36
ENTREPRENEURSHIP DEVELOPMENT Makalah Sesi ke- 1 (9 Maret 2015) Disusun untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Skala Kecil, Menengah & Koperasi Oleh Kelompok I: 1. Adinda Rahmi Juliana (023144148) 2. Erly Supriyanti (023144150) 3. Ritagustina BR Ginting (023144163) FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS TRISAKTI 2015

Makalah kel i entrepreneurship development

Embed Size (px)

Citation preview

ENTREPRENEURSHIP DEVELOPMENT

Makalah Sesi ke- 1 (9 Maret 2015)

Disusun untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah Ekonomi Skala Kecil, Menengah & Koperasi

Oleh

Kelompok I:

1. Adinda Rahmi Juliana (023144148)

2. Erly Supriyanti (023144150)

3. Ritagustina BR Ginting (023144163)

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS TRISAKTI

2015

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan Tugas Kelompok dengan judul “Entrepreneurship

Development”.

Penulisan makalah ini merupakan untuk melengkapi salah satu tugas kelompok

mata kuliah Ekonomi Skala Kecil, Menengah & Koperasi. Dalam proses penyusunan

makalah ini, penulis mendapatkan dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai

pihak, baik secara moril, materiil maupun doa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak

yang membaca agar kami bisa mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam

dunia akuntansi. Semoga pada kesempatan lain penulis dapat memperbaiki kesalahan

yang ada dalam penulisan.

Jakarta, 5 Maret 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2

2.1 Pandangan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekonomi ............... 2

2.2 Pengertian Kewirausahaan ............................................................... 3

2.3 Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) dan Besar ........................................................................ 4

2.4 Perkembangan Ekonomi Indonesia ................................................. 8

2.5 Pentingnya Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam perekonomian

Indonesia ........................................................................................ 10

2.6 Kendala Pembangunan & Pengembangan UKM (Development

Contraints) ..................................................................................... 17

2.6.1 Rekomendasi Strategi Pengembangan UKM .......................... 19

2.7 Pengusaha Perempuan (Woman Entrepreneurs) ............................... 25

2.7.1 Jenis Pengusaha Perempuan Dan Daya Tahan Mereka Dalam

Berwirausaha ......................................................................... 26

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 30

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1 Jumlah perusahaan berdasarkan kategori usaha pada tahun 2010-2012 11

Tabel 2-2 Jumlah Usaha Kecil dan Menengah pada beberapa negara Asia Pasifik

dalam bidang non pertanian ................................................................ 11

Tabel 2-3 Perkembangan Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011 ........................................... 12

Tabel 2-4 Perkembangan Jumlah Usaha Besar menurut sektor ekonomi tahun

2010-2011 ........................................................................................... 13

Tabel 2-5 Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala

Usaha Tahun 2010-2011 ..................................................................... 13

Tabel 2-6 Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha

Tahun 2010-2011 ................................................................................ 14

Tabel 2-7 Presentase Kontribusi pada Pertumbuhan Pendapatan Perkapita

berdasarkan Ukuran Usaha .................................................................. 16

Tabel 2-8 Produktivitas pekerja (Q1; 000 rupiah) dan kontribusi hasil (Q2; %)

pada industri manufaktur berdasarkan ukuran usaha, tahun 1999-2003 17

Tabel 2-9 Tabel Permasalahan Utama yang Dihadapi Usaha Skala Kecil dan

Usaha Mikro pada Industri Manufaktur tahun 2003 (jumlah usaha) .... 18

Tabel 2-10 Pengusaha perempuan di sektor non pertanian dalam Usaha Skala

Kecil tahun 2003 ................................................................................. 26

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) tahun

2010-2011 ........................................................................................... 14

Gambar 2.2 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Besar tahun 2010-2011 ........................ 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini persaingan produk di Indonesia sangatlah ketat, selain harus bersaing

dengan produk lokal, Indonesia pun harus bersaingan dengan produk-produk luar

negeri, karena Indonesia telah menandatangani beberapa perjanjian perdagangan

bebas seperti AFTA (Asean Free Trade Area), kemudian ACFTA (Asean-China Free

Trade Area) serta Indonesia menghadapi tantangan baru yakni disepakatinya AEC

(Asean Economic Community) dengan target mulai tahun 2008 dan implementasi

penuh pada tahun 2015. Salah satu dampak ACFTA (Asean-China Free Trade Area)

yaitu membanjirnya produk-produk China di Indonesia. Demikian pula dengan

diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)

pada tahun 2015, hal ini menjadi peluang dan tantangan produk di Indonesia.

