87
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mycobacteriumtuberculosis menginfeksi satu orang per detik di dunia. Sepertiga penduduk duniatelah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis. World Health Organization (WHO) menyatakan kedaruratan dunia (global emergency) terhadap penyakit tuberkulosis (TB) paru sejak tahun 1993 danmerekomendasikanpenanggulanganTBdengan strategi DOTS sejak tahun 1995. Namun sebagian besar negara-negara di dunia belum mampu mengendalikan penyakit TB paru. LaporanWHO tahun 2006menyimpulkan ada 22 negara dengan kategori beban tertinggi terhadap TB paru. Sekitar 80% penderita TB paru di dunia berada pada 22 negara berkembang dengan angka kematian 3 juta setiap tahunnya dari 9 juta kasus baru dan secara global angka insidensi penyakit TB meningkat 1%setiap tahun. Indonesia adalahnegaraterbesar ketiga di dunia dengan masalah tuberkulosis setelah India (30%) dan China (15%).2,3 Angka estimasi tahun 2004 diperkirakan bahwa insidensi TB sekitar 530.000 kasus TB BTA positif (245/100.000), prevalensi seluruh kasus TB diperkirakan 600.000 1 SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Surveilans TBC

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Surveilans Epidemiologi TB Paru di Puskesmas Birobuli, Palu, Sulawesi Tengah

Citation preview

Page 1: Surveilans TBC

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mycobacteriumtuberculosis menginfeksi satu orang per detik di

dunia. Sepertiga penduduk duniatelah terinfeksi oleh Mycobacterium

Tuberculosis. World Health Organization (WHO) menyatakan

kedaruratan dunia (global emergency) terhadap penyakit tuberkulosis (TB)

paru sejak tahun 1993 danmerekomendasikanpenanggulanganTBdengan

strategi DOTS sejak tahun 1995. Namun sebagian besar negara-negara di

dunia belum mampu mengendalikan penyakit TB paru.

LaporanWHO tahun 2006menyimpulkan ada 22 negara dengan

kategori beban tertinggi terhadap TB paru. Sekitar 80% penderita TB paru

di dunia berada pada 22 negara berkembang dengan angka kematian 3 juta

setiap tahunnya dari 9 juta kasus baru dan secara global angka insidensi

penyakit TB meningkat 1%setiap tahun.

Indonesia adalahnegaraterbesar ketiga di dunia dengan masalah

tuberkulosis setelah India (30%) dan China (15%).2,3 Angka estimasi

tahun 2004 diperkirakan bahwa insidensi TB sekitar 530.000 kasus TB

BTA positif (245/100.000), prevalensi seluruh kasus TB diperkirakan

600.000 dengan angka kematian 101.000 orang.2 Hasil survei insidensi

dan prevalensi tahun 2004menunjukkan perbedaan yang nyata di beberapa

wilayah, di Jawa dan Bali 64/100.000, di Sumatera 160/100.000 dan

Kawasan Timur Indonesia (KTI) 210/100.000, yang terdapat daerah-

daerah yang sulit terakses oleh pelayanan kesehatan, sehingga

diperkirakan banyak penderita TB yang tidak ditemukan dan tidak

dilaporkan.Oleh karena itu, TB masih merupakan masalah utama

kesehatan masyarakat di Indonesia.

Strategi DOTS adalah satu-satunya strategi penanggulangan TBdi

Indonesia yang paling efektif biaya dan Puskesmas merupakan ujung

tombak pelaksanaannya. Fokus utama penanggulangan TB dengan strategi

DOTS adalah penemuan dan penyembuhan penderita TB. Target nasional

1SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 2: Surveilans TBC

untuk Case Detection Rate (CDR) adalah 70% dengan angka kesembuhan

(cure rate) minimal 85%. Penemuan penderita TB paru dilakukan secara

pasif dengan promosi aktif (passive promotive casefinding).

Angka penemuan penderita (CDR) TB paru (BTA+) di

Indonesiameningkat dari 37%pada tahun2003 menjadi 54% pada tahun

2004, 65% pada tahun 2005 dan 70% pada tahun 2006 sementara angka

kesembuhan penderita (cure rate) TB paru menunjukkan hasil sesuai

target nasional (>85%).Namun penemuan penderita TB paru terendah

terdapat di Sumatera (56%) dan di Kawasan Timur Indonesia (31%).4,7Di

kota Palu angka penemuan penderita (CDR) TB parumenurun bermakna

pada tahun 2006 dan 2007 (34,9%dan 33,8%).

Selain itu, penyakit TB paru diketahui menyerang sebagian besar

(75%) kelompok usia produktif (15- 50 tahun) yang merupakan kelompok

sumber daya manusia yang penting bagi pembangunan bangsa,

sehinggabila penderita TBparu tidak ditemukan dan diobatimaka setelah 5

tahun 50%akanmeninggal dunia, 25%akan sembuh sendiri karena daya

tahan tubuh yang tinggi dan 25% menjadi kasus kronis yang tetap menjadi

sumber penularan TB. Hal ini akan meningkatkan insidensi, prevalensi,

mortalitasTBdanmenurunkan angka harapan hidup.

Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang

dapatmenurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses

destruksiyang terjadi pula secara simultan dan proses restorasi atau

penyembuhanjaringan paru, sehingga terjadi perubahan struktural yang

bersifat menetapserta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam

kelainan faal paru(Supardi, D., 2009).

Tuberkulosis merupakan masalah penting bagi kesehatan

karenaSepertiga penduduk telah terinfeksi oleh Mycobakterium

Tuberkulosis danpenyebab kematian. Data WHO pada bulan Maret tahun

2009 dalamGlobal TB Control Report menunjukkan bahwa, prevalaensi

TB duniapada tahun 2008 sekitar 5-7 juta kasus baik kasus baru maupun

2SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 3: Surveilans TBC

kasusrilaps. Prevalensi tersebut 2,7 juta diantaranya adalah BTA positif

barudan 2,1 juta kasus BTA negatif baru (WHO, 2009).

Indonesia berada pada posisi ke tiga terbesar didunia dalam

jumlahpenderita Tuberkulosis, setelah india dan cina. Jumlah pasien TB

diIndonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB

didunia.Menurutlaporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun

2007 dalamDepkes RI (2009), menunjukkan bahwa penyakit TB

merupakan penyebabkematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler

(stroke) pada semuakelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit

infeksi. Padatahun 2008, angka temuan kasus baru (Case Detection

Rate/CDR)diIndonesia sebesar 72,8% atau didapati 166.376 penderita

baru denganBTA positif. Angka kesembuhannya (Success Rate/SR) 89%.

Hal inimelampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85% (DepkesRI,

2009).

Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia

menurunke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu

orang. Limanegara dengan jumlah kasus terbesar pada tahun 2009 adalah

India, Cina,Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO Global

TuberculosisControl 2010).

Global Report WHO 2010didapat data jumlah seluruh kasus

TBtahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB

baruBTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah

kasusTB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah

kasuspengobatan ulang diluar kasus kambuh . Sementara itu, untuk

keberhasilanpengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %),

tahun 2003(87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya

sama (91%) (Rahayu,E., 2010).

3SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 4: Surveilans TBC

B. Batasan Masalah

Data surveilans ini mengambil data penyakit TB Paru menurut , tempat,

orang dan Waktu.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penyusunan data surveilans ini adalah untuk

mengetahui surveilens epidemiologi penyakit TB Paru yang ada di

Puskesmas Birobuli pada tahun 2011-2012

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penyusunan data surveilans ini adalah sebagai

berikut:

a) Untuk mengetahui surveilans epidemiologi penyakit TB Paru

berdasarkan Tempat di wilayah Puskesmas Birobuli pada tahun 2011-

2012.

b) Untuk mengetahui surveilans epidemiologi penyakit TB Paru

berdasarkan Orang di wilayah Puskesmas Birobuli pada tahun2011-

2012

c) Untuk mengetahui surveilans epidemilogi penyakit TB Paru

berdasarkan Waktu di wilayah Puskesmas Birobuli pada tahun 2011-

2012.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Manfaat Institusi

Adapun manfaat untuk institusi adalah sebagai penambahan arsip dalam

perencanaan program kesehatan tentang penyakit TB paru yang ada

dimasyarakat, kemudian sebagai penyusunan program dalam rangka

pencegahan dan penanggulangan TB paru.

2. Manfaat Praktisi

4SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 5: Surveilans TBC

Adapun manfaat untuk praktisi yaitu sebagai pengalaman untuk

mahasiswa kesehatan masyarakatdalam melakukan observasi langsungdan

dapat bersosialisasi dengan masyarakat di lapangan, serta dapat

mengetahui secara langsung berbagai masalah kesehatan yang yang

berhubungan dengan penyakit TB paru yang ada di lingkungan

masyarakat.

3. Manfaat Ilmiah

Adapun manfaat ilmiah yaitu sebagai referensi tambahan ilmu khususnya

ilmu kesehatan masyarakat.

5SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 6: Surveilans TBC

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Puskesmas

1. Keadaan Umum

Puskesmas Birobuli merupakan salah satu puskesmas yang terletak di

kecamatan Palu Selatan dan berada di ibukota Provinsi Sulawesi

Tengah (Kota Palu). Puskesmas Birobuli mempunyai wilayah kerja

11.05 Km2 dan jumlah KK sebesar 11.507 yang secara administrasi

terdiri dari 3 (Tiga) kelurahan yaitu: Kelurahan Birobuli Utara dengan

luas daerah 7.09 km2, jumlah KK 5.519, dengan RW 11 dan RT 43.

Kelurahan Lolu Utara mempunyai luas daerah sebesar 1.29 km2,

dengan jumlah KK 3.095 dengan RW 9 dan RT 31 dan Kelurahan

Lolu Selatan mempunyai luas daerah 2.67 km2, dengan jumlah KK

2.893 dengan RW 11 dan RT 42.

Puskesmas Birobuli dibangun diatas tanah seluas 990 m2 (45 m x 22

m), dengan luas gedung/bangunan 299 m2 (23 m x 13 m). Adapun luas

rumah dinas Puskesmas masing-masing, untuk Klinik Bersalin Mutiara

masing-masing dengan luas tanah 440 m2 (20 m x 22 m), dengan luas

bangunan 110 m2, Rumah dokter luas tanah 364 m2 (13 m x 28 m),

dengan luas bangunan masing-masing 114 m2 (12 m x 9.5 m). Adapun

2 buah rumah paramedik masing-masing dengan luas tanah yang sama

yakni 286 m2 (22m x 13 m) dan luas bangunan yang sama pula yakni

73,7 m2 (11 m x 6.7 m).

2. Kependudukan

a) Pertumbuhan Penduduk.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Birobuli tahun 2012

sebesar 43.059 jiwa, mengalami peningkatan sebesar 0,93 % dari

tahun 2011 yang berjumlah 40.170 jiwa.

6SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 7: Surveilans TBC

b) Distribusi Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di

wilayah Puskesmas Birobuli tahun 2012, dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel.2.1

Distribusi penduduk menurut kelurahan dan jenis kelamin dalam

wilayah kerja Puskesmas Birobuli tahun 2012.

No Kelurahan Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki Perempuan

1

2

3

Birobuli

Utara

Lolu Utara

Lolu

Selatan

Jumlah

9.290

5.368

6.938

21.596

9.187

5.401

6.875

21.463

18.477

10.769

13.813

43.059

42, 91

25.01

32.08

100

Sumber: BPS Kota Palu 2012

Dari tabel diatas ,menunjukkan bahwa distribusi penduduk menurut

menurut kelurahan di wilayah kerja puskesmas Birobuli untuk tahun

2012, terlihat bahwa jumlah penduduk terbesar berada dikelurahan

Birobuli Utara yakni 18.477 jiwa, adapun jumlah penduduk laki-laki

pada tahun 2012 yakni sebesar 21.596 jiwa dan penduduk

perempuan sebesar 21.463 jiwa, maka sex rationya sebesar 1.006

hal ini menunjukkan bahwa proporsi penduduk laki-laki lebih

banyak dibandingkan dengan proporsi perempuan.

c) Tenaga kesehatan

Pada tahun 2012, jumlah tenaga kesehatan yang ada diwilayah

kerja Puskesmas Birobuli sebanyak 76 orang dengan rincian yang

berstatus PNS sebanyak 45 orang, PPT 9 orang, dan tenaga

mengabdi sebanyak 22 orang. Dengan rincian PNS dan PTT yakni:

Tenaga dokter umum yang ada berjumlah 4 orang, 2 orang

7SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 8: Surveilans TBC

berstatus pegawai negeri sipil (seorang diantaranya menempuh

studi dokter spesialis) dan 2 orang dokter PTT sedangkan dokter

gigi berjumlah 2 orang (PNS) sudah termasuk Kepala Puskesmas,

adapun tenaga kesehatan masyarakat sebanyak 4 orang, tenaga

perawat lulusan D3 sebanyak 10 orang, D3 perawat gigi 2 orang,

Bidan lulusan D3 berjumlah 9 orang dan 7 orang Bidan PTT,

lulusan D1 kebidanan 1 orang, tenaga apoteker 1 dan asisten

apoteker 1 orang (sedang dalam pendidikan apoteker), sanitarian

lulusan D3 orang (1 orang titipan kerja di Dinkes Kab. Toli-toli

dan 1 orang menempuh studi), sanitarian D1 2 orang (1 orang

titipan kerja di Dinkes Kab. Toli-toli), Analis lulusan SMAK 1

orang, D3 perekam medic 1 orang, petugas gizi (SPAG) 1 orang,

pekarya 1 orang, SMA 2 orang, 1 orang perawat D3 titipan dari

PKM Balinggi Kab. Parigi Moutong dan 1 orang sanitarian titipan

dari PKM Bulili Kota Palu, ditambah dengan 22 orang tenaga

mengabdi dari berbagai profesi.

d) Sarana kesehatan

Untuk wilayah Kerja Puskesmas Birobuli, sarana kesehatan yang

ada selain puskesmas terdapat tiga Poskes kelurahan dan tidak

terdapat Pustu, oleh sebab itu segala upaya peningkatan derajat

kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatannya dilaksanakan oleh

Puskesmas dan Poskes Kelurahan.

B. Tinjauan Tentang TB Paru

1. Etiologi

Penyebab penyakit TB Paru adalah bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-

0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,

bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan

luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).Bakteri ini

mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian

warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan

8SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 9: Surveilans TBC

asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman

tuberkolosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersiat

dorman dan aerob.

