13
Makalah Diajukan sebagai salah satu Tugas Mata Kuliah Hukum Pengangkutan Dosen : Apip Nur, S.H.,M.H. Zainal Abidin 430.200.12.2868

Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

Makalah

Diajukan sebagai salah satu Tugas Mata Kuliah Hukum Pengangkutan

Dosen : Apip Nur, S.H.,M.H.

Zainal Abidin

430.200.12.2868

Page 2: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan hidayah-Nya, tak lupa sholawat serta salam terlimpah curahkan

kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW kepada

keluarganya, sahabatnya serta kita selaku umatnya yang taat kepada

ajarannya sampai akhir zaman, sehingga makalah ini dapat

terselesaikan dengan tepat waktu untuk memenuhi salah satu tugas

Hukum Pengangkutan.

Makalah ini berisikan tentang Tanggung Jawab Pengusaha

Pengangkutan, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca pada umumnya dan rekan Sekolah Tinggi Hukum

Galunggung Tasikmalaya pada khususnya.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

mendoakan Saya dalam proses penyusunan makalah ini, sehingga

saya dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Saran dan kritik

yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan

penulisan makalah ini.

Tasikmalaya, 21 Desember 2014

Penyusun

Page 3: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

Kata Pengantar......................................................................................................................... i

Daftar isi................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN MATERI

Tanggung Jawab Pengangkutan dan Pengiriman Barang

A. Pengertian Pengangkutan................................................................................................ 3

B. Perjanjian Pengangkutan Barang..................................................................................... 4

C. Tanggung Jawab Pengusaha Pengangkutan.....................................................................5

D. Ganti Rugi........................................................................................................................ 6

BAB III Analisis Kasus

Kecelakaan Travel Cipaganti yang Terjadi pada Tanggal Enam Maret 2011.............................. 7

BAB IV

Kesimpulan.................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................10

Page 4: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut arti katanya pengangkutan berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti

angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan

membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan

dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang

atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses

kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat lain.1

Dengan demikian, Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau

penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat

pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat

pengangkutan ke tempat yang ditentukan.

Pengangkutan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan

masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai faktor seperti diuraikan berikut ini :

1. Keadaan geografis Indonesia

Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta

sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui Negara dapat

dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mendorong penggunaan alat pengangkutan

modern yang digerakkan secara mekanik.

2. Menunjang pembangunan berbagai sektor

Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan

menunjang pembangunan di berbagai sektor, misalnya :

Sektor Perhubungan, pengangkutan memperlancar arus manusia, barang, jasa, informasi ke

seluruh penjuru tanah air ;

Sektor Pariwisata, pengangkutan memungkinkan para wisatawan men-jangkau berbagai

objek wisata yang berarti pemasukan devisa bagi Negara ; sektor perdagangan,

pengangkutan mempercepat penyeberangan perdagangan barang kebutuhan sehari -hari

dan kebutuhan pembangunan sampai ke seluruh pelosok tanah air ;

Sektor Pendidikan, pengangkutan menunjang penyebaran sarana pendidikan dan tenaga

kependidikan ke seluruh daerah dan mobilitas penyeleng-garaan pendidikan ; dan demikian

juga sektor-sektor lainnya.

1 Abdul Kadir Muhammad, SH, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 19

Page 5: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

3. Keselarasan antara kehidupan kota dan desa

Banyaknya penggunaan jasa pengangkutan oleh masyarakat memberi dampak pada

pembangunan pedesaan berupa keselarasan antara kehidupan kota dan desa. Keselarasan

tersebut dapat terjadi karena arus informasi timbal balik antara kota dan desa, sehingga

perkembangan tingkat berfikir dan kemauan meningkatkan keahlian dan keterampilan

warga desa dapat tumbuh lebih cepat. Kemajuan bidang pengangkutan memungkinkan

penyediaan lapangan kerja berkembang dari kota dan desa. Hal ini akan mencegah terjadi

arus urbanisasi karena untuk mencari kerja warga desa tidak harus pindah ke kota.

4. Pengembangan ilmu dan teknologi

Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik

perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang

pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari

penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa

banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan. Pengembangan

teknologi pengangkutan tergantung juga dari kemajuan bidang pengangkutan yang

digerakkan secara mekanik.

