42
KAJIAN EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (Irwantoro) LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara berbasis desa, sebab 82,3% wilayah Indonesia merupakan kawasan perdesaan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan diketahui bahwa jumlah desa di Indonesia adalah sebanyak 74.754 (tujuh empat ribu tujuh ratus lima puluh empat) desa, sedangkan di Jawa Timur terdapat 7.724 desa pada tahun 2015. Dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menegaskan pengakuan otonomi desa dalam menentukan prioritas pembangunan dan penggunaan dana. Perluasan kewenangan tersebut diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga pola pembangunan selama ini yang lebih berpusat pada perkotaan, bisa bergeser ke pedesaan mengingat sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di desa. Selain itu diharapkan Undang Undang Desa dapat mempercepat pembangunan desa dan kawasan perdesaan. Artinya, di bawah UU No 6 Tahun 2014 dapat memberikan harapan baru guna meningkatkan peran aparat

KAJIAN EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

KAJIAN EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

(Irwantoro)

LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara berbasis desa, sebab 82,3% wilayah Indonesia

merupakan kawasan perdesaan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 56

Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan diketahui

bahwa jumlah desa di Indonesia adalah sebanyak 74.754 (tujuh empat ribu tujuh

ratus lima puluh empat) desa, sedangkan di Jawa Timur terdapat 7.724 desa pada

tahun 2015.

Dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menegaskan

pengakuan otonomi desa dalam menentukan prioritas pembangunan dan

penggunaan dana. Perluasan kewenangan tersebut diharapkan akan mendorong

pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga pola

pembangunan selama ini yang lebih berpusat pada perkotaan, bisa bergeser ke

pedesaan mengingat sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di desa.

Selain itu diharapkan Undang Undang Desa dapat mempercepat pembangunan

desa dan kawasan perdesaan. Artinya, di bawah UU No 6 Tahun 2014 dapat

memberikan harapan baru guna meningkatkan peran aparat pemerintah desa

sebagai garda terdepan dalam pembangunan dan kemasyarakatan.

Pada Pasal 85 Ayat (1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

melalui satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa

dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. Hasil Usaha BUM Desa Pasal 89

yaitu: (1)   Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk: a) pengembangan usaha;

dan; b) Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian

bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan

dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Page 2: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Secara teknis BUMDes mengacu kepada Permendes PDTT No. 4 Th 2015

tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha

Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 serta Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa mendapat

peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan

ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUMDes dapat menjadi instrumen

dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal yang

berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

pendapatan desa.

PERMASALAHAN

- Bagaimana kondisi eksisting BUMDes dalam di lokasi penelitian ?

- Faktor-faktor apa yang menjadi kendala BUMdes dalam mendukung

pemberdayaan masyarakat desa ?

- Bagaimana strategi yang dilakukan BUDes dalam pmendukung

pemberdayaan masyarakat desa ?

TUJUAN

- Mengidentifikasi kondisi eksisting BUMDes dalam mendukung

pemberdayaan masyarakat desa.

- Mengidentifikasi kendala-kendala BUMDes dalam mendukung

pemberdayaan masyarakat desa ?

- Merumuskan strategi BUMDes dalam pemberdayaan masyarakat desa ?

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis pendekatan penelitian

kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif lebih ditekankan pada pemahaman terhadap

Page 3: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

pendekatan fenomena sosial ditinjau dari perspektif subjek penelitian. Ciri dari

metode kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk deskriptif yang berupa

teks, naratif, kata-kata, ungkapan, pendapat, gagasan yang dikumpulkan oleh peneliti

dari berbagai sumber sesuai dengan teknik atau cara pengumpulan data. Kemudian

data dikelompokkan berdasarkan kebutuhan denganpendekatan interpretatif terhadap

subjek kemudian dianalisis (Denzim dan Lincoln, 2009:2). Pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara, observasi langsung maupun FGD.

HASIL YANG DIHARAPKAN

Memperoleh data maupun informasi tentang kondisi eksisting BUMDes di lokasi

penelitian maupun kendala-kendala yang dihadapi BUMDes pemerintah sehingga

dapat dirumuskan strategi BUMDes dalam mendukung pemberdayaan masyarakat

desa.

PEMANFAATAN OLEH SKPD/Masyarakat

- Sebagai bahan referensi bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal

ini Badan Pemberdayaan Masyarakat maupun SKPD terkait dalam

mengoptimalkan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat yang

memiliki peran strategis dalam mewujudkan keberdayaan dan kemandirian

masyarakat di Jawa Timur.

- Sebagai referensi bagi pemerintah desa dalam peningkatan perekonomian

desa, mengoptimalkan asset desa , meningkatkan usaha masyarakat dalam

pengelolaan potensi ekonomi desa, mengembangkan rencana kerjasama

usaha antar desa, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat desa dan meningkatkan PADes.

Page 4: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

terutama berkaitan dengan desa yang profesional yang bisa bertindak

efektif dan efisien, terbuka, serta bertanggung jawab merupakan hal utama

menjamin terlaksananya UU Desa. Akan tetapi dalam praktik, banyak aparatur

pemerintah desa yang belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk

Page 5: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

implementasi UU Desa. Berdasarkan penyerapan aspirasi dan kunjungan yang

ditemukan oleh Komite I DPD RI (2015), masih ditemukan adanya kepala desa

yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, diantaranya juga tidak bisa

membaca dan menulis. Sekjen Asosiasi Pemerintahan Desa (APDESI) juga

menyatakan bahwa salah satu tantangan implementasi UU Desa adalah masih

terbatasnya tingkat pendidikan Kepala Desa sehingga akan menyulitkan

pelaksanaan UU ini (Komite I, 2015).

