Upload
pindai-media
View
109
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
100 Hari Jokowi di Mata Media
Oleh:
Arif Akbar JP & Diaz Prasongko
Situsweb: pindai.org | Surel: [email protected]
Twitter: @pindaimedia | FB: facebook.com/pindai.org
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 2 | 13
100 Hari Jokowi di Mata Media
Arif Akbar JP, Diaz Prasongko*
Bagaimana media online memotret kebijakan-kebijakan Jokowi di periode awal
pemerintahannya?
Prolog
Terhitung sejak 20 Oktober 2014, Indonesia memiliki presiden baru: Joko Widodo atau yang akrab
dipanggil Jokowi. Pergantian jabatan kepresidenan ini menarik tidak hanya karena kebaruan sosok
yang menjabat, tapi juga latar belakang yang dimiliki. Jokowi bisa disebut sebagai presiden
pertama di Indonesia dengan latar belakang biasa-biasa saja. Layaknya rakyat kebanyakan. Ia
menembus sekat-sekat elite politik di Indonesia yang secara tradisi didominasi para petinggi partai
politik maupun militer. Merepresentasikan rakyat kebanyakan, Jokowi dipandang mampu
membawa harapan dan perubahan besar.
Perlu dicatat, harapan-harapan tersebut tidak hanya mewujud dalam ketertarikan personal kepada
Jokowi. Ada fenomena baru yang muncul dalam pemilihan umum kemarin. Sebutlah aksi saweran
dari masyarakat untuk dana kampanye Jokowi-JK. Selain itu yang fenomenal juga masifnya
kemunculan relawan nonpartai dari berbagai latar belakang yang membantu memenangkan
Jokowi. Keberadaan relawan nonpartai ini menjadi faktor menentukan dalam kemenangan Jokowi
apabila melihat bahwa koalisi partai politik pendukungnya kalah secara jumlah jika dibandingkan
dengan koalisi pendukung Prabowo.
Dalam fenomena politik yang baru ini, media memiliki peran yang sangat penting. Di era
personalisasi politik, peran media telah menggantikan fungsi tradisional partai politik. Sosok
seorang tokoh jauh lebih penting daripada partai politik yang ada di belakangnya. Di titik ini,
media memiliki peran dengan “membesarkan” nama Jokowi melalui rangkaian berita demi berita
sejak Jokowi menjadi walikota Solo, menjadi gubernur DKI Jakarta, ketika maju dalam
gelanggang pemilihan presiden, juga setelah resmi dilantik sebagai presiden Republik Indonesia.
Beberapa saat yang lalu, seratus hari sudah Jokowi memimpin negeri ini. Kebijakan-kebijakan
telah dibuat dan mulai dieksekusi. Tentu saja dalam dunia politik, tidak semua pihak sepakat atas
kebijakan yang diambil. Sepakat atau tidak sepakat, adalah sebuah kewajaran. Perbedaan pendapat
tersebut malah bisa berfungsi sebagai salah satu sarana check and balance dalam melihat kinerja
pemerintahan. Koreksi atau catatan atas seratus hari pemerintahan yang baru bertebaran di
berbagai media maupun ruang-ruang yang lain seperti yang dilakukan lembaga survei. Periode
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 3 | 13
awal 100 hari pemerintahan acapkali dipandang krusial karena menjadi semacam penanda akan
dibawa ke mana arah negeri ini di bawah kepemimpinan nasional yang baru.
Harapan masyarakat yang begitu tinggi tentu menjadi beban yang berat bagi Jokowi. Publik
berekspektasi tinggi. Namun, baru di seratus hari berlangsung, ekspektasi yang begitu tinggi ini
anjlok secara drastis. Sebuah lembaga survei melansir hasil survei terbarunya yang menyatakan
bahwa hanya 25% publik yang merasa puas terhadap pemerintahan Jokowi.i Padahal ia dipilih oleh
sekitar 53% dari seluruh pemilih.ii Artinya Jokowi kehilangan kepercayaan lebih dari separuh
pendukungnya sendiri.
