451
0 HUKUM DAGANG (Berdasarkan Kumpulan Makalah Ilmu Hukum 3C) Dosen Pembimbing: Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH. Penyusun: Ilmu Hukum 3 C Penyunting: Andrea Sukmadilaga Pencetakan: Zahid Ahsan Buku ini dikhususkan kepada mahasiswa/I Ilmu Hukum 3 C UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM 2015

MATERI HUKUM DAGANG

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MATERI HUKUM DAGANG

0

HUKUM DAGANG(Berdasarkan Kumpulan Makalah Ilmu Hukum 3C)

Dosen Pembimbing: Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH.

Penyusun: Ilmu Hukum 3 C

Penyunting: Andrea Sukmadilaga

Pencetakan: Zahid Ahsan

Buku ini dikhususkan kepada mahasiswa/I Ilmu Hukum 3 C

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

2015

Page 2: MATERI HUKUM DAGANG

1

KATA PENGANTAR

حيم الر حمن الر ه الل بسمAssalamu’alaikum wr. wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt., atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan dan

merapihkan buku ini sehingga dapat dibaca oleh kalangan mahasiswa/I ataupun dosen .

Buku ini merupakan kumpulan makalah dari kelompok pemakalah kelas Ilmu Hukum

3C. Penyusun menyadari bahwa didalam terciptanya dan rapihnya buku ini berkat

bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan dosen pembimbing yakni Bapak

Djawahir Hejazziey serta pihak-pihak lain yang telah membantu. dalam kesempatan ini

penyusun menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang membantu dalam pembuatan buku ini. Penyusunan buku ini guna

memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang dan sebagai penambah wawasan bagi yang

membaca. Urgensi pokok dari adanya buku ini yakni untuk menambah ilmu pengetahuan

kepada kalangan mahasiswa/I mengenai seluk-beluk Hukum Dagang sampai pada

akarnya sehingga dapat melakukan praktek dalam hal perdagangan.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan buku ini masih jauh dari

kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah

berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat

selesai dengan baik dan oleh karenanya, pemakalah dengan rendah hati dan dengan

tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Wabillahi Taufik wal Hidayah

Wasslamu’alaikum wr. Wb.

Ciputat, 10 Oktober 2015

Penyusun

Page 3: MATERI HUKUM DAGANG

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...2

BAB I SEJARAH & PENGERTIAN HUKUM DAGANG SERTA HUBUNGAN

ANTARA HUKUM DAGANG DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA………………………………………………………………………………..3

BAB II SUBJEK ATAU PELAKU DALAM HUKUM DAGANG DAN PERANTARA

DALAM DUNIA PERUSAHAAN……………………………………………………..15

BAB III BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA

( Persekutuan Perdata, Perusahaan Perseorangan, PT, Fa, CV, Koperasi, BUMN,

Perusahaan Kelompok )…………………………………………………………………36

BAB IV MASALAH PERUSAHAAN MODAL VENTURA, LISING,

PERBANKAN…………………………………………………………………………..67

BAB V PASAR MODAL DAN INVESTASI…………………………………………110

BAB VI SURAT BERHARGA………………………………………………………..159

BAB VII HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, ANTI MONOPOLI DAN

PERSAINGAN USAHA……………………………………………………….............182

BAB VIII HUKUM PENGANGKUTAN……………………………………………..223

BAB IX HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN HUTANG………………………………………………………………………………251

BAB X ARBITRASE SEBAGAI PENYELESAIAN PERSELISIHAN

PERDAGANGAN……………………………………………………………………..278

Page 4: MATERI HUKUM DAGANG

3

BAB I

SEJARAH & PENGERTIAN HUKUM DAGANG SERTA HUBUNGAN ANTARA

K.U.H. DAGANG DENGAN K.U.H PERDATA

Oleh :

Khoirunisa, Nurfajrina Sastiya, Mia Arlitawati

A. Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang terdiri dari dua kata: hukum dan dagang. Hukum adalah aturan-aturan atau batasan-batasan mengenai hak dan kewajiban dalam lingkungan sosial yang bersifat memaksa.dagang atau perniagaan adalah suatu pekerjaan menukar benda dengan benda yang lainnya dengan bermaksud mendapat keuntungan. Dagang atau niaga adalah suatu pekerjaan dan usaha menukar suatu benda dengan benda lain bermaksud mendapat keuntungan.

Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan1

Mungkin pembentuk UU beranggapan rumusan atau definifi Hukum Dagang diserahkan pada pendapat atau Doktrin dari para Sarjana. Untuk makna hukum dagang, berikut dikutip rumusan hukum dagang yang dikemukakan oleh para sarajana (ahli), yaitu sebagai berikut :

1. Ahmad ihsanHukum dagang merupakan pengaturan rmasalah perdagangan yang timbul diakibatkan tingkah laku manusia dalam perdagangan.

1Zainal Asikin, hukum dagang,hal. 1

Page 5: MATERI HUKUM DAGANG

4

2. Purwo suciptoHukum perikatan yang timbul dalam perusahaan.

3. CST. KansilHukum perusahaan merupakan seperangkat aturan yang mengatur tingkah manusia yang ikut andil dalam melakukan perdagangan dalam usaha pencapaian laba.

4. Sunariyati HartonoHukum ekonomi keseluruhan keputusan yang mengatur kegiatan perekonomian.

5. Munir FuadiSegala perangkat aturan tata cara pelaksanaan kegiatan perdagangan, industry, atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau kegiatan tukar menukar barang.

6. Ridwan HalimHukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan satu pihak dengan pihak lain yang berkenaan dengan urusan dagang.

7. Andi HamzahHukum dagang ialah keseluruhan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan seperti yang diatur dalam WvK dan beberapa perundang-undangan tambahan.

8. Fockema AndreaeHukum dagang adalah keseluruhan hukum mengenai perusahaan lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang dan beberapa undang-undang tambahan.

9. TirtaamijayaHukum dagang adalah suatu hukum sipil yang istimewa.

10. Van KanHukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata, yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal khusus.2

2Ibid., hal. 2

Page 6: MATERI HUKUM DAGANG

5

Dahulu sebelum tahun 1934 istilah dan pengertian pedagang serta perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2-5 KUHD, namun hal itu telah dihapus melaui UU 2 juli 1934 (stb. Nomor 347 Tahun 1934) yang mulai berlaku 1 januari 1935, yang menentukan bahwa seluruh tittle 1 buku I W.v.K hal tersebut dihapus dan digantikan dengan istilah “perusahaan” dan “perbuatan perusaahaan”.Walaupun di dalam KUHD dipergunakan istilah “perusahaan”,namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran resmi (penafsiran autentik). Sebab itu perlu dipahami maksud dari perusahaan itu.

Mengenai pengertian perusahaan ini dalam ilmu hukum dagang terdapat beberapa pendapat, yang penting diantaranya ialah :

Perumusan dari pemerintah Belanda: Minister van justitie Netherlands di dalam memorie jawaban kepada parlemen di Netherlands memenafsirkan pengertian itu sebagai berikut: Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan, apabila pihak yang berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus dan terang-terang serta di dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri.” Definisi yang diberikan Menteri Kehakiman ini sebenarnya agak berkelebihan(terlampau luas) oleh karena memuat juga mereka yang sebenarnya tidak menjalankan perusahaan, melainkan menjalankan pekerjaan sedangkan dalam rancangan undang-undang dibedakan antara perusahaan dan pekerjaan.

Molengraaf berpendapat, bahwa pengertian perusahaan yang dipakai oleh undang-undang tahun 1934/347 adalah pengertian ekonomis. Beliau memberikan perusahaan sebagai berikut: “barulah dikatakan ada perusahaan jika secara terus-menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.” Definisi Molengraff ini adalah sesuai dengan perumusan Menteri Kehakiman Belanda, definisi mana disetujui pula oleh Prof. Sukardono.3

3CST Kansil, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang Indonesia, hal.32

Page 7: MATERI HUKUM DAGANG

6

Inti Hukum Dagang

Antara lain :

1. Pedagang

2. Perbuatan dagang

3. Perikatan dagang

Alasan pasal 2 s/d 5 KUHD dicabut :

1. Pengertian barang pada pasal 3 KUHD hanya meliputi barang bergerak,

sehingga jual beli barang tidak bergerak tidak tunduk pada pasal 2 s/d 5 KUHD.

2. Pengertian perbuatan perdagangan dalam pasal 3 KUHD hanya meliputi

perbuatan membeli, sedangkan menjual adalah tujuan dari perbuatan membeli.

Sedangkan pada pasal 4 KUHD bahwa perbuatan menjual juga

3. termasuk dalam perbuatan perdagangan, misal; menjual wesel, jual beli kapal,

dsb.

4. Menurut ketentuan pasal 2 KUHD, bahwa perbuatan dagang hanya dilakukan

oleh pedagang, padahal pada pasal 4 KUHD juga termasuk komisioner, makelar,

pelayan, dsb.

5. Jika terjadi perselisihan antara pedagang dan bukan pedagang mengenai

pelaksanaan perjanjian, KUHD tidak dapat diterapkan karena KUHD hanya

diberlakukan bagi pedagang yang pekerjaan sehari-harinya melakukan perbuatan

dagang.

B. Sumber-sumber Hukum Dagang

Sumber-sumber hukum dagang ialah peraturan mengenai hukum dagang. Hukum Dagang bersumber pada (diatur dalam):

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikana. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Page 8: MATERI HUKUM DAGANG

7

Kitab Undang-undang Hukum Dagang ( KUHD ) merupakan sumber hukum tertulis yang mengatur masalah perdagangan/perniagaan. KUHD terdiri atas dua buku, yaitu :Buku pertama, terbagi dalam 9 title, yaitu :

1. Tentang pembukuan.2. Tentang beberapa macam persekutuan dagang.3. Tentang bursa, makelar.4. Tentang komisioner, ekspeditur, dan pengangkutan

melalui sungai dan perairan di darat.5. Surat wesel.6. Tentang cheque, promes, kuitansi bawa (aan toonder).7. Tentang hak reklame atau tuntutan kembali suatu

kepailitan.8. Tentang asuransi seumumnya.9. Tentang asuransi kebakaran, asuransi pertanian, dan jiwa.

(pembahasan lebih lanjut dalam subbab KUHD tersendiri).

Buku kedua, tentang hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran, yaitu:

1. Kapal laut dan muatannya.2. Orang yang menyewakan kapal dan tempat sewaan kapal.3. Kapten, anak buah kapal dan penumpang kapal.4. Perjanjian buruh kapal.5. Pemuatan kapal.6. Tubrukan.7. Kecelakaan kapal, kandas, barang-barang yang terdampar

ombak.8. Asuransi bahaya pengangkutan di darat.9. Kapal-kapal dan perahu-perahu dalam perairan di darat.10. Asuransi bahaya kapal.11. Kecelakaan.12. Hapusnya perjanjian dalam perdagangan.

Page 9: MATERI HUKUM DAGANG

8

b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)/BW

Kitab Undang-Undang Hukum Sipil/ BW terbagi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut.

1) Hukum perorangan (personenrecht).2) Hukum kebendaan (zakenrecht).3) Hukum perikatan (verbintenissenrecht).4) Pembuktian dan daluwarsa.

Di dalam hukum perikatan, masalah perdagangan atau perniagaan diatur lebih rinci.Hukum perikatan adalah hukum yang mengatur akibat hukum, yakni suatu hubungan hukum, yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri (zelfstandige rechtssubjecten).

1. Sumber hukum tidak tertulis

Sumber dari hukum dagang atau hukum perdata di luar KUHD dan KUHS, yaitu :

a) Kebiasaan, berdasarkan Pasal 1339 dan 1347 BW yang berbunyi: Untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan (asumsi) dan hal yang sudah lazimnya harus dianggap sebagai termasuk juga dalam suatu perjanjian.

b) Peraturan kepailitan (S. 1905-No. 217).c) Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 6 Tahun

1982 – LN. 1982 No.15).d) Peraturan Oktroi (S. 1911 –No. 136, S. 1922-

No. 25).e) Peraturan tentang pabrik dan merk dagang

(S.1912 No. 545).f) Peraturan tentang pertanggungan hasil bumi

(oogstverband) (S. 1886- No. 57).

Page 10: MATERI HUKUM DAGANG

9

g) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.

h) Ordonansi balik nama (Staatsblad 1834- No. 27).

2. Hukum Tertulis yang belum dikodifikasikan

Yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.Peraturan-peraturan lain di luar kodifikasia) Staatsblad 1927-262, mengenai pengangkutan

dengan kereta api (Bepalingen Vervoer Spoorwagen).

b) Staatsblad 1939-100 jo. 101, mengenai pengangkutan dengan kapal terbang di pedalaman dan perubahan-perubahan serta tambahan selanjutnya.

c) Staatsblad 1941- 101, mengenai perusahaan pertanggungan jiwa.

d) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1948 tentang Damri.

e) Undang-Undang No. 4 Tahun 1959 tentang Pos.f) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1959,

tentang Pos Internasional.

3. Yurisprudensi

Putusan hakim terdahulu yang berkaitan dengan bisnis/perniagaan, tetapi hal ini merupakan yang tidak memiliki kekuatan yang mengikat.

4. Perjanjian-perjanjian internasional/ Traktat

Missal: GATT, WTO, TRIPs, dsb.

Page 11: MATERI HUKUM DAGANG

10

5. Doktrin

Merupakan sumber hukum yang berasal dari ajaran maupun pendapat para ahli hukum, namun tidak memiliki kekuatan mengikat. Contoh: tentang status firma.4

C. Sejarah Hukum Dagang

Berlandaskan pada asas konkordansi tentu sejarah hukum dagang di Indonesia ini berkaitan dengan Romawi, Prancis, dan Neitherlands. Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropa, sekitar pada tahun 1000-1500 terutama pada Negara dan kota-kota eropa pada saat itu di itali dan prancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, ngansaat) hukum romawi itu tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagan di kota-kota tersebut, maka dibuatlah hukum baru yang berdiri sendiri pada abad yang ke-16 dan ke-17.5

Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang yang disebut dengan hukum pedagang ( koopmansrecht) kemudian pada abad ke-16 dan ke-17 sebagian besar kota diprancis mengadakan pengadilan-pengadilan yang istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara dibidang perdagangan, Namun saat itu hukum ini belum merupakan unifikasi . oleh karena itu, pada abad ke-17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum dagang yang di prancis. Menteri keuangan dari raja loulis XIV (1643-1715) yaitu Colber membuat suatu peraturan yaitu ordonnance du commerce (1673).

Diatur pula tentang hukum laut pada tahun 1681 ordonnace de la marine. Pada 1807 di prancis dibawah kaisar napoleon dibuat dua kitab undang-undang yaitu kitab undang-undang hukum perdata prancis ( code civilis des vernacais) dan kitab undang-undang hukum 4 Man Suparman s, lastuti abu bakar, kartikasari, hukum dagang hal 45Op.cit., hal 1

Page 12: MATERI HUKUM DAGANG

11

dagang prancis ( code du commer).Disamping itu disusun pula kitab-kitab lainnya yakni:

1. Code civil adalah yang mengatur hukum civil atau hukum perdata

2. Code penal ialah yang menentukan hukum pidana

Kedua buku itu dibawa dan berlaku di negri Belanda, dan akhirnya dibawa ke Indonesia. Pada tanggal 1 januari 1809, code de Commerece(hukum dagang) berlaku di negri Belanda yang pada waktu itu menjadi jajahannya

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dibagi dalam dua buku, yaitu; buku pertama tentang dagang pada umumnya, dan buku kedua tentang hak-

dan kewajiban yang terbit dari pelayaran. Jika dicermati secara seksama,dalam KUHD tidak ada definisi apa yang dimaksud dengan hukum dagang.

Setelah mereka kembali pada 1 Oktober 1938, Belanda berhasil mengubah Code De Commerce menjadi Wetbook Van koophandel(WvK). Pada tahun1847 berlaku pula di Indonesia atas dasar concordantie( persamaan) yang disebutKUHD .

