24
Email: [email protected] TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN www.tabloiddiplomasi.org TGL. 15 JANUARI - 14 FEBRUARI 2017 NO. 101 TAHUN X Media Komunikasi dan Interaksi Diplomasi Diplomasi TABLOID Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia PENTINGNYA DEMOKRASI BAGI KEHIDUPAN BERNEGARA DAN HUBUNGAN ANTAR NEGARA tabloiddiplomasi.org [email protected] @diplik_kemlu Presiden RI : MENLU RI : DITENGAH KETIDAKPASTIAN DUNIA DIPLOMASI INDONESIA TERUS BEK ERJA

Tabloid Diplomasi Januari 2017

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X

email: [email protected] untuk diperjualbelikan

www.tabloiddiplomasi.org

Tgl. 15 januari - 14 februari 2017

no. 101tahun x

Media Komunikasi dan InteraksiDiplomasiDiplomasiTABLOID

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

PENTINGNYA DEMOKRASI BAGI KEHIDUPAN BERNEGARA DAN HUBUNGAN ANTAR NEGARA

tabloiddiplomasi.org [email protected] @diplik_kemlu

Presiden RI :

Menlu RI : DITenGAH KeTIDAKPASTIAn DunIA DIPLOMASI INDONESIA TERUS BEK ERJA

Page 2: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X

DiplomasiDaftar IsiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Mungkinkah Integrasi hukum di ASEAN dilakukan ?

Daya saing suatu negara selalu menjadi diskusi yang menarik, baik di ekonomi, politik, sosial, maupun tekhnologi. Daya saing suatu negara dianggap sebagai salah satu sumber dari ketahanan suatu negara menghadapi segala rintangan dalam membangun peradaban bangsa. Peradaban yang hanya bisa dibangun melalui kekuatan ekonomi, politik, dan budaya yang unggul. Dengan daya saing yang tinggi, perekonomian dapat menjaga pertumbuhan ekonominya dan mulai membangun kehidupan negara yang teratur dan saat itu pembangunan peradaban dimulai. Pembangunan peradaban tidak dapat dilakukan tanpa adanya kekuatan ekonomi. Dan kekuatan ekonomi tidak dapat ditegakan tanpa adanya daya saing. Dengan demikian, daya saing menjadi sangat penting selain untuk kelanjutan perekonomian juga kelanjutan peradaban suatu bangsa.

Sejarah menunjukan bahwa negara-negara yang tinggi perada-bannya selalu disokong oleh kekuatan ekonomi yang hebat. Dalam kerangka kerja hukum, bagaimana MEA ini bekerja di atas sistem

hukum negara-negara anggota ASEAN yang memiliki latar belakang berbeda? Ada sistem hukum common law, civil law, socialist law, atau bahkan hybrid legal system yang beredar di sepuluh negara ASEAN. Mungkinkah ASEAN membangun harmonisasi hukum seperti Uni Eropa yang menginisiasi integrasi dalam beberapa lini termasuk hu-kum dan ekonomi.

Integrasi hukum di ASEAN menjadi sangat penting untuk meng-angkat isu-isu internasional. Sebagai contoh, Singapura dan Malaysia memiliki isu sentra mengenai perubahan iklim dan ketenagakerjaan, sementara Indonesia memiliki isu besar pada narkoba dan korupsi, adapun Thailand fokus pada isu terorisme. Keuntungan integrasi sis-tem hukum adalah sesama negara ASEAN bisa membuat nota kese-pemahaman bersama terkait isu penting termasuk investasi dan per-dagangan bebas.

Herlambang Prawiro, Mahasiswa Fisip Universitas Sebelas Maret

Surat Pembaca

fokus utama 4 Di Tengah KeTiDaKpasTian Dunia, Diplomasi inDonesia Terus BeKerja

7 penTingnya DemoKrasi Bagi KehiDupan Bernegara Dan huBungan anTar negara

fokus 9 BDf menjaDi forum DemoKrasi Dunia yang uTama

10 inDonesia menguKir faKTa islam, DemoKrasi Dan pluralisme DapaT hiDup BerDampingan secara harmonis

11 inDonesia mampu menyampaiKan pesan DemoKrasi Dan pluralisme Dengan TepaT

12 huBungan anTar agama Dan KeruKunan agama Di inDonesia perlu DijaDiKan moDel

13 inDonesia harus menjaDi pelopor Kemajuan DemoKrasi Di negara-negara islam

14 hiDup BersahaBaT Dengan perBeDaan

sorot 15 wamenlu fachir : perKuaT peran meDia Dan masyaraKaT sipil Dalam memajuKan DemoKrasi

16 KonfliK anTar agama, KelompoK eTnis Dan Kelas sosial TerjaDi Dan saling BerKaiTan

17 DemoKrasi Dan Toleransi merespon TanTangan pluralisme

18 pesanTren Bali Bina insani mengajarKan maKna KeBersamaan Dan Toleransi

19 inDonesia conToh yang BaiK Dalam mempraKTeKan Keragaman Dan harmoni

20 melihaT Dari DeKaT capaian DireKToraT jenDeral informasi Dan Diplomasi puBliK

resensi 21 resensi BuKu : permaTa Dari surga

lensa 23 negara oKi apresiasi pemri Dalam isu raKhine sTaTe

24 menlu ri serahKan BanTuan Kemanusian Di raKhine sTaTe

Page 3: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X

Para pembaca Tabloid Diplomasi yang terhormat, pada edisi perdana di tahun 2017 ini, kami menyuguhkan tiga topik utama, yaitu pelaksanaan kegiatan Bali Democracy Forum (BDF) IX, Pernya-taan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri RI dan bantuan kemanusian Indonesia untuk Myanmar.

Perhelatan BDF IX tahun 2016 ini terasa sangat istimewa karena dihadiri oleh 101 delegasi yang terdiri dari 95 de-legasi Negara dan 6 delegasi Organisasi Internasional dimana sebanyak 26 dele-gasi adalah delegasi Tingkat Menteri dan Wakil Menteri, serta 75 delegasi Tingkat Duta Besar. Ini merupakan capaian ter-tinggi sepanjang penyelenggaraan BDF dari tahun 2008.

BDF IX juga dihadiri oleh tokoh-tokoh dunia seperti Sekretaris Jen-deral PBB 1997-2006 Kofi Annan, Sekretaris Jenderal ASEAN 2008-2012 Surin Pitsuwan, dan pemenang Nobel Perdamaian 2015 Ouided Bouchamaoui. Disamping itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-71 Peter Thomson, juga menyampaikan pesan dalam bentuk video message. Hal ini semakin mengukuhkan posisi BDF sebagai forum dialog mengenai pembangunan demokrasi yang konstruktif di kawasan Asia Pasifik.

BDF IX juga menjadi istiwewa karena untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo turut hadir dan membuka se-cara resmi kegiatan ini sejak menjabat Presiden RI pada 2014.

Keistimewaan lain BDF IX adalah kunjungan lapangan delegasi BDF IX ke Pondok Pesantren Bali Bina Insani di Tabanan dimana mereka mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyara-kat setempat.

Kunjungan ini diisi dengan acara

dialog yang disambut baik oleh peserta delegasi BDF IX, diantaranya Duta Besar Namibia, Duta Besar Turki, Duta Besar Australia dan Duta Besar Saudi Arabia. Berikutnya dilakukan acara peninjauan pondok pesantren yang diakhiri dengan penandatanganan prasasti kunjungan delegasi BDF IX oleh Menlu RI Retno Marsudi.

Pada acara Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri RI 2017 yang diha-diri oleh segenap Duta Besar Negara-Ne-gara sahabat dan juga insan pers, Menlu RI Retno Marsudi menyatakan bahwa ancaman terhadap stabilitas dan kea-manan dunia pada 2017 ini tidak menyu-rut. Konflik masih terjadi di berbagai be-lahan dunia, yang selalu berakibat pada tragedi kemanusiaan bagi dunia. Untuk itu, kerja keras masih harus terus dilaku-kan, kerja sama internasional juga harus terus ditingkatkan agar stabilitas, perda-maian dan kesejahteraan dunia menjadi lebih baik.

Saat ini dunia semakin diwarnai dengan ketidakpastian, namun di tengah ketidakpastian tersebut, diplomasi Indonesia akan terus bekerja dan terus memperjuangkan kepentingan nasional dan memberikan kontribusi bagi stabi-litas dan perdamaian dunia.

Untuk melengkapi edisi kali ini, se-lain tiga topik utama tersebut, kami juga menampilkan beberapa topik lainnya yang menarik antara lain bantuan ke-manusian Indonesia untuk masyarakat Rakhine, Myanmar.

Redaksi tabloid Diplomasi beserta seluruh staff mengucapkan Selamat Ta-hun baru 2017. Semoga tahun 2017 ini menjadi tahun yang lebih baik, tidak saja bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.

Selamat membaca dan semoga ber-manfaat.

Salam Diplomasi.

Catatan redaksi

bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, infor-masi, kritik dan saran, silahkan kirim email:

[email protected]

Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau

meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber.

wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan

aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.

penanGGunG jaWabDuta besar niniek K. naryatie(Plt. Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik)

al busyra basnur(Direktur Diplomasi Publik)Aziz Nurwahyudi(Sekretaris Direktorat Jenderal IDP)

redakturarif Suyoko

penYuntinG/editor agus Heryanabambang PrihartadiTangkuman alexanderagus badrul jamaletty rachmawatiPinkan O TulungCherly natalia PalijamaPurnowidodoMeylia WulandariKhaririCahyono

deSain GraFiS dan FotoGraFialfons M. Sroyerarya Daru Pangayunanibnu SulhanTsabit latief

SekretariatMahendraHesty M. lonmasaDarmia DimuOrchida Sekarratriagus usmawanKistonoDewa Putu Sastrawaniskandar Syahputra

alamat redakSiDirektorat Diplomasi Publik, Kementerian luar negeri ri, lt. 12jl. Taman Pejambon no.6, jakarta Pusat Telp. 021- 68663162,3863708, fax : 021- 29095331, 385 8035

Tabloid Diplomasi edisi bahasa indonesia dan inggris dapat didownload di :http://www.tabloiddiplomasi.orgemail : [email protected]

diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat jenderal iDPKementerian luar negeri r.i.

Page 4: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XFokuS utama4 DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Pernyataan Pers TahunanMenteri Luar Negeri (PPTM) 2017

Peran Indonesia di kawasan dan du-nia internasional terus meningkat di tahun 2016

Tahun 2016 baru saja ber-akhir. Ancaman terhadap stabi-litas dan keamanan dunia tidak menyurut. Konflik masih terjadi di berbagai belahan dunia, kon-flik yang selalu berakibat pada tragedi kemanusiaan.

Tidak terhitung berapa ba-nyak jumlah orang meninggal karena konflik di Suriah, Yaman, Irak, Afghanistan, Sudan, Mali dan Republik Afrika Tengah.

Tidak terbilang berapa ba-nyak orang yang harus mening-galkan negaranya karena konflik dan influx pengungsi masih terus terjadi.

Tidak terbilang berapa ba-nyak orang yang kehilangan ma-sa depannya karena konflik.

Konflik-konflik ini juga men-ciptakan trauma psikologis, ter-

ma-suk kepada anak-anak. Anak-anak tumpuan harapan masa depan dunia.

Selain konflik, ancaman terorisme masih terus berlangsung. Lebih dari 150 serangan teroris terjadi di berbagai belahan dunia di tahun 2016.

Bom Thamrin 13 Januari 2016 hingga serangan di Berlin 19 Desem-ber 2016 menunjukkan ancaman terorisme dan militansi ekstremis-me/radikalisme justru mengalami peningkatan. Bahkan tahun 2017 dibuka dengan serangan teroris di Istanbul 1 januari lalu.

Pemerintah Indonesia mengecam peristiwa tersebut dan menyam-paikan duka cita kepada para korban dan keluarga korban.

Kecenderungan munculnya politik populisme dan pragmatisme juga mewarnai tahun 2016.

Ekonomi dunia masih belum pulih. Sesuai koreksi Bank Dunia, se-lama tiga tahun berturut-turut, perekonomian global tumbuh lebih rendah dari prediksi sebelumnya.

Kita patut mensyukuri bahwa perekonomian Indonesia masih tumbuh 5%. Menko Perekonomian Indonesia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah pertumbuhan yang berkua-litas, yang ditunjukkan dengan menurunnya angka ketimpangan, ke-miskinan dan pengangguran.

Kembali ke situasi dunia, harga komoditi masih rendah dan mem-berikan tantangan tersendiri bagi negara-negara berkembang peng-hasil komoditi.

Singkat kata, dunia semakin diwarnai ketidakpastian – uncertain-ties have become more obvious.

Di tengah ketidakpastian tersebut, diplomasi Indonesia terus be-

kerja – terus memperjuangkan kepentingan nasional dan mem-berikan kontribusi bagi stabilitas dan perdamaian dunia.

Di penghujung tahun 2016, diplomasi Indonesia bekerja se-cara intensif untuk membantu penyelesaian isu Rakhine State.

Indonesia menyampaikan concern terhadap perkembang-an kemanusiaan dan keamanan, terutama terkait minoritas Muslim di Rakhine State. Indonesia menekankan penting-nya pembangunan secara in-klusif, penghormatan HAM dan proteksi terhadap semua komunitas; sekaligus pada saat yang sama menawarkan saran dan bantuan penyelesaian isu ini, serta menawarkan kerja sama yang tidak hanya bersifat immediate, namun juga untuk jangka menengah dan panjang.

Berbagai komunikasi dan pertemuan telah dilakukan Indonesia, antara lain dengan State Counsellor of Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi; Ketua Rakhine Advisory Commission, Kofi Annan; Menlu dan PM Bangladesh; serta berbagai stakeholder baik di Jakarta, Yangon dan Dhaka.

Sebagai bagian dari upaya shuttle diplomacy, Menlu RI juga melakukan kunjungan langsung ke kamp pengungsi Kutupalong di Cox Baza, di perbatasan Bangladesh-Myanmar.

Kepedulian Indonesia juga di-wujudkan melalui pengiriman 10 kontainer bantuan kemanusiaan ke Rakhine State pada tanggal 29 Desember 2016.

Diplomacy for humanity has been continuously undertaken.