Keterbatasan akses informasi dan tingkat pendidikan turut mempengaruhi

kualitas aparatur yang dimiliki desa

Perlu diketahui bahwa saat ini, Kemendes PDTT telah menerbitkan Permendesa mengenai: 1) Permendesa No. 1 Tahun 2015 tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa; 2) Permendesa No. 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa; 3) Permendesa No. 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa; 4) Permendesa No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUMDesa; dan 5) Permendesa No. 5 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang Bersumber dari APBN. Sedangkan Kementerian Dalam Negeri telah juga menerbitkan sejumlah regulasi yaitu: 1) Permendagri No. 111/2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa; 2) Permendagri No. 112/2014 tentang Pemilihan Kepala Desa; 3) Permendagri No. 113/2014 tentang Keuangan Desa; dan 4) Permendagri No. 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

B.2. Kendala terkait aparatur pemerintah desa

Aparatur desa yang profesional yang bisa bertindak efektif dan efisien, terbuka, serta bertanggung jawab merupakan hal utama menjamin terlaksananya UU Desa. Akan tetapi dalam praktik, banyak aparatur pemerintah desa yang belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk implementasi UU Desa. Berdasarkan penyerapan aspirasi dan kunjungan yang ditemukan oleh Komite I DPD RI (2015), masih ditemukan adanya kepala desa yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, diantaranya juga tidak bisa membaca dan menulis. Sekjen Asosiasi Pemerintahan Desa (APDESI) juga menyatakan bahwa salah satu tantangan implementasi UU Desa adalah masih terbatasnya tingkat pendidikan Kepala Desa sehingga akan menyulitkan pelaksanaan UU ini (Komite I, 2015).

Keterbatasan akses informasi dan tingkat pendidikan turut mempengaruhi

kualitas aparatur yang dimiliki desa, sehingga diperlukan pelatihan dan

pembinaan dari pemerintah. Sampai saat ini, pelatihan dan pembinaan yang

Page 6: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia

di desa masih belum memadai sehingga muncul sejumlah usulan dari daerah agar

pemerintah lebih meningkatkan pelatihan dan pembinaan khususnya bagi

perangkat desa.

Selain itu, pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMN Des) belum dapat dilakukan secara optimal untuk peningkatan ekonomi desa dikarenakan beberapa kendala yang dihadapi di daerah. Pengaturan mengenai BUMN Des diatur dalam Bab X, Pasal 87 sampai dengan Pasal 90 UU Desa. Dimana disyaratkan dalam pengelolaan BUM Des dilakukan dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Dengan tujuan pendirian adalah untuk meningkatkan ekonomi desa agar bisa mandiri dan sejahtera.

Pengelolaan BUMDes masih terkendala oleh: (1) belum tersedianya tenaga

profesional pengelola BUMDes di tingkat desa; (2) belum tersedianya sarana

prasarana dan infrastruktur dalam pengembangan BUMDes seperti belum

tersedianya Pasar Desa; dan (3) masyarakat masih belum terbiasa dengan pola

transaksi BUMDes dimana adanya iuran anggota dan simpanan anggota yang

masih belum terbiasa dilakukan di sejumlah desa (Komite I , 2015).

Pasal 24 UU Desa menetapkan bahwa Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan pemerintahan; tertib kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efektivitas dan efisiensi; kearifan lokal; keberagaman; dan partisipatif. Untuk mencapai asas tersebut, Pemerintah perlu menyiapkan pelatihan dan pembinaan bagi perangkat desa. Berdasarkan penyerapan aspirasi yang dilakukan Komite I DPD RI (2015), pelatihan dan pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap perangkat desa belumlah memadai sehingga tata kelola pemerintahan desa belum dapat dicapai sesuai dengan amanat UU Desa tersebut.

Pelatihan dan pembinaan mengenai pengelolaan keuangan desa sangat diperlukan untuk menjamin kualitas dan kemampuan perangkat desa dalam mengelola keuangannya sendiri. Dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia dan regulasi yang relatif baru, pelatihan dan pembinaan merupakan suatu keniscayaan untuk dilaksanakan. Sementara itu, terbitnya PP Nomor 22 Tahun 2015 dan PMK Nomor 93/PMK.07/2015 yang menjadi petunjuk teknis bagi penyaluran dana desa yang bersumber dari APBN yang relatif baru, diperlukan pelatihan dan pembinaan agar sejumlah perubahan yang diatur dalam Permen tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik.

Kementerian Desa dan PDTT menyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi beberapa hal yaitu: memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa; memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; memberikan pedoman penyusunan perencanaan

Page 7: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

pembangunan partisipatif; melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa; menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa; mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa; melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Komite I, 2015). Penting diupayakan agar ada akuntansi sederhana yang memungkinkan pengelolaan keuangan desa dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan transparan tetapi dengan cara yang mudah.

Pemerintah juga diharuskan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi

Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan

lembaga adat; memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga

kemasyarakatan, dan lembaga adat; melakukan upaya percepatan pembangunan

perdesaan; melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan

keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; melakukan peningkatan

kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar Desa; dan memberikan sanksi

atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Lahirnya UU 6/2014 tentang Pemerintahan Desa, tampaknya masih

membutuhkan kesiapan pelaksanaannya dalam berbagai aspek yang serius.

Kesiapan itu baik di tingkat atas (pemerintah pusat) maupun level bawah

(grass roots) di desa sendiri.

