View
1.548
Download
3
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Proposal Tesis
Citation preview
AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION
SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI,
MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN
VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB
Proposal Tesis
Program Studi Teknik Elektro
Kelompok Bidang Ilmu-ilmu Teknik
diajukan oleh
Andino Maseleno
07/260042/PTK/4698
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
Februari, 2008
1
Proposal Tesis
AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION
SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI,
MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN
VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB
diajukan oleh
Andino Maseleno
07/260042/PTK/4698
telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Prof. Ir. F. Soesianto, B.Sc.E., Ph.D. tanggal ……………………..
Pembimbing Pendamping
Ir. Lukito Edi Nugroho, M.Sc., Ph.D. tanggal ……………………..
2
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Di pertengahan tahun 2003 dunia perunggasan diterpa bencana munculnya
penyakit Flu Burung atau Avian Influenza (AI) yang diberitakan bahayanya sangat
mengerikan jika menular pada manusia. Di beberapa negara termasuk di Indonesia
jutaan ternak ayam dibunuh, orang ketakutan makan daging dan telur ayam, sehingga
telur dan daging tidak laku di pasaran (Wihandoyo, 2004, h.4).
Secara historis, wabah Flu Burung pertama kali terjadi di Italia pada 1878, saat
itu banyak unggas yang mati (Ligon, 2005). Kemudian terjadi lagi wabah Flu Burung
di Scotlandia pada 1959 (Fauci, 2006). Virus penyebab Flu Burung di Italia dan
Scotlandia tersebut adalah virus strain H5N1 yang sekarang ini muncul lagi menyerang
unggas dan manusia di berbagai negeri di Asia, termasuk Indonesia, yang
menyebabkan banyak kematian pada manusia (Sims et. al., 2005). Pada tahun 1961
wabah Flu Burung yang disebabkan oleh virus strain H5N3 terjadi di Afrika Selatan
(Becker, 1966 dalam Stallknecht et. al., 2007).
Sejak saat itu Flu Burung menyerang berbagai negeri di berbagai benua. Di
Benua Eropa, virus Flu Burung menyerang Belanda pada tahun 2003 (Thomas et. al.,
2005). Selanjutnya pada bulan Juli 2006, virus Flu Burung menyebar ke-13 negara,
yaitu Austria, Denmark, Hungaria, Inggris, Italia, Jerman, Polandia, Prancis, Slovenia,
Slovakia, Swedia, Czehnya, dan Yunani adalah negara-negara di Benua Eropa yang
3
pernah mengalami serangan Flu Burung (European Commision, 2006) yang kemudian
meningkat menjadi dua kali lipatnya pada bulan Agustus 2006 (Food and Agricultural
Organization, 2006). Di Benua Amerika, pada tahun 2004 virus Flu Burung H7N3
menyerang unggas di Kanada (Skowronski et. al., 2007). Serangan Flu Burung juga
terjadi di Benua Australia (O‟Riley, 2004 dalam Arzey, 2004). Di Benua Afrika, pada
tahun 2004 virus Flu Burung H5N2 menyerang dua peternakan di Afrika Selatan
(Sabirovic, 2004) dan pada tahun 2006, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, telah
mengkonfirmasi temuan virus mematikan H5N1 di Sambawa Farm, Jaji, Nigeria Utara
(World Health Organization, 2006).
Di Indonesia, Flu Burung telah menjadi ancaman yang sangat berbahaya dengan
angka kematian (case fatality rate) sebesar 80%. Pada bulan Juni 2007, di Indonesia
telah tercatat adanya 100 orang yang terkena flu burung dan 80 diantaranya meninggal
dunia (Saputra, 2007).
Untuk mengatasi Flu Burung, beberapa Negara melakukan strategi Surveilans
(Ministry of Health Malaysia, 2004; Australian Government, 2005; Bush, 2005;
Departemen Kesehatan RI, 2006). Surveilans di Amerika difokuskan untuk mendeteksi
virus Flu Burung pada unggas (Carver et. al., 2006). Surveilans di Afrika dilakukan
juga pada burung-burung liar (Gaidet et. al., 2006). Beberapa negara tersebut mengikuti
pedoman organisasi kesehatan dunia, WHO dalam menyusun surveilans (World Health
Organization, 2002).
Surveilans epidemiologi ini merupakan upaya kewaspadaan dini kejadian Flu
Burung dan sekaligus kewaspadaan dini pandemic influenza beserta faktor-faktor yang
4
mempengaruhinya dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan,
upaya-upaya dan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat digunakan untuk
mendeteksi awal terjadinya virus Flu Burung. Deteksi awal dapat dilakukan dengan
mendiagnosis kejadian Flu Burung, Lucas et. al. (2006) menemukan sebuah pendekatan
baru yang penting digunakan pada kasus epidemilogi. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, pendekatan baru ini akan dicoba untuk mendiagnosis terjadinya virus Flu
Burung dalam suatu sistem pakar.
Pada saat ini sistem informasi geografis telah digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan Flu Burung (Moukomla et. al., 2004; Singh, 2006; Ward et. al., 2007).
SIG merupakan sebuah kasus khusus pada sistem informasi yang dapat digunakan untuk
mengintegrasikan data spasial dan data deskriptif (Murphy, 1995). Surveilans dapat
menggunakan sistem informasi geografis sebagai alat. SIG dapat digunakan untuk
menentukan jarak antara pasangan lokasi-lokasi lingkungan berbahaya dan kasus atau
kontrol secara interaktif dan otomatis (Zhan et. al., 2005). Kamoun dan Ali (1993) telah
melakukan riset untuk mencoba menerapkan rumusan jaringan saraf tiruan Hopfield atau
HNN (Hopfield Neural Network) pada permasalahan jarak, sesuai dengan permasalahan
yang ada, maka dicoba untuk menerapkan hasil riset Kamoun dan Ali untuk jarak
penyebaran virus Flu Burung.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut peneliti menduga upaya surveilans Flu
Burung dapat dibantu dengan teknologi sistem informasi geografis dan integrasi antara
jaringan saraf tiruan dan sistem pakar dan dijalankan pada suatu sistem berbasis web.
