39
Tes Objektif dan Pengembangan Tes Objektif (Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran) Disusun oleh : Kelompok : Eko Septiansyah Putra Dedi Yansen M. Noviarsyah Kadek Mistawan Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri Dr. Budi Santoso

Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Tes Objektif dan Pengembangan Tes Objektif(Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran)

Disusun oleh :

Kelompok :

Eko Septiansyah Putra

Dedi Yansen

M. Noviarsyah

Kadek Mistawan

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri

Dr. Budi Santoso

Program Studi Magister Pendidikan Matematika

Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya

2017

Page 2: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......…………………………………....................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ....................................................................................... 2

PEMBAHASAN .......................................................................................... 2

1. Pengertian Tes Objektif .................................................................... 22. Ketepatan Penggunaan Tes Objektif ................................................. 33. Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif ........................................... 44. Petunjuk Penggunaan Tes Objektif ................................................. 55. Jenis- Jenis Tes Objektif .................................................................. 76. Analisis Tes .................................................................................... 14

KESIMPULAN ............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

1

Page 3: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

TES OBJEKTIF DAN PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF

PendahuluanSetiap kegiatan belajar harus diketahui sejauh mana proses belajar tersebut

telah memberikan nilai tambah bagi kemampuan siswa. Salah satu cara untuk

melihat peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes

sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada

siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam

bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes

hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk

mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan

peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit

pengajaran tertentu. Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas

hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Kedua,

butir-butir tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representative dari

populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap dapat

mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama pesrta didik mengikuti

suatu unit pengajaran. Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil

belajar harus dibuat bervariasi. Keempat, tes hasil belajar harus didasain sesuai

dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kelima, tes hasil

belajar harus memiliki realibilitas yang dapat diandalkan. Keenam, tes hasil

balajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa,

juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk

memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.

Pembahasan1. Pengertian Tes Objektif

Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short

answer test) tes ya-tidak (yes-no test) dan test model baru (new tipe test) adalah

salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat

2

Page 4: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

jawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu jawaban (atau lebih) di antara

beberapa kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada masing-masing

items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban berupa kata-kata atau

simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk

masing-masing butir items yang bersangkutan.

Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan menghasilkan skor yang

sama. Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah soal yang

tingkat kebenarannya objektif. Oleh karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam

pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995: 165). Karena

sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin.

Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi

karena dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan

jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan biasa diberi skor 1.

Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons siswa salah dan biasa

diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada satu jawaban yang benar

(convergence).

Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil

kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan

peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga

peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat

deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar

atau salah.

2. Ketepatan Penggunaan Tes Objektif

Tes hasil belajar bentuk objektif sebagai salah satu bentuk tes hasil belajar

tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan

disebutkan berikut ini:

a. Peserta tes jumlahnya cukup banyak

b. Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang

luas dalam menyusun butir-butir tes objektif.

c. Penyusunan tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan

penyusunan butir-butir soal test objektif.

3

Page 5: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

d. Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir tes soal objektif itu tidak

hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja melainkan akan

dipergunakan lagi dalam kesempatan tes hasil belajar yang akan datang.

e. Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan

butir-butir soal tes objektif yang disusunnya itu akan dapat dianalisa dalam

rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya, misalnya dari segi derajat

kesukaran, daya pembedanya dan sebagainya.

f. Penyusunan tes objektif berkeyakinan bahwa dengan menggeluarkan butir-

butir soal tes objektif maka prinsip objektivitas akan lebih mungkin untuk

diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes subjektif.

3. Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif

Seperti halnya tes uraian, sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta

didik, tes objektif ini disamping memiliki keunggulan-keunggulan juga memiliki

kekurangan-kekurangan.

Di antara keunggulan-keunggulan yang memiliki yang dimiliki oleh tes

objektif ialah bahwa:

a. Tes objetif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili

materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan

kepada peserta didik untuk mempelajarinya.

b. Tes objektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih objektif,

baik dalam mengoreksi lembar-lembar soal, menentukan bobot skor maupun

dalam menentukan hasil nilai tesnya.

c. Mengoreksi tes objektif jauh lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan

dengan tes uraian, bahkan dapat menggunakan menggunakan alat-alat

kemajuan teknologi misalnya mesin scanner.

d. Berbedanya dengan tes uraian, maka tes objektif memberikan kemungkinan

kepada orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil

tes tersebut.

e. Butir-butir soal pada tes objektif jauh lebih mudah dianalisis, baik dari segi

derajat kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.

4

Page 6: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Adapun dari segi kelemahan dari tes objektif antara lain adalah:

a. Menyusun butir-butir soal tes objektif adalah tidak semudah seperti halnya

menyusun tes uraian.

b. Tes objektif pada umumnya kurang dapat mungukur atau mengungkap proses

berpikir tinggi atau mendalam.

c. Dengan tes objektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain

spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.

d. Cara memberikan jawaban soal pada tes objektif dimana dipergunakan

simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam seperti A, B, C, D dan sebagainya

ini memungkinkan peluang bagi testee untuk saling bekerja sama.