Pada waktu itu, Wvk hanya berlaku hanya bagi orang Tionghoa dan orang asing lainnya, sedangkan bagsa Indonesia tetap tunduk kepada hukum adat, kecuali atas kehendak sendiri mereka tunduk pada Wvk..

Pada mulanya WvK terdiri atas tiga buku, kemudian menjadi dua buku setelah peraturan kepailitan( pailisimen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur sendiri dalam peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 november 1906.

Sejak peraturan baru itu diakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat dijatuhkan pailit tetapi setiap orang.Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat pedagang saja, dan pedangangsajalah yang dapt melakukan perbuatan dagang. Misalnya menandatangi

Page 13: MATERI HUKUM DAGANG

12

aksep wesel, atau mengadakan pailit. Namun, sejak tahun 1938 perusahaan dapat melakukan perbuatan dagang.dengan demikian, artinya menjadi lebih luas maka Wvk berlaku bagi setiap pengusaha.

Dasar Berlakunya BW dan WvK:

Setelah Indonesia merdeka agustus 1945 melalui pasal I Aturan Peralihan

UUD’45 yang berbunyi : segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap

berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini, inilah landasan mengapa

BW dan WvK berlaku di Indonesia bahkan hingga sekarang.

D. Hubungan Antara Hukum Dagang Dengan KUHPer

Prof. Subekti, S. H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD di samping KUH Perdata sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya Hukum Dagang tidaklah lain daripada Hukum Perdata, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian.6

Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUH Per dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum terkenal peraturan-peraturan sebagai yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antarnegara baru mulai berkembang dalam abad pertengahan.

Di Netherlands sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua kitab undang-undang itu (bertujuan mempersatukan Hukum Perdata dan Hukum Dagang dalam suatu kitab undang-undang saja).

Pada beberapa negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUH Per. Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya berlaku bagi orang-orang pedagang saja, misalnya hanyalah orang pedagang

6 Ibid., hal 30

Page 14: MATERI HUKUM DAGANG

13

diperbolehkan membuat surat wesel dan hanyalah orang pedagang dapat dinyatakan pailit.

Akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga orang bukan pedagang sebagaimana juga KUH Per berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang pedagang. Malahan dapat dikatakan bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang ialah KUH Per. Hal ini  memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi: “KUH Per dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekadar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUH Per”.

Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUH Per. Menurut Prof. Subekti, dengan demikian sudahlah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap KUH Per adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum. Dengan perkataan lain menurut Prof. Sudiman Kartohadiprojo, KUHD merupakan suatu lex specialis terhadap KUH Per sebagai lex generalis, maka sebagai lex specialis kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUH Per, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku. Adapun pendapat sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain sebagai berikut:

a) Van Kan beranggapan bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUH Per memuat Hukum Perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit itu.

b) Van Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUH Per.

c) Sukardono menyatakan, bahwa Pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Perdata Umum dengan Hukum Dagang … sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUH Per”.

Page 15: MATERI HUKUM DAGANG

14

d) Tirtaamidjaja menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa.

Dalam hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata ini dapat pula kita bandingkan dengan sistem hukum yang bersangkutan di negara Swiss.Seperti juga di tanah air kita, di negara Swiss juga berlaku dua buah kodifikasi, yang kedua-duanya mengatur bersama hukum perdata.

Hubungan Hukum Dagang Dan Hukum Ekonomi

1. Kegiatan dagang dan kegiatan perusahaan merupakan kegiatan ekonomi

2. Hukum dagang mengatur kegiatan privat sampai dengan hukum ekonomi lahir akibat turut campurnya pemerintah dalam masalah perdagangan.

Inti hubungan KUHD dan KUH per:

a) Sumber terpenting dari hukum dagang adalah BW, dan hal ini dapat dilihat dari pasal 1 KUHD yang menerangkan :

“untuk hal-hal yang diatur dalam WvK sepanjang tidak ada peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peaturan dalam BW”

→ diakui sebagi hubungan hukum khususnya hukum umum (lex special derogat legi generalis).

Maksud asas tersebut :

1. Bilamana KUHD (WvK) tidak mengatur, maka KUHPdt (BW) bisa diberlakukan.

2. Bilamana KUHD dan KUHPdt sama-sama tidak mengatur maka yang berlaku KUHPdt.

→ ketentuan umum mengesampingkan ketentuan khusus.7

E. Kesimpulan

7 Op.cit. hal. 92

Page 16: MATERI HUKUM DAGANG

15

Dari pembahasan makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hukum

dagang terdapat peraturan-peraturan yang mengatur jelasnya suatu aktivitas

dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku-pelaku dalam usaha dagang

masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan

demi kelancaran dalam berdagang. Hukum dagang adalah aturan-aturan atau

batasan-batasan mengenai hak dan kewajiban dalam lingkungan sosial yang

bersifat memaksa.nInti dari hukum dagang ini :

1. Pedagang

2. Perbuatan dagang

3. Perikatan dagang

Sumber-sumber Hukum Dagang

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan

2. Hukum Tertulis yang belum dikodifikasikan

3. Yurisprudensi

4. Perjanjian-perjanjian internasional/ Traktat

5. Doktrin

DAFTAR PUSTAKA

Soekardono.1963. Hukum Dagang Indonesia. Djakarta: Soeroengan.

Asikin, Zainal. 2014. Hukum Dagang. Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Kansil, CST. 2013. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Bandung: PT

Refika Aditama.

Suparman, Man. 2014. HUkum Dagang. Bandung: PT Refika Aditama.

Page 17: MATERI HUKUM DAGANG

16

BAB II

SUBJEK ATAU PELAKU DALAM HUKUM DAGANG DAN PERANTARA

DALAM DUNIA PERUSAHAAN

Oleh :

Dian Oktavia, Dara Fitryalita, Dian Bahtiar, Choirunisa

A. Pengertian Subjek Hukum

Page 18: MATERI HUKUM DAGANG

17

Subjek hukum merupakan pihak yang memiliki kewenangan terhadap segala hak

dan kewajiban yang diberikan oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum, baik di

dalam pengadilan maupun dalam pergaulan hukum di masyarakat. Di dalam pergaulan

hukum dikenal dua (2) subjek hukum, yaitu manusia dan badan hukum.8

Subjek hukum merupakan terjemahan dari kata rechtsubject (Bahasa Belanda),

persona moralis (Bahasa Latin) dan dari kata law of subject atau legal persons (Bahasa

Inggris) yang diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan

hukum.9 Subjek hukum juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki hak

dan kewajiban dalam lalu lintas hukum yang meliputi manusia (naturlijke persoon) dan

badan hukum (rechtpersoon).10

Abdulkadir Muhammad menjelaskan bahwa subjek hukum adalah orang, yaitu

pendukung hak dan kewajiban. Orang dalam pengertian hukum dapat terdiri dari

manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subjek hukum dalam arti

biologis sebagai makhluk sosial, sedangkan badan hukum adalah subjek hukum dalam

arti yuridis sebagai gejala dalam kehidupan bermasyarakat yang merupakan badan

ciptaan manusia berdasarkan hukum, memiliki hak dan kewajiban seperti manusia

pribadi.

Para ahli hukum pada umumnya memiliki pandangan yang sama bahwa subjek

hukum merupakan segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk

bertindak dalam hukum. Subjek hukum juga dapat diartikan sebagai orang yang

memiliki hak dan kewajibanyang mengakibatkan kewenangan hukum sebagai berikut:

1. Kewenangan untuk memiliki hak (rechtsbevoegdheid).

2. Kewenangan untuk melakukan atau menjalankan perbuatan hukum dan

faktor-faktor yang memengaruhinya.

Secara yuridis, subjek hukum dalam bidang ilmu hukum perdata secara umum

dapat dibagi menjadi dua jenis subjek hukum, yaitu manusia (naturlife persoon) dan

badan hukum (recht persoon) yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

8 Dijan Widijowati, Hukum Dagang, (Purwakarta : Andi, 2012) hlm. 13

9 Ibid10Ibid

Page 19: MATERI HUKUM DAGANG

18

1. Manusia (natuurlife persoon), dalam arti manusia dalam arti biologis sebagai

makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan kewenangan secara mandiri dalam

melakukan perbuatan hukum.

Berdasarkan hukum yang berlaku, setiap manusia dianggap sebagai subjek

hukum secara kodrati sejak manusia dilahirkan hingga manusia meninggal

dunia, meskipun terdapat beberapa manusia sebagai subjek hukum yang

“tidak cakap hukum” sehingga manusia yang dianggap oleh hukum “tidak

cakap hukum” harus dengan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum.

2. Badan hukum (recht persoon) dalam arti suatu badan yang terdiri dari

kumpulan orang yang diberi status “persoon” oleh hukum sehingga memiliki

hak dan kewajiban.

Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak

manusia, meskipun badan hukum memiliki perbedaan yang mendasar

dibandingkan dengan subjek hukum manusia, seperti badan hukum tidak

dapat melakukan perkawinan, badan hukum tidak dapat diberikan sanksi

penjara, dan badan hukum dapat dibubarkan.

Perlu diketahui bahwa dalam hukum perdagangan internasional, subjek hukum

manusia (naturlife persoon) dan badan hukum (recht persoon) mengalami perkembangan

dimensi yang menurut pandangan para ahli hukum dan berdasarkan hukum perdagangan

internasional secara umum dapat digolongkan menjadi manusia, perusahaan, organisasi

internasional (bidang perdagangan internasional), dan negara.

B. Perusahaan dan Badan Usaha Sebagai Subjek Hukum Dagang

Dalam hukum dagang, yang menjadi pihak atau subjek yang melakukan kegiatan

perdagangan disebut sebagai “perusahaan” yang terdiri dari perseorangan (manusia) dan

badan usaha, baik badan usaha dengan status badan hukum maupun badan usaha dengan

status bukan badan hukum.

Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap

dan terus-menerus dengan tujuan memeroleh keuntungan atau laba, baik yang

diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan

Page 20: MATERI HUKUM DAGANG

19

hukum atau bukan badan hukum. Perusahaan juga dapat diartikan sebagai badan yang

menjalankan usaha, baik kegiatan usaha yang dilakukan oleh perseorangan maupun

kegiatan usaha yang dilakukan oleh badan usaha.

Molengraaf menjelaskan bahwa perusahaan merupakan keseluruhan perbuatan

yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar untuk memeroleh penghasilan

dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian

perdagangan.

Menteri Kehakiman Belanda menjelaskan bahwa perusahaan merupakan tindakan

ekonomi yang dilakukan secara terus-menerus, tidak terputus-putus, dan terang-terangan

untuk memeroleh laba rugi bagi dirinya sendiri. Hal ini selaras dengan pandangan

Molengraaf yang menjelaskan bahwa perusahaan harus memiliki unsur-unsur terus-

menerus atau tidak terputus-putus, secara terang-terangan karena berhubungan dengan

pihak ketiga, kualitas tertentu karena dalam lapangan perniagaan, menyerahkan barang-

barang, mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan dan harus bermaksud memeroleh

laba.

Berdasarkan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang

Wajib Daftar Perusahaan, perusahaan diartikan sebagai “setiap bentuk usaha yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja

serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memeroleh

keuntungan dan atau laba”. “Bentuk usaha” yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan adalah organisasi perusahaan

atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha yang diatur dan

diakui oleh undang-undang, baik bersifat perseorangan, persekutuan, atau badan hukum.

Kata “usaha” itu sendiri diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu

guna mencapai tujuan yang diinginkan melalui suatu proses yang teratur dengan unsur-

unsur sebagai berikut.

1. Menjalankan usaha secara terus-menerus (ada kontinuitas).

2. Menjalankan usaha secara terang-terangan (dalam arti legal).

3. Memiliki tujuan utama untuk mencari keuntungan.

4. Memiliki sistem pembukuan dan membuat pembukuan.

5. Memiliki objek usaha.

6. Melakukan kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan kepentingan

umum dan undang-undang.

Menjalankan perusahaan berbeda dengan menjalankan pekerjaan karena

Page 21: MATERI HUKUM DAGANG

20

Dalam menjalankan pekerjaan tidak ditujukan untuk mencari laba dan dalam

menjalankan pekerjaan tidak dibebankan kewajiban untuk melakukan pembukuan.

Berdasarkan pengertian perusahaan yang telah dijelaskan, perusahaan memiliki

unsur-unsur pembentuk, diantaranya:

1. Kegiatan dilakukan secara terus-menerus.

2. Kegiatan dilakukan secara terang-terangan.

3. Kegiatan memiliki kualitas atau kedudukan tertentu.

4. Kegiatan ditujukan untuk mencari laba.

Salah satu contoh perusahaan ialah pedagang perantara. Pedagang perantara

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang hanyalah makelar dan komisioner, tetapi

di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan pedagang perantara dalam

bentuk pedagang keliling, pemegang prokurasi, pemegang afiliasi, agen, dan distributor,

yang lebih rinci yakni:

1. Makelar, dalam arti seorang pedagang perantara yang diangkat oleh pejabat

berwenang, yang menjalankan perusahaan dengan mendapatkan upah atau

provisi dan bertindak atas nama pemberi amanat atau prinsipal, seperti yang

tercantum dalam Pasal 62 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sehingga

akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu:

a. Diantara prinsipal dan pihak ketiga (bukan makelar) dapat saling

menuntut untuk saling memenuhi prestasi karena terjadi kesepakatan

langsung, begitu juga diantara prinsipal dan makelar.

b. Apabila makelar tidak diangkat oleh pejabat yang berwenang, maka yang

berlaku hanya ketentuan pemberian kuasa, seperti yang tercantum dalam

pasal 1792 KUH Perdata.

2. Komisioner, dalam arti orang yang menjalankan perusahaan dengan

mendapatkan provisi dan bertindak atas nama dirinya sendiri untuk

menjalankan amanat orang lain seperti yang tercantum dalam pasal 76

KUHD sehingga komisioner memiliki akibat hukum:

a. Diantara prinsipal atau komiten dan pihak ketiga (bukan komisioner)

tidak dapat saling menuntut dalam pemenuhan prestasi karena tidak

terjadi kesepakatan langsung (Pasal 1340 KUH Perdata) tetapi diantara

prinsipal dan komisioner dapat saling menuntut prestasi.

Page 22: MATERI HUKUM DAGANG

21

b. Apabila komisioner bertindak atas nama prinsipal, maka hubungan

hukum yang terjadi merupakan hubungan pemberian kuasa, seperti yang

tercantum dalam pasal 79 KUHD.

3. Pengurus filial (afiliasi), dalam arti pemegang kuasa yang mewakili

pengusaha menjalankan perusahaan dengan mengelola satu cabang

perusahaan yang meliputi daerah tertentu yang berfungsi untuk memimpin

cabang yang mewakili pengusaha mengelola cabang perusahaan seperti yang

tercantum dalam Pasal 1792 dan Pasal 1601 KUH Perdata.

4. Agen perusahaan, dalam arti orang yang mewakili pengusaha untuk

mengadakan dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama

pengusaha serta memiliki hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha.

5. Distributor, dalam arti orang yang mewakili pengusaha untuk mengadakan

dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama dirinya serta

memiliki hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha. Distributor

memiliki persamaan degan komisioner, sedangkan agen memiliki persamaan

dengan makelar

6. Pemegang kopurasi, dalam arti pemegang kuasa dan pengusaha untuk

mengelola sebagian besar bidang tertentu dari perusahaan yang berfungsi

untuk mengelola bagian besar atau bagian tertentu dari perusahaan sehingga

memiliki hubungan ketenagakerjaan yang bersifat subkoordinatif dengan

perusahaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1792 dan Pasal 1601 KUH

Perdata.

7. Pedagang keliling, dalam arti pembantu pengusaha yang bekerja keliling di

luar toko atau kantor untuk memajukan perusahaan dengan mempromosikan

barang dagangan atau membuat perjanjian antara pengusaha dan pihak ketiga

(calon pelanggan) yang berfungsi untuk mewakili pengusaha memajukan

perusahaan dengan kerja keliling di luar toko atau kantor sehingga memiliki

hubunganhukum ketenagakerjaan yang bersifat subkoordinatif seperti dalam

Pasal 1792 KUH Perdata.