Penelitian ini menekankan pada judul
5
AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION
SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI,
MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN
VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB
1.2. Perumusan Masalah
Mendasarkan pada uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,
peneliti mengajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana membuat suatu aplikasi Sistem Informasi Geografis berbasis web yang
dapat menampilkan data-data Flu Burung.
2. Bagaimana membuat suatu aplikasi Sistem Pakar yang dapat mendiagnosa virus Flu
Burung pada unggas.
3. Bagaimana membuat suatu aplikasi Jaringan Saraf Tiruan yang dapat mengetahui
penyebaran virus Flu Burung.
4. Bagaimana mengintegrasikan aplikasi Sistem Informasi Geografis, Jaringan Saraf
Tiruan, dan Sistem Pakar untuk surveilans virus Flu Burung.
1.3. Batasan masalah
Luasnya ruang lingkup permasalahan, maka permasalahan dibatasi dengan :
1. Obyek penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah di Provinsi Lampung.
2. Diagnosa Flu Burung dilakukan pada unggas dan manusia.
6
3. Jarak penyebaran Flu Burung dicari berdasar per desa pada setiap kecamatan atau
kabupaten dan kota provinsi Lampung.
1.4. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan peneliti, sudah banyak peneliti lain yang melakukan
penelitian mengenai sistem informasi geografis berbasis web, tetapi belum pernah ada
peneliti yang melakukan penelitian mengenai sistem informasi geografis berbasis web
yang diintegrasikan dengan jaringan saraf tiruan dan system pakar untuk mencari,
mendiagnosa dan mengetahui lokasi penyebaran virus Flu Burung.
Beberapa penelitian mengenai sistem informasi geografis berbasis web
diberikan dibawah ini.
Harianto (2006), melakukan penelitian mengenai pemanfaatan Sistem Informasi
Geografis berbasis web untuk lalu lintas. Penelitian ini bertujuan untuk merancang
suatu Sistem Informasi Geografi berbasis web untuk lalu lintas dengan studi kasus
Poltabes Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan menggambarkan model dunia nyata
di permukaan bumi dalam bentuk layer-layer sederhana yang dapat memberikan
informasi dalam bentuk data spasial berupa peta admnistrasi kota Yogyakarta, kondisi
umum jaringan jalan dan arus lalu lintasnya, lokasi rumah sakit, hotel, perguruan tinggi,
serta pos polisi di wilayah hukum poltabes Yogyakarta, dan dapat diakses melalui
media Internet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan media Internet dapat
diperoleh informasi tentang pencarian obyek apa saja yang terdapat pada suatu
7
kelurahan di kota Yogyakarta, pencarian obyek yang tidak diketahui lokasinya, dan
pencarian rute terpendek suatu perjalanan yang dapat ditempuh sesuai dengan kondisi
lalu lintas di kota Yogyakarta.
Budiman (2005), melakukan penelitian mengenai Implementasi Scalable Vector
Graphics (SVG) pada sistem informasi geografis berbasis web di bidang pendidikan.
Tujuan penelitian ini untuk membangun sistem informasi geografis berbasis web secara
interaktif dengan memanfaatkan SVG untuk menampilkan informasi geografis tentang
letak/posisi sekolah dan perguruan tinggi di Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem yang dibangun telah dapat dibuat
sistem berbasis web untuk pencarian posisi objek dan menampilkan posisi objek sesuai
dengan kriteria yang diinginkan.
Watimena (2004), melakukan penelitian mengenai pemanfaatan Sistem
Informasi Geografis berbasis web untuk kondisi dan potensi wilayah. Penelitian ini
bertujuan untuk merancang bangun suatu sistem informasi geografi berbasis web yang
dapat memberikan informasi potensi dan kondisi wilayah geografis dari Kabupaten
Merauke kepada masyarakat luas dan pemerintah, yang nantinya informasi yang
dihasilkan dapat berguna dalam proses pengambilan keputusan untuk pengembangan
dan pembangunan wilayah tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem Informasi Geografis ini dapat
memberikan informasi dalam bentuk data spasial berupa peta distrik di Kabupaten
Merauke dan informasi lain yang meliputi data kependudukan, curah hujan, struktur
8
tanah, hasil pangan, bahasa yang dipakai, pertanian, peternakan, budidaya perikanan,
dan informasi pariwisata.
Adhiutama (2003), Melakukan penelitian mengenai penerapan Sistem Informasi
Geografis berbasis web pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Propinsi Jawa
Barat. Pada tesis ini dirancang Sistem Informasi Geografis berbasis web pada RTRW
Propinsi Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data-data
hasil analisis BAPEDA Propinsi Jawa Barat. Data-data hasil analisis ini, berupa data-
data spasial dan data-data atribut RTRW Propinsi Jawa Barat dapat diakses melalui
jaringan lokal BAPEDA dan dapat disosialisasikan kepada masyarakat melalui media
Internet. Perancangan Sistem Informasi Geografis berbasis web ini, menggunakan
pendekatan metode struktural. Tahap-tahap yang dilakukan adalah persiapan data,
perancangan basis data, implementasi sistem dan perancangan situs.
Hasil penelitian dalam perancangan sistem informasi geografis ini memiliki
kemampuan antara lain menampilkan peta interaktif, melakukan pencarian informasi
wilayah dan memiliki aplikasi analisis kesesuaian lahan dengan pendekatan metode
overlay.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :
1. Memberikan sudut pandang lain dalam penyelesaian permasalahan Flu Burung
9
2. Bagi masyarakat yang ingin mengetahui terjadinya virus Flu Burung, diharapkan
hasil penelitian ini bisa menjadi alternatif selain konsultasi langsung dengan dokter
untuk mengetahui secara cepat terjadinya virus Flu Burung dan penyebarannya.