Semua langkah diplomasi

Di Tengah Ketidakpastian Dunia, Diplomasi Indonesia Terus Bekerja

Page 5: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X FokuS utama 5DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Indonesia dilakukan secara kon-struktif, tanpa kegaduhan.

Kita percaya bahwa “Actions Speak Louder Than Words”.

ASEAN tetap menjadi sokoguru politik luar negeri Indonesia.

Unity and Centrality of ASEAN harus tetap dijaga oleh setiap ne-gara anggota ASEAN. Diplomasi Indonesia terus memastikan terjaganya unity dan centrality ASEAN.

Komitmen Indonesia dalam memperkuat unity and centrality ASEAN sangat terlihat selama berlangsungnya berbagai per-temuan ASEAN dan pertemuan terkait lainnya.

Dalam kaitan ini, Indonesia telah menginisiasi “Joint Statem-ent of the Foreign Ministers of ASEAN Member State on the Maintenance of Peace, Security and Stability in the Region”, dalam Pertemuan Tingkat Menlu ASEAN ke-49, 24-25 Juli 2016.

Kekhawatiran banyak pihak bahwa ASEAN tidak akan dapat mencapai konsensus dalam per-temuan tersebut, juga berhasil dipatahkan. Pertemuan dapat mengeluarkan sebuah “Joint Communique”.

Pada bulan Desember 2016, Indonesia juga menjadi tuan rumah pertemuan SOM ASEAN untuk mengkokohkan unity and centrality ASEAN dalam meng-hadapi tantangan baru kawasan dan dunia.

Guna menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan, khusus-nya di wilayah Laut China Sela-tan (LCS), penting bagi semua negara untuk menghormati hu-kum internasional, termasuk UNCLOS 1982.

Posisi Indonesia di LCS tidak berubah dan bahkan semakin ko-koh. Bahwa Indonesia memiliki overlapping batas maritim hanya dengan Malaysia dan Vietnam. Batas landas kontinen sudah di-selesaikan dengan kedua negara tersebut, sedangkan batas ZEE sedang dirundingkan. Indonesia tidak memiliki batas maritim

dengan negara lain.Kegiatan ekonomi di Kepulau-

an Natuna terus digalakkan. Wi-layah laut di sekitar Kepulauan Natuna akan terus dijaga.

Demi perdamaian dan sta-bilitas di Laut China Selatan, Indonesia terus mendorong agar negosiasi Code of Conduct (CoC) dapat segera dilakukan antara ASEAN dan RRT.

Indonesia menghargai komit-men RRT untuk menyegerakan pembahasan mengenai CoC, se-bagaimana disampaikan dalam KTT ASEAN di Vientiane bulan September 2016.

Atas usul Indonesia, pada KTT ASEAN-RRT September 2016 di-sepakati “Hotline of Communica-tions” untuk merespon maritime emergencies dalam pelaksanaan Declaration of Conduct.

Ada pepatah mengatakan “good fences make good neigh-bours”. Dalam konteks inilah kon-sultasi dan negosiasi Indonesia dengan negara tetangga menge-nai batas negara, baik batas laut maupun darat, terus dilakukan.

Dalam tahun 2016 telah dila-kukan 20 pertemuan/perunding-an batas maritim dan 16 perte-muan/perundingan batas darat.

Salah satu capaian utama da-lam masalah perbatasan adalah telah diratifikasinya Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah RI-Singapura tanggal 15 Desember 2016. Rencananya dokumen ra-tifikasi ini akan dipertukarkan di Singapura pada Januari 2017.

Capaian-capaian lainnya dari pertemuan/perundingan, antara lain: disepakatinya draft MoU Survey and Demarcation ke-20 antara Indonesia dan Malaysia untuk batas darat Kalimantan Utara dan Sabah; penyelesaian tahap akhir dua unresolved segment batas darat Indonesia-Timor Leste.

Pemagaran integritas wilayah NKRI juga diintensifkan di tahun 2016. Indonesia menyampaikan terima kasih atas konsistensi dukungan negara-negara saha-bat terhadap integritas wilayah

NKRI.Bagi diplomat Indonesia, ‘ti-

dak ada kata mundur’ sedikitpun saat berbicara mengenai kedau-latan. Saya ulangi, ‘tidak ada kata mundur’ se-inci pun saat kita berbicara masalah kedaulatan NKRI.

Upaya perlindungan WNI di luar negeri terus diperbaiki dari waktu ke waktu.

Indonesia menghadapi tan-tangan yang cukup berat dengan maraknya kasus penculikan WNI, baik di wilayah perairan Sulu maupun perairan Malaysia.

Atas inisiatif Indonesia, te-lah dilangsungkan pertemuan trilateral Indonesia-Malaysia-Filipina.

Dalam kesempatan tersebut, Indonesia menekankan penting-nya tiap negara menjaga keama-nan wilayah perairannya.

Indonesia juga menegaskan pentingnya dibentuk kerja sama trilateral untuk meningkatkan keamanan perairan Sulu dan Sabah.

Kerja sama trilateral berhasil kita bentuk.

Dua puluh lima WNI berhasil dibebaskan dari penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayaf di Filipina Selatan.

Empat WNI lainnya telah pula dibebaskan dari Somalia, setelah empat setengah tahun dalam penyanderaan.

Masih ada empat saudara kita yang masih harus dibebaskan di Filipina Selatan. Pemerintah tidak akan pernah tinggal diam sampai mereka kembali dengan selamat kepada keluarganya ma-sing-masing.

We will do whatever we can to release them.

Dalam konflik Suriah, Indonesia menjadi satu dari sedi-kit negara yang terus menjalankan misi diplomatik, baik melalui KBRI Damaskus. maupun kantor konsuler di Alepo dan Lattakia untuk penampungan WNI.

Bahkan di tahun 2016, diplo-mat Indonesia mampu menem-bus kota Raqqah, Suriah, untuk

menyelamatkan WNI.Selain itu, Pemerintah juga

berhasil menangani: penyele-saian 11.065 kasus WNI di luar negeri; membebaskan 71 WNI dari hukuman mati; menyelesai-kan dan memberikan perlindun-gan kepada 399 korban TPPO; memfasilitasi pemulangan 41.569 WNI; mengembalikan dana seni-lai lebih dari Rp 92 milyar kepada WNI melalui pembayaran diyat, asuransi gaji dan kompensasi lainnya; dan menangani 512 ABK yang menghadapi permasalahan di luar negeri.

Kemampuan respon cepat (immediate response) dalam memberikan perlindungan ke-pada WNI di luar negeri diuji sepanjang tahun 2016. Namun dengan kerja sama yang baik an-tara Kemlu dan Perwakilan, hal tersebut dapat ditangani dengan baik.

Ratusan WNI yang terjebak di berbagai airport di Turki pada saat terjadinya kudeta 15 Juli 2016 da-pat diberikan bantuan secara ce-pat. 190 mahasiswa di Turki yang kelangsungan studinya terancam pasca kudeta dapat dibantu. Em-pat mahasiswa di Turki yang dita-han akibat krisis politik di Turki berhasil dibebaskan. 283 orang jemaah/calon jemaah haji Indo-nesia pengguna paspor Filipina dapat dipulangkan dan dilepas-kan dari tuntutan hukum karena status mereka sebagai korban. 34 WNI korban kapal pengangkut buruh migran Indonesia (BMI) yang tenggelam di perairan Johor, Malaysia dapat diselamatkan dan dipulangkan ke daerah asal.

Dinamika dan mobilitas WNI di luar negeri yang semakin me-ningkat menjadikan penggunaan teknologi informasi dalam pe-layanan dan perlindungan WNI sebagai sebuah keniscayaan.

Sejumlah terobosan telah dila-kukan, seperti integrasi penuh database WNI di luar negeri (e-perlindungan) dengan database BNP2TKI. Integrasi selanjutnya dengan database Dukcapil Ke-menterian Dalam Negeri sudah

Page 6: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan InteraksiFokuS utama6

mulai dipersiapkan.Secara proaktif, 8 Perwakilan

RI sudah menerapkan pelayanan dan perlindungan berbasis tek-nologi dan aplikasi bergerak (mobile application), yaitu di KBRI Den Haag, Seoul, Bangkok, Brussel, Singapura dan KJRI Jeddah, Hongkong, serta KJRI Tawau. Sejumlah Perwakilan RI lainnya akan menyusul tahun ini.

Hari ini Kemlu telah me-luncurkan beta version aplikasi SafeTravel. Dengan aplikasi ini, Kemlu dapat mengetahui seba-ran, lokasi dan identitas WNI di luar negeri secara aktual serta memberikan bantuan cepat (quick response) dalam kondisi darurat.

Trend WNI yang menjadi kor-ban perdagangan manusia di luar negeri semakin meningkat. Me-respon hal tersebut, Kemlu mela-kukan sejumlah langkah seperti penandatanganan MoU tentang Penanganan WNI Korban TPPO di luar negeri dengan 6 Kemente-rian/Lembaga; menandatangani MoU bilateral di bidang penang-gulangan TPPO dengan Persatu-an Emirat Arab, serta menjajaki MoU serupa dengan seluruh ne-gara Gulf Cooperation Countries (GCC).

Perjuangan untuk melin-dungi buruh migran juga terus dilakukan, antara lain di ASEAN. Indonesia berhasil meyakinkan negara-negara ASEAN lainnya untuk menyepakati Vientiane Declaration On Transition from Informal Employment to Formal Employment toward Decent Work Promotions.

Penguatan Diplomasi Eko-nomi juga terus digalakkan.

Dukungan diplomasi ekonomi terlihat nyata bagi 14 Paket Kebi-jakan Ekonomi yang dikeluarkan Pemerintah. Kemlu merupakan bagian dari Kelompok Kerja I yang menangani Kampanye dan Diseminasi Kebijakan Ekonomi pada Satgas Percepatan dan Efek-tivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi (PEPKE).

Sebanyak 149 perjanjian bila-teral dan multilateral di bidang ekonomi disepakati sepanjang 2016.

Diplomat RI aktif mengga-lang partisipasi negara lain da-lam Trade Expo Indonesia 2016 dimana 125 negara berpartisipasi dan membukukan transaksi sebe-sar USD 974,76 juta. Selain itu, 31 kontrak dagang ditandatangani dengan nilai USD 200 juta.

Tim Pokja Diplomasi Ekono-mi maupun Perwakilan RI telah memfasilitasi lebih dari 35.000 pelaku usaha Indonesia untuk melakukan kontak, menangani queries, match-making dengan potensi transaksi sebesar hampir USD 30 milyar.

Beberapa catatan lain dalam bidang ekonomi adalah: PT INKA berhasil mengekspor 150 ger-bong kereta api senilai USD 72,3 juta, dan pembicaraan lanjutan penambahan ekspor sedang diba-has; Ekspor pesawat CN 235 pro-duksi PT Dirgantara Indonesia ke Senegal dan Thailand; Pembangu-nan pabrik mie instan Indonesia di Serbia senilai 11 juta Euro untuk memenuhi pasar Eropa.

Tahun 2016 juga mencatat intensifikasi perundingan CEPA: Scoping paper Indonesia-Uni Eropa CEPA telah selesai dilakukan dan kesepakatan dimulainya negosiasi pada 2017; Dilakukannya 4 kali negosiasi Indonesia-Australia CEPA; 6 kali negosiasi RCEP; 2 kali pe-rundingan Indonesia-EFTA CEPA; dan 4 kali perundingan ASEAN-Hong Kong FTA.

Satu hal yang sangat patut disyukuri adalah pada penghu-jung 2016, Uni Eropa telah memberikan sertifikasi Forest Law Enforcment Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) untuk produk kayu Indonesia. Indonesia merupakan negara pertama yang mendapatkan sertifikasi tersebut dan akan memudahkan eksor produk kayu Indonesia ke wilayah lain.

Pengakuan juga dicapai de-

ngan diizinkannya tiga maskapai penerbangan Indonesia untuk kembali dapat terbang di Uni Ero-pa. Maskapai Garuda juga mela-kukan penerbangan langsung ke dua destinasi baru, yaitu London Heathrow dan Mumbai.

Peran Indonesia di kawasan dan dunia internasional telah me-ningkat di tahun 2016.

Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan 3 negara, yak-ni Chad, Central African Republic dan Equatorial Guinea. Kini Indonesia memiliki hubungan diplomatik dengan 190 dari 193 negara anggota PBB.

Indonesia aktif berkontribusi melalui berbagai pertemuan. Tercatat Presiden melakukan 55 pertemuan bilateral dan inter-nasional; Wakil Presiden 13 per-temuan; Menteri luar Negeri 302 pertemuan; dan Wakil Menteri Luar Negeri 35 pertemuan.

Diplomasi Indonesia selalu diarahkan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas dunia. Diplomasi Indonesia terus be-kerja menyampaikan pesan per-damaian kepada Iran dan Arab Saudi. Atas inisiatif Indonesia, telah disetujui pembentukan Contact Group on Peace and Reconciliation di OKI.

Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar pasu-kan perdamaian dunia. Indonesia telah mengirim 2.731 personel pada 9 misi PBB.

Melalui berbagai forum di PBB, OKI, ASEAN, G20, maupun MIKTA dan BDF, Indonesia selalu menyuarakan pentingnya menge-depankan kerja sama dan dialog serta meminimalisasi konfrontasi dan politisasi; pemberantasan terorisme melalui penegakan hu-kum yang diimbangi dengan pen-dekatan kultural dan keagamaan; mempromosikan Islam sebagai ‘rahmatan lil alamin’ sekaligus penghormatan bagi keberaga-man; mendorong peran perem-puan dalam mekanisme pengam-bilan keputusan, serta koherensi kebijakan dan tata ekonomi glo-bal yang adil.

Khusus untuk MIKTA, atas ini-siatif Indonesia, interfaith dialo-gue telah dilakukan di Yogyakarta bulan Oktober 2016.

Indonesia bersama Norwegia, Kolombia, Ethiopia, Ghana, Yordania dan Meksiko, telah menyerahkan masukan reformasi PBB kepada Sekretaris Jenderal baru PBB, Antonio Guteres, dalam bentuk UN 70: A New Agenda for the Next Secretary-General.

Khusus mengenai Palestina, kita memiliki dua pilihan, apakah kita akan pasif atau aktif – do no-thing or do something. Indonesia chooses to do something.

Indonesia tidak akan mundur dalam membantu perjuangan ke-merdekaan Palestina.

