Upload
fachrieayyub
View
2
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penutupan makro alga yang rekrut pada beberapa lokasi penempatan dan dimensi kolektor dalam waktu yang berbeda. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh daratan utama Makassar terhadap penutupan makro alga pada kolektor di Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo berdasarkan letak pulau tersebut. Adapun kegunaannya sebagai informasi mengenai rekrutmen makro alga di Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo.
Citation preview
Studi Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar
SKRIPSI
Oleh :
Fachrie Rezka Ayyub L 111 02 018
JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2007
Studi Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar
Oleh :
Fachrie Rezka Ayyub L 111 02 018
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2007
RINGKASAN
Fachrie Rezka Ayyub, L 111 02 018. Studi Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar. Di bawah bimbingan Jamaluddin Jompa sebagai pembimbing ketua dan Khairul Amri sebagai pembimbing anggota.
Sulawesi Selatan merupakan wilayah penyebaran makro alga atau rumput laut
yang cukup luas, khususnya di berbagai pulau di kawasan Spermonde. Salah satu bentuk pendekatan untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi jenis dan sebaran makro alga yaitu dengan studi rekrutmen. Studi rekrutmen ini juga diperlukan untuk memahami struktur komunitas terumbu karang.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penutupan makro alga yang rekrut pada beberapa lokasi penempatan dan dimensi kolektor dalam waktu yang berbeda. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh daratan utama Makassar terhadap penutupan makro alga pada kolektor di Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo berdasarkan letak pulau tersebut. Adapun kegunaannya sebagai informasi mengenai rekrutmen makro alga di Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo sehingga dapat digunakan dalam pengelolaan terumbu karang. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan, mulai bulan Maret sampai bulan November 2006, yang berlokasi di mintakat reef flat Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar. Pada setiap pulau ditentukan 2 (dua) stasiun pengamatan, yaitu lokasi berhadapan (winward) dan terlindung (leeward) dari arus. Penelitian ini menggunakan tegel kolektor berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10x10 cm2 dan tebal sekitar 1 (satu) cm yang dipasang pada substrat karang dan dilakukan penggantian setiap satu bulan tiga pekan (± 50 hari).
Dari hasil penelitian ini, makro alga yang rekrut terdiri atas 13 ordo, 15 famili dan 19 genera. Penutupan rata-rata tertinggi adalah genera Peyssonnelia sebesar 9,39 %. Penutupan makro alga terbesar yaitu pada Pulau Kayangan dan terkecil pada Pulau Barranglompo, namun komposisi jenis terbanyak terdapat pada Pulau Barranglompo dan tersedikit adalah Pulau Samalona. Gerakan arus menyebabkan total penutupan pada posisi leeward lebih besar jika dibandingkan dengan posisi winward, sedangkan komposisi jenis posisi winward lebih banyak dibandingkan posisi leeward. Penutupan dan komposisi makro alga tertinggi terjadi pada bulan September – November dan yang terendah pada bulan Mei – Juli. Berdasarkan dimensi kolektor, penutupan makro alga pada posisi atas lebih tinggi dibandingkan posisi samping.
Kata Kunci : Rekrutmen, Settlement Plate, Makro Alga, Reef Flat, Pulau Kayangan,
Pulau Samalona, Pulau Barranglompo.
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Studi Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar
Nama : Fachrie Rezka Ayyub Stambuk : L 111 02 018
Skripsi telah diperiksa oleh :
Pembimbing Ketua
Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. NIP. 131 902 627
Pembimbing Anggota
Khairul Amri, ST., M.Sc. NIP. 132 133 692
Telah disetujui oleh :
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman, M.P.NIP. 131 860 849
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Chair Rani, M.Si.NIP. 131 992 466
Tanggal Lulus : 15 Februari 2007
RIWAYAT HIDUP
Fachrie Rezka Ayyub dilahirkan pada tanggal 16 Juli
1984 di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, putra ketiga dari
pasangan Ayahanda Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh, SH. MH.
dan Ibunda dr. Hj. Nursiah Dg. Ugi.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pertiwi
Makassar tahun 1996, pendidikan lanjutan di SLTP Neg. 6 Makassar tahun 1999
dan kemudian di SMU Neg. 3 Makassar tahun 2002.
Melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun 2002, penulis
diterima di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin dan memilih konsentrasi Konservasi Sumberdaya Hayati
Laut.
Keinginan penulis semasa mahasiswa untuk memperoleh wawasan dan pola
pikir didapatkan melalui interaksi dengan sesama rekan mahasiswa, yang
mengantarkan penulis untuk turut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan Keluarga
Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Motivasi untuk mencari
pengalaman dan bahan belajar dilakukan di beberapa tempat seperti organisasi
lingkungan ProFauna Indonesia dan PPS Tasikoki.
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kec. Bontoa Kab. Maros, Praktek Kerja Lapang (PKL)
pada Pusat Penelitian Terumbu Karang (PPTK) di beberapa pulau Spermonde
tahun 2006. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Studi
Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau
Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar di bawah bimbingan Bapak
Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. dan Bapak Khairul Amri, ST, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji dan puja penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi
dengan judul Studi Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu
Karang Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo, Makassar, dapat
diselesaikan walaupun jauh dari kesempurnaan.
Skripsi ini disusun berdasarkan data-data hasil penelitian sebagai tugas
akhir untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Ilmu Kelautan Universitas
Hasanuddin.
Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap apa yang dilakukan dapat
bermanfaat dan membawa kepada suatu kebaikan. Oleh karenanya, kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan.
Akhirnya kepada semua pihak yang tak sempat penulis sebut namanya satu
demi satu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan
tumpuan harapan semoga Allah SWT membalas segala budi baik para pihak yang
telah membantu penulis dan kesemuanya menjadi pahala ibadah, Amin.
Wassalam.
Makassar, 15 Februari 2007
P E N U L I S
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah penulis pada
kesempatan ini menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, yakni terurai sebagai
berikut :
1. Para pembimbing penulis, Bapak Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc.
(Pembimbing Ketua) dan Bapak Khairul Amri, ST, M.Sc. (Pembimbing
Anggota) yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan,
mengarahkan, serta memberi petunjuk-petunjuk yang sangat berguna mulai
pada saat pemilihan judul, penyusunan draft, sampai kepada tahap akhir
penulisan skripsi ini.
2. Seluruh staf dosen pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas
Hasanuddin yang tidak sempat disebutkan namanya satu demi satu, yang telah
membekali ilmu kepada penulis sejak awal terdaftarnya sebagai mahasiswa
hingga akhir penyelesaian studi ini.
3. Seluruh staf Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
yang telah membantu kelancaran dan kemudahan penulis, sejak mengikuti
perkuliahan, proses belajar sampai akhir penyelesaian studi ini.
4. Kepada seluruh rekan mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin,
khususnya Komunal 2002 yang tidak sempat disebutkan namanya satu demi
satu, kesemuanya penulis ucapkan terima kasih atas segala toleransi yang
tinggi dan kerjasamanya selama ini.
5. Teruntuk seluruh sahabat penulis di Kelab Bontobila, khususnya Saudara
Muh. Irfan atas seperjuangan, sependeritaan dan kebersamaannya selama ini.
6. Ucapan khusus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang
tua penulis tercinta, Ayahanda Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh, SH. MH. dan
Ibundaku dr. Hj. Nursiah Dg. Ugi, yang telah melahirkan dan membesarkan
penulis dalam menimba ilmu pengetahuan sampai kepada penyelesaian studi di
Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin, demikian pula kepada saudara-
saudaraku yang telah banyak membantu, mendorong dan memberi semangat,
terutama di akhir penyelesaian studi penulis.
7. Seiring dengan ucapan tersebut di atas, penulis tujukan pula kepada nenek,
paman dan tante penulis khususnya Hj. Rahma Dg. Bulang, yang telah banyak
memberi bantuan moril dan materiil, dorongan dan semangat.
8. Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih untuk Saudari Fatma Anwar
yang telah banyak membantu dalam mengerjakan karya ini melalui semangat
dan doanya.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i RINGKASAN ....................................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii RIWAYAT PENULIS ............................................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan dan Kegunaan ................................................................................... 2 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 3
Batasan Wilayah Studi ............................................................................ 3 Batasan Materi Studi ............................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Makro Alga .................................................................................... 4 Sebaran Makro Alga ...................................................................................... 7 Rekrutmen Makro Alga .................................................................................. 8 Faktor Lingkungan ....................................................................................... 10
Suhu ...................................................................................................... 10 Salinitas ................................................................................................. 11 Kecepatan Arus ..................................................................................... 12 Intensitas Cahaya dan Kekeruhan ........................................................ 12 Nitrat ...................................................................................................... 13 Fosfat ..................................................................................................... 14 Faktor Biotik ........................................................................................... 15
III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ...................................................................................... 16 Alat dan Bahan ............................................................................................ 16
Halaman Prosedur Penelitian ..................................................................................... 17
Penentuan Stasiun ................................................................................ 17 Pengukuran Parameter Oseanografi ..................................................... 18 Pemasangan dan Pengambilan Tegel .................................................. 19 Pengamatan Penutupan Makro Alga ..................................................... 21 Analisis Data .......................................................................................... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 23
Pulau Kayangan .................................................................................... 23 Pulau Samalona .................................................................................... 23 Pulau Barranglompo .............................................................................. 24
Kondisi Parameter Oseanografi .................................................................. 24
Suhu ...................................................................................................... 24 Salinitas ................................................................................................. 25 Kecepatan Arus ..................................................................................... 25 Kekeruhan ............................................................................................. 26 Nitrat dan Fosfat .................................................................................... 26
Sistematika Makro Alga yang Rekrut pada Kolektor ................................... 27 Kondisi Umum Makro Alga yang Rekrut pada Kolektor .............................. 28 Distribusi Makro Alga yang Rekrut pada Kolektor ....................................... 31
Berdasarkan Letak Pulau ...................................................................... 31 Berdasarkan Posisi Pulau ..................................................................... 35 Berdasarkan Waktu Penelitian .............................................................. 39 Berdasarkan Dimensi Kolektor .............................................................. 42
V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ..................................................................................................... 46 Saran ........................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48 LAMPIRAN ........................................................................................................ 51
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Parameter oseanografi yang diukur, alat yang digunakan dan teknik pengamatannya ........................................................................................... 18
2. Kriteria penutupan berdasarkan skala ......................................................... 22
3. Sistematika makro alga yang rekrut pada kolektor ...................................... 27
4. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Kayangan .................................................................................................... 54
5. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Kayangan .................................................................................................... 54
6. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Samalona .................................................................................................... 55
7. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Samalona .................................................................................................... 55
8. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Barranglompo .............................................................................................. 56
9. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Barranglompo .............................................................................................. 56
10. Parameter oseanografi setiap stasiun selama penelitian ............................ 57
11. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau ............................................................................................................ 58
12. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau .... 58
13. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan posisi pulau ............................................................................................................ 59
14. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian ..................................................................................................... 60
15. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian ..................................................................................................... 60
16. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan dimensi kolektor .......................................................................................... 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Beberapa jenis encrusting calcareous algae ................................................. 5
2. Beberapa jenis turf algae .............................................................................. 5
3. Beberapa jenis erect calcareous algae ......................................................... 6
4. Beberapa jenis fleshy macroalgae ................................................................ 6
5. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengamatan .......................................... 16
6. Kolektor dari batu alam ............................................................................... 19
7. Penempatan kolektor pada substrat karang ................................................ 20
8. Pengamatan penutupan makro alga pada kolektor ..................................... 21
9. Penutupan rata-rata setiap genera makro alga pada kolektor .................... 28
10. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-pulau (p≤0,05) .......... 31
11. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-pulau ............. 32
12. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-pulau .................... 33
13. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-posisi pulau
(p≤0,05) ....................................................................................................... 36
14. Penutupan makro alga pada kolektor setiap stasiun ................................... 36
15. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-posisi pulau ... 37
16. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-posisi pulau .......... 38
17. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-bulan (p≤0,05) .......... 39
18. Penutupan makro alga pada kolektor setiap pulau selama penelitian ........ 40
19. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-bulan ............. 41
20. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-bulan .................... 41
21. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-dimensi (p≤0,05) ...... 43
22. Penutupan makro alga pada dimensi kolektor setiap pulau ........................ 43
23. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-dimensi .......... 44
Nomor Halaman
24. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-dimensi ................ 45
25. Acanthophora .............................................................................................. 52
26. Caulerpa ...................................................................................................... 52
27. Cladophora .................................................................................................. 52
28. Eucheuma ................................................................................................... 53
29. Padina ......................................................................................................... 53
30. Sargassum dan Polyshiponia ...................................................................... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Makro alga yang rekrut pada kolektor ......................................................... 52
2. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di setiap stasiun ................ 54
3. Parameter oseanografi setiap stasiun selama penelitian ............................ 57
4. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau ............................................................................................................ 58
5. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan posisi pulau ............................................................................................................ 59
6. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian ..................................................................................................... 60
7. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan dimensi kolektor ........................................................................................................ 61
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makro alga laut yang hidup di dasar laut (bentik) dikenal dengan bermacam-
macam nama, misalnya agar-agar, ganggang atau rumput laut. Makro alga adalah
tumbuhan bertalus yang banyak dijumpai hampir di seluruh perairan pantai Indonesia
terutama di rataan terumbu karang. Makro alga bentik ini umumnya terdiri atas divisi
Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah)
yang melekat pada substrat (Soegiarto dkk., 1978).
