Upload
jurnal-go-blog
View
565
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
REPRESENTASI KASUS KPK DAN POLRI DALAM COVER MAJALAH TEMPO EDISI 26 JANUARI 2015 DENGAN ANALISIS
SEMIOTIKA
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)
Nama : Lukman PrabowoNIM : 1271510115Program Studi : Ilmu KomunikasiKonsentrasi : Broadcast Journalism
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASIUNIVERSITAS BUDI LUHUR
JAKARTA2014
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari manusia pada umumnya. Hampir setiap saat kita selalu dikaitkan
dengan komunikasi. Kodrat manusia merupakan makhluk sosial yang
memerlukan interaksi. Dalam dunia komunikasi interaksi merupakan hal yang
wajib dilakukan oleh seorang agar penyampaian pesan terlaksana dengan
baik.
Komunkiasi dibedakan menjadi banyak jenis, salah satu jenis yang
penulis angkat adalah komunkasi massa. Komunikasi massa merupakan
proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada
khalayak banyak (publik). Organisasi - organisasi media ini akan
menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan
kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan
serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi
bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.
Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang
menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.
Penulis melihat pengaruh komunikasi massa terhadap khalayak maka penulis
membuat penelitian dengan menggunakan komunikasi massa yang juga
sesuai dengan konsentrasi pendidikan penulis. Alat analisis yang penulis
pakai adalah analisi semiotika, yang merupakan proses pemaknaan tanda.
Topik yang akan penulis angkat adalah menganalisa makna yang tersirat
dalam cover majalah tempo edisi 26 Januari 2015 s/d 01 Februari 2015.
Dalam majalah tersebut banyak gambaran makna yang dapat diterjemahkan
dengan bahasa sehari-hari. Pada analisa ini penulis akan menggunakan teori
Semiotika Mitos Roland Barthes. Dalam cover majalah Tempo edisi tersebut
merupakan representasi kasus KPK dan Polri yang seakan menampilkan
bahwa figur KPK yang dilambangkan “cicak” diintimidasi oleh banyak pihak.
Berikut adalah gambar cover majalah tempo edisi 26 Januari 2015 s/d 01
Februari 2015. Berdasarkan hal itulah penulis membuat penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah
sebagai berikut :
- Pengaruh media massa untuk mempengaruhi khalayak terhadap kasus
KPK vs Polri
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk memberika pengetahuan tentang analisis
semiotika untuk menganalisa tanda. Sehingga kita dapat melihat pemaknaan
yang dibangun oleh media massa.
1.4. Kegunaan penelitian
Secara praktis penelitian ini berguna untuk memperlihatkan pesan yang ada
pada media massa sehingga pesan dapat disampaikan secara terbuka.
Manfaat akademis adalah untuk menjadi dasar penelitian terdahulu untuk
mahasiswa melakukan penelitian selanjutnya dengan topik semiotika.
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I berisi tentang latar belakang penulis memilih dan menetapkan tema
dan topik pembahasan. Penulis juga menjelaskan rumusan masalah, tujuan,
manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II penulis menjelaskan kajian pustaka, dimana penulis menjelaskan
penelitian sebelumnya yang sejenis.
BAB III Penulis menjelaskan metodologi penelitian dan paradigma yang
dipakai.
BAB IV penulis akan melakukan pembahasan dan analisa sesuai dengan
topik yang diteliti.
BAB V penulis akan memberika kesimpulan dan saran.
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
- ANALISIS SEMIOTIK SAMPUL MAJALAH MALE EDISI NOVEMBER –
DESEMBER 2012 (Representasi Citra Perempuan Dalam Sampul
Majalah), PUTRA ALAM, ANDI
Andi Putra Alam, E 311 06 004, Analisis Semiotik Sampul Majalah MALE
Edisi November-Desember 2012 (Representasi Citra Perempuan Pada
Sampul Majalah) dibimbing oleh Abdul Gaffar selaku pembimbing I dan
Alem Febri Sonni selaku pembimbing II. Tujuan Penelitian ini adalah (1)
Untuk mengetahui representasi Majalah MALE edisi November-Desember
2012 tentang citra perempuan ke dalam sebuah analisis semiotik pada
sampulnya. (2) Untuk mengetahui tanda-tanda penggambaran citra
perempuan yang terdapat di sampul Majalah MALE edisi November-
Desember 2012. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud di atas, maka
metode penelitian yang digunakan meliputi : tipe penelitian kualitatif.
