23
1 FONOLOGI BAHASA DAYAK KETUNGAU SESAT KABUPATEN SEKADAU KECAMATAN SEKADAU HILIR DESA ENGKERSIK JERAJAU DUSUN BATU LEBUR BAB I RANCANGAN PENELITIAN A. LATAR BELAKANG Bahasa merupakan sarana komunikasi utama yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa selalu digunakan baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi. Sebagai mahkuk sosial, manusia memerlukan sarana yang efektif untuk memenuhi hasrat dan keinginannya sehingga bahasa merupakan sarana yang paling efektif untuk berhubungan dan bekerja sama. Bahasa dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan pemikiran penggunanya. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya berupa: (a) untuk menyatakan ekspresi; (b) sebagai alat komunikasi; (c) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial; (d) sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial (Keraf, 2001:3). Bahasa sebagai alat untuk eskpresi diri dan sebagai alat komunikasi adalah fungsi bahasa secara sempit. Secara luas, fungsi bahasa adalah untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan untuk mengadakan kontrol sosial. Secara garis besar sarana komunikasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi bahasa lisan dan bahasa tulis. Selain itu, fungsi bahasa adalah fungsi tekstual. Fungsi tekstual berkaitan dengan peranan bahasa untuk membentuk makna rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh pemakainya baik secara lisan maupun tertulis (Sudaryanto dalam Sumarlan, 2003:3) Bahasa tidak terlepas dari kehidupan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting

tugas individu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas individu oleh Ike dwi Putri Kelas :

Citation preview

Page 1: tugas individu

1

FONOLOGI BAHASA DAYAK KETUNGAU SESAT KABUPATEN

SEKADAU KECAMATAN SEKADAU HILIR

DESA ENGKERSIK JERAJAU

DUSUN BATU LEBUR

BAB I

RANCANGAN PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan sarana komunikasi utama yang digunakan oleh

manusia untuk berinteraksi. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa selalu

digunakan baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi. Sebagai mahkuk

sosial, manusia memerlukan sarana yang efektif untuk memenuhi hasrat dan

keinginannya sehingga bahasa merupakan sarana yang paling efektif untuk

berhubungan dan bekerja sama. Bahasa dapat tumbuh dan berkembang sesuai

dengan perkembangan dan pertumbuhan pemikiran penggunanya. Dasar dan

motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya berupa: (a) untuk

menyatakan ekspresi; (b) sebagai alat komunikasi; (c) sebagai alat untuk

mengadakan integrasi dan adaptasi sosial; (d) sebagai alat untuk mengadakan

kontrol sosial (Keraf, 2001:3).

Bahasa sebagai alat untuk eskpresi diri dan sebagai alat komunikasi

adalah fungsi bahasa secara sempit. Secara luas, fungsi bahasa adalah untuk

mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan untuk mengadakan kontrol

sosial. Secara garis besar sarana komunikasi dibedakan menjadi dua macam,

yaitu komunikasi bahasa lisan dan bahasa tulis. Selain itu, fungsi bahasa

adalah fungsi tekstual. Fungsi tekstual berkaitan dengan peranan bahasa untuk

membentuk makna rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang

memungkinkan digunakannya bahasa oleh pemakainya baik secara lisan

maupun tertulis (Sudaryanto dalam Sumarlan, 2003:3) Bahasa tidak terlepas

dari kehidupan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting

Page 2: tugas individu

2

dalam kehidupan karena dengan bahasa manusia dapat berbicara mengenai

apapun, baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi. Bahasa digunakan

untuk menimbulkan suasana gembira, jenuh, marah, dan sebagainya

(Soenardji, 2000:5).

Aktivitas manusia tidak dapat berlangsung tanpa bahasa. Pada era

sekarang ini, semakin tinggi peradaban manusia maka semakin tinggi pula

intensitas penggunaan bahasa yang didukung kemajuan teknologi. Bangsa

Indonesia memiliki keberagaman suku dan bahasa, dengan bahasa Indonesia

sebagai bahasa bahasa nasional. Satu di antaranya adalah suku Dayak yang

mempunyai bahasanya sendiri. Suku Dayak terbagi lagi ke dalam sub-sub

suku dengan bahasa yang berbeda, seperti sub suku Dayak Ketungau. Bahasa

yang dituturkan suku ini dikenal juga dengan istilah bahasa Ketungau. Bahasa

ini sedikit berbeda dengan beberapa bahasa lainnya di sepanjang Sungai

Sekadau. Suku Dayak Ketungau merupakan salah satu sub-Ibanic yang

terbagi dalam beberapa pembagian lagi berdasarkan wilayah dan asal usul

keturunannya. Jika berbicara tentang Suku Ketungau maka anggapan orang

bahwa sub kelompok etnis Dayak tersebut adalah penghuni beberapa

kecamatan yang ada di Kab.Sintang saja, seperti Ketungau Hulu, Ketungau

Tengah dan Ketungau Hilir. Hal ini karena status mereka sebagai

purih/keturunan asli dari Kelompok ketungau ini.

