Upload
yarah-azzilzah
View
386
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
KARAKTERISTIK GAMBARAN KLINIS DAN PENANGANAN
SINDROMA MÜNCHAUSEN DAN MALINGERING
BAB I
PENDAHULUAN
Perilaku berpura-pura adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam masyarakat.
Misalnya, ada sekelompok orang berpura-pura baik hati memberi sumbangan
dengan harapan memperoleh imbalan yang besar. Selain itu, ada juga sebagian
orang yang berpura-pura sakit untuk menghindari tanggung jawab tugas yang
diembaninya, sebagian orang lainnya melakukan hal tersebut untuk memperoleh
perhatian dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
Meskipun perilaku berpura-pura lazim terjadi dalam masyarakat,
masyarakat tetap perlu melakukan tindakan tertentu jika perilaku berpura-pura
tersebut menimbulkan kerugian bahkan penderitaan bagi orang lain. Hal ini
bertujuan agar perilaku berpura-pura tersebut tidak menyebabkan kerugian bahkan
penderitaan yang semakin besar.
Dalam dunia psikiatri ada sejenis gangguan yang disertai sindroma-
sindroma membual dan berpura-pura yang dapat menimbulkan dampak negatif
baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Gangguan tersebut dikenal dengan
nama gangguan buatan (Factitious Disorder) dan sindroma Malingering.
Gangguan buatan (Factitious Disorder) dan sindroma Malingering ini
sering berkaitan, karena pada kedua gangguan tersebut terdapat gejala fisik atau
psikologis yang disengaja dan palsu. Serta pada keduanya tidak terdapat kelainan
patologis yang mendasari gejalanya. Perbedaan kedua gangguan tersebut terletak
pada motivasi dari timbulnya gejala. Pada gangguan buatan motivasinya tidak
sepenuhnya disadari dan diduga adanya keinginan untuk mendapatkan peranan
sakit (sick role). Sedangkan, pada sindroma Malingering, timbulnya gejala yang
disengaja atau palsu dimotivasi oleh adanya insentif eksternal, seperti tujuan
ekonomi, menghindari tanggung jawab hukum atau menerima kompensasi
finansial.
1
Salah satu gangguan buatan (Factitious Disorder) yang menonjolkan tanda
dan gejala fisik adalah sindroma Münchausen. Nama sindroma Münchausen ini
berasal dari Baron Münchhausen (Karl Friedrich Hieronymus Freiherr von
Münchhausen, 1720-1797) yang merupakan tentara Rusia, yang ikut dalam
pertempuran melawan Turki. Ia menulis banyak kisah perjalanan dan
pertualangan yang fantastis, yang kemudian oleh Rudolf Erich Raspe
dipublikasikan dalam Baron von Münhausen’s Narrative of his Marveolus Travel
and Campaigns in Russia.4
Pada tahun 1951, Richard Asher merupakan orang yang pertama kali
mendeskripsikan pola yang membahayakan diri sendiri, dimana seseorang
membuat (tepatnya "mengarang") riwayat perjalanan, tanda, dan gejala penyakit.