Indonesia telah menyeleng-garakan KTT Luar Biasa menge-nai Palestina, Al Quds Al Sharif di Jakarta, Maret 2016. KTT ini menghasilkan ‘Deklarasi Jakarta’ yang mendukung kemerdekaan Palestina dengan berbagai tero-bosan dan aksi nyata.

Indonesia akan menggalang sebanyak mungkin dukungan agar penyelesaian “Two State So-lution” dapat terealisasi. Namun kita menyadari bahwa terdapat jalan yang terjal di depan kita.

Untuk itu, Indonesia mendu-kung inisiatif Konferensi Interna-sional gagasan Perancis. Indone-sia telah hadir dalam Pertemuan di Paris, Juni 2016 dan akan hadir dalam pertemuan Januari ini di Paris.

Sebagai terobosan diplomatik, Indonesia telah membuka Kon-sulat Kehormatan di Ramallah dan berencana membuka ‘Ru-mah Indonesia’ di Palestina.

Selanjutnya, di tengah ke-prihatinan dunia atas krisis pe-ngungsi, Indonesia maju dengan inisiatif konkrit.

Melalui Bali Process, Indonesia menggalang persetujuan negara asal, transit dan tujuan bagi mekanisme konsultasi sebagai respon terhadap situasi darurat migrasi ireguler di kawasan.(Disunting dari pidato Menlu RI pada PPTM 2017)

Page 7: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XDiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi FokuS utama 7

Merupakan sua-tu kehormatan bagi saya untuk berada di acara P e m b u k a a n

Forum Demokrasi Bali ke-9.Acara Forum Demokrasi Bali

tahun ini sangat istimewa karena dihadiri tokoh dunia, pemenang Nobel Perdamaian, para Menteri Luar Negeri dari 95 negara dan 6 organisasi internasional.

Dalam beberapa tahun ter-akhir ini, setiap menghadiri pertemuan internasional, saya menangkap adanya kegamangan dan kekhawatiran dari negara-negara di dunia.

Saya melihat bahwa pandangan ini tidak lepas dari situasi dunia saat ini, konflik lama dan kon-flik baru terus berlangsung di sejumlah negara, termasuk per-juangan kemerdekaan rakyat Palestina yang masih belum mendapat hasil yang diharap-kan, berkembangnya dengan pesat faham radikalisme dan ekstrimisme di berbagai pelosok dunia, menurunnya rasa toleran dan kemauan untuk menerima perbedaan di banyak masyarakat dunia, dan bertumbuhnya aksi xenophobia.

Saya dapat mengerti jika situasi ini memunculkan rasa kekhawatiran dan kegamangan, lebih lagi dibarengi dengan kon-disi ekonomi dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Adanya tantangan dalam negeri, baik tantangan politik, ekonomi dan sosial di hampir semua negara.

Dalam keadaan situasi inilah kita membutuhkan rasa opti-misme. Optimisme yang dapat dihasilkan dari kita saling berbi-cara, optimisme yang dapat ber-kembang dari kita bertukar fiki-

ran dan pengalaman, optimisme yang saya harapkan dapat tum-buh dari hadirnya kita semua di Forum Demokrasi Bali ini.

Oleh karena itu tema Forum Demokrasi Bali tahun ini “Aga-ma, Demokrasi dan Toleransi”, saya nilai sangat relevan dengan situasi kawasan dan dunia saat ini.

Karena kita memiliki keya-kinan tinggi bahwa agama meru-pakan karunia Allah bagi semes-ta alam atau rahmatan lil alamin. Karena kita optimis bahwa de-mokrasi membawa kehendak rakyat dan kebaikan bagi umat manusia. Karena kita sadar bah-wa toleransi diperlukan karena kita semua berbeda-beda.

Sejak berabad-abad agama memainkan peran yang penting bagi kehidupan umat manusia, kehidupan sosial, ekonomi dan politik, baik pada tataran nasio-nal, regional dan global.

Tidak kalah pentingnya bu-daya saling menghormati dan sifat toleransi telah menjadi benang yang mempersatukan masyarakat dunia yang berbeda-beda sejak kita ada di bumi.

Dan saya yakin bahwa kita semua yang berada di ruangan ini sepakat mengenai penting-nya arti demokrasi bagi suatu kehidupan bernegara, bagi hu-bungan antar negara dunia.

Maka tugas bagi kita semua disini adalah memastikan bagai-mana demokrasi dapat bekerja dengan baik, mendukung stabi-litas dan perdamaian, dan men-datangkan kesejahteraan bagi rakyat.

Untuk tujuan itu, Pemerin-tah perlu secara aktif mendo-rong sinergi antara demokrasi, agama dan toleransi. Upaya itu

hendaknya terefleksikan dalam semua kebijakan nasional. Ka-renanya pendekatan top-down berupa peran aktif pemerintah menjadi kunci, baik melalui good governance maupun supremasi hukum yang sama pentingnya dengan upaya penguatan demo-krasi dari akar rumput.

Kami di Indonesia memi-liki keberuntungan. Indonesia memiliki sejarah kemajemukan yang sangat panjang. Indonesia adalah rumah bagi kemajemu-kan. Terdapat lebih dari 1.300 et-nik yang hidup di Indonesia.

Indonesia adalah negara dengan penduduk beragama Is-lam terbesar di dunia. Sekitar 85% dari lebih 252 juta pendu-duk Indonesia adalah Muslim.

Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-7. Sejarah Indonesia mengajarkan bahwa ajaran Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai. Nilai menge-nai perdamaian inilah yang sam-

pai saat ini terus dipegang oleh umat Islam Indonesia.

Selain Islam, Indonesia adalah rumah bagi umat Kristiani, Katolik, Hindu, Buddha dan Kongfucian.

Nilai-nilai perdamaian juga dipegang teguh oleh semua umat di Indonesia.

Anda dapat bayangkan tanpa nilai toleransi yang tinggi bagai-mana mungkin sebuah pondok pesantren dapat hidup dengan aman dan nyaman di tengah ma-syarakat yang mayoritas pendu-duknya penganut agama Hindu.

Ini semua telah mendorong sinergi alami antara agama, toleransi dan demokrasi di Indonesia.

Dalam sejarahnya, rakyat Indonesia dengan gigih terus memperjuangkan demokrasi, karena dengan demokrasi setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, check and balance akan bekerja, every single

Pentingnya Demokrasi Bagi Kehidupan bernegara Dan Hubungan Antar Negara

Presiden Joko Widodo

Page 8: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan InteraksiFokuS 8

voice matters.Rakyat Indonesia berkeya-

kinan bahwa melalui demokrasi maka Indonesia akan menjadi lebih baik.

Demokrasi juga merupakan proses, yang artinya kita terus be-lajar dari proses yang kita jalani dalam berdemokrasi, dan kita perlu belajar dari pengalaman negara lain dalam berdemokrasi.

Oleh karena itu Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk menjadikan Forum De-mokrasi Bali sebagai satu forum yang nyaman bagi setiap negara untuk berbagi mengenai pe-ngalaman dalam berdemokrasi, tantangan dalam berdemokrasi, dan mengembangkan kerjasama untuk saling membantu dalam berdemokrasi.

Forum ini bukan forum un-tuk “finger pointing exercise”. Justru forum ini harus digunakan untuk saling memperkuat satu sama lain.

Melalui Institute for Peace and Democracy (IPD), Indonesia siap mengembangkan kerjasama kongkret di bidang demokrasi dan perdamaian.

Sebagai penutup, saya sam-

paikan selamat melakukan dia-log mengenai demokrasi dan toleransi. Saya yakin akan selalu ada hal baru yang diperoleh dari setiap dialog. Terima kasih.

(Pidato Presiden RI pada Pembukaan Bali Democracy Fo-rum IX, di Bali International Con-ference Centre, Nusa Dua, Bali, 7 Desember 2016)

BDF IX mengajak peserta melihat praktik nyata dan melibatkan semua pemangku kepentingan

“Kami sengaja mengambil program ini un-tuk memperlihatkan di lapangan pada level masyarakat ada kebersamaan dan toleransi yang berjalan. Bagaimana mungkin ditengah-tengah masyarakat Hindu berdiri sebuah pon-dok pesantren yang hidup dengan nyaman tanpa gangguan apapun. Ini menjadi suatu contoh bagaimana perbedaan bisa dijadikan modal untuk membangun kualitas manusia yang berintegritas” ujar Menlu RI.

Rangkaian penyelenggaraan BDF IX lainya adalah penyelenggaaraan seminar Internasio-nal dengan tema ” Islam and Democracy, the Challenge of Pluralism and Security” kegiatan ini melibatkan tokoh-tokoh agama, LSM dan media dari berbagai negara. (Berita terkait pada halaman 15).

Tingginya partisipasi pejabat tinggi negara pada penyeleng-garaan BDF IX telah mengukuh-kan posisi BDF sebagai forum dialog mengenai pembangunan

demokrasi yang konstruktif di kawasan Asia Pasifik.

Pengakuan dunia internasional terhadap eksistensi BDF terlihat dari kehadiran tokoh-tokoh dunia seperti Sekretaris Jenderal PBB 1997-2006 Kofi Annan, Sekretaris Jenderal ASEAN 2008-2012 Surin Pitsuwan, dan pemenang Nobel Perdamaian 2015 Ouided Bouchamaoui. Disamping itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-71 Peter Thomson, juga menyampaikan pesan dalam bentuk video

message. BDF IX juga menjadi istiwewa karena un-

tuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo turut hadir dan membuka secara resmi kegi-atan ini sejak menjabat Presiden RI pada 2014.

Keistimewaan lainnya dari perhelatan BDF IX adalah adanya kegiatan site visit atau kun-jungan para delegasi BDF IX ke Pondok Pe-santren Bali Bina Insani di Tabanan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan wujud toleransi di Indonesia, dimana di suatu desa yang hampir seluruh penduduknya beragama Hindu ternyata ada sebuah pondok pesantren yang dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik.

Kegiatan site visit ini merupakan yang per-tama kali dilakukan sepanjang perjalanan per-helatan BDF sejak 2008.

Page 9: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XDiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi FokuS 9

Perhelatan Bali Demo-cracy Forum (BDF) IX di Bali Interna-tional Conference Center (BICC), Nusa

Dua, Bali pada tanggal 8-9 De-sember 2016, dihadiri oleh 101 delegasi, yaitu terdiri dari 46 de-legasi negara peserta, 49 delegasi negara peninjau dan 6 delegasi peninjau dari organisasi interna-sional.

Delegasi negara peserta terdiri dari 10 delegasi Tingkat Menteri, 11 delegasi Tingkat Wakil Menteri, dan 25 delegasi Tingkat Duta Besar. Delegasi negara peninjau terdiri dari 2 delegasi Tingkat Menteri, 1 delegasi Tingkat Wakil Menteri, dan 46 delegasi Tingkat Duta Besar. Sedangkan delegasi peninjau dari organisasi internasional terdiri dari 1 delegasi Tingkat Menteri, 1 delegasi Tingkat Wakil Menteri, dan 4 delegasi Tingkat Duta Besar.

Negara-negara yang mengi-rimkan delegasi Tingkat Menteri adalah: Afghanistan, Fiji, Maldi-ves, Nepal, Palestina, Papua New Guinea, Filipina, Qatar, Singapu-ra, dan Timor Leste.

Negara-negara yang mengi-rimkan delegasi Tingkat Wakil Menteri adalah: Armenia, Bang-ladesh, Brunei Darussalam, Chi-na, Iran, Jepang, Laos, Malaysia, Mongolia, Thailand, dan Turk-menistan.

Sedangkan negara-negara lainnya, yaitu: Australia, Azerbaijan, Bahrain, Kamboja, Georgia, India, Indonesia, Irak, Jordan, Kazakhstan, Korea, Kuwait, Myanmar, New Zealand, Oman, Pakistan, Russia, Saudi Arabia, Solomon Island, Srilanka, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, dan Vietnam mengirimkan delegasi Tingkat Duta Besar .

Libya dan Suriname adalah dua negara peninjau yang mengirimkan delegasi Tingkat Menteri, sedangkan Zimbabwe mengirimkan delegasi peninjau Tingkat Wakil Menteri. Sementara itu, 46 negara peninjau lainnya mengirimkan delegasi Tingkat Duta Besar. Negara-negara tersebut adalah: Algeria, Argentina, Austria, Belarus, Belgia, Bosnia Herzegovina, Brazil, Bulgaria, Kanada, Chile, Colombia, Czech, Denmark, Equador, Ethiopia, Perancis, Finlandia, Germany, Hungaria, Irlandia, Italia, Lebanon, Luxembourg, Mexico, Maroko, Mozambique, Namibia, Netherland, Nigeria, Norwegia, Peru, Polandia, Portugal, Senegal, Serbia, Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Sudan, Swedia, Switzerland, Ukraina, UK, USA, dan Venezuela.

Organisasi internasional yang turut berpartisi-pasi dalam pelaksanaan BDF IX 2016 dan hadir se-bagai peninjau adalah: MSG (Melanesian Spearhead Group), IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance), Uni Eropa, Community of Democracies, ICRC (International Committee of the Red Cross) dan PBB.

Melanesian Spearhead Group (MSG) mengi-rimkan delegasi Tingkat Menteri, sementara IDEA mengirimkan delegasi Tingkat Wakil Menteri. Se-dangkan empat organisasi internasional lainnya, masing-masing mengirimkan delegasi Tingkat Duta Besar.

Jadi secara keseluruhan, perhelatan BDF IX 2016 dihadiri oleh 101 delegasi yang dipimpin oleh 13 Menteri, 13 Wakil Menteri dan 75 Duta Besar.

Adapun para Menteri yang hadir adalah: Faiz Mohammad Osmani (Menlu Afghanistan), Seremaia Cavuilati (Menlu Fiji), Dr. Mohamed Asim (Menlu Maldives), Dr. Prakash Sharan Mahat (Menlu Nepal), Dr. Riad Al Maliki (Menlu Palestina), Rimbink Pato (Menlu PNG), Ernesto C. Abella (Juru Bicara Kepresidenan Filipina), Sultan Bin Saad Al Muraikh (Menlu Qatar), Amrin Amin (Sekretaris Parlemen Singapura), Hernani Coelho (Menlu Timor Leste), Mohamed Attaher Siyala (Menlu Libya), Niermala Badrising (Menlu Suriname), dan Amena Yauvoli (Dirjen Asia, Pasifik dan Afrika MSG). []

bdf menjadi forum demokrasi dunia yang utama

NeGARA-NeGARA YANG MeNGIRIMKAN DELEGASI TINGKAT MENTERI ADALAH: AFGHANISTAN, FIJI, MALDIVES, NEPAL,

PALESTINA, PAPUA NEW GUINEA, FILIPINA, QATAR, SINGAPURA, DAN TIMOR LESTE.