Maka dari itu Indonesia harus mampu bersaing baik di pasar nasional maupun

internasional. UKM atau Usaha Kecil dan Menengah adalah salah satu strategi untuk

menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia dan UKM sangat pesat

perkembangannya di Indonesia. Dalam segi teknologi UKM harus terus

bertransformasi dari teknologi konvensional menjadi teknologi modern yang bisa

memproduksi melebihi jumlah dari teknologi konvensional. Disamping teknologi

yang modern, SDM yang kita perlukan pun harus memiliki jiwa wirausaha yang

matang dan kreatif.

(Dikutip dari http://ekonomi.kompasiana.com/)

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pandangan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekonomi

Ada beberapa pandangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan ekonomi seperti:

1. Pandangan klasik

Menyatakan bahwa pembangunan ekonomi tergantung pada dua faktor penting

(secara eksplisit dimasukkan dalam fungsi produksi umumnya Cobb Douglas) yaitu

tenaga kerja dan modal (dengan mewujudkan kemajuan tehnologi). Meninjau

keajaiban pembangunan di negara-negara Asia yang dinamakan negara industri baru

(NICs) seperti: Taiwan, Hongkong, Korea Selatan Pada tahun 1960 dan 1970-an, dan

kesenjangan dalam pembangunan antara negara berkembang/ negara industri dan

negara kurang berkembang ( LDCs).

2. Pandangan baru terhadap sifat pengembangan ekonomi dan faktor penentunya

Pandangan baru mengenai perkembangan ekonomi terhadap sifat dan faktor

penentunya muncul tahun 1980. Dalam paradigma baru ini, disebutkan bahwa selain

dua faktor produksi klasik yang sudah dijelaskan di atas, ada faktor penting lain, yaitu

kewirausahaan dan peningkatan keterampilan manusia. Saat ini, pengembangan

kewirausahaan bersama dengan peningkatan keterampilan manusia telah menjadi dua

faktor penting bagi suatu negara untuk menjadi pemimpin dunia dalam semua aspek

3

ekonomi, perdagangan, militer, teknologi, dan lain-lain, dan untuk pembangunan

ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.

2.2 Pengertian Kewirausahaan

Pengembangan kewirausahaan merupakan isu penting saat ini berkaitan dengan

pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini sering dinyatakan bahwa kurangnya

kewirausahaan telah menjadi kasus penting yang utama bagi pembangunan ekonomi

yang relatif rendah oleh karena itu pelatihan kewirausahaan telah menjadi bagian

penting dari pembangunan pemerintah yang didukung program untuk pengembangan

kewirausahaan kecil dan menengah (UKM di Indonesia).

Kewirausahaan terdiri atas kata dasar wirausaha yang mendapat awalan ke dan

akhiran an, sehingga dapat diartikan kewirausahaan adalah hal-hal yang terkait

dengan wirausaha. Sedangkan wira berarti keberanian dan usaha berarti kegiatan

bisnis yang komersial atau non-komersial, Sehingga kewirausahaan dapat pula

diartikan sebagai keberanian seseorang untuk melaksanakan suatu kegiatan bisnis

untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran yang kreatif dan

tindakan inovatif untuk menciptakan peluang.

Dalam bahasa Inggris wirausaha adalah enterpreneur, istilah ini pertama kali

diperkenalkan oleh Richard Cantillon, seorang ekonom Prancis. Menurutnya,

entrepreneur adalah “agent who buys means of production at certain prices in order to

combine them”.

4

2.3 Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Besar

Usaha Mikro Kecil dan menengah adalah usaha ekonomi produktif yang

berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha, yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau

usaha besar, yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah.

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah).

Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, Usaha Kecil adalah usaha

produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak

Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas

Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus

juta rupiah). Kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

5

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang

memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kriteria

usaha kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima

ratus juta rupiah)

Pengertian usaha menengah menurut Inpres No.10 tahun 1998 :

a. Usaha Menengah adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria

kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 sampai dengan

paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha.

b. Dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 sampai dengan

Rp.5.000.000.000,00.

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan

6

sejumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar

lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00

(lima puluh milyar rupiah)

Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha

menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan,

dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

World Bank, membagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ke dalam

3 jenis, yaitu:

1. Medium enterprise, dengan kriteria:

a. Jumlah karyawan maksimal 300 orang,

b. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta dan

c. Jumlah aset hingga sejumlah $15 juta.

2. Small enterprise, dengan kriteria:

a. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang,

b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta dan

c. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta.

3. Micro enterprise, dengan kriteria:

7

a. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang,

b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu dan

c. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu.