Melihat tingkat kepuasan dan ekspektasi yang anjlok drastis tersebut, menarik untuk melihat
bagaimana peran media massa yang sebelumnya juga memiliki andil besar dalam “membesarkan”
nama Jokowi. Kuasa media tentu tidak sebatas untuk membesarkan semata. Ia juga bisa
mengerdilkan sesuatu yang tergantung pada konten dan pembingkaian informasi yang dilakukan
media.iii
Apalagi jika konten yang diberitakan terkait dengan permasalah politik yang konkret seperti
pemberitaan informasi politik mengenai isu-isu kebijakan-kebijakan. Ditambah, menurut
Ramsden,iv publik kebanyakan menyandarkan informasi politik mereka kepada media, dan
informasi tersebut mampu mempengaruhi persepsi publik. Maka media tidak mungkin dilepaskan
dalam melihat pergeseran tingkat kepercayaan publik kepada Jokowi.
Berdasar latar dan bangun argumen tersebut, tulisan ini ingin menyoroti tidak hanya bagaimana
Jokowi diberitakan oleh media massa tetapi juga melihat lebih dalam kepada media yang
memberitakan berbagai kebijakan di periode awal pemerintahan Kabinet Kerja. Hal-hal di luar itu
seperti personifikasi atas pemerintahan Jokowi dan menteri-menterinya tidak termasuk dalam
bahasan tulisan ini. Tulisan ini, mula-mula, bertujuan untuk menakar kualitas informasi media
massa dalam memberitakan isu-isu kebijakan seratus hari pemerintahan Jokowi.
Penelitian ini juga hanya membatasi pada pemberitaan yang ada di portal dalam jaringan (online)
saja. Portal dalam jaringan dipilih karena peneliti berasumsi, ia mampu merepresentasikan
kesinambungan dan dinamika isu-isu kebijakan dalam rentang waktu yang terbilang singkat.
Dengan begitu bisa dilihat detil dinamika serta penekanan atas suatu isu yang terjadi. Karena ingin
melihat konten pemberitaan dan dinamikanya, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis isi kuantitatif yang diajukan oleh Neuendorf.v
Pemilihan portal dalam jaringan dilakukan dengan mengajukan dua asumsi. Pertama, terkait
ranking vi dan content portal online. Dalam hal ranking portal online dipilih karena memiliki rata-
rata pengunjung yang tinggi serta masuk dalam top sites. Hal ini menjadi penting mengingat
semakin banyak pengunjung artinya semakin besar pula media itu memberikan pengaruh secara
luas. Sedangkan dari sisi content, portal berita termasuk penyedia informasi yang sering dibagikan
lewat media sosial. Kedua, dari sisi kepemilikan media itu sendirivii. Maksudnya, motivasi dan
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 4 | 13
kedekatan para pemilik media ini sangat berpengaruh pada informasi yang nantinya dihadirkan
dalam portal onlineviii. Dengan kata lain peneliti berasumsi media tersebut mewakili “media
pemerintah” dan “media oposisi”.
Setelah mengajukan dua asumsi dasar tersebut penelitian ini memilih empat portal dalam jaringan
sebagai obyek kajian. Keempat media itu adalah Kompas.com, Detik.com, Viva.co.id, dan
Republika.co.id. Dari sisi ranking Detik.com dan Kompas.com masuk di dalam sepuluh top sites
portal online di Indonesia. Sementara itu, dari sisi content keempat media tersebut termasuk
penyedia content yang sering dibagikan. Terakhir, peneliti menilai Kompas.com yang berada di
bawah bendera Kompas Gramedia Grup dan Detik.com di bawah Trans Corp pada pemilihan
presiden 2014, pemberitaanya bernada positif terhadap Jokowi. Sebaliknya Viva.co.id yang
dimiliki Bakrie & Brothers dan Republika.co.id milik Mahaka Media Grup pemberitaannya
bernada negatif terhadap Jokowi.