Perkembangan hukum pengangkutan dapat ditelaah dengan baik melalui pendidikan

hukum dengan cara melakukan penelitian dan pengkajian bahan-bahan hukum

pengangkutan yang bersumber pada masyarakat pengguna jasa pengangkutan dan

peraturan hukum pengangkutan di bidang keperdataan.2

B. Identifikasi Masalah

Jika Pengangkut mengalami kecelakaan (kelalaian karyawan bawahan), siapa yang

bertanggung jawab atas kejadian tersebut? Siapakah yang akan bertanggung jawab?

pemimpin perusahaan atau Pengangkut itu sendiri (Pengemudi)?

Menurut ketentuan pasal 1367 KUH Perdata, bahwa pengusaha pengangkutan bertanggung

jawab atas akibat dari perbuatan buruk/karyawannya, misalnya :

Pengemudi kendaraan truk umum/pembantunya, sebuah PT. Transport ordemer

dalam mengemudikan kendaraanya teledor mengantuk hingga kendaraan yg dikemudikan

membentur kendaraan lain dan masuk selokan atau jurang, kemudian cacat yang diderita,

meninggalkan penumpang lain Pasal 1365 KUH Perdata, sebagai analogi Pasal 1602 Ayat 2

KUH Perdata yang berbunyi :

Apabila majikan tidak memenuhi kewajiban dan kelalaian yang mengakibatkan

kerugian bagi buruh, maka majikan wajib memberi ganti rugi, terkecuali bilamana majikan

2 Ibid, hlm 1

Page 6: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

dapat membuktikan, bahwa kerugian itu merupakan akibat langsung dari wanprestasi

majikan sebagai pengusaha angkutan yaitu dalam hal :

1. Tidak menyiapkan kendaraan yang layak angkut, dalam arti:

Kendaraan siap melayani reute (regular service) dalam cukup peralatan perwatan,

memenuhi syarat ketentuan 2 peraturan lalu lintas jalan antara lain :

a. Keadaan alat mekanis penggerak (mesin) dalam keadaan baik, mampu melayani

rute yang ditempuh dalam segala macam cuaca.

b. Cukup mempunyai bahan bakar dan minyak 2 untuk mesin dan onderdel

penggerak.

c. Tersedia alat-alat cadangan beserta perlengkapannya termasuk persediaan PPPK.

d. Mempunyai surat-surat kendaraan lengkap, termasuk surat uji kendaraan.

Terkecuali kerugian akibat kecelakaan itu kelalaian dari pihak buruh sendiri dalam arti tidak

siap mengahadapi tugas mengemudi karena terlalu lelah (mengantuk) dan dalam hal ini

menjadi beban-beban pembuktian pengangkut.3

BAB II TINJAUAN MATERI

Tanggung Jawab Pengangkutan dan Pengiriman Barang

A. Pengertian Pengangkutan

Baik di dalam KUH Perdata maupun KUHD (baik yang sudah dikodifikasikan maupun

yang belum, yng berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan

yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan atau orang-orang dari

suatu ke lain tempat untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dan perjanjian-

perjanjian tertentu, termasuk didalamnya perjanjian-perjanjian untuk memberikan

perantaraan mendapatkan pengangkutan/ekspedisi.4

Secara umum pengangkut adalah barang siapa yang baik dnegan persetujuan charter

menurut waktu (time charter) atau charter menurut perjalanan baik dengan suatu

persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakann pengangkutan barang yagn

seluruhnya maupun sebagian melalui pengangkutan.

Pengangkutan Suatu proses kegiatan memuat barang/penumpang ke dalam alat

pengangkutan membawa barang/ penumpang dari pemuatan ke tempat tujuan dan dan 3 Soegijatna Tjakranegara, S.H., 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, PT. Rineka Cipta,

Jakarta, Hlm. 81 4 Sution Usman Adji, S.H., Djoko Prakoso, S.H., Hari Pramono., 1991, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, PT. Rinka Cipta, Jakarta, Hlm. 5

Page 7: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

menurunkan barnag/penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan.