Bakteri tuberkolosis ini mati pada pemanasan 100OC selama 5-

10 menit atau pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alkohol

70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara

terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan),

namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun

1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari

kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.

2. Epidemiologi

Di negara industri di seluruh dunia, angka kesakitan dan

kematian akibat penyakit TBC menunjukan penurunan. Tetapi sejak

tahun 1980an, grafik menetap dan meningkat di daerah dengan

prevalensi HIV tinggi. Morbiditas tinggi biasanya terdapat pada

kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan

prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaan dari pada daerah

pedesaan.

Insidensi TBC di Amerika Serikat adalah 9,4 per seratus

penduduk pada tahun 1994 (lebih dari 24.000 kasus dilaporkan). Anak

yang pernah terinfeksi TBC mempunyai resiko menderita penyakit ini

sepanjang hidupnya sebesar 10%. Epidemi pernah dilaporkan pada

tempat orang-orang berkumpul seperti rumah perawatan,

penampungan tuna wisma, rumah sakit, sekolah, dan penjara. Dari

tahun 1989-1992 terjadi KLB multidrag resistance (MDR) minimal

terhadap INH (Isoniazid) dan rifampisin di daerah tempat penderita

HIV berkumpul. KLB berhubungan dengan tingginya angka kematian

dan tingginya penularan TBC pada petugas kesehatan.

Menurut hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun

1986, penyakit tuberkolosis di Indonesia merupakan penyebab

9SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 10: Surveilans TBC

kematian ke tiga dan menduduki urutan ke 10 penyakit terbanyak di

masyarakat.

SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit

tuberkulosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak

yaitu pada urutan ke 2. Prevalensi penyakit pada akhir pelita IV

sebesar 2,5%. Pada tahun 199 di Jawa Tengah, penyakit tuberkulosis

menduduki urutan ke 6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah sakit,

sedangakan menurut SURKESNAS 2001, TBC menempati urutan ke 3

penyebab kematian (9,4%).

WHO memperkirakan kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di

seluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3

juta orang per tahun. Dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di

negara berkembang. Sebanyak 75% dari penderita berusia 15-50 tahun

usia produktif. WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan

nomor 3 terbesar di dunia setelah China dan India. Prevalensi TBC

secara pasti belum diketahui. Asumsi BTA (+) di Indonesia adalah 130

per 100 penduduk.

WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di

dunia 50%nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta

Amerika (Brazil). Hampir semua negara ASEAN masuk dalam

kategori 22 negara tersebut kecuali Singapura dan Malaysia. Dari

seluruh kasus di dunia, India menyumbang 30%, China 15%, dan

Indonesia 10%.

Penyakit ini menyerang semua golongan usia dan jenis

kelamin, serta mulai merambah tidak hanya pada golonga sosial

ekonomi rendah saja. Profil kesehatan Indonesia tahun 2002

menggambarkan persentase penderita TBC terbesar adalah usia 25-34

tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun (18,08%),

45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), >65 tahun (6,68%) dan

yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%). Gambaran diseluruh dunia

menunjukan bahwa morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai

10SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 11: Surveilans TBC

dengan bertambahnya usia, dan pada pasien berusia lanjut ditemukan

bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Laporan dari

seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukan bahwa dari

76,230 penderita TBC BTA (+) terdapat 43,294 laki-laki (56,79%) dan

32,936 perempuan (43,21%).

Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya

mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan. Rendahnya angka

kesembuhan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penderita

(perilaku, karakteristik, sosial ekonomi), petugas (perilaku,

ketrampilan), ketersediaan obat, lingkungan (geogreafis), PMO

(Pengawas Minum Obat), serta virulensi dan jumlah kuman.

3. Penularan

Penyakit tiberkulosis yang di sebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosisditularkan melalui udara (dropletnuclei) saat seorang

pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri

tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk,

bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil

tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat.Masa

inkubasinya selama 3-6 bulan.Gambaran paru yang sehat dan paru

yang rusak karena TBC diilustrasikan pada gambar berikut.

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas

paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan factor

genetic dan factor pejamu lainnya. Resiko tertinggi berkembangnya

penyakit yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun, resiko rendah pada

masa kanak-kanak dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa

muda, dan lanjut usia. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui

saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui

peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.

Gambaran masuknya kuman tuberculosis ke dalam tubuh manusia dan

kerusakan yang akan diakbatkannya diilustrasikan pada gambar

berikut.

11SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 12: Surveilans TBC

Setiap satu BTA (+) akan menularkan kepada 10-15 orang

lainnya sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC

adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat

(misalnya keluarga serumah) akan 2 kali lebih beresiko dibandingkan

kontak biasa ( tidak serumah). Seorang penderita dengan BTA (+)

yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit

ini.Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak

menularkan.Angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika Serikat

adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-

3% yang berarti diantara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan

terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTAnya akan positif (0,5%).

4. Gejala

Untuk mengetahui penderita Tuberkulosis dengan baik harus

dikenal tanda dan gejalanya.Seseorang ditetapkan sebagai tersangka

penderita tuberculosis paru apabila ditemukan gejala kilnis utama

(cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama pada tersangka TBC

adalah:

1. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu

2. Batuk berdarah

3. Sesak nafas

4. Nyeri dada

Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam

tidak tinggi/ meriang, dan penurunan berat badan.Dengan strategi yang

baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse), gejala

utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3

minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah

dapat ditetapkan sebagai tersangka.Gejala lainnya adalah gejala

tambahan.Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan

mikroskopis.

12SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 13: Surveilans TBC

5. Program dan Pemberantasan

Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada

strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat

memutus rantai penularan TBC. Terdapat 5 komponen utama strategis

DOTS:

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk

dukungan dana

2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA

dalam dahak

3. Terjaminnya persediaan obat anti tuberculosis (OAT)

4. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO)

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan

mengevaluasi program penanggulanan TB

6. Tujuan

Tujuan umum:

Memutus rantai penularan sehingga penyakit tuberculosis diharapkan

bukan lagi menjadi masalah kesehatan.

Tujuan khusus:

a. Cakupan penemuan kasus BTA (+) sebesar 70%

b. Kesembuhan minimal 85%

c. Mencegah multidrug resistance (MDR)

7. Kebijaksanaan dan Strategi

a. Pengobatan untuk semua penderita baru

b. Petugas pengelolah TBC harus mengikuti pelatihan strategi DOTS

c. Monitoring pengobatan:

1. Kategori I : akhir bulan ke 2, 5, 6

2. Kategori II: akhir bulan ke 3, 7, 8

3. Kategori III : akhir bulan ke 2

8. Kegiatan dan Langkah-langkah

13SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 14: Surveilans TBC

a. Penemuan penderita (case finding) secara lintas program dan lintas

sector; secara aktif (misalnya kontak survey) dan pasif

b. Pengobatan penderita (case holding)

a) Pengawasan minum obat, terutama pada tahap intensif oleh

puskesmas

b) Perencanaan termasuk jadwal minum obat, kunjungan rumah

pencegahan, DO (drop out), dsb.

c) Pengamatan efek samping:

Tubuh melemah

Nafsu makan menurun

Gatal-gatal

Sesak nafas

Mual dan muntah

Berkeringat

Dingin dan menggigil

Ganguan pendengaran dan penglihatan (biru dan merah)

Efek samping obat:

1. INH : Neuropati perifer (dapat dikurangi dengan

memberikan vitamin B6), hepatotoksik/ hepatitis.