3. Sebagai Referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk mengembangkan aplikasi
surveilans virus Flu Burung.
1.6. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu aplikasi Sistem Informasi
Geografis berbasis web yang diintegrasikan dengan jaringan saraf tiruan dan sistem
pakar untuk mencari, mendiagnosa dan mengetahui lokasi penyebaran virus Flu Burung.
10
II. Landasan Teori
2.1 Sistem Informasi Geografis
Perkembangan Internet yang pesat telah melahirkan berbagai inovasi dalam
berbagai bidang ilmu, demikian halnya dengan perkembangan SIG. Sebagai sarana
untuk berbagai keperluan, SIG telah dikembangkan dengan menggunakan fasilitas
Internet yang dikenal sebagai web based GIS.
Penggunaan Internet sebagai sarana dalam penyebaran data SIG telah dimulai
pada tahun 1990an oleh U.S. Geological Survey (USGS). Dimana telah dikembangkan
riset mengenai pengiriman data spasial digital melalui File Transfer Protocol (FTP).
Pengembangan distribusi data spasial melalui web terus dilakukan, dan memberi
kemudahan kepada pengguna pada sisi user interface. Pengguna dengan mudah
menentukan titik pada lokasi peta, memilih layer data yang diinginkan, serta mengambil
data.
Pada akhir tahun 1990an telah lahir teknologi baru yang dikenal sebagai Internet
Map Server. Dengan teknologi ini client dengan mudah menggunakan standar web
browser untuk mengirim peta interaktif serta data query melalui Internet.
2.2 Jaringan Saraf Tiruan
Hopfield dan Tank (1985) pertama kali merumuskan suatu bentuk algoritma
jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan untuk pengenalan pola dan dapat juga
digunakan untuk memecahkan permasalahan optimisasi. Jaringan saraf tiruan yang
11
dirumuskan tersebut kemudian terkenal sebagai jaringan saraf tiruan Hopfield (Hopfield
Neural Network). Jaringan tersebut berbentuk recurrent neural network dengan setiap
neuron terhubung pada semua neuron yang lain. Nilai bobot untuk dua neuron
mempunyai besar yang sama , sedangkan nilai bobot untuk hubungan umpan balik pada
dirinya sendiri besarnya nol.
Jaringan saraf tiruan Hopfield telah digunakan pada beberapa penelitian untuk
masalah optimisasi (Kamoun, et. al., 1993; Subiyanto, 2003; Nhat et. al., 2005; Kojic et.
al., 2006;)
2.2.1 Jaringan Saraf Tiruan Hofpield Diskrit
Perumusan sesungguhnya jaringan saraf tiruan Hopfied diskrit menunjukan
kegunaan dari jaringan sebagai penyimpan memori (content addressable memory).
Selanjutnya jaringan dipakai untuk memanggil ingatannya terdahulu untuk
menyelesaikan masalah. Perluasan selanjutnya aktivasi nilai-nilai kontinyu dapat
digunakan untuk optimasi dengan pemaksa. Arsitektur jaringan saraf tiruan diskrit
secara skematik digambarkan dalam Gambar 2.1. Jaringan ini tersusun atas satu lapis
jaringan dengan umpan balik. Parameter w adalah bobot antar sel, v adalah aktivasi sel
dan x masukan sel.
12
Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Hopfield
2.2.2 Analisis Fungsi Energi
Fausset (1994) menjelaskan, Hopfield membuktikan bahwa jaringan saraf tiruan
diskrit yang ditemukannya akan konvergen pada suatu titik stabil (pola aktivasi dari
unit-unit) dengan menggunakan suatu fungsi energi pada sistem tersebut. Suatu fungsi
energi adalah fungsi terkendala (bounded) dan merupakan suatu fungsi yang tidak
bertambah (nonincreasing) dari keadaan sistem. Pada suatu jaringan saraf tiruan
keadaan sistem tersebut adalah vektor aktivasi dari tiap unit. Jika fungsi energi dapat
diperoleh pada suatu iterasi jaringan saraf tiruan, jaringan akan konvergen pada
himpunan aktivasi yang stabil. Fungsi energi untuk jaringan saraf tiruan Hopfield diskrit
diberikan :
i
i
ii
i
iijj
ji j
i vvxwvvE
2
1 (2.1)
13
dengan : iv adalah aktivasi atau keluaran unit Vi
ix adalah masukan luar unit Vi
ijw adalah bobot antara unit Vi dan unit Vj
i adalah nilai ambang unit Vi
Jika aktivasi jaringan berubah dengan suatu perubahan iv , energi berubah
sebesar :
iii
j
ijj vxwvE
(2.2)
(hubungan ini terjadi bahwa hanya satu unit yang dapat memperbaharui aktivasinya
pada suatu waktu).
2.3 Sistem Pakar
Sistem pakar, yaitu sistem yang meniru kepakaran (keahlian) seseorang dalam
bidang tertentu dalam menyelesaikan suatu permasalahan (Horn, 1986).
Menurut Ignizio (1991), sistem pakar adalah suatu model dan prosedur yang
berkaitan, dalam suatu domain tertentu, yang mana tingkat keahliannya dapat
dibandingkan dengan keahlian seorang pakar.
Menurut Giarratano dan Riley (2005), sistem pakar adalah suatu sistem
komputer yang bisa menyamai atau meniru kemampuan seseorang pakar.