Khusus untuk perusahaan yang dijalankan oleh lebih dari satu orang

perkumpulan yang disebut sebagai badan usaha, maka secara khusus badan usaha

diartikan sebagai organisasi usaha yang didirikan oleh lebih dari satu individu

melaksanakan tujuan usaha untuk meraih keuntungan. Badan usaha juga diartikan

sebagai kumpulan yang terdiri dari beberapa orang dan memiliki unsur-unsur khusus

Page 23: MATERI HUKUM DAGANG

22

yang selalu melekat pada badan usaha, baik badan usaha dengan status badan hukum

maupun status badan bukan hukum. Unsur-unsur badan usaha yang dimaksud dijelaskan

sebagai berikut:

1. Badan usaha memiliki unsur kepentingan bersama.

2. Badan usaha memiliki unsur kehendak bersama.

3. Badan usaha memiliki unsur tujuan.

4. Badan usaha memiliki unsur kerja sama yang jelas.

Badan usaha merupakan perusahaan yang didirikan dua orang atau lebih dengan

penyatuan modal untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Badan usaha memiliki kepentingan yang sama diantara pendiri

perusahaan.

2. Badan usaha memiliki kehendak yang sama diantara pendiri

perusahaan.

3. Badan usaha memiliki tujuan yang sama diantara pendiri perusahaan.

Keberadaan badan usaha di Indonesia digolongkan menjadi dua jenis, yaitu badan

usaha dengan status badan hukum dan badan usaha dengan status bukan badan hukum.

Penggolongan badan usaha didasarkan atas bentuk tanggung jawab yang melekat pada

pendiri perusahaan dan para pengurus perusahaan.

Badan usaha dengan status bukan badan hukum memiliki tanggung jawab yang

tidak terbatas terhadap harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha dan pengurus

badan usaha sehingga harta kekayaan pribadi sebagai harta kekayaan di luar badan usaha

dibebankan segala bentuk tagihan utang piutang yang sebenarnya ditujukan kepada

badan usaha.

Badan usaha dengan status badan hukum memiliki tanggung jawab yang terbatas

terhadap harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha atau para pengurus badan

usaha sehingga harta kekayaan yang dibebankan atas utang piutang badan usaha hanya

terbatas pada harta kekayaan yang dimiliki oleh badan usaha dan tidak dapat

membebankan kepada harta kekayaan pribadi para pendiri badan usaha atau pengurus

badan usaha.

Beberapa bentuk badan usaha dalam pandangan hukum dagang yang berlaku di

Indonesia adalah:

1. Badan usaha dengan status bukan badan hukum meliputi prusahaan dagang,

persekutuan perdata, persekutuan firma, dan persekutuan komanditer.

Page 24: MATERI HUKUM DAGANG

23

2. Badan usaha dengan status badan hukum meliputi perseroan terbatas,

yayasan, dan koperasi.

Keberadaan badan usaha persekutuan perdata, persekutuan firma, dan

persekutuan komanditer didasarkan pada ketentuan dalam KUHD dan KUH Perdata,

keberadaan badan usaha dalam bentuk perseroan terbatas didasarkan atas ketentuan yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,

keberadaan badan usaha dalam bentuk yayasan tercantum dalam Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2001 Jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan dan

keberadaan badan usaha dalam bentuk koperasi didasarkan atas ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang perkoperasian.

Dalam hukum dagang, setiap perusahaan memiliki kewajiban melakukan

pencatatan kekayaan dan harta benda dari perusahaan yang tiap enam bulan harus

membuat neraca keuangan. Setiap perusahaan harus menyimpan semua pembukuan

untuk jangka waktu selama tiga puluh tahun berikut surat-surat tembusan serta catatan

selama sepuluh tahun sehingga dengan adanya pembukuan seseorang pengusaha

mempunyai bukti terhadap peristiwa hukum dan hakim memiliki hak menggunakan buku

itu sebagai bukti untuk kepentingan manapun.

Pasal 6 hingga Pasal 12 KUHD telah mengatur mengenai pembukuan dalam

kegiatan perdagangan yang memiliki fungsi pembukuan sebagai berikut.

1. Fungsi yuridis, yaitu pembukuan dapat dijadikan sebagai alat bukti

pengadilan.

2. Fungsi ekonomis, yaitu pembukuan dapat digunakan untuk mengetahui laba

atau rugi perusahaan.

3. Fungsi administrasi, yaitu pembukuan dapat digunakan untuk memperlancar

proses administrasi perusahaan.

4. Fungsi fiskal, yaitu pembukuan dapat dijadikan dasar acuan bagi pengenaan

pajak.

Pembukuan perusahaan dalam hukum dagang merupakan hal yang sangat penting

karena pembukuan perusahaan dapat dijadikan sebagai pencatat kekayaan, kewajiban,

modal, dan segala sesuatu menyangkut laporan keuangan perusahaan. Selain itu,

pembukuan perusahaan juga dapatmemberikan informasi yang jelas kepada perusahaan

dalam mengetahui neraca laba rugi, tingkat ketercapaian maupun dalam mengetahui

kebijakan yang akan atau telah diambil, mempermudah urusan tertib administrasi

Page 25: MATERI HUKUM DAGANG

24

perusahaan serta pembukuan perusahaan dapat dijadikan sebagai dasar pemenuhan

kewajiban dalam pembayaran pajak pada negara.

Perlu diketahui bahwa dokumen perusahaan adalah data, catatan, atau keterangan

yang dibuat oleh perusahaan atau diterima perusahaan, baik yang tertulis maupun

terekam dalam bentuk apa pun, yang terdiri dari neraca laporan, laporan laba rugi,

laporan perubahan modal dan laporan harga pokok produksi dan laporan itu sendiri,

dapat diartikan sebagai:

1. Neraca merupakan daftar yang berisikan semua harta kekayaan, utang-utang,

dan saldo.

2. Laporan perubahan modal adalah ikhtisar perubahan modal yang terjadi

selama periode satu tahun.

C. Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum Dagang

1. Pengertian badan hukum (legal persons)

Secara bahasa badan hukum dapat diartilan dalam kamus istilah hukum adalah badan

atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai orang untuk menjalankan hak dan

kewajiban. Sehingga keberadaan badan hukum pada hakikatnya sama dengan manusia

yang kedudukannya menjadi subyek hukum.

Dalam arti lain badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang

diberi status “persoon” oleh hukum sehingga memiliki hak dan kewajiban11.

Secara istilah badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan (arah

yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban12. Hal ini selaras

dengan pandangan Sri Soedewi Masjchoen yang menjelaskan bahwa badan hukum

adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu

badan yang berwujud himpunan dan badan yang memiliki harta kekayaan sendiri untuk

tujuan tertentu13.

Lebih lanjut, badan hukum menurut pandangan para ahli hukum lainnya dapat diartikan

sebagai berikut.

a) Menurut Von Savigny, C.W. Opzoomer, A.N. Houwing dan Langemeyer,

Pengertian Badan Hukum adalah buatan hukum yang diciptakan sebagai bayangan

manusia yang ditetapkan oleh hukum negara.11 DR. Rr. Dijan Wwidijowati, SH. M.H. hukum dagang(purwakarta: ANDI, 2012) hal 14.12 Salim HS, pengantar hukum perdata tertulis (BW) (cetakan ke -5), sinar grafika, Jakarta, 2008, hal.2613 Ibid.

Page 26: MATERI HUKUM DAGANG

25

b) Menurut Holder dan Binder, Pengertian Badan Hukum adalah badan yang

mempunyai harta terpisah dan dimiliki oleh pengurus harta tersebut karena jabatannya

sebagai pengurus harta.

c) Menurut A. Brinz dan F.J. Van der Heyden, Pengertian Badan Hukum ialah

badan yang mempunyai hak atas kekayaan tertentu yang tidak dimiliki oleh subjek

manusia mana pun yang dibentuk untuk tujuan melayani kepentingan tertentu. Adanya

tujuan

d) tersebut yang menentukan bahwa harta kekayaan dimaksud sah untuk

diorganisasikan menjadi badan hukum.

e) Menurut Otto Von Gierke, Pengertian Badan Hukum adalah eksistensi realitas

mereka dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai manusia yang sesungguhnya dalam

lalu lintas hukum, yang juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk

melalui alat-alat kelengkapannya yaitu pengurus dan anggotanya. Apa yang mereka

putuskan dianggap sebagai kemauan badan hukum itu sendiri.

f) Pengertian Badan Hukum menurut Molengraf pada hakikatnya merupakan hak

dan kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, di dalamnya terdapat harta

kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi

pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak

dapat dibagi-bagi itu, tetapi juga sebagi pemilik bersama untuk keseluruhan harta

kekayaan, sehingga setiap pribadi anggota merupakan pemilik harta kekayaan yang

terorganisasikan dalam badan hukum tersebut.

g) Menurut Chidir Ali, badan hukum dapat diartikan berdasarkan dua (2)

pandangan, yaitu berdasarkan pandangan teori hukum dan berdasarkan pandangan

persoalan hukum positif yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut14.

14 Chidir Ali, Op. Cit, hal 18.

Page 27: MATERI HUKUM DAGANG

26

1. Berdasarkan teori hukum, badan hukum dapat diartikan sebagai subjek hukum

yang merupakan segala sesuatu berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat itu oleh

hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.

2. Berdasarkan hukum positif, badan hukum dapat diartikan sebagi siapa saja yang

oleh hukum positif diakui sebagi badan hukum.

3. Dapat disimpulkan bahwa badan hukum merupakan sekumpulan orang atau

badan –badan yang mendirikan suatu struktur keorganisasian dengan hak dan kewajiban

hukum yang terpisah antara orang-orang atau badan-badan yang mendirikan dan

menjalankan organisiasi tersebut.

4. Sebuah badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum dapat dikatakan sebagai

badan hukum, apabila memiliki persyaratan-persyaratan sebagai badan hukum, seperti

memiliki organisasi yang merupakan satu-kesatuan tersendiri, memiliki kepribadian

sebagai badan hukum, memiliki tujuan tersendiri, dan memiliki harta kekayaan sendiri.

Persyaratan-persyaratan badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum supaya dapat

diartikan sebagai badan hukum lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Memiliki harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subjek hukum yang lain.

b. Memiliki tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

c. Memiliki kepentingan sendiri dalam lalu-lintas hukum.

d. Memiliki organisasi kepengurusan yang besifat teratur berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri.

e. Terdafatar sebagai badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

H.M.N purwosutipjo menjelaskan bahwa suatu badan dapat dikategorikan sebagai badan

hukum, apabila memenuhi persyaratan material dan persyaratan formal sebagai berikut:

1. Persyaratan material badan hukum yang meliputi:

a. adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan

kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.

b. adanya kepentingan yang menjadi tujuan bersama.

c. adanya beberapa orang sebagai pengurus badan hukum.

Page 28: MATERI HUKUM DAGANG

27

2. Persyaratan formal badan hukum yang meliputi pengakuan dari negara yang mengakui

suatu badan sebagai badan hukum.

Adapun teori-teori tentang badan hukum yang dikembangkan oleh para ahli

hukum dimaksud, dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Teori fiksi, dalam arti teori yang menjelaskan, badan hukum hanya merupakan

bentukan negara sehingga keberadaan badan hukum hanya fiksi sebagai sesuatu yang

sesungguhnya tidak ada, tetapi orang yang menghidupkannya dalam banyangan sebagai

subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia.15

2. Teori kekayaan bertujuan, dalam arti teori menjelaskan bahwa hanya manusia

yang dapat menjadi subjek hukum, tetapi ada kekayaan (vermogen) yang bukan

merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan yang terikat pada tujuan tertentu yang

disebut sebagai badan hukum, sehingga yang terpentinng dalam teori ini ialah kekayaan

yang diurus dengan tujuan tertentu dan bukan siapakah badan hukum itu.

3. Teori organ, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa badan hukum itu seperti

manusia sebagai penjelmaan yang nyata dalam pergaulan hukum. Badan hukum

membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan seperti

para pengurus sebagaimana manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan

perantaraan mulutnya atau dengan perantaraan tangannya, apabila khendak itu ditulis di

atas kertas sehingga setiap keputusan pengurus/organ merupakan kehendak dari badan

hukum.

4. Teori kekayaan bersama, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa pada

hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum hak dan kewajiban para anggota bersama

sehingga kekayaan badan hukum merupakan milik bersama seluruh anggota. Oleh

karena itu, badan hukum hanya merupakan suatu konstruksi yuridis yang abstrak.

Teori kekayaan bersama menjelaskan bahwa pihak yang dapat menjadi subjek

badan hukum, yaitu:

a. Setiap orang yang secara nyata ada dibelakang badan hukum .

b. Setiap anggota badan hukum.

c. Setiap pihak yang mendapatkan keuntungan dari suatu badan hukum.

5. Teori kenyataan yuridis, dalam arti teori yang menjelaskan bahwa badan hukum

dipersamakan dengan manusia yang merupakan suatu realita yuridis sebagai suatu fakta

yang diciptakan oleh hukum sehingga badan hukum itu merupakan suatu realitas,

konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis.15 Teori ini dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny pada sekitar tahun 1779-1861

Page 29: MATERI HUKUM DAGANG

28

Pada perkembangannya, suatu badan hukum terbagi berdasarkan bentuk, sifat,

dan peraturan perundang-undangan yang mendasari badan hukum yang lebih lanjut dapat

dijelaskan sebagi berikut:

1. Badan hukum berdasarkan bentuknya, ialah pembagian badan hukum

berdasarkan pendiriannya yang selanjutnya dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Badn hukum publik, dalam arti badan hukum yang didirikan dan memiliki oleh

pihak pemerintah seperti negara, lembaga pemerintahan, badan usaha milik negara/

daerah, dan bank negara.

b. Badan hukum privat, dalam arti badan hukum yang didirikan dan memiliki oleh

pihak swasta seperti perkumpulan, persekutuan, perseroan terbatas, koperasi, dan

yayasan.

2. Badan hukum berdasarkan sifat, ialah pembagian badan hukum berdasarkan

karakteristik yang melekat pada badan hukum yang selanjutnya dapat dibagi menjadi dua

jenis, yaitu:

a. Korporasi (corporatie), dalam arti badan hukum yang didirikan untuk

kepentingan bisinis atau komersial.

b. Yayasan (stichting), dalam arti badan hukum yang didirikan untuk tujuan

kemanusiaan atau sosial.

c. Badan hukum berdasarkan peraturan, ialah pembagian badan hukum berdasarkan

peraturan yang mengatur tentang badan hukum yang selanjutnya dapat dibagi menjadi

dua jenis, yaitu:

a. Badan hukum yang diatur dalam yuridiksi hukum perdata, seperti:

1) Zedeljkelichaam (perhimpunan) sebagaimana yang diatur dalam pasal 1653

hingga 1665 buku III kitab undang-undang hukum perdata dan staatblad tahun 1870

Nomor 64.

2) Perseroan terbatas dan firma sebagaimana yang diatur berdasarkan kitab undang-

undang hukum dagang.

3) Persekutuan komanditer sebagaimana yang diatur dalam staatblad Tahun 1933

Nomor 108.

b. Badan hukum yang diatur dalam yuridiksi hukum perdata adat, seperti:

1) Maskapai Andil Indonesia (MAI) sebagaimana yang diatur dalam staatblad

Tahun 1939 nomor 569.

2) Perkumpulan indonesia sebagaimana yang diatur dalam staatblad Tahun 1939

Nomor 570.

Page 30: MATERI HUKUM DAGANG

29

3) Koperasi indonesia sebagiamana yang diatur dalam staatblad Tahun 1927 Nomor

1.

Bebepa badan, perkumpulan, atau persekutuan dagang telah dinyatakan secara

tegas sebagai badah hukum oleh undang-undang tentang perseroan terbatas, yayasan, dan

koperasi yang menyatakan sebagai berikut:

1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

2. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal

1 Udang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004

tentang Yayasan.