Bank Indonesia, membagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ke

dalam 3 jenis, yaitu:

1. Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) , dengan kriteria:

a. Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin.

b. Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana

c. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry

2. Usaha Kecil (UU No. 9/1995) , dengan kriteria:

a. Aset < Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan

b. Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar >

3. Menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997), dengan kriteria:

a. Aset < Rp. 5 Milyar untuk sektor industri

b. Aset < Rp. 600 Juta diluar tanah dan bangunan. untuk sektor non industri

manufacturing

c. Omzet tahunan < Rp. 3 Milyar >

Badan Pusat Statistik(BPS), membagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) ke dalam 3 jenis, yaitu:

1. Usaha Mikro, dengan kriteria pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang

tidak dibayar.

2. Usaha Kecil, dengan kriteria pekerja 5-19 orang.

3. Usaha menengah, dengan kriteria pekerja 20-99 orang.

8

2.4 Perkembangan Ekonomi Indonesia

Dalam suatu negara, proses dinamika pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh

dua faktor, yaitu internal (domestik) dan eksternal (global). Yang termasuk ke dalam

faktor internal yaitu kondisi fisik (iklim), lokasi geografi, jumlah dan kualitas SDA,

SDM yang dimiliki, dan kondisi awal perekonomian. Sedangkan faktor eksternal

meliputi perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta

keamanan global.

Untuk dapat mengetahui sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu

mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa orde lama hingga

masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat mengetahui kebijakan-

kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana

dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi

untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada seperti yang diketahui sistem

perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu Pemerintahan pada masa orde lama

(1945 – 1966), orde baru (1966-1997), dan reformasi (1998).

Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka.

Pada saat itu, keadaan ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti pada

tingkat inflasi yang tinggi. Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia

mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang

bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti

impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri.

Masa pemerintahan orde baru, industri dan pertanian merupakan dua sektor

tertinggi yang menjadi prioritas. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu

dengan mengadopsi dua strategi, seperti:

9

1. Strategi substitusi impor pada tahun 1970 – awal tahun 1980

Fokus pada Industri padat karya seperti tekstil dan garmen, kayu, produk, dan

makanan dan minuman, diikuti kemudian oleh perkembangan industri otomotif

perakitan.

2. Strategi promosi ekspor dengan mengurangi beberapa tarif impor dan

pembatasan ekspor, juga berfokus pada industri padat karya.

Sedangkan untuk mendukung dibidang pertanian, pemerintah mengadopsi

modernisasi atau intensifikasi pertanian, yang dikenal sebagai "revolusi hijau" sebagai

strategi utama. Tujuan dari strategi ini adalah untuk peningkatan produktivitas

pertanian untuk mencapai swasembada beras, dan meningkatkan pendapatan riil di

daerah pedesaan sehingga mengurangi kemiskinan dipedesaan dan dengan demikian,

kemiskinan nasional semakin membaik.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dengan penurunan tingkat

kemiskinan, Indonesia pernah menjadi salah satu yang berkinerja tinggi di ekonomi

Asia Timur yang menciptakan "keajaiban ekonomi Asia Timur". Bahkan di antara

kelompok ekonomi termasuk Hongkong, Jepang, Malaysia, Republik Korea, Taiwan,

Thailand dan Singapura, ekonomi Indonesia muncul khususnya mengesankan untuk

defisit transaksi yang kecil saat ini dan jumlah utang jangka pendek yang rendah.

Pada masa periode pertengahan tahun 1997 hingga merupakan tahun terberat

bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia yang

dampaknya sangat terasa di Indonesia didahului dengan depresiasi rupiah dengan

lebih dari 500 persen yang menyebabkan banyak perusahaan, terutama perusahaan

skala besar / konglomerat yang sangat tergantung pada bahan impor dan komponen

serta pinjaman luar negeri, menghentikan produksi mereka. Sebagai hasilnya,

10

ekonomi Indonesia menjadi -13% pada tahun 1998, dan GDP per kapita turun

menjadi kurang dari US $ 900.

Pada tahun 1999 ekonomi negara mulai pulih, dan dalam beberapa tahun

terakhir, Indonesia telah mencapai tingkat yang sehat dari stabilitas makro ekonomi.

Walaupun pada tahun 2005 tingkat pertumbuhan sekitar 5,5%, yang lebih rendah dari

yang diharapkan 6,5%.

2.5 Pentingnya Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia

Bank dunia (2004), memberikan tiga argumen utama yang mendukung

pandangan bahwa UKM dapat berfungsi sebagai mesin pertumbuhan di negara-

negara berkembang. Pertama, usaha kecil menengah meningkatkan kompetisi dan

kewirausahaan. Oleh karena itu UKM memiliki manfaat eksternal terhadap

perekonomian secara efisiensi, inovasi dan pertumbuhan produktivitas agregat.