Disini sering menimbulkan tanggungjawab dari pengangkut.

B. Perjanjian Pengangkutan Barang

Perjanjian Pengangkutan ini, adalah Consensuil (timbal balik) dimana pihak pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat

tujuan tertentu, dan pengirim barang (pemberi order) membayar biaya/ongkos

angkutan sebagaimana yang disetujui bersama, di sini dapat anda lihat ke dua belah

piahk mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan :

1. Pihak Pengangkut : mempunyai kewajiban untuk mengangkut barang ataupun orang

dari satu tempat ke tempat lain dengan selamat.

2. Pihak Pengirim (Pemakai jasa angkutan) : berkewajiban menyerahkan ongkos yang

disepakati serta menyerahkan barang pada alamat tujuan dengan jelas.

Di tempat tujuan barang tersebut diserah terimakan kepada penerima yang mana

dan alamatnya tercantum dalam surat angkutan sebagai pihak ke 3 yang turut serta

bertanggung jawab atas penerimaan barang.

3. Kedudukan pihak penerima barang karena sesuatu perjanjian untuk bebuat sesuatu

bagi penerima barang apakah barang itu diterimanya sebagai suatu hadiah (Pasal

1317 KUHPerdata)5

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri

untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau penumpang dari suatu tempat ke

tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri

untuk membayar biaya pengangkutan.

Dengan selamat, keadaaan tidak selamat mengandung 2 arti:

1. Pada pengangkutan barang, barangnya tak ada atau musnah, barangnya ada tetapi

rusak sebagian atau seluruhnya disebabkan berbagai kemungkinan peristiwa;

2. Pada pengakutan penumpang, penumpang meninggal dunia atau menderita cacat

tetap atau sementara, karena sesuatu peristiwa atau kejadian.

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut dan pengirim

sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi

yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Kedudukan tersebut

disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan dalam penanjian pengangkutan adalah

kedudukan sama tinggi atau Koordinasi (geeoordineerd).

5 Soegijatna Tjakranegara, S.H., 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 67

Page 8: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

Menurut Purwosutjipto sistem hukum indonesia tidak mensyaratkan pembuatan

perjanjian pengangkutan itu secara tertulis, cukup dengan lisan saja, asal ada persetujuan

kehendak atau konsensus.

Kewajiban dan hak pihak-pihak dapat diketahui dari penyelengaraan pengangkutan,

atau berdasarkan dokumen pengangkutan yang diterbitkan dalam perjanjian tersebut.

Dokumen pengangkutan adalah setiap tulisan yang dipakai sebagai bukti dalam

pengangkutan, berupa naskah, tanda terima, tanda penyerahan, tanda milik atau hak.

Konsep tanggung jawab timbul karena pengangkutan tidak terjadi sebagaimana

mestinya atau pengangkut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana termuat dalam

dokumen pengangkutan.

Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab

pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti

kerugian. Beberapa hal itu adalah:

a. Keadaan memaksa (overmacht)

b. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri

c. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.6

C. Tanggung Jawab Pengusaha Pengangkutan

Pengusaha Pengangkutan (Transport Ordernemer) atas keselamatan barang,

kelambatan datangnya barang, baik kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut,

dengan demikian posisi pengusaha pengangkutan sama dengan pengangkutan yang

dimaksud dalam Pasal 91 KUHD.

Kedudukan hukum Pengusaha Pengangkutan sama dengan Pengangkut.

Tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam pasal 1236 dan 1246 KUHPerdata.

Pasal 1236, pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan rugi bunga yang layak

harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepantasnya untuk

menyelamatkan barang-barang angkutan.

Pasal 1246, biaya kerugian bunga itu terdiri dari kerugian yang telah dideritanya dan

laba yang sedianya akan diperoleh, kerugian harus diganti ialah misalnya :

- Harga Pembelian

- Biaya pengiriman dan laba yang layak diharapkan.

6 H.M.N. Purwosutjipto, S.H, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Ji l id 3, Cetakan ke-2, Penerbit Djambatan, Jakarta.