Salah satu tampak jelas terkait perubahan nomenklatur kementerian untuk

mengurusi dana desa. Belum ada titik temu bahwa Kemendagri akan

menyerahkan atau tidak Ditjen PMD ke Kementerian Desa, PDT dan

Transmigrasi. Karena itu, diyakini bila penyerahan dilakukan, komitmen

pembangunan desa akan segera terwujud.

Sementara UU Desa baru itu melahirkan karakteristik unik desa dalam

struktur formal kelembagaan negara Republik Indonesia. Itu masih

menyisakan keraguan akan terlaksana dengan baik. Setidaknya, ada tiga

aspek yang problematik dialami desa. Ketiganya menyangkut kesiapan

Page 8: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

personel aparatur pemerintahan desa, penerapan, dan penggunaan anggaran

maupun peningkatan fungsi pelayanan masyarakatnya seiring tingginya

dana yang diperoleh.

Anggaran Rp1,4 miliar tiap desa per tahun yang diamanatkan UU Desa

memang memunculkan kekhawatiran tersendiri akan efektivitas dan

transparansi penggunaannya. Jumlah sebesar itu tidak tepat sasaran bahkan

akan sia-sia tanpa kesiapan yang optimal dari tingkat pusat hingga desa.

Lantas hal-hal apa saja yang menjadi problem dalam sistem pemerintahan

desa yang baru ini? Apakah desa sudah siap dalam pelaksanaan UU Desa?

Kesiapan apa yang diperlukan dalam tegaknya penerapan UU Desa ini?

Rentan Kesiapan

UU tersebut ditujukkan guna meningkatkan partisipasi dan gotong royong

masyarakat dalam pembangunan desa. Tujuan itu menunjukkan bahwa

kehendak bottom up dalam berjalannya fungsi pemerintahan. Dalam konsep

demikian, masyarakat desa sudah saatnya menjadi pelaku utama dalam

kegiatan pembangunan di desanya. Tentu peran serta itu harus diikuti

dengan tingkat pemahaman yang memadai. Untuk itu, peran pemerintah

masih sangat diperlukan dalam sosialisasi UU ini.

Selain itu, UU juga berfungsi mempercepat pembangunan desa dan kawasan

perdesaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Artinya, di

bawah UU No 6 Tahun 2014 berarti memberikan harapan baru guna

meningkatkan peran aparat pemerintah desa sebagai garda terdepan dalam

pembangunan dan kemasyarakatan.

Saat pelaksanaan UU Desa yang kian mendesak berhadapan dengan

perubahan struktur pemerintahan desa yang belum tertata, hal tersebut

membuat kondisi menjadi rentan. Bila itu tidak segera diterapkan, akan

Page 9: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

melanggar UU. Namun, kalau hal tersebut dipaksakan dengan kesiapan yang

minim, bisa menjadikan kondisi yang amburadul. Penerapan hanya berhenti

pada tataran formalnya. Sementara secara substansi tidak dapat

dipertanggungjawabkan.

Memang dalam penerapan sebuah tata kerja yang baru tidak bisa langsung

dilakukan dengan sempurna. Namun, kesiapan pemerintahan desa akan

lebih meminimalkan persoalan yang terjadi sehingga tujuan utama

penerapan UU Desa akan menjadi kenyataan.

Problem di Bawah

Pengawasan yang dilakukan terhadap desa selama ini masih ada sejumlah

permasalahan yang menjadi temuan. Temuan ini menunjukkan bahwa

banyak desa yang belum memiliki kesiapan memadai dalam penerapan UU

Desa yang baru. Temuan itu terkait proses dan administrasi pemerintahan

yang harus segera diakhiri agar desa bisa berfungsi dengan baik. Temuan

yang masih terjadi, di antaranya surat pertanggung jawaban (SPJ) yang

belum memenuhi syarat formal dan material. Kemampuan kepala desa

berikut aparaturnya masih menjadi kendala.

Selain itu, sering pula pemeriksaan atasan langsung atas pengelolaan

keuangan belum dilaksanakan sesuai ketentuan dan pengelolaan

pembangunan dan administrasi pelaksanaan kegiatan belum tertib. Di

samping kemampuan, kedisiplinan ternyata turut mendukung

kekarutmarutan pemerintahan desa.

Lebih parah lagi, pada hal tersebut sering dialami ketekoran kas desa karena

terjadinya penyimpangan pengelolaan keuangan desa. Bentuk lainnya

berupa tunggakan sewa tanah kas desa serta belum lengkapnya buku

administrasi keuangan ataupun barang desa. Keadaan itu rentan menjadi

Page 10: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

indikasi penyelewengan keuangan desa, seperti pemakaian keuangan desa

tanpa laporan.

Di samping itu, kerap timbul penyelewengan dalam pengelolaan keuangan

begitu pula dengan aset desa. Hal tersebut akibat inventarisasi serta sistem

pembukuan administrasi yang buruk, di antaranya tidak tertib dalam

pembukuan administrasi keuangan, baik buku kas umum (BKU) maupun

buku bantu, bahkan ada pula desa yang tidak membuat BKU. Masih banyak

hal yang menjadi kelemahan desa yang harus dibenahi dan dipersiapkan

untuk menghadapi UU baru di desa.

Menyiapkan

Pelaksanaan sistem pemerintahan desa di bawah UU Desa yang baru menuntut

kesiapan yang sangat baik. Berbagai hal harus diperhitungkan, direncanakan, dan

diawasi pelaksanaannya terus menerus. Termasuk diperlukan pengarahan,

penyuluhan, bahkan pendampingan agar benar-benar dilaksanakan sesuai aturan

yang ada. Sejumlah upaya bisa dilakukan untuk meningkatkan kesiapan

pelaksanaan pemerintahan desa.