Penelitian ini didasarkan pada sampul Majalah MALE edisi November-
Desember 2012. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis semiotika Charles Sanders Pierce, Penggunaan analisis semiotika
ini bertujuan untuk melihat bagaimana majalah mencitrakan perempuan
melalui penggambaran sampulnya. Hasil penelitian ini menunjukkan
penggambaran citra perempuan pada Majalah MALE dilihat dari pemilihan
pakaian menggambarkan perempuan yang feminim, sederhana, berani
dan anggun. Jika dilihat melalui pose, Majalah MALE menggambarkan
perempuan yang elegan dan ramah tamah. Jika dilihat dari simbol-simbol
yang divisualkan, Majalah MALE menggambarkan perempuan yang
ramah, serius, sederhana, berani, anggun dan manis. Jika dilihat dari teks
yang ditampilkan, menggambarkan perempuan yang feminim, sederhana,
berani, manis dan anggun. Melalui warna-warna pada pakaian, backgroud
serta aksesoris menunjukkan sifat kewanitaan. Selain itu, pada Majalah
MALE penggambaran juga diperlihatkan melalui sosok model yang
banyak dikenal publik (terkenal), profesional, sedang naik daun dan
memiliki kelebihan. Andi Putra Alam, E 311 06 004
- ANALISIS SEMIOTIKA COVER MAJALAH XY-KIDS! EDISI DESEMBER
2011- JANUARI 2012, Tia Purbaningrum
Di sini peneliti akan melakukan penelitian pada cover majalah XY-Kids!
Gambar yang ada pada cover majalah XY-Kids! dibuat sesuai dengan
kebutuhan informasi khalayaknya. Beberapa rubrik di dalam majalah
dipilih berdasarkan apa yang disukai oleh anak-anak melalui rapat redaksi
lalu rubrik yang paling disukai tersebut dirangkum pada sebuah cover
majalah. Gambar yang terdapat pada cover tentunya memiliki pesan dan
maknanya tersendiri yang ingin disampaikan oleh redaksi kepada
pembacanya. Gambar-gambar yang terdapat pada sebuah sampul
majalah memiliki banyak makna dan setiap orang berbeda-beda dalam
memaknai gambar tersebut sesuai dengan pemahaman masing-masing.
Untuk memahami makna dari sebuah sampul majalah tidaklah mudah.
Oleh karena itu, kita perlu memahami arti dan alasan dari penggunaan
bentuk maupun susunan/rangkaian kata-kata, gambar dan warna yang
dipakai. Di sini peneliti menggunakan metode semiotika (Model Charles
Sanders Peirce) untuk memahami makna-makna yang tersirat pada tanda
sehingga terbentuk sebuah makna yang komprehensif dan jelas.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan meneliti cover majalah
XY-Kids! Dengan demikian peneliti mengambil judul “Analisis Semiotika
Cover Majalah XY-Kids! edisi Desember 2011 - Januari 2012”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Paradigma Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivisme.
Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah
realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya,
konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan
bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa
konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini
sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia
sering dilawankan dengan paradigma positivis atau paradigma transmisi.
Paradigma Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang
memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan
konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami
realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan.
Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai
faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.
3.2. Metodologi Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif pada skripsi ini. Metodologi
kualitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman
secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan
untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan
teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara
kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah
satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi
ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap
suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif
dan hipotesis penelitian kualitatif. Berdasarkan hal-hal terkait maka penulis
melihat metodologi ini adalah metode yang tepat dikarenakan metode ini
menggunakan anaisis mendalam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. MajalahMajalah adalah sebuah media publikasi atau terbitan secara berkala yang
memuat artikel – artikel dari berbagai penulis (Assegaff, 1983 : 127). Selain
memuat artikel, Majalah juga merupakan publikasi yang berisi cerita pendek,
gambar, review, ilustrasi atau fitur lainnya yang mewarnai isi dari majalah. Oleh
karena itu, majalah dijadikan salah satu pusat informasi bacaan yang sering
dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca dalam mencari sesuatu hal yang
diinginkannya. Eksistensi majalah muncul karena kebutuhan masyarakat akan
informasi beragam yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat saat ini. Maka
tak heran banyak berbagai ragam majalah beredar saat ini, yang disesuaikan
dengan segmentasinya. Majalah dapat dibedakan menurut pembaca pada
umumnya atau kelompok pembaca yang menjadi target pasarnya, yakni majalah
dapat diklasifikasikan menurut segmen demografis (usia atau jenis kelamin),
ataupun pembedaan secara psikografis, dan geografis atau dapat dilihat dari segi
kebijakan editorialnya (Kasali, 1992:111).