Page 10: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi10 FokuS

Indonesia Mengukir Fakta Islam, Demokrasi Dan Pluralisme Dapat Hidup Berdampingan Secara Harmonis

Ini untuk ke-9 tahun bertu-rut-turut bahwa Indonesia bangga menjadi tuan ru-mah Bali Democracy Fo-rum.

Saya berharap bahwa tahun depan, kita akan dapat menyam-but partisipasi negara yang lebih banyak dan mendiskusikan tan-tangan yang dihadapi oleh kawa-san lain.

Melalui forum ini, kita bisa

belajar tentang demokrasi dan isu-isu lain yang berkaitan dengan itu, tidak melalui tunjuk-jari atau menggurui, tapi dengan berbagi pengalaman kita.

Sebagai tuan rumah, Indonesia sangat percaya bahwa diskusi yang berkelanjutan dan berbagi lesson-learned adalah hal yang terpenting untuk memajukan setiap kemajuan demokrasi kita sendiri.

Seperti pertukaran pandangan telah menjadi lebih penting pada saat tantangan demokrasi timbul.

Di sejumlah negara demokratis yang menjadi lebih multietnis, multi agama dan nilai-nilai, ketegangan horisontal adalah realitas yang konstan.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, kita harus lebih memper-

kuat komitmen kita terhadap ni-lai-nilai toleransi, pluralisme dan moderasi dan menjadikannya sebagai bagian yang tertanam dalam komunitas kita.

Demokrasi di Indonesia bera-da dalam ayunan penuh. Dan itu dipraktekkan dalam perjalanan hidup masyarakat kami.

Indonesia menjadi saksi se-buah fakta bahwa Islam, demo-krasi dan pluralisme dapat hidup berdampingan secara harmonis.

Namun, ini bukan sesuatu yang harus diambil untuk dibe-rikan. Kami harus terus bekerja untuk memelihara dan mem-buatnya kuat.

Oleh karena itu Bali Democracy Forum adalah platform penting bagi kita untuk melakukannya.

Kami laporkan, bahwa Bali Democracy Forum ke-9 ini diha-diri oleh delegasi dari 95 negara dan 6 organisasi internasional.

Kami juga merasa sangat terhormat atas kehadiran Mr Koffi Annan, Sekretaris Jenderal PBB periode 1997-2006, Madame Ouided Bouchamaoui, pemenang Nobel Perdamaian tahun 2015, dan Sekretaris Jenderal ASEAN periode 2008-2012, HE Surin Pitsuwan, pada pertemuan ini.

Dalam pertemuan dua hari ini, kita akan membahas Pro-moting Democracy and Religi-ous Harmony in Responding to the challenges of pluralism. Kita juga memiliki kesempatan untuk berbagi praktik terbaik dan pe-lajaran penting dalam membina kerukunan beragama dan dalam melawan kekerasan ekstremisme melalui tanggapan yang demo-kratis.

Menlu Retno

Page 11: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X 11FokuS DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan InteraksiDiplomasi

TABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Saya percaya bahwa agama, plu-ralisme dan demokrasi tidak bertentangan. Sebaliknya, saya percaya bahwa agama, pluralis-me dan demokrasi dapat saling

memperkuat fondasi masyarakat yang se-hat, stabil, dan sejahtera.

Dari waktu subuh, dan di empat penjuru bumi, agama dan kepercayaan telah mem-berikan kemanusiaan kode etnis, bimbingan spiritual dan kenyamanan. Utamanya, agama

telah menjadi kekuatan pendorong bagi ke-majuan pribadi dan sosial. Bahkan di negara-negara sekuler, norma agama telah meng-inspirasi banyak hukum dan adat-istiadat mereka.

Tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa agama juga sering di instrumentalisasikan untuk melakukan pengecualian, mengani-aya dan bahkan membunuh “yang lain”, baik musuh eksternal atau tetangga dekat.

Di dalam masyarakat kita yang sema-kin

beragam, satu-satunya cara untuk meng-hindari konflik dan memastikan bahwa ma-syarakat percaya, apa pun keimanan mereka, dapat melakukan kegiatan agama secara bebas adalah dengan memastikan bahwa agama menegaskan prinsip pluralisme.

Global Centre for Pluralism - yang didirikan oleh Aga Khan dan pemerintah Kanada, di-mana saya menjabat sebagai Anggota Dewan - mendefinisikan pluralisme sebagai konsep yang tidak hanya menghormati keragaman, tapi merupakan nilai-nilai yang aktual dan merayakan keragaman, karena diakui man-faatnya bagi masyarakat.

Dalam studinya mengenai sejarah penu-runan dan jatuhnya kerajaan-kerajaan yang dominan, profesor Universitas Yale, Amy Chua, mengungkapkan bahwa kerajaan yang paling sukses dalam sejarah dunia, mulai dari Persia Kuno dan Roma hingga Kekaisaran Tang di China, didasarkan pada pluralisme pragmatis.

Pluralisme memungkinkan mereka untuk berhasil mengintegrasikan berbagai bangsa ke dalam sistem mereka, dan kemudian me-narik berbagai jenis bakat dan pengetahuan untuk mempertahankan dan memperluas kerajaan mereka karena mereka semua me-miliki saham di dalamnya.

Kejatuhan mereka, ia berpendapat, bera-sal dari pelukan mereka terhadap sikap yang tidak toleran dan eksklusif.

Demokrasi adalah sistem yang paling cocok untuk mengamankan dan memperta-hankan pluralisme di dunia saat ini.

Demokrasi sejati mengabadikan hak dan kebebasan dari semua individu di dalam hukum dan lembaga-lembaga, tanpa me-mandang ras, jenis kelamin, atau agama, dan memberikan suara kepada semua orang.

Saya tidak dapat memikirkan sebuah ne-gara yang lebih baik untuk menyampaikan pesan ini selain Indonesia, yang memiliki se-buah moto nasional “Bhinneka Tunggal Ika” atau Unity in Diversity.

Negara besar ini terdiri dari sekitar 300 kelompok etnis dan lebih dari 700 bahasa, dan banyak agama, yang tersebar di kepulau-an yang luas merupakan eksistensi yang menggembirakan bahwa pluralisme dapat bekerja.

Berbicara di sini di Bali, yang memiliki warisan dan tradisi yang unik dan menjadi-kan Bali sebagai salah satu destinasi yang pa-ling berharga di dunia, sekaligus juga dapat menyoroti manfaat keragaman yang dapat dibawa kepada negara.

Indonesia Mampu Menyampaikan Pesan Demokrasi Dan Pluralisme Dengan Tepat

Kofi Annan, Mantan Sekretaris Jenderal PBB

Page 12: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XFokuS12 DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Namun, saat ini terlalu banyak bagian dunia yang saling menguatkan dan mengun-tungkan terhadap keragaman berada di ba-wah ancaman.

Globalisasi, selain mengintegrasikan eko-nomi dunia, masyarakat dan orang-orang lebih dari sebelumnya, dan menciptakan kekayaan yang belum pernah terjadi sebe-lumnya di seluruh dunia, juga menghasilkan sebuah pukulan balik karena manfaat yang diperoleh tidak terbagi secara merata dan kesenjangan antara kaya dan miskin terus melebar.

Para pecundang globalisasi - didorong oleh politisi populis - mundur ke identitas primal, sebagian nyata, sebagian imajinasi, sebagai benteng terhadap ketidakpastian dan ketakutan.

Di seluruh dunia, kelompok-kelompok atau gerakan-gerakan berusaha untuk me-nolak ikatan yang mengikat kita semua antar agama, kebangsaan, ras, dan pembagian ke-las.

Gerakan-gerakan populis dan xenophobia yang mengutuk migran dan minoritas lainnya atas nama melindungi identitas mereka sen-diri, seringkali atas dasar beberapa gagasan tentang kemurnian etnis dan atau agama.

Bahkan lebih brutal, ekstremis agama me-nyangkal kemanusiaan tidak hanya terhadap orang-orang dari agama yang berbeda, tetapi juga terhadap orang-orang dari agama me-reka sendiri yang tidak memiliki keyakinan yang sama dengan mereka.

Keanekaragaman semakin banyak digam-barkan sebagai ancaman yang merongrong masyarakat kita, daripada sebagai aset yang dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sayangnya, lembaga-lembaga demokrasi yang ditempatkan dengan baik untuk mela-wan kekuatan-kekuatan ini juga ditantang.

Kepercayaan di lembaga ini menurun, dan tidak hanya di negara-negara demokrasi baru. Keanggotaan partai, partisipasi pemilih dan kepercayaan kepada politisi menurun di negara-negara demokrasi tua dan juga ma-pan.

Ada perasaan bahwa demokrasi sedang kosong dan bahwa lembaga-lembaga dan proses yang berjalan tidak berfungsi dengan baik, atau dalam kepentingan masyarakat dari siapa daya kekuatan berasal.

Di banyak negara, kita melihat para pe-mimpin yang terpilih secara demokratis menjadi semakin otoriter dan berupaya keras untuk berada di kekuasaan tanpa batas.

Jika para warga negara tidak percaya bah-wa mereka dapat mengubah para pemimpin

mereka melalui kotak suara - mekanisme yang diterima untuk rotasi kepemimpinan secara damai dan demokratis - mereka akan mencari cara lain, bahkan dengan risiko men-destabilisasi negara mereka.

Tren ini merusak kepercayaan kita ter-hadap satu sama lain dan terhadap lembaga-lembaga kita. Itu sebabnya kenapa Yayasan saya menekankan legitimasi demokrasi me-lalui pemilu yang berintegritas.

Pemilu yang berintegritas tidak hanya bebas dan adil tetapi juga memastikan legi-timasi bagi pemenang dan keamanan untuk yang kalah.

Sebagaimana sering saya mengatakan, masalahnya bukan iman tapi keimanan. Agama dapat dimanfaatkan untuk kebaikan, tetapi juga dapat disalahgunakan.

Kita harus menekankan nilai-nilai da-sar yang umum untuk semua agama: kasih sayang, solidaritas, dan rasa menghormati pribadi manusia.

Pada saat yang sama, kita perlu untuk menjauhkan diri dari stereotip, generalisasi dan prasangka; dan peduli untuk tidak mem-biarkan komitmen kejahatan oleh individu-individu, atau kelompok-kelompok kecil; atau tidak untuk mendikte pandangan kita kepada seluruh orang, seluruh wilayah, atau seluruh agama.

Kita juga harus menghindari perangkap yang diterapkan oleh para ekstrimis yang membatasi manusia hanya pada satu iden-titas. Kita semua memiliki banyak identitas yang memperkaya kita sebagai individu.

Sementara kita mungkin berbeda, tapi kita bisa berbagi cinta yang umum dari kelu-arga kita, atau warisan nasional kita, dan iman kita.

Kita harus menerima bahwa apa yang kita miliki bersama jauh melebihi apa yang memisahkan kita, dan kita tidak perlu mem-benci “yang lain” untuk mencintai siapa kita.

Dan kita harus berjuang untuk merevita-lisasi demokrasi itu sendiri, karena memper-tahankan keragaman dengan cara damai dan produktif hanya mungkin dilakukan dalam sistem pemerintahan yang demokratis.

Mengutip Winston Churchill, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang terburuk yang pernah diciptakan, kecuali untuk semua yang lain. Tapi kita tidak hanya menerima de-mokrasi begitu saja. Pemilu baru-baru ini di sejumlah negara telah menunjukkan kepada kita bahwa demokrasi adalah bunga yang ra-puh.

Bagaimanapun, pemilu telah mewajibkan mainstream para pemimpin untuk mengakui

bahwa keuntungan materi dari globalisasi belum dibagikan secara merata dan banyak yang telah ditinggalkan atau jatuh melalui ja-ring pengaman.

Mereka juga menunjukkan mengapa pemungutan suara bermasalah. Banyak kri-tikus paling fanatik yang populis tidak me-milih, dan kemudian tampak terkejut dan cemas ketika mereka menang.

Tapi demokrasi bukan hanya tentang pe-milu, melainkan lebih dari itu, demokrasi adalah pertama dan terutama tentang hu-kum dan lembaga-lembaga yang menjamin hak-hak warga negaranya, penghormatan dan bahkan melindungi, kebebasan beragama.

Masyarakat yang majemuk, bagaimana-pun, sering terbukti sulit untuk pengaturan karena keanekaragaman mereka.

Seperti Indonesia tahu, kesuksesan pe-merintah di dalam masyarakat majemuk tersebut memerlukan kepemimpinan yang inklusif, untuk dapat membangun dan mem-pertahankan kepercayaan diantara masyara-kat dari waktu ke waktu.

Kita juga harus mengakui pendekatan no one-size-fits-all untuk tugas ini.

Jalan kedepan memang sulit tetapi tun-tutan masa depan semakin meningkatkan tantangan. Ini membutuhkan kepemimpi-nan dari seluruh kawasan dunia, dan seluruh bagian masyarakat.

Politik terlalu penting jika diserahkan hanya kepada politisi saja, tokoh agama, pe-mimpin bisnis, organisasi masyarakat sipil, dan warga negara biasa harus menunjukkan komitmen mereka terhadap moral iman me-reka dan nilai-nilai pluralisme demokratis.

Tidak ada seseorang yang lahir sebagai seorang demokrat yang baik dan tidak ada seseorang yang lahir sebagai warga negara yang baik. Adalah seorang Indonesia, Alwi Shihab, yang mencatat bahwa demo-krasi adalah kebiasaan kita yang perlu ditum-buhkan.

Saling menghormati dan toleransi harus dipupuk dan diteruskan kepada setiap gene-rasi.

Kita harus belajar satu sama lain, mem-buat tradisi dan budaya kita yang berbeda sebagai sumberdaya harmoni dan kekuatan, bukan perselisihan dan kelemahan.

Hanya dengan belajar satu sama lain, kita bisa membangun komunitas global berdasar-kan kebenaran-kebenaran utama, dimana setiap agama mengajarkan kita: hormat dan cinta kepada semua umat manusia, karena kita semua adalah anak-anak Tuhan.