Pertama, meningkatkan kematangan dalam melaksanakan peraturan yang

terkait dengan pemerintahan desa. Pematangan itu dalam bentuk

peningkatan terus menerus terhadap pemahaman terhadap materi UU No 6

Tahun 2014 tentang Desa. Tidak hanya UU saja, tetapi juga PP No 43 Tahun

2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Demikian juga PP No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber

dari APBD. Pematangan itu meliputi tingkat pemerintah pusat, daerah,

hingga ke desa.

Kedua, penyiapan agar segenap pihak terkait bisa memiliki respons dengan

cara yang benar terhadap sistem pemerintahan desa yang baru. Respons itu

Page 11: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

akan menentukan keberhasilan tujuan diterapkannya UU Desa ini. Yang

termasuk dalam upaya itu ialah meningkatkan sikap mawas diri aparatur

sebagai tindak cegah melakukan pelanggaran, penyalahgunaan, dan

penyimpangan dalam pemerintahan desa.

Ketiga, menyiapkan tenaga yang memiliki minat dan motivasi serta disiplin

cukup dalam melaksanakan pemerintahan desa. Langkah itu bisa ditempuh

melalui perekrutan personil yang berkemampuan memadai. Bagi aparatur

yang sudah ada, cara itu ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan secara

teratur dan berkelanjutan.

Keempat, penentuan tingkatan yang harus dicapai aparatur, baik desa

maupun tingkatan di atasnya. Bagi aparatur desa dituntut memiliki

kemampuan dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa, penyusunan

APB Desa, maupun penyusunan LPJ Desa. Demikian pula dalam menyusun

administrasi pembukuan dan aset pemerintah desa.

Pengalaman menunjukkan bahwa ketidakmatangan dalam penerapan sistem

otonomi daerah beberapa waktu lalu telah mengakibatkan fungsinya jauh

panggang dari api. Hal itu tidak boleh terjadi terhadap desa kita. Kesiapan

yang lebih baik akan jauh bermanfaat daripada penerapan yang tergesa-

gesa dan dipaksakan. Namun, berkutat pada hal-hal yang tidak

mengutamakan kepentingan rakyat desa sehingga menjadi hambatan, juga

bukan tindakan yang bijak.

Penguatan dan Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDDes).

Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDes, adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang

Page 12: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk

sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. BUMDes dalam UU Desa

diatur dalan Bab X: Badan Usaha Milik Desa Pasal 87: (1) Desa dapat

mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa; (2) BUM Desa

dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan dan; (3)

BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan

umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

ketentuan Pasal 88 menyebutkan bahwa: (1) Pendirian BUM Desa disepakati

melalui Musyawarah Desa; (2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. Proses Pembentukan BUM

Desa harus melalui Musdes diatur dalam Pasal 54 menytakan bahwa: (1)

Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh

Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat

Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan; (2) Hal yang bersifat strategis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) penataan Desa; b)

perencanaan Desa; c) kerja sama Desa; d) rencana investasi yang masuk ke

Desa; d) pembentukan BUM Desa; e) penambahan dan pelepasan Aset Desa;

dan e) kejadian luar biasa. BUM Desa Menjadi Bagian Dari Pembangunan

Kawasan Perdesaan Pasal 85 Ayat (1) Pembangunan Kawasan Perdesaan

dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota melalui satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa,

dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. Hasil Usaha

BUM Desa Pasal 89 yaitu: (1)   Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk: a)

pengembangan usaha; dan; b) Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat

Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan

sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa. Dalam Pasal 90 menyatakan bahwa: (1) Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah

Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan: a) memberikan hibah

dan/atau akses permodalan; b) melakukan pendampingan teknis dan akses ke

Page 13: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

pasar; dan c) memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam

di Desa. Kerja sama antar Desa dapat Membentuk BUM Desa Pasal 92, Ayat

(6) yaitu:   (1) Kerja sama antar-Desa meliputi: a) pengembangan usaha

bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang

berdaya saing; b) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan

pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau; c) bidang keamanan dan

ketertiban; (2) Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan

Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa; (3)

Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa

yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa DAN; (4)

Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas

hal yang berkaitan dengan pembentukan lembaga antar-Desa: a)

pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat

dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa; b) perencanaan,

pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa; c)

pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan

Kawasan Perdesaan; d) masukan terhadap program Pemerintah Daerah

tempat Desa tersebut berada; dan e) kegiatan lainnya yang dapat

diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa; (5) Dalam melaksanakan

pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar- Desa dapat membentuk

kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan; (6) Dalam pelayanan usaha

antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa

atau lebih. Permasalahan mendasar di tingkat desa yaitu: a) Kapasitas Fiskal

Desa Lemah (Faktor Internal); b) Orientasi Meminta (Bantuan yang bersifat

Karikatif), bukan memberdayakan masyarakat desa  tetapi menciptakan

ketergantungan; c) Belum ada  pendorong/pengungkit di desa yang mampu

membangkitkan kesadaran : “desa membangun dan bukan sekedar

membangun desa” dan; d) Minimnya partisipasi masyarakat dalam

perumusan kebijakan. Agenda strategis bahwa BUMDes merupakan usaha

pemerintah desa dari aset yang dipisahkan. BUMDes seperti yang yang

digambarkan presiden terpilih yang merupakan strategi dalam mendukung

Page 14: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

cadangan devisa desa untuk mendukung kesejahteraan warga, peningkatan

PADes, Menentukan Model Pengungkit dan Implementasinya. Kegiatan ini

perlu adanya intervensi dalam penggalian potensi desa dan perencanaan

yang terpadu. Kebijakan pengembangan Badan Usaha Milik Desa BUMDes

(BUMDes) lebih difokuskan dan diorientasikan pada peningkatan PADes dan

memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi desa (investasi desa), multy

player effects  guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,

membuka lapangan pekerjaan dan meminimalisir ketimpangan distribusi

pendapatan di desa serta berorientasi pada upaya pelestarian, pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