Teringat pada Baron Münchausen, Asher menamakan kondisi ini sebagai
"Münchausen's Syndrome".8
Mengingat bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh Sindroma Münchausen
dan Malingering ini, baik bahaya bagi diri penderita itu sendiri maupun orang
lain, maka alangkah baiknya jika kita mengenal karakteristik gambaran klinis dari
sindroma Münchausen dan Malingering tersebut. Hal ini bertujuan agar para
klinisi dapat dengan cepat dan tepat mendiagnosis sindroma Münchausen dan
Malingering sehingga klinisi dapat mencegah kondisi yang mungkin
membahayakan diri pasien itu sendiri maupun orang lain.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. SINDROMA MÜCHAUSEN
Sindroma Münchausen merupakan kelompok dari gangguan buatan
(Factitious Disorder) dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol, dimana
seseorang berpura-pura sakit, menderita, atau mengalami trauma psikologis
untuk mendapatkan perhatian, simpati, investigasi, perawatan, pengobatan,
dan bantuan (terutama dari kalangan medis) untuk dirinya sendiri.8
Sindroma Münchausen dibedakan dengan berbagai gangguan buatan
(Factitious Disorder) lainnya oleh tidak adanya sumber atau penyebab
utama yang jelas dan tidak adanya “tambahan” sekunder (secondary gain).7,8
Alasan pasien berpura-pura bukan untuk menghindari konsekuensi dalam
kehidupan. Melainkan, pasien mendapatkan kebutuhannya akan peranan
sakit (sick role); kebutuhan yang mendorong pasien untuk melukai atau
meracuni dirinya sendiri dalam usahanya untuk mempertahankan
khayalannya akan penyakit organik.7
Nama lain dari sindroma Münchausen adalah adiksi rumah sakit
(Hospital Addiction), adiksi banyak pembedahan (polysurgery addiction),
sindroma pasien profesional, dan banyak nama lainnya.1
II.1.1. Sejarah
Nama sindrom Münchausen berasal dari Baron Münchhausen (Karl
Friedrich Hieronymus Freiherr von Münchhausen, 1720-1797), merupakan
tentara Rusia yang ikut dalam pertempuran melawan Turki. Ia menulis
banyak kisah perjalanan dan pertualangan yang fantastis, yang kemudian
oleh Rudolf Erich Raspe dipublikasikan dalam Baron von Münhausen’s
Narrative of his Marveolus Travel and Campaigns in Russia.4 Buku ini laku
di pasaran dan banyak orang menganggap bahwa karya Baron von
Münchausen itu merupakan kisah nyata. Padahal Münchausen hanya
berfantasi.
3
Pada tahun 1951, Richard Asher yang merupakan orang pertama kali
mendeskripsikan pola yang membahayakan diri sendiri, dimana seseorang
membuat (tepatnya "mengarang") riwayat perjalanan, tanda, dan gejala
penyakit. Teringat pada Baron Münchausen, Asher menamakan kondisi ini
sebagai "Münchausen's syndrome".8
II.1.2. Epidemiologi
Prevalensi sindroma Münchausen tidak diketahui, walaupun
beberapa klinisi percaya bahwa gangguan ini lebih sering daripada yang
diketahui.1 Akan tetapi diperkirakan frekuensi sindroma Münchausen, baik
di Amerika maupun di internasional adalah jarang.7 Gangguan ini
tampaknya paling sering terjadi pada laki-laki.1,4,6,7,8
Usia puncak sindroma Münchausen adalah dewasa muda hingga
pertengahan, namun semua usia dapat mengalami sindroma Münchausen.7
II.1.3. Etiologi
Etiologi dari sindroma Münchausen ini belum diketahui, namun
diperkirakan faktor-faktor di bawah ini mempengaruhi terjadinya sindroma
Münchausen, yaitu:
1) Faktor biologis3
Lebih dari dekade sebelumnya, beberapa peneliti mengajukan bahwa
disfungsi otak mungkin berperan dalam gangguan buatan, khususnya
varian Münchausen. Pada satu penelitian melaporkan bahwa beberapa
pasien dengan sindroma Münchausen, menunjukkan abnormalitas pada
gambaran otak, seperti atrofi korteks frontotemporal atau pada
pemeriksaan neuropsikologi, khususnya pada area dari organisasi
konseptual, pengaturan informasi kompleks, dan pertimbangan. Hal ini
dispekulasikan bahwa gangguan memproses impuls berpengaruh pada
tingkah laku yang abnormal dan pseudologia fantastica dari pasien-
pasien Münchausen.
4
2) Faktor Psikososial
Dasar psikodinamika dari gangguan buatan tidak diketahui karena
pasien sukar dilibatkan di dalam proses psikoterapi eksploratif.
