32
WADI’A H M. Rosyid Aziz

Wadi’ah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Wadî’ah merupakan jenis wakalah yang bersifat khusus, yaitu wakalah yang berkaitan dengan menempatkan orang lain pada posisi diri sendiri dalam menjaga sesuatu saja, dan tidak sampai pada tasharruf (mengelola) pada sesuatu itu yang merupakan tanda wakalah yang bersifat mutlak.

Citation preview

Page 1: Wadi’ah

WADI’AHM. Rosyid Aziz

Page 2: Wadi’ah

Harta yang dititipkan oleh pemiliknya kepada orang lain untuk disimpan

Page 3: Wadi’ah

Harta yang disimpan, yaitu amanah yang ditinggalkan pada orang lain untuk disimpan dengan sengaja

Page 4: Wadi’ah

SECARA SYAR’IE:Akad yang

mengharuskan penyimpanan

harta oleh orang lain itu

Page 5: Wadi’ah

Wadî’ah itu merupakan amanah meski amanah sifatnya lebih umum dari wadî’ah.

Setiap wadî’ah merupakan amanah, sebaliknya tidak setiap amanah merupakan wadî’ah.

Page 6: Wadi’ah

Wadî’ah merupakan jenis wakalah yang bersifat khusus, yaitu wakalah yang berkaitan dengan menempatkan orang lain pada posisi diri sendiri dalam menjaga sesuatu saja, dan tidak sampai pada tasharruf (mengelola) pada sesuatu itu yang merupakan tanda wakalah yang bersifat mutlak.

Page 7: Wadi’ah

HUKUM WADIAH:

BOLEH/MUBAH

Page 8: Wadi’ah

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)…”(TQS Al Baqarah, 2:283)

Page 9: Wadi’ah

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...”(TQS An Nisaa‘, 4:58)

Page 10: Wadi’ah

م�ن� �خ�ن� ت � و�ال �ك� �م�ن �ت ائ م�ن� �ل�ى إ �ة� م�ان� األ �د� أ�ك� ان خ�

“Tunaikan amanah kepada orang yang mengamanahimu dan jangan khianati orang yang

mengkhianatimu.”(HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

Page 11: Wadi’ah

RUKUN WADÎ’AH

Al-‘aqidân, yaitu al-Mûdi’ (yang menitipkan) dan al-wadî’ atau al-mustawda’ (yang dititipi);

Al-Mûda’ (harta yang dititipkan) atau yang disebut al-wadî’ah;

Shighat atau ijab dan qabul.

Page 12: Wadi’ah

SYARAT WADÎ’AH

Pertama,syarat terkait dengan al-‘aqidân:• Al-Mûdi’ (yang menitipkan) disyaratkan

harus orang yang sah melakukan tasharruf, dan ia adalah pemilik atau wakil dari pemilik harta titipan itu.

• Al-Wadî’ atau al-mustawda’ (yang dititipi) juga disyaratkan harus orang yang sah melakukan tasharruf dan tertentu artinya saat akad jelas siapanya.

Page 13: Wadi’ah

Kedua, syarat terkait ijab dan qabul. • Ijab dan qabul itu harus

berdasarkan kerelaan kedua pihak.

• Ijab harus sama dengan qabul dan ada pertautan, yaitu harus dalam satu majelis.

SYARAT WADÎ’AH

Page 14: Wadi’ah

Ketiga, syarat terkait al-wadî’ah atau al-mûda’ (harta yang dititipkan), yaitu harus berupa harta yang jelas dan bisa dikuasakan. Sebagian fukaha menambahkan syarat harta itu haruslah harta bergerak sehingga properti seperti tanah, pabrik, rumah dsb, tidak bisa diwadî’ahkan.

SYARAT WADÎ’AH

Page 15: Wadi’ah

Agar akad wadî’ah itu sah dan sempurna maka harta yang dititipkan harus diserahkan kepada al-wadî’ (yang dititipi) dan dipindahkan dalam kekuasaan al-wadî’ itu.

Sebab, al-wadî’ tidak bisa menjaga dan menyimpannya kecuali harta itu diserahkan kepada dirinya dan dipindahkan dalam kekuasaannya untuk dia simpan dan dijaga.

Page 16: Wadi’ah

HUKUM WADI’AHPertama:• Para fukaha sepakat bahwa akad wadi’ah

merupakan ‘aqdun jâ’izun, yaitu bukan akad yang mengikat.

• Artinya, baik al-mûdi’ (yang menitipkan) atau al-wadî’ (yang dititipi) kapan saja boleh membatalkan akad wadi’ah itu tanpa bergantung pada kerelaan pihak lainnya.

• Hanya saja ada pengecualian menurut fukaha Syafiiyah seperti yang diungkapkan oleh asy-Syihab ar-Ramli, bahwa akad-akad ja’iz jika fasakh (pembatalannya) menyebabkan dharar terhadap pihak lain maka itu terlarang dan menjadi lâzimah (mengikat).

Page 17: Wadi’ah

Kedua: • Para fukaha sepakat bahwa akad wadi’ah pada

dasarnya merupakan akad tabarru’ yang tegak di atas asas kelemahlembutan, ta’awun, bantuan.

• Maka dari itu, al-mûdi’ (yang menitipkan) tidak perlu memberikan imbalan kepada al-wadî’ (yang dititipi) atas penyimpanan itu.