Jika dirangkum, dalam periode awal pemerintahan baru ini tercatat narasi-narasi besar dalam visi
pidato pelantikanix dan juga visi janji-janji kampanye Jokowix yang diturunkan menjadi kebijakan-
kebijakan. Pertama, ihwal fokus pada pembangunan yang berbasis kemaritiman. Kedua,
merombak kultur pemikiran, etos kerja dan pendidikan melalui revolusi mental. Ketiga,
pengadaaan jaminan sosial. Keempat, ketersediaan dan kemandirian energi, diwakili oleh
kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Kelima, meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
pelebaran celah fiskal dan pengondusifan iklim investasi. Keenam, penegakan hukum, diwakili
oleh isu pemilihan jaksa agung dan kepala Polri.
Masih ada beberapa bidang lagi yang tercantum dalam visi-misi Jokowi. Namun, penelitian ini
hanya akan fokus pada enam bidang yang telah disebutkan. Pasalnya enam bidang tersebutlah yang
paling santer dibincangkan. Selain itu, narasi dari visi tersebut juga sudah mewujud menjadi
kebijakan yang telah dilakukan.
Perspektif yang akan dipergunakan untuk melihat pemberitaan pemerintahan Jokowi atas keenam
isu kebijakan tersebut adalah political news journalism. Irisan penelitian antara bidang komunikasi
politik dan jurnalisme. Karena objek yang diteliti merupakan kelindan antara dua bidang tersebut.
Maka, secara substansi, teori yang akan dipergunakan adalah dari Barelson, Lazarfeld, dan
McPhee (1954) mengenai takaran kualitas isu kebijakan dalam informasi politik.xi Informasi
politik dinilai berdasarkan kriteria ada tidaknya: (1) pemaparan isu; (2) konteks; (3) relevansi; (4)
alternatif isu kebijakan; (5) konsekuensi kebijakan. Semakin lengkap unsur informasi politik yang
tedapat dalam berita, berarti semakin berkualitas informasi politik di dalam pemberitaannya.
Secara prosedur kerja-kerja jurnalistik, peneliti akan menggunakan salah satu elemen jurnalisme
yang diajukan oleh Kovach dan Rosenstiel, yakni verifikasi.xii Selain itu yang juga untuk
melengkapi analisis, juga akan dilihat newstone dan popularity dari pemberitaan yang ada.
Newstone digunakan untuk melihat keberpihakan media. Popularity untuk melihat isu mana yang
“disukai” publik.
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 5 | 13
Analisis
Dalam seratus hari sejak 20 Oktober 2014 hingga 28 Januari 2015, diperoleh 2745 item berita dari
keempat portal dalam jaringan. Perolehan berita tersebut didapat dari screening menggunakan
keyword berdasar turunan batasan penelitian ini. Keyword utamanya “jokowi” dengan sub-
keyword “jaksa agung, polri, Budi Gunawan, HM Prasetyo, revolusi mental, pendidikan, susi,
maritim, KKS, KIP, KIS, kartu sakti, investasi, investor, BBM”. Screening dilakukan di mesin
pencari masing-masing portal. Dari jumlah tersebut, kami lakukan sampling secara proportional
random dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% dan nilai kesalahan yang
dimungkinkan (sampling eror) 5%. Alhasil diperoleh sampel sejumlah 467 item.
Sebaran Isu Kebijakan
Riuh rendahnya wacana atas isu perencanaan dan pemberlakuan sebuah kebijakan adalah hal yang
lumrah dalam demokrasi. Ia menandakan bahwa setidaknya tidak ada dominasi otoritas yang
memaksakan sebuah kebijakan. Selain itu, ia juga menandakan pada hal apa yang menjadi
perhatian baik publik maupun elite politik dan pada bidang manakah kepentingan-kepentingan
saling beradu kuat.