Makro alga hidup sebagai fitobentos dengan menancapkan atau melekatkan
dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu
ataupun kayu. Adapula yang hidupnya melekat pada tanaman lain yang bersifat
epifitik (Cribb, 1984).
Romimohtarto dan Juwana (2001) mengemukakan bahwa dalam tropik level,
makro alga laut merupakan salah satu produsen primer, sebagai tempat asuhan biota
laut simbion, sebagai tempat mencari makan, lebih jauh asosiasinya dengan terumbu
karang, makro alga memberi kontribusi besar dalam menghasilkan zat kapur sebagai
bahan pembentuk terumbu karang.
Faktor-faktor oseanografis (fisika, kimiawi dan dinamika) dan macam-
macam substrat sangatlah menentukan pertumbuhan makro alga. Cahaya
matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tanaman laut, pada
kedalaman yang sudah tidak didapatkan cahaya matahari, makro alga tidak dapat
hidup. Iklim dan letak geografis menentukan pula jenis-jenis makro alga yang
tumbuh (Darley, 1982).
Menurut McCook (2000), terumbu karang merupakan suatu ekosistem di
laut yang keberadaannya melibatkan berbagai komponen floristik dan faunistik yang
erat kaitannya dengan faktor lingkungan fisik habitatnya. Flora yang berada di
ekosistem terumbu karang ini tumbuh tersebar berdasarkan kecocokan habitat atau
substratnya dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kompetitor, profil
habitat dan karakteristik makro alga itu sendiri.
Sulawesi Selatan merupakan wilayah penyebaran makro alga atau rumput laut
yang cukup luas, khususnya di berbagai pulau di kawasan Spermonde (Jompa, 2002;
Octaviani, 2002). Mengingat hal tersebut, maka dibutuhkan informasi mengenai
komposisi jenis dan sebaran makro alga untuk pengelolaan wilayah tersebut.
Salah satu bentuk pendekatan untuk mendapatkan informasi tersebut yaitu
dengan studi rekrutmen. Rekrutmen merupakan salah satu mata rantai penting yang
menjaga eksistensi populasi dari suatu organisme (Bellgrove et al., 2004). Studi
rekrutmen makro alga juga bertujuan untuk memahami struktur komunitas terumbu
karang. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang rekrutmen makro alga pada
daerah terumbu karang, serta melihat pengaruh dari faktor lingkungan terhadap
rekrutmen tersebut.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui penutupan makro alga yang rekrut pada beberapa lokasi
penempatan dan dimensi kolektor dalam waktu yang berbeda.
2. Mengetahui pengaruh daratan utama Makassar terhadap penutupan makro alga
pada kolektor di Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo berdasarkan
letak pulau tersebut.
Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai informasi mengenai rekrutmen makro alga di Pulau Kayangan,
Samalona dan Barranglompo sehingga dapat digunakan dalam pengelolaan
terumbu karang.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Batasan Wilayah Studi
Penelitian ini dilaksanakan pada daerah reef flat Pulau Kayangan,
Samalona dan Barranglompo, Makassar. Pada setiap pulau ditentukan 2 (dua)
stasiun pengamatan, yaitu lokasi berhadapan (winward) dan terlindung (leeward)
dari arus.
Batasan Materi Studi
Penelitian ini dibatasi pada masalah penutupan makro alga yang rekrut
pada kolektor. Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan pengukuran parameter
oseanografi yaitu suhu, salinitas, kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, nitrat dan
fosfat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Makro Alga
Luning (1990) menyatakan bahwa tubuh makro alga umumnya disebut talus.
Talus merupakan tubuh vegetatif alga yang belum mengenal diferensiasi akar,
batang dan daun sebagaimana yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi.
Talus makro alga umumnya terdiri atas blade yang memiliki bentuk seperti
daun, stipe (bagian yang menyerupai batang) dan holdfast yang merupakan bagian
dari talus yang serupa dengan akar. Pada beberapa jenis makro alga, stipe tidak
dijumpai dan blade melekat langsung pada holdfast. Blade pada makro alga
kemungkinan berasal dari diferensiasi stipe.
Perbedaan bentuk holdfast terjadi akibat proses adaptasi terhadap keadaan
substrat dan pengaruh lingkungan seperti gelombang dan arus yang kuat yang
dapat mencabut holdfast tersebut (Sumich, 1992).
Makro alga dari divisi Chlorophyta umumnya bersifat multiseluler dengan
bentuk talus yang bervariasi. Caulerpa memiliki bentuk seperti pipa tanpa sekat
dengan talus hanya tersusun atas satu sel yang mengandung banyak inti.
Sedangkan Halimeda sp memiliki talus yang keras karena banyak mangandung zat
kapur. Bantuknya pipih, membulat dan bercabang-cabang (Dawes, 1981).
Menurut Soegiarto dkk. (1978), bentuk luar makro alga tidak mempunyai
perbedaan susunan kerangka antara akar, batang dan daun. Keseluruhan dari
tanaman ini merupakan batang yang dikenal sebagai talus. Ada beberapa tanaman
ini yang mempunyai bentuk kerangka tubuh menyerupai tanaman yang berakar,
berbatang, berdaun ataupun seperti berbuah, yang sesungguhnya tidaklah
demikian. Bentuk-bentuk tersebut yang seolah-olah berbeda-beda sebetulnya
hanyalah talus belaka. Bentuk talus makro alga ada bermacam ragam. Ada yang
bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, seperti rambut dan lain
sebagainya. Talus ini ada yang tersusun oleh hanya satu sel (uniselluler) dan atau
oleh banyak sel (multiselluler).
Cribb (1984) membedakan makro alga menjadi empat kelompok
berdasarkan bentuk pertumbuhannya. Kelompok tersebut adalah encrusting
calcareous algae, turf algae, erect calcareous algae dan fleshy macroalgae.
Peyssonnelia Ralfsia Hildenbrandia
Gambar 1. Beberapa jenis encrusting calcareous algae (Cribb, 1996)
Encrusting calcareous algae (Gambar 1) adalah kelompok makro alga yang
morfologinya menjalar. Bentuk talus yang tipis biasanya menempel mengikuti
topografi substrat. Crustose Coralline Algae (CCA) juga termasuk dalam kelompok
ini.
Cladophora Spermothamnion Polyshiponia
Gambar 2. Beberapa jenis turf algae (Cribb, 1996)
Kelompok kedua adalah turf algae (Gambar 2). Makro alga ini bentuk
talusnya kerapkali seperti semak, berbentuk filamen dengan banyak percabangan
dan biasanya seperti tangkai kecil.
Amphiroa Halimeda Jania
Gambar 3. Beberapa jenis erect calcareous algae (Cribb, 1996)
Kelompok makro alga berikutnya yaitu erect calcareous algae (Gambar 3).
Sifat substansi talusnya keras diliputi atau mengandung zat kapur. Umumnya
percabangan dari kelompok ini beruas-ruas.
Eucheuma Dictyota Sargassum
Gambar 4. Beberapa jenis fleshy macroalgae (Cribb, 1996)
Kelompok yang terakhir adalah fleshy macroalgae (Gambar 4). Kelompok
ini yang paling umum dikenal sebagai makro alga. Bentuk talus biasanya tumbuh
tegak di atas substrat. Namun terdapat juga makro alga yang bentuk talusnya
seperti pita.
Sebaran Makro Alga
Menurut Cribb (1984), di daerah perairan terumbu karang pada garis
besarnya ada dua keadaan yaitu lokasi yang selalu tergenang air (submerged) dan
lokasi-lokasi yang hanya sewaktu-waktu saja tergenang air, lokasi pasang surut
atau intertidal. Lokasi-lokasi yang selalu tergenang air antara lain : (1) lereng luar
terumbu (reef slope) sampai ke dasar perairan, (2) parit-parit (moats) yang berada
di bagian sisi dalam dinding terumbu (reef edges), (3) perairan goba (lagoons) yang
umumnya berada di daerah bagian dalam terumbu dan (4) saluran-saluran
penghubung atau kanal tempat keluar masuknya air pada saat pasang surut.
Lokasi-lokasi yang mengalami kekeringan pada saat surut dan terkena air
pada saat pasang antara lain : (1) paparan atau rataan terumbu (reef flats),
(2)pantai batas rataan terumbu dan daratan, (3) daerah pematang alga (reef edges)
dan (4) gudus atau tumpukan karang batu mati di daerah pinggir luar rataan
terumbu (rampart).
Sebaran makro alga baik vertikal maupun horizontal umumnya mengikuti
pola sebaran lokasi tersebut dan berdasarkan kesesuaian substrat dasar sebagai
tempat melekat. Substrat berupa karang mati lebih banyak ditemukan makro alga
dibanding substrat karang hidup yang pada proses awalnya dihuni oleh makro alga
berbentuk tabung dan disusul kemudian oleh makro alga dalam bentuk dan ukuran
yang lebih besar (Jompa, 2002).
Rataan terumbu (reef flat) umumnya bersubstrat pasir dan terdapat pula di
beberapa tempat karang batu dan karang hidup. Pada saat surut air rendah
sebagian besar mengalami kekeringan dan pada waktu air pasang terendam air.
Alga yang tumbuh di daerah ini umumnya memiliki ketahanan terhadap suasana
kekeringan sampai beberapa jam, misalnya Acanthophora, Gracillaria, Gelidiella
acerosa, Gelidiopsis, Halimeda, Padina dan Ulva. Secara fisik alga tersebut
dilengkapi dengan adaptasi untuk kondisi kekeringan seperti substansi talus yang
tampak dan ada juga yang berupa lembaran tipis (Cribb, 1984).
Rekrutmen Makro Alga
Para peneliti sekarang ini menyadari tidak lengkapnya berbagai model
strukturisasi komunitas tanpa beberapa penilaian akan variabilitas dan pentingnya
rekrutmen komunitas itu sendiri. Berbagai studi telah meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi proses perekrutan komunitas dan kegunaannya terkait pada
masalah distribusi dan berlimpahnya organisme laut. Akan tetapi, studi-studi
tersebut umumnya memfokuskan penelitiannya terhadap organisme ikan.
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa studi yang mempelajari proses
perekrutan makro alga, walaupun makro alga telah dipandang sebagai organisme
yang cukup menonjol dan penting pada komunitas intertidal dan subtidal. Studi-
studi ini menunjukkan unsur-unsur seperti tahapan perkembangan dan mikrohabitat,
proses predasi, sedimentasi dan pemusiman, pembentukan kanopi, variabilitas
spasial dan temporal dalam hal ketersediaan propagula dan pergerakan air yang
dapat berperan dalam proses perekrutan makro alga (Bellgrove et al., 2004).
Belliveau dan Paul (2002) menekankan bahwa skala variabilitas temporal
dan spasial dalam mengukur berlimpahnya organisme laut penting untuk
memahami proses struktur yang ikut terpengaruh dan dinamika komunitas.
Sebagai akibatnya, studi lebih lanjut yang menggambarkan pola-pola ini telah
dianjurkan pada ekosistem lain. Dalam sistem laut, perlu studi pola spasial
organisme dalam skala yang berbeda untuk menguraikan proses ekologis yang
mungkin saja mengatur pola-pola tersebut, juga pentingnya pemahaman lebih lanjut
pola temporal organisme pada beberapa skala.
Sementara studi lainnya telah menilai variasi temporal dan spasial pada
berlimpahnya populasi dewasa dan larva invertebrata bentik laut, beberapa studi
yang tersisa telah mempelajari pola-pola ini untuk menetapkan pengelompokan
alga, khususnya di Australia, ada juga studi yang masih mempelajari variabilitas
temporal dan spasial pada tingkatan fase awal hidup makro alga. Akan tetapi,
penting pemahaman variasi pada tingkatan fase awal hidup alga dan menilai
dampak variasi ini terhadap tingkatan hidup dewasa.
Sisi suplai ekologi menyarankan agar populasi dapat dibatasi pada
rekrutmen, atau agar tingkatan fase awal hidup alga menjadi subyek penekanan
seleksi alam terbesar (Bobadilla dan Santelices, 2005).
Bellgrove et al. (2004) membahas bahwa pengelompokan makro alga
sangatlah berbeda-beda, dengan memperhatikan jumlah dan komposisi jenis,
antara zona dekat pantai dan zona-zona Hormosira tidak hanya bergantung pada
banyaknya Hormosira banksii, tetapi juga pada perbedaan komposisi dan
banyaknya jenis understorey. Meskipun demikian, pengelompokan antara zona
dekat pantai dan zona Hormosira tidak berbeda secara temporal.