Laporan kasus anekdotal menyatakan bahwa banyak pasien
menderita penyiksaan atau penelantaran pada masa anak-anak, yang
menyebabkan seringnya perawatan di rumah sakit selama masa
perkembangan awal.1 Pada keadaan tersebut, tinggal di rawat inap
mungkin telah dianggap sebagai suatu pelepasan dari situasi rumah
yang traumatik dan pasien mungkin menemukan bahwa sejumlah
pengasuh (seperti dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit) adalah
mengasihi dan merawat. Riwayat penyakit biasanya menemukan bahwa
pasien merasakan satu atau kedua orangtua sebagai tokoh yang menolak
yang tidak mampu membentuk hubungan erat.1 Dengan demikian,
jiplakan penyakit asli digunakan untuk menciptakan ulang ikatan
orangtua-anak positif yang diinginkan.
Berdasarkan interpretasi psikoanalitik, menyatakan bahwa sindroma
Münchausen kemungkinan akibat dari hasrat pasien untuk mendapatkan
peranan sakit (sick role).3 Keinginan pasien untuk mendapatkan peranan
sakit ini mendasari masokistik, yang sering ditemukan pada pasien
Münchausen.3
Pasien dengan sindroma Müchausen sering dinyatakan bahwa
berhubungan dengan gangguan kepribadian, seperti gangguan kontrol
impuls, tingkah laku destruktif, kepribadian ambang atau gangguan
kepribadian pasif-agresif. Walaupun demikian, hubungan antara
gangguan kepribadian dengan terjadinya sindroma Münchausen masih
belum jelas.7
II.1.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis
Kriteria diagnostik untuk gangguan buatan (Factitious Disorder)
dalam DSM-IV diberikan pada tabel 1.
5
Tabel 1
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Buatan
A. Menimbulkan secara disengaja atau dibuat-buat tanda atau gejala fisik atau
psikiologis.
B. Motivasi untuk perilaku adalah untuk mendapatkan peranan sakit (sick
role).
C. Tidak terdapat keuntungan eksternal untuk perilaku (seperti tujuan
ekonomi, menghindari tanggung jawab hukum atau memperbaiki
kesejahteraan fisik, seperti berpura-pura)
Penulisan berdasarkan pada jenis.
Dengan tanda dan gejala psikologis yang menonjol: jika tanda dan gejala
psikologis menguasai gambaran klinis.
Dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol: jika tanda dan gejala fisik
menguasai gambaran klinis.
Dengan kombinasi tanda dan gejala psikologis dan fisik: jika, baik tanda dan
gejala psikologis maupun fisik ditemukan tetapi tidak ada yang menguasai
gambaran klinis
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and StatisticalManual of Mental Disorders, ed 4.
Hak cipta American Psychiatric Association, Washington, 1994.
Pemeriksaan psikiatrik harus menekankan untuk mendapatkan
informasi yang pasti dari teman-teman yang ada, sanak saudara, atau
sumber informasi lainnya, karena wawancara dengan sumber luar yang
dapat dipercaya seringkali mengungkapkan sifat palsu dari penyakit pasien.
Tes psikologis mungkin menemukan patologi dasar spesifik pada
pasien individual. Ciri yang ditonjolkan pada pasien dengan gangguan
buatan adalah tingkat intelegensia yang normal atau di atas rata-rata; tidak
ada gangguan pikiran yang formal; rasa identitas yang buruk, termasuk
kebingungan tentang identitas seksual; penyesuaian seksual yang buruk;
toleransi frustasi yang buruk; kebutuhan ketergantungan yang kuat; dan
narsisme.