4. Petunjuk Penggunaan Tes Objektif

Dengan tujuan agar tes objektif betul-betul dapat menjalankan fungsinya

sebagai alat pengukur hasil belajar, maka petunjuk operasional berikut ini kiranya

dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir item obyektif.

a. Pertama, untuk dapat menyusun butir-butir soal tes objektif yang bermutu

tinggi, pembuat tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus

membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga dari waktu ke waktu ia akan

dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes objektif dengan lebih baik

dan lebih sempurna.

b. Kedua, setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyetif itu selesai

digunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item dengan tujuan dapat

mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termasuk dalam kategori

“baik” dan butir-butir item mana yang masih termasuk dalam kategori

“kurang baik” dan “tidak baik”.

c. Ketiga, dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan

kerjasama yang tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahulu

suatu norma yang memperhitungkan faktor tebakan. Norma dimaksud berupa

sanksi yang akan diberikan kepada testee, di mana untuk setiap butir item

yang dijawab salah, kepada testee yang bersangkutan akan dikenai denda

berupa pengurangan skor. Dengan cara demikian maka testee diharapkan

akan bekerja secara jujur dan berusaha menjawab soal menurut keyakinannya

5

Page 7: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

sendiri, sebab bukan mungkin bahwa “pertolongan” yang diperoleh dari

kalimat testee lainnya justru akan menjadi “mala petaka” bagi dirinya sendiri.

d. Keempat, agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau

hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam, maka

dalam merancang dan menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya

tester menggunakan alat bantu berupa tabel spesifikasi soal atau yang sering

dikenal dengan istilah blue print atau kisi-kisi soal. Dengan menggunakan

alat bantu tersebut diharapkan akan terjadi keseimbangan antara butir soal

(yang jumlahnya cukup banyak itu) dengan aspek-aspek psikologis (yang

seharusnya diungkapkan dalam tes tersebut).

e. Kelima, dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-

istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan

mudah dipahami oleh testee. Susunan kalimat yang berkepanjangan istilah-

istilah yang tidak jelas atau meragukan dapat berakibat terjadinya hambatan

bagi testee untuk memberikan jawabannya.

f. Keenam, untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perbedaan antara

testee dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif hendaknya

diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir-butir yang dapat

mengahasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam pemberian

jawabannya.

g. Ketujuh, cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda baca

seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti

kuadrat, akar dan sebagainya, hendak ditulis dengan secara benar, usahakan

agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan cetak sehingga tidak

mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban soal.

h. Kedelapan, dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan

jawaban terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya

diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas sehingga testee

dapat bekerja sesuai dengan petunjuk umum atau petunjuk khusus yang

dicantumkan dalam lembar jawaban soal tes.

6

Page 8: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

5. Jenis- Jenis Tes Objektif

5. 1. Tes Objektif Menjodohkan

5.1.1. Pengertian

Tes menjodohkan adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dijodohkan

dengan seri jawaban. Dengan kata lain, tugas peserta tes hanya menjodohkan

premis dengan salah satu seri jawaban. Tes menjodohkan terdiri atas dua bagian

(kolom), yaitu :

Bagian pertama disebut seri stem, atau premis, atau pokok soal yang dapat

berbentuk pernyataan atau pertanyaan.

Bagian kedua disebut seri jawaban.

5.1.2. Teknik Penyusunan

a. Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur kiri) dan seri

jawaban (kolom kedua/jalur kanan) bersifat homogen, agar salah satu dari

semua seri jawaban ada kemungkinan sebagai jawaban yang benar.

b. Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas

c. Seyogyanya seri pertanyaan atau pernyataan tidak lebih dari lima item, karena

kalau lebih akan membingungkan dan mengurangi homogenitas

d. Seyogyanya seri jawaban lebih banyak dari seri pernyataan atau pertanyaan

untuk mendorong peserta tes lebih cermat.

e. Seyogyanya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan menggunakan nomor

dan seri jawaban dengan menggunakan huruf.

f. Seyogyanya tes ditulis dalam halaman yang sama

5.1.3. Kelemahan dan Kelebihan

Kelebihan tes menjodohkan

Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang istilah, definisi, peristiwa,

dan penanggalan

Sangat baik untuk menguji kemampuan menghubungkan dua hal yang

berhubungan langsung dan tidak langsung

Relatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam satu pokok bahasan tertentu.

Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas.

7

Page 9: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain, karena

sudah ada kunci jawaban

Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif

Kelemahan tes menjodohkan

Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek ingatan

Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar secara menyeluruh

Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih

menekankan pada pendemistrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu

yang ekspresif

Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain

maupun dari segi tinngkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik.

Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep

atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama

Tidak cocok untuk mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran

dalam bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa seseorang.

5.1.4. Contoh soal

Soal Pilihan jawaban3 x 4 a. 287 x 4 b. 155 x 3 c. 12

5.1.5. Cara mengolah skor tipe tes menjodohkan

Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe menjodohkan adalah :

Sk = B

Dengan ketentuan :

Sk = skor yang diperoleh peserta tes

B = jumlah jawaban yang benar

Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja, sedangkan jawaban

yang salah tidak mempengaruhi skor.

5. 2. Tes Objektif Pilihan Ganda

5. 2. 1. Pengertian

8

Page 10: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Tes pilihan ganda adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dipilih dari

alternatif yang lebih dari dua. Alternatif jawaban kebanyakan berkisar antara 4

(empat) dan 5 (lima). Nitko (2007) menjelaskan tujuan dasar dari tugas penilaian,

soal pilihan ganda adalah untuk mengidentifikasi siswa yang telah mencapai

tingkat (atau diperlukan) pengetahuan (keterampilan, kemampuan, atau kinerja)

cukup dari target pembelajaran yang dinilai. Pilihan ganda terdiri atas dua bagian,

yaitu :

Bagian perteama disebut stem yang dapat berbentuk pernyataan atau

pertanyaan. Stem menurut Nitko (2007) adalah bagian dari soal yang

mengajukan pertanyaan, menetapkan tugas yang harus dilakukan siswa, atau

menyatakan masalah yang harus dipecahkan siswa. Dengan menulis stem

sehingga siswa mengerti apa tugas yang dilakukan atau pertanyaan apa yang

dijawab.

Bagian kedua disebut options atau alternatif jawaban. Nitko (2007)

menjelaskan alternatif harus selalu diatur dengan cara yang benar (logis,

numerik, abjad, dll). Urutan kronologis di mana peristiwa terjadi dan ukuran

benda (besar, menengah, kecil) adalah contoh dari perintah logis. Jika tidak

ada urutan logis atau numerik di antara mereka, alternatif harus diatur dalam

urutan abjad. Alasannya pertama adalah bahwa tidak membangun pola yang

dapat menjadi petunjuk jawaban untuk siswa yang tidak tahu jawaban.

Kedua, mengikuti aturan ini dapat menghemat waktu siswa.

5. 2. 2. Kelemahan dan Kelebihan

Kelebihan Tes Pilihan Ganda

Menurut Nitko (2007) merinci beberapa kelebihan dari tes pilihan ganda ini,

yakni sebagai berikut:

a. Format pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai berbagai jenis

keragaman target pembelajaran dibandingkan format soal pilihan jawaban

lainnya.

b. Soal pilihan ganda tidak memerlukan siswa untuk menulis dan menguraikan

jawaban mereka dan sehingga mengurangi kesempatan untuk siswa

berkemampuan kurang untuk “menipu” jawaban mereka.

9

Page 11: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

c. Tes pilihan ganda fokus pada membaca dan berpikir. Tes tidak menuntut

siswa untuk menggunakan proses menulis dalam kondisi pemeriksaan.

d. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk menebak jawaban yang benar

untuk soal pilihan ganda daripada soal benar-salah atau soal mencocokkan.

e. Pilihan untuk pengecoh siswa mungkin memberikan kita diagnosis

pengetahuan yang dalam tentang siswa yang mengalami kesulitan. Namun,

untuk pengecoh untuk membuatnya harus berhati-hati sehingga pengecoh

menarik siswa yang biasa membuat kesalahan atau yang biasa memiliki

kesalah pahaman.

Lebih rincinya tes pilihan ganda ini memiliki kelebihan sebagai berikut :

a. Dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi khususnya domain

kognisi, dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks

b. Dapat menggunakan tes yang relatif banyak yang mewakili bahan ajar yang

lebih luas

c. Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif

d. Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan oleh mesin atau orang lain

secara objektif, karena sudah ada kunci jawaban Menuntut kecermatan yang

tinggi untuk membedakan jawaban yang paling benar di antara jawaban yang

benar.

e. Dapat mengurangi kesempatan menebak, karena option-nya lebih dari dua.

f. Tingkat kesukaran butir tes relatif dapat dikendalikan dengan mengubah

tingkat homogenitas alternatif jawaban

Kelemahan Tes Pilihan Ganda

Setiap tes memiliki kelemahan tersendiri, menurut Popham (1995) tes ini

hanya perlu mengenali sebuah jawaban benar. Tes ini tidak butuh menghasilkan

jawaban benar. Sedangkan Nitko (2007) menjelaskan beberapa kelemahan dari

soal pilihan ganda, yaitu sebagai berikut :

a. Siswa harus memilih diantara daftar pilihan yang telah ditetapkan, bukan

menciptakan atau mengekspresikan ide-ide atau solusi mereka sendiri.

b. Kelemahan dalam penulisan tes pilihan ganda akan menjadikan soal dangkal,

sepele, dan terbatas pada pengetahuan yang faktual.