3. Koperasi adalah badan usaha yang beranggota orang-orang atau badan hukum

koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus

sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan, sebagaimana

yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Koperasi.

D. Perantara dalam Dunia Perusahaan

Ketika sudah diketahui tentang hakikat pada suatu perusahaan bahwa dalam

perusahaan tidak dirintis atau dibangun oleh satu (1) orang. Akan tetapi oleh

beberapa oarang yang membangun suatu perusahaan tersebut secara bersama-

sama.

Oleh karena itu, dalam perusahaan-perusahaan membutuhkan bantuan dan

perantaraan orang-orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Orang-orang perantara ini

dapat dibagi dalam dua golongan16, yaitu:

1. Terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja. Dan

lazimnya juga dinamakan “handels-bedienden”. Dalam golongan ini termasuk misalnya

pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainy.

16 Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perata (Bandung: PT intermesa, 2013) hal.194.

Page 31: MATERI HUKUM DAGANG

30

2. Terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan pekerja pada seorang

majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang “lasthebber” dalam pengertian BW.

Dalam golongan kedua ini termasuk makelar dan komissionair.

Berdasarkan kedudukan dan tanggung jawabnya serta cara membuat

persetujuannya, perantara dalam perniagaan dibedakan atas:

1. Yang membuat persetujuan sendiri, yakni mereka yang menjalankan usaha jual

beli atas nama sendiri dan untuk tanggungan orang lain. Mereka ini adalah wakil tidak

langsung, yakni komisioner.

2. Atas nama orang lain yang menyuruhnya (prinsipalnya), ia hanya

mempertemukan antara pembeli dan penjualnya. Atas transaksi itu ia menerima upahnya.

Mereka adalah wakil langsung, yakni agen, dan makelar.

a. Agen

Agen perniagaan adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan sendiri dalam

usaha menjualkan hasil perusahaan (industri) tertentu. Misalnya, perusahaan sepetu Bata

di Jakarta, menjual hasil perusahaannya di seluruh Indonesia melalui agennya.

Agen perniagaan biasanya berkedudukan di suatu tempat dimana sebuah

perusahaan mempunyai banyak relasi sehingga perlu untuk menunjuk seorang yang

setiap hari berhubungan langsung dengan para pelanggannya. Agen perniagaan

mengutamakan kepentingan perusahaan yang diwakilinya sehingga ia mewakili

perusahaan.

1) Tugas agen

a. Menjalankan perantara menjualkan hasil dari suatu perusahaan tertentu.

b. Bertindak atas nama sendiri dalam menjualkan barang tersebut.

c. Menjalankan usaha terbatas:

d. Dalam suatu daerah tertentu.

e. Untuk suatu masa tertentu.

f. Atas suatu barang hasil industri atau perusahaan tertentu saja.

Hubungan agen dengan perusahaan yang memberikan barang-barang merupakan

suatu perjanjian. Perjanjiannya harus dibuat tertulis , hubungan perjanjian kerja ini

disebut kontrak agency17.

Isi dari kontrak agency yakni sebagai berikut:17 Dra. Farida hasyim, M.Hum. hukum dagang (bandar lampung: sinar grafika, 2009) hal. 76.

Page 32: MATERI HUKUM DAGANG

31

a. Ketentuan mengenal daerah atau rayon mana ia akan menjalankan

perwakilannya.

b. Keterangan tentang waktu , untuk berapa lama ia akan menjalankan

perwakilan tersebut.

c. Ketentuan tentang kuasa, untuk menutup persetujuan apakah diberi kuasa

atau tidak.

d. Ketentuan tentang besarnya provisi yang akan diterimanya (agen).

e. Ketentuan mengenal ongkos-ongkos bila ada.

2) Pembagian Agen

a. Agen umum: perwakilan yang menjalankan usaha untuk menjual hasil suatu

perusahaan dalam daerah, wilayah, suatu negara atau lebih. Mislanya

Indonesia.

b. Agen kepala: perwakilan dari agen umum untuk menjual suatu hasil

perusahaan (industri) dalam daerah, wilayah, agen umum yang lebih kecil.

Misalnya Sulawesi.

c. Agen sub: sebagai wakil daeri agen kepala untuk mewakili menjualkan suatu

hasil perusahaan (industri) dalam daerah agen kepala yang lebih sempit lagi.

Misalanya Provinsi Jawa Imur, Kabupaten, atau kota madyanya saja.

d. Agen sebagai cabang: cabang dari suatu peusahaan pada suatu daerah atau

kota tertentu. Mislanya BRI di berbagai kota di seluruh Indonesia yang

pusatnya di Jakarta.

b. Makelar

Menurut pasal 62 KUHD, makelar adalah seorang pedagang-perantara yang

diangkat oleh Gubernur Jendral (Presiden) atau oleh pembesar yang telah dinyatakan

berwenang untuk hal itu. Ia menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan

pekerjaan yang diatur dalam pasal perusahaannya dengan melakukan pekerjaan yang

diatur dalam pasal 64, mendapat upah atau provisi tertentu atas amanat dan nama orang-

orang dengan siapa ia tidak mempunyai suatu hubungan yang tetap. Sebelum

diperbolehkan melakukan pekerjaannya, ia harus bersumpah di depan pengadilan negeri

di sekitar tempat tinggalanya.18

18 Ibid. Hal 77.

Page 33: MATERI HUKUM DAGANG

32

Pekerjaan makelar menurut pasal 64 adalah melakukan penjualan dan pembelian

bagi majikannya akan barang-barang dagangan dan lainnya.

Makelar disebut juga broker adalah perantara yang diangkat oleh pembesar yang

bebas. Ia harus mengangkat sumpah dahulum, maka barulah boleh menjadi makelar.

Adapun prosedur pengangkatan makelar yakni calon makelar memasukkan

permohonnya kepada pengadilan negeri, dalam suratnya telah diterangkan keinginannya

menjadi seorang makelar dalam suatu perniagaa. Dalam sumpahnya makelar berjani

akan memenuhi kewajiban dan tugasnya dengan setia serta menggunakan

pengetahuannya dengan sebaik-baiknya.19

1) Tugas pokok seorang makelar

a. Memberi perantara dalam jual beli.

b. Menyelenggarakan lelang terbuka dan lelang tertutup. Lelang terbuka

adalah penjualan kepada umum di muka pegawai yang di wajibkan

untuk itu (notaris/ juru sita). Pada lelang tertutup tawaran dilakukan

dengan rahasia. Menaksir untuk bank hipotik dan maskapai asuransi.

c. Mengadakan monster barang-barang yang akan diperjual belikan.

d. Menyortir party-party barang yang akan di perjual belikan.

e. Memberikan keahliannya dalam hal kerusakan dan kerugian.

f. Menjadi wasit atau arbiter dalam hal perselisihan tentang kualitas.

Makelar tangan kesatu, yaitu yang biasa bekerja untuk importir dan eksportir.

Makelar yang memimpin pelelangan disebut makelar direksi. Upah makelar menurut

Undang-Undang disebut provisi, dalam praktiknya disebut coutage.

2) Kewajiban Seorang Makelar

a. Mengadakan buku catatan mengenai tindakannya sebagai makelar. Setiap

hari catatan ini disalin dalam buku hharian dengan keterangan yang jelas

tentang pihak-pihak yang mengadakan teransaksi, penyelenggaraan,

penyerahan, kualitas, jumlah dan harga, serta syarat-syarat yang dijanjikan.

(pasal 66 KUHD).

b. Siap sedia tiap saat untuk memberikan kutipan/ ikhtisar dari buku-buku itu

kepada pihak-pihak yang bersangkutan mengenai pembicaraan dan tindakan 19 Ibid, hal 79.

Page 34: MATERI HUKUM DAGANG

33

yang dilakukan dalam hubungan dengan transaksi yang diadakan. (pasal 67

KUHD)

c. Menyimpann monster sampai barang diserahkan dan diterima.

3.) Hak-hak makelar

a. Hak menahan barang (hak retensi), selama upah, ganti ongkos belum dibayar

oleh prinsipalnya. Retensi adalah hak orang jyang disuruh untuk menahan

barang-barang pesuruh yang ada dalam tangannya, sampai segala sesuatu

dalam hubungan suruhan itu sudah tertagih.

b. Hak untuk mendapatkan upah ganti dan rugi ongkos yang dikeluarkannya.

Upah makelar disebut:

- Provisi oleh prinsipalnya.

- Kurtasi oleh makelar yang menerimanya.

c. Komisioner

Komisioner adalah seorang pengusaha yang atas kuasa (perintah) orang lain

(komiten) melakukan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama sendiri atau firma dengan

mendapat upah/komisi. Surat untuk perjanjian komisi disebut kontrak komisi. Jabatan

komisioner adalah jabatan bebas, artinya, siapa saja boleh menjadi komisioner,

sedangkan orang yang memesan atau yang memberi order kepala komisioner disebut

komiten/prinsipal.

Menurut pasal 76 KUHD komisioner adalah seseorang yang menyelenggarakan

perusahannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama

firma itu sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain dengan menerima upah

atau provisi tertentu.

Beberapa pendapat para sarjana mengenai hubungan komiten dengan komisioner.

a. Pendapat Polak

KUHD menganggap hubungan komiten dengan komisionernya sebagai

pemberian kuasa khususs.

b. Penapat Vollmar

Page 35: MATERI HUKUM DAGANG

34

Perjanjian antara komisioner dengan komiten adalah suatu perjanjian pemberian

kuasa biasa.

c. Pendapat Molengraff

Hubungan komisioner dengan komitennya adalah suatu perjanian campuran

antara perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian untuk melakukan pekerjaan

yang diatur dalam pasal 1601 KUHS.

1) Tugas Komisioner

Komisioner mempunyai tugas yang sama dengan makelar dan seorang penerima

kuasa. Perbedaannya hanya terletak dalam hal bahwa komisioner bertindak atas namanya

sendiri atau firma. Yakni ada beberapa tugas pokok komisioner, sebgai berikut:

a. Membeli dan menjualkan barang-barang untuk orang lain.

b. Mencatat semua kejadian melalui perantaraan yang diberikan nya.

c. Membuat faktur penjualan dalam hal menjual dan faktur konsinyasi dari

penjual.

d. Memikul resiko-resiko yang mungkin terjadi melalui perantaraan yang

dijalankannya.

e. Membiayai semua pengeluaran dan harga beli yang dilakukannya.

2) Syarat yang Perlu Dipenuhi untuk Menjadi Seorang Komisioner

a. Cukup modal dan mampu.

b. Berkedudukan yang tetap.

c. Memiliki pengetahuan dalam lapangan perdagangan dan punya pengalaman

yang cukup.

d. Memiliki hubungan dagang yang luas.

e. Supel dalam pegaulan dagang yang luas.

f. Supel dalam pergaulan dan lincah.

3) Hak-Hak Komisioner

a. Hak retensi: hak untuk menahan semua barang yang ada ditangan komisioner

dalam hal upah dan mengganti ongkos-ongkos yang belum dibayar oleh

komitennya.

b. Hak sparatis: hak mendahulukan untuk menerima piutang lebih dahulu dari

piutang lainnya, apabila komiten jatuh pailit.

Page 36: MATERI HUKUM DAGANG

35

4) Persamaan antara komisioner dengan makelar

a. Merupakan perantara perdagangan.

b. Memberikan perantara perdagangan untuk kepentingan orang lain.

c. Belerja mendapatkan upah dari hasil perantaraan yang diberikannya.

E. Kesimpulan

Subjek hukum merupakan pihak yang memiliki suatu kewenangan terhadap

segala hak dan kewajibannya yang di berikan oleh hukum untuk melakukan suatu

perbuatan hukum baik didalam pengadilan maupun dalam pergaulan hukum di

masyarakat. Dalam hukum dagang, terdapat tiga subjek hukum, yaitu perusahaan, badan

usaha, dan badan hukum.

Subjek hukum manusia dan badan hukum mengalami perkembangan dimensi.

Menurut perdagangan para ahli hukum dan berdasarkan hukum perdagangan

internasional secara umum dapat digolongkan menjadi manusia, perusahaan, organisasi

internasional, dan negara.

Perantara dalam dunia perusahaan dibagi menjadi dua golongan, yaitu terdiri dari

orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja (handels-bedienden),

seperti pelayan, pemegang buku, kasir, procuratie houder dan sebagainya dan terdiri dari

orang-orang yang tidak dapat dikatakan pekerja pada seorang majikan, tetapi dapat

dipandang sebagai seorang (lasthebber), yaitu makelar dan komisioner.

Sedangkan, berdasarkan kedudukan dan tanggung jawabnya serta cara membuat

persetujuannya, perantara dalam dunia perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu

perantara yang membuat persetujuan sendiri dan perantara atas nama orang lain yang

menyuruhnya (prinsipalnya). Perantara yang membuat persetujuan sendiri merupakan

mereka yang menjalankan usaha jual beli atas nama sendiri dan untuk tanggungan orang

lain, yakni komisioner (wakil tidak langsung). Sementara itu, perantara atas nama orang

lain yang menyuruhnya (prinsipalnya) hanya mempertemukan antara pembeli dan

penjualnya dan atas transaksi itu ia menerima upahnya, yakni agen, dan makelar (wakil

langsung).

Page 37: MATERI HUKUM DAGANG

36

DAFTAR PUSTAKA

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT. Intermasa. 1987

Muhammad, Abdulkadir.Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bhakti.

2000

Purwostjipto. Pengertian Pokok hukum Dagang Indonesia 1 : Pengetahuan Dasar

Hukum Dagang. Jakarta : Djambatan. 2007

Widijowati, Dijan. Hukum Dagang. Purwakarta : ANDI. 2012

HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) (cetakan ke-5). Jakarta : Sinar

Grafika. 2008

Hasyim, Farida. Hukum Dagang. Bandar Lampung : Sinar Grafika, 2009.

Page 38: MATERI HUKUM DAGANG

37

BAB III

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA

( Persekutuan Perdata, Perusahaan Perseorangan, PT, Fa, CV, Koperasi, BUMN,

Perusahaan Kelompok )

Oleh:

Mia Henika Putri, Farhana Thahira, Fathurian Ramadhan, Haidar

A. Bentuk-Bentuk Perusahaan

Bentuk-bentuk perusahaan atau badan usaha yang dapat dijumpai di Indonesia

sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentuk-bentuk badan

usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu, diantaranya ada yang telah diganti

dengan sebutan dalam Bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian yang tetap

mempergunakan nama aslinya. Nama-nama yang masih terus digunakan dan belum

Page 39: MATERI HUKUM DAGANG

38

diubah pemakaiannya misalnya, Burgerlijk Maatschap/Maatschap, Vennootschap onder

Firma atau Firma (Fa), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Selain itu, ada pula

yang sudah di Indonesiakan, seperti Perseroan Terbatas atau PT, yang sebenarnya berasal

dari Naamloze Vennootschap (NV). Kata “vennootschap” diartikan menjadi kata

“Perseroan”, sehingga dapat dijumpai sebutan Perseroan Firma, Perseroan Komanditer

dan Perseroan Terbatas. Bersamaan dengan itu, ada juga yang menggunakan kata

perseroan dalam arti luas, yaitu sebagai sebutan perusahaan pada umumnya.20

a. Yang diatur dalam KUHPer/ KUHD

Pada dasarnya, sebagian besar bentuk-bentuk perusahaan yang ada bentuk

asalnya adalah Perkumpulan. Perkumpulan yang dimaksudkan adalah perkumpulan

dalam arti luas, dimana tidak mempunyai kepribadian sendiri dan mempunyai unsur-

unsur sebagai berikut.21

a. Kepentingan bersama

b. Kehendak bersama

c. Tujuan bersama

d. Kerja sama

Keempat unsur ini ada pada tiap-tiap perkumpulan seperti Persekutuan Perdata,

Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas. Namun sudah tentu bahwa masing-masing

mempunyai unsur tambahan sebagai unsur pembeda (ciri khas) antara satu perkumpulan

dengan perkumpulan lain.

