencintai orang yang bertaubat,

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”.

oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah

kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah

mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” Al

Baqarah:222

Keempat, karena Rasulullah saw senantiasa bertaubat

Padahal beliau seorang nabi yang ma‘shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda : “Demi

Allah, sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih

dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari). Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau

beristighfar seratus kali dalam sehari.

Page 18: Shalat taubat

Syarat-Syarat Taubat

1. Penyesalan dari dosa karena Allah.

2. Berhenti melakukannya.

3. Bertekad untuk tidak mengulanginya di masa datang.

4. Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum

matahari terbit dari barat.

5. Jika dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu:

melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaannya, atau memperbanyak amal

kebaikan.

Dosa Kecil Menjadi Besar di Sisi Allah

Pertama, jika dilakukan terus menerus,

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri

sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan

siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak

meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” Ali Imran:135

Dosa besar yang hanya dilakukan sekali lebih bisa diharapkan pengampunannya dari pada

dosa kecil yang dilakukan terus menerus.

Kedua, jika seorang hamba meremehkannya.

Setiap kali seorang hamba menganggap besar sebuah dosa niscaya akan kecil di sisi Allah,

dan setiap kali ia menganggap remeh sebuah dosa niscaya akan menjadi besar di sisi-Nya.

Abdullah bin Mas‘ud ra berkata : “Seorang mukmin memandang dosanya bagaikan gunung

yang akan runtuh menimpa dirinya, sedangkan seorang pendosa menganggap dosanya

seperti seekor lalat yang menclok di hidungnya, cukup diusir dengan tangannya.” (Bukhari-

Muslim).

Bilal bin Sa‘ad rahimahullah berkata : “Jangan kamu memandang kecilnya dosa, tapi

lihatlah kepada siapa kamu berbuat dosa itu”

Ketiga, jika dilakukan dengan bangga atau minta dipuji,

Seperti seseorang yang mengatakan : ―Lihat, bagaimana hebatnya saya mempermalukan

orang itu di depan umum!?‖ Atau seperti ucapan seorang pedagang : ―Lihat, bagaimana saya

bisa menipu pembeli itu!?‖

Keempat, jika seseorang melakukan dosa tanpa diketahui orang lain lalu ia menceritakannya

dengan bangga kepada orang lain.

Rasulullah saw bersabda : “Setiap ummatku selamat kecuali orang-orang yang terang-

terangan berlaku dosa. Dan diantara perbuatan terang-terangan melakukan dosa ialah jika

seseorang berdosa di malam hari sementara Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi

hari ia merobek tirai penutup itu sambil berkata : “Hai Fulan, semalam aku melakukan ini

dan itu.” (Bukhari-Muslim).

Page 19: Shalat taubat

Kelima, jika yang melakukannya seorang alim yang menjadi panutan.

Karena apa yang ia lakukan dicontoh oleh orang lain. Ketika ia melakukan dosa, maka ia juga

mendapatkan dosa orang yang mencontohnya. Rasulullah bersabda : “…dan barang siapa

memberi contoh keburukan dalam Islam maka baginya dosa perbuatan itu dan juga dosa

orang yang mencontohnya setelah itu tanpa dikurangi sedikitpun dosa itu dari pelakunya.”

(Muslim).

Jangan Menunda-Nunda Taubat

Bersegera bertaubat hanya dilakukan oleh mereka yang berakal sehat. Orang-orang yang

menunda taubat ibarat seseorang yang ingin mencabut pohon yang mengganggu, namun

karena merasa sulit mencabutnya ia menundanya hingga esok atau lusa, atau minggu depan,

atau … tanpa ia sadari bahwa semakin hari akar pohon itu makin menghunjam di tanah,

sedangkan ia semakin tua dan lemah.

Jangan menunda-nunda taubat karena mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt. Orang

seperti itu ibarat seorang laki-laki yang menghabiskan seluruh hartanya dengan sia-sia dan

meninggalkan keluarganya dalam kefakiran, lalu ia mengharapkan harta karun datang

kepadanya tanpa bekerja. Mungkin harta karun itu ada, tapi orang ini jelas kurang sehat

akalnya.

Mengapa kita dapat berpikir logis dalam masalah keduniaan namun tidak demikian dalam

urusan akhirat? Allahu a‘lam

Istighfar, Pesan Para Nabi Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA

―Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika

kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus

menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan

kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu

berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat‖. (Hud: 3)

Surat Hud yang pernah membuat Abu bakar terkejut saat melihat rambut Rasulullah saw

beruban yang dijawab oleh Rasulullah dengan sabdanya, ―Surat Hud dan saudara2nya telah

membuat rambutku beruban‖, ternyata sarat dengan perintah beristighfar yang disampaikan

melalui lisan para nabiyuLlah dari Hud as, sholih dan syu‘aib as.