Berikut core BUM Desa. Pembentukan Dan Pengembangan Kelembagaan

(Instalasi) dengan cara: a) Memfasilitasi musdes pembentukan BUMDes; b)

Memfasilitasi penyusunan Pedes tentang pembentukan BUMDes; c)

Memfasilitasi penyusunan AD/ART; d) Memfasilitasi penyusunan

Keputusan Kepala Desa tentang penetapan pengelola BUMDes; e)

Memfasilitasi penyusunan SOPunit usaha BUMDes dan ; f) Memfasilitasi

penguatan kelembagaan BUMDes. Peningkatan Kapasitas/ Sdm Pengelola

dengan cara: a) Melaksanakan pelatihan pembentukan dan manajemen

operasional Badan Usaha Milik Desa (BUMDes); b) Memfasilitasi pelatihan

kewirausahaan (enterpreunership) bagi pengelola BUMDes dan; c)

Memfasilitasi pelatihan manajerial dan operasional BUMDes.

Pengembangan Permodalan Dan Unit Usaha BUMDes yang dilakukan: a)

Memfasilitasi permodalan unit usaha dan BUMDes melalui ADD; b)

Memfasilitasi permodalan unit usaha dan BUMDes melalui APBD

Kabupaten, Provinsi dan Pemerintah Pusat; c) Memfasilitasi permodalan

BUMDes melalui kerjasama implementasi corporate social responsibility

(CSR) dari BUMD, Perbankan Daerah dan BUMN serta Perbankan nasional

serta pihak lain yang memiliki komitmen dan minat yang tinggi terhadap

pengembangan BUMDes; d) Memfasilitasi permodalan melalui kerjasama

dengan pihak ketiga.Sehingga peranan BUM Desa digambarkan sebagai

berikut: Membangun Diversifikasi dan Jejaring Usaha BUMDes dengan

Page 15: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

cara: a) Memfasilitasi pelatihan bersama SKPD teknis; b) Memfasilitasi

bantuan TTG; c) Memfasilitasi bantuan pengembangan unit usaha; d)

Memfasilitasi kerjasama pengembangan jejaring usaha dengan pihak ketiga;

e) Memfasilitasi pemasaran melalui publikasi langsung dan melalui teknologi

informasi (internet/Website); f) Memfasilitasi teknis packing produk dan

marketing produk; g) Memfasilitasi sertifikasi produck; i) Memfasilitasi

perijinan dan standardisasi produk. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi

antara laian: a) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi perkembangan

BUMDes; b) Memfasilitasi peleburan/merger unit usaha yang tidak

berkembang dan berpotensi merugi; c) Memperluas dan menumbuhkan unit

unit usaha atau pengembangan BUMDes baru.

 

A.PENDAHULUAN

Kegiatan pem5angunan nasi!nal dengan segala ukuran ke5erhasilan dandampak p!

siti6 serta negati6n.a, tidak terlepas dari ker7a keras dan penga5dian

aparat pemerintah desa/ eskipun demikian, masih 5an.ak masalah .ang dihadapi

mas.arakatdesa .ang sampai saat ini 5elum dapat diatasi se0ara tuntas, seperti

masalah pengangguran, kemiskinan, ketimpangan distri5usi pendapatan,

ketidakseim5anganstruktural ataupun keter5elakangan pendidikan/ Ken.ataan ini

telah mem5uktikan 5ahwameskipun desa memiliki dua sum5erda.a penting .aitu

S8 dan S89, tetapi kesatuanmas.arakat hukum terse5ut tidak mampu mengu5ah

p!tensi .ang dimilikin.a men7adise5uah kekuatan guna memenuhi ke5utuhann.a

sendiri :+iliang, $##3' -3;/<agir anan, :$##' 4; men.e5utkan

5ahwa pemerintah desa .ang di5erikeper0a.aan mas.arakat, tidak 0ukup

mempun.ai kewenangan untuk 5er5uat 5an.ak/Kedudukan dan 5entuk !

rganisasin.a .ang mendua :

ambivalen

Page 16: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

; .aitu antara 5entuk !rganisasi pemerintah dengan lem5aga kemas.arakatan, tidak

adan.a sum5er  pendapatan .ang memadai, keter5atasan kewenangan dalam

pengam5ilan keputusan.ang men.angkut rumah tanggan.a, keter5atasan kualitas

dan kuantitas pers!niln.a,merupakan se5agian kendala .ang mengham5at kiner7a

pemerintah desa/

Paska pengesahan Undang-Undang No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal

dengan Undang-Undang Desa, diikuti dengan pengesahan PP No 43 tahun 2014

tentang petunjuk pelaksanaan UU Desa dan PP No 60 tahun 2014 mengenai

mekanisme pengelolaan Dana Desa yang bersumber dari anggaran pendapatan

dan belanja negara (APBN), maka ada pergeseran signifikan dalam paradigma dan

mekanisme pengelolaan anggaran di desa.