Kedua, usaha kecil menengah umumnya lebih produktif daripada perusahaan besar,

tetapi pasar financial dan kegagalan institusi lain dan aspek lingkungan usaha makro

ekonomi yang kurang kondusif mempengaruhi pengembangan usaha kecil dan

menengah. Ketiga, perluasan usaha kecil dan menengah meningkatkan lapangan

kerja lebih dari pertumbuhan perusahaan besar karena usaha kecil dan menengah

lebih padat karya. Dengan kata lain, bank dunia percaya bahwa UKM dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara-negara tersebut.

Berdasarkan data dari Kementerian Menteri Negara Koperasi dan Usaha

Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), tercatat bahwa usaha kecil pada tahun 1997

menyumbang sekitar 99,8 % dari total jumlah perusahaan ( > 39,7 juta unit ) pada

tahun itu , dan meningkat menjadi lebih dari 40 juta unit pada tahun 2004. Tabel di

11

bawah ini menunjukkan kategori usaha pada tahun 2010-2012 yang setiap tahunnya

melahirkan pengusaha di negara ini.

Tabel 2-1 Jumlah perusahaan berdasarkan kategori usaha pada tahun 2010-2012

Sumber: www.depkop.go.id (data diolah)

Di dalam tabel 2-2 di bawah ini kita dapat melihat bahwa Indonesia dan Cina

adalah negara yang memiliki ekonomi terbesar terhadap total jumlah non pertanian di

Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik yang dipilih ( APEC ) yaitu sekitar 50 % dari total

non pertanian menengah Kecil. Jika pertanian termasuk, tentu bagian ini akan jauh

lebih tinggi karena kedua negara tersebut adalah yang terbesar agraria ekonomi

dalam kelompok tersebut.

Tabel 2-2 Jumlah Usaha Kecil dan Menengah pada beberapa negara Asia Pasifik

dalam bidang non pertanian

Sumber: APEC 2003

12

Dalam tabel 2-3 dan 2-4 di bawah ini kita dapat melihat bahwa jumlah Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diberbagai sektor lebih dominan daripada

Usaha Besar. Untuk sektor pertanian, peternakan kehutanan dan perikanan

merupakan sektor yang paling banyak menyumbangkan usahanya untuk UMKM.

Sedangkan dalam Usaha Besar, sektor perdagangan, hoel dan restoran merupakan

sektor yang paling besar jumlah unit usahanya.

Tabel 2-3 Perkembangan Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011

Sumber: www.depkop.go.id

13

Tabel 2-4 Perkembangan Jumlah Usaha Besar menurut sektor ekonomi tahun 2010-

2011

Sumber: www.depkop.go.id

Tabel 2-5 Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha

Tahun 2010-2011

Sumber: www.depkop.go.id

14

Tabel 2-6 Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha

Tahun 2010-2011

Sumber: www.depkop.go.id

Gambar 2.1 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) tahun

2010-2011

Sumber: www.depkop.go.id

15

Gambar 2.1 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Besar tahun 2010-2011

Sumber: www.depkop.go.id

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMKM pada tahun 2010 tercatat

sebesar 99.401.775 orang atau 97,22 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang

ada, kontribusi Usaha Mikro (UMi) tercatat sebanyak 93.014.759 orang atau 90,98

persen dan UK tercatat sebanyak 3.627.164 orang atau 3,55 persen. Sedangkan UM

sebanyak 2.759.852 orang atau 2,70 persen selebihnya adalah UB.

Pada tahun 2010, untuk Usaha Mikro (UMi) sektor Pertanian, Peternakan,

Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga

kerja yaitu sebanyak 42.262.866 orang atau 45,44 persen dari total tenaga kerja yang

diserap. Untuk sektor ekonomi yang memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada

UK adalah sektor Industri Pengolahan yaitu sebanyak 986.166 orang atau 27,19

16

persen. Sedangkan penyerapan tenaga kerja terbesar pada UM adalah sektor Industri

Pengolahan yaitu sebanyak 1.240.694 orang atau 44,96 persen.

Pada tahun 2011, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 101.722.458

orang atau 97,24 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini

meningkat sebesar 2,33 persen atau 2.320.683 orang dibandingkan tahun 2010.