14
Sistem pakar memodelkan proses dari pemikiran manusia dengan sebuah modul
yang disebut mesin inferensi. Dapat didefinisikan bahwa mesin inferensi merupakan
suatu proses di dalam sistem pakar yang mencocokkan antara fakta yang terdapat di
memori yang sedang bekerja dengan domain pengetahuan yang terdapat di dalam basis
pengetahuan untuk menarik kesimpulan dari masalah (Durkin, 1994).
2.3.1 Ketidakpastian dalam sistem pakar
Ketidakpastian adalah komponen penting dalam sistem pakar. Ketidakpastian
banyak digunakan dalam penelitian sistem pakar (Spiegelhalter, 1987; Burnside et. al.,
2004; Thomas et. al., 2005; Marakakis et. al., 2005). Menurut Parsaye dan Chignell
(1988), ketidakpastian diperlakukan sebagai proses tiga langkah dalam kecerdasan
buatan, seperti yang telihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Proses untuk menangani ketidakpastian dalam kecerdasan buatan
Representasi
ketidakpastian pada
kumpulan kejadian dasar
Penggabungan informasi
yang tidak pastiMenarik kesimpulan
Langkah 1
Langkah 2 Langkah 3
Rule alternatif
15
Pada langkah 1, seorang pakar menyediakan pengetahuan tidak pasti dalam
bentuk aturan dengan nilai kemungkinan. Aturan ini dapat berupa numerik (misalnya,
nilai probabilitas), grafis atau simbolik.
Pada langkah 2, pengetahuan tidak pasti pada kumpulan kejadian dasar dapat
langsung digunakan untuk menarik kesimpulan dalam kasus sederhana (langkah 3).
Akan tetapi, dalam banyak kasus berbagai kejadian saling dikaitkan. Oleh karena itu,
perlu untuk mengombinasikan informasi yang terdapat dalam langkah 1 ke dalam nilai
global sistem.
Pada langkah 3, tujuan sistem berbasis-pengetahuan adalah menarik kesimpulan.
Hal ini berasal dari pengetahuan tak pasti pada langkah 1 dan 2, dan biasanya
diimplementasikan dengan mesin inferensi. Bekerja dengan mesin inferensi, pakar dapat
mengatur input yang mereka masukkan dalam Langkah 1 setelah menampilkan hasil
pada langkah 2 dan 3.
2.3.2 Pembuatan Keputusan Medis
2.3.2.1 Definisi Medis
Ketika sebuah tes dilakukan pada seseorang, akan didefinisikan beberapa
probabilitas. Spesifikasi, adalah probabilitas bahwa seseorang diprediksikan sehat. Di
lain pihak, sensitivitas adalah probabilitas bahwa suatu kasus sakit diprediksikan sakit.
Jadi probabilitas-probabilitas ini dapat didefinisikan sebagai berikut:
specCTPCTP 1)0|0(1)0|1( (2.3)
sensCTPCTP 1)1|1(1)1|0( (2.4)
16
Di mana “1” mewakili penyakit dan “0” mewakili kesehatan, “T” adalah hasil
tes dan “C” adalah status riil seseorang. Didefinisikan ppv (nilai prediksi positif,
positive prediction value) dan npv (nilai prediksi negatif, negative prediction value).
ppv adalah probabilitas penyakit dari seseorang yang diprediksikan sakit. npv adalah
probabilitas sehat dari seseorang yang diprediksikan sehat.
)1|1( TCPppv
)1)(0|1()1|1(
)1|1(
CTPCTP
CTP
)1)(1(
specsens
sens (2.5)
)0|0( TCPnpv
)1)(0|0()1|0(
)1)(0|0(
CTPCTP
CTP
)1()1(
)1(
specsens
spec (2.6)
Di mana menunjukkan kejadian penyakit yang diteliti. Sehingga bisa dikatakan:
npvTCPTCP 1)0|0(1)0|1( (2.7)
ppvTCPTCP 1)1|1(1)1|0( (2.8)
2.3.2.2 Fungsi Loss (Loss function)
Beberapa nilai didefinisikan dalam kedokteran statistik, yang dapat
diinterpretasikan sebagai jumlah fungsi Loss. Seseorang yang sakit tidak bisa
17
melakukan kinerja sempurna dalam kegiatan-kegiatan sosialnya, dan karenanya
memberikan “Loss” terhadap masyarakat. Kita menyebut nilai ini “b”. Apabila orang ini
tidak sakit, dia akan memberikan manfaat terhadap masyarakat yang kita sebut “a”. (b
bukanlah negatif dari a, dikarenakan beberapa alasan, seperti bahwa b mengandung
biaya-biaya perbaikan juga).
Tabel 1. Fungsi Loss Medis Real Condition
Healthy Seek Prediction
Healthy L00 L01
Seek L10 L11
Pada Tabel 1 di atas L00 dapat ditetapkan sebagai nol. Seseorang yang sehat dan
dideteksi dengan benar, tidak memiliki biaya perbaikan apapun dan juga tidak
mempunyai manfaat apapun untuk masyarakat. L11 adalah sama dengan b. L10 dapat
dianggap sama dengan a+b. Karena yang ditimbulkan tidak hanya kerugian (Loss)
seorang pasien, tetapi masyarakat juga kehilangan manfaat-manfaat dari sesorang yang
sebenarnya tidak sakit. Tetapi, bagian terpenting adalah terkait dengan L01, di mana
seorang yang sakit dilaporkan sebagai seorang yang sehat. Dalam kondisi ini, orang
tersebut tidak menjalani perawatan medis apapun dan karenanya dia akan kembali di
masa depan dengan penyakit yang lebih parah. Jadi nilai ini harus ditetapkan dengan
nilai yang besar, yang mengindikasikan biaya-biaya dari penyakit yang lebih parah dan
risiko penyembuhan.