Undang-undang desa menegaskan pengakuan otonomi desa dalam menentukan

prioritas pembangunan dan penggunaan dana. Perluasan kewenangan tersebut

diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan

masyarakat desa. Sehingga pola pembangunan selama ini yang lebih berpusat

pada perkotaan, bisa bergeser ke pedesaan. Mengingat sebagian besar penduduk

Indonesia masih tinggal di desa.

Hal ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus menerus

menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Menurut data BPS pada tahun 2014

masih terdapat penduduk miskin sebesar 28.5 juta dan 62.76% penduduk miskin

tinggal di desa. Pemerintah daerah perlu mensinergikan upaya penanggulangan

kemiskinan, termasuk memikirkan kelanjutan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM).

Page 17: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Pembentukan dan Pengembangan BUMDES

Salah satu amanat UU No 6 tahun 2014 adalah pengembangan social enterprise

berbentuk Bumdes. Bumdes ini diharapkan mampu menggali dan

mengembangkan potensi yang ada didesa berbasis one village one product

(OVOP). Keuntungan yang didapat oleh Bumdes tersebut dapat dipergunakan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bentuk-bentuk usaha Bumdes bisa

beranekaragam contohnya pasar desa, dermaga desa, desa wisata simpan pinjam

desa dan bentuk-bentuk usaha lainnya. Penguatan tata kelola Bumdes ini harus

dilakukan secara sistematis mulai dari rumusan perdes, struktur organisasi dan tata

kelola, studi kelayakan dan rencana bisnis, standar pelayanan minimal, rencana

bisnis dan anggaran, laporan keuangan serta sistem pengendalian internal.

Pola Pendampingan Masyarakat Miskin oleh Pemerintah dan Masyarakat

Program-program pembangunan terdahulu yang berbasiskan pada pemberdayaan

masyarakat hampir-hampir meniadakan peran pemerintah desa atau dikotomi

pemerintah dengan masyarakat. Hal ini menyebabkan seluruh pelaksanaan

kegiatan dilakukan oleh kelompok kerja atau Organisasi Masyarakat Setempat

yang istilahnya berbeda – beda tergantung proyek sektoralnya. Sedangkan pada

UU Desa jelas diatur bahwa berdasarkan Pasal 22 ayat 1 Penugasan dari

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan

Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Perluasan peran

pemerintah desa ini membutuhkan suatu pola terpadu. Salah satu hal yang penting

dilakukan adalah penyusunan database pembangunan desa yang merangkum

potensi dan indikator-indikator perekonomian serta database rumah tangga

miskin.

Page 18: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Latar belakangnya adalah diterbitkannya Undang-undang desa No 06 tahun 2014

dan Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2014. Paska penerbitan undang-undang

tersebut maka kewenangan pemerintah daerah akan semakin besar. Sesuai dengan

ketentuan UU No 06 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2014,

desa berwenang untuk mengelola:

Pembangunan Desa

Keuangan, Aset dan Badan Usaha Milik Desa

Pembangunan Kawasan Perdesaan

Kerjasama antar desa

Lembaga kemasyarakatan desa.

Page 19: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang

merupakan produk dari era reformasi telah menandai dimulainya suatu era menuju

kemandirian desa, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam

pengelolaan keuangan desa. Tujuan pembangunan desa sesuai pasal 78 adalah

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta

penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan

sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta

pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Secara politis undang-undang ini memberikan pelimpahan kewenangan

pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan desa. Selanjutnya

pemerintah desa mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan administrasi dan

operasional pemerintahan desa, dalam rangka peningkatan efektivitas pelayanan

kepada masyarakat. Sedangkan secara ekonomi undang-undang ini memberikan

kewenangan bagi pemerintah desa untuk mengelola keuangan daerah dan mencari

sumber-sumber pendapatan desa yang sah. Hal ini memberikan dua dampak

sekaligus, yaitu pemerintah desa harus melakukan efisiensi anggaran dan harus

aktif mencari sumber-sumber pendapatan alternatif.

Menurut Abdurokhman (2004), pengembangan potensi desa bertujuan untuk

mendorong kemandirian masyarakat desa/kelurahan melalui pengembangan

potensi unggulan dan penguatan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat.

Secara khusus, tujuan pengembangan potensi desa adalah (Abdurokhman, 2014)

potensi desa merupakan kemampuan desa yang masih terpendam atau yang perlu

dikembangkan dalam rangka penguatan ekonomi masyarakat desa.Dari pengertian

ini potensi desa bisa dipilah menjadi dua, yaitu potensi fisik dan potensi non-fisik.

Page 20: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Potensi fisik mencakup seluruh kekayaan desa yang secara kasat mata terlihat dan

mempunyai harapan besar akan meningkatkan ekonomi masyarakat desa apabila

menjadi prioritas untuk dikembangkan, sedangkan potensi nonfisik adalah seluruh

aktivitas masyarakat yang secara ekonomi bisa menguntungkan desa.

Dilihat dari karakteristiknya, desa mempunyai potensi fisik yang cukup besar.