Kontribusi Usaha Mikro (UMi) tercatat sebanyak 94.957.797 orang atau 90,77 persen

dan UK sebanyak 3.919.992 orang atau 3,75 persen. Sedangkan UM tercatat sebanyak

2.844.669 orang atau 2,72 persen. Untuk Usaha Mikro (UMi) sektor Pertanian,

Peternakan, Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam

penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 42.543.128 orang atau 44,80 persen dari total

tenaga kerja yang di serap. Jumlah tersebut meningkat sebesar 280.262 orang atau

0,66 persen dari tahun sebelumnya. Untuk sektor ekonomi yang memiliki penyerapan

tenaga kerja terbesar pada UK adalah sektor Industri Pengolahan yaitu sebanyak

1.162.195.

Tabel 2-7 Presentase Kontribusi pada Pertumbuhan GDP berdasarkan Ukuran Usaha

Sumber: BPS

Dalam tabel 2-8 di bawah ini, produktivitas tenaga kerja di usaha mikro dan

kecil sangat rendah, walaupun jumlah pekerja mereka jauh lebih besar daripada yang

di perusahaan menengah dan perusahaan besar. Total output dalam usaha mikro dan

17

kecil jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan menengah dan perusahaan

besar

Tabel 2-8 Produktivitas pekerja (Q1; 000 rupiah) dan kontribusi hasil (Q2; %) pada

industri manufaktur berdasarkan ukuran usaha, tahun 1999-2003

Sumber: BPS

2.6 Kendala Pembangunan & Pengembangan UKM (Development Contraints)

Seperti halnya kendala untuk mengembangkan Usaha Skala Besar, dalam Usaha

Skala Kecil dan Menengah juga terdapat beberapa kendala yang ditemukan dalam

upaya atau usaha dalam proses pembangunan dan pengembangan Usaha Kecil dan

Menengah tersebut. Bahkan dalam kenyataanya semakin kecil ukuran perusahaan

tersebut, semakin kompleks masalah yang mereka hadapi. Adapun masalah-masalah

tertentu yang umumnya ditemukan pada Usaha Kecil & Menengah, yaitu :

1. Infrastruktur yang buruk dan/atau mahal.

Contohnya transportasi, fasilitas penyimpanan, air, alat dan fasilitas

telekomunikasi serta pasar fisik yang kurang berkembang.

2. Tidak ada akses untuk pelatihan formal.

3. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan di bidang ekonomi dasar dan

keahlian manajerial.

18

4. Kurangnya modal kerja atau modal usaha dan sulitnya mendapatkan modal

kerja atau modal usaha tersebut (kredit harus diperoleh dari sumber informal

seperti teman atau kerabat).

5. Kurangnya pengetahuan terhadap perkembangan teknologi serta terbatasnya

akses terhadap teknologi tersebut.

6. Keterbatasan jaringan.

7. Keterbatasan untuk informasi bisnis.

Tabel 2-9 Tabel Permasalahan Utama yang Dihadapi Usaha Skala Kecil dan Usaha

Mikro pada Industri Manufaktur tahun 2003 (jumlah usaha)

sumber: BPS (www.bps.go.id)

19

2.6.1 Rekomendasi Strategi Pengembangan UKM

Dari berbagai konsep mengenai pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi,

berikut beberapa pilihan strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan UKM, yaitu:

1. Kemudahan dalam Akses Permodalan

Salah satu permasalahan yang dihadapi UKM adalah aspek permodalan.

Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah,

merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan rendahnya

surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal juga menjadi

salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif. Oleh

sebab itu dalam pemberdayaan UKM pemecahan dalam aspek modal ini penting dan

memang harus dilakukan.

Yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan UKM melalui aspek

permodalan ini adalah: (1) bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak

menimbulkan ketergantungan; (2) bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan

melalui penciptaan sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha

menengah untuk mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) bagaimana skema

penggunaan atau kebijakan pengalokasian modal ini tidak terjebak pada

perekonomian subsisten. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama. Inti

pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada

masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab kepada

dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang

cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha

mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka di

lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman mereka di

20

lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung jawab

terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa

bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga

keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.

Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, kredit Perbankan lebih banyak terkonsentrasi

pada kredit korporasi dan juga konsumsi dan hanya segelintir kredit yang disalurkan

ke sektor Usaha Kecil dan Menengah.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kapasitas UKM ini, Perbankan harus

menjadikan sektor ini sebagai pilar terpenting perekonomian negeri. Bank diharapkan

tidak lagi hanya memburu perusahaan-perusahaan yang telah mapan, akan tetapi juga

menjadi pelopor untuk mengembangkan potensi perekonomian dengan menumbuhkan

wirausahawan melalui dukungan akses permodalan bagi pengembangan wirausaha

baru di sektor UKM. Perbankan harus meningkatkan kompetensinya dalam

memberdayakan Usaha Kecil-Menengah dengan memberikan solusi total mulai dari

menjaring wiraushawan baru potensial, membinanya hingga menumbuhkannya.