Suku Lain yang juga mendapat sebutan ini adalah Suku Ketungau

yang menghuni wilayah Kabupaten Sekadau. Berdasarkan cerita dan asal-

usulnya ketungau sekadau atau yang dikenal dengan nama ketungau sesat ini

adalah kelompok yang terpisah dari kelompok ketungau yang ada di

Kab.Sintang. Hal ini karena adanya beberapa kesamaan dalam ciri-ciri

kebudayaan, kemiripan bahasa dan tentu saja kesamaan nama dari kedua

kelompok etnis tersebut. Berdasarkan penuturan-penuturan yang disampaikan

oleh para tetua masyarakat Dayak ketungau di Kabupaten Sekadau,

keterpisahan itu disebabkan oleh gangguan yang dilakukan oleh roh-roh halus

Page 3: tugas individu

3

yang mengganggu pemukiman masyarakat Ketungau di masa itu. Namun jika

ditilik dari aspek geografis, jalan persebaran dan beberapa kebudayaan

esensial yang dimiliki oleh kedua etnis tersebut, maka akan ditemukan bahwa

secara ilmiah kelompok etnis Dayak ketungau Sekadau bukanlah bagian dari

suku ketungau yang ada di Sintang. Beberapa informasi yang disampaikan

oleh masyarakat ketungau yang ada di Kab.Sintang bahwa ketungau sesat

yang menjadi versi mereka bukanlah yang terdapat di Kab.Sekadau namun

masih berada di wilayah Kab. sintang juga,,yakni yang berada di sekitar kota

sintang, hidup di antara komunitas-komunitas ibanic lainnya seperti Desa

Seberuang dan mualang.

Hal lain yang membuatnya berbeda adalah kecenderungan orang pada

masa lalu untuk menyebutkan beberapa etnis di sekadau sebagai etnis yang

tersesat dari rombongan utama seperti Ketungau Sesat, Taman Sesat, Sawai

Sesat, dan ada beberapa lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya beberapa

komunitas tersebut untuk mempertahankan jati dirinya sebagai sebuah etnis

yang berbudaya. Dengan jumlah sekitar 28.000 jiwa dan menjadi penghuni 46

kampung di 3 Kecamatan Sekadau yakni, Sekadau Hulu, Sekadau Hilir, dan

Belitang Hilir, maka kelompok ketungau Sekadau merupakan salah satu

kelompok sub etnis dayak besar di Kabupaten Sekadau. Kelompok ketungau

sekadau/ketungau sesat ini sebagian besar menghuni kampung kampung yang

berada di sekita Kota Sekadau di 4 penjurunya, mulai dari kota sekadau

menuju jalur jalan sanggau, jalan rawak, jalan sintang dan seberang kapuas.

Sebagian besar di antaranya bermata pencaharian sebagai petani

ladang, dan sawit (untuk daerah-daerah yang dimasuki perkampungan sawit)

dan sebagian kecil telah menempuh pendidikan hingga bekerja di lembaga-

lembaga formal dan pejabat daerah. Salah Kelompok suku Ketungau di

Kecamatan Sekadau Hilir menyebar di beberapa kampung diantara nya Desa

Jerajau Dusun Batu Lebur. Berdasarkan pengamatan peneliti, pemilihan

Dusun Batu Lebur sebagai lokasi penelitian dikarenakan bahasa yang

Page 4: tugas individu

4

digunakan merupakan bahasa yang masih belum tercampur dengan bahasa

lain dan didukung kondisi masyarakat yang masih asli. Selain itu, mayoritas

penuturnya berada di Desa Jerajau. Dusun Batu Lebur sendiri berjarak 15 km

dari Kecamatan Sekadau Hilir dan 45 km dari Kota Sekadau. Dalam studi

linguistik terdapat empat subdisiplin ilmu linguistik, yaitu fonologi,

morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi mendeskripsikan masalah bunyi,

morfologi mendeskripsikan bentuk kata, sintaksis mendeskripsikan bentuk

kalimat, dan semantik mendeskripsikan bentuk makna. Luasnya sistem bahasa

yang ada, maka pada penelitian ini dibatasi tentang fonologi bahasa Dayak

Ketungau.

Peneliti tertarik mengkaji mengenai fonologi karena fonologi

merupakan subdisiplin ilmu yang paling mendasar dalam tataran linguistik.

Bidang kajiannya mencakup dua aspek, yaitu aspek fonetik dan fonemik.

Beberapa pertimbangan peneliti dalam mengambil penelitian fonologi bahasa

Dayak Ketungau. Pertama, berdasarkan kajian kepustakaan, belum pernah ada

penelitian ilmiah mengenai fonologi bahasa Dayak Ketungau. Kedua, dalam

bahasa Dayak Ketungau terdapat cirri-ciri fonologis yang menjadi sebuah ciri

khas bahasa tersebut yang membedakan bahasa Dayak Ketungau.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, masalah umum pada

penelitian ini adalah fonologi bahasa Dayak Ketungau. Masalah penelitian ini

terbagi menjadi dua submasalah, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah aspek fonetik dalam bahasa Dayak Ketungau Sesat Desa

Engkersik Jerajau?