10

Page 12: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

c. Karena biasanya hanya satu pilihan dari soal yang sebagai kunci yang benar,

siswa yang pintar menjadi dihukum untuk tidak memilih jawaban yang benar.

Siswa yang pintar dapat mendeteksi cacat dalam soal pilihan ganda karena

ambiguitas dari kata-kata, sudut pandang yang berbeda, atau pengetahuan

mata pelajaran tambahan, sedangkan siswa lain tidak mungkin

mendeteksinya.

d. Soal pilihan ganda cenderung berdasarkan pada pengetahuan “standar,”

“adakan,” atau “disahkan”. Masalah siswa memecahkan pada soal pilihan

ganda cenderung sangat terstruktur dan tertutup (telah memiliki satu jawaban

yang benar). Ini memberikan kesan bahwa semua masalah dalam bidang mata

pelajaran memiliki satu jawaban yang benar, yang dapat mendorong siswa

untuk menempatkan kepercayaan yang berlebihan pada kebenaran figur

otoritas atau mungkin menggambarkan suatu subyek yang memiliki basis

pengetahuan yang tetap dan terbatas. Selanjutnya, sehingga guru

menggunakan tes pilihan ganda yang gagal untuk menggunakan soal yang

terkait dengan bahan penafsiran yang realistis, hasil tes ini tidak memiliki

konteks dunia nyata. Hal ini disebut sebagai pengetahuan yang tidak

kontekstual. Akibatnya, tes tidak dapat menilai apakah siswa dapat

menggunakan apa yang telah mereka pelajari dalam kondisi yang berarti dan

nyata.

e. Penggunaan pengujian pilihan ganda yang secara berlebihan untuk

kepentingan penilaian dapat membentuk pendidikan dengan cara yang tidak

diinginkan. Penolakan pada tes soal pilihan ganda ini menunjukkan penilaian

yang guru gunakan dapat membentuk muatan dan jenis pengajaran yang guru

berikan pada siswa. Jika merancang tinggi penilaian soal pilihan ganda yang

memusatkan pada pengetahuan nyata, guru cenderung untuk menggunakan

teknik latihan dan pratek untuk mempersiapkan siswa untuk melakukan

penilaian dengan soal pilihan ganda. Jika tes mengandung soal pilihan ganda

yang digunakan menilai pengetahuan dan menerapkan berpikir tingkat tinggi,

strategi mengajar latihan dan praktek tidaklah efektif.

Lebih lanjut kelemahan tes pilihan ganda ini dapat dirinci sebagai berikut:

11

Page 13: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

a. Sukar dikonstruksi, khususnya mencari alternatif jawaban yang homogen

b. Ada kecenderungan hanya menguji kemampuan ingatan domain kognisi

c. Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh atau total

d. Testwise mempunyai pengaruh pada hasil tes peserta karena faktor kebiasaan

e. Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih

menekankan pada pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu

yang ekspresif

f. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang komplesk, baik dari segi domain

maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik

g. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep

atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama.

5. 3. Tes Objektif Benar Salah

5. 3. 1 Pengertian

Tes benar salah adalah butir soal atau tugas yang berupa pernyataan yang

jawabannya menggunakan pilihan pernyataan benar atau salah. Alternatif jawaban

dapat berbentuk:

Benar-salah

Setuju-tidak setuju

Baik-tidak baik

5. 3. 2 Kelemahan dan Kelebihan

Kelebihan tes benar salah

a. Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang fakta dan ingatan

b. Relatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam satu pokok bahasan tertentu

c. Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas

d. Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain, karena

sudah ada kunci jawaban

e. Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif

f. Petunjuk cara mengerjakan mudah dimengerti

Kelemahan tes benar-salah

a. Sering membingungkan bagi mereka yang tidak mengetahui secara pasti

12

Page 14: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

b. Lebih mendorong peserta tes untuk menebak jawaban, khususnya ketika ia

tidak mengetahui jawabannya. Sebab, kemungkinan untuk benar sebanding

dengan kemungkinan untuk salah.

c. Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek ingatan

d. Ada kecenderungan mendidik berpikir “hitam-putih”, padahal kebanyakan

hasil belajar bukanlah sesuatu yang memiliki kebenaran absolut

e. Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan dengan kemungkinan benar atau

salah

f. Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh

g. Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih

menekankan pada pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu

yang ekspresif

h. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain

maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik

i. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep

atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama

5. 4. Tes Objektif Bentuk Isian Melengkapi (Completion Test)

5. 4. 1. Pengertian

Tes melengkapi adalah butir soal atau tugas yang jawabannya diisi oleh

peserta tes dengan melengkapi satu kata, satu frasa, satu angka, satu rumus, atau

satu formula. Butir soal ini berupa kalimat pernyataan yang belum selesai

sehingga peserta harus melengkapi kalimat penyataan tersebut.