6
Gambaran Klinis
Sindroma Münchausen merupakan kelompok dari gangguan buatan
dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol. Gambaran klinis yang
biasanya ditemukan pada pasien Münchausen, antara lain:
1) Pasien datang dengan kombinasi keluhan, gejala dan tanda yang telah
didramatisasi (dilebih-lebihkan) sehingga tampak begitu berat.5,7,8
2) Pola gejala yang sesuai dengan diagnosis tampak begitu sempurna
sehingga mirip (bahkan persis) dengan teori yang digambarkan di buku
(text presentation).7,8
3) Tampak ketidakjelasan atau inkonsistensi saat menguraikan hal-hal
yang detail tentang masalah medis yang dialami.7,8
4) Dalam usahanya untuk dirawat di rumah sakit, mendapatkan perawatan
yang invasif, dan intervensi yang luas, biasanya penderita datang
dengan mimik wajah seolah menderita sakit berat, yang perlu segera
dioperasi, ditemukan penyebabnya, dan lainnya.7,8
5) Pasien cenderung berbohong patologis (Pseudologia Fantastica).1,5
6) Untuk mendukung gejalanya, pasien mungkin melakukan penipuan
seperti urin dikontaminasi dengan darah atau feses; antikoagulan
digunakan untuk menstimulasi gangguan perdarahan; insulin digunakan
untuk menghasilkan hipoglikemia; dan sebagainya.1
7) Jika di rumah sakit, mereka terus menuntut dan sulit. Saat tes
dikembalikan dengan tes yang negatif, mereka menuduh dokter tidak
kompeten dan biasanya menjadi penyerangan.1
8) Biasanya terdapat pola untuk mengembara dari satu rumah sakit ke
rumah sakit lain dalam kota sama atau lain, dengan menunjukkan
tampilan gejala yang sama.1
Sindroma Münchausen oleh Wali (Münchausen Syndromes by Proxy)
Pada sindroma Münchausen yang diwakilkan (Münchausen
Syndromes by Proxy), seseorang secara sengaja menghasilkan tanda dan
gejala fisik pada orang lain yang di bawah perawatan orang pertama.1
7
Biasanya yang menjadi korban dari Münchausen yang diwakilkan adalah
anak-anak.
Tujuan satu-satunya yang tampak dari perilaku tersebut adalah bagi
pengasuh supaya secara tidak langsung mendapatkan peranan sakit.1 Kasus
gangguan buatan oleh orang yang terdekat yang paling sering melibatkan
seorang ibu yang menipu personal medis supaya percaya anaknya sakit.
Penipuan tersebut mungkin berupa riwayat medis yang palsu, kontaminasi
sampel laboratorium, mengganti catatan medis atau menyebabkan cedera
dan penyakit pada anak.
II.1.5. Diagnosis Banding1,7
Diagnosis banding untuk sindroma Münchausen, antara lain:
1) Gangguan Somatoform
- Pasien dengan gangguan konversi biasanya tidak berbicara dengan
terminologi medis dan rutinitas rumah sakit, gejala mereka
mempunyai hubungan temporal langsung atau referensi simbolik
dengan konflik emosional tertentu.
- Hipokondriasis berbeda dari Sindroma Münchausen dimana pasien
hipokondriakal tidak secara disadari memulai produksi gejala,
onset usia yang lebih tua. Selain itu, pasien hipokondriasis biasanya
tidak mau menjalani prosedur yang kemungkinan menyakitkan,
berlawanan dengan sindroma Münchausen.
2) Sindroma Malingering
Sindroma Münchausen dibedakan dari berpura-pura (Malingering)
karena pada orang berpura-pura (Malingerers) memiliki tujuan
lingkungan yang jelas dan dapat dikenali dalam menghasilkan tanda
dan gejalanya, misalnya meminta perawatan rumah sakit untuk
mendapatkan kompensasi finansial, menghindari polisi, menghindari
kerja, atau semata-mata mendapatkan tempat tidur dan tempat kosong
untuk bermalam. Selain itu, mereka biasanya dapat berhenti
menghasilkan tanda dan gejalanya jika tidak dianggap menguntungkan
8
lagi atau jika risikonya terlalu tinggi dan membahayakan hidup dan
tubuh pasien.
3) Sindroma Münchausen oleh Wali
Pada sindroma Münchausen oleh wali, seseorang dengan sengaja
menghasilkan tanda dan gejala fisik pada orang lain di bawah
perawatannya.
II.1.6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis1
Sindroma Münchausen biasanya dimulai pada kehidupan dewasa
awal, walaupun gangguan tersebut dapat tampak selama anak-anak atau
remaja.
Gangguan Münchausen dapat menimbulkan ketidakberdayaan bagi
pasien, sering kali menghasilkan trauma yang berat atau reaksi yang tidak
diharapkan terhadap pengobatan. Prognosis pada sebagian besar kasus
adalah buruk.