Komposisi dan banyaknya propagula dalam lajur dan penerimaan air juga
berbeda antara tiap zona, hal ini menunjukkan variasi seiring dengan lamanya
waktu. Hal ini mengindikasikan bahwa pola distribusi dan jumlah makro alga di
pantai tidak hanya merupakan sebuah refleksi akan rekrutmen dan suplai
propagula.
Tingkat kematian pasca-rekrutmen dan bentuk regenerasi lainnya juga
sangat penting bagi struktur dan dinamika kumpulan makro alga. Banyak studi
telah mengimplikasikan kompetisi, predasi, dan gangguan lain sebagai beban
kematian pasca-rekrutmen yang penting dalam sistem kelautan. Ada perbedaan
dalam pelekatan dan rekrutmen Silvetia compressa (dulunya dikenal Pelvetia
compressa) dan kedua hal ini dapat menjadi indikasi akan tingkat kematian pasca-
rekrutmen. Sebagai tambahan, regenerasi vegetatif juga sangatlah penting bagi
kelanjutan hidup beberapa jenis alga (Bobadilla dan Santelices, 2005).
Faktor Lingkungan
Suhu
Peckol (1983) mengemukakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor
pembatas yang penting dalam lingkungan bahari. Setiap makhluk hidup memiliki
toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu. Umumnya suhu mempengaruhi
proses-proses metabolisme tubuh. Pertumbuhan yang baik untuk alga di daerah
tropik adalah 20 0C – 30 0C.
Secara fisiologis, suhu rendah mengakibatkan aktivitas biokimia dalam
tubuh talus berhenti, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
rusaknya enzim dan hancurnya mekanisme biokimia dalam talus makro alga.
Perubahan suhu yang ekstrim juga akan mengakibatkan kematian bagi makro alga,
terganggunya tahap-tahap reproduksi dan terhambatnya pertumbuhan
(Luning,1990).
Menurut Littler dan Littler (1984), keanekaragaman dan kelimpahan alga
sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan suhu, misalnya penurunan dan
penaikan suhu yang tinggi akan dapat menurunkan keanekaragaman jenis makro
alga. Namun ada beberapa jenis makro alga yang tahan terhadap perubahan suhu,
misalnya Eucheuma sp tahan terhadap suhu yang tinggi.
Penelitian laboratorium tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas
fotosintesis Gelidium sp menunjukkan bahwa fotosintesis akan terus meningkat
sampai pada suhu 30 0C, dan mengalami penurunan secara drastis pada suhu di
atas 35 0C (Soegiarto dkk., 1978).
Menurut Peckol (1983), perubahan suhu berpengaruh terhadap proses
fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan
kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu
(batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya.
Perkembangan stadia reproduksi beberapa jenis alga tergantung pada
kondisi suhu dan intensitas cahaya atau pada kombinasi di antara kedua parameter
tersebut. Perkembangan tetraspora Polyshiponia misalnya, berlangsung baik pada
suhu antara 25 – 30 0C, tetapi terhambat pada suhu rendah dan intensitas cahaya
tinggi (Aslan,1998).
Salinitas
Menurut Littler dan Littler (1984), salinitas mempengaruhi penyebaran makro
alga di laut. Makro alga yang mempunyai toleransi yang besar terhadap salinitas
(eurihalin) akan tersebar lebih luas di banding dengan makro alga yang mempunyai
toleransi yang kecil terhadap salinitas (stenohalin).
Kesuburan alga dapat dipengaruhi oleh kadar garam atau salinitas,
misalnya Gracilaria verrucosa kebanyakan mandul pada bulan-bulan bersalinitas
tinggi (30 – 35 ‰). Gracilaria yang berasal dari Atlantik dan Pasifik Timur
pertumbuhan maksimum pada saat dibudidayakan adalah dengan salinitas 15 –
38‰) dengan kadar optimum 25 ‰, yang ditunjang kadar nitrogen dan fosfat yang
rendah dan berhubungan langsung dengan pasang surut dan curah hujan
(Aslan,1998).
Salinitas berperan penting dalam kehidupan makro alga. Salinitas yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan pada proses
fisiologis (Luning, 1990).
Kecepatan arus
Pergerakan air merupakan faktor ekologi primer yang mengontrol
lingkungan dan status makro alga dalam suatu komunitas. Gelombang dan arus
amat penting dalam proses aerasi, transpor nutrisi dan pencampuran air untuk
menjaga kestabilan suhu air laut.
Gelombang juga penting untuk mengontrol biomassa. Hal ini terlihat pada
saat ombak besar/badai, banyak material dari makro alga yang terdampar di
sepanjang tepi pantai. Umumnya arus juga mempengaruhi distribusi lokal makro
alga dan monodifikasi faktor lingkungan dan dengan cara mengurangi kondisi
salinitas, temperatur air, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO) dan lain-lain
(Darley, 1982).
Banyak jenis makro alga yang beradaptasi terhadap tipe substrat yang
berbeda-beda. Jenis yang menempati substrat berpasir umumnya memiliki rizoid
dan penetrasi holdfast yang dalam.
Sedangkan makro alga menempati habitat dengan substrat yang keras
(berbatu), memiliki holdfast yang berkembang baik, bercabang-cabang atau
berbentuk cakram (discoidal) yang disebut hapter. Holdfast jenis ini mencengkeram
substrat dengan kuat dan umumnya dijumpai di daerah yang berarus kuat
(Sze,1993).
Perbedaan keragaman jenis alga bentik antarlokasi pengamatan tidak lepas
dari jenis substrat dan gerakan air pada masing-masing lokasi serta cara alga bentik
melekatkan dirinya pada substrat (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Intensitas Cahaya dan Kekeruhan
Umar et al. (1998) menjelaskan bahwa cahaya merupakan faktor pembatas
yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan distribusi makro alga di
lautan. Dengan bantuan cahaya matahari, makro alga mensintesis bahan organik
dari unsur yang lebih sederhana. Agar dapat berfotosintesis, makro alga harus
tumbuh di bagian laut yang dangkal, sehingga kebutuhan akan cahaya matahari
dapat terpenuhi.
Kemampuan cahaya matahari untuk menembus air laut dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Di antaranya ialah penyerapan cahaya oleh atmosfir, cuaca, sudut
datangnya cahaya dan kejernihan air. Di daerah pantai, penetrasi cahaya
berfluktuasi akibat pengaruh faktor lingkungan, seperti partikel (tersuspensi) terlarut,
plankton dan lumpur. Di pantai yang keruh, penetrasi cahaya hanya dapat
mencapai kedalaman 15 m saja, maksimal 40 m (Luning, 1990).
Kandungan padatan tersuspensi dan nutrien khususnya pada zona dalam
kepulauan Spermonde cenderung agak tinggi dan menjadi penyebab keadaan
eutrofik (Jompa, 2002).
Kecerahan adalah sejumlah atau sebagian cahaya yang diteruskan pada
kedalaman yang dinyatakan dalam persen. Kecerahan merupakan salah satu
faktor dalam suatu perairan di mana fitoplankton dan organisme hidup seperti
makro alga membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Cahaya
matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan laut sepeti
makro alga, di mana pada kedalaman tertentu yang sudah tidak didapatkan cahaya
matahari, makro alga tidak dapat hidup (Nybakken, 1992).
Peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih dapat
mengurangi 13 – 50 % produktivitas primer. Padatan tersuspensi berkorelasi positif
dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga
semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan
tingginya kekeruhan (Umar et al., 1998).
Nitrat
Distribusi vertikal nitrat di laut menujukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi
bila kedalaman laut bertambah. Sedangkan distribusi horizontal kadar nitrat
semakin tinggi menuju ke arah pantai, dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di
limbah domestik atau pertanian (pemupukan) yang umumnya banyak mengandung
nitrat (Darley, 1982).
Lotze et al. (2000) mengemukakan nitrat adalah bentuk utama nitrogen di
perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di
perairan. Nitrat yang merupakan sumber nitrogen bagi tumbuhan selanjutnya
dikonversi menjadi protein.
Transformasi nitrogen yang tidak melibatkan faktor biologi adalah
penyerapan dan pengendapan (sedimentasi). Sumber utama nitrogen antropogenik
di perairan berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif
maupun dari kegiatan domestik. Sedangkan sebagian besar nitrogen yang terlibat
dalam proses biologi berasal dari atmosfer.
Fosfat
Menurut Aslan (1998), kadar nitrat dan fosfat mempengaruhi stadia
reproduksi alga bila zat hara tersebut melimpah di perairan. Kadar nitrat dan fosfat
di perairan akan mempengaruhi kesuburan gametofit alga coklat (Laminaria
nigrescnce).
Fosfor juga merupakan nutrien utama bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan.
Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral. Selain
itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik
fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen.
Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen
dapat menstimulir pertumbuhan alga di perairan (Belliveau dan Paul, 2002).
Faktor Biotik
Pertumbuhan makro alga juga dikendalikan oleh faktor biotik tertentu.
Beberapa jenis ikan yang bersifat herbivor, gastropoda dan bulu babi, menjadikan
makro alga sebagai makanan utama (Soegiarto dkk., 1978).
Littler et al. (1983) berasumsi bahwa terumbu karang tidak akan bertahan
hidup jika tidak ada herbivor, karena dasar perairan yang bersubstrat keras akan
penuh ditumbuhi makro alga, sehingga dengan sendirinya organisme pembentuk
terumbu karang akan tersingkir.
Dalam jumlah yang berlimpah, makro alga dapat memberikan pengaruh
yang besar bagi lingkungan dan organisme yang lain di sekitarnya, yaitu makro alga
menyediakan sumber makanan, memberikan perlindungan dari arus dan
gelombang yang kuat, menjadi naungan dan tempat berlindung dari pemangsa
serta menjadi tempat melekatnya organisme lain.
Binatang laut seperti moluska dan ikan dapat mempengaruhi persporaan
alga. Hewan moluska dapat memakan spora dan menghambat pertumbuhan stadia
muda alga, sedangkan ikan herbivora memakan alga sehingga merusak talus dan
akan mengurangi jumlah spora yang dihasilkan oleh alga (Lotze et al., 2000).
III. METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan, mulai bulan Maret
sampai bulan November 2006, yang berlokasi di mintakat reef flat Pulau Kayangan,
Samalona dan Barranglompo, Makassar (Gambar 5), sedangkan pengamatan
sampel dan analisis data dilakukan di Laboratorium Ekologi Laut Universitas
Hasanuddin.
Gambar 5. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengamatan
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan selama penelitian yaitu Global Positioning System
untuk menentukan posisi stasiun, konsul kedalaman untuk mengukur kedalaman
perairan, layang-layang arus untuk mengukur arah dan kecepatan arus, makroskop
untuk mengamati sampel, obeng untuk memasang tegel, palu untuk melubangi
substrat dasar, pensil dan sabak sebagai alat tulis menulis bawah air, peralatan
selam untuk kegiatan penyelaman, salinometer untuk mengukur salinitas perairan,
speed boat sebagai transportasi dan termometer untuk mengukur suhu perairan.
Adapun bahan yang digunakan antara lain aquades sebagai media
perendaman, buku identifikasi untuk mengidentifikasi sampel, kertas koran untuk
membungkus/melapisi media, sekrup untuk memasang kolektor, tegel kolektor
10x10 cm2 sebagai substrat buatan dan wadah/baki tempat merendam kolektor.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun
Stasiun pengamatan ditentukan pada areal terumbu karang yang
representatif, yaitu yang memiliki keragaman jenis karang tinggi. Setiap pulau
ditentukan 2 (dua) stasiun pengamatan, yaitu lokasi berhadapan (winward) dan
terlindung (leeward) dari arus, pada mintakat reef flat dengan kedalaman ± 3 (tiga)
meter. Setelah itu, dilakukan pencatatan koordinat dengan menggunakan Global
Positioning System.
Di Pulau Kayangan, zona yang mendapat pengaruh arus lebih keras
(winward) adalah sebelah barat daya dengan koordinat 506I59,7II LS dan
119023I48,9II BT. Sedangkan zona yang mendapat pengaruh arus lebih lemah
(leeward) adalah sebelah barat laut pulau dengan koordinat 506I41,1II LS dan
119023I50,8II BT.
Zona yang mendapat pengaruh arus lebih keras (winward) di Pulau
Samalona adalah sebelah barat laut dengan koordinat 507I20,2II LS dan
119020I24,2II BT. Sedangkan zona yang mendapat pengaruh arus lebih lemah
(leeward) adalah sebelah barat pulau dengan koordinat 507I30,1II LS dan
119020I25,3II BT.