Tercatat ada empat ayat di dalam surat ini yang menyebut perintah beristighfar, yaitu pertama

ayat 3 di atas, ayat 52, 61, dan 90. Bahkan yang menarik, bahwa secara korelatif, perintah

beristighfar pada ayat-ayat tersebut diawali dengan perintah menyembah dan mengabdi

semata-mata kepada Allah, seperti dalam surat Hud: 2 misalnya, ―Agar kamu tidak

menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan

pembawa khabar gembira kepadamu daripada-Nya‖ (Hud: 2).

Page 20: Shalat taubat

Betapa tinggi nilai perintah beristighfar sehingga selalu berdampingan dengan perintah

beribadah kepadanya. Sehingga merupakan satu kewajiban sekaligus kebutuhan seorang

hamba kepada Allah swt karena secara fithrah memang manusia tidak akan bisa mengelak

dari melakukan dosa dan kesalahan sepanjang hidupnya. Peluang ampunan ini merupakan

anugerah rahmat yang terbesar bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.

Terkait dengan hal ini, kebiasaan beristighfar mereflesikan kedekatan seorang hamba dengan

Tuhannya dan pengakuan akan Ke-Maha Pengampunan Allah swt. Istighfar juga merupakan

cermin dari sebuah akidah yang mantap akan kesediaan Allah membuka pintu ampunannya

sepanjang siang dan malam. Rasulullah bersabda, ―Sesungguhnya Allah senantiasa membuka

tanganNya di siang hari untuk memberi ampunan kepada hambaNya yang melakukan dosa di

malam hari, begitu pula Allah swt senatiasa membuka tangan-Nya di malam hari untuk

memberi ampunan bagi hamba-Nya yang melakukan dosa di siang hari‖.

Catatan lain yang bisa dikaji adalah bahwa perintah beristighfar di dalam Al-Qur‘an juga

selalu beriringan dengan perintah bertaubat,‖ Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada

Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir

mengemukakan rahasia penggabungan perintah beristighfar dan bertaubat pada kebanyakan

ayat-ayat Al-Qur‘an bahwa tidak ada jalan untuk meraih ampunan Allah swt melainkan

dengan menunjukkan perilaku dan sikap ―taubat‖ yang diimplementasikan dengan

penyesalan akan kesalahan masa lalu, melepas ikatan-ikatan (jaringan) kemaksiatan dalam

segala bentuk dan sarananya serta tekad yang tulus dan jujur untuk tidak mengulangi kembali

perbuatan-perbuatan dosa di masa yang akan datang. Dalam kaitan ini, taubat merupakan

penyempurna dari istighfar seseorang agar diterima oleh Allah swt.

Secara aplikatif, kebiasaan beristighfar sudah dicotohkan oleh Rasulullah saw. Tercatat dalam

sebuat riwayat Imam Muslim bahwa Rasulullah (memberi pelajaran kepada umatnya)

senantiasa beristighfar setiap hari tidak kurang dari 70 kali. Bahkan di riwayat Imam Bukhari

beliau beristighfar setiap hari lebih dari 100 kali (Bukhari Muslim). Pelajaran yang diambil

dari prilaku Rasulullah ini adalah bahwa beristighfar tidak harus menunggu setelah

melakukan kesalahan, tetapi bagaimana hendaknya aktifitas ini berlangsung senantiasa

menghiasi kehidupan sehari-hari kita tanpa terkecuali.

Para malaikat yang jelas tidak pernah melanggar perintah Allah justru senantiasa beristighfar

memohon ampunan untuk orang-orang yang beriman sebagai sebuah pelajaran yang berharga

bagi setiap hamba Allah yang beriman, ―(Malaikat-malaikat) yang memikul „Arsy dan

malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman

kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya

mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka

berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan

peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala‖. (Al-Mu‘min: 7)

Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang istighfar, paling tidak terdapat

empat keutamaan dan nilai dari amaliah istighfar dalam kehidupan seorang muslim:

1. Istighfar merupakan cermin akan kesadaran diri orang-orang yang bertakwa. ―Dan (juga)

orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka

ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang

dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan

kejinya itu, sedang mereka mengetahui‖. (Ali Imran: 135)

Page 21: Shalat taubat

2. Istighfar merupakan sumber kekuatan umat. Kaum nabi Hud yang dikenal dengan

kekuatan mereka yang luar biasa, masih diperintahkan oleh nabi mereka agar senantiasa

beristighfar untuk menambah kekuatan mereka. “Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah

ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang

sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan

janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”. (Hud: 52). Bahkan Rasulullah dalam salah

satu haditsnya menegaskan bahwa eksistensi sebuah umat ditentukan diantaranya dengan

kesadaran mereka untuk selalu beristighfar, sehingga bukan merupakan aib dan tidak merugi

orang-orang yang bersalah lantas ia menyadari kesalahannya dengan beristighfar memohon

ampunan kepada Allah swt.