• Jadi wadi’ah itu bukan akad mu’awadhah (kompensatif).

• Jika untuk penyimpanan itu ada imbalan yang disepakati untuk al-wadî’ maka akad tersebut bukan lagi akad wadi’ah melainkan akad ijarah.

• Contoh: Layanan safe deposit box di bank

HUKUM WADI’AH

Page 18: Wadi’ah

Ketiga:Wajibnya al-wadî’ (yang dititipi) menjaga wadi’ah yang ada padanya seperti ia menjaga hartanya sendiri.Nabi saw. bersabda:

ت�ى ح� ذ�ت� أ�خ� ا م� ال�ي�د ع�ل�ىت�ؤ�د�ى�

“Tangan itu wajib (menjaga) apa yang ia ambil sampai ia tunaikan.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

HUKUM WADI’AH

Page 19: Wadi’ah

Keempat: • Al-wadî’ (yang dititipi) wajib

segera menyerahkan harta wadi’ah begitu diminta oleh pemiliknya (al-mûdi’)

• Lihat: QS al-Baqarah [2]: 283

HUKUM WADI’AH

Page 20: Wadi’ah

Kelima: • Para fukaha sepakat bahwa al-wadî’ah

itu merupakan akad amanah. • Status al-wadî’ (yang dititipi) adalah

yad al-amânah. • Karena itu, jika harta wadi’ah itu

hilang, rusak atau lainnya, al-wadî’ tidak bertanggung jawab dan tidak menanggungnya kecuali jika itu karena kesengajaannya atau ia lalai menjaganya.

• Jadi status al-wadî’ itu bukanlah yad adh-dhamânah.

HUKUM WADI’AH

Page 21: Wadi’ah

�ه� �ي ع�ل ض�م�ان� � ف�ال و�د�يع�ة$ �ود�ع� ت اس� م�ن�“Siapa yang dititipi wadi’ah maka tidak ada

tanggungan atasnya.”(HR al-Baihaqi)

Page 22: Wadi’ah

HARUS DIINGAT…Amanah itu hanyalah amanah untuk menyimpan dan menjaga wadi’ah itu; tidak termasuk di dalamnya hak untuk men-tasharruf-nya.

Page 23: Wadi’ah

Sebagai seorang amîn, al-wadî’ (yang dititipi) haram mengkhianati amanah wadi’ah itu.

Page 24: Wadi’ah

KHIANAT terhadap amanah wadi’ah itu bisa dalam bentuk:Tanpa izin al-mûdi’ (yang menitipkan), al-wadî’ (yang dititipi) • mencampurkan harta wadi’ah itu

dengan hartanya sendiri atau harta orang lain,

• men-tasharruf-nya seperti menggunakannya atau bentuk tasharruf lainnya,

• lalai tidak menjaganya, • sengaja merusak atau

menghilangkannya, dan sebagainya.

Page 25: Wadi’ah

Dalam semua kondisi itu, al-wadî’ (yang dititipi) harus bertanggung jawab, yakni dia wajib menanggung (dhamân). Jika harta wadi’ah itu hilang atau rusak maka ia wajib menggantinya.

Page 26: Wadi’ah

Jika ada izin dari al-mûdi’ (yang menitipkan) kepada al-wadî’ (yang dititipi) untuk men-tasharruf harta wadi’ah maka hal itu membuat fakta akad tersebut bukan lagi akad wadi’ah.

Page 27: Wadi’ah

Jika izinnya adalah izin untuk mengambil atau menggunakan manfaat dari harta itu sementara zat hartanya tetap atau tidak berubah maka akad tersebut merupakan akad i’ârah (pinjam pakai).

Page 28: Wadi’ah

Jika izinnya adalah izin untuk menggunakan zat harta itu sehingga al-wadî’ (yang dititipi) boleh mengkonsumsinya, menjualnya, atau yang lainnya, dan dia menjamin untuk menyerahkan harta itu ketika al-mûdi’ memintanya, maka akad tersebut merupakan akad utang baik dalam bentuk qardhun ataupun dayn.

Page 29: Wadi’ah

PERBANKANJika al-wadî’ (yang dititipi) men-tasharruf wadi’ah dan memanfaatkannya dengan izin pemilik maka hasil tasharruf itu mengambil satu dari tiga kondisi:1. Jika tasharruf itu untuk kepentingan al-wadî’ (bank) maka wadi’ah

berupa uang itu menjadi qardh (utang) dan labanya untuk pengutang (bank).

2. Jika izin tasharruf itu dalam bentuk wakalah maka al-wadî’ (bank) menjadi wakil al-mûdi’ (yang menitipkan) dalam men-tasharruf wadi’ah dan labanya untuk al-mûdi’.

3. Jika izin itu dalam bentuk mudharabah atau musyarakah maka al-wadî’ menjadi mudharib atau mitra dan labanya dibagi menurut kesepakatan.

KASUS

Page 30: Wadi’ah

Jika ditetapkan bahwa wadi’ah perbankan adalah qardhun, maka

maknanya bahwa apa yang dibayarkan oleh bank sebagai tambahan atas

jumlah wadi’ah (simpanan) merupakan riba.

Page 31: Wadi’ah

Atas dasar itu, apa yang diistilahkan sebagai bonus yang diberikan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya terhadap rekening wadi’ah, apapun nama rekeningnya, jelas merupakan riba.

Page 32: Wadi’ah