Perkumpulan dalam arti luas ini ada yang Berbadan Hukum dan ada pula yang

Tidak Berbadan Hukum. Yang Berbadan Hukum adalah:

1. Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD

2. Koperasi, diatur di dalam UU Nomor 12 tahun 1967

3. Perkumpulan saling menanggung, diatur dalam pasal 286 sampai dengan pasal

308 KUHD.

4. Maskapai Andil Indonesia (IMA)

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

20 I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta:Kesaint Blanc, 2005), hal.1.21 R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumatoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Press, 1991), Cetakan 1, hal.9

Page 40: MATERI HUKUM DAGANG

39

Sedang yang tidak Berbadan Hukum adalah:

1. Perusahaan Perseorangan, yang wujudnya berbentuk Perusahaan Dagang (PD)

atau Usaha Dagang (UD)

2. Persekutuan, yang wujudnya terdiri dari bentuk-bentuk:

a. Perdata (Maatschap), diatur dalam pasal 1618 sampai dengan pasal 1652

KUHPer (Bab kedelapan Buku ke tiga KUHPer)

b. Persekutuan Firma (Fa), diatur dalam pasal 1618 sampai dengan pasal 1652

KUHPer dan pasal 16 sampai dengan 35 KUHD.

c. Persekutuan Komanditer (CV), diatur dalam pasal 1618 sampai dengan pasal

1652 KUHPer dan pasal 19 sampai dengan 21 KUHD

b. Yang diatur di luar KUHPer/ KUHD

Bentuk Perusahaan yang tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang adalah Perusahaan

Negara, di mana pengaturannya ada pada berbagai peraturan khusus.

Dilihat dari dasar hukum bagi berlakunya Perusahaan Negara di Indonesia, maka

Perusahaan Negara ini dapat dibagi dalam:

1. Perusahaan Negara sebelum tahun 1960

2. Perusahaan Negara menurut Undang-undang No.9 tahun 1969

3. Perusahaan Daerah (PD) menurut Undang-undang No.5 tahun 1962

4. Perusahaan Negara menurut Undang-undang No.19 Prp. 1960

Sebelum adanya Undang-undang tentang Perusahaan Negara, pengaturan

mengenai perusahaan-perusahaan negara di Indonesia terdapat pada peraturan yang

berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan pula adanya berbagai bentuk mengenai Perusahaan

Negara ini.

a. Perusahaan Bukan Badan Hukum

1) Perusahaan Perseorangan

Perusahaan Perseorangan adalah wujud dari Perusahaan Dagang (PD)

atau Usaha Dagang (UD) yang merupakan perusahaan yang dijalankan oleh satu

Page 41: MATERI HUKUM DAGANG

40

orang pengusaha.22 Perusahaan Perseorangan juga dapat diartikan sebagai

perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang

bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang, perusahaan jasa,

dan perusahaan industri.23 Perusahaan perseorangan ini modalnya dimiliki oleh

satu orang. Pengusahanya langsung bertindak sebagai pengelola yang kadangkala

dibantu oleh beberapa orang pekerja. Pekerja tersebut bukan termasuk pemilik

tetapi berstatus sebagai pembantu pengusaha dalam mengelola perusahaannya

berdasarkan perjanjian kerja atau pemberian kuasa. Perusahaan Perseorangan ini

biasa disebut dengan one man corporation atau een manszaak. Pada perusahaan

perseorangan dalam kegiatannya selalu melibatkan banyak orang yang bekerja,

tetapi mereka itu adalah pembantu pengusaha dalam perusahaan, yang hubungan

hukumnya dengan pengusaha bersifat perburuhan dan atau pemberian kuasa.

Modal dalam perusahaan perseorangan merupakan milik satu orang, yaitu

milik si pengusaha. Karena modal ini milik satu orang, maka biasanya modal itu

tidak besar. Sebagian besar perusahaan perseorangan ini modalnya termasuk

modal kecil, sehingga mereka ini termasuk golongan pengusahan kecil seperti

toko atau industri rumah tangga.

KUHD sendiri tidak mengatur secara khusus mengenai perusahaan

perseorangan, akan tetapi dalam praktik (hukum kebiasaan) diakui sebagai pelaku

usaha. Di dunia usaha, masyarakat telah mengenal dan menerima bentuk

perusahaan perseorangan yang disebut Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha

Dagang (UD).

2) Persekutuan Perdata

“Persekutuan” artinya persatuan orang-orang yang sama kepentingannya

terhadap suatu perusahaan tertentu.24 Sedangkan “Sekutu” artinya peserta dalam

persekutuan. Jadi, persekutuan berarti perkumpulan orang-orang yang menjadi

peserta pada perusahaan tertentu. Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan

perusahaan, maka badan itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut

22 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal.823 24 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang (Bentuk-bentuk Perusahaan), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982), Cetakan ke 2, hal. 16

Page 42: MATERI HUKUM DAGANG

41

“perserikatan perdata”. Sedangkan orang-orang yang mengurus badan itu disebut

sebagai “anggota”, bukan sekutu. Dengan demikian, terdapat dua istilah yang

pengertiannya hampir sama, yaitu “perserikatan perdata” dan “persekutuan

perdata”. Perbedaannya, perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan,

sedangkan persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Dengan begitu, maka

perserikatan perdata adalah suatu badan usaha yang termasuk hukum perdata

umum, sebab tidak menjalankan perusahaan. Sedangkan persekutuan perdata

adalah suatu badan usaha yang termasuk dalam hukum perdata khusus (hukum

dagang) sebab menjalankan perusahaan.

Mengenai Persekutuan Perdata ini diatur dalam pasal 1618-1652

KUHPer, Buku Ketiga, Bab Kedelapan, tentang Perserikatan Perdata ( Burgelijke

Maatschap ). Persekutuan perdata ini ada dua jenis, yaitu: Persekutuan Perdata

Jenis Umum dan Persekutuan Perdata Jenis Khusus.

Di dalam pasal 1618 KUHPer dirumuskan sebagai berikut:

“Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk

memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi

keuntungan yang terjadi karenanya.”25

Maka persekutuan perdata mempunyai unsur-unsur mutlak sebagai berikut:

a. Adanya pemasukan sesuatu ke dalam perserikatan.

b. Pembagian keuntungan, atau kemanfaatan yang di dapat dengan adanya

pemasukan tersebut.

Dalam pasal 1618 KUHPer, dikatakan bahwa tiap peserta harus

memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan. Hal yang dimaksudkan disini adalah

“pemasukan” (inbreng). Pemasukan (inbreng) dapat berwujud barang, uang atau

tenaga, baik tenaga badaniah maupun tenaga kejiwaan (pikiran).

- Jenis – jenis Maatschap ( Persekutuan Perdata )

Sesuai dengan kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) sebagai

sumber hukumnya, maatschap itu terbagi dua, yaitu sebagai berikut.

25 R. Soebekti dan R. Tjitrosoebono, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1974. (Terjemahan)

Page 43: MATERI HUKUM DAGANG

42

1. Maatschap Umum (Pasal 1622 KUHPerdata)

Meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu sebagai hasil usaha mereka

selama maatschap berdiri. Maatschap jenis ini usahanya bisa bermacam-

macam (tidak terbatas), yang penting inbreng-nya ditentukan secara

jelas/terperinci.

2. Maatschap Khusus (Pasal 1623 KUHPerdata)

Maatschap khusus adalah maatschap yang gerak usahanya ditentukan secara

khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertentu saja, atau pemakaiannya,

atau hasil yang akan di dapat dari barang-barang itu, atau mengenai suatu

usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.

Jadi, penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh

maatschap (umum atau khusus), bukan pada inbrengnya. Mengenai

pemasukan, baik pada maatschap umum maupun khusus harus ditentukan

secara jelas atau terperinci.

- Sifat Pendirian Maatschap

Menurut Pasal 1618 KUHPerdata, maatschap adalah persekutuan yang

didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya, perjanjian itu ada dua macam

golongan, yaitu perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian mendirikan

maatschap adalah perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang terjadi karena ada

persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan sebelum ada

tindakan-tindakan (penyerahan barang). Pada maatschap, jika sudah ada kata

sepakat dari para sekutu untuk mendirikannya, meskipun belum ada inbreng,

maka maatschap sudah dianggap ada.

Perjanjian untuk mendirikan maatschap, di samping harus memenuhi

ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, juga harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut.

a. Tidak dilarang oleh hukum.

b. Tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum.

c. Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu keuntungan

Page 44: MATERI HUKUM DAGANG

43

3) Persekutuan Firma (Fa)

Menurut Pasal 16 KUHD, “Persekutuan Firma ialah tiap-tiap persekutuan

perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama

bersama”. Molengraaff memberikan pengertian Firma dengan

menggabungkan pasal 16 dan pasal 18 WvK, yaitu suatu perkumpulan

(vereniging) yang didirikan untuk menjalankan perusahaan di bawah nama

bersama dan yang mana anggota-anggota tidak terbatas tanggung

jawabnya terhadap perikatan Firma dengan pihak ketiga.

Schilfgaarde mengatakan persekutuan Firma sebagai persekutuan terbuka

terang-terangan (openbare vennootschap) yang menjalankan perusahaan

dan tidak mempunyai persero komanditer.

Jadi persekutuan Firma adalah persekutuan perdata khusus, dimana

kekhususannya ini terletak pada tiga unsur mutlak yang dimilikinya sebagai

tambahan pada unsur persekutuan perdata, yaitu:

a. Menjalankan Perusahaan (Pasal 16 KUHD)

Sebuah persekutuan yang sudah didirikan namun tidak memiliki aktivitas

atau kegiatan menjalankan perusahaan, maka persekutuan itu bukanlah badan

usaha. Persekutuan Firma harus menjalankan perusahaan dalam rangka

mencapai keuntungan atau laba. Di samping itu, aktivitas menjalankan

perusahaan haruslah bersifat terus-menerus, tetap, dan harus memelihara

pembukuan.

b. Dengan nama bersama atau firma (Pasal 16 KUHD)

Firma artinya nama bersama, yaitu nama orang (sekutu) yang

dipergunakan menjadi nama perusahaan, misalnya: salah seorang sekutu

bernama “Hermawan”, lalu Persekutuan Firma yang mereka dirikan diberi

nama “Persekutuan Firma Hermawan”, atau “Firma Hermawan Bersaudara”.

Di sini, tampak bahwa nama salah seorang sekutu dijadikan sebagai nama

Firma.

Mengacu pada Pasal 16 KUHD dan yurisprudensi, ditentukan bahwa

nama bersama atau Firma dapat diambil dari:

- Nama dari salah seorang sekutu, misalnya: “Firma Hermawan”

Page 45: MATERI HUKUM DAGANG

44

- Nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya: “Firma

Hermawan Bersaudara”,”Sutanto & Brothers”, dll.

- Kumpulan nama dari semua atau sebagian sekutu, misalnya: “Firma

Hukum ANEK”

- Nama lain yang bukan nama keluarga, yang menyebutkan tujuan

perusahaannya, misalnya: “Firma Perdagangan Cengkeh”

c. Adanya pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan

(Pasal 18 KUHD)26

Setiap anggota atau sekutu Firma memiliki hak dan tanggung jawab yang

sama atau bisa disebut juga tanggung jawab renteng bagi perjanjian-

perjanjian/ perikatan-perikatan persekutuan.

- Sifat Kepribadian Firma

Sebagaimana yang berlaku dan menjadi ciri sebuah Maatschap, maka

kapasitas atau sifat kepribadian yang tebal juga menjadi ciri sebuah Firma,

hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 KUHD yang menyebutkan Firma

sebagai persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan

dengan nama bersama.

Persekutuan Perdata dan Persekutuan Firma sifat kepribadian para

sekutunya masih sangat diutamakan. Lingkungan sekutu-sekutu tidak luas,

hanya terbatas pada keluarga, teman dan sahabat karib yang bekerja sama

untuk mencari laba, “oleh kita untuk kita”. Berbeda halnya dengan Perseroan

Terbatas (PT), yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka

sifat kepribadian tidak kelihatan lagi bahkan tidak diperdulikan. Bagi PT yang

paling penting adalah bagaimana meraup modal sebanyak mungkin dari

pemegang saham, tidak peduli siapa orangnya. Banyaknya jumlah pemegang

saham dalam PT menyebabkan mereka tidak saling mengenal satu sama lain.

- Pendirian Firma

26 Pasal 18 KUHD berbunyi:”Dalam Persekutuan Firma adalah tiap-tiap sekutu secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari persekutuan”.

Page 46: MATERI HUKUM DAGANG

45

Menurut Pasal 16 KUHD jo. 1618 KUHPerdata, pendirian Firma tidak

diisyaratkan adanya akta, tetapi pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian

Firma itu dengan akta otentik. Namun demikian, ketentuan Pasal 22 KUHD

tidak diikuti dengan sanksi bila pendirian Firma itu dibuat tanpa akta otentik.

Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan juga Firma didirikan tanpa akta otentik.

Ketiadaan akta otentik tidak dapat dijadikan argument untuk merugikan pihak

ketiga. Ini menunjukkan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak bagi

pendirian Firma, sehingga menurut hukum suatu Firma tanpa akta juga dapat

berdiri. Akta hanya diperlukan apabila terjadi suatu proses. Di sini kedudukan

akta itu lain daripada akta dalam pendirian suatu PT. Pada PT akta otentik

merupakan salah satu syarat pengesahan berdirinya PT, karena tanpa akta

otentik, PT dianggap tidak pernah ada.27

Bila pendirian Firma sudah terlanjur dibuat dengan akta, maka akta

tersebut didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, kemudian

diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara RI. Di samping itu, untuk

memulai berusaha sekutu pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat

Izin Tempat Berusaha, dan surat izin berhubungan dengan UU Gangguan bila

diperlukan.

Sebenarnya berdasarkan Pasal 26 ayat 2 dan Pasal 29 KUHD, dikenal dua

jenis Firma.

a. Firma Umum, yakni firma yang didirikan tetapi tidak didaftarkan serta

tidak diumumkan.

b. Firma khusus, yakni Firma yang didirikan, didaftarkan serta diumumkan,

dan memiliki sifat-sifat yang bertolak belakang dengan Firma Umum.

- Proses Pembubaran

Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646

sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35

KUHD. Pasal 1646 KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang

menyebabkan Persekutuan Firma berakhir, yaitu :

27 Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lembaga perserikatan, Surat-surat Berharga, Aturan-Aturan Pengangkutan, (Jakarta:PT. Pradnya Paramita, 1993), hal. 124.

Page 47: MATERI HUKUM DAGANG

46

a. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam

akta pendirian;

b. Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian

sekutunya;

c. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan

persekutuan firma;

d. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;

e. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah

pengampuan atau dinyatakan pailit.

- Sekutu

Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu

komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan

mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab

pribadi untuk keseluruhan. Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran

dasar harus ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak

diperkenankan bertindak keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan

pihak ketiga. Meskipun sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau

tidak diberi wewenang untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga,

namun hal ini tidak menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk

keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD.

- Keuntungan

Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan Firma diatur

dalam Pasal 1633 sampai dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang mengatur cara

pembagian keuntungan dan kerugian yang diperjanjikan dan yang tidak

diperjanjikan di antara pada sekutu. Dalam hal cara pembagian keuntungan dan

kerugian diperjanjikan oleh sekutu, sebaiknya pembagian tersebut diatur di dalam

perjanjian pendirian persekutuan. Dengan batasan ketentuan tersebut tidak boleh

Page 48: MATERI HUKUM DAGANG

47

memberikan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja dan

boleh diperjanjikan jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah satu

sekutu saja. Penetapan pembagian keuntungan oleh pihak ketiga tidak

diperbolehkan.

Apabila cara pembagian keuntungan dan kerugian tidak diperjanjikan, maka

pembagian didasarkan pada perimbangan pemasukan secara adil dan seimbang

dan sekutu yang memasukkan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan

sekutu yang memasukkan uang atau benda yang paling dikit.