Lokasi yang berhadapan dengan arus (winward) di Pulau Barranglompo
adalah sebelah tenggara dengan koordinat 503I16,3II LS dan 119019I50,1II BT.
Sedangkan lokasi yang terlindung dari arus (leeward) adalah sebelah barat laut
pulau dengan koordinat 502I33,6II LS dan 119019I20II BT.
Pengukuran Parameter Oseanografi
Parameter oseanografi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan makro
alga, diukur secara in-situ dan laboratorium pada 6 (enam) stasiun yang telah
ditentukan. Pengukuran dilakukan pada saat pemasangan dan pengambilan
sampel. Adapun parameter, alat dan teknik pengamatan disajikan dalam Tabel 1
berikut.
Tabel 1. Parameter oseanografi yang diukur, alat yang digunakan dan teknik pengamatannya
No. Parameter oseanografi Satuan Alat yang digunakan Teknik
pengamatan
1 Suhu 0C Termometer In-situ
2 Salinitas 0/00 Salinometer In-situ
3 Kedalaman m Depthmeter In-situ
4 Kecepatan arus m/detik Layang-layang arus In-situ
5 Kekeruhan NTU Turbiditymeter Laboratorium
6 Nitrat ppm Spektrofotometer Laboratorium
7 Fosfat ppm Spektrofotometer Laboratorium
• Kekeruhan
Kekeruhan air diukur dengan menggunakan turbiditymeter. Sampel air
yang diukur disimpan dalam botol gelap. Hal ini untuk mencegah
berkembangbiaknya organisme yang akan mempengaruhi tingkat kekeruhan
sebelum dan sesudah pengambilan sampel air laut.
• Kandungan Nitrat
Penentuan kadar nitrat menggunakan alat spektrofotometer dan cara kerja
analisisnya yaitu metode brucine. Sampel dipipet 25 ml, ditambahkan 8 (delapan)
tetes larutan brucine sulfat dan 2 (dua) ml H2SO4. Kemudian didiamkan selama 30
menit dan diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 420 nm.
• Kandungan Fosfat
Penentuan kadar fosfat juga menggunakan alat spektrofotometer dan cara
kerja analisisnya adalah metode asam askorbik. Sampel dipipet 2 (dua) ml,
ditambahkan 3 (tiga) ml larutan asam askorbik dan 2 (dua) ml larutan H3BO4.
Kemudian didiamkan selama 30 menit, kemudian diukur dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm (Hutagalung dkk., 1997).
Pemasangan dan Pengambilan Tegel
Tegel kolektor berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10x10 cm2 dan tebal
sekitar 1 (satu) cm (Gambar 6). Luas permukaan tegel (atas, bawah dan samping)
ialah masing-masing 100 cm2 untuk permukaan atas dan bawah serta 40 cm2 untuk
sisi samping. Untuk memudahkan dalam pemasangan, pada bagian tengah dibuat
lubang kecil untuk sekrup. Bahan tegel ini dibuat dari batu alam. Jumlah
keseluruhan tegel yang dibutuhkan selama penelitian yaitu 120 buah.
10 cm
10 cm
Lubang sekrup
Gambar 6. Kolektor dari batu alam
Substrat dasar di lokasi pengamatan dilubangi dengan menggunakan palu
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tegel kemudian dilekatkan pada substrat
memakai sekrup. Tegel dipasang di setiap mintakat pada substrat karang (Gambar
7). Pemasangan tegel ini menggunakan media peralatan selam.
Gambar 7. Penempatan kolektor pada substrat karang
Pada bulan pertama, tegel dipasang sebanyak 5 (lima) buah sebagai
ulangan pada masing-masing stasiun. Kelima tegel tersebut akan dibiarkan selama
satu bulan tiga pekan (± 50 hari) dan dilakukan penggantian selama 9 (sembilan)
bulan penelitian.
Tegel yang telah dipasang selama satu bulan tiga pekan (± 50 hari), lalu
diangkat dan diganti dengan yang baru. Penggantian tegel dilakukan dengan cara
membuka sekrup dengan peralatan obeng. Setelah diangkat ke permukaan,
sampel dibungkus dengan kertas koran sebanyak 5 (lima) lapis dan dimasukkan ke
dalam kantong sampel untuk menghindari gesekan antara tegel dan benda-benda
lain.
Pengamatan Penutupan Makro Alga
Tegel yang telah diangkat kemudian dibawa ke laboratorium untuk
pengamatan selanjutnya. Kolektor direndam di dalam baki yang berisi aquades dan
kemudian makro alga diamati di bawah makroskop dengan pembesaran 60 kali.
Pengambilan gambar dari jenis makro alga yang direkrut dilakukan dengan
menggunakan alat fotomikroskop. Selanjutnya makro alga yang telah melekat
diidentifikasi sampai tingkat genus (marga). Pustaka yang digunakan untuk
mengidentifikasi yaitu Price dan Scott (1992), Atmadja dkk. (1996), Cribb (1996)
dan Price et al. (2006).
Gambar 8. Pengamatan penutupan makro alga pada kolektor
Analisis Data
Perhitungan penutupan makro alga menggunakan alat bantu transek yang
terdiri atas 100 kisi masing-masing berukuran 1x1 cm2 (Gambar 8). Penutupan dari
setiap marga alga yang rekrut, dihitung dengan menggunakan formula Saito dan
Atobe (1970) dalam English (1994) yaitu :
∑ (mi x fi) C =
∑ f
Di mana :
C = Penutupan setiap marga makro alga (%)
mi = % rata-rata dari kelas
f = Frekuensi (jumlah sektor yang didominasi oleh kelas yang sama (i))
Tabel 2. Kriteria penutupan berdasarkan skala
Bobot nilai Penutupan (%) Mi (%) 5 50 – 100 75 4 25 – 50 37,5 3 12,5 – 25 18,75 2 6,25 – 12,5 9,375 1 < 6,25 3,125
Untuk mengetahui perbedaan penutupan makro alga yang rekrut antar
mintakat dan antar waktu pengambilan, dilakukan uji statistik dengan menggunakan
Analisis Ragam (Anova). Proses penghitungan dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak komputer (SPSS). Jika menunujukkan perbedaan yang nyata,
dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Bonferroni.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pulau Kayangan
Pulau Kayangan adalah lokasi penelitian yang mewakili zona
mendapat pengaruh sangat besar dari daratan Makassar. Dari hasil
penelitian Puren dkk. (2001), persentase rata-rata penutupan karang hidup
pada setiap kedalaman selama dua periode pemantauan (1997 – 1998)
berkisar antara 6,46 – 20,05 %. Berdasarkan kritera kondisi/kualitas karang,
kondisi terumbu karang Pulau Kayangan termasuk jelek. Kondisi yang jelek
ini terutama disebabkan oleh perairan keruh yang kurang mendukung untuk
pertumbuhan karang pada umumnya.
Penutupan alga pada mintakat reef flat di periode I sebesar 2,32 % dan
mengalami peningkatan di periode II sebesar 10,1 %, sedangkan pada mintakat
reef slope di periode I sebesar 14,2 % dan mengalami penurunan di periode II
sebesar 9,67 %.
Pulau Samalona
Zona yang mendapat pengaruh sedang yaitu Pulau Samalona. Nampak
bahwa kecepatan arus permukaan Pulau Samalona cukup tinggi. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh arus dari aliran Sungai Jeneberang serta
lokasi yang dekat dengan jalur lalu lintas kapal.
Pada umumnya daerah reef flat Pulau Samalona didominasi oleh karang
keras (44 %), pecahan karang (15,5 %) dan karang lunak (13,75 %). Penutupan
dead coral algae (DCA) pada mintakat ini 10 % dan makro alga sebesar 3 %.
Sedangkan daerah reef slope juga didominasi oleh karang keras (27,5 %), DCA
(24 %), pasir (14 %) dan pecahan karang sebesar 11,75 % (PPTK, 2006.a).
Pada daerah reef top pulau ini menunjukkan ada 14 genera makro alga
yang terdiri atas lima genera dari divisi Chlorophyta, empat genera dari divisi
Phaeophyta dan lima genera dari divisi Rhodophyta. Sedangkan pada daerah reef
edge terdapat 15 genera makro alga yang terdiri atas lima genera dari divisi
Chlorophyta, empat genera dari divisi Phaeophyta dan enam dari divisi Rhodophyta
(Octaviani, 2002).
Pulau Barranglompo
Pulau Barranglompo merupakan lokasi penelitian yang terjauh dari daratan
utama Makassar, dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Pada sisi timur
pulau ini terdapat dua buah dermaga yang dijadikan sebagai tempat bersandarnya
kapal-kapal besar, karena cenderung lebih dalam meskipun dalam keadaan surut.
Kondisi terumbu karang Pulau Barranglompo pada kedalaman tiga meter
didominasi oleh DCA dan pecahan karang yang masing-masing 32,36 % dan
17,26 %. Sedangkan penutupan alga koralin sebanyak 0,4 % (PPTK, 2006.b).
Berdasarkan hasil pengamatan Octaviani (2002), pada daerah reef top
pulau ini menunjukkan ada 13 genera makro alga yang terdiri atas empat genera
dari divisi Chlorophyta, empat genera dari divisi Phaeophyta dan lima genera dari
divisi Rhodophyta. Sedangkan pada daerah reef edge ditemukan 15 genera makro
alga yang terdiri dari lima genera dari divisi Chlorophyta, empat genera dari divisi
Phaeophyta dan enam dari divisi Rhodophyta.
Kondisi Parameter Oseanografi
Suhu
Suhu memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
alga. Rata-rata suhu bulan Mei 30,83 0C, Juli 28,67 0C, September 29,83 0C dan
November 30,83 0C. Adapun rata-rata suhu tertinggi ditemukan pada Pulau
Samalona (30,38 0C), kemudian Pulau Barranglompo (30,13 0C) dan Pulau
Kayangan (29,63 0C).
Temperatur optimal untuk tumbuhan alga berkisar 0 – 10 0C untuk alga di
daerah beriklim hangat dan 15 – 30 0C untuk alga hidup di daerah tropik
(Luning, 1990). Kisaran suhu di lokasi penelitian masih dalam batas toleransi untuk
pertumbuhan makro alga.
Salinitas
Rata-rata salinitas tertinggi yang diukur selama penelitian terjadi di bulan
Juli dan September sebesar 30,17 0/00, sedangkan yang terendah di bulan Mei yaitu
29,33 0/00. Jika dilihat berdasarkan lokasi penelitian, rata-rata salinitas tertinggi
pada Pulau Samalona sebesar 30,63 0/00, kemudian Pulau Barranglompo 29,63 0/00,
sedangkan yang terendah di Pulau Kayangan yaitu 29,5 0/00 (Lampiran 3, Tabel 10).
Alga bentik tumbuh pada perairan dengan salinitas 13 – 37 0/00
(Soegiarto dkk., 1978). Menurut Luning (1990), makro alga umumnya hidup di laut
dengan salinitas antara 30 – 32 0/00, namun banyak jenis makro alga hidup pada
kisaran yang lebih besar.
Berdasarkan standarisasi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
salinitas perairan selama penelitian baik di Pulau Kayangan, Samalona maupun
Barranglompo, tidak berpengaruh besar terhadap kehidupan makro alga, karena
masih berada pada kisaran standar.
Kecepatan Arus
Hay (1981) menyatakan bahwa kebanyakan alga mampu mentoleransi aksi
gelombang yang besar dan terekspos pada daerah intertidal berbatu dan substrat
yang padat.
Dari hasil penelitian, rata-rata kecepatan arus tertinggi adalah di bulan Mei
sebesar 0,08 m/s, sedangkan terendah di bulan Juli dan September yaitu 0,06 m/s.
Berdasarkan lokasi penelitian, rata-rata kecepatan arus tertinggi pada Pulau
Samalona dan Barranglompo sebesar 0,08 m/s, sedangkan yang terendah di Pulau
Kayangan yaitu 0,04 m/s (Lampiran 3, Tabel 10).
Kekeruhan
Tingkat kekeruhan pada perairan selama penelitian didapatkan rata-rata
tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 0,62 NTU, kemudian berturut-turut bulan
September (0,55 NTU), Mei (0,51 NTU) dan November (0,39 NTU). Pada stasiun
penelitian, rata-rata tingkat kekeruhan tertinggi ditemukan di Pulau Kayangan
(0,62 NTU) dan terendah di Pulau Barranglompo (0,35 NTU).
Tingginya tingkat kekeruhan di Pulau Kayangan dan Samalona
kemungkinan dikarenakan letak pulau yang berdekatan dengan muara Sungai
Jeneberang, sehingga cenderung menerima padatan tersuspensi yang paling
besar. Padatan tersuspensi di dalam air maupun di atas karang mengurangi
cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh alga (Puren dkk., 2001).
Nitrat dan Fosfat
Lotze et al. (2000) mengemukakan nitrat adalah bentuk utama nitrogen di
perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.