Dari pidato pelantikan Jokowi, pemerintahan Kabinet Kerja akan fokus pada bidang maritim dan
melakukan revolusi mental sebagaimana janji-janji di masa kampanye. Meski demikian, di 100
hari pertama rezim Jokowi, dua isu tersebut kalah oleh isu hukum yang justru paling banyak
mendominasi (35,5%). Nuansa kepentingan politik baik yang sifatnya laten maupun eksplisit bisa
dengan mudah dibaca publik.
Perlu diketahui, hal yang termasuk dalam tema hukum hanya soal kebijakan pemilihan jaksa agung
dan Kapolri saja. Barangkali kontroversi yang menyelimuti keduanya yang menjadikan tema ini
laris “digoreng” media.
kompas.com21%
viva.co.id31%
detik.com28%
republika.co.id20%
SEBARAN SAMPEL
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 6 | 13
0 10 20 30 40
energi
hukum
maritim
revolusi mental
investasi
jaminan sosial
Isu Kebijakan (%)
22
.4
37
.8
15
.3
3.1
7.1
14
.3
20
.3
46
.9
11
.2
9.1
6.3
6.3
29
.5
23
.5
20
.5
6.1
10
.6
9.8
30
.9 33
.0
16
.0
3.2 5
.3
11
.7E N E R G I H U K U M M A R I T I M R E V O L U S I
M E N T A LI N V E S T A S I J A M I N A N
S O S I A L
SEBARAN ISU KEBIJAKAN (%)
kompas.com viva.co.id detik.com republika.co.id
0
5
10
15
20
20
.10
.14
23
.10
.14
26
.10
.14
29
.10
.14
01
.11
.14
04
.11
.14
07
.11
.14
10
.11
.14
13
.11
.14
16
.11
.14
19
.11
.14
22
.11
.14
26
.11
.14
29
.11
.14
02
.12
.14
05
.12
.14
08
.12
.14
11
.12
.14
14
.12
.14
18
.12
.14
23
.12
.14
30
.12
.14
02
.1.1
5
06
.1.1
5
09
.1.1
5
13
.1.1
5
16
.1.1
5
19
.1.1
5
22
.1.1
5
25
.1.1
5
28
.1.1
5DINAMIKA ISU KEBIJAKAN
energi hukum maritim revolusi mental investasi jaminan sosial
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 7 | 13
Isu-isu yang direncanakan dan digadang-gadang oleh pemerintahan sedari awal, nampaknya tidak
terlalu menjadi bahan yang seksi bagi media. Hanya pada awal masa pemerintahan isu-isu jaminan
sosial dan maritim diangkat. Isu revolusi mental lebih naas lagi. Ia paling tidak dilirik oleh media.
Sementara isu kebijakan investasi, mendapatkan momentumnya ketika awal pemerintah dibentuk.
Ada dua isu kebijakan yang mendapatkan perhatian media begitu tinggi. Pertama, isu energi yang
dioperasionalkan sebagai kebijakan terhadap BBM. Sejak era reformasi, isu BBM memang
menjadi bahan perbincangan yang menarik, terutama ketika harganya naik. Karena BBM adalah
hal yang bersentuhan dengan seluruh lapisan masyarakat, maka ia pun menjadi komoditas yang
potensial untuk ditunggangi baik itu kepentingan politik atau ekonomi. Kedua, kebijakan Jokowi
di bidang hukum. Isu kebijakan di bidang hukum ini yang paling lama bertahan menjadi
perbincangan. Ada dua kejadian penting di sini: pengangkatan Jaksa Agung HM Prasetyo, dan
pencalonan calon Kapolri Budi Gunawan.
Dari penekanan di setiap isu ini, bisa diketahui betapa rumit dan tumpang tindihnya julur-julur
kepentingan atas kebijakan Jokowi. Belum lagi kelindannya dengan media yang tidak mungkin
bisa bebas nilai. Viva.co.id adalah media yang paling banyak menaruh perhatian pada tema
hukum. Untuk tema investasi dan maritim, detik.com lah yang dominan. Kompas.com pada
jaminan sosial. Sementara republika.co.id banyak membahas isu-isu energi.