4) Persekutuan Komanditer (CV)

Menurut Pasal 19 KUHD, Persektuan Komanditer, selanjutnya disingkat

CV, adalah persekutuan yang didirikan oleh satu orang atau lebih yang secara

tanggung menanggung bertanggung jawab seluruhnya (solider) pada pihak

pertama (sekutu komplementer), dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang

(sekutu komanditer) pada pihak lain.

Dalam KUHD, sekutu komanditer disebut juga dengan sekutu pelepas

uang (geldschieter). Bila Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s/d 35 KUHD,

maka tiga pasal diantaranya yakni Pasal 19, 20 dan 21 merupakan aturan

mengenai CV. Karena itulah dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa

Persekutuan Komanditer sebagai bentuk lain dari Firma yakni firma yang lebih

sempurna dan memiliki satu atau beberapa orang sekutu pelepas uang atau

komanditer. Dalam firma biasa, sekutu komanditer ini tidak dikenal, tetapi

masing-masing sekutu wajib memberikan pemasukan (inbreng) dalam jumlah

yang sama, sehingga kedudukan mereka dari segi modal dan tanggung jawab

juga sama. Dalam CV ada pembedaan antara sekutu komanditer (sekutu diam;

mitra pasif; sleeping patners) dan sekutu komplementer (sekutu kerja; mitra aktif;

working patners). Adanya pembedaan sekutu-sekutu inimembawa konsekuensi

pada pembedaan tanggung jawab yang dimilki oleh masing-masing sekutu.

Adapun dasar pikiran dari pembentukan perseroan ini ialah seorang atau

lebih mempercayakan uang atau barang untuk digunakan di dalam perniagaan

Page 49: MATERI HUKUM DAGANG

48

atau lain perusahaan kepada seorang lainnya atau lebih yang menjalankan

perusahaan tersebut, dan karena itulah orang yang menjalankan perusahaan itu

sajalah yang pada umumnya berhubungan dengan pihak-pihak ketiga. Karena itu

pula si pengusaha bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga, dan

tidak semua anggotanya yang bertindak keluar.28

Demikian maksud KUHD bahwa perseroan komanditer itu adalah suatu

perseroan yang tidak bertindak di muka umum. Dalam perseroan ini seorang atau

lebih dari anggota-anggotanya (si pemberi uang) tidak menjadi pimpinan

perusahaan maupun bertindak terhadap pihak ketiga. Mereka ini hanyalah

sekedar menyediakan sejumlah modal bagi anggota atau anggota-anggota lainnya

yang menjalankan perseroan komanditer tersebut.

- Jenis - jenis CV

a. CV diam-diam, yaitu CV yang belum menyatakan dirinya terang-terangan

kepada pihak ketiga sebagai CV.

b. CV terang-terangan (terbuka), yaitu CV yang terang-terangan menyatakan

dirinya kepada pihak ketiga sebagai CV.

c. CV denga saham, yaitu CV terang-terangan yang modalnya terdiri dari

kumpulan saham-saham.

- Kedudukan Hukum CV

Persekutuan Komanditer (CV) tidak diatur secara khusus oleh undang-

undang, baik di dalam KUHPerdata maupun KUHD, akan tetapi pengaturannya

mengacu pada ketentuan-ketentuan Maatschap dalam KUHPerdata dan

Persekutuan Firma, antara lain 19.20.21.30 ayat (2) dan 32 KUHD. Ketentuan-

ketentuan Maatschap diberlakukan tentu saja sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan khusus dalam KUHD seperti disebutkan di atas.

Kedudukan hukum CV dikenal dalam keadaan statis-tunduk sepenuhnya

pada hukum Perdata (KUHPerdata dan KUHD). Demikian juga dalam keadaan

bergerak-tunduk sepenuhnya pada hukum perdata (KUHPerdata atau KUHD).

28 Prof.Drs.C.S.T. Kansil dan Chrisyine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Cetakan 4,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 84-85.

Page 50: MATERI HUKUM DAGANG

49

Kedudukan hukum CV dalam keadaan statis dimaksudkan semua

perbuatan dan perhubungan hukum intern CV, seperti perbuatan hukum pendirian

yang dilakukan di hadapan Notaris (Pasal 22 ayat 1 KUHD).

- Berakhirnya Persekutuan

Karena persekutuan komanditer pada hakikatnya adalah persekutuan

perdata (Pasal 16 KUH Dagang), maka mengenai berakhirnya persekutuan

komanditer sama dengan berakhirnya persekutuan perdata dan persekutuan firma

(Pasal 1646 s/d 1652 KUH Perdata)

- Kelebihan & Kekurangan Persekutuan Komanditer

Kelebihan Persekutuan Komanditer:

a. Mudah proses pendiriannya.

b. Kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi.

c. Persekutuan komanditer cenderung lebih mudah memperoleh kredit.

d. Dari segi kepemimpinan, persekutuan komanditer relatif lebih baik.

e. Sebagai tempat untuk menanamkan modal, persekutuan komanditer

cenderung lebih baik, karena bagi sekutu diam akan lebih mudah

untuk menginvestasikan maupun mencairkan kembali modalnya.

Kekurangan Persekutuan Komanditer:

a. Kelangsungan hidup tidak menentu, karena banyak tergantung dari

sekutu aktif yang bertindak sebagai pemimpin persekutuan.

b. Tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas mengendorkan

semangat mereka untuk memajukan perusahaan jika dibandingkan

dengan sekutu-sekutu pada persekutuan firma.

5) Perusahaan Kelompok

Menurut Christianto Wibisono, yang dimaksud dengan perusahaan

kelompok ialah salah suatu bentuk usaha yang merupakan penggabungan atau

Page 51: MATERI HUKUM DAGANG

50

pengelompokan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam berbagai

kegiatan baik vertikal maupun horisontal.29

- Unsur-Unsur yang Terdiri dari Perusahaan Kelompok

a.       Adanya kesatuan dari sudut ekonomi.

Dilihat dari segi ekonomi, perusahaan kelompok secara keseluruhan

dianggap sebagai suatu kesatuan dimana di dalamnya terdapat perusahaan induk

dan perusahaan anak. Kesatuan ekonomi antara perusahaan induk dengan

perusahaan anak salah satunya dapat tercipta melalui kepemilikan saham

perusahaan induk dalam perusahaan anak.

b.      Adanya jumlah jamak secara yuridis.

Hubungan-hubungan perusahaan kelompok dapat diartikan sebagai

hubungan antara badan-badan hukum. Perusahaan-perusahaan itu berada di

bawah pimpinan sentral atau pengurusan bersama. atau dapat juga dikatakan

bahwa mereka dipimpin secara seragam atau bersama-sama.30

- Jenis – Jenis Perusahaan Kelompok

Menurut jenis variasi usahanya, para sarjana membagi perusahaan

kelompok ke dalam dua kategori, yaitu perusahaan kelompok vertikal dan

perusahaan kelompok horisontal. Emmy Pangaribuan mendefinisikan jenis

perusahaan kelompok sebagai berikut:

a.       Perusahaan kelompok vertikal

Dalam perusahaan kelompok seperti ini, sifat vertikal ada apabila

perusahaan-perusahaan yang terkait di dalam susunan itu merupakan mata rantai

dari perusahaan-perusahaan yang melakukan suatu proses produksi, hanya mata 29 Sulistiawaty, Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak, TesisPasca Sarjana, UGM, 2008, hal. 4330 http://novie-smwtkecil.blogspot.co.id/2013/06/perusahaan-kelompok.html, diakses tanggal 13 September 2015

Page 52: MATERI HUKUM DAGANG

51

rantainya saja yang berbeda. Jadi suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis

produksi dari hulu ke hilir. Semua perusahaan yang terkait tersebut merupakan

suatu kesatuan dalam perusahaan kelompok.

b.      Perusahaan kelompok horizontal

Dalam perusahaan kelompok horisontal, perusahaan-perusahaan yang

terkait di dalam perusahaan kelompok itu ialah perusahaan-perusahaan yang

masing-masing bergerak dalam bidang-bidang usaha yang beragam. Jenis usaha

yang ditangani dalam perusahaan kelompok horisontal perusahaan yang terkait

tidak hanya menangani satu jenis produksi, melainkan beberapa jenis industri.31

B. Perusahaan Badan Hukum

1) Perseroan Terbatas (PT)

KUHD tidak mengatur rumusan definisi atau pengertian tentang

Perseroan Terbatas secara lengkap, tetapi hanya memberikan sedikit gambaran

tentang PT, terutama dari segi penamaan, dan bila ditafsirkan lebih jauh, akan

menyentuh persoalan tanggung jawab terbatas dari perseronya (pemegang

saham). Hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHD yang berbunyi:

“Perseroan Terbatas tak mempunyai sesuatu firma, dan tak memakai

nama salah seorang atau lebih dari para peseronya, namun diambil nama

perseroan itu dari tujuan perusahannya semata-mata”.

Dengan kata lain, rasio dari ketentuan Pasal 36 adalah bahwa pesero

dalam PT masing-masing memiliki tanggung jawab terbatas sesuai dengan nilai

saham yang dimilikinya.

Perseroan Terbatas merupakan bentuk badan usaha yang paling sempurna

diantara berbagai bentuk badan usaha lainnya seperti Maatschap, baik Firma

maupun Persekutuan Komanditer (CV).32

Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan

dalam ketentuan umum UU PT 1995 maupun dalam ketentuan umum UU PT

2007.31 Ibid.,32 Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) Cetakan 1, hal. 81

Page 53: MATERI HUKUM DAGANG

52

Pasal 1 butir 1 UU PT 1995 menyebutkan bahwa:

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan

hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya”.

Definisi Perseroan Terbatas di atas kemudian mengalami sedikit

penyempurnaan dalam UU PT 2007 dengan adanya panambahan frase baru,

yakni “persekutuan modal”, sehingga definisinya secara lengkap dalam Pasal 1

butir 1 UU PT 2007 berbunyi:

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini

serta peraturan pelaksanannya.”

Berdasarkan definisi Perseroan Terbatas di atas, terdapat beberapa unsur

dari Perseroan Terbatas, sebagai berikut:

a. Perseroan Terbatas merupakan Badan hukum

b. Perseroan Terbatas merupakan Persekutuan Modal

c. Didirikan berdasarkan perjanjian

d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham-

saham.

- Pendirian Perseroan Terbatas

Menurut KUHD, pendirian Perseroan Terbatas dilakukan dengan akta

otentik. Akta pendirian yang otentik tersebut kemudian disampaikan terlebih

dahulu kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan. Pengesahan

dari Menteri Kehakiman baru akan diberikan apabila syarat-syarat dalam

anggaran dasar perseroan tidak bertentangan dengan kepentingan umum maupun

kesusilaan. Setelah akta pendirian perseroan disahkan, maka tugas para pendiri

Page 54: MATERI HUKUM DAGANG

53

adalah mendaftarkannya pada kepaniteraan Pengadilah Negeri setempat, dan

kemudian diumumkan dalam Berita Negara.

Pendirian PT dalam UU PT 2007 diatur dalam Pasal 7 s/d 14 (delapan

Pasal). Menurut Pasal 7 ayat (1) UU PT 2007, dikatakan bahwa “Perseroan

didirikan minimal 2 (dua) orang atau lebih denga akta notaris yang dibuat dalam

bahasa Indonesia”. Pada prinsipnya, pendirian Perseroan memang harus

dilakukan dengan perjanjian minimal oleh 2 (dua) pendiri atau lebih yakni

dengan bantuan notaris di daerah hukum tempat dimana para pendiri berada.

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan “orang” adalah orang

perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum

Indonesia atau asing.

- Modal dan Saham Perseroan Terbatas

Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. UU PT

1995 mengatur besarnya modal dasar yaitu minimal Rp. 20 juta ( dua puluh juta

rupiah). Sedangkan melalui UU PT 2007, Pasal 32 ayat (1) mengatur bahwa

modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50 juta (lima puluh juta rupiah). Tetapi

mengenai jumlah ini ternyata bukan ketentuan yag pasti, karena Undang-undang

yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum

modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana

dimaksud pada Pasal 32 ayat (1). Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha

tetentu” antara lain usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding.

- Jenis-jenis saham

Saham di dalam sebuah Perseroan Terbatas dapat terbagi atas:

a. Saham/Sero Atas Nama, yaitu nama persero ditulis di atas surat sero

setelah didaftarkan dalam buku Perseroan Terbatas sebagai persero.

b. Saham/Sero Pembawa, yaitu suatu saham yang di atas surat tidak

disebutkan nama perseronya.

Ditinjau dari hak-hak persero, saham/sero dapat pula dibagi sebagai

berikut:

a. Saham/Sero Biasa

Page 55: MATERI HUKUM DAGANG

54

Sero yang biasanya memperoleh keuntungan (dividen) yang sama sesuai

dengan yang ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham.

b. Saham/Sero Preferen

Sero preferen ini selain mempunyai hak dan dividen yang sama dengan

sero biasa, juga mendapat hak lebih dari sero biasa.

c. Saham/Sero Kumulatif Preferen

Sero kumulatif preferen ini mempunyai hak lebih dari sero preferen. Bila

hak tersebut tidak bisa dibayarkan pada tahun sekarang, maka dibayarkan pada

tahun berikutnya.

- Pembagian

a. PT terbuka

Perseroan terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada

masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi sahamnya ditawarkan kepada

umum, diperjualbelikan melalui bursa saham. Contoh-contoh PT.Terbuka adalah

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, PT Perusahaan Gas Negara

(Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, dan lain-lain.

b. PT tertutup

Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari

kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga

saja atau orang kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.

c. PT kosong

Perseroan terbatas kosong adalah perseroan yang sudah ada izin usaha dan izin

lainnya tapi tidak ada kegiatannya.

- Keuntungan PT

Page 56: MATERI HUKUM DAGANG

55

Keuntungan utama membentuk perusahaan perseroan terbatas adalah:

Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang saham sebuah

perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan.

Akibatnya kehilangan potensial yang "terbatas" tidak dapat melebihi dari jumlah

yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan

untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga

membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.

Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup

dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas

modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam

jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi

subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode

pertengahan, ketika tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan)

yang tidak akan mengumpulkan biaya feudal yang seorang tuan tanah dapat

mengklaim ketika pemilik tanah meninggal. Untuk hal ini, lihat Statute of

Mortmain.# Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan

pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan

ekspansi. Dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari

modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik

perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing.

- Kelemahan

Kerumitan perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT

tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan akta

notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan

tersebut, biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan

dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga

lebih formal dan berkesan kaku.

2) Koperasi

Page 57: MATERI HUKUM DAGANG

56

Koperasi berasal dari kata bahasa Latin, yaitu cum, yang berarti dengan,

dan aperari, yang berarti bekerja. Dalam Bahasa Inggris, koperasi merupakan

kata yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Co dan Operation (Cooperative), yang

berarti bekerja sama. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

Cooperatieve Vereneging, yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk

mencapai tuuan tertentu.33

Kata Cooperation kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai

Koperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan

istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang

sifatnya sukarela.34

Koperasi sebagai suatu usaha bersama haruslah mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut.35

a. Bukan merupakan kumpulan modal (akumulasi modal)

b. Merupakan kerja sama

c. Semua kegiatan harus didasarkan atas kesadaran para anggotanya, tidak boleh

ada paksaan.

d. Tujuan koperasi harus merupakan kepentingan bersama para anggotanya

Mohammad Hatta dalam The Cooperative Movement in Indonesia,

mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib

penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.36

Pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada

pokoknya sama, sebagai berikut.37

a. Merupakan kumpulan orang, bukan semata perkumpulan modal

33 Baca Penjelasan Umum Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.34 R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal.1.35 Ibid., hal 2.36 Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, (Jakarta:Kencana, 2005), hal. 19.37 Ibid.,

Page 58: MATERI HUKUM DAGANG

57

b. Adanya kesamaan dalam tujuan

c. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi

d. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk

kepentingan kesejahteraan anggota

e. Diurus bersama dengan semangat kebersamaan dan gotong royong

f. Netral

g. Demokratis

h. Menghindari persaingan antar anggota

i. Merupakan suatu sistem

j. Sukarela

k. Mandiri dengan kepercayaan diri

l. Keuntungan dan manfaat sama, proporsional dengan jasa yang diberikan

m. Pendidikan

n. Moral

o. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan suatu prinsip yang

tetap sama, yaitu prinsip koperasi.