Walaupun tidak ada data yang adekuat tentang hasil akhir pasien,
beberapa di antaranya kemungkinan meninggal akibat medikasi,
intrumentasi, atau pembedahan yang tidak diperlukan. Dalam hal pasien
sering kali melakukan simulasi yang sangat pandai dan risiko yang diambil
pasien, beberapa pasien mungkin meninggal tanpa dicurigai adanya
gangguan.
Ciri kemungkinan menyatakan prognosis yang baik adalah (1)
adanya kepribadian depresif-masokistik; (2) berfungsi pada tingkat ambang,
bukan suatu psikotik yang kontinu; (3) adanya gangguan kepribadian anti-
sosial psikopatik yang minimal.
II.1.7. Terapi
Tidak ada terapi psikiatrik spesifik yang efektif dalam mengobati
sindroma Münchausen.1 Hal ini karena pasien dengan sindroma Münchausen
tidak akan mengakui sindroma yang ia miliki.
9
Tujuan dari penatalaksanaannya adalah mengurangi gejala-gejala
yang dikeluhkan dan menyembuhkan luka-luka yang dibuat oleh pasien
untuk menginduksi suatu gejala. Penatalaksanaan harus bijaksana dengan
mengurangi pemeriksaan penunjang yang berlebihan dan invasive, namun
tidak mengabaikan kondisi medis serius yang terjadi pada penderita.
Reaksi pribadi dari dokter dan anggota staf medis mempunyai
kepentingan besar dalam mengobati dan menegakkan hubungan kerja
dengan pasien.1 Dokter tidak boleh merasa marah jika pasien menghina
kecakapan diagnostiknya, dan mereka harus menghindari tata tertib yang
tidak tersembunyi yang menyebabkan pasien sebagai musuh dan
menyebabkan mereka lari dari rumah sakit.
Klinisi yang menemukan dirinya terlibat dengan pasien yang
menderita sindroma Münchausen, sering kali menjadi marah kepada pasien
karena telah berbohong dan menipu dirinya. Dengan demikian, ahli terapi
harus sadar akan transferensi-balik bilamana mereka mencurigai gangguan
buatan.1
Walaupun penggunaan konfrontasi adalah kontroversial, pada suatu
waktu dalam pengobatan, pasien harus dibuat menghadapi kenyataan.1
Sebagian besar pasien semata-mata meninggalkan pengobatan bilamana
metoda mereka mendapatkan perhatian yang dikenali dan dibuka.
Pada beberapa kasus, klinisi harus memandang gangguan buatan
(sindroma Münchausen) sebagai kebutuhan akan pertolongan, sehingga
pasien tidak memandang respon klinisi sebagai respon menghukum. Selain
itu, pendidikan tentang gangguan dan beberapa usaha untuk mengerti
motivasi pasien dapat membantu anggota staf mempertahankan kelakuan
profesionalnya dihadapan frustasi yang ekstrem.1
Kombinasi dari psikoanalisis dan Cognitive Behavioural Therapy
(CBT) memiliki kemungkinan hasil yang baik dalam pengobatan sindroma
Münchausen.11
10
Cognitive Behavioural Therapy (CBT) ini dapat membantu pasien
untuk mengidentifikasi pola pikir dan perilaku mereka yang tidak realistik,
dalam hal ini pasien dibantu untuk menyadari bahwa mereka tidak sakit.
Medikasi
Tidak ada obat-obatan standar untuk sindroma Münchausen.11 Jika
medikasi diresepkan, maka obat-obatan yang ditujukan untuk pasien
sindroma Münchausen dibagi menjadi 2 kategori, (1) obat-obatan yang
digunakan untuk mengobati gejala yang muncul (simptomatik); (2)
antipsikotik, digunakan untuk mengobati kondisi yang mendasari dari
sindroma Münchausen.7
II.2. SINDROMA MALINGERING
Berpura-pura (Malingering) ditandai oleh pembentukan dan
penunjukkan gejala fisik atau psikologis yang palsu atau sangat dibesar-
besarkan yang disengaja.2,9,10 Pasien selalu memilki motivasi eksternal, yang
termasuk ke dalam salah satu dari tiga kategori:
1) Untuk menghindari situasi, tanggung jawab, atau hukuman yang sulit
dan berbahaya
2) Untuk mendapatkan ganti rugi, ruang atau tempat tidur rumah sakit
yang bebas, sumber obat, atau lolos dari polisi
3) Untuk membalas dendam jika pasien merasa bersalah atau menderita
kerugian finansial, keputusan hukum, atau kehilangan pekerjaan.2
Adanya tujuan yang jelas ditentukan adalah faktor utama yang
membedakan berpura-pura dari gangguan buatan (Factitious Disorder).