5. 4. 2. Kelemahan dan Kelebihan

Kelebihan tes jawaban melengkapi

a. Relatif mudah dikonstruksi apabila jawabannya sudah pasti.

b. Lebih cocok untuk mengukur kemampuan mengingat fakta dan prinsip

sederhana.

c. Mampu menguji sebagian besar pokok bahasan dalam waktu relatif singkat.

d. Cocok untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah sederhana dalam

bidang matematika.

e. Peserta tes harus mengisi jawaban, bukan memilih jawaban.

13

Page 15: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Kelemahan tes jawaban melengkapi

a. Kurang dapat menguji semua tingkat kemampuan hasil belajar, karena

keterbatasan jawaban satu kata, frasa, angka, atau formula.

b. Lebih menekankan kemampuan mengingat.

c. Relatif sulit dikonstruksi apabila jawabannya tidak pasti.

d. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain

maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain kognisi dan afeksi.

e. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep

atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama.

f. Tidak cocok mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran dalam

bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa sendiri.

6. Analisis Tes

Analisis tes dilaksanakan untuk mengetahui baik-buruknya suatu tes,

meliputi tiga hal yakni:

a. Analisis validitas tes.

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Tes yang

valid (absah = sah) adalah tes benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Tes

matematika kelas dua SMP, hendaknya benar-benar mengukur hasil belajar

matematika siswa SMP kelas dua; bukan siswa SMP kelas tiga atau siswa SD

kelas enam. Dan bukan mengukur hasil belajar dalam bidang studi lainnya.

Macam-macam validitas tes hasil belajar dan cara mengetahui /menghitung

koefisien validitas tes.

1) Validitas permukaan (face validity)

Tingkat validitas permukaan diketahui dengan melakukan Analisis rasional

(semata-mata berdasarkan pertimbangan logis, bukan pada hitungan angka-

angka empirik). Berbagai aspek berikut ini perlu dianalis/diperiksa

kualitasnya.

Apakah bahasa dan susunan kalimat (redaksi) tiap butir soal cukup jelas

dan sesuai dengan kemampuan siswa ?

Apakah isi jawaban yang diminta tidak membingungkan ?

Apakah cara menjawab sudah dipahami siswa ?

14

Page 16: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Jangan sampai siswa tahu isi jawabannya tetapi tidak tahu bagaimana

cara menjawab soal bersangkutan.Apakah tes itu telah disusun berdasar

kaidah/prinsip penulisan butir soal?

Tes yang tidak mengikuti kaidah penulisan butir soal akan tampak kacau

sehingga membingungkan siswa. Setiap tes paling sedikit harus diperiksa melalui

analisis validitas permukaan. Walaupun analisis ini tergolong paling lemah,

namun lebih baik daripada tidak ada analisis sama sekali. Tentu saja akan lebih

baik bila suatu tes dianalisis lebih lanjut.

2) Validitas isi (content validity)

Tingkat validitas isi juga dapat diketahui dengan analisis rasional. Pada

prinsipnya dilakukan pemeriksaan terhadap tiap butir soal, apakah sudah

sesuai dengan TIK atau pokok bahasan yang akan diteskan. Pengujian

validitas isi dilakukan dengan menjawab pertanyaan berikut.

Apakah keseluruhan tes telah sesuai dengan kisi-kisi ?

Apakah terdapat butir soal yang menyimpang, atau menuntut jawaban

di luar bahan pelajaran bersangkutan ?

Penyimpangan yang tidak kentara perlu dihilangkan. Semakin banyak soal

yang menyimpang, semakin rendah tingkat validitas isi.

3) Validitas kriteria (criterion validity)

Validitas ini diketahui dengan cara empirik, yakni menghitung koefisien

korelasi antara tes bersangkutan dengan tes lain sebagai kriterianya. Yang

dapat digunakan sebagai kriteria adalah tes yang sudah dianggap valid;

atau nilai mata pelajaran yang sama yang dipandang cukup obyektif.

Sebagai contoh, skor tes Bahasa Inggris buatan guru dikorelasikan dengan

skor tes Bahasa Inggris yang telah dibakukan. Skor tes Matematika akhir

tahun dikorelasikan dengan nilai rata-rata Matematika selama satu tahun.

Dengan rumus korelasi Pearson’s Product Moment dan menggunakan

kalkulator, perhitungan validitas kriteria tersebut tidak terlalu sulit. Lebih mudah

lagi bila menggunakan komputer. Kesulitan utama dalam menentukan validitas

kriteria ialah mencari skor tes yang akan dijadikan kriteria. Bila kriterianya buruk

atau tidak valid, maka validitas tes yang diperoleh akan percuma saja.