Mengetahui secara jelas perbedaan antara koperasi dan bentuk usaha

lainnya, dapat dilihat dari unsur-unsur utama yang ada pada koperasi dan bentuk

usaha lainnya (Firma, CV, dan PT), yaitu sebagai berikut.38

a. Unsur para pihak

b. Unsur tujuan

c. Unsur modal

d. Pembagian sisa hasil usaha

- Tujuan, Fungsi, dan Peran Koperasi

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab II,

Bagian Kedua, Pasal 3 telah mengatur mengenai tujuan koperasi Indonesia

sebagai berikut.39

“Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka

38 Ibid., hal. 20.39 Pasal 3 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian

Page 59: MATERI HUKUM DAGANG

58

mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945”

Sedangkan fungsi dan peran koperasi Indonesia diatur dalam Pasal 4

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, sebagai berikut.40

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota

khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan

kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan

manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan

perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional

yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan

demokrasi ekonomi.

- Modal koperasi

Menurut ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Perkoperasian, Modal

Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri adalah

modal yang menanggung resiko atau disebut modal ekuiti. Modal sendiri dapat

berasal dari sumber berikut.

a. Simpanan Pokok

b. Simpanan Wajib

c. Dana Cadangan

d. Hibah

Untuk pengembangan usaha koperasi, dapat menggunakan modal

pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal

pinjaman dapat berasal dari sumber berikut.

a. Pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang

memenuhi syarat.

40 Pasal 4 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian

Page 60: MATERI HUKUM DAGANG

59

b. Pinjaman dari koperasi lain atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja

sama antar koperasi.

c. Pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

e. Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan

tidak melalui penawaran secara umum.

3) BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disingkat BUMN, diatur dalam

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

(Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 2003) yang diundangkan serta mulai berlaku

pada 19 Juni 2003.

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan Negara

yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN

(Persero dan Perumserta Perseroan Terbatas lainnya). Selanjutnya, pembinaan

dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-

prinsip perusahaan yang sehat.

Keberadaaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan salah

satu wujud nyata Pasal 33 UUD 1945 memiliki posisi strategis pagi peningkatan

kesejahteraan rakyat. Namun demikian, dalam realitanya, seberapa jauh BUMN

mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa

ini tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila

BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada

akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan

menerima pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang

lebih tinggi.41

41 Baca penjelasan umum Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

Page 61: MATERI HUKUM DAGANG

60

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar

modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu

pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta

dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan

koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi

ekonomi.42

- Tujuan Pendirian BUMN

Tujuan pendirian BUMN diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003, yaitu sebagai berikut.43

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat

meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan

konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan

membantu penerimaan keuangan negara.

b. Mengejar Keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk

mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan

pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan

memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan demikian,

penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi)

berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang

tujuan menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam

pelaksanannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan

yang hebat.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa

yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang

banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari

BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh

sector swasta dan koperasi.

42 Ibid.,43 www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5653/.

Page 62: MATERI HUKUM DAGANG

61

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan

ekonomi lemah , koperasi, dan masyarakat.

- Modal BUMN

Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang

berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.44 Yang dimaksud dengan

dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk

selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip

perusahaan yang sehat. Pemisahan itu sesuai dengan kedudukannya sebagai

badan hukum, yang harus mempunyai kekayaan sendiri terlepas dari pengaruh

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

- Pengurus dan Pengawasan BUMN

Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Direksi bertanggung jawab

penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta

mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam

melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN

dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip

good corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

a. Tranparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan

keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan

relevan mengenai perusahaan.

b. Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa

benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ

sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

44 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

Page 63: MATERI HUKUM DAGANG

62

d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan

terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e. Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas.

Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggungjawab penuh atas pengawasan BUMN

untuk kepentingan dan tujuan BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan

Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan-ketentuan

perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,

efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta

kewajaran.

C. Kewajiban Pengusaha Menurut Undang-Undang

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-

undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh

pengusaha:45

1. Membuat pembukuan. (Sesuai dengan Pasal KUH Dagang Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)

2. Mendaftarkan perusahaannya. (Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

Setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib

melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya.

- Membuat Pembukuan

Didalam Pasal KUH Dagang menjelaskan makna pembukuan, yaitu

mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan

atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan

perusahaan agar dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.

45 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:Grasindo, 2007), hal. 44.

Page 64: MATERI HUKUM DAGANG

63

Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan di dalam KUH Dagang

menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8

tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan. Dokumen Perusahaan

berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 merupakan

data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan

dalam pelaksanaan kegiatannya, baik yertulis diatas kertas atau sarana lain,

maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dillihat, dibaca, dan

didengar.

Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 yang

dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan

dokumen lainnya:46

1. Dokumen Keuangan

Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba

rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan dan

data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan

kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.

2. Dokumen Lainnya.

Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi

keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak

terkait langsung dengan dokumen keuangan.

Berdasarkan Pasal 12 KUH Dagang menetukan bahwa tiada seorangpun

dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi, kerahasiaan

pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12 KUH Dagang tersebut tidak mutlak,

artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya representation

dan comunication.

1. Representation

Representation artinya melihat pembukuan pengusaha dengan

perantara hakim, seperti yang disebut pada Pasal KUH Dagang.

2. Comunication

46 Ibid., hal. 45

Page 65: MATERI HUKUM DAGANG

64

Comunication artinya pihak-pihak yang disebutkan dibawah ini dapat

melihat pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara

hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan

kepentingan langsung dengan perusahaan, yakni

a. para ahli waris,

b. para pendiri perseroan/persero,

c. kreditur dalam kepailitan, dan

d. buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya

perusahaan.

Sebagaimana telah ditentukan oleh undang-undang bahwa pembukuan

wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha yang tidak

menjalankan kewajibannya atau lalai tidak dapat dikenakan sanksi-sanksi

sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 dan Pasal

396, 397, 231 (1) (2) KUH Pidana.

- Wajib Daftar Perusahaan

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum

wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan

usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.47

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan

menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan-peraturan

pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan

disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.

Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum yang

harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/kanwil serta

Departemen Perdagangan dan Perindustrian Tingkat II.

47 Ibid., hal. 46

Page 66: MATERI HUKUM DAGANG

65

Kemudian, daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang

dibuat secara benar dan suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk

semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya

tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin

kepastian perusahaan.

Selain itu, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 disebutkan bahwa

daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak, berarti daftar perusahaan tersebut

dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.

Kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar perusahaan,

kemudian diberikan tanda daftar perusahaan yang berlaku selama 5 tahun sejak

dikeluarkannya, dan wajib diperbaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tanggal

berlakunya berakhir.

Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada kantor

tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang bersangkutan dengan

menyebutkan alasan perubahan dan penghapusan dalam waktu 3 bulan setelah terjadi

pengubahan atau penghapusan.

Selain yang disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3

tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi48

a. perusahaan yang bersangkutan menghentika segala kegiatan usahanya;

b. perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya

kadaluwarsa;

c. perusahaan yang ersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan

suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang

tetap.

Kemudian, Pasal 32-35 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 merupakan

ketentuan pidana, sebagai berikut.49

a. Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan

pelaksanannya diwajibkan mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan

yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya 48 Ibid., hal. 4849 Ibid.,

Page 67: MATERI HUKUM DAGANG

66

diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana

denda setinggi-tingginya Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

b. Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru

atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-

lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,00

(saru juta lima ratus ribu rupiah).

Page 68: MATERI HUKUM DAGANG

67

DAFTAR PUSTAKA

Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia), Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010.

Hadhikusuma, R.T. Sutantya R. dan Sumantoro, Pengertian Pokok Perusahaan (Bentuk-

bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1996.

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang

Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta:

Grasindo, 2007

http://novie-smwtkecil.blogspot.co.id/2013/06/perusahaan-kelompok.html

https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/hukum-dagang/

https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas

https://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_komanditer

https://id.wikipedia.org/wiki/Firma

Page 69: MATERI HUKUM DAGANG

68

BAB IV

PERUSAHAAN MODAL VENTURA, LEASING, ASURANSI, DAN BANK

SEBAGAI PERANTARA HUKUM DAGANG

A. Modal Ventura

Perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan atau

permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima

bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu. (Keppres No. 61

Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988)

Namun modal ventura ini sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan pembiayaan

berdasar Kepmenkeu No. 448 KMK.017/2000.

Pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dari perusahaan

modal ventura adalah Perusahaan Pasangan Usaha.

Tujuan Perjanjian Modal Ventura (Pasal 4 SK Menkeu No.

1251/KMK.013/1988) :

1. Pengembangan suatu penemuan baru.

2. Pengembangan perusahaan yang ada tahap awal usahanya mengalami kesulitan

dana.

3. Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan.

4. Membantu perusahaan yang berada pada taraf kemunduran.

5. Pengembangan proyek penelitian dan rekayasa.

Page 70: MATERI HUKUM DAGANG

69

6. Pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi, baik dari

dalam maupun luar negeri.

7. Membantu pengalihan pemilikan perusahaan.

Namun, pembiayaan oleh Perusahaan Modal Ventura (PMV) dalam Perusahaan

Pasangan Usaha (PPU) dengan bentuk penyertaan modal sifatnya adalah sememtara,

yakni 10 tahun.

Bentuk Perusahaan Modal Ventura

Bentuk PMV harus berbentuk badan hukum, seperti PT atau koperasi. Jadi, PMV tidak

berlaku pada Firma dan CV karena menurut hukum yang berlaku di Indonesia, Firma

dan CV bukan merupakan suatu badan hukum.

Sumber Pembiayaan Modal Ventura

Ahli hukum ekonomi dari UGM, Emmy Pangaribuan, menyebutkan beberapa alternatif

sumber dana PMV, yaitu :

1. Modal sendiri

2. Pinjaman

3. Pendanaan melalui pasar modal

Apabila usaha pembiayaan itu disertai pemberian jasa di bidang manajemen maka perlu

dipikirkan apakah ada imbalan atas jasa-jasa tersebut di luar usaha pembiayaan. Hal itu

dapat dituangkan dalam perjanjian modal ventura atau dalam modal perjanjian sendiri.

Jika usaha PPU meningkat, maka akan diperoleh keuntungan, baik melalui kenaikan jual

sahamnya maupun dari peningkatan kedudukan ekomonis PPU dalam kehidupan

perekonomian. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat diatur menganai saham PMV

atas PPU pada saat harus dilakukan divestasi, antara lain:

1. Saham harus dibeli kembali oleh PPU.

Page 71: MATERI HUKUM DAGANG

70

2. PPU tidak akan membeli kembali saham PMV dan PMV bebas menjual ke pihak

ketiga.

3. Apabila PPU setelah memperoleh pembiayaan dari PMV menjadi berkembang

dan meningkat usahanya, tidak tertutup kemungkinan bahwa saham-sahamnya dapat

ditawarkan melalu pasar modal.

B. Leasing

Leasing merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang modal, baik

secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa

hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama

jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK Menkeu No. 48

Tahun 1991)

Mekanisme leasing secara sederhana:

1. Perusahaan yang membeli barang modal (lessee) mengadakan perjanjian dengan

penjual, yang direalisasikan dalam akta jual beli.

2. Pembayaran dilakukan dengan dana yang berasal dari leasing company (lessor).

3. Sebelum pembayaran dilakukan, terlebih dahulu diadakan perjanjian antara lessor

dan lesse. Kemudian setelah pmbayaran dilakukan dilanjutkan dengan ditutupnya

perjanjian leasing.

Beberapa jenis leasing, antara lain yang dikenal saat ini adalah sebagai berikut:

1. Direct finance lease, jika leasor membeli barang atas permintaan lessee untuk

kepentingan proses produksi lessee.

2. Cross border lease, di mana antara lessor dan lessee berdomisili di Negara yang

berlainan.

Page 72: MATERI HUKUM DAGANG

71

3. Full service lease, di mana lessor bertanggung jawab atas pemeliharaan barang,

membayar asuransi dan pajak.

4. Capative lease, leasing yang ditawarkan oleh lessor kepada lessee langganannya.

5. Third party lease, kebalikan dari capative lease, jadi lessor bebas menawarkan

leasing kepada siapa saja.

6. Operating lease, yaitu perjanjian leasing yang tidak menggunakan hak opsi.

7. Financial lease, adalah kebalikan operating lease, yakni lessee berhak

menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang dihitung berdasarkan nilai

sisa (residual value).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian leasing:

1. Nilai pembiayaan, yakni jumlah pembiayaan pengadaan atau pembelian barang

modal, yakni jumlah yang dibayar oleh lessor kepada lesse sehubungan dengan

penjualan tanah dan bangunan.

2. Angsuran pokok pembiayaan, yakni bagian dari pembayaran sewa guna usaha

yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan.

3. Security deposit, adalah jumlah barang modal pada akhir masa sewa guna usaha

yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha.

4. Bunga, yaitu bagian dari pembayaran sewa guna usaha yang diperhitungkan

sebagai pendapatan bagi lessor.

5. Opsi, yaitu hak lessee untuk membeli kembali barang modal berupa

penandatanganan akta perjanjian dan akan berakhir pada pembayaran angsuran pokok

pembiayaan terakhir.

Nilai plus leasing antara lain:

Page 73: MATERI HUKUM DAGANG

72

1. Merupakan suatu metode pembiayaan.

2. Lessee adalah badan penyedia dana sekaligus pemilik barang yang disewa.

3. Objek leasing biasanya adalah alat-alat produksi.

4. Risiko objek leasing seluruhnya pada lessee termasuk pemeliharaan alat.

5. Imbalan jasa yang diterima lessor berupa tebusan berkala harga perolehan barang.

6. Jangka waktu leasing ditentukan dalam perjanjian atau kekuatan ekonomi serta

umur barang.

7. Jika barang musnah, kewajiban lessee membayar imbalan jasa tidak berhenti.

8. Pada akhir jangka waktu leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya untuk

membeli barang sehingga hak milik beralih kepada lessee. Sisi ekonomis yang turut

mendukung cleasing dapat melakukan penghematan-penghamatan;

1) Penggunaan modal dalam jumlah besar,

2) Bebas beban pajak dan biaya, antar lain pajak kekayaan, biaya depresiasi, dan

lain-lain,

3) Bebas dari kewajiban membuat laporan/ mengurus barang second hands.

Syarat dan Ciri – ciri Leasing:

1. Adanya hak opsi bagi lesse.

2. Adanya para pihak yang bersangkutan.

3. Adanya objek perjanjian leasing; segala macam barang modal.

Page 74: MATERI HUKUM DAGANG

73

4. Cara pembayaran yang dilakukan secara berkala (setiap bulan, setiap kuartal atau

setiap setengah tahun sekali).

5. Residual value.

Perbedaan Leasing dengan Sewa Menyewa:

1. Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa, sedangkan perjanjan sewa

menyewa tidak.

Jadi, pada akhir masa leasing, lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah ia ingin

membeli barang modal tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau dapat

mengembalikan kepada lessor. Sedangkan pada sewa menyewa, pemuewa wajib

memgembalikan barang tersebut kepada penyewa jika masa sewa telah berakhir.

2. Dalam leasing, hanya perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari

Kementrian keuangan saja yang dapat menjadi lessor. Sedangkan dalam sewa menyewa,

siapa saja boleh menjadi lessor.

C. Asuransi

Sejarah Asuransi

Sejak zaman kebesaran Yunani dalam bentuknya yang mirip dengan asuransi sudah

mulai dikenal orang. Ketika zaman Iskandar Zulkarnaen, seorang menteri yang

membutuhkan uang banyak yaitu Antimenes, mengadakan pembicaraan dengan para

pemilik budak belian. Pembicaraan itu bertujuan agar pemilik budak belian menyerahkan

uang kepadanya dan apabila budak belian itu melarikan diri atau meninggal, pemiliknya

akan mendapat ganti rugi berupa uang. Begitupun pada zaman kebesaran Romawi.