2.3.2.3 Proses Keputusan Medis
18
Berdasarkan hasil-hasil tes (yang di sini ditunjukkan dengan x) dan probabilitas-
probabilitas yang diterangkan sebelumnya dapat dihitung fungsi-fungsi Risiko (risk
functions):
)|(),()|( xcCPcaLxaR (2.9)
Apabila tes memprediksi sehat:
)0|0()0,0()0|1()0,1()0|( TCPTCLTCPTCLTaR
npvLnpvL 0001 )1( (2.10)
Dan apabila tes memprediksi sakit:
)1|0()1,0()1|1()1,1()1|( TCPTCLTCPTCLTaR
)1(1011 ppvLppvL (2.11)
Seperti yang dilihat, tidak ada fleksibilitas dalam frase-frase ini dan dengan menghitung
rumus di atas sekali, hasil-hasil yang didapatkan dapat digunakan untuk pasien
manapun. Hal ini sebagai akibat hasil-hasil tes yang singkat dan mengenai sasaran.
Satu-satunya parameter bebas adalah permulaan r*, yang digunakan dalam tes, untuk
beberapa properti yang diukur dalam tes, apabila r>r*, r [0 1], hasil prediuksi diset
pada 1 dan sebaliknya, pada 0. Jadi diharapkan untuk meminimalkan fungsi Loss yang
diperkirakan dengan jalan memanipulasi r*. Hal ini ditunjukkan bahwa pilihan optimal
untuk r* adalah berikut ini:
11000110
0010*LLLL
LLr
(2.12)
Yang meminimalkan Loss yang diperkirakan yang didefinisikan di bawah ini:
19
)1()1|1()1,1( CPCTPCTLEL
)1()1|0()1,0( CPCTPCTL
)0()0|1()0,1( CPCTPCTL
)0()0|0()0,0( CPCTPCTL
)1)(1()1()1( 00100111 specLspecLsensLsensL (2.13)
Dari keterangan-keterangan ini, dapat dilihat sebuah skema dasar dari
pembuatan keputusan dalam kedokteran, di mana semua ketidakpastian dimodelkan
oleh probabilitas klasik. Tetapi dalam dunia nyata, harus dimodelkan jenis-jenis
ketidakpastian yang lain, yaitu ketidaktahuan (ignorance) dan ketidakjelasan
(fuzzyness).
2.3.3 Fuzzy Logic
Dalam logika konvensional, nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu
benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi antara. Prinsip ini
dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excludec
Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika di dunia (barat) sampai
sekarang. Tentu saja, pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran
yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan yang nyata sangatlah tidak mungkin.
Fuzzy Logic (logika samar) menawarkan suatu logika yang dapat merepresentasikan
keadaan dunia nyata.
Teori himpunan logika samar dikembangkan oleh Prof. Lofti Zadeh pada tahun
1965 (Zadeh, 1965). Ia berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika
boolean/konvensional tidak dapat mengatasi masalah gradasi yang berada pada dunia
20
nyata. Untuk mengatasi masalah gradasi yang tidak terhingga tersebut, Zadeh
mengembangkan sebuah himpunan samar (fuzzy). Tidak seperti logika boolean, logika
samar mempunyai nilai yang kontinu. Samar dinyatakan dalam derajat dari suatu
keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan
sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang sama.
2.3.4 Teori Dempster–Shafer
Teori Dempster–Shafer dapat dipandang sebagai sebuah generalisasi teori
probabilitas. Sebuah pemetaan sekumpulan nilai: PX: , di mana P adalah
kumpulan semua subset nonfuzzy dari . Asumsikan suatu ukuran probabilitas
terhadap X; sekarang, apakah yang bisa dikatakan tentang ukuran probabilitas terhadap
yang disebabkan oleh . Ini merupakan pertanyaan dasar, di mana Dempster
menunjukkan bahwa untuk setiap B , P(B) masuk pada interval berikut:
BAjj BAjj
jjhl mmBBBP: :
,)](),([)(
(2.14)
di mana Aj P adalah sembarang anggota bukan nol dari dan
)())((1
))((1
1
RangeAA
mj
j
(2.15)
Sekitar sepuluh tahun kemudian Shafer mengenalkan teori buktinya dan
mendefinisikan fungsi bel dan pls. Suatu kumpulan referensi {w1, w2,…wn};
sebuah buktinya didefinisikan sebagai berikut:
21
{A1, A2,…, Al} {m1, m2,…,ml}
jA 0jm 1jm (2.16)
Di mana setiap Aj adalah elemen fokal, dan merupakan nilai massa yang bersangkutan.
Teori bukti dapat dipandang sebagai sebuah generalisasi langsung dari statistik-statistik
Bayesian. Nilai-nilai massa mungkin dianggap sebagai nilai-nilai densitas probabilitas;
tetapi dalam teori bukti, nilai-nilai massa lebih ditetapkan sebagai subset dari
daripada elemen ; jadi, nilai ini membawa suatu ketidakpastian yang levelnya lebih
tinggi dan mampu memodelkan ketidaktahuan (ignorance) dan indeterminisme. Shafer
mendefinisikan konsep-konsep keyakinan (belief) dan masuk akal (plausibility) sebagai
dua ukuran untuk subset-subset dalam suatu tindakan aksioma dan kemudian
menunjukkan bahwa bel dan pls adalah fungsi-fungsi keyakinan dan plausibilitas
dengan definisi-definisi berikut:
BAjj
j PBmBbelPbel:
)(]1,0[:
PBmBplsPplsBAj
j
j:
)(]1,0[: (2.17)
2.3.3.1 Generalisasi Teori Dempster–Shafer
Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, suatu model di mana di dalamnya
dimodelkan semua bentuk ketidakpastian adalah penting untuk dicapai secara optimal.
Berikut adalah tinjauan sekilas.