Rata-rata kadar nitrat pada perairan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu
0,78 ppm, kemudian berturut-turut bulan September (0,58 ppm), Mei (0,4 ppm) dan
Juli (0,26 ppm). Pada stasiun penelitian, rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di
Pulau Kayangan (0,7 ppm) dan terendah di Pulau Barranglompo (0,29 ppm).
Demikian halnya dengan kadar fosfat, di mana rata-rata tertinggi ditemukan
pada waktu akhir penelitian yaitu sebesar 0,56 ppm, sedangkan kadar terendah
ditemukan pada bulan Juli sebesar 0,27 ppm. Pulau yang memiliki rata-rata kadar
fosfat tertinggi adalah Pulau Kayangan (0,52 ppm), dibandingkan dengan Pulau
Samalona (0,4 ppm) dan kadar terendah pada Pulau Barranglompo (0,27 ppm).
Tingginya kadar nitrat dan fosfat kemungkinan dikarenakan oleh aktivitas
industri dan domestik dari daratan utama Makassar. Hal ini menyebabkan kadar
nutrien tersebut lebih tinggi di Pulau Kayangan dibandingkan Pulau Barranglompo.
Namun jika dilihat berdasarkan periode penelitian, kemungkinan kadar
nutrien tersebut dipengaruhi oleh proses upwelling di Selat Makassar. Menurut
Mulyadi (2007), perairan Indonesia dipengaruhi oleh tipe iklim Muson, sehingga
terjadi proses upwelling pada beberapa periode, antara lain musim peralihan kedua
(September – November).
Sistematika Makro Alga yang Rekrut pada Kolektor
Dari hasil penelitian rekrutmen diperoleh genera makro alga seperti yang
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Sistematika makro alga yang rekrut pada kolektor
Kelas Ordo Famili Genera
Caulerpaceae Caulerpa Caulerpales
Udoteaceae Chlorodesmis, Halimeda
Derbesiales Bryopsidaceae Bryopsis
Prasiolales Prasiolaceae Cladophora
Chlorophyceae
Ulvales Ulvaceae Enteromorpha
Dictyotales Dictyotaceae Dictyota, Lobophora, Padina
Ectocarpales Ralfsiaceae Ralfsia
Fucales Sargassaceae Sargassum Phaeophyceae
Sphacelariales Sphacelariaceae Sphacelaria
Ceramiaceae Spermothamnion Ceramiales
Rhodomelaceae Acanthophora, Polysiphonia
Cryptonemiales Peyssonneliaceae Peyssonnelia
Corallinales Corallinaceae Amphiroa
Gigartinales Soliericeae Eucheuma
Rhodophyceae
Hildenbrandiales Hildenbrandiaceae Hildenbrandia
Hasil identifikasi sampel makro alga yang melekat pada kolektor tegel
didapatkan 13 ordo, 15 famili dan 19 genera. Makro alga dari kelas Chlorophyceae
yang ditemukan ada enam genera yaitu Caulerpa, Chlorodesmis, Halimeda,
Bryopsis, Cladophora dan Enteromorpha. Kelas Phaeophyceae juga terdiri dari
enam genera yaitu Dictyota, Lobophora, Padina, Ralfsia, Sargassum dan
Sphacelaria. Sedangkan genera yang banyak ditemukan yaitu dari kelas
Rhodophyceae dengan tujuh genera yang terdiri dari Spermothamnion,
Acanthophora, Polysiphonia, Peyssonnelia, Amphiroa, Eucheuma dan
Hildenbrandia.
Kondisi Umum Makro Alga yang Rekrut pada Kolektor
Penutupan rata-rata makro alga yang rekrut pada kolektor dapat dilihat
pada Gambar 9.
0.03
2.43
0.01
0.09
2.69
8.44
1.59
0.19
2.15
0.05
6.89
1
0.55
9.39
3.28
9.19
1.03
7.26
0.73
0 2 4 6 8 10
Acanthophora
Amphiroa
Bryopsis
Caulerpa
Chlorodesmis
Cladophora
Dictyota
Enteromorpha
Eucheuma
Halimeda
Hildenbrandia
Lobophora
Padina
Peyssonnelia
Polyshiponia
Ralfsia
Sargassum
Spermothamnion
Sphacelaria
Gen
era
Penutupan (%)
12
Gambar 9. Penutupan rata-rata setiap genera makro alga pada kolektor
Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa genera yang memberikan
penutupan rata-rata tertinggi untuk Pulau Kayangan, Samalona dan Barranglompo
dari bulan Maret sampai November yaitu Peyssonnelia sebesar 9,39 %.
Selanjutnya berturut-turut didominasi oleh Ralfsia (9,19 %), Cladophora (8,44 %),
Spermothamnion (7,26 %), Hildenbrandia (6,89 %) dan Polyshiponia (3,28 %).
Genera Peyssonnelia sangat mendominasi pada semua kolektor, baik di
Pulau Kayangan, Samalona maupun Barranglompo. Jompa (2002) menemukan
dua jenis dari genera ini yang tersebar di Kepulauan Spermonde, yaitu P. capensis
dan P. conchicola. Habitat dari genera ini cukup luas karena kemampuan tumbuh
pada daerah pasang surut dan perairan, baik tertutup bahkan terkena ombak
langsung (Cribb, 1996). Pertumbuhannya yang menjalar kemungkinan juga
menyebabkan genera ini mudah melekat pada substrat.
Genera Ralfsia juga sangat mendominasi pada semua kolektor, baik di
Pulau Kayangan, Samalona maupun Barranglompo. Menurut Cribb (1996), genera
ini tumbuh pada habitat pasang surut, terkadang juga ditemukan pada perairan
dangkal, baik semi-tertutup maupun terkena ombak langsung. Sama halnya
dengan Peyssonnelia, pertumbuhannya yang menjalar kemungkinan menyebabkan
genera ini mudah melekat pada substrat.
Penelitian Bulleri (2005) di Sydney Harbour Australia menunjukkan
persentase penutupan brown encrusting algae ini yang rekrut pada substrat buatan
lebih besar ditemukan di pantai berbatu dibandingkan daerah terumbu.
Keberadaannya kemungkinan banyak dipengaruhi oleh hempasan ombak dan
kompetisi dengan alga koralin.
Genera lainnya yaitu Cladophora yang mendominasi pada kolektor di Pulau
Kayangan, Pulau Samalona dan Barranglompo. Cribb (1996) menemukan genera
ini tersebar sangat luas pada daerah pasang surut, baik mintakat tertutup sampai
semi-terbuka.
Cribb (1984) memaparkan bentuk pertumbuhan dari Cladophora tergolong
sebagai turf algae. Dari hasil pendataan yang dilakukan pada tiga lokasi di Great
Barrier Reef, kelompok tumbuhan alga yang paling berperan adalah turf algae,
dengan total line cover 50,5 %. Penutupan ini sangat tinggi jika dibandingkan
dengan kelompok fleshy macroalgae (29,9 %), erect calcareous algae (6,4 %) dan
encrusting calcareous algae (6,4 %).
Melimpahnya makro alga hijau seperti Enteromorpha dan Cladophora,
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kadar nitrogen, fosfor, perubahan
sirkulasi perairan, suhu, intensitas cahaya, melimpahnya hewan herbivora, salinitas,
dan banyak kemungkinan faktor lainnya (Raffaelli et al., 1998).
Spermothamnion adalah salah satu genera yang mendominasi di setiap
stasiun penelitian. Di selatan Australia, Price dan Scott (1992) menemukan
rekrutmen Spermothamnion melimpah di daerah winward pada musim panas,
sedangkan di daerah leeward rekrut pada musim semi.
Selanjutnya adalah genera Hildenbrandia yang tergolong Crustose
Coralline Algae (CCA). Makro alga ini ditemui rekrut dengan penutupan yang tinggi
pada setiap stasiun. Cribb (1996) sering menemukan genera ini pada daerah
pasang surut, pantai terlindung sampai terbuka.
CCA potensial menjadi faktor kunci dalam menyusun komposisi jenis.
Beberapa jenis CCA mengandung zat kimia yang menfasilitasi pelekatan dan
metamorfosis beberapa planula karang keras dan planula karang lunak. Namun
jika penutupannya pada substrat sangat tinggi, maka akan terjadi kompetisi ruang
dengan organisme bentik lainnya (Belliveau dan Paul, 2002).
Rekrutmen genera Polyshiponia juga mendominasi di setiap stasiun
penelitian, khususnya di Pulau Kayangan. Price dan Scott (1992) mengemukakan
bahwa sebaran jenis makro alga ini di daerah tropik Indo-Pasifik belum banyak
diketahui. Namun habitatnya sangat luas terutama di daerah terumbu karang,
antara lain mintakat reef crest, reef flat, winward dan leeward slope. Pada mintakat
reef flat, genera ini ditemukan rekrut hampir di setiap musim.
Di Great Barrier Reef, rekrutmen, produktivitas dan kelimpahan turf algae
menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan hewan herbivora dan beberapa kadar
nutien (McCook dan Price, 1996).
Distribusi Makro Alga yang Rekrut pada Kolektor
Berdasarkan Letak Pulau
Dari hasil perhitungan penutupan makro alga yang rekrut, dapat dilihat
penutupan pada Pulau Kayangan lebih besar dibandingkan dengan Pulau
Samalona dan penutupan yang terkecil adalah pada Pulau Barranglompo. Total
penutupan masing-masing untuk Pulau Kayangan 62,37 %, Pulau Samalona
58,98 % dan Pulau Barranglompo sebesar 50,33 % (Gambar 10).
62.37 58.9850.33
0
10
20
30
40
50
60
70
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau
Penu
tupa
n (%
)
a a
b
Gambar 10. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-pulau (p≤0,05)
Berdasarkan analisis ragam (Tabel 11) menunjukkan bahwa penutupan
makro alga pada kolektor antar-pulau terdapat perbedaan yang nyata (p≤0,05).
Pulau Kayangan dan Samalona memiliki penutupan makro alga yang lebih tinggi
dan berbeda nyata dengan Pulau Barranglompo, sedangkan antara Pulau
Kayangan dan Samalona tidak berbeda nyata (Tabel 12).
Hal ini kemungkinan diakibatkan kondisi eutrofik di Pulau Kayangan dan
Samalona, di mana letak pulau tersebut dekat dari daratan utama Makassar,
sehingga pasokan nutrien mempercepat pertumbuhan makro alga. Sedangkan
letak Pulau Barranglompo relatif jauh dari pengaruh daratan utama Makassar dan
pasokan nutrien lebih banyak bersumber dari kegiatan antropogenik di pulau
tersebut. Hasil pengukuran parameter oseanografi mendukung pernyataan tersebut
di mana rata-rata kadar nitrat dan fosfat ditemukan tertinggi di Pulau Kayangan dan
terendah di Pulau Barranglompo (Lampiran 3, Tabel 10).
Menurut McCook dan Price (1996), kondisi eutrofik dapat diakibatkan oleh
kandungan padatan tersuspensi dan nutrien pada zona dalam perairan yang
cenderung agak tinggi sehingga pada akhirnya menyebabkan melimpahnya makro
alga yang menutupi substrat dasar.
Walaupun tingkat kekeruhan di Pulau Barranglompo dan Samalona cukup
tinggi (Lampiran 3, Tabel 10), namun belum berpengaruh terhadap intensitas
cahaya matahari pada kedalaman di mana kolektor ditempatkan. Hal ini
menyebabkan makro alga masih dapat melakukan aktifitas fotosintesis pada
mintakat tersebut.
15 1416
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau
Gen
era
Gambar 11. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-pulau
Gambar 11 memperlihatkan komposisi jenis tertinggi adalah pada Pulau
Barranglompo, dengan jumlah makro alga yang rekrut sebanyak 16 genera. Hal ini
diduga dikarenakan kondisi terumbu karang di pulau tersebut yang masih bagus
(Puren dkk., 2001). Menurut Littler dan Littler (1984), semakin kompleks dan
heterogen lingkungan fisik suatu perairan misalnya di daerah terumbu karang,
tampak semakin beranekaragam dan kompleks pula pertumbuhan makro alganya.
Pulau Samalona adalah lokasi penelitian dengan komposisi jenis terendah
yaitu 14 genera. Adapun kemungkinan rendahnya komposisi jenis di pulau ini
adalah dikarenakan keberadaan terumbu karang di mana kolektor ditempatkan lebih
dalam dibandingkan penempatan di pulau lain (Lampiran 3, Tabel 10). Kuatnya
arus dan tingginya tingkat sedimentasi juga dapat mengakibatkan komposisi makro
alga yang rekrut lebih sedikit.