2. Bagaimanakah aspek fonemik dalam bahasa Dayak Ketungau Sesat Desa

Engkersik Jerajau?

Page 5: tugas individu

5

C. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

fonologi bahasa Dayak Ketungau. Penelitian ini secara khusus bertujuan

sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan aspek fonetik bahasa Dayak Ketungau Sesat yang

berkaitan dengan inventarisasi bunyi dan deskripsi bunyi.

2. Mendeskripsikan aspek fonemik bahasa Dayak Ketungau Sesat yang

berkaitan dengan pembuktian status fonem, fonem dan alofonnya, dan

struktur fonem dalam suku kata.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis maupun

praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan adalah sebagai bahan pembelajaran

dan pengembangan dalam kajian kebahasaan, khususnya yang berkaitan

dengan fonologinya. Manfaat praktisnya antara lain sebagai berikut.

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan serta

menambah wawasan tentang bahasa, khusunya mengenai fonologi

bahasa Dayak Ketungau Sesat.

2. Bagi guru bahasa Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan guru bahasa Indonesia

sebagai salah satu alternasi bahan pembelajaran bahasa Indonesia.

3. Bagi penelitian lainnya

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternasi

bahan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya di bidang

linguistik, khususnya yang berkaitan dengan fonologi.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan

penelitian dalam pengumpullan data sehingga arah penelitian ini menjadi

lebih jelas. Berdasarkan masalah penelitian, perincian bahwa aspek fonologi

Page 6: tugas individu

6

bahasa Dayak Ketungau Sesat yang akan dibahas adalah aspek fonetik dan

fonemik. Dengan demikian, ruang lingkup penelitian ini akan mengamati

sistem fonetik dan fonemik bahasa Dayak Ketungau Sesat. Objek kajian

fonetik adalah cabang fonologi yang menyelidiki bunyi bahasa menurut cara

pelafalan, sifat-sifat akuistiknya, dan cara penerimaannya oleh telinga

manusia, sedangkan fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai pembeda

makna kata. Dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu

berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak (Kasman, 2008:7).

a. Penjelasan Istilah

Penjelasam istilah dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman

antara peneliti dan pembaca dalam memahami istilah yang digunakan

dalam penelitian. Penjelasan istilah tersebut sebagai berikut.

1. Fonologi

Fonologi adalah ilmu yang termasuk dalam tataran linguistik,

yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.

(Kridalakasana, 2008:57).

2. Fonetik

Fonetik adalah ilmu yang mempelajari produksi bunyi bahasa.

Ilmu ini berangkat dari teori fisika dasar yang mendeskripsikan bahwa

bunyi pada hakikatnya adalah gejala yang timbul akibat adanya benda

yang bergetar dan menggetarkan udara di sekelilingnya. Oleh karena

bunyi bahasa juga merupakan bunyi, bunyi bahasa tentunya diciptakan

dari adanya getaran suatu benda yang menyebabkan udara ikut

bergetar. Perbedaan antara bunyi bahasa dengan bunyi lainnya

menurut fonetik adalah bunyi bahasa tercipta atas getaran alat-alat

ucap manusia sedangkan bunyi biasa tercipta dari getaran benda-benda

selain alat ucap manusia. Namun demikian, pada dasarnya deskripsi

bunyi bahasa fonetik ini masih kurang lengkap sehingga akan

dilengkapi oleh deskripsi bunyi bahasa menurut fonemik.

Page 7: tugas individu

7

3. Fonemik

Fonemik sendiri adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi

bahasa sebagai pembeda makna.

b. Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini mengkaji fonologi bahasa Ketungau Sesat,

meliputi: aspek fonetik dan fonemiknya. Untuk mencapai tujuan

tersebut, penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode

deskriptif diarahakn sebagai prosedur pemecahan masalah yang akan

diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek

atau objek yang diteliti secara apa adanya sesuai dengan fakta pada

saat penelitian dilakukan. Menurut Sudaryanto, (1988:62) Metode

deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata

berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara

empiris hidup pada penutur-penuturnya, seingga dihasilkan atau

dicatat berupa pemberian bahasa yang dikatakan sifatnya seperti

potret, paparan seperti apa adanya. Dengan metode deskriptif,

penelitian dilakukan semata-mata berdasarkan fakta atau fenomena

yang memang hidup pada penuturnya. Dalam hal ini, metode dekriptif

memberikan gambaran yang objektif tentang fonologi bahasa Dayak

Ketungau Sesat yang akan dianalisis sesuai dengan faktor pemakaian

sebenarnya dari bahasa Ketungau Sesat.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

merupakan bentuk penelitian yang menggambarkan suatu keadaaan

dengan uraian. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan

bukan angka-angka (Moleong, 2005:11). Oleh karena itu, data yang

Page 8: tugas individu

8

akan dikumpulkan tidak menggunakan angka-angka atau perhitungan,

melainkan mengacu pada makna atau pemahaman terhadap interkasi

terhadap konsep data yang dianalisis. Dengan demikian data dianalisis

dalam bentuk uraian dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Pendekatan

kualitatif memiliki ciri-ciri berlatar alamiah, bersifat deskriptif, lebih

mengutamakan proses daripada hasil, dan analisis data bersifat

induktif (Bogdan dan Biklen, 1982 dalam Djajasudarma,1994).