Page 13: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X FokuS 13DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Ouided BouchamaouiPemenang Nobel Perdamaian

Saya mulai dengan menyampaikan sa-lam hangat kepada penyelenggara Bali Democracy Forum

yang telah mengundang saya pada acara ini. Sebagai Pemenang Nobel Perdamaian 2015 dari Tunisia, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa hormat kepada negara tuan rumah, Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia yang berbentuk republik dan demokratis untuk peran besarnya pada tema-tema krusial seperti demokrasi, agama, dan pluralisme.

Sebagai pengagum dari budaya Asia yang luar biasa ini, Indonesia harus bangga terhadap konsep kerukunan beragama, konsep utama yang diabadikan di dalam konstitusi Indonesia dan dihormati secara luas oleh empat agama besar Indonesia: Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha.

Indonesia telah mampu mengonsolidasikan hubungan antaragama dan kerukunan beragama dengan cara yang patut diteladani. Dengan melakukan hal tersebut, Indonesia telah memberikan contoh patut untuk diikuti oleh banyak negara, terma-suk negara saya sendiri.

Berbicara tentang pengalaman demokrasi Tunisia, negara saya telah mengadopsi konstitusi baru yakni Konstitusi tahun 2014, yang menggantikan Konstitusi tahun

1959. Dalam hal agama, dan setelah debat panjang dalam Majelis Perwakilan Rakyat (Assembly of People’s Representatives/ARP), diputuskan untuk tidak mengubah artikel pertama dari Konstitusi tahun 1959 yang menyatakan bahwa “Tunisia adalah negara bebas, merdeka, dan ber-daulat, Islam sebagai agamanya, Arab sebagai

bahasanya, dan Republik sebagai bentuknya.”

Kalimat konsensus pendek ini dengan sendirinya berbicara mengenai kompleksitas agama ketika dihadapkan dengan realita politik. Memang, istilah yang digunakan dalam kalimat yang selalu relevan tersebut yang ter-tuang dalam Konstitusi Tunisia membuktikan kecerdasan para legislator yang menghormati mandat demokrasi.

Tunisia memiliki sejarah yang sangat panjang yang telah berlangsung selama tiga ribu ta-hun. Tunisia merupakan sebuah negara kecil dengan 11 juta jiwa penduduk. Tunisia menjadi labo-ratorium demokrasi di dunia Arab sejak Revolusi Jasmine pada enam tahun lalu. Pada tahun 1956, Tunisia memproklamasikan kemerdekaannya. Bourguiba, presiden pertama Tunisia, telah mengundangkan sejumlah aturan hukum baru untuk wanita dan keluarga, yang untuk pertama kalinya diundangkan di sebuah negara Muslim. Aturan hukum tersebut juga menjadi referensi bagi konstitusi baru Tunisia tahun 2014.

Seperti yang telah saya sebut-kan sebelumnya, keberagaman dan pluralisme adalah corak dasar dari karakter dan masyarakat Tu-nisia. Dua corak utama ini tertu-lis dalam konstitusi Tunisia, dan merupakan fondasi dasar dari se-jarah Tunisia. Sinagog dan gereja

berdiri berdampingan dengan masjid di Tunisia. Kaum minori-tas, baik Yahudi maupun Kristiani, menunaikan kegiatan ibadah mereka dalam kebebasan total.

Pada kenyataanya, Tunisia selalu melindungi pluralitas, contohnya dengan mendorong umat Yahudi Tunisia untuk merayakan ziarah ke Ghriba, yaitu hari ke-33 Paskah Yahudi. Ziarah tersebut merupakan jantung dari tradisi dari komunitas ini. Sinagog Ghriba di pulau Djerba dikenal sebagai salah satu sinagog paling kuno di Afrika Utara.

Beberapa alasan untuk “pengecualian Tunisia” juga dise-babkan oleh sejarah Tunisia yang multikultur serta posisi geografis Tunisia. Tunisia merupakan salah satu negara yang paling beragam di dunia karena migran dari Af-

rika, Arab, Turki, Eropa (Italia, Spanyol, Perancis, dan lain-lain) dapat menemukan tempatnya di Tunisia dan terintegrasi dengan baik. Hal tersebut membuat percampuran yang indah dan telah membentuk Tunisia yang terbuka dan berwarna.

Dengan demikian, saya ingin membuat pergeseran seman-tik dalam menjelaskan konsep “keharmonisan budaya”. Di Tunisia kami memiliki kewajiban historis untuk menghormati mereka yang mempunyai kesamaan sejarah dengan kami, tanpa memandang asal agama, iman, maupun keyakinan.

Hal yang penting untuk ditekankan dalam hal ini ada-lah bagaimana kita dapat memajukan dan membangun masyarakat tela-dan, yaitu dengan mengondisikan

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, Indonesia memiliki peran yang besar dalam mendorong pengembangan demokrasi di negara-negara Islam dunia. Sekalipun di Timur Tengah itu negara Islam, perkembangan demokrasinya tidak sebaik

Indonesia. Makanya Indo-nesia harus menjadi pelopor kemajuan demokrasi di ne-gara-negara Islam. Dunia akan melihatnya sebagai represen-tasi negara Islam terbesar di dunia.

Indonesia harus mendo-rong perkembangan demo-krasi negara-negara Muslim terutama di Timur Tengah. Memang masih banyak hal yang harus dilakukan, seperti pertukaran pengalaman de-mokrasi terbaik di berbagai negara Islam. Tunjukkan pada dunia bahwa Islam itu cocok untuk demokrasi.

Indonesia tidak boleh menggurui negara-negara lain yang besar, tetapi lebih kepada pendekatan diplomasi.

Indonesia harus menjadi pelopor kemajuan demokrasi

di negara-negara IslamAzyumardi Azra

HUbungan Antar Agama dan Kerukunan Agama Di Indonesia perlu dijadikan model

Dok.

Ter

mpo

Page 14: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XFokuS14 DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

tidak hanya “keharmonisan budaya” yang satu langkah dengan “keharmonisan beragama” yang dipraktekkan di Indonesia, tetapi juga dengan membangun pilar keharmonisan lain yang tidak kalah penting menurut saya, yaitu “keharmonisan sosial”.

Di Tunisia kami dihadapkan dengan pertanyaan krusial terkait “keharmonisan sosial”. Kami terpanggil untuk mengakui bahwa setiap masyarakat Tunisia, baik pria dan wanita, bercita-cita untuk hidup bermartabat di dalam masyarakat yang mengakui hak-hak sosial dan ekonominya.

Dewasa ini, tantangan yang paling berat bagi kami pada dasarnya adalah masalah ekonomi. Kami perlu memberantas ketidak-adilan, kemiskinan, pengangguran, ketidaksetaraan, pengucilan so-sial, dan intoleransi. Tidak perlu diragukan lagi bahwa membentuk

cita-cita “harmoni” seperti yang dipandang secara universal dalam budaya Anda dan saya adalah tugas yang berat.

Diakui bahwa dua cita-cita tersebut secara konseptual ber-jalan beriringan untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu perdamaian dan kemakmuran untuk semua. Perlu dipahami bahwa kerukunan beragama mencakup unsur-unsur pembentuk kerukunan sosial, seperti solidaritas, berbagi, kepedulian terhadap sesama, kejujuran, saling menghormati dalam perbedaan, serta perlin-dungan bagi yang lemah.

Namun tidak dapat disangkal bahwa tidak akan ada harmoni demokrasi tanpa harmoni (kerukunan) beragama, harmoni (kerukunan) berbudaya, dan harmoni (kerukunan) sosial.

Menerima keberagaman dengan segala kekayaannya

menekankan pentingnya men-ciptakan kondisi ideal untuk “harmoni menyeluruh”, baik dalam beragama, berbudaya, maupun sosial: hal yang paling penting adalah menghormati perbedaan dengan orang lain, menghoramti keberagaman, menghormati keberbedaannya, menghormati keyakinan orang lain, sembari bergerak untuk mencapai kesejahteraan segenap masyarakat.

Kondisi optimal untuk kehidupan yang lebih baik dalam demokrasi harus didasarkan pada pendekatan yang melibatkan pengaturan sumber daya alam dan manusia yang lebih baik, serta memajukan masyarakat yang adil dan sejahtera, terlepas dari kecenderungan politik, agama, ataupun budaya.

Yakinlah bahwa pesan singkat ini tidak dimaksudkan untuk

mengecilkan kompleksitas dan kekayaan yang terkandung dalam konsep harmoni; baik harmoni dalam skala individual, antarkomunitas, maupun harmoni dalam skala lebih luas yaitu harmoni dengan alam, yang merupakan konsep utama yang begitu dekat dengan budaya Asia yang saat ini telah menjadi dimensi universal.

Saya ingin mengakhiri dengan menekankan bahwa dalam setiap peristiwa, apa yang dapat menyatukan kita jauh lebih besar daripada apa yang dapat memecah belah kita. Marilah kita terus menerus siap siaga agar sumber kolektif inspirasi kita tidak memudar dalam menjamin kesejahteraan ataupun melestarikan perdamaian, ke-amanan, toleransi, dan rasa hormat terhadap orang lain.

Pada awal bulan Desember 2016, Indonesia kembali menggelar Bali Democracy Forum (BDF) IX dengan tema “Agama, pluralisme dan Demokrasi” yang diikuti oleh para menteri dan duta besar dari 95 negara. Kegiatan ini juga diisi dengan Dialog yang melibatkan civil society dan media. Pesan

penting dari BDF IX adalah semua agama besar dunia termasuk Islam memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan pluralisme dan demokrasi.

BDF IX menegaskan bahwa 60 % masyarakat muslim adalah masyarakat yang menerima demokrasi. Dalam forum BDF, negara yang baru mempraktekan demokrasi dan komunitas muslim dari se-luruh dunia dapat berdialog dan berbagi pengalaman dari berbagai aspek untuk memperkuat hukum dan perundang-undangan.

Peran Indonesia sebagai negara penyelenggara BDF sangat signifikan. Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dan juga negara berpenduduk muslim terbesar didunia telah menunjukkan cara (the way). Meskipun banyak tantangan, tetapi dukungan terhadap kelompok ekstrem di nusantara ini sangat kecil.

Meskipun dukungan atas kelompok ekstrem dinilai sangat kecil, bukan berarti Indonesia tidak memiliki tantangan dalam memben-dung gerakan terorisme.

Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari pengalaman Indonesia.

Pertama, peran Ideologi Pancasila dan falsafah Bhineka Tunggal Ika. Konsep ini telah menginspirasi para pemimipin dan tokoh bang-sa untuk membangun budaya politik yang terbuka – sebuah budaya politik yang tidak mendorong peleburan budaya-budaya yang beer-

beda-beda menjadi satu identitas dominan, tetapi mempersatukan perbedaan etnik dan identitas budaya untuk dilebur dalam bingkai ke-Indonesia-an.

Kedua, peran civil society seperti NU dan Muhammadiyah yang masing-masing diperkirakan memiliki anggota mencapai 70 juta memilki peran sangat signifikan bagi muslim Indonesia dari waktu ke waktu. Kedua ormas tersebut bukan hanya menyiapkan kegiatan spiritual di masjid atau menyiapkan institusi pendidikan, tetapi juga mengembangkan program pemberdayaan perempuan dan mempro-mosikan persaudaraan kebangsaan.

Kombinasi antara program yang bertumpu pada kegiatan spiritual dan sosial telah memberikan relevansi dan kemampuan yang bukan hanya kepada masyarakat yang dilayani tetapi juga sangat berguna untuk melakukan sinergi dengan pemerintah.

Mengamati dari dekat penyelenggaraan BDF IX, Pemerintah Indonesia, civil society dan tokoh agama memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi pemimpin pada level internasional . Jika Indonesia aktif dan berhasil, maka akan dapat membantu banyak negara dalam menghadapi tantangan terorisme. Dan jika gagal maka Indonesia akan menghadapi ancaman masuknya kelompok teroris dari luar negeri untuk menyebar di kawasan nusantara. Inilah kewaspadaan terbesar yang harus diantisipasi oleh negara demokrasi terbesar ketiga.

(Disarikan dari tulisan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, yang diterbitkan di The Jakarta Post, 27 Januari 2017 berjudul Living with Differences)

HIDUP BERSAHABAT DENgAN PERBEDAANMoazzam Malik

Dok.

Ban

gkap

ost

Page 15: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X Sorot 15DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

wamenlu Fachir : Perkuat Peran Media dan masyarakat sipil

dalam memajukan demokrasiMODERASI, TOLERANSI DAN DIALOG MENJADI NILAI TERDEPAN DALAM KEHIDUPAN BERDEMOKRASI DI INDONESIA. BERBAGAI PERISTIWA SePeRTI MeNINGKATNYA eKSTReMISMe, RADIKALISME, XENOPHOBIA, DAN KeBeBASAN BeReKSPReSI YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAPAT MENGANCAM KEHIDUPAN DEMOKRASI. OLEH KARENA ITU, PERAN MEDIA DAN MASYARAKAT DALAM MeMAJUKAN DEMOKRASI SANGAT PENTING DAN HARUS SEMAKIN DIPERKUAT.

Hal itu dikatakan oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Duta Be-sar Dr. A.M Fachir, saat mem-buka Seminar Internasional dengan tema “Islam, Demo-

cracy, the Challenges of Pluralism and Se-curity” di Bali tanggal 6 Desember 2016.

Seminar tersebut diselenggarakan oleh Institute for Peace and Democracy (IPD), Dewan Pers dan Kementerian Luar Negeri RI.

Lebih lanjut Wamenlu Fachir menegaskan bahwa Aksi Damai pada tanggal 2 Desember lalu di Jakarta menjadi salah satu cerminan bahwa Indonesia, melalui semangat toleransi dan moderasinya mampu menjaga keberaga-man dalam kehidupan demokrasi. Seluruh level mulai dari masyarakat sipil, media, hingga pemerintah perlu terus memegang nilai ini dan bekerjasama dalam memperkuat pengembangan demokrasi di dalam negeri dan juga mengatasi ancaman ekstremisme dan penyebaran hate speech.