4.1.2. RepresentasiDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia representasi diartikan sebagai suatu
perbuatan mewakili; keadaan diwakili; dan apa yg mewakili; perwakilan. Secara
sederhana, representasi adalah sebuah gambaran suatu hal yang digambarkan
melalui media. Menurut chris barker representasi adalah konstruksi sosial yang
mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan
menghendaki penyelidikantentang cara dihasilkannya makna pada beragam
konteks. Yasraf Amir Piliang (2003:28) menjelaskan, representasi pada dsarnya
adalah sesuatu yang hadir, namun menunjukan sesuatu diluar dirinyalah yang
coba dihadirkan. Mitchell (1990) membayangkan representasi sebagai sebuah
segiempat dengan dua sumbu diagonal, yang menghubungkan objek
presentasional dengan yang merepresentasikan dan lainnya menghubungkan
pembuat representasi ke penampil.
4.1.3. IntimidasiIntimidasi (juga disebut cowing) dimaksudkan adalah perilaku yang akan
menyebabkan seseorang yang pada umumnya akan merasakan "takut cedera"
atau berbahaya. Ini tidak diperlukan untuk membuktikan bahwa perilaku tersebut
menimbulkan kekerasan sebagai teror untuk korban yang sebenarnya takut. Hal
tersebut menggunakan kekerasan atau ancaman untuk mencapai tujuan politik,
agama, atau ideologi.
Segala perilaku mengancam seharusnya dapat menjadi sebuah
perkembangan yang normal kompetitif maladaptive untuk mendorong dominasi.
Dalam beberapa kasus, perilaku mengancam mungkin lebih terpola sepenuhnya
oleh kekuatan sosial, atau mungkin lebih mercilessly plotted egotisme oleh
individu, yaitu menggunakan 'ancaman kekerasan' atau 'mengancam' untuk
mengatakan atau melakukan sesuatu terhadap pihak lain. Banyak hal yang dapat
dijadikan sebuah intimidasi, dan tidak banyak terkadang intimidasi dikarenakan
ada perbedaan minoritas dan mayoritas. Kaitan hal tersebut kaum minoritas
terkadang di intimidasi oleh kaum mayoritas.
4.1.4. Teori Semiotika Roland BarthesBarthes, lahir di Chevourg pada tahun 1915 dan meninggal di Paris pada
tahun 1980. Ia belajar sastra Perancis dan bahasa-bahasa klasik di Universitas
Paris, dan setelah lulus mengajar bahasa Perancis di Universitas Rumania dan
Mesir, kemudian bergabung dalam Pusat Riset Ilmiah Nasional, mendalami
bidang sosiologi serta leksikologi. Selain itu Barthes juga mengajar sosiologi
tanda, simbol dan representasi kolektif di Perancis. Barthes memulai kariernya
sebagai penulis kemudian mengabdikan dirinya pada semiologi. Pernyataan
Barthes yang paling dikenal adalah “La Mort de l’auteur” atau “matinya si
penulis”, The death of the author yang dengan itu ia ingin menggarisbawahi
bahwa tidak ada otoritasi interpretasi, dan interpretasi dapat terus berjalan. Buku
Mithologie (mitologi), karya Roland Barthes merupakan buku seri yang memuat
artikel-artikel yang sebagian besar dipublikasikan dalam majalah Les Leures
Nouvelles antara tahun 1954 dan 1956. Tujuan dari majalah tersebut membahas
nilai-nilai dan sikap yang secara implisit memuat berbagai pesan yang sesuai
dengan kebudayaan seperti layaknya dalam koran, majalah, laporan, dan foto,
melalui objek atau material seperti permainan, minuman, parfum dan mobil.
Barthes menamakan pesan-pesan tersebut sebagai “mitos” (Yunani:
muthos),artinya tuturan yang mempunyai makna pesan.