Sumber air, tanah pertanian, lahan perkebunan, karakteristik ketenagakerjaan yang

beragam, dan sumber-sumber lain yang masih berhubungan dengan alam sekitar

merupakan aset terbesar bagi desa. Kabupaten lebih banyak berhadapan dengan

potensi yang telah berkembang, sedangkan desa memang lebih banyak

dihadapkan pada pengolahan potensi yang masih terpendam. Inilah tantangan

sekaligus kesempatan potensial bagi desa untuk mencari sumber-sumber

pendapatan desa. Dengan kondisi yang demikian desa memerlukan suatu badan

yang berfungsi mengelola sumberdaya fisik yang dimiliki desa. Badan usaha

milik desa bisa jadi merupakan salah satu badan yang mampu mengelola

sumberdaya fisik yang dimiliki desa. Desa bisa mendirikan suatu badan usaha

milik desa yang berfungsi sebagai pengelola distribusi Dengan demikian, badan

usaha milik desa merupakan suatu badan yang mampu menggerakkan

perekonomian desa, serta mampu meningkatkan pendapatan asli desa. Tetapi yang

harus menjadi pijakan utama, pembentukan badan usaha milik desa bertujuan

untuk menggerakkan aktivitas masyarakat sehingga menekan angka kemiskinan

maupun pengangguran desa serta meningkatkan pendapatan desa.

Kesiapan Pemerintah Desa

Dalam desentralisasi fiskal, kesiapan pemerintah desa tergantung pada

kemampuan perangkat desa dalam mempersiapkan kemampuan personal dan

mencari sumber-sumber keuangan potensial. Persiapan personal dalam

pemerintahan desa antara lain meliputi :

1. Penataan struktur pemerintahan desa sesuai karakteristik masing-masing desa;

2. Kemampuan akunting (accounting) perangkat desa;

Page 21: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

3. Akuntabilitas pelaporan keuangan;

4. Meningkatkan kematangan dalam melaksanakan peraturan yang terkait dengan

pemerintahan desa;

5. Mempersiapkan pembangunan desa yang cermat, termasuk di dalamnya

keseluruhan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

6. Menyusun dan membenahi Sistem Informasi Desa yang meliputi informasi

kependudukan dan sosial, neraca sumberdaya, kondisi geografis dan topografi

desa, informasi tentang aktivitas ekonomi, pasar, dan unit usaha masyarakat, serta

keterkaitan interregional.

Sumber-sumber keuangan potensial bisa berasal dari aktivitas masyarakat desa.

Aktivitas-aktivitas ekonomis masyarakat desa yang belum efisien bisa

dikembangkan dengan mengacu pada peraturan desa yang berlaku. Dalam

melakukan upaya ini, pemerintah desa melakukan dua hal penting, yaitu

mendapatkan sumber keuangan baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat

desa.

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan

Badan Usaha Milik Desa. BUM Desa yang merupakan badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset,

jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan

masyarakat Desa.  Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu

Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa

Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang

dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat

dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum

Page 22: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa

disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

BUM Desa dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan

masyarakatnya secara lebih proporsional. Bila bercermin kepada peran

Pemerintah Desa dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat selama

ini, maka melalui model BUM Desa ini diharapkan terjadi revitalisasi peran

Pemerintah Desa dalam pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan masyarakat.

Secara teknis BUMDesa mengacu kepada Permendes PDTT No. 4 Th 2015

tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha

Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 serta Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa mendapat

peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan

ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUM Desa dapat menjadi

instrumen dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal

yang berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

pendapatan desa.

Pendirian BUMDes berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Oleh

karenanya, segala persiapan yang dilakukan untuk mendirikan sebuah BUMDes

harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

BUMDes. Adapun peraturan perundangan yang mengatur mengenai pendirian

BUMDes diantaranya yakni UU Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014

3.1. Pendekatan Kajian

Page 23: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Kajian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berawal pada

data dan bermuara pada simpulan (Bungin, 2001 : 18). Sasaran atau obyek kajian

dibatasi agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar kajian

ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran obyek kajian, oleh karena itu, maka

kredibilitas dari peneliti sendiri menentukan kualitas dari kajian ini (bungin,

2001 : 26). Kajian ini juga menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan

bahasa pengkaji tentang hasil kajian yang diperoleh dari informasi dilapangan

sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada.

Melalui pendekatan kualitatif diharapkan akan memberikan perspektif

yang lebih utuh dan menyeluruh untuk menghasilkan kajian mendalam mengenai

fenomena/gejala sosial. Pola ini dilakukan melalui pengumpulan informasi

dengan cara kajian naturalistik, pengamatan langsung, wawancara mendalam,

focus group discution dan analisis dokumen.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang

didukungPeraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-undang

Desa dan

Peraturan Pemerintah Nomor22 Tahun 2015 tentang perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari

APBNdirasakan sangat istimewa karena telah memberikan fondasi dasar

yang

kuat terkaitdengan penyelenggaraan pemerintahan desa. Disamping itu,

Keistimewaan lain juga terlihat dari isi peraturan yang memuat mengenai

pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan

pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan Pancasila, Undang-undang

Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tujuan dasar Negara Kesatuan

Page 24: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Republik Indonesia.

Selain itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desajuga dianggap

sangat penting dan istimewa karena telah mencangkup hal yang sangat luas seperti

asas pengaturan desa, kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenangan desa,

5

penyelenggaraan pemerintahan desa, hak dan kewajiban desa dan masyarakat

desa, keuangan desa dan aset desa, pembangunan desa dan pembangunan kawasan

perdesaan, badan usaha milik desa, kerja sama desa, lembaga kemasyarakatan

desa dan lembaga adat desa, serta pembinaan dan pengawasan desa.Untuk itu,

agar pelaksanaan kebijakan Undang–undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari berbagai permasalahan yang

mungkin akan terjadi seperti masalah penyelewengan Anggaran Dana Desa

(ADD), penyalahgunaan wewenang kepala desa, praktik kolusi dan nepotisme

serta praktik dinasti kepemerintahan maka dalam pelaksanaannya di butuhkan

suatu kesiapan dari pemerintah desa selaku pelaksana sistem kepemerintahan

desa.