22
Definisi 1—Fungsi bel dan pls yang dinilai dengan Fuzzy: Perhatikan bentuk
fuzzy dari bukti dengan kumpulan fuzzy nya yang bersangkutan dari ukuran-ukuran
probabilitas yang konsisten SA. Fungsi bel dan pls didefinisikan sebagai berikut:
]1,0[
~~: PPbel
)(),...,2,1(
min))(( BPSApnpp
Bbel
(2.18)
]1,0[
~~: PPpls
)(),...,2,1(
max))(( BPSApnpp
Bpls
Bwi
pii
wBSApnpp
)(),...,2,1(
max
(2.19)
Definisi 2—Fungsi Pr yang dinilai dengan Fuzzy: Perhatikan sebuah bentuk fuzzy dari
bukti dengan kumpulan fuzzy nya yang bersangkutan dari ukuran-ukuran probabilitas
yang konsisten, SA. Untuk setiap B P , fungsi Pr akan didefinisikan, sebagai berikut:
]1,0[
~:Pr PP
]))((,))([())(Pr(
BplsBbelB (2.20)
Rata-rata untuk bentuk fuzzy bisa dikenalkan dari bukti, seperti juga mode,
entropy, atau fungsi probabilistik sejenis lainnya.
2.3.3.2 Metode Pembuatan Keputusan yang di-generalisasi
Bwi
pii
wBSApnpp
)(),...,2,1
min
~PB
~PB
23
Akan dimodifikasi metode ini untuk dimanipulasi dengan teori Generalisasi
Dempster_Shafer. Ide dasarnya adalah menggunakan konsep-konsep yang ada dalam
(Lucas et al., 1999) untuk mendapatkan sebuah metode pembuatan keputusan yang
cocok untuk struktur-struktur tersebut. Jarak (selisih, space) antara prediksi dan kondisi
riil dideskripsikan sebagai:
)(
~)(
~: Xr SxPX (2.21)
)(
~)(
~: xr ScPC (2.22)
Di mana (.)~
rP adalah nilai fuzzy dari probabilitas dan
~
S (.) adalah kumpulan fuzzy
dari ukuran-ukuran probabilitas yang konsisten. Didefinisikan :
Di mana:
),...,(),...,(),...,(
|),...,(),,...,
(minmax
''''
1
''
11
''
1)(1
)(
nnn
nxsncs
pppppp
pppp
),...,( 1 npp
),...,( ''
1 npp (2.23)
Sehingga dapat didefinisikan:
)(:)(~
)Pr( rXCP XCr
)(:)"(~
: )()( rPS XCSXC )"(
~)( PS XC
24
0,1
)()
,...,(max
)(1)(
ii
iXCSn
XCS
pp
pwpp
),...,1
(n
pp (2.24)
Dimana:
)}(),(min{)()(
wX
wC
wXC
(2.25)
Definisi-definisi sebelumnya digunakan untuk menghitung struktur-struktur probabilitas
fuzzy kondisional. Sekarang )()|(
~n
xc PS didefinisikan:
)(:)( )|(
"
)| rPS XCSXC
),...,()|(
|),...,(),,...,(minmax
""
1
''
1)(1)(
n
nXSnCS
ppXCP
pppp
),...,( 1 npp
),...,( ''
1 npp (2.26)
Dan selanjutnya dimiliki:
)(:)|(~
)|Pr( rXCP XCr
0,1
)(|),...,( )|(1)|(
ii
iiXCSnXCS
pp
pwpp
),...,( 1 npp (2.27)
Fungsi risiko (risk function) untuk bentuk fuzzy adalah kasus umum dari fungsi
fuzzy. Ide ini digunakan untuk memperoleh beberapa fungsi probabilitas seperti nilai
25
yang diperkirakan, mode dan entropi. Sekarang akan dilakukan pendekatan untuk
memperoleh fungsi risiko (risk function).
),...,,()...,,( 21
~
21 nn pppFppp
)|(),()|(~~
xcCPcaLxaR (2.28)
0,1
,),(|),...,(max
1)|(
ii
inXCS
pp
rpcaLpp
npp ,...,1 (2.29)
Prosedur paling umum untuk proses defuzzifikasi adalah pusat gravitasi [metode
COA]. Dengan menggunakan metode ini dapat dihitung nilai defuzzifikasi sebagai:
)(
)(.
r
rrr
i
i
(2.30)
2.4 Integrasi Neural Network dan Expert System
Salah satu kelebihan neural network adalah bisa digabungkan dengan teknologi
lain untuk menghasilkan sistem hibrida yang memiliki kemampuan pemecahan masalah
yang lebih baik lagi. Beberapa penelitian mengenai pengintegrasian neural network dan
expert system telah dilakukan (Chiu et. al., 2004; Pan et. al., 2005; Subekti et. al., 2006).
Model pengintegrasian neural network dan expert system (Medsker et. al., 1994) terlihat
pada Gambar 2.3.
26
Gambar 2.3 Model integrasi Neural Network dan Expert System
Expert System Neural Network
Terintegrasi Penuh
Expert System Neural Network
Coupling ketat
Expert System Neural Network
Coupling longgar
Expert System Neural Network Neural NetworkExpert System
Stand-alone Transformasional
27
III. Metode Penelitian
3.1 Bahan dan Alat: ArcView, MapServer, PHP, MySQL
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pembahasan yang disajikan dalam tesis ini merupakan hasil analisa sejumlah
data dan informasi dari berbagai sumber yang diperoleh dan dilakukan dengan
menggunakan langkah sebagai berikut:
1. Studi Pustaka
Melakukan pengumpulan data dengan cara membaca, menyimpulkan dan
merealisasikan data yang ada dengan permasalahan yang dibahas. Adapun sumber
data tersebut berasal dari buku-buku, proceedings, journal, laporan dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan terkait.