Mitos adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang harus diyakinii
kebenarannya tetapi tidak dapat dibuktikan. Mitos bukan konsep atau ide tertapi
merupakan suatu cara pemberian arti. Menurut Roland Barthes tuturan mitologis
bukan saja berbentuk tuturan oral, tetapi tuturan itu dapat berbentuk tulisan,
fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, iklan, lukisan. Mitos pada
dasarnya adalah semua yang mempunyai modus representasi. Mitos yang
berurusan dengan semiologi telah berkaitan dengan dua istilah, yakni penanda
signifier (significant) dan petanda signified (signife), dan kemudian bertautan lagi
dengan istilah sign (tanda). Misalnya satu karangan bunga menandakan cinta.
Dalam hal ini berarti tidak hanya berurusan dengan signifier dan signified, bunga
dan cinta, karena dalam tahap analisis terdapat tiga istilah, bunga yang
menandakan cinta adalah sebagai tanda (sign). Dalam hal ini signifier adalah
suatu konsep bahasa (bunga), signified adalah gambaran dari mental bunga, dan
sign merupakan hubungan antara konsep dan gambaran mental yang melahirkan
suatu arti, yakni: cinta. Jika hal tersebut diterapkan pada contoh psikis (Freud),
bahwa psikis manusia adalah representasi. Barthes cenderung memisahkan
ketiga istilah signifier, signified, dan sign sebagaimana tampak pada bagan
berikut:
1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Petanda)
3. Sign (Tanda)
Di dalam mitos kita menemukan ketiga pola di atas, yakni signifier, signified,
dan sign, tetapi mitos mempunyai sistem yang lebih unik karena sistem
semiologisnya dikonstruksi dari sistem semiologis sebelumnya, yakni sign atau
tanda.
Di dalam mitos terdapat dua sistem semiologi. Pertama kita melihat bahasanya
atau modus representasinya seperti fotografi, lukisan, poster, ritual atau objek
lainnya yang disebut dengan objek bahasa atau meta-language, karena bahasa
mitos merupakan bahasa kedua, dari pembicaraan bahasa pertamanya.
Teori Barthes selalu membawa keterkaitan tentang tanda yang dimaknai secara
denotasi kemudian dimaknai secara konotasi sesuai dengan sudut pandang
masyarakat berkembang. Jika konotasi itu sudah mantap, maka ia akan menjadi
mitos, sedangkan mitos yang sudah mantap akan menjadi ideologi (Barthes, dalam
Rusmana, 2005). Rumusan tentang teori Barthes dapat dlihat dalam gambar
dibawah :
First Order Second Order
Reality Sign Culture
1. Signifier (Penanda)
2. Signified (Petanda)
3. Sign (Tanda) (Denotatif)I. Signifier (Penanda) II. Signified (Petanda)
III. Sign (tanda) (Konotatif)
Dari gambar diatas, dapat dijelsakan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan Signifier dan Signified yang disebut denotasi, yaitu makna
sebenarnya dari tanda. Sedangkan signifikasi tahap kedua digunakan istilah
konotasi, yaitu makna yang subyektif atau paling tidak, intersubyektif; yang
berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos merupakan lapisan
pertanda dan makna yang paling dalam.
4.1.5. Hasil TemuanSetelah melihat dan mengamati Cover majalah Tempo tersebut, maka penulis
menemukan beberapa tanda yang mengandung makna mendalam. Penanda
tersebut coba penulusi maknai satu persatu dan nantinya dibuat kesimpulan.
Adapun penemuan yang penulis temui pada cover majalah tersebut adalah :
- Gambar 5.1. (Gambar siluet Ular)
- Gambar 5.2. (Gambar siluet Buaya)
- Gambar 5.3. (Gambar siluet Kalajengking)
- Gambar 5.4. (Gambar siluet Laba-Laba)
- Gambar 5.5. (Gambar Siluet Kecoa)
- Gambar 5.6. (Gambar Siluet 2 Kelabang disamping Buaya)
- Gambar 5.7. (Gambar Siluet Cicak )
- Gambar 5.8. (Gambar Tulisan “KPK adalah Kita” dalam lingkaran ular)
4.1.6. Analisis PembahasanKasus kisruh KPK dan Polri seakan menjadi topik yang selalu mengundang tanya
dan kebingungan. Pada kali ini penulis mengangkat penampilan depan majalah
terbitan perusahaan media Tempo. Sudah tidak asing ditelinga kita mendengan
kata Tempo, dibalik sebuah kebranian perusahaan yang selalu menampilkan
pemberitaan “nyentrik” dan tidak tanggung-tanggung keberanian mengkritik
sesuatu dalam pemberitaannya. Dalam analsisi ini penulis mengangkat majalah
Mitos
Konotasi
Signifier
SignifiedDenotasi
tempo dalam pemberitaan kelanjutan dari KPK dengan Polri. Majalah ini terbit
pada 26 Januari 2015 s/d 01 Februari 2015, dengan mengusung judul “KPK
Adalah Kita”.