Sementara itu, Dr. Nur Hassan Wirajuda, Patron IPD, dalam sambutannya menyata-kan bahwa Indonesia menjadi contoh bahwa Islam, demokrasi dan modernitas dapat ber-jalan beriringan. Peristiwa Arab Spring dan migrasi global akibat konflik di Timur Tengah beberapa tahun terakhir yang memuncul-kan konflik dan perseturuan antar kelompok agama menjadi contoh bahwa pluralisme dan demokrasi masih dan akan menjadi tanta-

ngan di berbagai negara lain di dunia.Acara Pembukaan dilanjutkan dengan

diskusi interaktif hingga 7 Desember 2016. Hampir 100 peserta dari media, tokoh agama, akademisi, korps diplomatik dan LSM yang berasal dari Indonesia, Timor-Leste, Laos, Vietnam, Austria, Amerika Serikat, Kepu-lauan Solomon, hadir pada acara ini.

Seminar internasional ini merupakan

pre-event Bali Democracy Forum ke-9 yang diselenggarakan pada tanggal 8 – 9 Desem-ber 2016 dengan tema “Religion, Democracy, and Pluralism” di Bali International Conven-tion Center (BICC), Nusa Dua, Bali. Hasil dari seminar ini dilaporkan pada BDF ke-9 sebagai wujud perhatian sekaligus masukan dalam memperkuat pemajuan demokrasi di kawasan Asia Pasifik. []

Wakil Menteri luar negeri, Duta Besar Dr. A.M Fachir, saat membuka Seminar Internasional dengan tema “Islam, Democracy, the Challenges of Pluralism and Security” di Bali tanggal 6 Desember 2016.

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Duta Besar Esti Andayani, didampingi Direktur Diplomasi Publik, Al Busyra Basnur, Sesditjen IDP, Aziz Nurwahyudi dan Direktur Keamanan Diplomatik,I gusti Ngurah Ardiayasa menu-tup Seminar Internasional dengan tema “Islam, Democracy, the Challenges of Pluralism and Security” di Bali tanggal 6 Desember 2016.

Page 16: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X16 DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan InteraksiSorot

Konflik Antar Agama, Kelompok Etnis Dan Kelas Sosial Terjadi Dan Saling Berkaitan

Sejumlah Menteri dan Duta Besar dari berbagai negara yang hadir dalam Bali Democracy Forum IX, dalam sesi Debat Umum yang digelar selama dua hari, tampil menyampai-kan pandangan, gagasan dan pengalaman negara mereka masing-masing dalam hal isu yang terkait dengan tema fo-

rum tahun ini, “Agama, Demokrasi dan Pluralisme”.Menlu Palestina Riad Maliki berpandangan bahwa identitas agama

yang meningkat di setiap sudut dunia sekarang ini, bukanlah disebab-kan karena kesadaran spiritual melainkan disebabkan oleh rasa takut terhadap identitas yang lain. Ia mencontohkan Islamophobia yang terus meningkat di Eropa dan semakin banyaknya orang yang men-gungkapkan keberatan terhadap penerimaaan pengungsi dengan cara-cara yang negatif dan merugikan.

Di sisi lain, lanjut Riad Maliki, beberapa remaja dan pemuda putus asa di Timur Tengah menanggapi janji-janji palsu yang dijual oleh eks-tremis, yaitu kehidupan yang nyaman setelah kematian. Dalam kondi-si kehidupan yang tanpa harapan dan masa depan, ide-ide ekstremis terdengar sangat menarik dan memicu pikiran kebencian terhadap yang lain.

Menurut Riad Maliki, kebanyakan masyrakat di Timur Tengah adalah orang-orang biasa yang bertujuan untuk hidup layak dan masih perlu melakukan upaya lebih lanjut terkait hak asasi manusia dan gender, tetapi intoleransi dan xenophobia akan semakin mem-perburuk situasi.

Untuk itu pemerintah dituntut bekerja lebih pada pendidikan guna mengembangkan pemahaman antara semua orang di dunia. Ia mengutip Helen Keller, seorang penulis dan dosen di Amerika yang berkata “hasil tertinggi pendidikan adalah toleransi”.

Lebih lanjut Riad Maliki menegaskan bahwa pemerintahan dunia harus bekerja lebih untuk membuka saluran dialog antara satu sama lain dan menegakkan aturan hukum secara ketat yang akan mem-berikan kontribusi untuk mengurangi Islamophobia di Eropa dan ek-stremisme di Timur Tengah, dan dengan demikian keamanan global dan kerukunan beragama dapat tercipta.

Sementara itu, Wakil Presiden Eksekutif, Institut Masyarakat Tiongkok, Lu Shumin, menyoroti tentang tren zaman saat ini,

yaitu perdamaian, pembangunan, dan kerja sama yang saling menguntungkan, sehingga upaya mempromosikan stabilitas dan pembangunan menjadi pilihan kebijakan negara dan aspirasi rakyat.

Pada saat yang sama, kata Lu Shumin, negara juga menghadapi meningkatnya permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ekonomi dan sosial dengan semakin beragamnya kepentingan-ke-pentingan nasional dan struktur sosial, meningkatnya suara anti-glo-balisasi, anti kemapanan, anti-elit dan anti-imigrasi serta konflik antar agama, kelompok etnis dan kelas sosial.

China memiliki beberapa prestasi dan pengalaman dalam mem-promosikan pembangunan dan menjaga harmoni dan stabilitas so-sial, dimana keberhasilan itu dicapai karena China berpegang teguh pada jalur yang sesuai dengan kondisi nasional. Setelah berulang kali melakukan kesalahan dan uji coba, serta belajar dari pengalaman negara-negara lain, akhirnya China memilih dan membangun sistem sosialis dengan karakteristik China.

China fokus pada pembangunan sebagai prioritas karena pem-bangunan adalah kunci untuk menyelesaikan semua masalah China. Dengan berfokus pada pembangunan, memperdalam reformasi dan membuka diri, China telah menciptakan keajaiban pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan panjang sejak akhir Perang Dunia II.

Sementara itu, Menlu Italia, Benedetto della vedova menyatakan bahwa Bali Democracy Forum (BDF) telah benar-benar menjadi salah satu peluang yang paling relevan untuk dialog tentang isu-isu penting yang berkaitan dengan demokrasi di kawasan Asia-Pasifik.

Tema BDF tahun ini sangat relevan dan tepat waktu dan Indonesia dapat menjadi sumber inspirasi dalam hal toleransi dan koeksistensi yang harmonis antara agama dan budaya yang berbeda, serta menjadi negara garis depan dalam memerangi ekstremisme dan radikalisasi, kata Benedetto.

“Intoleransi, kekerasan agama dan sektarian, serta diskriminasi telah memicu konflik di berbagai kawasan di dunia. Dan kita berkeyakinan bahwa pendidikan nilai-nilai demokratis dan pluralistik adalah alat terbaik untuk melawan gelombang ekstrimis” pungkas Benedetto.

Lu Shumin, Wakil Presiden Eksekutif, Institut Masyarakat Tiongkok.

Riad Maliki, Menlu Palestina Benedetto Della Vedova, Menlu Italia

Page 17: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X 17DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi Sorot

Demokrasi dan Toleransi Merespon Tantangan Pluralisme

Selain menggelar sesi Debat Umum, Bali Democracy Forum IX juga menggelar dua sesi Diskusi Pa-

nel. Diskusi Panel I dengan tema “Promoting Democracy and Re-ligious Harmony in Responding to the Challenges of Pluralism” dengan fokus pada sejumlah hal yang terjadi di Eropa.

Salah satu topik yang dibahas adalah tentang mobilisasi pe-ngungsi Muslim dari negara-negara Timur Tengah ke Eropa.

“Diskusi ini membantu mem-buka pikiran banyak negara, khu-susnya di Eropa tentang problem mereka. Bukan tidak mungkin apa yang didiskusikan disini bisa dibawa ke Konferensi Perda-maian Timur Tengah di Paris (21 Desember 2016)” kata Ketua Dis-kusi Panel I, Dr. Hassan Wirajuda (Menlu RI pada 2001-2009).

“Bayangkan Eropa dengan negara-negara tua, yang berusia lebih dari 300 tahun, tapi dengan tren globalisasi kemudian terjadi migrasi dalam jumlah besar. Tahun lalu terdapat 1,2 juta pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika Utara yang masuk ke Eropa, dan sejumlah negara di benua itu pun mendirikan tembok untuk menghalangi masuknya imigran” terang Dr. Hassan Wirajuda.

Terkait hal itu, Dr. Hassan Wi-rajuda mengingatkan bahwa ma-sih ada sekitar 70 juta pengungsi yang masih bergerak ke seluruh dunia, dan bahwa tembok-tem-bok yang dibangun di Eropa itu tidak akan efektif.

Lebih lanjut Dr. Hassan Wirajuda mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena masih ada tugas untuk menyelesaikan konflik di berbagai belahan dunia, yang merupakan penyebab

orang-orang harus meninggalkan tempat tinggalnya.

“Kedua, kita masih harus ber-upaya untuk mengurangi kesen-jangan antara kemakmuran di negara maju dan kemiskinan di negara berkembang, dan ini bu-kanlah hal yang mudah” terang Dr. Hassan Wirajuda.

Menurutnya Indonesia bisa belajar dari apa yang dihadapi oleh Eropa sebagai bangsa tua, yang konsep bangsanya sendiri sudah mulai terancam, baik dari luar maupun dari dalam.

Sebagai bangsa yang berusia 308 tahun, Inggris harus meng- hadapi tuntutan Irlandia Utara yang mendesak memisahkan diri. Sementara itu, Spanyol yang telah berdiri selama 305 tahun juga mengalami masalah serupa dengan Catalunya yang mende-sak untuk merdeka.

“Sebagai bangsa yang relatif muda, Indonesia masih men-ghadapi tuntutan separatis. Mes-ki sebagian besar sudah terse-lesaikan, tapi juga membangun bagaimana kohesi kita sebagai bangsa yang majemuk menjadi satu tantangan” tutur Dr. Hassan Wirajuda.

Diskusi Panel I menghadir-kan tiga pembicara, yaitu; Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, Komisioner pada Independent Permanent Hu-man Rights Commission (IPHRC) OKI dengan sub-tema “Promo-ting Democracy and Religious Harmony in Plural Society”; Oui-ded Bouchamaoui, pemenang Nobel Perdamaian 2015 dan ang-gota Tunisian National Dialogue Quartet, dengan sub-tema “Re-building Society and Promoting Religious Harmony: Democratic Responses”; dan Charles Powell, Direktur Elcano Royal Institute, Spanyol, dengan sub-tema “Ma-naging the Change of Social Con-tours in Europe”.

Selanjutnya, Diskusi Panel II yang dipimpin oleh Dr. Dino Pat-ti Djalal (Wakil Menlu RI pada 2014), mengangkat tema “Fos-tering Religious Harmony and Countering Violent Extremism and Discrimination through De-mocratic Responses”.

Panel ini juga menghadirkan tiga pembicara, yaitu; Ketua In-stitute for Peace and Democracy Foundation, Letjen. Agus Widjoyo, dengan sub-tema “Fostering Mo-deration and Public Civility: the

Roles of the State”; Duta Besar Ing-gris Dr. Moazzam Malik, dengan sub-tema “Countering Violent Extremism: Building Rule of Law and Engaging Religious Commu-nities”; dan Dr. Surin Pitsuwan, Sekretaris Jenderal ASEAN pada 2008-2012, dengan sub-tema “Building Regional Cooperation to Foster Religious Harmony”.

Dr. Dino Patti Djalal me-ngungkapkan bahwa para pem-bicara pada sesi ini merasa kha-watir melihat multikulturisme, pluralisme, demokrasi dan tole-ransi yang semakin terdesak da-lam situasi dunia saat ini.

Lebih lanjut Dr. Dino Patti Djalal memaparkan bahwa para peserta diskusi panel juga me-rasa khawatir melihat semakin tingginya rasa xenophobia (ke-takutan terhadap orang asing).

“Ada perasaan bahwa demo-krasi tengah berada dalam kon-disi defensif di berbagai wilayah, dimana demokrasi menghadapi banyak hambatan. Kita tidak bisa takit for granted demokrasi, pluralisme dan toleransi. Kita harus benar-benar menegakkan prinsip-prinsip yang penting” kata Dr. Dino Patti Djalal.

Selain itu, dalam Diskusi Pa-nel II ini juga dibahas mengenai kaitan Islam dengan demokrasi dan pluralisme. Terkait hal ini, Dr. Dino Patti Djalal mengata-kan bahwa saat ini Islam tengah menghadapi tantangan persepsi di dunia barat yang terlihat dari semakin maraknya Islamofobia.Diskusi panel menyimpulkan ba-hwa umat Islam harus berbenah diri untuk menyelesaikan hal-hal seperti ketidakadilan, keterbela-kangan, kemiskinan yang terjadi di dunia Islam dan juga dalam berkomunikasi dengan komuni-tas non Muslim.

Page 18: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X18 Sorot DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Pesantren Bali Bina Insani terle-tak di Desa Meliling, Kecamatan Ke-rambitan, Kabupaten Taban-an. Pesantren ini memang agak berbeda diban-dingkan pesan-

tren-pesantren lainnya, ka-rena berada di lingkungan desa yang semua penduduknya beragama Hindu.

Terkait hal ini, pendiri pesantren Bali Bina Insani, Drs. H. Ketut Imaduddin Djamal, SH. MM. menyatakan bahwa ini bukan suatu hal yang disengaja. “Entah kenapa dulu saya memilih lokasi ini. Tidak ada fikiran apa-apa. Kebetulan saja ada tanah yang dijual kemu-dian saya beli dan pesantren inipun saya ban-gun disini. Begitu saja, tidak ada fikiran lain”.

H. Ketut Imaduddin Djamal meyakini bahwa Tuhan telah menunjukkan jalan pa-danya untuk lebih mengobarkan kebersa-maan antaragama. Ia sepertinya memang ditunjuk untuk mengajarkan makna toleransi kepada para santri di pesantren, dimana pen-didikan toleransi itu tidak hanya disampai-kan secara verbal di kelas, melainkan diprak-tekkan melalui interaksi langsung.

Para santri bersentuhan langsung dengan masyarakat Hindu dan mengalami nilai to-leransi, berinteraksi dengan mayarakat beda agama dan belajar meresapi arti saling me-mahami dan saling menghargai tanpa terlalu menonjolkan perbedaan.