2. Rifampisin : Syndrom flu hepatotoksik

3. Pirazinamid : Hiperurisemia, hepatotoksik

4. Etambutol : Neuritis optik, nefrotoksik, ruam kulit

5. Streptomisin : Nefrotoksik, gangguan N. VIII

Rujukan

1. Pemerikasaan uji silang (cross check) semua slide (+) dan 10%

slide (-) ke laboratorium rujukan

2. Pasien dengan efek samping berat

Kriteri Kesembuhan:

1. Pemerikasaan dahak (3 kali dalam seminggu) dengan hasil

negative

14SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 15: Surveilans TBC

2. Jumlah obat yang diminum minimal 90% dari paket pengobatan.

Masa pengobatan intensif dan intermiten maksimal 9 bulan.

9. Indikator dan monitoring evaluasi

1. Cakupan penemuan kasus baru BTA (+) = (130/100.000) x jumlah

penduduk

2. Cakupan penemuan kasus tersangka TBC diantara pengunjung

puskesmas = 10% penderita baru

3. ANgka konversi > 80%

4. Tingkat kesalahan uji silang < 5%

5. Angka kesembuhan > 85%

10. Pencatatan dan pelaporan

a. Dengan format TBC-1 sampai TBC-14 (WHO)

b. Puskesmas (pusat rujukan mikroskopis dan satelit) mencatat tetapi

tidak melaporkan, dinas kesehatan kota pusat rujukan mikroskopis

mengambil catatan ke puskesmas

c. Yang perlu dicatat minimal:

1. Pusekesmas satelit: TBC-1, 2, 5, 6, 9, 10, 13, 14

2. Pusekesmas rujukan mikroskopis (PRM): TBC-2, 4, 5, 6, 9, 10,

12, 13, 14

3. Kota/kabupaten : TBC-3, 7, 11, 12

11. Patofisiologi Penyakit TB Paru

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman

dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam

udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama

1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi

yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap

kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel

pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar

bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

15SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 16: Surveilans TBC

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh

respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag

sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya.

Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang

diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon

ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya

diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil

yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan

tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada

diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru

atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan

reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah

tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh

organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan

oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler

akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau

proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau

berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah

bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang

mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh

limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan

seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang

terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang

terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang

berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk

jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang

mengelilingi tuberkel.

16SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 17: Surveilans TBC

Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan

terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer

dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi

didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas

kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang

dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan

trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain

atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa

pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila

peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup

oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus

rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat

mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh

dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang

terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama

atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi

peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau

pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening

akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat

menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut

limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran

hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat

menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik

merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk

kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

12. Faktor Resiko TB

Ada beberapa Faktor resiko yang mempengaruhi adanya TBC,

yaitu:

17SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 18: Surveilans TBC

1. Faktor Umur.

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika

yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi

AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada

Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa

kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara

bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru

biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan

75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-

50 tahun.

2. Faktor Jenis Kelamin.

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki.

Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua

kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita,

yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun

1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat

sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita

menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan

terjangkitnya TB paru.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain

itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis

pekerjaannya.

18SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 19: Surveilans TBC

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu

paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi

terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara

yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya

gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan

keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup

sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan

selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah

(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan

dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi

yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga

sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru.

Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan

yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi

syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya

penularan penyakit TB Paru.

5. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan

resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung

koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan

merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2

kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per

tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430

batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di

Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005).

Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih

dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok

19SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 20: Surveilans TBC

kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan

mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.

6. Kepadatan hunian kamar tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus

disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan

overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan

kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga

terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya

dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif

tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.

Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk

kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk

mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat

tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur

sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami

istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara

yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya

2,75 m.

7. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas

jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela

kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng

kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu

rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang

cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali

lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur

diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat

20SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 21: Surveilans TBC

mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses

mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama

apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh

kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca

berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar

matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta

sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan

sangat berkurang.

8. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal

ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni

rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu

kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam

ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit

dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik

untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab

penyakit, misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi itu

adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri,

terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara

yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan

kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang

optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas

lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi

permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil

(dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga

diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam

ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban

udara optimum kurang lebih 60%.

21SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 22: Surveilans TBC

9. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan

penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat

perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit

dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan

dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya

kuman Mycrobacterium tuberculosis.

10. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,

dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan

temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati

bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

11. Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi

kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat

dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.

Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap

kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap

penyakit.

12. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,

keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan

kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya

kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan

sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status

gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang

menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

13. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara

22SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 23: Surveilans TBC

penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh

terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya

berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

13. Riwayat alamiah tb paru

Gejala klinis sangat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali

sampai gejala yang sangat berat seperti gangguan pernapasan dan

gangguan mental.

a) Gejala sistematik

·      Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi

kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41 ºC.

Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya

hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien

merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam

influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman

tuberculosis yang masuk.

·     Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala

malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu

makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit

kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise

ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara

tidak teratur .

b) Gejala respiratorik

Batuk/Batuk darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya

iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus

pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru

23SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 24: Surveilans TBC

ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru

yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan pada

peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan

menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang

lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada

tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi

pada ulkus dinding bronkus.

Batuk biasnya terjadi lebih dari 3 minggu, kering sampai

produktif dengan sputum yang bersifat mukoid atau

purulen, batuk berdarah dapat terjadi bila ada pembuluh

darah yang robek.

Sesak napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan

sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit

yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru-paru.

Rasa nyeri pada dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura

sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.\

14. Surveilans penyakit TB paru

Surveilans  adalah  pengumpulan,  analisis, dan analisis

data secara terus - menerus dan sistematis yang kemudian

didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang

bertanggungjawab  dalam  pencegahan penyakit dan masalah

kesehatan lainnya  (DCP2, 2008).

24SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 25: Surveilans TBC

Surveilans memiliki beberapa jenis, yaitu

1. Surveilans Individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi

dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak

dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis,

tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu

memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera 

terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat

dikendalikan.  Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi

institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-

orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh

suatu kasus penyakit menular selama periode menular. 

Tujuan karantina adalah  mencegah transmisi penyakit

selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last,

2001). Isolasi institusional pernah digunakan kembali

ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis

karantina:  (1) Karantina total; (2) Karantina parsial.

Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang

yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi,

untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.

Karantina parsial  membatasi  kebebasan  gerak kontak

secara selektif, berdasarkan  perbedaan tingkat kerawanan

dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak

sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit

campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja.

Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan,

sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja. Dewasa ini

karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan

masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang

legitimasi,  akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah

25SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 26: Surveilans TBC

pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan

masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007). 

2. Surveilans Penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan

kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan

sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan

penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi

fokus perhatian  surveilans penyakit adalah penyakit, bukan

individu. Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit

biasanya didukung melalui  program vertikal (pusat-

daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis.

Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi

efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan

baik dan akhirnya kolaps, karena  pemerintah  kekurangan 

biaya.  Banyak program surveilans penyakit vertikal yang

berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit

lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, 

mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing, dan

memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan

inefisiensi. 

C. Tinjauan Tentang Surveilans

Surveilans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus

menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun

penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan

pencegahan dan penanggulangan.

Menurut WHO Surveilans adalah proses pengumpulan,

pengolahan, analisis dan interprestasi data secara sistematik dan terus

menerus serta penyebaran informasi kepada Unit yang membutuhkan

untuk diambil tindakan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu

definisi Surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau

26SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 27: Surveilans TBC

kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa

melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.

Sehingga dalam sistem ini yang dimaksud dengan Surveilans

epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus

terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang

mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau

masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan

penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan

data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada

penyelenggara program kesehatan.

Definisi lain secara lengkap menjelaskan bahwa Surveilans

adalah suatu rangkaian proses yang sistematis dan berkesinambungan

dalam pengumpulan, analisa dan interpretasi data kesehatan dalam upaya

untuk menguraikan dan memantau suatu peristiwa kesehatan.

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan

penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi,

mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti

perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan

reservoir.Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut

kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah

pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).Kadang digunakan

istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan masyarakat

maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab

menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk

mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi

dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public

health).

Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk

memimpin dan mengelola dengan efektif.Surveilans kesehatan

masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil

keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu

27SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 28: Surveilans TBC

diperhatikan pada suatu populasi.Surveilans kesehatan masyarakat

merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan

mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai

menyebar.Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian

kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh

mana populasi telah terlayani dengan baik.

Tujuan surveilans (WHO, 2002)

1. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi

2. (outbreak/wabah)

3. Memonitor, mengevaluasi dan memperbaiki program pencegahan dan

pengendalian penyakit.

4. Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan,

perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.

5. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi

dampak penyakit di masa mendatang.

6. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.

Dikenal ada beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2)

Surveilans penyakit; (3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis

Laboratorium; (5) Surveilans terpadu; (6) Surveilans kesehatan

masyarakat global.

1. Surveilans Individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan

memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit

serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning,

sifilis.Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi

institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai

dapat dikendalikan.Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi

institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau

binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit

menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah

28SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 29: Surveilans TBC

transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi

(Last, 2001).Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika

timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1)

Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi

kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama

masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.

Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif,

berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi

penyakit.Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan

penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus

bekerja.Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan,

sedang di pospos lainnya tetap bekerja.Dewasa ini karantina diterapkan

secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral,

dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-

langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan

masyarakat.

2. Surveilans Penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan

terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi

penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi

terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan

lainnya.Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan

individu.Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya

didukung melalui program vertikal (pusat-daerah).Contoh, program

surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria.

Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi

tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps,

karena pemerintah kekurangan biaya.Banyak program surveilans

penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan

penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing,

29SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 30: Surveilans TBC

mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan memberikan

informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.

3. Surveilans Sindromik

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)

penyakit, bukan masing-masing penyakit.Surveilans sindromik

mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun

populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.Surveilans

sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola

perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat

ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi

laboratorium tentang suatu penyakit.Surveilans sindromik dapat

dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai

contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan

kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-

penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan

berkala praktik dokter di AS.

Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan

skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk

atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah

kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin,

dan jumlah total kasus yang teramati.

Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang

menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat

memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen

untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung.Suatu sistem yang

mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas

kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,

disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans

sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan

dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.

30SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 31: Surveilans TBC

4. Surveilans Berbasis Laboratorium

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan

menonitor penyakit infeksi.Sebagai contoh, pada penyakit yang

ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah

laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu

memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan

lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari

klinik-klinik.

5. Surveilans Terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan

semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/

kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans

terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,

melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk

tujuan pengendalian penyakit.

Pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan

kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu. Karakteristik

pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang surveilans sebagai

pelayanan bersama (common services); (2) Menggunakan pendekatan

solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan

struktural; (4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni,

pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi

pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan

laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan

fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun

menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang

penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda.

6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global

31SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 32: Surveilans TBC

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi

manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit

infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi

negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan

bergayut.Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut

dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang

manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan

organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

surveilans yang melintasi batas-batas negara.Ancaman aneka penyakit

menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang

muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit

yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu

burung, dan SARS.Agenda surveilans global yang komprehensif

melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan

pertahanan keamanan dan ekonomi.

Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib

dilakukan oleh setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan

Propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan

swasta baik secara fungsional atau struktural. Mekanisme kegiatan

Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan kegiatan yang

dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus dengan mekanisme

sebagai berikut :

a. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait

lainnya.

b. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data

c. Analisis dan intreprestasi data

d. Studi epidemiologi

e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya

f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.

g. Umpan balik.

32SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 33: Surveilans TBC

Dalam menjalankan kegiatan surveilans epidemiologi, diperlukan

keterpaduan satu sama lain, untuk itu ditetapkan sebuah atribut / pedoman

dalam pelaksanaannya. Sebuah kegiatan surveilans epidemiologi

hendaknya mengikuti beberapa kriteria seperti sederhana, fleksibel, bisa

diterima (acceptability), sensitif (sesuai dengan laporan kasus, proporsi

dari masalahkesehatan), benar dan tepat waktu.

D. Kerangka Teori Penyakit TB Paru

Adapun kerangka teori penyakit TB Paru adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Teori TB Paru

33SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

ENVIROMENT

TB ParuAGENT

HOST

Status Gizi

PHBS

Imunitas

Mycobacterium tuberculosis

Physiologis Rumah

Page 34: Surveilans TBC

BAB III

METODE

A. Jenis Desain

Jenis desain studi yang digunakan dalam laporan surveilans ini

adalah observasional dengan jenis pendekatan deskriptif. Hal itu lakukan

untuk memperoleh gambaran tentang keadaan yang berkaitan dengan

kesehatan masyarakat berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan

dilapangan.

B. Populasi Sampel

Populasi yang digunakan dalam laporan surveilans ini adalah

penderita TB Paru yang ada di Kecamatan Birobuli. Sedangkan sampel

yang digunakan dalam laporan surveilans ini adalah penderita TB paru

yang berobat di Puskesmas Birobuli yang berasal dari 3 wilayah yakni

Birobuli Utara, Lolu Utara dan Lolu Selatan yang berada di Kecamatan

Palu Selatan pada tahun 2011-2012.

C. Pengolahan Data

Proses pengolahan data yang digunakan dalam laporan surveilans

ini adalah sistem komputerisasi. Data yang diolah dianalisis secara

deskriptif yaitu penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik.

D. Analisis dan Penyajian Data

Data laporan surveilans ini dianalisis secara univariat dan bivariat.

Sedangkan data disajikan dalam bentuk grafik dan tabel distribusi.

34SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 35: Surveilans TBC

E. Kerangka konsep

Adapun kerangka konsep dari Laporan ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Konsep TB Paru

F. Alur design

Adapun alur design surveilans epidemiologi TB Paru ini adalah sebagai

berikut:

Gambar3. Alur design Surveilans TB Paru

35SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

TB Paru

WAKTU

TEMPAT

ORANG

MENURUTTAHUN

MENURUTKELURAHAN

MENURUTJENIS

KELAMIN

Pengumpulan data

Pengolahan dan Penyajian

Analisis dan Interpretasi Data

Pembuatan Laporan

Rekomendasi Tindak Lanjut

Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan

Page 36: Surveilans TBC

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pelaksanaan Surveilans TB Paru

Pada Puskesmas Birobuli, pelaksanaan surveilans TB Paru pada

periode 2010 sampai dengan 2012 dapat dikatakan berjalan dengan

baik. Kegiatan surveilans pertama dilakukan dengan cara

mengumpulkan data, pengamatan secara terus menerus, analisis atau

interpretasi data, penanggulangan dalam proses menjelaskan atau

penyebaran, serta memantau peristiwa kejadian penyakit khususnya

penyakit TB Paru yang terjadi di 3 wilayah yakni Birobuli utara, Lolu

Utara dan Lolu Selatan di Kecamatan Birobuli.

2. Univariat

a. Distribusi penyakit TB Paru menurut tempat

Tabel 4.1

Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Tempat di Puskesmas Birobuli

Tahun 2011-2012

No Kelurahan

Jumlah Kasus Tahun 2011-2012

Frekuensi Presentase

1 Birobuli Utara 23 48.94

2 Lolu selatan 12 25.53

3 Lolu Utara 12 25.53

Jumlah 47 100

36SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 37: Surveilans TBC

Birobuli Utara Lolu selatan Lolu Utara0

10

20

30

40

50

60

Frekuensi Presentase

Grafik 4.1. Grafik Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Tempat di Puskesmas Birobuli Tahun 2011-2012

Berdasarkan tabel diatas bahwa frekuensi tertinggi yaitu pada wilayah

Birobuli utara sebanyak 23 dengan presentase 48.94% sedangkan pada

wilayah Lolu Utara dan Lolu Selatan mempunyai frekuensi yang sama

yaitu 12 dengan presentase 25.53%

b. Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Orang

Tabel 4.2

Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas birobuli

Pada tahun 2011-2012

Jenis Kelamin

Jumlah Kasus Tahun 2011-2012

Frekuensi Presentase

Laki-Laki 27 57.5

Perempuan 20 42.5

Jumlah 47 100

37SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 38: Surveilans TBC

Laki-Laki Perempuan0

10

20

30

40

50

60

70

FrekuensiPresentase

Grafik 4.2. Grafik distribusi penyakit TB Paru menurut jenis kelamin

di Puskesmas Birobuli tahun 2011-2012

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa angka kejadian TB Paru

tertinggi terjadi pada laki-laki dengan presentase 57.5%. sedangkan

pada perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yaitu

42.5%.

c. Distribusi penyakit TB Paru menurut waktu

Tabel 4.3

Distribusi Penyakit TB Paru di Puskesmas Birobuli

Tahun 2011-2012

No Tahun kejadianJumlah Kasus

Presentase

1 2011 25 53.2

2 2012 22 46.8

Jumlah 47 100

38SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 39: Surveilans TBC

2011 20120

10

20

30

40

50

60

Jumlah KasusPresentase

Grafik 4.3. Grafik distribusi penyakit TB Paru menurut tahun di

Puskesmas Birobuli tahun 2011-2012

Berdasarkan data dari tabel, bahwa angka kejadian TB Paru pada tahun

2011 lebih tinggi dibandingkan angka kejadian tahun 2012. Jumlah

kasus pada tahun 2011 yaitu 25 jiwa dengan presentase 53.2%,

sedangkan pada tahun 2012 yaitu 22 jiwa dengan presentase 46.8%.

3. Bivariat

a. Distribusi penyakit TB Paru menurut tempat

Tabel 4.4

Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Tempat di Puskesmas Birobuli

Tahun 2011-2012

No Wilayah Jumlah Kasus Tahun 2011-1012

Jumlah2011 2012

Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase1 Birobuli Utara 11 44 12 54.5 232 Lolu Utara 8 32 4 18.2 123 Lolu Selatan 6 24 6 27.3 12

Jumlah 25 100 22 100 47

39SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 40: Surveilans TBC

Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase2011 2012

0

10

20

30

40

50

60

Birobuli UtaraLolu UtaraLolu Selatan

Grafik 4.4. Grafik distribusi penyakit TB Paru menurut tempat di

Puskesmas Birobuli tahun 2011-2012

Berdasarkan data dari tabel diperoleh hasil bahwa angka kejadian TB

Paru yang tertinggi adalah pada wilayah birobuli utara pada tahun

2011 maupun 2012. Pada tahun 2011 wilayah birobuli utara terdapat

11 kasus dengan presentase 44% dan pada tahun 2012 wilayah birobuli

utara terdapat 12 kasus dengan presentase 54.5%. Pada Wilayah Lolu

Utara, pada tahun 2011 terdapat 8 kasus dengan presentase 32% dan

pada tahun 2012 terdapat 4 kasus dengan presentase 18.2%. Dan pada

Wilayah Lolu Selatan, pada tahun 2011 terdapat 6 kasus dengan

presentase 24% dan pada tahun 2012 terdapat 6 kasus dengan

presentase 27.3%.

40SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 41: Surveilans TBC

b. Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Orang

Tabel 4.5.

Distribusi Penyakit TB Paru Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas

Birobuli

Tahun 2011-2012

Jenis Kelamin

Jumlah Kasus per TahunJumlah

2011 Presentase 2012 Presentase

Laki-Laki 13 52 14 63.6 27

Perempuan 12 48 8 36.4 20

Jumlah 25 100 22 100 47

Laki-Laki Perempuan280

290

300

310

320

330

340

350

360

370

20112012

Grafik 4.5. Grafik distribusi penyakit TB Paru menurut Jenis Kelamin

di Puskesmas Birobuli tahun 2011-2012

41SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 42: Surveilans TBC

Berdasarkan data dari tabel, diperoleh hasil bahwa angka kejadian TB

Paru tertinggi pada tahun 2011 terjadi pada laki-laki dengan presentase

52% dibandingkan dengan angka kejadian TB Paru yang terjadi pada

perempuan dengan presentase 48%. Begitupun pada tahun 2012, kejadian

TB Paru tertinggi yaitu pada laki-laki dengan presentase 63.6%

dibandingkan dengan angka kejadian TB Paru yang terjadi pada

perempuan dengan presentase 36.4%.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan Puskesmas Birobuli mempunyaki tiga

wilayah kerja yaitu Birobuli Selatan, Lolu Selatan dan Lolu Utara.

Pelaksanaan kegiatan surveilans TB paru di Puskesmas ini tiap tahunnya

berjalan dengan baik, yaitu dimulai dari kegiatan pengumpulan data,

pengamatan secara terus menerus, analisis atau interpretasi data,

penanggulanagn dalam proses menjelaskan atau penyebaran, kegiatan

pemantauan peristiwa kejadian TB paru.