Alasan mengapa masing-masing media menitikberatkan pada isu-isu tertentu, tidak menjadi
bahasan dalam tulisan ini. Hanya saja, publik perlu tahu bahwa kepemilikan media merupakan
keniscayaan ikut memengaruhi setiap kebijakan media. Dengan dasar ini publik harus bersikap
kritis terhadap pemberitaan media.
Selain karena kepentingan, intensitas pemberitaan media massa juga karena mendapatkan
momentum. Bisa dikatakan media hanya merespon atas tindakan-tindakan yang dilakukan
pemerintah. Baru setelah itu diputuskan untuk membesarkan atau mengecilkan porsi isunya. Isu
kebijakan yang paling banyak diberitakan pada sekali kejadian waktu (peak) adalah isu energi. Hal
ini terjadi ketika pemerintah menaikan harga BBM pada 18 November 2014. Menariknya, ketika
pada 1 Januari 2015 harga BBM diturunkan, pemberitaan di media relatif sepi.
Nada Pemberitaan (Newstone)
Newstone merupakan nada pemberitaan yang menunjukan penilaian berita terhadap sebuah
peristiwa atau realitas tertentu. Karena itu, newstone bisa dipergunakan sebagai indikator awal
untuk menunjukkan keberpihakan suatu media. Dalam hal ini tentunya mendukung atau tidaknya
terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi.
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 8 | 13
Secara umum, pemberitaan atas isu kebijakan Jokowi bersifat negatif. Memang benar, dominasi
newstone pemberitaan adalah netral. Namun, netral merupakan sikap tengah yang bisa diartikan
tidak peduli atau bersifat kritis terhadap kebijakan yang dilakukan. Artinya, sikap netral bisa
dimaknai cenderung lebih mengarah pada sikap negatif.
Institusi yang persentase pemberitaanya lebih ke arah negatif adalah viva.co.id kemudian disusul
republika.co.id. Sebaliknya, detik.com pemberitaanya dominan bernada positif. Kemudian disusul
oleh kompas.com. Hasil analisis atas newstone ini menguatkan asumsi yang digunakan peneliti di
awal ketika memilih institusi media yang diteliti. Secara tekstual konten pemberitaan bisa
dikatakan viva.co.id dan republika.co.id tidak mendukung kebijakan-kebijakan pemerintahan
Jokowi. Sementara detik.com dan kompas.com sebaliknya.
negatif34%
netral39%
positif27%
NEWSTONE
21
.4%
46
.9%
23
.5%
43
.6%
41
.8%
46
.2%
25
.0%
42
.6%
36
.7%
7.0
%
51
.5%
13
.8%
K O M P A S . C O M V I V A . C O . I D D E T I K . C O M R E P U B L I K A . C O . I D
negatif netral positif
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 9 | 13
Jika persoalan dukung mendukung ini ditelisik lebih lanjut,keseluruhan media tidak mendukung
kebijakan Jokowi dalam isu hukum yaitu pemilihan Jaksa Agung dan Kapolri. Bisa jadi sikap
kontra ini karena memang nuansa politik yang terlalu kental dan rumit di keduanya terutama pada
kasus Budi Gunawan sebagai Kapolri. Semua media serempak tidak mendukung bahkan dengan
intensitas nada yang tajam. Bisa dilihat dalam grafik dinamika newstone, pada rentang waktu mulai
9 Januari hingga akhir 100 hari Jokowi, pemberitaannya sangat tinggi nilai negatifnya. Rentang
itu waktu tersebut merupakan periode drama pencalonan Kapolri.