Berlatar alamiah, maksudnya data penelitian bersumber dari peristiwa-

peristiwa komunikasi dan situasi alamiah yang berlangsung di

masyarakat Dayak Ketungau. Bersifat deskriptif, maksudnya data

dikumpulkan berbentuk deskripsi wacana. Data dilengkapi dengan

konteks terjadinya interaksi. Pendeskripsian konteks diupayakan

hingga menyentuh hal-hal kecil, seperti waktu, tempat, dan kedudukan

partisipan.

Hasil analisis data dilaporkan dalam bentuk deskripsi

fenomenologis, artinya hasil analisis dipaparkan sesuai dengan temuan

di lapangan. Lebih mengutamakan proses daripada hasil, maksudnya

dalam pelaksanaan penelitian ini, khususnyakegiatan pengumpulan

lebih diorientasikan pada proses. Pengorientasian tersebut, misalnya

pengupayaan waktu pelaksanaan pengumpulan data yang bersifat

fleksibel. Karena itu, jadwal tidak dijadikan target. Demikian halnya

dengan perolehan data, baik jenis maupun jumlahnya tidak didasarkan

pada perencanaan atau target tertentu. Analisis data bersifat induktif,

maksudnya penelitian ini tidak diarahkan untuk memperkuat atau

menolak hipotesis tertentu. Karena itu, paparan hasil analisis

penelitian yang berkaitan dengan fonologi bahasa masyarakat Dayak

Ketungau lebih didasarkan pada data alamiah yang terkumpul di

lapangan

Page 9: tugas individu

9

3. Data dan Sumber Data

a. Data dalam penelitian ini berupa bunyi-bunyi bahasa dalam bahasa

Dayak Ketungau Sesat.

b. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah bahasa yang

dituturkan oleh penutur asli bahasa Ketungau yang diperoleh

melalui pengamatan dan pencatatan lapangan secara langsung.

Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah

masyarakat asli penutur bahasa Dayak Ketungau Sesat. Namun,

tidak semua masyarakat asli penutur bahasa Dayak Ketungau Sesat

mempunyai kedudukan yang sama..

4. Teknik dan Alat Pengumpul Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

Observasi langsung dengan wawancara dan perekaman. Teknik

Observsi langsung merupakan teknik penjaringan data melalui

percakapan antara peneliti dan informan. Pelaksanaan teknik ini

dilakukan dengan cara tanya jawab langsung sesuai dengan korpus

data yang telah dipersiapkan. Teknik perekaman dalam penelitian

ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang

sebenarnya dalam bentuk pita rekaman yang akan ditranskripsikan

dalam bentuk tulisan.

b. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, para ahli mengemukakan

pendapatnya bahwa yang menjadi instrumen penelitian adalah

peneliti itu sendiri, atau dengan bantuan orang lain yang

merupakan alat pengumpul data utama (Guba dan Lincoln, 1981

dalam Moleong, 2005). Hal ini dikarenakan peneliti dalam

Page 10: tugas individu

10

penelitian kualitatif dipandang sebagai pencari tahu alami dalam

pengumpulan data. Peneliti sebagai instrumen, ada beberapa

prasyarat yang harus diperhatikan, yaitu: (1) peneliti ada jarak

dengan objek terteliti, (2) tetap objektif, (3) berorientasi pada

tujuan penelitian, (4) tetap setia pada data penelitian, dan (5)

menyelesaikan sesuai dengan disiplin ilmu serta paradigma. Selain

peneliti sebagai instrumen utama, penelitian ini menggunakan

instrumen bantu, yaitu alat perekam (tape recorder), kartu data atau

catatan lapangan. Alat perekam digunakan untuk merekam tuturan

informan, catatan lapangan digunakan untuk mencatat konteks

tuturan.

c. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data ini didasarkan pada teknik yang

dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 15-20). Teknik

analisis yang dimaksud meliputi: (a) reduksi data, (b) penyajian

data, dan (c) penyimpulan. Ketiga langkah tersebut merupakan

satu siklus yang saling terkait dan dilaksanakan secara serentak

selama dan setelah pengumpulan data. Ketiga langkah itu secara

memadai dipaparkan di bawah ini. Reduksi data adalah kegiatan

analisis yang meliputi (a) identifikasi, dan (b) klasifikasi.