2. Penelitian lapangan
Melakukan penelitian langsung dan wawancara dengan dokter hewan maupun
dokter lain yang memiki kompetensi pada virus Flu Burung.
3.3 Metode Pengembangan Sistem
Penelitian ini menggunakan metode pengembangan perangkat lunak yang
terdiri dari tahap-tahap berikut ini :
1. Observasi Awal: tahap ini merupakan tahap pengumpulan data awal. Seiring
dengan jalannya penelitian maka data yang diobservasi akan terus bertambah.
28
Penelitian ini berhubungan dengan pengetahuan seorang pakar (dokter) dan data
geografis.
2. Analisa kasus: tahap ini merupakan tahap untuk menganalisa kasus yang di dapat
dari observasi.
3. Perancangan: tahap ini merupakan tahap perancangan sistem, termasuk rancangan
basis data dan diagram alir (flowchart).
4. Implementasi: tahap ini merupakan tahap untuk mengimplementasikan hasil
rancangan sistem menjadi perangkat lunak (software).
5. Pengujian: tahap ini akan melakukan uji coba dari perangkat lunak yang dibuat.
6. Evaluasi & Perbaikan Kesalahan: tahap ini akan mengevaluasi dan memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam perangkat lunak yang dibuat.
7. Hasil & Penyusunan Laporan : tahap ini akan memberikan hasil dan laporan dari
penelitian.
Jadwal Penelitian
KEGIATAN BULAN KE-
1 2 3 4 5
Observasi Awal
Analisa
Perancangan
Implementasi
Pengujian
Evaluasi dan Perbaikan Kesalahan
Penyusunan Laporan
29
DAFTAR PUSTAKA
Adhiutama, A. 2003. Penerapan Sistem Informasi Geografis Berbasis Web pada
Rencana Tata Ruang Wilayah di Propinsi Jawa Barat. Tesis Tidak Terpublikasi.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Arzey, G. 2004. The role of wild aquatic birds in the epidemiology of avian influenza in
Australia. Australian Veterinary Journal, Volume 82, Number 6.
Australian Government. 2005. Australian Management Plan for Pandemic Influenza.
Australian Government. Canberra: Department of Health and Ageing.
Budiman, A.A. 2005. Implementasi Scalable Vector Graphics (SVG) pada sistem
informasi geografis berbasis web di bidang pendidikan (Studi Kasus Kota
Semarang). Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Burnside, E.S.; Rubin, D.L.; Shachter, R.D.; Sohlich, R.E.; & Sickles, E.A. 2004. A
Probabilistic Expert System That Provides Automated Mammographic-
Histologic Correlation: Initial Experience. AJR:182.
Bush, G.W. 2005. National Strategy for Pandemic Influenza. Washington: Homeland
Security Council.
Carver, D.K.; & Krushinskie, E.A. 2006. Avian Influenza: Human Pandemic Concerns.
CAST Commentary, QTA2006-1.
Chiu, J.P.; Shyu, S.S.; & Tzeng, Y.C. 2004. On-Line Neuro-Expert System for Loose
Parts Impact Signal Analysis. Taiwan: Institute of Nuclear Energy Research.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Surveilans Integrasi Avian Influenza.
30
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
Durkin. 1994. Expert System and Development. USA: MacMillan Publishing Company.
European Commission. 2006. Avian influenza. Special Eurobarometer 257-Wave
65.2.
Fauci, A.S. 2006. Emerging and Re-Emerging Infectious Diseases: Influenza as a
Prototype of the Host-Pathogen Balancing Act. Elsevier. Cell 124.
Fausset, L. 1994. Fundamentals of Neural Networks Architectures, Algorithms and
Application. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Food and Agricultural Organization. 2006. Evolution of Highly Pathogenic Avian
Influenza type H5N1 in Europe: review of disease ecology, trends and prospects
of spread in autumn-winter 2006. FAO. Empres Watch.
Giarratano, J.C.; & Riley, G. 2005. Expert Systems, Principles and Programming.
Boston: PWS –KENT Publishing Company.
Gaidet, N.; Dodman, T.; Caron, A.; Balanca, G.; Desvaux, S.; Cattoli, G.; Martin, V.;
Hagemeijer, W.; & Monicat, F. 2006. Influenza surveillance in wild birds in
Africa: preliminary results from ongoing FAO studies. Proceedings FAO/OIE
International Scientific Conference on Avian Influenza and Wild Birds.
Harianto, P.B. 2006. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis berbasis web untuk lalu
lintas (Studi Kasus: Poltabes Yogyakarta). Tesis Tidak Terpublikasi.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hopfield, J.J.; & Tank, D.W. 1985. Neural Computation of Decisions in Optimization
31
Problems. Biological Cybernetics 52.
Horn, M.V. 1986. Understanding Expert Systems . USA: Bantam Books.
Ignizio, J. 1991. Introduction to Exspert System . USA: Mcgraw-Hill Inc..
Juckett, G. 2006. Avian Influenza: Preparing for Pandemic. American Family
Physician, Volume 74 Number 5.
Kamoun, F.; & Ali, M.K.M. 1993. Neural Networks for Shortest Path Computation
and Routing in Computer Networks . IEEE Transactions on Neural
Networks, Volume 4, Number 6.
Kojic, N.; Reljin, I.; & Reljin, B. 2006. Neural Network for Optimization of Routing in
Communications Networks. Facta Universitatis SER.Elec.Energ, Volume 19.
Ligon, B. L. 2005. Avian Influenza Virus H5N1: A Review of Its History and
Information Regarding Its Potential to Cause the Next Pandemic. Seminars in
Pediatric Infectious Diseases. Elsevier.
Lucas, C.; & Araabi, B. N. 1999. Generalization of the Dempster–Shafer Theory: A
Fuzzy-Valued Measure. IEEE Transaction on Fuzzy Systems, Volume 7,
Number 3.