Hal yang menarik adalah kebijakan lain secara umum mendapatkan respon positif. Kebijakan
tersebut adalah investasi dan maritim. Kebijakan maritim jelas mengapa ia didukung. Meski
dengan intensitas pemberitaan yang sedikit, namun 43%-nya bernada positif. Hanya 20,5% yang
negatif. Kebijakan mengenai pengembalian kejayaan nusantara masa lalu sebagai negara maritim,
kiranya hanya sebagian kecil pihak saja yang akan menyangkal. Juga memang, secara geografis
33
.6%
47
.6%
20
.5%
25
.9%
17
.1%
27
.7%33
.6% 39
.8%
35
.6%
59
.3%
34
.3% 4
2.6
%
32
.8%
12
.7%
43
.8%
14
.8%
48
.6%
29
.8%
E N E R G I H U K U M M A R I T I M R E V O L U S I M E N T A L
I N V E S T A S I J A M I N A N S O S I A L
NEWSTONE ISU KEBIJAKAN
negatif netral positif
0
2
4
6
8
10
12
20
.10
.14
23
.10
.14
26
.10
.14
29
.10
.14
01
.11
.14
04
.11
.14
07
.11
.14
10
.11
.14
13
.11
.14
16
.11
.14
19
.11
.14
22
.11
.14
26
.11
.14
29
.11
.14
02
.12
.14
05
.12
.14
08
.12
.14
11
.12
.14
14
.12
.14
18
.12
.14
23
.12
.14
30
.12
.14
02
.1.1
5
06
.1.1
5
09
.1.1
5
13
.1.1
5
16
.1.1
5
19
.1.1
5
22
.1.1
5
25
.1.1
5
28
.1.1
5
Dinamika Newstone (%)
negatif netral positif
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 10 | 13
dan faktual Indonesia merupakan negara kepulauan. Antara kebijakan dan kondisi di lapangan
sangat selaras.
Sedangkan kebijakan investasi ini yang masih samar. Secara ideologi, Indonesia tidak meletakan
seluruh kebijakannya sesuai mekanisme pasar. Namun, tidak bisa dipungkiri dalam rangka
membiayai kebijakan-kebijakan dibutuhkan kapital yang tidak sedikit. Sementara itu, untuk
mencukupinya Indonesia belum mampu. Terlepas dari itu, nampaknya kebijakan investasi yang
mempermudah pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya senada dengan kepentingan pemilik
media. Kepentingan pemilik media yang juga pengusaha tak bisa dilepaskan dari aktivitas
ekonomi. Alhasil arah kebijakan media dan kepentingan ekonomi-politik pemiliknya berbaur.
Kualitas Pemberitaan
Di era banjir informasi seperti sekarang, selektif dalam memilih pemberitaan, terutama mengenai
informasi politik merupakan hal yang krusial. Terlebih ketika informasi tersebut berhubungan
langsung dengan dengan kehidupan riil. Misal, implikasi atas pemberlakuan kebijakan. Pasalnya
informasi tersebut menjadi salah satu sandaran untuk bersikap. Sikap dan tindakan publik yang
rasional dan bertanggung jawab tidak mungkin terjadi jika informasi yang ada tidaklah memadai.
Apalagi memang terdapat kecenderungan kebijakan redaksional media berbaur dengan
kepentingan pemiliknya.
Selain berusaha menilai respon atas kerja-kerja Jokowi, penelitian ini juga ingin mengetahui
apakah respon dari media yang berwujud produk jurnalistik tersebut berkualitas atau tidak.
Menggunakan kriteria yang diajukan oleh Barelson, Lazarfeld, dan McPhee, penelitian ini ingin
menakar kualitas pemberitaan atas 100 hari pemerintahan Jokowi.
Dengan menggunakan rumus yang diajukan sebelumnya untuk mengukur kedalaman konten
informasi kebijakan (KIK) berdasarkan kelengkapan unsur-unsurnya bisa dilihat dalam tabel
berikut:
Institusi KIK ∑ KIK
pemaparan
isu
konteks relevansi alternatif konsekuensi
kompas.com 19% 14% 9% 9% 3% 53%
viva.co.id 14% 7% 4% 4% 2% 32%
detik.com 13% 13% 5% 5% 1% 38%
republika.co.id 16% 11% 7% 7% 4% 44%
Tabel persentase kualitas isu kebijakan di setiap media.