3. Istighfar dapat menolak bencana dan menjadi salah satu sarana turunnya keberkahan dan

rahmat Allah swt. Ibnu Katsir ketika menafasirkan surat Al-Anfal: 33 “Dan Allah sekali-kali

tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula)

Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” menukil riwayat dari Imam

Tirmidzi bahwa Rasulullah saw bersabda, ―Allah telah menurunkan kepadaku dua pengaman

atau penyelemat bagi umat dari azab dan bencana, yaitu keberadaanku dan istighfar. Maka

ketika aku telah tiada, masih tersisa satu pengaman hingga hari kiamat, yaitu istighfar‖.

Bahkan Ibnu Abbas menuturkan bahwa ungkapan istighfar meskipun keluar dari pelaku

maksiat dapat mencegah dari beberapa kejahatan dan bahaya.

4. Istighfar akan memudahkan urusan seseorang, memudahkan jalan mencari rizki dan

memelihara seseorang. Dalam konteks ini, Ibnu katsir menafsirkan suarat Hud : 52 dengan

menukil hadits Rasulullah saw yang bersabda, “Barangsiapa yang mampu mulazamah atau

kontinyu dalam beristighfar, maka Allah akan menganugerahkan kebahagiaan dari setiap

duka dan kesedihan yang menimpanya, memberi jalan keluar dari setiap kesempitan dan

memberi rizki dengan cara yang tidak disangka-sangka”. (Ibnu Majah)

Demikianlah, pesan yang disampaikan oleh para nabiyuallah kepada kaumnya sebagai salah

satu solusi dari permasalahan mereka. Tentu istighfar yang dimaksud tidak hanya sekedar

ucapan dengan lisan ―astaghfirullah‖, tetapi secara aplikatif sikap waspada, mawas diri dan

berhati-hati dan bersikap dan berperilaku agar terhindar dari kesalahan. Dan jika terjermus ke

dalam kemaksiatan segera sadar dan mampu bangkit dari kesalahan dengan bersungguh-

sungguh bertaubat dalam arti menyuguhkan pengabdian dan karya yang lebih bermanfaat

untuk umat. Allahu A‘lam.

Dari Ali bin Abi Thalib r.a ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu

alaihi wa Salam bersabda: 'Tidaklah seseorang melakukan dosa kemudian ia bersuci

(berwudhu) dan shalat lalu minta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan

mengampuni dosanya itu, beliau lalu membacakan firman Allah (QS. Ali Imran

135).'" (HR. at-Tirmidzi, Abi Dawud dan dihasankan oleh al-Albani)

Page 22: Shalat taubat

Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT oleh Dr. Yusuf al Qaradhawi

Keutamaan Taubat dan Orang-orang yang Bertaubat dalam al Qur'an

Tentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur'an berbicara:

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang

mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).

Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang Rabb semesta alam.

Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan dengan

menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di dalamnya mereka

mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta mendapatkan tempat yang baik.

Firman Allah SWT:

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh

jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak

berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat

(pembalasan)dosa(nya)." (QS. Al Furqaan: 68-70.).

Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu mendapatkan

Page 23: Shalat taubat

ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan kebaikan?

Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya bagi orang-

orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman:

"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,

janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa

semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-

Zumar: 53)

Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan

melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti

sabda Rasulullah Saw:

"Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke

langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada

kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya

sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami' Shagir - 5235)

Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT menugaskan para

malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta berdo'a kepada Allah SWT agar

Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka. Serta memasukkan mereka ke dalam

surga. Dan menyelamatkan mereka dari keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di

dunia, sedangkan para malaikat sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman:

"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih

memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-

orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau

meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan

mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya

Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan

kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri

mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang

Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau

anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar." (QS.Ghaafir: 7-9).

Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang mengabarkan akan diterimanya taubat orang-

orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan banyak redaksi. Dengan

berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan rahmat-Nya, yang tidak merasa

sempit dengan perbuatan orang yang melakukan maksiat, meskipun kemaksiatan mereka

telah demikian besar.

Seperti dalam firman Allah SWT:

"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya

dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? ."

(QS. At-Taubah: 104)

"Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-

Page 24: Shalat taubat

kesalahan." (QS. Asy-Syuuraa: 25)

Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat."

(QS. Ghaafir: 3)

Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata lain, orang yang

bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman Allah SWT dalam masalah

pria dan wanita yang mencuri:

"Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan

kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.

Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah: 39)

"Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang

berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah

mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'aam: 54)

"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan

kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki (

dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.

An-Nahl: 119)

Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya "at-Tawwab" (Maha Penerima Taubat)

terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam do'a Ibrahim dan Isma'il a.s.:

"Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha penerima taubat lagi Maha

Penyayang." (QS. Al Baqarah: 128).

Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka menyembah anak sapi:

"Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu

adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu, maka Allah akan

menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang

." (QS. Al Baqarah: 54)

Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya:

"Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon

ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka

mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 64)