1. Distribusi penyakit TB Paru menurut tempat

Penyebaran penyakit TB Paru di wilayah kecamatan Lolu Selatan pada

tahun 2011-2012 yaitu 12 kasus untuk wilayah Lolu Selatan dan Lolu Utara

dan jumlah kasus paling tinggi adalah untuk wilayah Birobuli Utara yaitu

sebanyak 23 kasus. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk di tiap-

tiap wilayah, di wilayah Lolu Selatan dan Lolu Utara jumlah penduduknya

11.648 jiwa dan 10.435, dan untuk wilayah Birobuli Utara jumlah

penduduknya sebanyak 18.087. Kepadatan penduduk mempengaruhi

penularan penyakit ini karena proses penularan penyakit TB paru adalah

melalui udara dan agent penyebab penyakit ini, Mycobacterium

tuberculosis, dapat bertahan hidup sampai berbulan-bulan dalam keadaan

gelap dan lembab serta tahan terhadap zat kimia maupun fisik. Data pada

tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari

kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam. Wilayah

Birobuli Utara memberikan sumbangsih terbanyak untuk kasus TB paru

karena dari antara ketiga wilayah, Birobuli Utara mempunyai penduduk

42SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 43: Surveilans TBC

yang lebih banyak. Hal lain yang juga mempengaruhi jumlah kasus TB paru

untuk wilayah Birobuli utara adalah letaknya yang berdekatan dengan

Bandar udara atau menjadi akses utama untuk kedatangan orang berasal dari

luar kota Palu yang kemungkinan besar membawa bakteri Mycobacterium

tuberculosis.

2. Distribusi penyakit TB Paru menurut orang

Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari Puskesmas Birobuli

penyakit TB paru di tinjau menurut orang, jumlah kasus TB paru pada

perempuan sejumlah 20 kasus atau sekitar 42,5% dan jumlah kasus yang

lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 27 kasus atau sekitar 57,5%. TB

paru bisa menyerang siapa saja di semua kalangan, baik anak-anak, orang

dewasa maupun lansia serta laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi

jumlah kasus TB Paru dominan di derita oleh laki-laki karena menurut hasil

penelitian laki-laki lebih berisiko terjangkit TB paru dari lada perempuan

karena sebagian besar laki-laki adalah perokok aktif. Orang yang merokok

mendapatkan resiko dua kali lebih besar terjangkit TB paru dari orang yang

tidak merokok.

3. Distribusi penyakit TB paru menurut waktu

Jumlah kasus penyakit TB paru di Kecamatan Birobuli Utara dari tahun

2011-2012 mengalami penurunan yaitu dari 25 kasus menjadi 22 kasus.

Penurunan angka kejadian penyakit TB diakibatkan karena penanggulangan

penyakit TB yang dilakukan oleh petugas kesehatan sudah cukup baik,

walaupun penurunan angka kejadian penyakit TB ini tidak begitu signifikan

tiap tahunnya. Penurunan kasus TB paru juga dipengaruhi oleh kesadaran

masyarakat tentang menjaga kebersihan dan meningkatkan system imun.

Bila daya tahan tubuh sedang rendah,kuman TB Mudah masuk ke dalam

tubuh.kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang

biak,Tapi orang yang terinfeksi Kuman TB Paru belum tentu menderita TB

paru,Tergantung daya tahan tubuh.bila daya tahan tubuh kuat maka kuman

akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang menjadi

penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan

43SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 44: Surveilans TBC

berkembang menjadi penyakit.penyakit TB Lebih dominan terjadi pada

masyarakat yang status gizi rendah karna system imun yang lemah sehingga

memudahkan kuman TB Masuk dan berkembang biak.

44SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 45: Surveilans TBC

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk

tuberkel) merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus

bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria,

umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang

paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.

Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif

batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.

Penyebaran penyakit TB Paru di wilayah kecamatan Lolu Selatan pada

tahun 2011-2012 yaitu 12 kasus untuk wilayah Lolu Selatan dan Lolu Utara

dan jumlah kasus paling tinggi adalah untuk wilayah Birobuli Utara yaitu

sebanyak 23 kasus. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk di tiap-tiap

wilayah, di wilayah Lolu Selatan dan Lolu Utara jumlah penduduknya 11.648

jiwa dan 10.435, dan untuk wilayah Birobuli Utara jumlah penduduknya

sebanyak 18.087.

Berdasarkan data dari tabel diperoleh hasil bahwa angka kejadian TB

Paru yang tertinggi adalah pada wilayah birobuli utara pada tahun 2011

maupun 2012. Pada tahun 2011 wilayah birobuli utara terdapat 11 kasus

dengan presentase 44% dan pada tahun 2012 wilayah birobuli utara terdapat 12

kasus dengan presentase 54.5%. Pada Wilayah Lolu Utara, pada tahun 2011

terdapat 8 kasus dengan presentase 32% dan pada tahun 2012 terdapat 4 kasus

dengan presentase 18.2%. Dan pada Wilayah Lolu Selatan, pada tahun 2011

terdapat 6 kasus dengan presentase 24% dan pada tahun 2012 terdapat 6 kasus

dengan presentase 27.3%.

B. Saran

1. Untuk Pemerintah

Peningkatan sarana kesehatan sangat di perlukan sebagai upaya

dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, maka pemerintah sebaiknya melakukan

45SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 46: Surveilans TBC

pemberdayaan masyarakat dimana sasaran utamanya dalam promosi

kesehatan yang bertujuan untuk memendirikan masyarakat agar mampu

memelihara dan meningkatkan status kesehatan menjadi lebih baik dengan

menggunakan prinsip pemberdayaan dimana petugas kesehatan berperan

untuk memfasilitasi masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan,

kemauan dan kemampuannya untuk memilihara dan meningkatkan derajat

kesehatan. Serta pemerintah juga mampu memberikan pelayanan kesehatan

secara mudah, merata dan murah. Salah satu upaya pemerintah dalam

rangka memeratakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah

dengan menyediakan fasilitas kesehatan, terutama puskesmas dan

puskesmas pembantu karena kedua fasilitas tersebut dapat menjangkau

segala lapisan masyarakat hingga ke daerah terpencil.

2. Untuk PUSKESMAS

Sarana kesehatan adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),

Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang memiliki strategi

pengorganisasian masyarakat dan mempunyai misi untuk mengoptimalkan

fungsi dan kinerja Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan

kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan

kesehatan yang lebih sederhana yaitu Puskesmas Pembantu dan Puskesmas

Keliling. Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas adalah

pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan pengobatan (kuratif), upaya

pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan (promotif) dan pemullihan

kesehatan (rehabilitatif) yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak

dibedakan jenis kelamin dan golongn umur, sejak pembuahan dalam

kandungan sampai tutup usia.

3. Untuk Petugas Kesehatan Masyarakat

Petugas kesehatan dapat membina masyarakat untuk mengatur pola

kebiasaan makan. Pola hidup sehat dan bagaimana mengatur perilaku

masyarakat dengan adanya fasilitas puskesmas. Dapat mengetahui

berbagai macam problema dalam masyarakat serta memiliki kepekaan

terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang menyenangkan serta

46SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 47: Surveilans TBC

mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan permasalahan yang

muncul dalam lingkungan masyarakatnya misalnya masalah kesehatan

yang diderita masyarakatvsetempat dapat kita berbagi cerita dan

melakukan pemecahan masalah.

4. Untuk Masyarakat

Pada dasarnya jika kita melakukan hidup bersih dan sehat serta

menjaga lingkungan disekitar kita, maka itu sudah baik untuk

menghindarkan diri dari penyakit dan Meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan

negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan

dalam lingkungan sehat. Namun apabila menemukan gejala-gejala awal

malaria segeralah ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk

penanganan dan pengobatan lanjutan.

47SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 48: Surveilans TBC

DAFTAR PUSTAKA

Asril Bahar, Tuberculosis Paru, dalam ilmu penyakit dalam, balai penerbit

FKUI, Jakarta 1987

Dinkes Prop. Jateng, Leaflet PERANGI TBC , semarang 2005

Puskesmas Birobuli. 2011. Profil Puskesmas Birobuli Tahun 2011. Puskesmas

Birobuli: Palu.

Puskesmas Birobuli. 2012. Profil Puskesmas Birobuli Tahun 2011. Puskesmas

Birobuli: Palu.

48SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 49: Surveilans TBC

BIOGRAFI

49SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 50: Surveilans TBC

Penulis bernama Febrina Dwitami, dilahirkan di kota Palu, provinsi

Sulawesi Tengah pada tanggal 24Februari 1994.

Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara,

dari pasangan Bapak Djamaluddin Dg Sikki dan Ibu

Zaitun Alisan. Pendidikan dimulai dari Taman

Kanak-kanak di TK Raudhatul Athfal selama satu

tahun, lalu tahun 1999 masuk Sekolah Dasar yang

ditempuh di SDN Inpres Perumnas Tinggede dan

tamat pada tahun 2005, kemudian melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 5 Palu dan tamat pada tahun 2008. Pendidikan

berikutnya ditempuh di SMA Negeri 2 Palu dan tamat pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN), penulis melanjutkan studi di perguruan tinggi dan terdaftar

sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (PSIKM),

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Tadulako sampai

sekarang.

BIOGRAFI

50SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 51: Surveilans TBC

Galuh Widiyastuti, lahir di Palu pada tanggal 19

November 1993. Biasa disapa Galuh, merupakan

anak pertama dari 3 bersaudara. Ayah bernama

Sumarno dan ibu bernama Tri Ifgayani .

Memulai pendidikan di TK Alkhairat Ampana

selanjutnya Masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Ampana

selama 6 tahun hingga lulus.

Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu, SMP Negeri

2 Ampana, dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu, SMA Negeri 1

Ampana. Setelah lulus langsung melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi

Negeri Universitas Tadulako Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dengan

mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat.

BIOGRAFI

51SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 52: Surveilans TBC

Penulis bernama lengkap Riri Dwi Anggraeni dilahirkan di palolo pada tanggal 29 Januari 1994. Dengan nama panggilan riri, pada tahun 1999 menamatkan Taman Kanak-kanak di TK Kartika Palu, melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri 1 Tatura Palu, kemudian pada tahun 2001 pindah ke SD Kristen Bala Keselamatan Bandung dan menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Inpres 3 Papua pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Kristen Bala Keselmatan Semarang dan tamat pada tahun 2008. Setelah lulus SMP kemudian melanjutkan pendidikan di SMA YSKI Semarang dan menamatkan pendidikan di

SMAN 3 Palu pada tahun 2011. Sampai saat ini penulis sedang menjalani perkuliahan di Universitas Tadulako (UNTAD) jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (KESMAS).

BIOGRAFI

52SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 53: Surveilans TBC

Penulis bernama lengkap Andi Humaerah dilahirkan di Palu pada tanggal 04 Oktober 1993. Dengan nama panggilan Irha, Sekolah dasar di SD Negeri Boyaoge Palu, Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Mts. Alkhairaat Pusat Palu dan tamat pada tahun 2008. Setelah lulus SMP kemudian melanjutkan pendidikan di SMA MA Alkhairaat Pusat Palu dan menamatkan pendidikan di MA Alkhairaat Pusat Palu pada tahun 2011. Sampai saat ini penulis sedang menjalani perkuliahan di Universitas Tadulako (UNTAD) jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (KESMAS).

BIOGRAFI

Penulis bernama lengkap Meyliani Alifyunita lahir

di Toaya pada tanggal 30 Mei 1993, anak

53SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 54: Surveilans TBC

pertama dari Bapak Ramli A. Pakila dan Ibu Miransatri. Penulis memulai

jenjang pendidikan pertamanya di TK Pertiwi Toaya pada tahun 1998,

dan melanjutkan ke Sekolah Dasar SDN 1 Toaya pada tahun 2000 ,

pada tahun 2006 melanjutkan ke Tingkat Sekolah Menengah Pertama

di SMPN 1 Sindue, dan kemudian pada tahun 2009 melanjutkan ke

Tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sindue. Pada tahun

2011 memasuki Perguruan Tinggi di Universitas Tadulako Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan jurusan Kesehatan Masyarakat.

BIOGRAFI

Nindy Gustianti lahir di Donggala, Sulawesi Tengah pada

tanggal 5 Agustus 1993. Biasa di sapa dengan Nindy. Ia

54SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 55: Surveilans TBC

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dan anak dari bapak Hardi Hi.

Semauna dan Hj.Masrida. Awalnya menempuh pendidikan di SDN 1 Boya yang

kemudian dilanjutkan dengan bersekolah di SMPN 2 Banawa, SMAN Negeri 1

Banawa dan sekarang tengah duduk di bangku kuliah jurusan Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako. Ia

mempunyai hobby menyanyi. Ia menyadari bahwa masih terdapat adanya

kesalahan dalam laporan kelompok 5 Mata Kulia Surveilans Epidemiologi ini

diharapkan saran serta kritik yang membangun, sekian dan terimah kasih.

BIOGRAFI

Penulis bernama Diana Liesta Saleh, anak dari bapak Iswan Saleh dan ibu Lini yani. Penulis merupakan anak pertama dari satu bersaudara. Penulis mempunyai adik yang bernama Sita Fadila Saleh. Riwayat pendidikan yang pernah dilalui yaitu

55SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 56: Surveilans TBC

SD di SDN INPRES BOBOLON, di banggai, Kab.Banggai Kepulauan. Sekolah SMP di SLTP Negeri 1 Tinangkung disalakan, Kab.Banggai Kepulauan, kemudian sekolah SMA di SLTA Negeri 1 Tinangkung disalakan Kab.Banggai Kepulauan. Sekarang penulis melanjutkan sekolah keperguruan tinggi negeri di Universitas Tadulako, mengambil jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat S1 dengan melalui jalur tes lokal.

BIOGRAFI

Penulis bernama lengkap Andi Prasetyo lahir di

Palu pada tanggal 20 Januari 1994, anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan

Sumani,SE dan Sitti Junaeni. Penulis memulai

jenjang pendidikan pertamanya di TK Aisyah

Palu pada tahun 1998, dan melanjutkan ke

Sekolah Dasar SDN 2 Tatura pada tahun 2000 ,

pada tahun 2006 melanjutkan ke Tingkat

56SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 57: Surveilans TBC

Sekolah Menengah Pertama di SMPN 9 Palu, dan kemudian pada tahun

2009 melanjutkan ke Tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2

Palu. Pada tahun 2011 memasuki Perguruan Tinggi di Universitas

Tadulako Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan jurusan Kesehatan

Masyarakat.

DOKUMENTASI

57SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 58: Surveilans TBC

Gambar Pengambilan data

Gambar pengambilan Data

58SURVEILANS PENYAKIT TB PARU

Page 59: Surveilans TBC

Gambar Bersama Kepala Tata Usaha Puskesmas Birobuli

Gambar Bersama Kepala Tata Usaha Puskesmas Birobuli

59SURVEILANS PENYAKIT TB PARU