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 11 | 13
Berdasarkan tabel kedalaman isu kebijakan (KIK), bisa diketahui isu-isu kebijakan yang
diturunkan dalam informasi politik pemberitaan media, sebagian besar hanya mencakup dua unsur
saja yakni pemaparan isu dan konteks. Pemaparan isu menjelaskan mengenai isu kebijakan
tersebut secara lebih mendetil, tidak hanya menyebutkan isu saja. Konteks lebih mengenai
latarbelakang penetapan atau pemilihan isu kebijakan.
Unsur informasi politik mengenai kedalaman isu yang paling sedikit dipaparkan oleh media adalah
alternatif kebijakan. Unsur alternatif kebijakan didefinisikan sebagai sebagai isu penyokong lain
sebagai komplemen atau substitusi isu utama. Kemudian berturut-turut di atasnya adalah relevansi
dan konsekuensi. Relevansi merupakan penjelasan kemungkinan isu tersebut dilakukan.
Sementara konsekuensi merupakan penjelasan atas dampak atau implikasi atas pemberlakuan
sebuah isu kebijakan. Baik itu dampak negatif ataupun positif.
Selain itu, dari tabel diperoleh hasil bahwa media yang menyajikan informasi politik paling
berkualitas adalah kompas.com. Sementara yang paling rendah adalah viva.co.id. Dari data
tersebut jika menggunakan ambang penilaian penentuan berkualitas atau tidaknya adalah 50%,
hanya kompas.com saja yang memenuhi kriteria tersebut. Bisa diambil simpulan awal bahwa
secara substansial, media online gagal atau tidak berkualitas dalam mengover isu-isu kebijakan
selama 100 hari pertama pemerintahan Jokowi.
Sementara itu secara prosedural atau berdasarkan salah satu takaran kerja jurnalistik, yakni
verifikasi diperoleh hasil yang berbeda. Secara umum rerata nilai verifikasi adalah 66%. Untuk
menentukan nilai verifikasi ini dilihat melalui ada tidaknya narasumber, kelengkapan atribusi
narasumber, dan penggunaan data sekunder.
Semakin tinggi nilai persentase yang didapatkan media, semakin baik pula kualitas informasi
proseduralnya. Maka media yang paling baik dalam menerapkan prinsip verifikasi berdasar
52% 54% 56% 58% 60% 62% 64% 66% 68% 70%
kompas.com
viva.co.id
detik.com
republika.co.id
Nilai Verifikasi (%)
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 12 | 13
operasional penelitian ini adalah republika.co.id. Sebaliknya, yang persentasenya paling rendah
adalah detik.com. Nilai verifikasi ini bisa dipergunakan sebagai kadar atau tingkat kepercayaan
publik dalam membaca setiap berita yang ada dalam portal dalam jaringan. Pada dasarnya nilai
verifikasi adalah untuk melihat akurasi pemberitaan yang diturunkan.
Epilog
Meningkatkan kualitas pemahaman atas setiap pilihan dan tindakan politik yang diambil publik
tidaklah mudah. Jika informasi politik yang ada tidak berkualitas atau memadai maka akan terjadi
disparitas antara tindakan dan pemikiran. Hal yang sering terjadi kekinian adalah pilihan dan
tindakan yang dipaksakan antara kesetaraan politik tetapi dengan massa yang relatif tidak
kompeten. Yang tidak memiliki preferensi isu kebijakan sebagai bahan pertimbangan.
Pemberitaan yang tidak berkualitas atas isu kebijakan Jokowi bisa berakibat kesalahpahaman
masif, sistematis, dan terstruktur bagi publik –tentu ini terlepas apakah kebijakan yang dibuat oleh
Jokowi berkualitas atau tidak. Apalagi ada banyak aktor politik yang bermain. Media berdasar
penelitian ini juga memiliki kecenderungan berperan sebagai aktor politik yang turut bermain. Ia
bermain berdasarkan kepentingan yang dituju redaksi yang juga sudah baur dengan pemilik media.