Malingering ini tidak dipertimbangkan sebagai penyakit kejiwaan.
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth
Edition Text Revision (DSM IV-TR), Malingering dikelompokkan dalam
kode V sebagai salah satu dari kondisi tambahan yang mungkin merupakan
pusat perhatian klinis.9
II.2.1. Epidemiologi
11
Insidensi berpura-pura (Malingering) tidak diketahui, tetapi sering
ditemukan. Keadaan ini paling sering terjadi dalam lingkungan dengan
jumlah laki-laki yang lebih banyak, seperti militer, penjara, pabrik, dan
lingkungan industri lainnya, walaupun kondisi juga terjadi pada wanita.2
II.2.2. Diagnosis dan Gambaran Klinis
Dalam DSM-IV ditemukan pernyataan berikut ini tentang berpura-
pura (Malingering), yaitu ciri utama dari berpura-pura (Malingering) adalah
dihasilkannya gejala fisik atau psikologis yang palsu atau dibesar-besarkan
yang disengaja, yang dimotivasi oleh insentif eksternal seperti menghindari
pekerjaan, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari hukuman
kriminal, atau mendapatkan obat. Dalam beberapa keadaan berpura-pura
(Malingering) dapat mewakili perilaku adaptif, sebagai contoh, penyakit
buatan saat dalam tahanan selama perang.2
Berpura-pura dicurigai dengan kuat jika ditemukan salah satu
kombinasi dari hal berikut ini:2,9
1) Konteks presentasi yang medikolegal (misalnya, orang dikirim oleh
seorang pengacara kepada dokter untuk diperiksa)
2) Ketidaksesuaian yang jelas antara stres atau ketidakmampuan yang
dikeluhakan orang tersebut dengan temuan objektif
3) Tidak adanya kerja sama selama pemeriksaan diagnostik dan dalam
mematuhi regimen pengobatan yang dianjurkan
4) Adanya gangguan kepribadian antisosial.
12
Banyak orang yang berpura-pura (Malingerers) mengekspresikan
gejala yang sebagian besar adalah subjektif, samar-samar, dan tidak jelas
(sebagai contoh nyeri kepala; rasa sakit di leher, punggung bagian bawah,
dada, atau perut; pusing; vertigo; amnesia; kecemasan; dan depresi) serta
sering kali gejala memiliki riwayat keluarga, dalam semuanya kemungkinan
tidak didasarkan secara organik tetapi jelas sukar dibuktikan. Orang
berpura-pura mungkin mengeluh dengan sengit, menggambarkan betapa
gejala mengganggu fungsi normal mereka dan betapa mereka tidak
menyukai gejala.
Pasien mungkin menggunakan dokter yang terbaik yang paling
dipercaya (dan kemungkinan paling mudah dibohongi) dan dengan langsung
dan mau membayar semua tagihannya, walaupun mahal, untuk
mengesankan dokter dengan integritasnya. Untuk terlihat dapat dipercaya,
orang yang berpura-pura harus melaporkan gejala tetapi mengatakan kepada
dokternya sesedikit mungkin. Tetapi sering kali mereka mengeluhkan
kesengsaraan tanpa tanda objektif atau gejala yang sesuai dengan penyakit
dan sindroma yang diketahui; jika mereka memang menggambarkan semua
gejala dari suatu penyakit, gejala dikatakannya timbul dan menghilang.