Pemberian kredit inilah satu mata rantai dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil

Menengah secara utuh.

2. Bantuan Pembangunan Prasarana

Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan

memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat

dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh

sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan UKM adalah pembangunan

prasarana produksi dan pemasaran seperti yang dapat disimpulkan dari kedua tabel

diatas. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke

21

pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan

penerimaan petani dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah.

Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana

pendukung desa tertinggal, memang strategis.

3. Pengembangan Skala Usaha

Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan

melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil

yang memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun 80-an, pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan kelompok. Alasannya adalah, akumulasi kapital akan sulit dicapai

di kalangan orang miskin, oleh sebab itu akumulasi kapital harus dilakukan bersama-

sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Demikian pula dengan masalah

distribusi, orang miskin mustahil dapat mengendalikan distribusi hasil produksi dan

input produksi, secara individual. Melalui kelompok, mereka dapat membangun

kekuatan untuk ikut menentukan distribusi. Pengelompokan atau pengorganisasian

ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga

keuangan yang telah ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek

kelembagaan yang lain adalah dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha,

pasar barang, dan pasar input produksi. Aspek kelembagaan ini penting untuk

ditangani dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.

4. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha

Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai

macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun

pengembangan kluster. Pola-pola jaringan semacam ini sudah terbentuk akan tetapi

dalam realiatasnya masih belum berjalan optimal. Pola jaringan usaha melalui sub

22

kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di Indonesia.

Meskipun sayangnya banyak industri kecil yang justru tidak memiliki jaringan sub

kontrak dan keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan besar sehingga eksistensinya

pun menjadi sangat rentan. Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui

pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh produsen yang berada di

dalam klaster bisnis sehingga mempunyai peluang untuk menjadi produk yang

mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di pasar global.

Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran juga menjadi salah satu kendala yang

selama ini juga menjadi faktor penghambat bagi Usaha Kecil Menengah untuk

berkembang. Upaya pengembangan jaringan pemasaran dapat dilakukan dengan

berbagai macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi

bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian dan

pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM serta pengembangan situs-situs UKM di

seluruh kantor perwakilan pemerintah di luar negeri. Penguatan ekonomi rakyat

melalui pemberdayaan UKM, tidak berarti mengalienasi pengusaha besar atau

kelompok ekonomi kuat. Karena pemberdayaan memang bukan menegasikan yang

lain, tetapi give power to everybody (memberi kekuatan hak atau kesempatan kepada

semua orang). Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan

bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan

menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah.

Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaiatan antara yang besar dengan

yang menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil,

efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang

23

permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-

masing pihak akan diberdayakan.

5. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk

juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar

global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh

kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan

produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama

pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya

ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional.

Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu

meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek

kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam

pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara

seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training (pada

pelatihan kerja), pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu diberi

kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan

teori melalui pengembangan kemitraan rintisan (Hafsah, 2004). Selain itu, salah satu

bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UKM adalah pendampingan.

Pendampingan UKM memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah

memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan

kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan

usaha besar dan yang perlu dipikirkan bersama adalah mengenai siapa yang paling

efektif menjadi pendamping masyarakat. Pendamping eksitu (pendamping dari luar

24

lembaga (yang bersangkutan) yang bersifat sementara) yang diberi upah, ternyata juga

masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk

menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan pendamping

insitu (pendamping dari dalam lembaga yang bersangkutan yang bersifat tetap), bukan

pendamping yang sifatnya sementara. Sebab proses pemberdayaan bukan proses satu

dua tahun, tetapi proses puluhan tahun atau memerlukan waktu yang cukup lama.

6. Peningkatan Akses Teknologi

Penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan

Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil menengah

ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang perlu

dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil

menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih

berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM, pengembangan

pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan

dan difusi (perpindahan, penyebaran atau pemerataan) teknologi yang lebih tersebar

ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-

asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk

pengembangan teknologi UKM.

7. Mewujudkan Iklim Bisnis yang Lebih Kondusif

Perkembangan Usaha Kecil Menengah akan sangat ditentukan dengan ada atau

tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan Usaha Kecil Menengah.