Lucas, C.; Ashegan, M.; & Kharazm, P. 2006. A New Decision Making Method Based
on Fuzzificated Dempster Shafer Theory, A Sample Application in Medicine.
IEEE Proceedings. 14th
Mediterranean Conference on Control and Automation
(MED). Ancona: Università Politecnica delle Marche.
Marakakis, E.; Vassilakis, K.; Kalivianakis, E.; & Micheloyiannis, S. 2005. Expert
32
System for Epilepsy with Uncertainty. Proceedings AIML „05 Conference.
Cairo.
Medsker, L.; & Liebowitz, J. 1994. Design and Development of Expert System and
Neural Networks. New York: MacMillan Publishing Co..
Ministry of Health Malaysia. 2004. Alert, Ehanced Surveillance and Management of
Avian Influenza in Human. Communicable Disease Surveillance Section,
Disease Control Division. Malaysia: Ministry of Health Malaysia.
Murphy, L.D. 1995. Geographic Information Systems: Are They Decision Support
Systems?. IEEE Proceedings. The 28th
Annual Hawaii International Conference
on System Sciences.
Moukomla, S.; & Poomchatra, A. 2004. Rapid Response Spatial Information System:
Avian Influenza in Thailand. Proceedings Map Asia 2004. Beijing: Map Asia.
Nhat, V.V.M.; Obaid, A.; & Poirier, P. 2005. Optimization of Services-into-Burst
Multiplexing based on Hopfield Network. IEEE Proceedings. Proceedings of the
2005 Systems Communications.
Pan, Z.; Lian, H.; Hu, G.; & Ni, G. 2005. An Integrated Model of Intrusion Detection
Based on Neural Network and Expert System. IEEE Proceedings. Proceedings of
the 17th
IEEE International Conference on Tools with Artificial Intelligence
(ICTAI‟05).
Parsaye, K.; & Chignell, M. 1988. Expert Systems. New York: John Wiley.
Sabirovic, M. 2004. Highly Pathogenic Avian Influenza in Ostriches in South Africa.
International Animal Health Division
33
Saputra, L. 2007. Flu Burung Memahami Bahaya, Cara Penularan dan Apa yang Perlu
Anda Lakukan. Jakarta: Karisma Publishing Group.
Sims, L. D.; Domenech, J.; Benigno, C.; Kahn, S.; Kamata, A.; Lubrouth, J.;
Martin, V.; & Roeder, P. 2005. Origin and evolution of highly pathogenic
H5N1 avian influenza in Asia. Vet Rec 157.
Singh, G. 2006. Fight Against Avian Influenza Role of GIS. Ministry of Agriculture
and Lands. Columbia: Integrated Land Management Bureau.
Skowronski, D.M.; Li, Y.; Tweed, S.A.; Tam, T.W.S.; Petric, M.; David, S.T.;
Marra, F.; Bastien, N.; Lee, S.W.; Krajden, M.; & Brunham, R.C. 2007.
Protective measures and human antibody response during an avian influenza
H7N3 outbreak in poultry in British Columbia, Canada. CMAJ 176(1).
Spiegelhalter, D.J. 1987. Probabilistic Expert Systems in Medicine: Practical Issues in
Handling Uncertainty. Statistical Science, Volume 2, Number 1.
Stallknecht, D.E.; & Brown, J.D. 2007. Wild Birds and The Epidemiology of Avian
Influenza. Journal of Wildlife Disease, Volume 43, Number 3.
Subekti, M.; Ohno, T.; Kudo, K.; & Nabeshima, K. 2006. The Development of
Anomaly Diagnosis Method Using Neuro-Expert for PWR Monitoring System.
Memoirs of the Faculty of Engineering, Kyushu University, Volume 66, Number
4. Japan: Kyushu University.
Subiyanto. 2003. Optimisasi Pembangkitan Tenaga Listrik Menggunakan Jaringan
Syaraf Tiruan Hopfield Adaptif. Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
34
Thomas, M.E.; Bouma, A.; Ekker, H.M.; Fonken, A.J.M.; Stegeman, J.A.; & Nielen, M.
2005. Risk factors for the introduction of high pathogenicity Avian Influenza
virus into poultry farms during the epidemic in the Netherlands in 2003. Elsevier.
Preventive Veterinary Medicine 69.
Thomas, O.; & Russomanno, D.J. 2005. Applying the Semantic Web Expert System
Shell to Sensor Fusion using Dempster-Shafer Theory. IEEE Proceedings.
Proceedings of the Thirty-Seventh Southeastern Symposium on System Theory.
Ward, M.P.; Maftei, D.; Apostu, C.; & Suru, A. 2007. Evolution of The 2005-2006
Avian Influenza H5N1 Epidemic in Romania: GIS and Spatial Analysis.
Proceedings GisVet‟07. England.
Wattimena, F.Y. 2004. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis berbasis web untuk
kondisi dan potensi wilayah (Studi kasus kabupaten Merauke Propinsi Papua).
Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Wihandoyo. 2004. Keselarasan Industri Perunggasan dengan Lingkungan, Manusia
dan Pangan. Pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
World Health Organization. 2002. WHO Manual on Animal Influenza Diagnosis and
Surveillance. World Health Organization Department of Communicable Disease
Surveillance and Response. Switzerland: World Health Organization.
World Health Organization. 2006. Avian Influenza in Nigeria Detailed Report: February
2006. Switzerland: World Health Organization.
Zadeh, L.A. 1965. Fuzzy sets. Information and control, Volume 8, Number 3.
35
Zhan, F.B.; Lu, Y.; Giordano, A.; & Hanford, E.J. 2005. Geographic Information
System (GIS) as a Tool for Disease Surveillance and Environmental Health
Research. IEEE Proceedings. International Conference on Services Systems and
Services Management 2005. China: Chongqing University.