13
Bagan 1 Algoritma diagnosis Maligering, Gangguan buatan, dan somatoformSumber: Bienenfeld, David. 2008. Malingering. Dalam: www.emedicine.com
Orang yang berpura-pura sering kali terokupasi dengan uang tunai,
bukan dengan penyembuhan, dan memiliki pengetahuan tentang hukuman
dan hak relatif dari tuntutan mereka.
II.2.3. Pemeriksaan Klinis
Biasanya, defisit pada pemeriksaan tidak diikuti dengan distribusi
anatomis yang diketahui. Di bawah ini yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan status mental malingerers:
1) Perilaku pasien terhadap pemeriksaan biasanya samar-samar dan tidak
jelas.9
2) Pasien menampilkan gejala fisik atau psikologis yang palsu atau
dibesar-besarkan yang disengaja.
3) Mood/suasana hati biasanya iritabel atau hostile.9
4) Ketidaksesuaian yang jelas antara stres atau ketidakmampuan yang
dikeluhakan orang tersebut dengan temuan objektif.2,3,5,9
5) Tidak adanya kerja sama selama pemeriksaan diagnostik dan dalam
mematuhi regimen pengobatan yang dianjurkan2,3,5,9
6) Adanya gangguan kepribadian antisosial.2,3,5,9
7) Pada observasi dan wawancara langsung dan lama, malingerers
biasanya menunjukkan kesulitan dalam menjaga konsistensi dari
keluhan yang disengaja dan palsu.9
8) Proses berpikir umumnya meyakinkan. Isi pikiran ditandai dengan
preokupasi keluhan penyakit atau gejalanya.9
9) Seseorang dengan gangguan malingering psikotik sering menunjukkan
halusinasi dan delusi yang dibesar-besarkan tetapi tidak menunjukkan
mimik gangguan berpikir formal. Malingerers bisanya tidak dapat
berpura-pura menunjukkan afek tumpul, berpikir kongret, atau
gangguan interpersonal yang terkait. Mereka sering mengasumsikan
bahwa amnesia dan disorientasi adalah gambaran dari psikosis.9
14
II.2.4. Mendeteksi Malingering
Untuk mendeteksi Malingering caranya:10
1) Menggunakan sumber data yang multipel (misalnya wawancara,
informasi kolateral, test psikometrik)
2) Wawancara klinis sendirian biasanya jarang dapat mendiagnosis
malingering,kecuali pada kasus yang nyata.
3) Terdapat inkonsistensi antara gejala yang dilaporakn dengan observasi
klinis.
4) Menggunakan pertanyaan yang “open-ended question” dan wawancara
yang lama, karena wawancara lama dapat menyebabkan terjadinya
kelelahan dan kelelahan biasanya mengurangi kemampuan untuk
berbohong.
II.2.5. Diagnosis Banding2
Seperti yang dinyatakan dalam DSM-IV:
Berpura-pura (Malingering) berbeda dari gangguan buatan
(Factitious Disorder) dimana motivasi untuk produksi gejala pada berpura-
pura adalah untuk mendapatkan insentif eksternal, sedangkan pada
gangguan buatan, tidak terdapat insentif eksternal. Bukti-bukti adanya
kebutuhan intrapsikis untuk mempertahankan peranan sakit mengarahkan
pada gangguan buatan.
Berpura-pura dibedakan dari Gangguan Konversi dan Gangguan
Somtoform lainnya oleh produksi gejala yang disengaja dan oleh insentif
eksternal dan jelas yang berhubungan dengannya. Selain itu, pada berpura-
pura (berlawanan dengan Gangguan Konversi), peringanan gejala sering
kali tidak didapatkan dengan sugesti atau hipnosis.
15
II.2.6. Terapi2
Seorang pasien yang dicurigai berpura-pura (Malingering) harus
diperiksa secara menyeluruh dan objektif, dan dokter harus menahan untuk
tidak menunjukkan kecurigaan. Jika klinisi menjadi marah (suatu respon
yang umum pada orang yang berpura-pura), dapat terjadi konfrontasi,
dengan dua akibat; (1) Hubungan dokter dan pasien mungkin terputus, dan
tidak dimungkinkan intervensi positif lebih lanjut. (2) Pasien akan lebih
bertahan, dan pembuktian penipuan menjadi hampir tidak dimungkinkan.