0 2 4 6 8 10 12
Acanthophora
Amphiroa
Bryopsis
Caulerpa
Chlorodesmis
Cladophora
Dictyota
Enteromorpha
Eucheuma
Halimeda
Hildenbrandia
Lobophora
Padina
Peyssonnelia
Polyshiponia
Ralfsia
Sargassum
Spermothamnion
Sphacelaria
Gen
era
Penutupan (%)
14
Kayangan Samalona Barranglompo
Gambar 12. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-pulau
Genera yang rekrut di Pulau Kayangan namun tidak pada pulau lainnya
adalah Padina. Hal ini diduga karena genera ini melimpah pada kondisi eutrofik,
seperti yang ditemukan Octaviani (2002) di mana Padina melimpah pada pulau-
pulau yang mendapat pengaruh sedimentasi yang hanyut dari sungai-sungai ke
perairan tinggi. Di Kepulauan Spermonde, jenis yang tersebar luas adalah
P. australis dan P. tenius (Jompa, 2002).
Genera lain yang juga hanya mendominasi pada kolektor di Pulau
Kayangan adalah Sargassum. Tingginya tingkat sedimentasi kemungkinan
menyebabkan genera ini melimpah pada stasiun tersebut. Umar et al. (1998)
menemukan genera ini mendominasi pada waktu sedimentasi tinggi di mintakat reef
flat tengah Great Barrier Reef.
Genera Dictyota juga merupakan makro alga yang memiliki penutupan
cukup tinggi di Pulau Kayangan dibandingkan pulau lainnya. Atmadja dkk. (1996)
mengemukakan bahwa sebaran genera ini tidak begitu luas. Dictyota tumbuh
menempel pada batu karang mati di daerah rataan terumbu.
Penutupan encrusting calcareous algae sangat tinggi ditemukan di Pulau
Samalona. Komposisi makro alga tersebut terdiri atas genera Hildenbrandia,
Peyssonnelia dan Ralfsia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kuatnya arus di
stasiun tersebut.
Di pulau ini rekrut genera Acanthopora yang tidak ditemukan di stasiun lain.
Namun penutupannya cukup kecil yaitu sebesar 0,66 %. Menurut Atmadja dkk.
(1996), sebaran makro alga ini tidak begitu luas, biasanya tumbuh melekat di
daerah rataan terumbu yang terkena ombak langsung.
Di Pulau Samalona, makro alga yang rekrut hampir sama dengan di Pulau
Kayangan. Antara lain genera Amphiroa dan Eucheuma, di mana penutupannya
cukup mendominasi di kedua pulau tersebut. Octaviani (2002) menemukan
frekuensi kemunculan Amphiroa di Pulau Samalona yaitu 0,25, baik di daerah reef
top maupun reef edge. Genera ini tersebar di sebelah utara dan selatan pulau.
Dari hasil pendataan makro alga di Kepulauan Spermonde, jenis yang banyak
ditemukan antara lain A. anceps, A. foliacea dan A. fragilissima (Jompa, 2002).
Makro alga yang rekrut di Pulau Barranglompo dan tidak ditemukan di
pulau lain adalah Bryopsis, Caulerpa dan Halimeda. Hal ini kemungkinan
diakibatkan pertumbuhan makro alga tersebut lebih baik di Pulau Barranglompo
dibandingkan pulau lainnya. Safii (2004) menemukan Caulerpa melimpah di
sebelah barat dan utara pulau. Sedangkan Halimeda ditemukan di setiap sisi pulau,
khususnya pada mintakat reef top.
Pada Pulau Barranglompo ditemukan makro alga yang juga mendominasi
di Pulau Samalona, misalnya Chlorodesmis. Octaviani (2002) menemukan
Chlorodesmis di Pulau Barranglompo pada daerah reef top dan reef edge yang
tersebar di sebelah utara, selatan dan barat pulau. Genera lainnya yaitu
Lobophora, Jompa (2002) mengemukakan bahwa jenis dari Lobophora yang paling
sering ditemukan di Kepulauan Spermonde adalah L. variegata.
Berdasarkan Posisi Pulau
Gerakan air berperanan penting di dalam memperbaiki kondisi pertukaran
zat hara dan menghindarkan pengendapan untuk menunjang pertumbuhan
(Aslan, 1998). Selain itu, arus mempengaruhi sebaran dan melekatnya spora
makro alga pada substrat.
Dari hasil uji statistik (Lampiran 5, Tabel 13) menunjukkan bahwa
penutupan makro alga berdasarkan posisi pulau terdapat perbedaan yang nyata
(p≤0,05). Gambar 13 memperlihatkan perbandingan penutupan makro alga
berdasarkan posisi pulau. Total penutupan pada posisi leeward (59,43 %) lebih
besar jika dibandingkan dengan posisi winward (55,02 %).
59.4355.02
0
10
20
30
40
50
60
70
Winward Leeward
Posisi
Penu
tupa
n (%
)
b a
Gambar 13. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-posisi pulau (p≤0,05)
Hal ini membuktikan bahwa perbedaan penutupan makro alga bentik antar-
lokasi pengamatan tidak lepas dari gerakan air pada masing-masing lokasi,
kemungkinan diakibatkan kekuatan gerakan air yang mempengaruhi melekatnya
spora pada substratnya. Walaupun sirkulasi air di posisi leeward lebih lemah
dibandingkan posisi winward, namun gerakan air di posisi tersebut masih cukup
baik untuk transpor nutrien.
61.46 62.07 57.31 60.57
45.5555.11
0
10
20
30
40
50
60
70
Winward Leeward Winward Leeward Winward Leeward
Kayangan Samalona Barranglompo
Stasiun
Penu
tupa
n (%
)
aa aa b
a
Gambar 14. Penutupan makro alga pada kolektor setiap stasiun
Gambar 14 menunjukkan penutupan makro alga pada kolektor posisi
winward dan leeward di Pulau Kayangan dan Samalona tidak berbeda yang nyata
(p≥0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan posisi pada pulau tersebut memiliki
kondisi lingkungan yang tidak jauh berbeda. Sedangkan di Pulau Barranglompo,
posisi winward dan leeward menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0,05). Aktivitas
masyarakat yang lebih tinggi di sebelah barat Pulau Barranglompo mengakibatkan
pasokan nutrien pada posisi leeward lebih tinggi dibandingkan posisi winward,
sehingga penutupan makro alga pada kolektor posisi leeward menjadi lebih tinggi.
Berbeda halnya dengan penutupan makro alga pada kolektor antar-posisi
pulau, komposisi jenis di posisi winward lebih banyak yaitu 18 genera dibandingkan
dengan leeward sebanyak 16 genera (Gambar 15). Menurut Bulleri (2005),
kebanyakan spora alga bersifat planktonis sehingga gerakan dan sebarannya
dipengaruhi pola dan sifat gerakan air.
1816
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Winward Leeward
Posisi
Gen
era
Gambar 15. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-posisi pulau
Perbedaan genera antar-posisi pulau, di daerah winward terdapat Bryopsis,
Halimeda dan Sargassum, sedangkan di daerah leeward rekrut Caulerpa
(Gambar 16). Hal ini diduga berkaitan dengan cara alga bentik melekatkan dirinya
pada substrat.
0 2 4 6 8 10
Acanthophora
Amphiroa
Bryopsis
Caulerpa
Chlorodesmis
Cladophora
Dictyota
Enteromorpha
Eucheuma
Halimeda
Hildenbrandia
Lobophora
Padina
Peyssonnelia
Polyshiponia
Ralfsia
Sargassum
Spermothamnion
Sphacelaria
Gen
era
Penutupan (%)
12
Winward Leeward
Gambar 16. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-posisi pulau
Genera Bryopsis, Halimeda dan Sargassum kemungkinan mempunyai sifat
dan karakteristik spora yang berbeda dengan alga yang berada di perairan tenang.
Aslan (1998) mengemukakan spora alga yang tumbuh di perairan yang selalu
berombak dan berarus kuat, umumnya bersifat cepat tenggelam dan mempunyai
kemampuan menempel yang kuat dan cepat pada substrat.
Berdasarkan Waktu Penelitian
Hasil analisis ragam (Tabel 14) memperlihatkan terdapat perbedaan yang
nyata penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian (p≤0,05).
Kemudian uji lanjut menunjukkan bulan September – November berbeda nyata
dengan ketiga waktu penelitian lainnya, sedangkan bulan Maret – Mei, Mei – Juli
dan Juli – September tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 15).
Dari Gambar 17 dapat dilihat perbandingan penutupan rata-rata makro alga
selama waktu penelitian. Bulan September – November adalah penutupan tertinggi
sebesar 62,74 %, sedangkan penutupan terendah adalah bulan Mei – Juli sebesar
sebesar 53,28 %.
62.7457.6854.0954.4
0
10
20
30
40
50
60
70
Maret - Mei Mei - Juli Juli - September September -November
Bulan
Penu
tupa
n (%
)
b ab a a
Gambar 17. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-bulan (p≤0,05)
Hal ini diduga berhubungan erat dengan perbedaan kadar nitrat dan fosfat
antar-bulan penelitian, di mana didapatkan kadar tertinggi pada bulan November
dan terendah pada bulan Juli (Lampiran 3, Tabel 10). Tingginya kadar nitrat dan
fosfat dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi.
Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan
nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan (Belliveau dan
Paul, 2002). Di lokasi penelitian, sumber nutrien dapat berasal dari kegiatan
industri dan domestik, baik dari daratan utama Makassar maupun masing-masing
pulau.
57.61 57.19 62.1470.11
55.81 53.7860.84 65.33
49.64 48.87 50.04 52.77
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Mar-Mei Mei-Jul Jul-Sept Sept-Nov Mar-Mei Mei-Jul Jul-Sept Sept-Nov Mar-Mei Mei-Jul Jul-Sept Sept-Nov
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau & Bulan
Pen
utup
an (%
)
b b ab ab a a a a aa a a
Gambar 18. Penutupan makro alga pada kolektor setiap pulau selama penelitian
Gambar 18 menunjukkan penutupan makro alga pada kolektor di Pulau
Kayangan dan Samalona antar-waktu penelitian berbeda nyata (p≤0,05).
Distribusinya sama dengan pola umum penutupan makro alga pada kolektor
berdasarkan waktu penelitian (Gambar 17). Sedangkan di Pulau Barranglompo,
penutupan makro alga pada kolektor tidak berbeda nyata antar-waktu penelitian
(p≥0,05). Hal ini kemungkinan dikarenakan pasokan nutrien di perairan Pulau
Barranglompo tidak jauh berbeda antar-waktu tersebut.
Tingginya kadar nutrien pada periode terakhir penelitian di setiap stasiun
dapat pula dipengaruhi adanya proses upwelling di Selat Makassar. Berdasarkan
penelitian Mulyadi (2007), proses tersebut biasa terjadi pada bulan peralihan kedua
(September – November).
Upwelling adalah proses sirkulasi massa air secara vertikal ke atas.
Gerakan naik ini membawa serta perairan bawah yang kaya nutrien. Tingginya
kadar hara, terutama nitrat dan fosfat, di permukaan dipadukan dengan intensitas
cahaya matahari yang tinggi, akan memacu laju fotosintesis (Mulyadi, 2007).
14 13
17 17
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Maret - Mei Mei - Juli Juli - September September -November
Bulan
Gen
era
Gambar 19. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-bulan
Dari hasil penelitian, komposisi jenis makro alga yang paling banyak
ditemukan pada bulan Juli – September dan September – November yaitu
17 genera. Sedangkan komposisi jenis terendah makro alga yang rekrut ditemukan
pada bulan Mei – Juli sebanyak 13 genera (Gambar 19).
0 2 4 6 8 10 12
Acanthophora
Amphiroa
Bryopsis
Caulerpa
Chlorodesmis
Cladophora
Dictyota
Enteromorpha
Eucheuma
Halimeda
Hildenbrandia
Lobophora
Padina
Peyssonnelia
Polyshiponia
Ralfsia
Sargassum
Spermothamnion
Sphacelaria
Gen
era
Penutupan (%)
14
Maret - Mei Mei - Juli Juli - September September - November Gambar 20. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-bulan
Walaupun produksi spora pada makro alga dapat dipengaruhi oleh musim
(Aslan,1998), namun pada penelitian ini tidak menunjukkan banyak perbedaan
komposisi jenis antar-bulan penelitian. Kecuali genera Bryopsis dan Halimeda yang
hanya rekrut di bulan Maret – Mei (Gambar 20).
Komposisi jenis makro alga juga kemungkinan berhubungan dengan kadar
nirat dan fosfat pada perairan. Selain itu, tingkat kekeruhan mempunyai kontribusi
cukup besar untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan,
di mana tingkat turbiditas tertinggi ditemukan pada bulan Juli dan terendah bulan
November (Lampiran 3, Tabel 10).
Penelitian Bellgrove et al. (2004) menemukan rekrutmen kebanyakan jenis
tertinggi terjadi bulan April – Agustus, kemudian bulan Oktober di mana distribusi
temporal lebih spesifik per jenis. Berbeda halnya dengan yang ditemukan Jernakoff
(1985) dalam Bellgrove et al. (2004), rekrutmen makro alga tercepat pada musim
panas dan terlambat musim gugur.