Berikut adalah hasil temuan penulis dikaitkan dengan teori semiotika dari Barthes
yang terkait dengan Mitos.
Tabel 6.1.Analisis Tataran Pertama Semiotika Roland Barthes
Sign (Tanda) Signifier (Penanda) Signified (Pertanda)
Gambar 5.1.
Siluet Ular
Seekor Ular yang
sedang mecoba
berputar untuk
menangkap mangsa
Ular adalah reptil yang
tak berkaki dan
bertubuh panjang. Ular
memiliki sisik seperti
kadal dan sama-sama
digolongkan ke dalam
reptil bersisik
(Squamata). Ular yang
ditampilkan adalah ular
jenis ular anaconda
Anaconda merupakan
ular terbesar dan paling
kuat di dunia.
Gambar 5.2.
Siluet Buaya
Seekor Buaya yang
sedang mecoba
menangkap mangsa
Buaya adalah reptil
bertubuh besar yang
hidup di air. Secara
ilmiah, buaya meliputi
seluruh spesies
anggota suku
Crocodylidae. Buaya
umumnya menghuni
habitat perairan tawar
seperti sungai, danau,
rawa dan lahan basah
lainnya, namun ada
pula yang hidup di air
payau seperti buaya
muara. Makanan utama
buaya adalah hewan-
hewan bertulang
belakang seperti
bangsa ikan, reptil dan
mamalia.
Gambar 5.3.
Siluet Kalajegking
Seekor Kalajengkin
yang sedang mecoba
menangkap mangsa
Kalajengking adalah
sekelompok hewan
beruas dengan delapan
kaki (oktopoda) yang
termasuk dalam ordo
Scorpiones dalam
kelas Arachnida.
Kalajengking masih
berkerabat dengan
ketonggeng, laba-laba,
tungau, dan caplak.
Semua spesies
kalajengking memiliki
bisa. Pada umumnya,
bisa kalajengking
termasuk sebagai
neurotoksin (racun
saraf)
Seekor Laba-laba yang
sedang mecoba
menangkap mangsa
Laba-laba, atau disebut
juga labah-labah,
adalah sejenis hewan
berbuku-buku
(arthropoda) dengan
dua segmen tubuh,
Gambar 5.4.
Siluet Laba-Laba
empat pasang kaki, tak
bersayap dan tak
memiliki mulut
pengunyah. Semua
jenis laba-laba
digolongkan ke dalam
ordo Araneae; dan
bersama dengan
kalajengking,
etonggeng, tungau —
semuanya berkaki
delapan— dimasukkan
ke dalam kelas
Arachnida. Laba-laba
tidak memiliki mulut
atau gigi untuk
mengunyah. Sebagai
gantinya, mulut laba-
laba berupa alat
pengisap untuk
menyedot cairan tubuh
mangsanya.
Gambar 5.5.
Siluet Kecoa
Seekor Kecoa yang
sedang memperhatikan
mangsanya
Kecoa, lipas, atau coro
adalah serangga (kelas
Insecta) dari ordo
Blattodea yang kurang
lebih terdiri dari 3.500
spesies dalam 6
familia. Kecoa terdapat
hampir di seluruh
belahan bumi, kecuali
di wilayah kutub. Kecoa
sering dianggap
sebagai hama dalam
bangunan, walaupun
hanya sedikit dari
ribuan spesies kecoa
yang termasuk dalam
kategori ini.
Gambar 5.6.
Dua Kelabang di Samping
Buaya
Dua ekor kelabang
yang sedang
mendampingi buaya
untuk menangkap
mangsa
Kelabang adalah
hewan metamerik yang
memiliki sepasang kaki
di setiap ruas
tubuhnya. Hewan ini
termasuk hewan yang
berbisa, dan termasuk
hewan nokturnal.
Mereka adalah
arthropoda soliter (bila
disatukan, Anda
melawan dengan
kematian salah satu
dari dua) dan malam.
Kelabang dianggap
sebagai hewan berbisa
meskipun bisa lipan
kurang mematikan
manusia.
Gambar 5.7.