Berdasarkan hasil penelitian pula, ada dua poin utama yang menyebabkan kesalahpahaman pada
publik mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah. Pertama, kualitas pemberitaan terutama yang
berisikan informasi politik isu kebijakan tidak berkualitas. Kedua, media memiliki kecenderungan
untuk berpihak pada kebijakan-kebijakan tertentu yang menguntungkan dirinya.
Ada semacam multiple standard yang dipergunakan media dalam menurunkan setiap pemberitaan
politiknya. Ada kebijakan yang disorot dengan intensitas tinggi, seperti pencalonan Budi Gunawan
sebagai Kapolri dan kenaikan harga BBM. Ada pula kebijakan yang intensitasnya rendah seperti
pada kebijakan revolusi mental. Selain itu hanya pada kebijakan revolusi mental dan energi, media
menurunkan pemberitaannya secara proporsional, seimbang antara negatif, netral, dan positif.
Kebijakan yang diberitakan dengan nada dominan negatif adalah hukum, dan pemberitaan
dominan positif adalah kebijakan investasi.
Pada periode seratus hari pemerintahan jokowi, realitas maya yang tertangkap dari media memang
bervariasi. Tidak melulu mendukung atau menolak terhadap kebijakan yang dipilih. Setidaknya
ini memberikan sedikit optimisme bahwa kekhawatiran akan keseragaman berita terhadap Jokowi
tidak terjadi. Meski bukan karena alasan ideologis, melainkan benturan kepentingan. Ada variasi
pemberitaan yang paling tidak bisa membuat publik mempertimbangkan sikap politiknya baik
mendukung atau menolak kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi.
PINDAI.ORG – 100 Hari Jokowi di Mata Media / 3 Februari 2015
H a l a m a n 13 | 13
* Arif Akbar JP:
Peneliti lepas tentang kajian komunikasi politik dan budaya populer. Bisa ditemui di
Diaz Prasongko:
Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM. Bisa dihubungi lewat alamat email
i Lihat http://thejakartaglobe.beritasatu.com/news/indonesia-weighs-jokowis-poor-start/ ii Lihat http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2014/3433/KPU-Tetapkan-Hasil-Pemilu-Presiden-dan-Wakil-Presiden-2014 iii Herman, Edward S dan Noam Chomsky. 1988. Manufacturing Consent: The Political Economy of Mass Media. Pantheon Books: New York. iv Ramsden, Graham Phillip. 1992. Local Press Coverage of The Iowa Caucus Campaign. The Univeristy of Iowa. Diunduh dari http://media.proquest.com v Neuendorf, Kimberly E. 2002. The Content Analysis Guide Book. Sage: Thousand Oaks. vi Lihat melalui situs www.alexa.com/topsites/countries/ID dan www.similarweb.com/country_category/indonesia/news_and_media tanggal 31 Januari 2015 vii Merlyna Lim, The League of Thirteen : Media Concentration in Indonesia. 2012. Participatory Media Lab viii James T. Hamilton, News That Sells: Media Competition and News Content, Japanese Journal of Political Science
8 (1) 7-42, Kalimat asilnya : “I trace out hypotheses about how media content in many countries should vary depending on three factors in news markets: the motivations of media outlet owners, the technologies of information dissemination available, and the property rights that govern how information is created and conveyed” ix Disarikan dari http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/20/isi-lengkap-pidato-joko-widodo-usai-pelantikan-presiden-di-mpr?page=2 tanggal 27 Januari 2015 x Disarikan dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/10/23/091348426/100.Hari.Jokowi-JK.yang.Krusial tanggal 27 Januari 2015 xi Bartels, Larry M. 1996. Uninformed Votes: Information Effects in Presidential Elections. American Journal of Political Science Vol. 40, No. 1. : 194-230. Diunduh dari http://www.uvm.edu/~dguber/POLS234/articles/bartels2.pdf tanggal 1 November 2013. xii Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2010. Elements of Journalism: What Newspeolpe Should Know and The Public Should Expect. Edisi Revisi.Three Rivers Press: New York.