Persoalan yang selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang

perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik,

kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis

25

merupakan bukti adanya iklim yang kurang kondusif. Oleh karena itu, perbaikan

iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi

perijinan bagi UKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengembangkan

UKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi terselenggaranaya

lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan dan non

diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja UKM. Selain itu perlu

ada tindakan untuk melakukan penghapusan berbagai pungutan yang tidak tepat,

keterpaduan kebijakan lintas sektoral, serta pengawasan dan pembelaan terhadap

praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat dan didukung penyempurnaan

perundang-undangan serta pengembangan kelembagaan.

Sumber Data: Simposium Nasional 2010, ‘Menuju Indonesia Dinamis dan Kreatif’

2.7 Pengusaha Perempuan (Woman Entrepreneurs)

Pengusaha perempuan dapat didefinisikan sebagai perempuan atau sekelompok

kaum perempuan yang berinisiatif, mengatur, mengoperasikan, serta mengendalikan

suatu kegiatan kewirausahaan atau sebuah perusahaan bisnis.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia pada

tahun 2010 sekitar 60% UKM dikelola oleh perempuan Indonesia. Hal ini tanpa

disadari bahwa perempuan memiliki peranan penting dalam meningkatkan

perekonomian Negara.

Baru-baru ini, terjadi peningkatan jumlah perempuan yang tertarik terhadap

pengembangan kewirausahaan di kalangan pembuat kebijakan, akademisi dan praktisi

di Indonesia. Ketertarikan tersebut berasal dari pengakuan bahwa penciptaan

kewirausahaan perempuan, terutama di daerah pedesaan, akan memberikan kontribusi

pada penciptaan banyak perusahaan pedesaan baru yang akan meningkatkan

26

kemampuan lokal untuk membawa atau mendatangkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini

dipercaya secara umum bahwa pengusaha perempuan dapat memainkan peran penting

dalam mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan, sehingga mengurangi

kemiskinan. Rasio pengusaha perempuan dibanding pengusaha laki-laki umumnya

lebih tinggi dalam ekonomi mikro dan usaha kecil untuk non-pertanian. Sektor Usaha

Kecil dan Menengah terasa lebih penting dan diunggulkan daripada sektor Usaha

Besar bagi pengusaha perempuan.

Tabel 2-10 Pengusaha perempuan di sektor non pertanian dalam Usaha Skala Kecil

tahun 2003

Ket: *a) Persentase distribusi menurut baris (sektor), *b) persentase distribusi menurut kolom (pengusaha). Sumber Tabel : BPS (www.bps.go.id)

2.7.1 Jenis Pengusaha Perempuan Dan Daya Tahan Mereka Dalam Berwirausaha

Menurut lembaga GJRA - GLOBAL JOURNAL FOR RESEARCH

ANALYSIS, pengusaha perempuan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok

tergantung pada faktor-faktor yang mengendalikan motivasi.

1. Pengusaha Alam : pengusaha alam adalah mereka yang memulai bisnis dengan

perencanaan yang tepat dan sistematis. Mereka melihat ke dalam bisnis mereka

27

serius dan mendapatkan motivasi oleh unsur keuntungan dan selalu mencoba

untuk menjaga diri mereka sendiri sibuk.

2. Pengusaha Yang Dibuat : pengusaha dibuat adalah mereka yang telah didorong

dan dilatih melalui program pelatihan khusus seperti Program Pengembangan

Kewirausahaan untuk mendirikan unit industri mereka sendiri.

3. Pengusaha Paksa : pengusaha ini dipaksa oleh keadaan seperti kematian suami

atau ayah dengan tanggung jawab jatuh pada mereka untuk mengambil alih

bisnis yang ada.

4. Benami Pengusaha: pengusaha benami bertindak sebagai tameng untuk bisnis

suami atau saudara mereka.

Adanya pengusaha-pengusaha perempuan ini menciptakan pula bibit-bibit jiwa

wirausaha perempuan. Bahkan, terpenting perempuan bisa menjadikan dirinya

sebagai manusia mandiri yang tidak hanya bergantung kepada orang lain atau

keluarganya melainkan juga menularkan kemandirian bagi perempuan lainnya.

Bahkan, perempuan sendiri memiliki beberapa kelebihan yang mungkin tidak dimiliki

kaum pria pada umumnya dalam menjalankan suatu usaha. Pertama, ketelatenan.

Biasanya perempuan akan lebih telaten dalam menjalankan suatu model usahanya.

Biasanya perempuan mampu membuat suatu produk memiliki nilai lebih menarik dan

mempunyai daya beli tinggi. Kedua, networking. Perempuan biasanya mudah bergaul

dan memiliki suatu mekanisme pendekatan yang memudahkan perempuan memiliki

jaringan lebih luas. Terlebih, perempuan jeli melihat peluang bisnis dari networking

tersebut. Ketiga, ketangguhan diri. Perempuan ketika dihadapi dengan PHK atas

pekerjaan, biasanya tidak mudah putus asa. Biasanya perempuan melihat kegagalan

tersebut dengan cara berwirausaha dengan pengalaman yang dimilikinya.