Page 9: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

Batas tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal 1247 dan 1248

KUHD, kerugian penerimaan dan pengiriman barang menjadi beban pengangkut yang

dibatasi dengan syarat sebagai berikut :

a. Kerugian dapat diperkirakan secara layak, pada saat timbulnya perikatan.

b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari tidak terlaksananya perjanjian

pengangkutan.

Meskipun pengangkut debitur menjalankan penipuan yang merugikan penerima

pengirim beban tanggung jawab pengganti kerugian dari pengangkut atau debitur tetap

terbatas pada ketentuan yang dimaksud tersebut diatas.7

D. Ganti Rugi

Mengenai penetapan besarnya ganti rugi, berlaku asas yang tercantum dalam Pasal

1246, 1247, dan 1248 KUHPerdata, yang pada pokoknya mengganti apa yang hilang, rusak

dan laba yang tidak jdi diperoleh yang diperkirakan pada saat perjanjian itu dibuat,

termasuk juga kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang.

- Barang yang musnah laba yang tidak jadi diperoleh terhadap barang yang diangkut,

hingga harga eceran yang tertinggi.

- Cacat badan penumpang sejak dirawat dirumah sakit hingga selesai dan terdapat

cacat badan hingga tidak dapat bekerja dengan sempurna (baik).

- Jiwa yan meninggal dunia.8

7 Soegijatna Tjakranegara, S.H., 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 75 8 Soegijatna Tjakranegara, S.H., 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 82

Page 10: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

BAB III ANALISIS KASUS

Analisa terhadap kasus “Kecelakaan Travel Cipaganti yang Terjadi pada Tanggal Enam Maret

2011”

A. Diketahui: Korban luka-luka sebanyak tiga orang tidak meninggal dunia. Korban adalah

penumpang Travel Cipaganti.

B. Pertanyaan:

a. Peraturan apakah yang dipakai jika terjadi kecelakaan angkutan dijalan terhadap

penumpang atau terhadap pihak ketiga? Jelaskan!

b. Peraturan apakah yang akan digunakan jika kecelakaan tersebut menimpa penumpang?

Jelaskan!

c. Peraturan apakah yang akan digunakan jika kecelakaan tersebut menimpa pihak ketiga?

Jelaskan!

d. Apakah pengemudi angkutan umum dapat dipertanggung jawabkan untuk bayar ganti

kerugian? Dasar hukumnya?

C. Jawaban:

a. Pada kecelakaan angkutan umum diberlakukan pasal 191 UULLAJ 2009 sedangkan pada

kecelakaan angkutan pribadi diberlakukan pasal 234 UULLAJ 2009. Diberlakukannya pasal

191 pada kecelakaan angkutan umum karena berisikan mengenai tanggung jawab

perusahaan angkutan umum terhadap segala perbuatan yang dikerjakan oleh anak

buahnya. Hal ini tepat karena bila dikaitkan dengan pasal 1367 (1) KUHPerdata menegaskan

bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab secara perdata untuk memberi

ganti kerugian kepada penumpang, pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga yang

dikibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekejakanya dalam kegiatan

penyelenggaraan angkutan. Namun karena berlakunya adagium lex speciale derogate lex

generale sehingga pasal yang diberlakukan adalah pasal 191 UULLAJ 2009. Pasal 234 UULLAJ

2009 tidak dapat diberlakukan pada kecelakaan angkutan umum di jalan. Hal ini disebabkan,

berpijak dari adanya tiga macam pengemudi yaitu pengemudi angkutan umum, pengemudi

(supir pribadi) dari angkutan pribadi, dan pengemudi sebagai pemilik angkutan pribadinya.

Kecelakaan angkutan umum tidaklah mungkin dikenakan oleh pasal 234, karena pasal 234

memungkinkan pengemudinya dituntut untuk mengganti rugi kerugian (secara perdata),

padahal sudah di jelaskan pada pasal sebelumnya yaitu pasal 191, ganti kerugian pada

kecelakaan angkutan umum ditanggung oleh perusahaan angkutan umum sedangkan

pengemudi angkutan umum hanya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Sehingga

apabila terjadi kecelakaan angkutan umum di jalan dipakai pasal 191 UULLAJ 2009.