Identifikasi data adalah kegiatan menyeleksi kelayakan data,

Klasifikasi data adalah kegiatan memilah dan mengelompokkan

data. Penyajian data adalah kegiatan mengelompokkan data yang

telah direduksi. Dengan penyajian data ini diharapkan penarikan

kesimpulan menjadi terarah. Penarikan simpulan adalah kegiatan

analisis yang lebih dikhususkan pada penafsiran data yang telah

disajikan. Penafsiran dilakukan secara menyeluruh tetang fonologi

bahasa Ketungau

Page 11: tugas individu

11

d. Pengecekan Keabsahan Data

Konsekuensi bagi peneliti yang melakukan penelitian kualitatif

adalah sering dijumpai data kasus negatif dan data bervariasi.

Dalam kegiatan penelitian diperlukan kriteria tertentu yang dapat

memenuhi nilai kebenaran (keabsahan) terhadap data informasi

yang dikumpulkan peneliti dari lapangan, untuk mengantisipasi

kemungkinan-kemungkinan terjadi kesalahan, kekurangan atau

bias terhadap data yang dianalisis. Kekhawatiran ini dapat

dihindari dengan melakukan trianggulasi sebagai salah satu teknik

pemeriksaan data (Moleong, 2005). Pengecekan keabsahan data

menurut Moleong (2005:175) ada sembilan teknik, yaitu: (1)

perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3)

trianggulasi, (4) pemeriksaan sejawat melalui diskusi, (5) analisis

kasus negatif, (6) kecukupan referensi, (7) pengecekan

keanggotaan, (8) uraian rinci, dan (9) auditing. Dalam penelitian

ini, pemeriksaan keabsahan data hanya difokuskan pada ketekunan

pengamatan, trianggulasi, dan kecukupan referensial. Trianggulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu (Moleong, 2005:178). Teknik

trianggulasi paling banyak digunakan ialah pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode penyidik dan teori

(Denzin dan Moleong, 2005). Perlunya diadakan trianggulasi

adalah untuk memeriksa kepercayaan dan validasi dari hasil-hasil

temuan penelitian. Trianggulasi sebagai salah satu alat yang tepat

untuk mengatasi terjadinya perbedaan-perbedaan sumber dalam

temuan penelitian. Beberapa ahli mengatakan bahwa trianggulasi

dilakukan untuk pengecekan data agar penelitian memiliki taraf

kepercayaan yang tinggi (Miles dan Huberman, 1984). Dalam

penelitian ini, trianggulasi digunakan untuk memeriksa keabsahan

Page 12: tugas individu

12

dan kesalahan data sebagai strategi yang dapat meningkatkan

kredibitas penelitian ini

F. Tabel Waktu Penelitian

No Jenis

Kegiatan

Bulan atau Minggu Ke

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan √ √

2 Pembuata

n Proposal

3

Revisi

Proposal

4

Pengutusa

n Izin

Proposal

5

Pengumpu

lan Data

√ √

6

Pengolaha

n Data dan

Analisis

Data

7

Pengumpu

lan

Laporan

Hasil

Penelitian

8

Revisi

Laporan

Hasil

Penelitian

Page 13: tugas individu

13

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Fonologi

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori linguistik

struktural. Terori ini memeandang bahasa sebagai suatu kesatuan sistem yang

memiliki struktur sendiri. Lyons (1992) mengemukakan bahwa terori struktur

memandang setiap bahasa sebagai suatu sistem hubungan, yang unsur-

unsurnya adalah bunyi, kata, dan sebagainya. Struktur bahasa inilah yang

kemudian menjadi qaspek-aspek khusus dalam tinjauan penelitian bahasa.

Ilmu tentang bunyi disebut fonologi. Fonologi adalah bidang dalam tataran

linguistik yang memnyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya

(Kridalaksana, 2008: 57). Ada dua sifat bunyi, yaitu bersifat ujar (parole) dan

yang bersifat sistem (langue). Untuk membedakan bunyi itu digunakan istilah

yang berbeda, pertama disebut fon atau bunyi, dan kedua disebut fonem

(Samsuri, 1991: 125).

Fonologi dapat didefinisikan sebagai penyelidikan tentang perbedaan

minimal antara ujaran dan perbedaan minimal tersebut selalu terdapat dalam

kata sebagai konstituen (suatu bagian) (Verhaar, 1982:36) Pada dasarnya para

penutur asli suatu bahasa tidak mengenal bunyi-bunyi yang beraneka ragam

dan relatif banyak, melainkan bunyi-bunyi yang jumlahnya terbatas dan

dikenal karena membedakan arti. Penutur asli bahasa itu hanya mengenal

bunyi dan distingtif (berfungsi untuk membedakan satuan-satuan bahasa)