Bagaimanapun juga, penelitian yang sudah ada tidak mempunyai
pengulangan antar-musim atau antar-tahun, sehingga belum menunjukkan adanya
pola antar-musim, tetapi lebih menjelaskan distribusi temporal dalam tahun yang
sama (Bellgrove et al., 2004).
Berdasarkan Dimensi Kolektor
Jika dibandingkan penutupan makro alga antar-dimensi kolektor, analisis
ragam (Lampiran 7, Tabel 16) menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0,05).
Penutupan rata-rata makro alga tertinggi pada Pulau Kayangan, Samalona dan
Barranglompo selama penelitian adalah dimensi atas sebesar 60,72 %, sedangkan
besar penutupan dimensi samping yaitu 53,72 % (Gambar 21).
53.7360.72
0
10
20
30
40
50
60
70
Atas Samping
Dimensi
Penu
tupa
n (%
)
ab
Gambar 21. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-dimensi (p≤0,05)
Penutupan makro alga pada dimensi kolektor setiap pulau disajikan pada
Gambar 22. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara dimensi
atas dan samping, baik di Pulau Kayangan, Samalona maupun Barranglompo
(p≤0,05).
43.9838.37 41.50
37.09 35.9231.18
0
510
1520
25
3035
4045
50
Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau & Dimensi
Penu
tupa
n (%
)
a ab b a b
Gambar 22. Penutupan makro alga pada dimensi kolektor setiap pulau
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian rekrutmen sebelumnya, di
mana pada kolektor dimensi atas lebih banyak ditemukan makro alga, jika
dibandingkan dengan dimensi samping. Sedangkan di dimensi bawah, sangat
jarang ditemukan makro alga, sehingga pada dimensi tersebut lebih didominasi oleh
biotik lain, misalnya karang keras, sponge, hewan bercangkang dan organisme
bentik lainnya (Ismail, 2002; Rata, 2003; PPTK, 2006.c).
Adanya perbedaan penutupan makro alga antar-dimensi kemungkinan
disebabkan posisi keterbukaan dimensi kolektor terhadap cahaya matahari,
sehingga akan berdampak bagi proses fotosintesis alga. Menurut Darley (1982),
mutu dan kuantitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan pertumbuhan
makro alga.
17 18
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Atas Samping
Dimensi
Gen
era
Gambar 23. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-dimensi
Berdasarkan Gambar 23, nampak bahwa jumlah genera makro alga yang
rekrut pada kolektor antar-dimensi tidak jauh berbeda, yaitu 17 genera pada
dimensi atas dan 18 genera pada dimensi samping.
Dari hasil penelitian ditemukan banyak kesamaan genera yang rekrut pada
dimensi atas dan samping. Perbedaan genera antar-dimensi kolektor yaitu pada
dimensi atas ditemukan Acanthophora, sedangkan pada dimensi samping
ditemukan Bryopsis dan Caulerpa. Namun penutupan genera-genera tersebut pada
kolektor sangat kecil (Gambar 24).
Adapun perbedaan komposisi jenis antara dimensi atas dan samping
adalah dimensi samping lebih didominasi oleh genera yang pertumbuhan talus
berkerak dan menjalar, yang biasanya melekat kuat mengikuti topografi substrat.
Sedangkan dimensi atas, genera yang memiliki talus tegak juga cukup
mendominasi, misalnya genera Polyshiponia dengan penutupan 4,53 %
(Gambar 24). Hal ini kemungkinan dikarenakan kemampuan menempel yang tidak
kuat pada kolektor dimensi samping.
0 2 4 6 8 10 12 14
Acanthophora
Amphiroa
Bryopsis
Caulerpa
Chlorodesmis
Cladophora
Dictyota
Enteromorpha
Eucheuma
Halimeda
Hildenbrandia
Lobophora
Padina
Peyssonnelia
Polyshiponia
Ralfsia
Sargassum
Spermothamnion
Sphacelaria
Gen
era
Penutupan (%)
Atas Samping
Gambar 24. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-dimensi
Selain itu, beberapa makro alga dari kelas Rhodophyceae memiliki
penutupan lebih tinggi pada dimensi samping dibandingkan dimensi atas.
Sedangkan dimensi atas lebih didominasi oleh makro alga dari kelas
Chlorophyceae dan Phaeophyceae. Fenomena ini diduga diakibatkan perbedaan
kebutuhan cahaya oleh masing-masing kelas.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian rekrutmen makro alga di Pulau Kayangan,
Samalona dan Barranglompo, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Makro alga yang rekrut terdiri atas 13 ordo, 15 famili dan 19 genera, dengan
penutupan rata-rata tertinggi terdiri atas enam genera, yaitu Peyssonnelia
(9,39 %), Ralfsia (9,19 %), Cladophora (8,44 %), Spermothamnion (7,26 %),
Hildenbrandia (6,89 %) dan Polyshiponia (3,28 %).
2. Tipe makro alga yang mendominasi pada kolektor adalah encrusting calcareous
algae dan turf algae.
3. Pasokan nutrien dari daratan utama Makassar menyebabkan penutupan makro
alga pada kolektor tertinggi ditemukan di Pulau Kayangan (62,37 %) dan
terendah di Pulau Barranglompo (50,33 %).
4. Gerakan arus menyebabkan penutupan makro alga pada kolektor di posisi
leeward (59,43 %) lebih besar jika dibandingkan dengan posisi winward
(55,02 %), sedangkan komposisi jenis posisi winward (18 genera) lebih banyak
dibandingkan posisi leeward (16 genera).
5. Kadar nutrien dan tingkat kekeruhan menyebabkan penutupan makro alga
tertinggi terjadi pada bulan September – November (62,74 %) dan yang
terendah pada bulan Mei – Juli (54,09 %), komposisi jenis juga ditemukan
tertinggi pada bulan September – November (17 genera) dan yang terendah
pada bulan Mei – Juli (13 genera).
6. Posisi keterbukaan kolektor terhadap cahaya matahari mengakibatkan
penutupan makro alga pada dimensi atas (60,72 %) lebih tinggi dibandingkan
dimensi samping (53,73 %).
Saran
1. Untuk menyempurnakan hasil penelitian ini, diperlukan suatu studi mengenai
kelimpahan dan komposisi hewan herbivora di stasiun penelitian.
2. Perlu dilakukan metode percobaan yang mengarah kepada rekrutmen makro
alga, misalnya dengan penggunaan jenis substrat buatan lain.
3. Perlu diadakan penelitian tentang kompetisi ruang antara makro alga dengan
karang keras, sponge, hewan bercangkang dan organisme bentik lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L., 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo dan R. Satari, 1996. Pengenalan Jenis-Jenis
Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. Bellgrove, A., M. N. Clayton dan G. P. Quinn, , 2004. An integrated study of the
temporal and spatial variation in the supply of propagules, recruitment and assemblages of intertidal macroalgae on a wave-exposed rocky coast, Victoria, Australia. Elsevier. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 310 (2004) 207 – 225.
Belliveau, S. A. dan V. J. Paul, 2002. Effects of herbivory and nutrients on the early
colonization of crustose coralline and fleshy algae. Marine Ecology Progress Series. Vol. 232: 105 – 114.
Bobadilla, M. dan B. Santelices, 2005. Variations in the dispersal curves of
macroalgal propagules from a source. Elsevier. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 327 (2005) 47 – 57.
Bulleri, F., 2005. Role of recruitment in causing differences between intertidal
assemblages on seawalls and rocky shores. Marine Ecology Progress Series. Vol. 287 : 53 – 65, 2005.
Cribb, A. B., 1984. The Algae of the Great Barrier Reefs. Kingswood Press.
Underwood. Queensland. Australia. Cribb, A. B., 1996. Seaweeds of Queensland A Naturalists Guide; The Queensland
Naturalists Club Handbook No. 2. Kingswood Press. Underwood, Queensland. Australia.
Darley, W. M., 1982. Algal Biology : A Physiological Approach. Blackwell Scientific
Publications. Edinburgh Boston Melbourne. Australia. Dawes, C. J., 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. New York. English, S., C. Wilkinson dan V. Baker, 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Australia. Hay, M. E., 1981. The functional morphology of turf-forming seaweeds : persistence
in stressful marine habitats. Ecology. 62 (3). pp. 739 – 750. Hutagalung, H. P., D. Setiapermana dan S. H. Riyono, 1997. Metode Analisis Air
Laut, Sedimen dan Biota, Buku 2. P3O-LIPI. Jakarta. Ismail, 2002. Studi rekrutmen karang keras (skleraktinia) di daerah reef slope Pulau
Barrang Lompo Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jompa, J., 2002. Penilaian ekosistem Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Laporan Akhir Pusat Studi Terumbu Karang. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Lotze, H. K., B. Worm dan U. Sommer, 2000. Propagule banks, herbivory and
nutrient supply control population development and dominance patterns in macroalgal blooms. Oikos 89 : 46 – 58.
Littler, M. M., P. R. Taylor dan D. S. Littler, 1983. Algal Resistance to Herbivory on a
Caribbean Barrier Reef. Coral Reefs (1983) 2 : 111 – 118. Littler, M. M. dan D. S. Littler, 1984. Models of tropical reef biogenesis : the
contribution of algae. Progress in Phycological Research, Vol. 3. (Round/Chapman, eds.). Biopress Ltd.
Luning, K., 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography and Ecophysiology.
John Wiley and Sons. New York. McCook, L. J. dan I. R. Price, 1996. Macroalgal distributions on the Great Barrier
Reef : a review of patterns and causes. Proc. The Great Barrier Reef : Science, Use and Management, A Nat. Conf, Vol. 2 : 37 – 46, GBRMPA, Townsville.
McCook, L. J., 2000. Competition betwen coral and algal turfs along a gradient of
terrestrial influence in the nearshore central Great Barrier Reefs. Townsville. Queensland. Australia.
Mulyadi, 2007. Mencari lokasi upwelling dengan bio-indikator kopepoda. Puslit
Biologi-LIPI. Jakarta. Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. Octaviani, D., 2002. Distribusi spasial makro alga di perairan Kepulauan
Spermonde. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Peckol, P., 1983. Seasonal physiological responses of two brown seaweed species
from a North Carolina continental shelf habitat. Elsevier. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Vol. 72, pp. 147 – 155.
Price, I. R. dan F. J. Scott, 1992. The Turf Algal Flora of the Great Barrier Reef ;
Part I. Rhodophyta. James Cook University. Townsville. Australia. Price, I. R., L. J. McCook, G. Diaz-Pulido dan J. Jompa, 2006. An Introductory
Guide to Identifying Common Turf Algae of the Great Barrier Reef Region. James Cook University. Townsville. Australia.
Pusat Penelitian Terumbu Karang (PPTK), 2006.a. Laporan kondisi terumbu karang
Pulau Samalona Makassar. Laporan Pusat Penelitian Terumbu Karang. Makassar.
Pusat Penelitian Terumbu Karang (PPTK), 2006.b. Metode pengambilan dan analisis data transek permanen terumbu karang pada beberapa lokasi di perairan Kepulauan Spermonde. Laporan Pusat Penelitian Terumbu Karang. Makassar.
Pusat Penelitian Terumbu Karang (PPTK), 2006.c. Metode penempatan dan
analisis plat rekrut (makro alga, sponge dan karang keras) pada beberapa lokasi di perairan Kepulauan Spermonde. Laporan Pusat Penelitian Terumbu Karang. Makassar.
Puren, H. H., W. Moka, A. Tuwo dan A. A. A. Husain, 2001. Kondisi terumbu karang
di Pulau Kayangan, Barrang Lompo dan Kapoposang, Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Torani. Vol. 11 (2) Desember 2001 : 73 – 78.
Raffaelli, D. G., J. A. Raven dan L. J. Poole, 1998. Ecological impact of green
macroalgal blooms. Oceanography and Marine Biology : an Annual Review 1998, 36, 97 – 125.
Rata, S., 2003. Rekrutmen karang batu (Skleraktinia) pada mintakat reef flat dan
reef slope di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana, 2001. Biologi Laut : Ilmu Tentang Biota Laut.
Djambatan. Jakarta. Safii, L. O., 2004. Studi ekologi makro algae di daerah reef-top perairan Pulau
Barrang Lompo Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Soegiarto, A., Sulistijo, W. S. Atmadja dan H. Mubarak, 1978. Rumput Laut (Algae);
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Jakarta.
Sumich, J., 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life. WMC Brown.
Dubuque. Iowa. Sze, P., 1993. A Biology of Algae. Wm. C. Brown Publishers. Dubuque. Iowa. Umar, M. J., L. J. McCook dan I. R. Price, 1998. Effects of sediment deposition on
the seaweed Sargassum on a fringing coral reef. Coral Reefs (1998) 17 : 169 – 177.