Kesiapan merupakan hal utama yang harus dilakukan baik oleh individu maupun

oleh organisasi dalam melakukan sesuatu. Kesiapan juga di artikan sebagai alat

kontrol agar tujuan organisasi dapat terwujud. Berkaitan dengan hal ini, kesiapan

yang dimaksud adalah kesiapan pemerintah desa dalam menjalankan kebijakan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Kesiapan peemrintah desa

merupakan masalah utama dalam implementasi kebijakan Undang–undang Nomor

6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal ini dikarenakan tanpa adanya kesiapan

pemerintah desa maka target Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

tidak akan tercapai sesuai dengan yang di cita-citakan oleh Negara. Chaplin

(2006:419) mengemukakan kesiapan sebagai suatu tingkat perkembangan dari

kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktikkan

sesuatu. Sedangkan Slameto (2003:113) mengemukakan kesiapan adalah

keseluruhan kondisi seseorang atau individu yang membuatnya siap

Page 25: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

untukmemberikan respon atau jawabanterhadap suatu situasi dan kondisi yang

hendak dihadapi.

Dalam konteks nyata, kesiapanyang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuanpemerintah desa dalam hal pengelolaan keuangan desa, perencanaan

desa, pengadaan sarana dan prasarana desa, dan pengelolaan kelembagaan desa

sesuai dengan peraturan pelaksanaan undang-undang desa yang berlaku. Tanpa

adanya kemampuan tersebut maka tujuan dari pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 6 tentang Desa yang baru dilaksanakan akan sulit tercapai. Oleh sebab itu,

untuk melihat seberapa jauh kesiapan yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam

menjalankan kebijakan Undang undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

tersebut maka dapat dilihat melalui bentuk-bentuk strategi yang dilakukanya

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakahkesiapanpemerintah desa Sumur tujuh dalam implementasi

kebijakan Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?

2. Bagaimanakahstrategi pemerintah desa Sumur tujuh dalam implementasi

kebijakan Undang undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa?

3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi pemerintah Desa Sumur Tujuh

dalam pelaksanaan kebijakan Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa?

10

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis dan mengetahui kesiapan Pemerintah Desa Sumur Tujuh dalam

implementasi kebijakan Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

2. Menganalisis dan mengetahui strategi yang dimiliki Pemerintah Desa Sumur

Tujuh dalam implementasi kebijakan Undang undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa.

3. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pemerintah Desa Sumur Tujuh

dalam pelaksanaan kebijakan Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Page 26: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Desa.

3.3. Jenis dan Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini akan diambil dari data primer dan

sekunder di lapangan . Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, yakni yang berasal dari Responden/para informan dengan cara

interviu maupun observasi. Informan dalam penelitian ini meliputi para pejabat

yang terkait dengan jaring pemasaran hasil perikanan dan para nelayan yang

berada di wilayah klaster pantai.

a. Data Primer

Data primer dikumpulkan langsung dari informan melalui wawancara,

pengamatan, survei dan FGD.

b. Data Sekunder

data sekunder berupa data-data yangh sudah tersedia dan dapat diperoleh

oleh pengkaji dengan cara membaca, melihat atau mendengarkan. Data

sekunder tersebut meliputi dokumen-dokumen terkait dengan kajian,

baik berupa foto, data statistik, video, maupun data sekunder yang lain.

3.3. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan menggunakan :

1. Focus group discussion (FGD), Kegiatan ini dimaksudkan untuk

memperoleh informasi yang tapat dan handal.

Focus group discussion atau diskusi kelompok terarah akan dilakukan

untuk setiap lokasi di kabupaten dengan komposisi perwakilan nara

sumber masing-masing yaitu :

a. Perwakilan aparat birokrasi : 10 orang

Page 27: KAJIAN  EVALUASI BUMDes DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

b. Perwakilan stakeholder/masyarakat : 10 orang

20 orang/kabupaten

(kebutuhan responden di 5 kabupaten sebanyak 20 x 6 = 120 orang)

2. Wawancara secara mendalam (indept interview), yang ditujukan pada

masing-masing sumber untuk mendapatkan informasi yang lebih detail

dan spesifik guna melengkapi hasil FGD. Wawancara mendalam akan

dilakukan terhadap sejumlah responden pada aparat yang terkait

langsung dengan pemasaran hasil perikanan dan masyarakat nelayan di

setiap Kabupaten di wilayah propinsi Jawa Timur masing-masing 5

orang

3. Dokumentasi, pengumpulan, pencatatan atas data-data sekunder yang

dibutuhkan dalam mengolah dan menganalisis kajian.

3.4. Teknik Analisis Data

Didalam penelitian diskriptif, proses analisis dan interpretasi data tidak

hanya dilakukan pada akhir pengumpulan data atau berdiri sendiri, namun

secara simultan juga dilakukan pada saat pengumpulan data dilapangan

berlangsung, sehingga dalam penelitian kualitatif sering dikenal sebagai proses

siklus. Setelah mendapatkan informasi, dilakukan analisis untuk mencari

hipotesis kemudian dilakukan pengumpulan informasi berikutnya. Pengolahan

data kualitatif dilakukan dengan mempergunakan pendekatan ‘cross check’

informan untuk memberikan pemahaman secara lebih mendalam berbagai

pernyataan yang dikemukan oleh responden, serta berdasarkan hasil observasi

dan telaah data sekunder.