Siluet Cicak yang dekat
tembok
Seekor cicak yang
sedang berada didekat
tembok dan dengan
gerakan bertahan
(melakukan
pertahanan)
Cecak atau cicak
adalah hewan reptil
yang biasa merayap di
dinding atau pohon.
Cecak berwarna abu-
abu, tetapi ada pula
yang berwarna coklat
kehitam-hitaman.
Cecak biasanya
berukuran sekitar 10
centimeter. Cecak
bersama dengan tokek
dan sebangsanya
tergolong ke dalam
suku Gekkonidae. Di
alam cecak biasanya
hidup pada tempat-
tempat teduh.
Gambar 5.8.
Tulisan “KPK adalah Kita”
dalam lingkaran ular
Tulisan yang
menampilkan huruf
“KPK ADALAH KITA” lalu diikuti tulisan sub
judul
“setelah menetapkan
Budi Gunawan sebagai
tersangka, KPK digebuk
dari pelbagai penjuru”
Tulisan ini menandakan
bahwa KPK adalah
milik kita yang
diibaratkan rakyat lalu
ada sub judul yang
berkaitan dengan
pembahasan dalam
majalah tersebut.
Tabel 6.2.Analisis Tataran Kedua Semiotika Roland Barthes
Sign (Tanda) Signifier (Penanda) Signified (Pertanda)
Gambar 5.1.
Siluet Ular
Seekor Ular yang
sedang mecoba
berputar untuk
menangkap mangsa.
Ular yang ditampilkan
adalah ular jenis ular
anaconda. Anaconda
merupakan ular
terbesar dan paling kuat
di dunia.
Anaconda adalah ular
yang terkuat didunia,
ular pada dasarnya
mempunyai sifat yang
licik dan
penggambaran bahwa
ada sosok orang yang
kuat dan hebat didalam
tim buaya
(buaya=polri). Dalam
kegiatannya ular
memang bertindak
lamban tapi selalu tepat
sasaran dalam
menngkap dan
melumpuhkan mangsa.
Orang tersebut berjalan
pelan tapi sedang
memperhatikan gerak
gerik cicak (cicak=kpk).
Gambar 5.2.
Siluet Buaya
Seekor Buaya yang
sedang mecoba
menangkap mangsa.
Buaya mempunyai
tubuh yang besar dan
makanan utama buaya
adalah hewan-hewan
bertulang belakang
seperti bangsa ikan,
reptil dan mamalia.
Buaya erupakan hewan
besar dan licik, dia
tidak mengenal
kompromi dalam hal
kekuasaan. Buaya
mempunyai
kemampuan tenaga
yang luar biasa, buaya
selalu menunggu
mangsanya lengah.
Polri diibaratkan seekor
buaya dimaksudkan
bahwa ada kekuatan
yang luar biasa di
tubuh polri dan polri
selalu menunggu waktu
yang tepat untuk
menerkam mangsanya
dan ketika meleset
maka diakan
melakukan strategi
yang lain seperti halnya
buaya yang selalu ada
cara untuk melakukan
sesuatu demi wilayah
kekuasannya.
Gambar 5.3.
Siluet Kalajegking
Seekor Kalajengkin
yang sedang mecoba
menangkap mangsa.
Kalajengking
merupakan sahabat
dari laba-laba dan
hewan reptil sejenis.
Semua spesies
kalajengking memiliki
bisa. Pada umumnya,
bisa kalajengking
termasuk sebagai
neurotoksin (racun
saraf)
Kalajengking menjadi
hewan mistis dalam
ilmu-ilmu hitam. Ketika
kita melihat
kalajengking kita selalu
mengkaitkannya
dengan sosok “setan”
karena hewan kecil ini
mempunyai bisa yang
luar biasa dan racun
yang dikeluarkan
adalah racun saraf.
Kalajengking didalam
gambar ini diibaratkan
sosok yang sudah lama
membayang-bayangi
KPK dan nanti pada
saatnya dia akan
menyerang saraf dari
KPK. Jika berbicara
tentang saraf pastilah
organ terpenting dalam
kehidupan manusia,
oleh karena itu akan
diserang saraf KPK
sehingga menjadi
lumpuh dan tidak
berdaya.
Gambar 5.4. Seekor Laba-laba yang
sedang mecoba
menangkap mangsa.