H. Ketut Imaduddin Djamal bahkan tidak berhenti hanya sebatas “mengajarkan” to-leransi melalui interaksi dengan masyarakat sekitar, tetapi juga membuka diri pada ke-hadiran guru-guru dan karyawan beragama Hindu. Saat ini ada 16 orang guru beragama Hindu yang mengajar di Pesantren Bali Bina Insani. Bahkan di Madrasah Aliyah, jumlah guru yang beragama Hindu sama banyaknya dengan jumlah guru yang beragama Islam, yaitu masing-masing 10 orang guru.

Para guru tersebut datang sendiri dan me-nyatakan keinginan mereka untuk mengajar di Pesantren Bali Bina Insani. Yang mem-banggakan adalah bahwa para guru tersebut tidak hanya mengajar dalam mata pelajaran ekonomi, sejarah, matematika, biologi dan sejenisnya melainkan juga membimbing ke-giatan tari Bali kepada para santri, tidak han-ya secara khusus di kelas tetapi juga di luar kelas, termasuk dalam kegiatan ekstrakuri-kuler. Dengan demikian maka para santri menjadi lebih mencintai kesenian dan kebu-dayaan Bali.

Mendekatkan para santri dengan lingkung- an sekitar, berinteraksi secara positif dengan masyarakat Hindu di sekitar pesantren meru-pakan bagian dari cara mendidik para santri agar dapat menerima kebudayaan Bali seba-gai bagian dari hidup mereka selama tinggal dan hidup di Bali.

Desa Pegayaman, Buleleng, Bali yang merupakan tempat kelahiran H. Ketut Imaduddin Djamal, adalah sebuah desa yang sering dianggap sebagai “monumen” penga-dopsian kebudayaan Bali secara damai oleh masyarakat Muslim. Tampaknya keindahan yang lahir dari adopsi budaya di desa terse-but telah tertanam kuat dalam diri H. Ketut Imaduddin Djamal dan menjadi inspirasi ke-tika membangun Pesantren Bali Bina Insani.

“Saya ingin membangun pesantren ini menjadi pesantren toleransi, tempat santri dan seluruh pembinanya benar-benar melak-sanakan toleransi dalam kehidupan sehari-hari”, ujar H. Ketut Imaduddin Djamal.

Keinginan tersebut kemudian diwujud-kan dan berjalan begitu saja bagaikan air yang mengalir dengan semangat ‘lakum dinu-kum waliyadin’, karena pada saat itu tidak ada satu pesantren pun yang ada di Indone-sia yang dapat dijadikan referensi ataupun percontohan sebagai pesantren toleransi.

“Kami berjalan begitu saja, berusaha bersikap sebaik mungkin, bergaul seakrab mungkin dengan masyarakat Hindu di lingkungan kami dengan tetap berpegang pada tuntunan Islam yang mengharuskan hidup berdampingan dan bersaudara”, terang H. Ketut Imaduddin Djamal.

pesantren Bali bina insanimengajarkan makna

kebersamaan dan toleransi

Page 19: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XDiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi 19Sorot

Merupakan sebu-ah kehormatan besar bagi saya dapat hadir mewakili Pe-

merintah Republik Namibia pada acara yang penting ini dengan to-pik yang juga sama pentingnya. Tema dari Forum Demokrasi Bali ke-9: ”Agama, Demokrasi dan Pluralisme”, adalah sangat tepat. Faktanya bahwa hal itu ada dan berjalan di Indonesia dan Asia Tenggara, juga menjadikan tema ini sangat signifikan.

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terpa-dat ke-4 di dunia dan memiliki jumlah penduduk Muslim ter-besar di dunia. Hampir separuh dari populasi di Asia Tenggara yang berjumlah 650 juta orang berada di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia bisa memainkan peran yang sangat penting dalam memberikan pendidikan kepada bangsa lain tentang bagaimana hidup berdampingan secara da-mai dan harmonis di antara ber-bagai agama dan budaya.

Tren terbaru dalam migrasi, politik identitas dan keamanan global, semuanya merupakan tantangan yang tidak hanya di-hadapi di kawasan Asia-Pasifik, tetapi juga di semua kawasan lain di dunia. Di Afrika, kami me-miliki begitu banyak orang yang mempertaruhkan hidup mereka untuk menyeberangi lautan, terutama ke Eropa, yang kebe-tulan berada cukup dekat secara geografis.

Konflik di negara-negara lain juga telah menyebabkan pengungsi dan pencari suaka serta imigran dari negara-negara tersebut untuk datang

Namibia memiliki peran yang baik dan terpercaya di panggung internasional dalam bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menjamin perlindungan terhadap perdamaian dan kea-manan internasional sebagai-mana tercantum dalam Piagam PBB.

Oleh karena itu, kami akan berkontribusi dengan cara kami sendiri dalam hal kerja sama multilateral, baik dalam kerang-ka sub-regional, regional dan in-ternasional untuk memastikan toleransi dan hidup berdamping-an secara damai, serta persatuan dalam keragaman.

ke Asia Tenggara dan mencoba menemukan tempat yang lebih baik untuk tinggal.

Ini berarti pemerintah harus menangani masalah asimilasi migran tersebut di masyarakat lokal, dan ini dapat menimbulk-an konflik. Frustrasi yang dialami oleh masyarakat migran dapat menyebabkan ketidakpuasan dan dapat mengekspos mereka untuk perekrutan secara mudah oleh kelompok-kelompok ekstri-mis dan bahkan teroris.

Indonesia adalah contoh yang baik mengenai harmoni dalam keragaman dan hidup berdampingan secara damai. Hal ini tidaklah mengherankan, ka-rena Indonesia merupakan tem-pat kelahiran Gerakan Non Blok pada Konferensi Bandung 1955. Pada faktanya, sejumlah peserta yang berkumpul di forum ini pada hari ini, juga berpartisipasi dalam Perayaan Ulang Tahun ke-60 Konferensi Bandung pada 2015 lalu, yang telah berlangsung di tempat yang sangat berseja-rah. Semangat kemitraan dan hubungan Asia-Afrika memang bangkit selama berlangsungnya konferensi tersebut.

Indonesia Contoh yang baik dalam mempraktekan keragaman dan

harmoniAnne namakau Mutelo, Duta Besar Republik namibia

Dok.

Kom

pasi

ana

Page 20: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X20 lenSa DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

usaha pertanian orang tua me-reka. Jadi ternyata dampak dari program ini bisa ke luar dan ke dalam, dan mereka sangat ber-terima kasih dengan kita karena adanya program ini.

Saya fikir kita juga harus mengembangkan bagaimana agar para pemuda di suatu dae-rah tidak harus pergi keluar dae-rahnya untuk bekerja. Kita harus mengembangkan potensi yang ada di suatu daerah untuk dijadi-kan lapangan pekerjaan. Terkait hal ini saya minta kepada teman-teman di Diplik dan KST sebagai pelaksana tugas soft power dip-lomacy untuk memuat aktivitas mereka ke instagram atau twit-ter, sehingga kegiatan yang mere-ka lakukan dapat dengan mudah menyebar ke masyarakat.

Program pelatihan lainnya yang banyak diminta oleh negara lain adalah entrepreneurship. Mereka melihat bahwa Indonesia memiliki entrepreneurship dan ekonomi yang sangat maju, dan

itu semua merupakan bagian dari soft power diplomasi Indonesia.

Semua itu kemudian kita ja-dikan sebagai instrumen dan nilai tambah. Dimana kita tidak hanya memberikan pelatihan kapasitas, tetapi juga bagaimana kita bisa mendapatkan keun-tungan dari pelatihan yang kita berikan, baik secara politik mau-pun ekonomi.

Untuk itu, sekarang sudah ada ‘one gate policy’, dimana po-licy nya ada di Kemlu. Jadi kalau kita akan memberikan pelatihan kapasitas, maka yang jadi penen-tunya adalah Kemlu. Dalam hal ini Kemlu akan melihat apakah suatu negara memang pantas di-berikan pelatihan.

Tahun ini Indonesia sedang berkonsentrasi untuk menda-patkan dukungan dalam pen-calonan Anggota Tidak Tetap DK PBB periode 2019-2020 yang pemilihannya akan dilakukan pada 2018. Selama dua tahun ini Indonesia harus mengejar

Cukup banyak capaian yang diraih oleh Di-rektorat Jenderal In-formasi dan Diploma-si Publik (Ditjen IDP)

selama ini. Diantaranya adalah dalam pelaksanaan program Beasiswa Seni dan Budaya Indo-nesia (BSBI). Melalui program ini, semakin banyak masyarakat, khususnya para pemuda di ber-bagai negara di dunia yang dapat mengenal Indonesia secara lebih baik dan mendalam.

Permintaan untuk menjadi peserta dalam program BSBI ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Program yang pada awal-nya khusus diberikan kepada negara-negara di kawasan Pasi-fik dan negara-negara ASeAN ini telah berkembang, dimana per-mintaan untuk dapat mengikuti program ini telah datang dari seluruh kawasan di dunia.

Program BSBI telah berperan dalam mempromosikan kekaya-an seni dan budaya Indonesia ke berbagai negara di dunia. Di sisi lain, program BSBI telah mening-katkan kecintaan terhadap seni dan budaya Indonesia, tidak saja bagi para peserta program yang berasal dari berbagai negara di dunia, tetapi juga para pemuda di Indonesia.

Program berikutnya yang cu-kup menonjol keberhasilannya adalah Bali Democracy Forum (BDF), dimana program ini kem-udian membuat orang sadar ba-

hwa demokratisasi itu membawa orang kepada good governance yang kemudian juga dikaitkan dengan upaya pemberantasan korupsi.

Capaian Ditjen IDP lainnya adalah dalam hal pelaksanaan program Kerja Sama Teknis dan capacity building, dimana kita telah memberikan pelatihan pe-ningkatan kapasitas yang kita miliki kepada negara-negara lain yang memang belum memiliki kapasitas dimaksud.

Pada akhirnya kapasitas ter-sebut ternyata tidak hanya da-lam bentuk teknis (memberi kan pelatihan kapasitas) itu ada namun juga membuka potensi kerjasama antara Direktorat Kerja Sama Teknis dengan Direk-torat Diplomasi Publik dan juga Kementerian/Lembaga lainnya.

Yang menarik bahwa ketika kita membawa beberapa petani dari Gambia untuk belajar ber-tani di Garut, anak-anak muda di Garut yang pada awalnya kepingin kerja di kota dan eng-gan menjadi petani akhirnya me-milih untuk menjadi petani. Me-reka terheran-heran ada orang luar beragama Islam, berbahasa Arab dan Perancis yang belajar bertani di kampungnya. Mereka kemudian sadar bahwa orang dari luar negeri saja belajar ber-tani dari orang tua mereka, lalu kenapa mereka tidak bertani? Akhirnya mereka memilih un-tuk membantu dan meneruskan

Melihat Dari Dekat Capaian Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi

Publik Duta Besar Esti Andayani, Dirjen IDPDitengah kesibukan Duta Besar Esti Andayani yang

akan segera mengakhiri masa tugasnya sebagai Direktur Jenderal Informasi & Diplomasi publik (Dirjen IDP) dan mempersiapkan tugas barunya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Italia, Tabloid Diplomasi melakukan wawancara dengan salah satu srikandi diplomasi Indonesia ini seputar capaian Dirjen IDP. hasil wawancara ini kami rangkum dalam bentuk tulisan lepas.

Page 21: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X 21DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi lenSa

dukungan tersebut, antara lain melalui soft diplomacy dengan melakukan kerja sama teknis.

Dalam kaitan ini, kita akan melihat negara mana saja yang belum mendukung Indonesia. Kemudian kita juga melihat, apa saja yang diperlukan oleh negara tersebut, kita juga perlu mem-perhitungkan bahwa jangan sampai setelah diberikan pelati-han namun negara tersebut te-tap tidak mendukung kita.

Jadi tugas Dirjen IDP bersa-ma tim adalah memastikan per-mintaan mana saja yang bisa kita penuhi dan apa saja yang men-jadi kepentingan utama mereka. Tidak semua kebutuhan mereka kita berikan, karena kemampuan kita untuk memberikan kapasi-tas juga terbatas.

Jadi sekarang ada upaya poo-ling resources dan keputusannya berada di Kemlu. Terkait hal ini, Bappenas dan Kementerian Ke-uangan juga sudah menyetujui. Hal ini tentunya juga memuda-hkan Indonesia untuk diakui dunia, kita juga bisa tahu berapa besar yang sudah kita berikan.

Sebelum ini, sulit bagi kita untuk dapat mengetahui berapa besar anggaran yang dikeluarkan oleh masing-masing K/L dalam memberikan bantuan kepada Negara lain. Tapi ketika one gate policy sudah benar-benar berja-lan, tentunya akan mempermu-

dah kita untuk mengetahui be-rapa besar angkanya.

Ini merupakan capaian kita, dimana koordinasi Kerja sama Selatan-Selatan dulunya dipe-gang oleh Bappenas, namun mu-lai Januari tahun ini sudah dialih-kan ke Kemlu. Namun Bappenas tetap menjadi bagian dari kita, karena perencanaan anggaran-nya tetap berada di Bappenas.

Selanjutnya adalah program Diplomasi Digital yang sekarang ini prosesnya sedang berjalan. Kongkritnya sebetulnya baru ta-hun ini dibuat kerangkanya, yaitu bahwa kita sekarang tidak cuma punya portal website, tapi juga twitter, facebook dan instagram, termasuk di PWNI/BHI, dimana orang bisa berkomunikasi, ber-komentar, dan juga kita balas.

Selain itu, kita juga punya blogger Komunitas ASEAN yang memang dibentuk untuk mem-bantu kita dalam mensosialisa-sikan ASEAN Community dan ASEAN Economic Community, dan ternyata sangat efektif.

Kita juga punya tim yang mengerjakan video blog, dian-taranya seperti video kegiatan Menlu di Rakhine State, Myan-mar. Video tersebut ternyata banyak diakses oleh publik. Ke-mudian tim ini dengan aplikasi tertentu juga melakukan peman-tauan berapa banyak berita yang positif, netral atau negatif terkait

Kemlu ataupun pemerintah pada setiap harinya. Sehingga dengan demikian mudah bagi kita untuk dapat menetralisir atau meng-counter hal-hal yang bersifat negatif. Sekarang ini kita juga sedang membangun kerja sama dengan Puskom untuk bisa le-bih cepat lagi dalam melakukan counter terhadap berita negatif atau hoax.