L A M P I R A N
Lampiran 1. Makro alga yang rekrut pada kolektor
1 mm
Gambar 25. Acanthophora
1 mm
Gambar 26. Caulerpa
1 mm
Gambar 27. Cladophora
1 mm
Gambar 28. Eucheuma
1 mm
Gambar 29. Padina
Polyshiponia
1 mm Sargassum
Gambar 30. Sargassum dan Polyshiponia
Lampiran 2. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di setiap stasiun
Tabel 4. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Kayangan
Penutupan (%)
Maret – Mei Mei – Juli Juli – September September – November Genus
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping Amphiroa 10.5 5.06 2.93 0 2.25 1.13 3.15 3.56
Chlorodesmis 3.23 3.38 0 0 2.93 4.69 6.45 10.5 Cladophora 0 0 10.95 8.63 7.95 5.06 1.8 0
Dictyota 0 0 8.03 3 6.23 2.63 4.05 3.55 Enteromorpha 2.1 1.5 0 0 0 0 0 0
Eucheuma 0 0 0 0 2.03 4.13 3.68 5.63 Hildenbrandia 11.25 12.19 3.15 16.13 2.85 9.19 2.93 3.36
Lobophora 0.6 2.06 0 0 0 0 0 0 Padina 0 0 0.6 0 0.15 0 0 0
Peyssonnelia 5.62 8.81 6.04 22.88 4.58 13.31 1.43 10.68 Polyshiponia 0.6 0 3.6 0 9.9 8.81 16.28 13.68
Ralfsia 17.53 20.44 0 0 6.41 5.06 12.71 10.5 Sargassum 6.23 0 13.2 0 9.15 2.06 11.93 4.3
Spermothamnion 2.7 0.75 7.65 4.5 6.3 3.56 3.3 0 Sphacelaria 0 0 2.55 0 3.26 0.38 4.2 1.69
Tabel 5. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Kayangan
Penutupan (%)
Maret – Mei Mei – Juli Juli – September September – November Genus
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping Amphiroa 13.88 8.53 1.88 2.63 1.35 1.88 1.88 4.88
Cladophora 0 0 33.75 24.56 18.15 15 6.23 0 Dictyota 0 0 0 0 2.63 3.94 4.05 6.75
Eucheuma 0 0 0 0 2.7 6 5.03 12.75 Hildenbrandia 11.63 10.88 1.88 2.25 0.68 1.45 0 0
Padina 0 0 3.9 0 4.2 4.5 5.775 7.5 Peyssonnelia 24.75 19.13 8.81 14.81 8.10 11.25 12.08 15.19 Polyshiponia 0 0 0 0 11.25 5.06 19.95 9.56
Ralfsia 0 0 0 0 4.95 7.69 8.78 11.44 Spermothamnion 22.8 4.31 12.98 7.5 7.28 4.31 5.7 0
Sphacelaria 0 0 0 0 2.25 0 3.6 0
Tabel 6. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Samalona
Penutupan (%)
Maret – Mei Mei – Juli Juli – September September – November Genus
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping Acanthophora 0 0 0 0 0.15 0 1.5 0
Amphiroa 3 2.25 2.25 1.5 3.3 5.63 4.13 8.63 Chlorodesmis 7.69 3 0 0 0 0 0 0 Cladophora 13.95 6.38 17.25 7.13 15.3 8.91 11.48 10.13
Dictyota 0 0.75 0 0 0 0 0 0 Eucheuma 0 0 0 0 4.2 4.13 6.75 6.38
Hildenbrandia 7.54 8.81 4.88 11.63 4.8 9.94 5.63 5.44 Lobophora 1.5 4.88 0 0 0.75 0.75 1.2 3.38
Peyssonnelia 1.88 2.25 3 12.75 6.45 10.88 7.66 9.38 Polyshiponia 5.44 0 1.13 0 0.6 0 0 0
Ralfsia 11.25 13.31 16.88 6.38 14.85 6.94 10.8 5.63 Sargassum 0 0 0 0 0.98 0 1.69 0
Spermothamnion 9.19 8.06 9.38 9.75 11.33 11.06 11.55 11.25
Tabel 7. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Samalona
Penutupan (%)
Maret – Mei Mei – Juli Juli – September September – November Genus
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping Amphiroa 4.09 0 0 0 1.88 0 2.93 0
Chlorodesmis 5.7 4.5 0 0 5.03 3 7.95 5.25 Cladophora 2.1 1.88 6.08 7.69 4.2 8.91 4.43 10.13
Dictyota 0 0 0 3 0.56 2.63 1.73 0 Eucheuma 0 0 0 0 5.29 1.88 8.18 3.38
Hildenbrandia 20.81 16.13 6.75 6.75 6.15 7.13 6.68 10.88 Lobophora 1.8 3.38 0 0 0 3.33 0 6.38
Peyssonnelia 12.11 16.31 6 11.81 4.05 12.66 5.33 12.94 Polyshiponia 0 0 0 0 3.53 0 6.6 0
Ralfsia 7.8 6.75 34.5 12.75 19.95 11.16 8.4 11.06 Spermothamnion 7.65 1.13 7.5 8.44 9.75 8.25 13.99 8.44
Sphacelaria 0 0 0 0 3.15 0 4.13 0
Tabel 8. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Barranglompo
Penutupan (%)
Maret – Mei Mei – Juli Juli – September September – November Genus
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping Amphiroa 0 0 2.4 2.63 1.05 1.88 1.2 0 Bryopsis 0 0.38 0 0 0 0 0 0
Chlorodesmis 4.91 1.13 5.85 0 4.95 1.5 4.13 0.75 Cladophora 15.53 9 11.25 2.25 7.13 2.81 4.31 4.88
Dictyota 0 0 1.5 3 2.85 2.34 4.05 2.25 Enteromorpha 0 0 0 0 0.98 0 1.5 0
Eucheuma 0 0 0 0 1.8 1.88 2.7 4.88 Halimeda 2.25 0.38 0 0 0 0 0 0
Hildenbrandia 4.28 4.03 9 11.63 4.5 6.56 0 0 Lobophora 0 3 0 1.31 0 1.13 0 1.41
Peyssonnelia 5.74 7.03 1.8 16.5 5.18 10.22 7.31 11.25 Polyshiponia 2.93 0 0 0 4.88 1.97 7.13 4.83
Ralfsia 8.03 4.69 2.85 2.44 7.76 7.69 11.81 11.81 Spermothamnion 8.96 8.44 10.5 5.06 6.26 4.59 2.31 2.06
Sphacelaria 0 0 0 0 1.05 0.38 1.5 0.38
Tabel 9. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Barranglompo
Penutupan (%)
Maret – Mei Mei – Juli Juli – September September – November Genus
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping Amphiroa 0 0 0 0 0 1.13 0 1.5 Caulerpa 0 0 0 0 0 1.5 0 3
Chlorodesmis 6.38 0 7.2 0 4.8 3.38 4.05 6.75 Cladophora 16.73 6.09 10.95 9.56 10.58 8.06 10.88 7.13
Dictyota 0 0 0 0 1.2 1.31 1.2 3 Enteromorpha 0 0 0 0 1.2 0 1.73 0
Eucheuma 0 0 0 0 1.58 2.06 2.21 3.94 Hildenbrandia 6.6 6 6 7.31 9.15 6.94 10.35 8.81
Lobophora 0 0 0 0 1.28 2.91 1.95 5.06 Peyssonnelia 7.5 12.75 6.53 15.75 3 10.69 0 6.75 Polyshiponia 0 0 0 0 6.43 1.5 8.61 3.38
Ralfsia 16.35 9 13.35 7.5 11.7 6.75 11.06 4.31 Spermothamnion 14.1 6.38 10.13 11.25 1.46 7.41 4.28 5.06
Sphacelaria 0 0 0 0 2.85 0 3.68 0
Lampiran 3. Parameter oseanografi setiap stasiun selama penelitian
Tabel 10. Parameter oseanografi setiap stasiun selama penelitian
Parameter Bulan Winward Kayangan
Leeward Kayangan
Winward Samalona
Leeward Samalona
Winward Barranglompo
Leeward Barranglompo
Rata- Rata
Mei 30 30 32 31 31 31 30.83 Juli 28 29 29 29 29 28 28.67
September 30 29 30 30 31 29 29.83 November 31 30 31 31 32 30 30.83
Suhu (ºC)
Rata-Rata 29.63 30.38 30.13
Mei 28 29 30 30 30 29 29.33 Juli 29 32 31 30 31 28 30.17
September 28 31 31 30 31 30 30.17 November 28 31 31 32 28 30 30
Salinitas (‰)
Rata-Rata 29.5 30.63 29.63
Mei 0.042 0.045 0.125 0.167 0.056 0.042 0.08 Juli 0.056 0.042 0.042 0.071 0.111 0.05 0.06
September 0.053 0.038 0.083 0.045 0.091 0.077 0.06 November 0.05 0.034 0.091 0.043 0.077 0.1 0.07
Arus (m/s)
Rata-Rata 0.04 0.08 0.08 Mei 320 215 355 330 5 310 Juli 340 260 350 340 45 290
September 340 240 340 230 50 270 Arah (º)
November 350 220 340 120 60 250 Mei 3 3 3 4 3 3 Juli 3 3 3 4 3 3
September 3 3 3 4 3 3 Kedalaman
(m)
November 2 2 2 4 3 3
Mei 0.71 0.66 0.87 0.38 0.15 0.29 0.51 Juli 0.67 0.82 0.41 0.9 0.39 0.53 0.62
September 0.6 0.67 0.69 0.54 0.38 0.44 0.55 November 0.47 0.38 0.27 0.61 0.35 0.25 0.39
Kekeruhan (NTU)
Rata-Rata 0.62 0.58 0.35 Mei 0.323 0.99 0.317 0.289 0.157 0.322 0.4 Juli 0.194 0.468 0.441 0.143 0.134 0.16 0.26
September 0.962 0.483 0.45 0.864 0.259 0.433 0.58 November 0.97 1.171 0.776 0.873 0.321 0.569 0.78
Nitrat (NO3) (ppm)
Rata-Rata 0.7 0.52 0.29 Mei 0.428 0.354 0.672 0.422 0.173 0.212 0.38 Juli 0.27 0.296 0.27 0.243 0.233 0.303 0.27
September 0.624 0.289 0.281 0.509 0.245 0.336 0.38 November 0.634 1.229 0.288 0.518 0.269 0.403 0.56
Fosfat (PO4) (ppm)
Rata-Rata 0.52 0.4 0.27
Lampiran 4. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau
Tabel 11. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak
pulau
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6168.138 2 3084.069 23.006 .000Within Groups 31771.287 237 134.056 Total 37939.425 239
Tabel 12. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau
95% Confidence Interval
(I) Pulau
(J) Pulau
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Samalona 3.39358 1.83068 .195 -1.0204 7.8075Kayangan Barranglompo 12.04161(*) 1.83068 .000 7.6277 16.4556
Kayangan -3.39358 1.83068 .195 -7.8075 1.0204Samalona Barranglompo 8.64803(*) 1.83068 .000 4.2341 13.0620
Kayangan -12.04161(*) 1.83068 .000 -16.4556 -7.6277Barranglompo Samalona -8.64803(*) 1.83068 .000 -13.0620 -4.2341
* The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 5. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan posisi pulau
Tabel 13. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan posisi pulau
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1168.091 1 1168.091 7.560 .006Within Groups 36771.334 238 154.501 Total 37939.425 239
Lampiran 6. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian
Tabel 14. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu
penelitian
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2901.402 3 967.134 6.514 .000Within Groups 35038.023 236 148.466 Total 37939.425 239
Tabel 15. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian
95% Confidence
Interval (I) Bulan
(J) Bulan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Mei – Juli .30823 2.22461 1.000 -5.6107 6.2272Juli – September -3.27310 2.22461 .855 -9.1921 2.6459
Maret – Mei September –
November -8.33482(*) 2.22461 .001 -14.2538 -2.4159
Maret – Mei -.30823 2.22461 1.000 -6.2272 5.6107Juli – September -3.58133 2.22461 .653 -9.5003 2.3376
Mei – Juli September –
November -8.64305(*) 2.22461 .001 -14.5620 -2.7241
Maret – Mei 3.27310 2.22461 .855 -2.6459 9.1921Mei – Juli 3.58133 2.22461 .653 -2.3376 9.5003
Juli – September September –
November -5.06172 2.22461 .143 -10.9807 .8573
Maret – Mei 8.33482(*) 2.22461 .001 2.4159 14.2538Mei – Juli 8.64305(*) 2.22461 .001 2.7241 14.5620
September – November
Juli – September 5.06172 2.22461 .143 -.8573 10.9807
* The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 7. Uji statistik penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan dimensi kolektor
Tabel 16. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan
dimensi kolektor
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2934.967 1 2934.967 19.955 .000Within Groups 35004.458 238 147.078 Total 37939.425 239