Jika pasien diterima dan tidak dicemari, pengamatan selanjutnya,
saat pasien di rawat rumah sakit atau sebagai rawat jalan, mungkin
mengungkapkan kecerdikan gejala, yang secara konsisten ditunjukkan
hanya jika pasien tahu bahwa dirinya sedang diamati.
Mempertahankan hubungan dokter-pasien adalah berguna untuk
diagnosis dan terapi jangka penjang untuk pasien, pemeriksaan yang cermat
biasanya menemukan masalah yang relevan tanpa perlu konfrontasi.
Biasanya sangat baik menggunakan pendekatan terapi intensif, seakan-akan
gejalanya nyata. Gejala dapat dihilangkan sebagai respon terapi, tanpa
pasien menjadi kehilangan muka.
16
Tabel 2 Perbandingan antara Maligering, Gangguan buatan, dan Gangguan Disosiatif dan Konversi
BAB III
PENUTUP
Sindroma Münchausen dan Malingering ini sama-sama menunjukkan gejala
fisik atau psikologis yang disengaja dan palsu. Serta pada keduanya tidak terdapat
kelainan patologis yang mendasari gejalanya. Perbedaan kedua gangguan tersebut
terletak pada motivasi dari timbulnya gejala. Pada Sindroma Münchausen
motivasi tidak sepenuhnya disadari dan diduga adanya keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit (sick role). Sedangkan, pada sindroma Malingering,
timbulnya gejala yang disengaja atau palsu dimotivasi oleh adanya insentif
eksternal, seperti tujuan ekonomi, menghindari tanggung jawab hukum atau
menerima kompensasi finansial.
Sebagai seorang dokter adalah baik jika mampu mendiagnosis sindroma
tersebut secara cepat dan tepat. Sehingga dokter mampu mencegah prosedur
diagnostik yang mungkin menyakitkan bahkan membahayakan pasien.
Oleh karena itu, dalam menghadapi pasien dengan sindroma Münchausen
atau Malingering, hal penting yang perlu diperhatikan adalah reaksi pribadi dokter
dan staf medis lainnya dalam menghadapi pasien dengan sindroma Münchausen
atau Malingering. Dalam hal ini, dokter dan staf medis lainnya sebaiknya bersikap
menerima pasien sehingga hubungan antara pasien dan dokter dapat
dipertahankan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi terapi pada pasien dengan
sindroma Münchausen atau Malingering.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 107-115.
2. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 364-365.
3. Sadock, Benjamin J, Viriginia A. Sadock. 2000. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry Volume 1, 7th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
4. Satiadarma, Monty P. 2002. Pura-Pura Sakit Untuk Mencari Simpati Sindroma Münchausen. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
5. Hales, Robert E, Stuart C. Yudofsky, Glen O. Gabbard. 2008. American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition. Arlington: American Psychiatric Publishing Inc. Dalam:
http://books.google.co.id/books?id=tvCFFkOyKHoC&pg=PA661&dq=munchausen+%26+malingering&client=firefoxa&cd=2#v=onepage&q=munchausen%20%26%20malingering&f=false
6. Hahn, Rhoda K, Lawrence J. Albera, Christopher Reist. 2006. Current Clinical Strategies Psychiatry. California: Current Clinical Strategies Publishing
7. Ernoehazy, William.2008. Munchausen Syndrome. Dalam:http://www.emedicine.com
8. Anurogo, Dito. 2009. Müchausen Syndrome. Dalam:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+M%FCnchausen+Syndrome&dn=20090129215046
9. Bienenfeld, David. 2008. Malingering. Dalam:http://www.emedicine.com
10. Perman, Gerald P. 2003. Psychiatric News Summaries. Dalam:http:// www.geraldppermanmdpa.com
11. Anonim, 2009. What Is Munchausen Syndromes? What Causes Munchausen Syndromes? Dalam:
http://www.medicalnewstoday.com/article/167813.php12. Residen bagian psikiatri UCLA. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: ECG
18