Laba-Laba juga
merupakan kerabat dari
Laba-laba dalam
habitatnya adalah
hewan yang cerdik
dengan menciptakan
jaring-jaring untuk
Siluet Laba-Laba kalajengking, Laba-laba
tidak memiliki mulut
atau gigi untuk
mengunyah. Sebagai
gantinya, mulut laba-
laba berupa alat
pengisap untuk
menyedot cairan tubuh
mangsanya.
menangkap
mangsanya. Jebakan
yang diciptakan
tidaklah sembarangan.
Laba-laba dalam
membuat sarang
tidaklah sembarangan,
selalu melihat tempat
yang cocok dan aman,
dan dalam membuat
jebakan pun tidak
sembarangan, dia
membuat jebakan yang
memang nantinya akan
dilintasi oleh
mangsanya.
Penggambaran laba-
laba ini diperuntukan
untuk sebuah kekuatan
stratgi yang pintar
dalam menjebak
mangsanya. Disini KPK
adalah mangsa maka
dapat dipastikan laba-
laba sudah menebar
jaring-jaring dan siap
menangkap KPK kapan
pun ketika mereka
bergerak, karena
kecerdiaknya itu
mereka dapat membuat
pimpinan KPK menjadi
tersangka.
Gambar 5.5. Seekor Kecoa yang Kecoa menjadi hewan
Siluet Kecoa
sedang memperhatikan
mangsanya. Kecoa
terdapat hampir di
seluruh belahan bumi,
kecuali di wilayah
kutub. Kecoa sering
dianggap sebagai
hama.
yang paling dianggap
jijik dan merupakan
hama bagi banyak
orang. Mengapa
menampilkan kecoa ?.
dilihat dari strateginya
kecoa itu selalu ada
dimana-mana,
mengibaratkan bahwa
orang-orang yang
menjatuhkan KPK
berada dimana-mana
dan mereka seakan
menjadi hama yang
menakuti KPK dan
mereka melihat bahwa
dengan kecoa kita
dapat mendapat
melemahkan informasi
KPK karena kita
mengetahui kelemahan
KPK.
Gambar 5.6.
Dua Kelabang di Samping
Buaya
Dua ekor kelabang
yang sedang
mendampingi buaya
untuk menangkap
mangsa. Mereka adalah
arthropoda soliter (bila
disatukan, Anda
melawan dengan
kematian salah satu
dari dua) dan malam.
Kelabang dianggap
sebagai hewan berbisa
Kelabang dalam tradisi
mistis diartikan sebagi
teluh yang dari para
dukun. Biasanya
kelabang diibaratkan
hewan yang berbisa
tapi tidak mematikan
dan dia biasanya hanya
menakut-nakuti
manusia sehingga
manusia merasa
terpojok. Dan kelabang
meskipun bisa lipan
kurang mematikan
manusia.
melambangkan
penghianatan.
Gambaran ini terlihat
pada dua kelabnag
yang menemani buaya
palin depan dan berada
di sisinya. Ini
menggambarkan
bahwa ada sosok yang
berbahaya dalam arti
kata penghianatan
yang dialakukan orang-
orang yang
sebelumnya membela
KPK dan sekarang
mendekan di Polri dan
berusaha menakuti
KPK.
Gambar 5.7.
Siluet Cicak yang dekat
tembok
Seekor cicak yang
sedang berada didekat
tembok dan dengan
gerakan bertahan
(melakukan
pertahanan). Di alam
cecak biasanya hidup
pada tempat-tempat
teduh.
Cicak mungkin dalam
kelompok reptil hewan
ini hewan yang paling
bawah drajatnya jika
dibandingkan dengan
buaya dan ular serta
lain-lainnya. Banyak
mitos yang
menggambarkan cicak
akan tetapi disini
penulis melihat mitos
yang berkembang
adalah cicak hewan
yang lemah hanya
seram dalam
penampilan karena
seperti hewan reptil
lainnya yang melata.
KPK dianggap sebagai
cicak dikarenakan
kelemahannya dan
ketidak berdayaannya
dalam mengadapi
tekanan, tubuhnya
yang lembut seakan
menjadi tidak
mempunyai kekuatan.
Oleh karena itu cicak
atau kpk ini dipojokan
sampai di tembok,
padahal secara logika
dia bisa naik tembok
dan lari akan tetapi dia
memilih untuk
menantang. Cicak yang
digambarkan berwarna
merah melambangkan
keberanian KPK
menghalau sendiri
berbagai musuh yang
muncul.
Gambar 5.8.