Saya menganggap semua itu adalah capaian Ditjen IDP. Mungkin belum dianggap berhasil karena belum terlalu banyak yang tahu bahwa itu dikerjakan oleh Ditjen IDP.

Untuk di ASEAN kita memi-liki tata cara yang sangat baik, dimana kita tidak pernah ikut campur urusan dalam negeri Ne-gara ASEAN. Kita hanya memberi saran, dan dalam saran itu, seca-ra step by step kita juga membe-rikan capacity building, dimana BDF adalah salah satu cara yang bisa membuat Myanmar men-jadi lebih terbuka.

Kita masuk ke Myanmar dengan cara yang sangat baik, dimana sebagai negara Islam ter-besar, kita tidak hanya memberi-kan bantuan kepada umat Islam, tetapi juga kepada umat Buddha. Bagi kita harmoni itu penting, dan kita tidak mengangkat per-tentangannya, sehingga kita masuk ke Rakhine State tidak saja bersama ormas-ormas Islam

tetapi juga ormas Buddha dan Kristen. Hal seperti inilah yang menjadikan Indonesia lebih di-percaya, dan ini perlu diketahui oleh masyarakat internasional.

Sekarang ini dengan adanya Diplomasi Ekonomi, kita juga pu-nya Staf Ahli Diplomasi Ekonomi dan juga Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Ma-syarakat Indonesia di Luar Nege-ri. Sekarang kita melihat bahwa apapun capacity building yang kita berikan kepada berbagai ne-gara, pada akhirnya outcome nya adalah kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.

Untuk menangani diaspora, sekarang kita juga punya Sub-dit Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di luar negeri. Dias-pora ini bisa berkontribusi untuk pembangunan di Indonesia.

Saat ini kita sedang mengupa-yakan untuk memberikan kemu-dahan berupa multiple visa un-tuk satu tahun dan kemudahan untuk mendapatkan Kitas bagi para diaspora Indonesia. Untuk itu kita harus bisa membuat peta diaspora dan membuat kebija-kan apa yang paling tepat dan diperlukan. Kebijakan terakhir yang diperlukan adalah dengan memberikan Kartu Diaspora de-ngan harapan dapat memberi-kan kemudahan kepada diaspora Indonesia ketika pulang ke Indonesia.[]

Duta Besar Esti Andayani, Dirjen IDP bersama Wamenlu A.M Fachir, Dr. Hasan Wirajuda, seluruh pimpinan dan staf IDP dan Kemlu Pendukung BDF IX.

Page 22: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun X DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi22 reSenSi

RESENSI BUKU : PERMATA DARI SURgA

Harmonisasi kehidupan meru-pakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang multietnis dan multikultur. Da-

lam kondisi ini diperlukan upaya untuk terus menjunjung nilai-nilai kearifan lokal bangsa yang mengajarkan tentang dialog, toleransi dan empati.

Sejarah membuktikan bahwa sejak da-hulu kala, Nusantara mempunyai posisi yang strategis karena menjadi titik temu perada-ban besar dunia, dimana warisan nilai-nilai adiluhung terbentuk dari akulturasi budaya-budaya Hindu-Buddha dan Islam, dan hal ini dapat ditemukan dalam bentuk praktek sosial keagamaan di Indonesia.

Sebagai negara multietnis dan multikul-tural, masyarakat Indonesia memandang perbedaan sebagai suatu keindahan dan bagian inheren dalam kehidupan yang perlu dipelihara, dimana Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila merupakan aktualisasi nilai-nilai dari kebutuhan untuk memelihara keruku-nan dalam bangsa yang multikultural.

Dengan landasan tersebut, bangsa Indonesia secara proaktif meneruskan dan mengembangkan budaya dialog, toleransi serta saling memahami antar sesama umat beragama dan antar peradaban. Hal ini dipandang sa-ngat perlu untuk menghilangkan kecurigaan dan kesalahpahaman antar agama dan budaya, dan mempromosikan harmoni serta kerja sama di tengah-tengah perbedaan dan keanekaragaman.

Buku “Permata Dari Surga : Potret Kehi-dupan Beragama di Indonesia” memberikan informasi dan gambaran lengkap, akurat ser-ta objektif tentang hubungan dan toleransi

antara agama-agama yang hidup di Indone-sia: Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.

Buku ini tidak hanya sekedar menyodor-kan kondisi kehidupan beragama dan dina-mika hubungan antar agama-agama secara konseptual, karena didalamnya dibahas ba-gaimana praksis interaksi dan komunikasi pemeluk beda agama di beberapa wilayah Indonesia.

Buku ini sangat bermanfaat, bukan hanya bagi para peneliti masalah-masalah agama dan sosial, tetapi juga menjadi rujukan dan pedoman bagi kelompok masyarakat di ber-bagai tempat, termasuk para pemangku kebi-jakan di berbagai tingkat sosial demi memba-ngun kehidupan antar-umat beragama yang rukun dan toleran.

Secara akademis, buku ini berkontri-busi dalam khasanah kepustakaan ilmiah di pelbagai disiplin keilmuan, seperti teologi, perbandingan agama, sejarah, dan sosiologi agama-agama di Indonesia.

Secara garis besar, buku ini membahas konsep relasi dan toleransi dalam ajar-an agama-agama besar di Indonesia. Pem-bahasannya merujuk pada kitab suci atau penafsiran para tokoh utamanya. Di dalamnya didiskusikan pola hubungan, praksis toleransi masing-masing pemeluk agama dalam kehidupan sehari-hari, dan tak ketinggalan posisi negara dalam memfasilitasi terciptanya hubungan baik dan harmonis antar-pemeluk agama dalam berbagai bentuk dan tingkatan.

Selain membandingkan konsep relasi dan toleransi dalam tiap ajaran agama dengan praksis toleransi antar-pemeluk beda agama, buku ini juga menyajikan faktor-faktor

pendukung terciptanya hubungan harmonis dan toleransi dalam kehidupan beragama di Indonesia. Diantaranya kebijakan peme-rintah yang progresif atas pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan agama-agama.

Buku ini menggunakan kerangka pendeka-tan yang menimbang bahwa konflik antara penganut agama tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor internal agama, melainkan juga faktor-faktor non-agama, seperti ke-senjangan ekonomi, akses ke lapangan kerja, perebutan posisi dan kedudukan politik atau jabatan di pemerintahan. Dengan demikian, secara teoritis bisa ditegaskan bahwa agama bukanlah faktor pemicu konflik, karena pada prinsipnya semua agama membawa misi ke-damaian.

Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian Pertama terdiri dari lima Bab dan berisi pem-bahasan teoritis tentang pengertian agama dan unsur-unsurnya. Pada Bagian Pertama ini diulas mengenai sejarah masuknya agama-agama besar ke Indonesia, faktor-faktor pen-dukung terwujudnya toleransi beragama, hubungan harmonis antar-umat beragama serta hubungan antara agama-agama dan negara, termasuk tantangan toleransi dan strategi memperkuat kerukunan beragama.

Bagian Kedua mendiskusikan model tole-ransi dan hubungan harmonis tingkat praksis umat beragama di sejumlah wilayah Indonesia. Sejumlah provinsi atau kota di Indonesia dipilih untuk memperlihatkan dinamika dan harmoni hubungan antara umat beragama dalam beragam bentuk. Daerah-daerah itu meliputi Jakarta, Sema-rang, Pontianak, Singkawang, Bali dan Bangka Belitung.

Di Bagian Kedua ini juga diulas hubungan agama-agama dengan negara, mulai dari masa prasejarah, masa Hindu-Buddha, masa Islam, masa kolonial, hingga masa kemerdekaan.

Buku setebal 218 halaman yang membawa pesan penting kerukunan dan toleransi antar umat beragama ini adalah buah hasil kerja sama Kementerian Luar Negeri Republik In-donesia dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku ini bisa menjadi sumber inspirasi kalangan pemeluk agama di Indonesia maupun di luar negeri yang masih belum dapat mengembangkan pola hubungan yang rukun, harmonis dan damai.

Page 23: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun XDiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi 23lenSa

Perwakilan negara-negara OKI di New York menyampai-kan apresiasi atas l a n g k a h - l a n g k a h

konstruktif dan pendekatan inklusif Pemerintah RI terhadap upaya penyelesaian masalah di Rakhine State, Myanmar. Dalam berbagai kesempatan baru-baru ini, termasuk dalam pertemuan terakhir OKI di New York tang-gal 29 Desember 2016. Inisiatif pertemuan dan shuttle diplo-macy yang dilakukan Menlu RI dengan berbagai pihak termasuk mengadakan pertemuan lang-

sung dengan Aung San Suu Kyi (ASSK), serta kunjungan bilat-eral Indonesia ke Bangladesh bertujuan untuk membantu un-tuk membangun kepercayaan dan memperkuat constructive engagement dengan Pemerintah Myanmar. Menlu RI juga disebut memegang peranan kunci atas terselenggarakannya ASEAN Foreign Ministers Retreat dengan berdiskusi dengan ASSK tanggal 19 Desember 2016 di Yangon.

Lebih lanjut, apresiasi juga di-berikan atas bantuan kemanusia-an Indonesia selama ini kepada Rakhine State, khususnya kelom-

pok minoritas Muslim, termasuk bantuan kemanusiaan terakhir yang dilepas oleh Presiden RI pada tanggal 29 Desember 2016 berupa pengiriman 10 kontainer bantuan kemanusiaan bagi pen-duduk Rohingya serta berbagai bantuan Indonesia sebelumnya

seperti pembangunan sejumlah Rumah Sakit dan Sekolah.

Perwakilan Negara-Negara OKI menyambut baik tawaran Pemerintah RI untuk menjadi jembatan (bridging role) bagi komunikasi konstruktif OKI dengan Pemerintah Myanmar.

Negara Organisasi konferensi Islam (OKI) Apresiasi Pemerintah indonesia

Dalam Isu Rakhine State

INISIATIF PERTEMUAN DAN SHUTTLE DIPLOMACy YANG DILAKUKAN MENLU RI DENGAN BERBAGAI PIHAK TERMASUK MENGADAKAN PER-TeMUAN LANGSUNG DeNGAN AUNG SAN SUU KYI (ASSK), SeRTA KUN-JUNGAN BILATERAL INDONESIA KE BANGLADESH BERTUJUAN UNTUK MeMBANTU UNTUK MeMBANGUN KePeRcAYAAN DAN MeMPeRKUAT CONSTRUCTIVE ENGAGEMENT DeNGAN PeMeRINTAh MYANMAR.

Page 24: Tabloid Diplomasi Januari 2017

15 januari - 14 februari 2017no. 101 TaHun Xhttp://www.tabloiddiplomasi.org

www.tabloiddiplomasi.org

No. 101 TahuN x, Tgl. 15 jaNuari - 14 februari 2017

Direktorat Diplomasi Publik

Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110Telepon : 021-3813480Faksimili : 021-3858035

Media Komunikasi dan InteraksiDiplomasiTABLOIDDiplomasi

Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:

http://www.tabloiddiplomasi.orgBagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:

[email protected]

www.tabloiddiplomasi.org

771978 9173869

iSSn 1978-9173

Menteri Luar Ne-geri Retno Lestari Priansari Marsudi Marsudi melaku-kan kunjungan

ke Myanmar untuk memberi bantu- an kepada para korban kerusuhan di wilayah Sitte, Ra-khine State. Menlu RI merupa-kan Menlu Pertama di ASEAN pertama yang diberi akses oleh pemerintah Myanmar untuk berkunjung ke pedalaman Ra-khine State pasca kerusuhan 12 Oktober 2016.

Menlu Retno mengatakan bantuan tersebut untuk mem-bantu masyarakat Rakhine pascakerusuhan. Menlu Retno pun menyerahkan sendiri bantuan tersebut kepada Chief Minister of Rakhine State, U Nyi Pu. “Alhamdulillah penyerahan bantuan berjalan dengan lancar dan kita berterima kasih kepada Pemerintah Myanmar yang telah menyambut baik kegiatan ini,” kata Retno di Rakhine State, Sabtu (21/1).

Selain memberikan bantuan tersebut, Retno juga meminta kepada Pemerintah Myanmar untuk memberikan akses masuk ke pedalaman daerah Rakhine. “Kita juga meminta pemerintah Myanmar untuk membuka akses ke pedalaman,” ujar Retno. Retno mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Myanmar yang menyetujui dan membuka akses untuk memberikan bantuan kepada masyarakat Rakhine.

Bantuan Indonesia terhadap Rakhine, bukan terjadi kali ini

saja. Sebelumnya Indonesia juga membantu Myanmar berupa pembangunan sekolah-sekolah. Bantuan kemanusiaan Indonesia bagi Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, terus tersalurkan. Indonesia membangun dua sekolah umum yang layak pakai beserta perlengkapannya. “Semuanya diresmikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam waktu dekat,” kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Uni Myanmar, Ito Sumardi Djunisanyoto, di Jakarta, yang dikutip republika.co.id, 20 Desember 2016.

Kemenlu, via Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, memfasilitasi bantuan-bantuan agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Izin sepenuhnya diurus KBRI Yangon. Pendekatan inklusif Pemerintah Indonesia yang mendasarkan pada aspek kemanusiaan dapat diterima pemerintah dan masyarakat Myanmar.

“Pemerintah Myanmar sangat menghargai sikap Pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia, yang tidak melihat permasalahan di Rakhine ini, khususnya yang menyangkut etnis Rohingya, secara emosional

tapi lebih berdasarkan data-data akurat di lapangan.Pembangunan sekolah Indonesia di Myanmar sudah berlangsung sejak 2013. Pemerintah Indonesia mengucurkan dana USD 1 juta untuk membangun tiga unit Sekolah Dasar di Rakhine. Rumah pendidikan itu bagi semua etnis. Selain di Rakhine State, Indonesia juga berperan aktif dalam membantu kemajuan Myanmar di beberapa sektor. “Secara bilateral Indonesia selama ini terus mendorong dan bekerjasama memajukan demokratisasi dan memajukan prinsip HAM dan desentralisasi.

MeNLu RI serahkan bantuan

kemanusian di Rakhine State

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi secara resmi menyerahkan bantuan kemanusiaan kepada Pemerintah Myanmar di Rakhine. Bantuan yang diberikan berupa logistik. (12/10/2017)