15

Page 17: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

4) Validitas ramalan (predictive validity)

Validitas ini menunjukkan sejauh mana skor tes bersangkutan dapat

digunakan meramal keberhasilan siswa di masa mendatang dalam bidang

tertentu.

Suatu tes yang baik biasanya memiliki angka validitas 0,50 atau lebih; tentu

saja angka itu makin tinggi makin baik. Suatu tes dengan angka validitas kurang

dari 0,50 belum tentu buruk. Mungkin kriterianya yang buruk atau keliru

menentukan kriteria.

b. Analisis reliabilitas tes.

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh

mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten

(tidak berubah-ubah). Sebaliknya, tes yang tidak reliabel seperti karet untuk

mengukur panjang, hasil pengukuran dengan karet dapat berubah-ubah (tidak

konsisten).

Cara mengetahui reliabilitas tes Ada tiga cara mengetahui reliabilitas tes.

Pada prinsipnya diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi antara dua

kelompok skor tes.

Tiga cara itu sebagai berikut.

1) Test-retest method (metoda tes ulang).

Satu tes (yakni tes yang akan dihitung reliabilitasnya), diteskan terhadap

kelompok siswa tertentu dua kali dengan jangka waktu tertentu (misalnya

satu semester atau satu catur wulan). Skor hasil pengetesan pertama

dikorelasikan dengan skor hasil pengetesan kedua. Koefisien korelasi yang

diperoleh menunjukkan koefisien reliabilitas tes tersebut.

2) Paralel test method (metoda tes paralel)

Cara ini mengharuskan adanya dua tes yang paralel, yakni dua tes yang

disusun dengan tujuan yang sama (hanya sedikit berbedaan redaksi, isi

atau susunan kalimatnya). Dua tes tersebut diadministrasikan pada satu

kelompok siswa dengan perbedaan waktu beberapa hari saja. Skor dari

kedua macam tes tersebut dikorelasikan dengan teknik yang sama seperti

16

Page 18: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

pada metode test-retest. Koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan

tingkat reliabilitas tes.

3) Split-half method (metode belah dua)

Cara ini paling mudah dan seyogyanya diterapkan oleh para guru pada

semua tes yang diberikan kepada siswanya. Tidak perlu mengulangi

pelaksanaan tes atau menyusun tes yang paralel. Cukup satu tes dan

diadministrasikan satu kali kepada sekelompok siswa (minimal 30 siswa).

c. Analisis butir soal

Baik buruknya tes tergantung pada butir-butir soal yang ada di dalamnya.

Oleh sebab itu untuk mendapatkan tes yang baik perlu dipilih butir-butir yang

baik. Butir yang buruk harus dibuang, yang kurang baik perlu direvisi. Untuk

mengetahui kualitas tiap butir soal perlu analisis satu persatu. Analisis meliputi

perhitungan daya pembeda, tingkat kesukaran, homogenitas tes serta analisis

distraktor/pengecoh pada tes pilihan ganda.

Daya pembeda menunjukkan sejauh mana tiap butir soal mampu

membedakan antara siswa yang menguasai bahan dengan siswa yang tidak

menguasai bahan. Butir soal yang daya pembedanya rendah, tidak ada

manfaatnya, malahan dapat merugikan siswa yang belajar sunguh- sungguh.

Tingkat kesukaran menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang

atau mudah. Tes yang baik memuat kira-kira 25% soal mudah, 50% sedang dan

25% sukar. Butir soal yang terlalu sukar sehingga hampir tidak terjawab oleh

semua siswa atau terlalu mudah sehingga dapat dijawab oleh hampir semua siswa,

sebaiknya dibuang karena tidak bermanfaat.

Tingkat homogenitas soal menunjukkan apakah tiap butir soal mengukur

aspek/pokok bahasan yang sama, atau sejauh mana tiap butir soal menyumbang

skor total tiap siswa. Butir soal yang homogen adalah yang menunjang skor total.

Sebaliknya, butir soal yang tidak seiring dengan skor-total dikatakan tidak

homogen, dan lebih baik dibuang atau direvisi.

Pada tes pilihan ganda, tiap butir soal menggunakan beberapa pengecoh

(distraktor / penyesat / option). Tiap pengecoh hendaknya bermanfaat atau

berfungsi, yakni ada sejumlah siswa yang memilihnya. Pengecoh yang tidak

17

Page 19: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

dipilih sama sekali oleh siswa berarti tidak berfungsi mengecohkan siswa,

sebaliknya pengecoh yang dipilih oleh hampir semua siswa berarti terlalu mirip

dengan jawaban yang benar.