yang secara fonetis akustis beraneka ragam. Jadi, ada dua macam pengukuran

bunyi bahasa, yakni (1) bunyi yang terjadi secara akustik dan (2) bunyi yang

dituturkan oleh penutur asli. Bunyi yang pertama dilihat dari segi ucapan atau

ujaran (parole) yang disebut bunyi (fon), bunyi yang kedua lihat dari segi

Page 14: tugas individu

14

sistem (langue) yang disebut fonb h em. Kajian bunyi ujar disebut fonetik,

sedangkan kajian fonem disebut fonemik Semua ahli fonologi sependapat

mengenai perlunya mengenal dua satuan analisis fonologis, yaitu (1) satuan

fonetis, dan (2) satuan fonologis (fonem) (Lapoliwa, 1980:1). Penelitian ini

didasarkakn pada teori bahwa analisis fonologi mencakup dua satuan analisis,

yaitu fonetik dan fonemik. Pasangan minimal dalam penelitian ini

dipergunakan untuk menemukan fonem atau variasi bebasnya. Jika pasangan

minimal tidak dapat ditemukan, pembuktian fonem dapat dilakukan dengan

menggunakan pasangan mirip dan distribusi komplementer.

1. Aspek Fonetik

Fonetik merupakan cabang fonologi yang menyelidiki bunyi bahasa

menurut cara pelafalan, sifat-sifat akuistiknya, dan cara penerimaannya oleh

telinga manusia. Ketika kita medeskripsikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa

Indonesia adalah bunyi yang dilafalkan dengan menutup kedua bibir lalu

melepaskannya sehingga udara keluar dengan letupan. Deskripsi seperti itu

adalah deskripsi fonetis. Berdasarkan sudut pandang bunyi bahasa, fonetik

dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni: (1) fonetik organis, (2) fonetik

akustis, dan (3) fonetik auditoris ((Bloch & Trager, 1942: 11; Verhaar, 1982:

12).

a. Fonetik Organis

Fonetik organis (fonetik artikulatoris atau fonetik fisiologis) ialah fonetik

yang memperlajari bagaimana meknanisme alat-alat bicara yang ada dalam

tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa ((Gleason, 1955:239-256;

Malmberg, 1963:21-28; Mol, 1970:15-18) dalam Marsono, 1993:2).. Fonetik

artikulatoris menyangkut produksi atau pembentukan bunyi bahasa dibuat

atau diucapkan, serta bagaimana bunyi bahasa diklasifikasikan berdasarkan

artikulasinya. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan linguistik sehingga

para linguis khususnya para ahli fonetik memasukkannya sebagai cabang

linguistik.

Page 15: tugas individu

15

b. Fonetik Akuistik

Fonetik akuistis memperlajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai gejala

fisis ((Malmberg, 1963:5-20) dalam Marsono, 1993:2). Fonetik jenis ini

mengkaji frekwensi getaran bunyi, amplitudo, intensitas, dan timbrenya.

Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan fisika dan laboratorium fonetis.

c. Fonetis Auditoris

Fonetis auditoris mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima

bunyi bahasa sebagai getaran udara ((Bronstein & Beatrice F. Jacoby,

1967:70-72) dalam Marsono, 1993:3). Cabang ilmu fonetik ini melakukan

penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia.

Fonetik inni berkaitan erat dengan proses mendengar atau menyimak. Sebagai

getaran udara, bunyi merupakan aspek yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia. Pengelompokan bunyi dalam penelitian ini menggunakan landasan

fonetik artikulatoris, yaitu tentang bagaimana bunyi-bunyi dihasilkan oleh alat

ucap. Faktor utama yang terlibat dalam pembentukan bunyi bahasa yaitu

sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan tenaga pengubah

getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan

pernafasan sebagai sumber teanganya yang berupa udara yang keluar dari

paru-paru. Pada mulanya udara dihisap oleh paru-paru kemudian

dihembuskan sewaktu bernafas. Udara yang dihembuskan itu mengalami

perubahan pada pita suara yang terletak pada pangkal tenggorokan. Arus

udara yang keluar dari paru-paru dapat membuka pita suara yang merapat

sehingga mengakibatkan corak bunyi bahasa tertentu. Gerakan membuka dan

menutup pita suara itu menyebabkan arus udara dan udara di sekitar pita suara

itu berubah tekanannya dan bergetar. Perubahan bentuk saluran suara itulah

yang menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda-beda.

Page 16: tugas individu

16

Secara umum bunyi bahasa dibedakan atas: vokal, konsonan, dan semi-

vokal ((cf. Jones, 1958:12) dalam Marsono, 1993:16) pembedaan ini

berdasarkan ada atau tidaknya rintangan terhadap arus udara.

1. Vokal

Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami

rintangan, jadi tidak ada artikulasi. Pada pembentukan vokal tidak ada

artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya pada pita suara tidak

lazim disebut artikulasi (Verhaar, 1977:17).

a. Pembentukan vokal berdasarkan posisi bibir

1. Vokal bulat

Vokal bulat adalah vokal yang diucapkan dengan bentuk

bibir bulat. Bentuk bibir bulat bisa terbuka dan tertutup.

Jika terbuka, vokal itu diucapkan dengan posisi bibir

terbuka bulat. Misalnya: vokal [u], [o], dan [a].