Tulisan “KPK adalah Kita”
dalam lingkaran ular
Tulisan yang
menampilkan huruf
“KPK ADALAH KITA” lalu diikuti tulisan sub
judul
“setelah menetapkan
Budi Gunawan sebagai
tersangka, KPK digebuk
dari pelbagai penjuru”
Tulisan ini menandakan
bahwa KPK adalah
milik kita yang
diibaratkan rakyat lalu
ada sub judul yang
berkaitan dengan
pembahasan dalam
majalah tersebut.
Dalam perjalanannya
tulisan itu seakan
membuat suatu opini
publik tentang KPK,
yang digambarkan
cicak sendiri dan
dengan kata-kata ini
mengambarkan bahwa
KPK tidak sendiri
karena ada Kita
“Rakyat” yang merasa
adalah bagian dari KPK
oleh karena itu
penjelasan KPK adalah
Kita menjadi definisi
pembela KPK.
Penjelasan diatas dalam berbentuk tabel memaparkan bahwa banyak makna
yang tersimpan dalam sebauh cover majalah Tempo edisi tersebut. Penulis
menilai bahwa Tempo sedang menggambarkan keadaan sekarang bukan hanya
“Buaya vs Cicak”, dalam ini penulis melihat Tempo sedang merepresentasikan
tindakan intimidasi yang dilakukan oleh Buaya bersama rekan-rekannya terhadap
Cicak. Penulis melihat bahwa hal yang hendak disampaikan adalah bahwa figur
atau lembaga yang bersama Polri adalah dari berbagai penjuru ada yang dahulu
sebagai orang yang mendukung KPK sekarang melemahkan KPK (lihat gambar
5.6.) banyak dari mereka yang berubah haluan dengan membela polri padahal
merekalah yang menyetujui atau mendukung KPK dahulu. Saat ini KPK dalam
ancaman besar karena ada “Ular Anaconda” siap untuk menerkam dia dan
mentup semua jalan keluarnya (lihat gambar 5.1.). Jaring-jaring jebakan sudah
mulai dilepaskan sehingga satu demi satu KPK akan terjerat dalam jebakan itu
(lihat gambar 5.4.), dan tidak hanya jebakan bahkan ada pihak yang berusaha
melumpuhkan saraf KPK melaui bisa kalajengking (lihat gambar 5.3.). saat ini
KPK sudah mulai terpojok dan siap dihabiskan kapan saja (lihat gambar 5.7.)
tidak ada jalan keluar unruk KPK karena dibelakangnya hanya ada tembok. Oleh
karena itu ada tulisan (lihat gambar 5.8.) KPK adalah Kita yang seakan
menguatkan KPK bahwa mereka tidak sendiri meskipun buaya bersama
temannya tapi penulis melihat ada opini publik yang membentuk representasi
dari kekuatan rakyat.
BAB VKESIMPULAN
5.1. KesimpulanPenulis melihat bahwa media massa merupakan sebuah alat penyampaian
pesan yang sangat efektif, akan tetapi bagimana media sekarang dibuat menjadi
teka-teki yang hanya bisa diartikan oleh orang-orang tertentu. Apakah ini akan
menjadi media massa atau akan berubah media rahasia dengan mengutamakan
kepentingan pribadi. Penulis mencoba untuk menyimpulkan bahwa cover yang
dibuat oleh majalah Tempo adalah sebuah representasi intimidasi terhadap KPK
yang dilakukan oleh Polri dan semua yang membela Polri.
Kekuatan yang ditampilkan dalam bentuk “hewan” yang mempunyai kisah-
kisah mitos yang berkembang dimasyarakat. Pada tabel diatas penulis mencoba
memaparkan beberapa fakta yang ada.
5.2. SaranBerdasarkan penjelasan diatas penulis harap nantinya setiap majalah tidak
hanya mementingkan kepentingan tertentu dan saat ini penulis merasa
sebaiknya media massa dijadikan lebih transparan tidak dengan teka-teki.
Seperti yang penulis paparkan bahwa media untuk masyarakat dalah media
massa bukan media rahasia.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Q-Anees, Bambang. 2009. Filsafat Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Mc Quail, Dennis, 1986, Teori Komunikasi Massa (terj), Jakarta : Airlangga
Sumanto, 1995 , Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan , Yogyakarta : Andi
Offset.
Vera, Nawiroh, 2014, Semotika dalam Riset Komunikasi, Jakarta : Ghalia Indonesia