28

Bila pemerintah dalam hal ini memberikan perhatian secara khusus kepada

UKM perempuan, maka dengan pemberdayaan UKM kalangan perempuan akan

menciptakan pemerataan ekonomi. Bahkan, UKM yang dikelola perempuan biasanya

lebih meyakinkan, baik dari sisi produk maupun dari sisi layanan. Apalagi ketika

perbankan memberikan akses pendanaan bagi UKM perempuan. UKM perempuan

yang didanai perbankan juga memiliki nilai lebih daripada UKM yang tidak dikelola

oleh kalangan perempuan. Alasannya, Non Performing Loan (NPL) yang ada bisa

dikatakan kecil atau bisa dikatakan 0%. Kecilnya NPL yang terjadi dari pendanaan

kepada UKM perempuan disebabkan perempuan lebih teliti dalam mengelola dana.

Pada akhirnya dapat mengembalikan dana dengan baik. Peranan UKM juga

merupakan penopang perekonomian bangsa. Di saat perekonomian dunia sedang

terkena imbas krisis finansial, Indonesia bisa bertahan karena didukung oleh geliat

UKM yang bangkit dalam memutar roda perekonomian. Bisa dikatakan UKM adalah

darah kehidupan di ASEAN. Tantangan yang dihadapi UKM dalam mengembangkan

usahanya adalah tantangan bagi semua. Jika UKM sukses, maka bisa dikatakan semua

ikut sukses.

Meski potensi perempuan dalam pengembangan UKM sangat besar, namun

masih banyak hambatan yang menyebabkan belum berkembangnya secara signifikan,

diantaranya peraturan yang melarang industri rumahan di kompleks perumahan, dan

belum ada keadilan dalam hal upah. Karena itu, para perempuan perlu pendampingan,

misalnya dengan membangun melalui kelompok koperasi. Hal inilah yang belum

disadari masyarakat betapa besarnya peran perempuan dalam pembangunan ekonomi

nasional. Mereka pintar kelola anggaran rumah. Hambatan lainnya juga terletak pada

kesetaraan gender dan tingkat pendidikan. Kurang dari 1% dari pengusaha perempuan

29

memiliki ijazah perguruan tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan laki-laki mereka

di tingkat 6,5%. Menurut Jalal, 2004 tentang laporan mengenai pengarusutamaan

gender dalam sistem pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat buta huruf

bagi perempuan masih lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Kesenjangan antara laki-

laki dan perempuan di daerah pedesaan jauh lebih tinggi daripada di daerah

perkotaan. Khususnya di kalangan perempuan yang tinggal di daerah pedesaan, masih

banyak paham sosial, budaya dan agama yang tabu yang mengatur beberapa batasan

dan mencegah para perempuan tersebut yang semestinya bisa dan harus mengakses

pendidikan lebih tinggi dari melakukannya. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa

pengusaha perempuan memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah.

Tabel 2-11 Pendidikan pengusaha atau wiraswasta diluar usaha pertanian &

peternakan (non-farm) pada Usaha Mikro dan Usaha Skala Kecil berdasarkan jenis

kelamin atau gender tahun 2003

Sumber: BPS (2003)

30

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu strategi

untuk menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia.

2. Dalam segi Jumlah perusahaan berdasarkan kategori usaha, sektor ekonomi,

Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) serta penyerapan tenaga

kerja, UMKM memiliki presentase tertinggi dibanding Usaha Besar.

3. Dalam Usaha Skala Kecil dan Menengah terdapat beberapa kendala yang

ditemukan dalam dan pengembangan Usahanya diantaranya Infrastruktur yang

buruk dan mahal, tidak ada akses untuk pelatihan formal, kurangnya

pengetahuan dan keterampilan di bidang ekonomi dasar, sulitnya mendapatkan

modal, kurangnya pengetahuan terhadap teknologi, keterbatasan jaringan,

keterbatasan untuk informasi bisnis

31

DAFTAR PUSTAKA

Amran, Ellyana. 2014. Module of Small, Medium Enterprises and Cooperatives. Jakarta: Universitas Trisakti.

Citra Umbara. 2012. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Bandung

www.bps.go.id (diakses tanggal 4 Maret 2015)

www.depkop.go.id (diakses tanggal 4 Maret 2015)

www.ekonomi.kompasiana.com (diakses tanggal 5 Maret 2015)