2. Vokal tak bulat

Vokal tak bulat adalah vokal yang diucapkan dengan

bentuk bibir tak bulat atau terbentang lebar, seperti: [i], [e].

b. Pembentukan vokal berdasarkan tinggi rendahnya lidah

1. Vokal tinggi

Vokal tinggi atau atas dibentuk apabila rahang bawah

mendekat ke rahang atas, seperti: [i] dan [u].

2. Vokal madya

Vokal madya dibentuk apabila rahang bawah menjauh

sedikit dari rahang atas, seperti: [e] dan [o].

3. Vokal rendah

Vokal rendah dibentuk apabila rahang bawah dimundurkan

lagi sejauh-jauhnya, seperti [a].

c. Pembentukan vokal berdasarkan maju mundurnya lidah

1. Vokal depan

Page 17: tugas individu

17

Vokal depan adalah vokal yang dihasilkan oleh gerakan

turun naiknya lidah bagian depan, seperti: [i] dan [e].

2. Vokal tengah] dan

[a].Vokal tengah adalah vokal yang dihasilkan oleh

gerakan lidah tengah, seperti: [

3. Vokal belakang

Vokal belakang adalah vokal yang dihasilkan oleh gerakan

turun naiknya lidah bagian belakang, seperti [u] dan [o].

2. Konsonan

Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami

hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu.

a. Pembentukan konsonan berdasarkan daerah artikulasi

1. Konsonan bilabial

Konsonan bilabial adalah konsonan yang dihasilkan dengan

mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama

bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi, seperti [p],

[b], dan [m].

2. Konsonan labiodentals

Konsonan labiodentals adalah konsonan yang dihasilkan

dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan

bibir bawah sebagai artikulator, seperti [f] dan [v].

3. Konsonan apiko-dental

Konsonan apiko-dental adalah konsonan yang dihasilkan

dengan ujung lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator

dan daerah antargigi (dens) sebagai titik artikulasi, seperti [t],

[d], dan [n].

4. Konsonan apiko-alvoelar

Page 18: tugas individu

18

Konsonan apiko-alvoelar adalah konsonan yang dihasilkan

ujung lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi

(alveolum) sebagai titik artikulasi, seperti [s], [z], [r], dan [I].

5. Konsonan platal

Konsonan platal adalah konsonan yang dihasilkan oleh bagian

tengah lidah (lamia) sebagai artikulator dan langit-langit keras

(paltalum) sebagai ], dan [y].titik artikulasi, seperti [c], [j].

6. Konsonan velar

Konsonan velar adalah konsonan yang dihasilkan oleh

belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut

sebagai titik artikulasi, ].seperti [k], [g], [x].

7. Konsonan glottal

Konsonan glotal adalah konsonan yang dihasilkan dengan

posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup glottis,

seperti ].[

8. Konsonan laringal

Konsonan laringal adalah konsonan yang dihasilkan dengan

pita suara terbuka lebar sehingga udara yang keluar dogesekan

melalui glottis, seperti [h].

b. Pembentukan konsonan berdasarkan cara artikulasi

1. bunyi letupan [plosive] yakni bunyi yang dihasilkan dengan

menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu

dilepaskan, seperti [b], ], dan lain-lain;[p], [t], [d], [k], [g].

2. bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur

udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui

rongga hidung seperti fonem [n, m, ñ, h].

3. bunyi lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat

udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l].

Page 19: tugas individu

19

4. bunyi frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat

udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif

misanya [f], [s].

5. bunyi afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas

udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c]

dan [z].

6. bunyi getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan

mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian

dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada

jarang.

c. Pembentukan konsonan berdasarkan posisi pita suara

Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam

dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.

1. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit,

sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Bunyi yang

termasuk bersuara antara lain, bunyi [b], [d], [g] [m] [n], [ñ],

[j], [z], [r], [w] dan [y].

2. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak

lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Bunyi yang

termasuk bunyi tak bersuara, antara lain [k], [p], [t], [f], [s],

dan [h].

d. Pembentukan konsonan berdasarkan jalan keluarnya udara

1. Konsonan oral

Konsonan oral adalah konsonan yang terjadi jika udara keluar

melalui ], [b],rongga mulut. Konsonan yang dihasilkan [p], [t],

[c], [k], [ [d], [j], [g], [f], [s], [x], [h], [I], [r], [w], dan [y].

2. Konsonan nasal

Page 20: tugas individu

20

Konsonan nasal adalah konsonan yang terjadi jika udara keluar

melalui ].], dan [rongga mulut. Konsonan yang dihasilkan

[m], [n], [

2. Aspek Fonemik

Objek kajian fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai

pembeda makna kata.Jika di dalam fonetik kita meneliti bunyi /l/ dan /r/

yang berbeda seperti terdapat pada kata laba dan raba maka dalam

fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu berfungsi

sebagai pembeda makna atau tidak.

Fonemik dapat didefinisikan sebagai kajian mengenai sistem fonem

suatu bahasa (Kridalaksana, 2008:56). Fonem itu sendiri merupakan

satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem

memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi

sebagai suatu unit bunyi yang signifikan.