Langkah-Langkah Analisis Butir Soal

Butir soal tes pilihan ganda jumlahnya cukup besar, biasanya antara 50-100

butir, bahkan ada yang sampai 200 butir dengan ragam soal yang berbedabeda.

Untuk keperluan analisis, lembar jawaban siswa merupakan dokumen utama yang

harus ada. Analisis lengkap meliputi semua hal, sedang analisis singkat hanya

meliputi: reliabilitas belah-dua, daya pembeda atau tingkat kesukaran. Langkah-

langkah analisis butir soal adalah sebagai berikut.

1) Memberi skor pada lembar jawaban.

Berilah tanda silang pada lembar jawaban, mana butir soal yang dijawab

benar dan mana yang salah. Yang benar diberi skor satu, yang salah diberi

nol. Untuk pemberian nilai, boleh saja jawaban benar diskor 4 dan

jawaban salah didenda 1.

Skor tiap lembar jawaban (tiap siswa) dijumlahkan, dengan 3 macam skor:

(1) jumlah skor soal bernomor ganjil, (2) jumlah skor soal bernomor

genap, dan (3) skor total.

Jumlah skor ganjil dan genap digunakan untuk menghitung reliabilitas.

Lihat teknik analisis reliabilitas belah-dua. Sedang skor total digunakan

untuk mengurutkan dan membuat kelompok Atas – Bawah (kelompok

Unggul – Asor)

2) Menghitung daya pembeda

Berdasar skor total, susunlah nama atau nomor siswa dari tertinggi hingga

terendah. Ambil 27% siswa yang skor-totalnya tinggi atau 27 % Kelompok

Atas, dan 27% yang rendah (Kelompok Bawah).

Buatlah tabel, khusus untuk siswa kelompok Atas dan kelompok Bawah.

Jumlah kolom dalam tabel minimal sama dengan jumlah butir soal,

sehingga memuat seluruh jawaban siswa. Tanda 1 artinya jawaban betul

dan 0 artinya jawaban salah. Tabel ini digunakan untuk menghitung daya

pembeda maupun tingkat kesukaran butir soal.

18

Page 20: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Hitung jumlah jawaban yang benar (bertanda 1), baik pada Kelompok Atas

maupun pada Kelompok Bawah. Lihat contoh.

Daya pembeda dihitung dengan rumus:

DP = indeks daya pembeda butir soal tertentu (satu butir)

BA = jumlah jawaban benar pada Kelompok Atas

BB = jumlah jawaban benar pada Kelompok Bawah

NA = jumlah siswa pada salah satu kelompok A atau B

Kriteria daya pembeda sebagai berikut:

Negatif – 9% = sangat buruk, harus dibuang

10% – 19% = buruk, sebaiknya dibuang

20% – 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30% – 49% = baik

50% ke atas = sangat baik

Pada prinsipnya, daya pembeda dihitung berdasar selisih jawaban benar

pada Kelompok Atas dan Kelompok Bawah, dibagi dengan jumlah siswa pada

salah satu kelompok tersebut. Dikalikan 100% agar diperoleh angka bulat (bukan

pecahan, tetapi persen). Masih ada beberapa teknik dan rumus menghitung daya

pembeda, namun cara di atas paling sederhana sehingga cocok untuk para guru.

3) Menghitung tingkat kesukaran

Tabel skor yang digunakan disini sama dengan tabel skor untuk menghitung

daya pembeda, tetapi menggunakan rumus:

Makin besar harga TK, makin mudah butir soal tersebut, sehingga dapat juga

disebut ‘‘tingkat kemudahan”

Kriteria tingkat kesukaran (tingkat kemudahan) sebagai berikut:

0% – 15% = sangat sukar, sebaiknya dibuang.

19

Page 21: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

16% – 30% = sukar

31% – 70% = sedang

71% – 85% = mudah

86% -100% = sangat mudah, sebaiknya dibuang.

Tingkat kesukaran tiap butir soal lebih baik bila dihitung berdasar jawaban

seluruh siswa yang ikut tes (bukan hanya kelompok unggul dan asor yang

berjumlah 54%).

4) Menghitung homogenitas butir soal

Homogen tidaknya butir soal diketahui dengan menghitung koefisien

korelasi antara skor tiap butir soal dengan skor total. Diperlukan perhitungan

korelasi sebanyak butir soal dalam tes bersangkutan (bila ada 50 butir soal, maka

Anda harus menghitung koefisien korelasi sebanyak 50 kali). Skor tiap butir soal

adalah 1 atau 0, sedang skor total tiap siswa cukup bervariasi.

Teknik korelasi yang digunakan boleh dengan Pearson’s Product Moment,

boleh juga dengan teknik Korelasi Point Biserial. Namun teknik Pearson lebih

mudah bila langsung menggunakan kalkulator atau komputer. Hasil perhitungan

korelasi tidak jauh berbeda walau dengan teknik apapun.