Page 11: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

b. Ketentuan yang akan digunakan adalah pasal 192 UULLAJ 2009. Pada 192 (1) diatur

tentang tanggung jawab perusahaan angkutan umum adalah untuk mengganti kerugian

apabila kerugian terjadi akibat penyelenggaraan angkutan, dimana kerugian tersebut

diberikan kepada penumpang yang meninggal dunia atau luka-luka. Sistem tanggung

jawabnya adalah presumption of liability, perusahaan angkutan umum harus membuktikan

adanya kerugian yang diderita penumpang, sehingga menyebabkan penumpang meninggal

atau luka. Akan tetapi, dalam system ini, perusahaan angkutan dapat membabaskan diri dari

tanggung jawabnya untuk membayar ganti kerugian, jika perusahaan angkutan dapat

membuktikan salah satu dari dua hal, yaitu: disebabkan karena overmacht atau krn

kesalahan penumpang sendiri. Besarnya ganti kerugian pada 192 (2) harus dibayar oleh

perusahaan angkutan umum kepada penumpang yang meninggal dunia atau luka-luka yang

dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya perawatan. Di

ayat ini diatur system limitation of liability namun tidak diatur secara jelas mengenai

perhitungan kerugiannya di UU ini maupun penjelasannya.

c. Di dalam kasus ini, kecelakaan tidak menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga. Tidak

ada korban selain penumpang.

d. Tidak, pengemudi angkutan umum tidak dapat diminta pertanggung jawabannya untuk

bayar ganti kerugian. Perusahaan pengangkutlah yang bertanggung jawab secara perdata

atas tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh penumpang atau ahli warisnya atau pengirim

barang atau pihak ketiga. Sedangkan terhadap supir hanya dapat dikenakan tuntutan secara

pidana karena menyebabkan luka atau meninggalnya seseorang. Jadi supir tidak dapat

dituntut secara perdata, karena diatur secara tegas dalam ketentuan umum 1367 (1)

KUHPerdata maupun dalam ketentuan khusus pada pasal 191. Hal ini juga disebabkan

karena sifat hubungan hukum antara perusahaan angkutan umum dengan supirnya adalah

bersifat perjanjian perburuhan yang menimbulkan hubungan hukum atas dan bawah, tidak

sejajar dan bersifat perjanjian pemberian kuasa tanpa upah, karena upahnya ada dalam

perjanjian perburuhan itu sendiri.

Page 12: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

BAB IV

A. Kesimpulan

1. PENGERTIAN PENGANGKUT Secara umum pengangkut adalah barang siapa yang baik

dnegan persetujuan charter menurut waktu (time charter) atau charter menurut

perjalanan baik dengan suatu persetujuan lain mengikatkan diri untuk

menyelenggarakann pengangkutan barang yagn seluruhnya maupun sebagian

melalui pengangkutan.

2. PENGANGKUTAN Suatu proses kegiatan memuat barang/penumpang ke dalam alat

pengangkutan membawa barang/ penumpang dari pemuatan ke tempat tujuan dan

dan menurunkan barnag/penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang

ditentukan. Disini sering menimbulkan tanggungjawab dari pengangkut.

3. TUJUAN PENGANGKUTAN Untuk memindahkan suatu barang/penumpang dari suatu

tempat ke tempat tertentu. Pengangkutan juga bertujuan untuk menaikkan nilai

barang tapi tidak menaikkan nilai penumpang namun menaikkan kualitas orangnya.

4. PERJANJIAN PENGANGKUTAN adalah suatu perjanjian dimana satu pihak

menyanggupi untuk dengan aman membawa orang/barang dari suatu tempat ke

tempat yang lain. Sedangkan pihak yang lain menyanggupi untuk membayar ongkos.

Page 13: Hukum Pengangkutan Tanggung Jawab Pengusaha

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Kadir Muhammad, SH, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

2. Sution Usman Adji, S.H., Djoko Prakoso, S.H., Hari Pramono., 1991, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, PT. Rinka Cipta, Jakarta.

3. Soegijatna Tjakranegara, S.H., 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

4. H.M.N. Purwosutjipto, S.H, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Jilid 3, Cetakan ke-2, Penerbit Djambatan, Jakarta.