Bunyi bahasa yang dicatat secara fonetik tidak semuanya berguna

dalam pernyataan peebedaan makna. Dalam hal ini perlu adanya

fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang

berfungsi dalam rangka pembedaan makna. Fonemisasi dilakukan

berdasarkan pencatatan fonetik yang baik dan cermat. Pencatatan fonetik

harus dilakukan berulang-ulang dengan mencari bunyi dan distribusi

bunyi bahasa tersebut. Dengan demikian, fonemisasi bertujuan untuk (1)

menentukan struktur fonemis bahasa, dan (2) membuat otografi yang

praktis atau ejaan sebuah bahasa.

Menetapkan suatu bunyi yang dianggap fonem atau bukan

disarankan untuk mencari pasangan minimal. Apabila bunyi itu kontras

Page 21: tugas individu

21

dalam lingkungan yang sama atau mirip dengan bunyi yang lain, maka

bunyi itu disebut fonem atau fonem yang berbeda. Akan tetapi, apabila

bunyi-bunyi secara fonetis mirip dan terdapat di dalam distribusi

komplementer, bunyi-bunyi itu dianggap sebagai fonem yang sama

(Samsuri, 1991:131). Pasangan minimal adalah pasangan bentuk-bentuk

bahasa terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa

kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda. Bunyi

yang berbeda itu saling bertentangan dalam posisi atau distribusi yang

sama. Contoh dalam bahasa Indonesia sebagai berikut. [barang] [dua]

[garam] [parang] [tua] [karam] [b] dan [p] [d] dan [t] [g] dan [k] Ketiga

pasangan kata-kata tersebut berbeda, baik bentuk maupun maknanya.

Unsur pembeda makna tersebut adalah pasangan bunyi [b] dan [p], [d]

dan [t], dan [g] dan [k]. bunyi tersebut merupakan sebuah fonem atau

unit bahasa terkecil dan bersifat fungsional atau distingtif, yakni

berfungsi sebagai pembeda makna kata.

Istilah kontras lingkungan sama (KLS) tidak berbeda maknanya

dengan pasangan minimal terutama dalam pandangan Fonologi

Struktural (FS), yakni sama-sama merupakan prosedur penemuan fonem

yang mempunyai konsep bahwa dua buah bunyi bahasa dapat

dinyakatan sebagai dua buah fonem yang berbeda apabila keduanya

berada pada leksikon yang dibentuk oleh lingkungan bunyi yang sama

dan kedua bunyi itulah yang menyebabkan makna dari sepasang

leksikon itu berbeda (Moeliono, 2004:86). Aspek pengenalan fonem

terdapat premis-premis fonologis yaitu bunyi bahasa yang mempunyai

kecendrungan dipengaruhi oleh lingkungan dan sistem bunyi

mempunyai kecendrungan bersifat simetris. Dikemukakan pula dua

buah hipotesis kerja sebagai berikut, (1) bunyi yang secara fonetis mirip

harus digolongkan ke dalam kelas-kelas bunyi atau fonem-fonem yang

berbeda apabila terdapat pertentangan di dalam lingkungan yang sama

Page 22: tugas individu

22

atau mirip; (2) bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat dalam

distribusi yang komplementer harus dimasukkan ke dalam kelas-kelas

bunyi atau fonem yang sama (Samsuri, 1991:132). Relisasi fonem

adalah pengungkapan yang sebenarnya diisi ciri atau satuan fonologis,

yaitu fonem yang menjadi bunyi bahasa. Relisasi fonem berkaitan erat

dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan satu di antara wujud

pengungkapan dari realisasi fonem. Berikut relisasi fonem dan

variasinya dalam bahasa Indonesia. Suku kata adalah bagian kata yang

diucapkan dalam satu hembusan napas dan umumnya terdiri atas

beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan

napas, satu untuk da- dan satu lagi untuk tang. Suku kata yang berakhir

dengan vokal (K)V, disebut suku terbuka dan suku yang berakhir

konsonan (K)VK disebut suku tertutup (Kasman, 2008:13). Suku kata

dapat didefinisikan sebagai regangan wicara yang dibentuk oleh pusat

kenyaringan. Suku kata memiliki struktur yang terdiri dari vocal atau

kombinasi vocal dan konsonan. Penyukuan dan pemenggalan kata perlu

dibedakan. Penyukuan kata berkaitan dengan kata seperti satuan

fonologis, sedangkan pemenggalan kata sebagai satuan grafemis.

Page 23: tugas individu

23

DAFTAR PUSTAKA

Ismawati, Esti. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa&Sastra.

Surakarta: Yuma Pustaka

Zuldafrial dan Muhammad Lahir. (2011). Penelitian Kualitatif. Surakarta:

Yuma Pustaka.

Yakub Nasucha. (2012). Bahasa Indonesia Untuk Penulisan Karya Ilmiah.

Yogyakarta: Media Perkasa

Masnur Muslich. Fonologi Bahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Puastaka.