Butir soal yang homogen, koefisien korelasinya sama atau di atas batas

signifikasi (batas kritis korelasi). Butir soal yang tidak/kurang homogen koefisien

korelasinya negatif atau lebih kecil dari batas signifikansi. Butir soal tersebut

mungkin mengukur aspek lain di luar bahan yang diajarkan (soal tidak sesuai

dengan tujuan pengajaran), maka sebaiknya direvisis atau dibuang.

5) Analisis distraktor/pengecoh.

Pada tes pilihan ganda ada beberapa option/alternatif jawaban yang sengaja

dimasukkan sebagai pengecoh (distraktor).

Pengecoh dianggap baik bila jumlah siswa yang memilih pengecoh itu sama

atau mendekati jumlah ideal.

Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:

20

Page 22: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

IP        = Indeks pengecohP          = jumlah peserta didik yang memilih pengecohN         = jumlah peserta didik yang ikut tesB         = jumlah peserta didik yang menjawab benarn          = jumlah opsi1          = bilangan tetap

Untuk analisis pengecoh perlu dibuat tabel khusus agar setiap butir soal

diketahui berapa siswa yang menjawab a, berapa yang menjawab b, berapa yang

menjawab c, dan seterusnya. Tentu saja sangat memakan waktu dan tenaga. Bila

diolah dengan komputer dan data sudah dimasukkan dalam disket, pengolahan ini

hanya memerlukan waktu beberapa detik saja.

6) Analisis teknis kegunaan tes.

Dengan melakukan analisis tes, guru dapat “menabung-soal” atau membuat

“bank-soal” yakni kumpulan soal-soal yang sudah teruji kebaikannya. Manfaat

terbesar dari kegiatan analisis tes ialah guru makin memahami bagaimana wujud

tes yang baik, bagaimana butir soal yang baik. Sehingga pada akhirnya guru

makin terampil menyusun tes dengan baik dan efisien. Kritik terhadap tes bentuk

pilihan ganda yang dianggap lebih buruk dari tes bentuk uraian karena “makin

membodohkan siswa”, sebenarnya bersumber pada tes pilihan ganda yang buruk.

KESIMPULAN

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka

melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai

pertanyaan, pernyatan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau

dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.

Tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes

untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga

peserta tes tinggal memilihnya. Tes objektif yang sering digunakan adalah

bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif.

Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:

Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik.

21

Page 23: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes

tersebut akan dapat diketahui seberapa jauh program pengajaran yang telah

ditentukan, telah dapat dicapai.

Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi

persyaratan tes, yaitu memiliki: validitas, reliabilitas, dan obyektivitas,

Ada dua unsur penting dalam validitas ini. Pertama, validitas menunjukan

suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang dan ada pula yang rendah.

Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang

spesifik.

Objektivitas dimaksud adalah bahan pelajaran yang telah diberikan dan

diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik itulah yang dijadikan acuan

dalam pembuatan atau penyusunan tes hasil belajar tersebut.

22

Page 24: Tes objektif dan pengembangan tes objektif

Daftar Pustaka

Abad, F.J. et al. (2009). “The Multiple-Choice Model Some Solutions for

Estimation of Parametes in The Presence of Omitted Responses”. Sage

Publications. 33, (3), 200-221.

Azwar, Saifuddin. (2012). Tes Prestasi : Fungsi Pengembangan Pengukuran

Prestasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Kim, Jee, Soen. dan Hanson, B.A. (2002). “Test Equating Under The Multiple

Choice Model”. Sage Publications. 26, (3), 225-270.

Mardapi, Djemari. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non tes.

Yogyakarta : Mitra Cendikia

Munthe Bermawi. (2009). Desain Pembelajaran : Yogyakarta : Pustaka Intan

Madani.

Nitko, Anthony. (2007). Educational Assessment of Studies. New Jersey :

Pearsom Education Inc.

Popham, W. James. (1995). Classroom Assessment. United Statesof America :

Allyn and Bacon.

Putro, S, Eko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Rupp, A.A. et al (2006). ”How Assessing Reading Comprehension With Multiple

Choice Questions Shapes The Construct : A Cognitive Processing

Prespective. Sage Publications. 23, (4), 441-474.

Scharf, E.M. dan Baldwin, L.P. (2007). “Assessing Multiple Choice Question

(MCQ)Tests – A Mathematical Perspective”. Sage Publications. 8, (1), 31-

47.

Sukardi, M. (2009). Evaluasi Pendidikan. Jakarta Timur : Bumi Aksara.

Torre, J.D.L. (2009). “A Cognitive Diagnosis Model for Cognitively Base

Multiple Choice Options”. Sage Publications. 33, (3), 163-183.

Zimmerman, D.W. dan Williams, R.H. (2009). “A New Look at the Influence of

Guessing on the Reliability of Multiple-Choice Tests”. Sage Publications.

27, (5), 357-371.

23