Sementara asuransi dalam bentuk konkretnya terjadi pada abad pertengahan dan

setelahnya. Dengan makin meningkatnya perdagangan di laut tengah, maka munculah

Page 75: MATERI HUKUM DAGANG

74

asuransi untuk pengangkutan di laut. Setelah itu, menyusul asuransi kebakaran. Ini

ditandai dengan adanya kebiasaan dari anggota suatu perkumpulan (glide) yang sama

pekerjaannya menanggung kerugian salah seorang dari anggotanya apabila rumahnya

terbakar dengan uang anggota lain di dalam glide tersebut.

Pada zaman kodifikasi Francis di abad kesembilanbelas, perihal asuransi diatur dalam

Code Civil dan Code De Commerce oleh kaisar Napoleon. Di dalamnya diatur tentang

asuransi laut. Dalam rancangan Undang-undang yang diadakan di Negeri Belanda untuk

Kitab Undang-undang Hukum Dagang juga baru diatur mengenai asuransi laut. Terakhir

dalam rancangan undang-undang yang kemudian menjadi suatu undang-undang yaitu

KUHD (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 memuat peraturan-peraturan mengenai

asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi, dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga

dianut untuk Hindia Belanda dahulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.

Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi

Asuransi atau dalam bahasa Belanda "verzekering" berarti pertanggungan.Dalam suatu

asuransi terlibat dua pihak, yaitu : yang satu sanggup menanggung atau menjamin,

bahwa pihak lain (tertanggung) akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang

mungkin akan tertanggung derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum

tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. dan yang lain

adalah pihak yang ditanggung, yang diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak

yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung,

apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.

Mengenai asuransi telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang efektif

berlaku pada tanggal 11 februari 1992.

Pengertian asuransi menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak

penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang premi

asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu

Page 76: MATERI HUKUM DAGANG

75

peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Sedangkan asuransi menurut Pasal 246 KUHD adalah suatu perjanjian dengan mana

seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima

uang premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya

karena suatu peristiwa yang tidak tentu.

Dari pengertian asuransi diatas, menunjukkan bahwa asuransi mempunyai unsur-unsur

sebagai berikut:

a. Adanya pihak tertanggung.

b. Adanya pihak penanggung.

c. Adanya perjanjian asuransi (antara penanggung dan tertanggung).

d. Adanya pembayaran premi (oleh tertanggung kepada penanggung).

e. Adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan (yang diderita oleh

tertanggung).

f. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.

Selain pengaturannya pada KUHD dan UU No.2 Tahun 1992, asuransi juga diatur dalam

perundang-undangan lainnya, diantaranya adalah:

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1998 tanggal 26

Oktober 1988 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian.

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1249/KMK.013/1998

tanggal 20 Desember 1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di

Bidang Asuransi Kerugian.

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1250/KMK.013/1998

tanggal 20 Desember 1988 Tentang Usaha Asuransi Jiwa.

Page 77: MATERI HUKUM DAGANG

76

Landasan Hukum Lahirnya Jenis-Jenis Asuransi Varia

Pasal 247 KUHD menyebutkan beberapa jenis asuransi seperti asuransi kebakaran,

asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa, dan asuransi pengangkutan. Akan tetapi dalam

praktik jenis-jenis asuransi itu lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis yang

disebutkan di dalam Pasal 247 KUHD. Tetapi secara yuridis, pasal ini tidak membatasi

atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan

masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan pada kata-kata “antara lain” yang terdapat pada

pasal tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya jenis-jenis baru di bidang

asuransi memang tidak dilarang oleh undang-undang.

Disamping itu sebagai suatu Perjanjian terhadap asuransi berlaku asas kebebasan

berkontrak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.”

Juga dikemukakan oleh R. Subekti bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan

yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa

saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dengan

demikian Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt yang telah dibahas diatas merupakan dasar hukum

adanya jenis-jenis baru di bidang asuransi.

Sementara itu sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPdt yang

menentukan bahwa:

“Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.”

Dikatakan oleh R. Setiawan bahwa syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya,

sementara syarat ketiga dan keempat mengenai obyeknya. Apabila suatu perjanjian tidak

Page 78: MATERI HUKUM DAGANG

77

memenuhi syarat obyektif, maka perjanjian itu akibatnya batal demi hukum. Tetapi

apabila perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif, maka akibatnya perjanjian itu

dapat dibatalkan. Dalam hal tersebut yang berhak membatalkan adalah pengadilan.

Sehubungan dengan tumbuhnya jenis baru dalam bidang asuransi, kepentingan itu dapat

diasuransikan asal memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 268 KUHD, yaitu:

a. Dapat dinilai dengan uang;

b. Dapat diancam oleh suatu bahaya;

c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Dengan demikian, ketentuan KUHD maupun KUHPdt yang mendorong tumbuhnya

jenis-jenis baru dalam bidang asuransi antara lain Pasal 1338 ayat (1) Jo 1320 KUHPdt,

Pasal 246, 247, 268 Jo 250 KUHD.

Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam mengambil alih

risiko atas fisik barang jaminan atau agunan.

Makna usaha perasuransian berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992

Tentang Usaha Perasuransian adalah sebagai berikut:

a. Usaha perasuransian merupakan usaha jasa keuangan yang menghimpun dana

dari masyarakat melalui premi asuransi dengan memberikan perlindungan kepada

anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian

karena sesuatu yang tidak pasti terjadi atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

Bila sesuatu yang tidak pasti terjadi sehingga merugikan pemakai jasa asuransi, maka

perusahaan asuransi akan membayar klaim asuransi kepada pemakai jasa asuransi. Usaha

perasuransian meliputi kegiatana usaha asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan usaha

reasuransi.

b. Usaha penunjang asuransi merupakan usaha yang menyelenggarakan jasa

keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan usaha lain sebagai pendukung kegiatan

usaha jasa perusahaan asuransi dalam kegiatan perasuransian. Usaha penunjang asuransi

Page 79: MATERI HUKUM DAGANG

78

terdiri dari usaha pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilaian kerugian

asuransi, usaha konsultan aktuaria, dan usaha agen asuransi.

Beberapa Prinsip dalam Sistem Hukum Asuransi

Didalam asuransi terkandung beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para

pihak dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi,

yaitu:

1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (insurable

interest principle). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa agar suatu perjanjian

asuransi bisa dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah suatu kepentingan

yang dapat diasuransikan, yaitu kepentingan yang dapat dinilai dengan uang.

2. Prinsip keterbukaan atau kejujuran yang sempurna (utmost good faith principle).

Dalam prinsip ini terkandung arti bahwa penutupan asuransi baru sah apabila didasari

itikad baik.

3. Prinsip indemnitas (indemnity principle). Menurut prinsip ini bahwa yang

menjadi dasar oenggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar

kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung (seimbang antara kerugian yang

betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti rugi yang harus ia terima).

4. Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung (subrogation principle). Prinsip

ini berarti apabila pihak tertanggung telah mendapatkan ganti rugi atas dasar prinsip

indemnity, maka ia tidak berhak lagi memperoleh ganti rugi dari pihak lain, walaupun

ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas kerugian yang dideritanya.

5. Prinsip sebab akibat (causaliteit principle). Timbulnya kewajiban penanggung

untuk mengganti kerugian kepada tertanggung apabila peristiwa yang menjadi sebab

timbulnya kerugian itu disebutkan dalam polis. Tetapi tidaklah mudah menentukan suatu

peristiwa itu merupakan sebab timbulnya kerugian yang dijamin dalam polis. Ada 3

pendapat untuk menentukan sebab timbulnya kerugian dalam perjanjian asuransi, yaitu:

Page 80: MATERI HUKUM DAGANG

79

a) Pendapat menurut peradilan di Inggris terutama dianut yaitu sebab dari kerugian

itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis terletak

terdekat kepada kerugian itu. Inilah yang disebut Causa Proxima.

b) Pendapat kedua ialah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-

tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa juga akan melenyapkan kerugian itu.

Dengan kata lain ialah tiap-tiap peristiwa yang dianggap sebagai condition sinequa non

terhadap kerugian itu.

c) Causa remota: bahwa peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu

ialah peristiwa yang terjauh. Ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang

disebut “sebab adequate”yang mengemukakan bahwa dipandang sebagai sebab yang

menimbulkan kerugian itu ialah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman

harus menimbulkan kerugian itu.

6. Prinsip kontribusi. Prinsip ini terjadi apabila ada asuransi berganda (double

insurance).

7. Prinsip Follow The Fortunes. Prinsip ini hanya berlaku bagi re-asuransi, sebab di

sini hanya penanggung pertama dengan penanggung ulang. Dalam hal ini penanggung

ulang mengikuti segala suka duka penanggung pertama. Prinsip ini menghendaki bahwa

tindakan penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap

obyek asuransi, akibatnya segala sesuatu termasuk peraturan dan perjanjian yang berlaku

bagi penanggung pertama, berlaku pula bagi penanggung ulang.

Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri yang khusus, yaitu:

1. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir, bukan perjanjian komutatif.

Maksudnya bahwa prestasi dari penanggung untuk memberikan ganti rugi atau sejumlah

uang kepada tertanggung diganti kepada suatu peristiwa yang belum pasti terjadi

(onzeker voorval). Itu berarti terdapat kesenjangan waktu antara prestasi tertanggung

membayar premi dengan haknya mendapat ganti rugi dari penanggung. Hal demikian

berlainan dengan perjanjian jenis lain yang pada umumnya prestasi kedua belah pihak

dilaksanakan secara serentak. Oleh karena adanya syarat bagi pelaksanaan prestasi

Page 81: MATERI HUKUM DAGANG

80

penanggung tersebut maka perjanjian asuransi disebut pula sebagai perjanjian bersyarat

(conditional).

2. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa

perjanjian dimaksud menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji

yaitu pihak penanggung.

3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung

(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi

perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung/perusahaan

asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar.

Dengan demikian perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh

penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya

mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya, apabila timbul

pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.

Manfaat Asuransi Bagi Masyarakat dan Pembangunan

Dalam asuransi jiwa selain bersifat pengalihan risiko juga bersifat menabung. Hal ini

karena apabila kematian lebih lama dari yang ditentukan dalam penutupan asuransi

berarti penanggung akan memberikan sejumlah uang sebagaimana sudah ditetapkan

sebelumnya.

Tabungan inilah yang dapat disalurkan dalam turut membiayaipembangunan nasional,

disamping sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.

Asuransi dikatakan sebagai alat pembangunan seperti yang diamanatkan dalam TAP

MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara pada arah dan

kebijakan pembangunan umum di bidang ekonomi dunia usaha nasional bagian c

mengatakan,

“Dalam rangka mengembangkan dunia usaha nasional agar makin mengembangkan

kemampuan dan peranannya dalam mendukung pembangunan nasional menciptakan

struktur ekonomi yang lebih kokoh, terus di dorong perkembangan kegiatan yang saling

mengisi secara efisien antar sektor usaha seperti pertanian, industri pertambangan,

Page 82: MATERI HUKUM DAGANG

81

perhubungan, konstruksi, konsultasi, perdagangan, perbankan, dan asuransi mulai dari

kegiatan yang paling hulu sampai dengan yang paling hilir.”

Sebagai realisasi dari adanya amanat diatas, maka pada tanggal 20 Desember 1988,

Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi di bidang asuransi diberikan peluang-peluang

dalam meningkatkan usahanya.

Peluang-peluang itu antara lain:

1. Pendirian perusahaan asuransi baru.

2. Pendirian perusahaan asuransi campuran.

3. Pemasaran polis-polis asuransi sesuai dengan kebutuhan.

4. Pembukaan kantor-kantor cabang baru sampai ke daerah-daerah.

D. BANK

Latar Belakang Sejarah

Sejarah perkembangan perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 9 periode :

1. Periode Pendudukan Belanda

2. Periode Pendudukan Jepang

3. Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

4. Periode 1950 – 1959

5. Periode 1959 – 1966

6. Periode 1966 – 1969

7. Periode 1969 – 1983

8. Periode 1983 – 1988

9. Periode 1988 – sekarang

Page 83: MATERI HUKUM DAGANG

82

1. Periode Pendudukan Belanda

Bank pertama di Indonesia didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada 1824 dengan

nama Nederlandche Handel Maatschappij (NHM) dan pemerintah Hindia-Belanda

menjadi salah satu pemegang saham utama. Sekarang ini NHM telah berubah menjadi

Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) yang kemudian demerger menjadi Bank Mandiri.

Pemerintah Hindia-Belanda juga mendirikan De Javasche Bank (1827), kini Bank

Indonesia (BI), dan NV Escompto Bank, sebuah bank swasta yang sekarang dikenal

sebagai Bang Dagang Negara (BDN) yang kemudian demerger juga ke dalam Bank

Mandiri. Pada tahun 1895 didirikan beberapa koperasi simpan-pinjam yang didirikan di

kalangan petani di Purwokerto, kemudian pada 1934 digabungkan oleh pemerintah

Belanda ke dalam Algemeene Volkscrediet Bank (AVB), saat ini menjadi Bank Rakyat

Indonesia.

Pada tahun 1898 pemerintah Hindia-Belanda bekerja sama dengan Jawatan Pos

membuka sebuah bank tabungan, Post Spaarbank. Yang kemudian diikuti oleh pendirian

Rumah Gadai Negara pada tahun 1901.

Kemudian pada saat menjelang kemerdekaan Indonesia terdapat sejumlah bank asing

yang beroperasi di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1928 di Surabaya didirikan sebuah

bank swasta, Bank Nasional Indonesia (BNI), oleh Dokter Sutomo, Samsi, dan Ir.

Anwari. Sesudah itu pada tahun 1932 berdiri Bank Abuan Saudagar di Bukittinggi, dan

Bank Bumi di Jakarta. Tidak satupun bank-bank swasta pada masa sebelum perang

tersebut yang mampu bertahan hingga masa kemerdekaan.

Bank-bank yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda mempunyai kedudukan kuat

di Indonesia pada saat itu. Contohnya NHM, yang lebih dikenal dengan sebutan Factorij,

karena semula bergerak di bidang perdagangan. Kedudukan lembaga ini sangat kuat

pada zaman tanam paksa, hampir sama dengan VOC yang menguasai bagian penjualan.

Semua hasil yang dimiliki pemerintah Hindia-Belanda harus dikirim melalui Factorij

dengan cara konsiyasi ke Negeri Belanda. Dengan memonopoli ekspor dan impor ini,

Factorij sudah tentu memperoleh kedudukan yang istimewa.

Sementara itu, guna memberikan fasilitas terhadap lalu lintas pembayaran serta

pembiayaan impor dan ekspor ke Eropa dan Amerika, pemerintah Hindia-Belanda

membuka pintu lebar-lebar bagi bank-bank devisa asing untuk mrndirikan kantor cabang

Page 84: MATERI HUKUM DAGANG

83

di Indonesia. Berturut-turut di Indonesia didirikan bank-bank asing, seperti The

Chartered Bank of India, The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank of

China, dan lain-lain.

2. Periode Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, dunia perbankan Indonesia mengalami masa suram.

Pemerintah tentara Jepang merasa perlu memaksa bank supaya menyediakan biaya untuk

keperluan perang tentara Jepang. Pada 20 Oktober 1942, panglima tertinggi Jepang di

Jawa memerintahkan penutupan bank, kecuali AVB tidak ditutup, melainkan dilanjutkan

tetapi berganti nama menjadi Syomin Ginko. Sehubungan dengan penutupan bank-bank

tersebut, ditunjuk satu likuidator, yaitu Nanpo Kaihatsu Kinko, sebuah bank yang

berkantor pusat di Tokyo yang bertindak sebagai bank sirkulasi.

Pada awalnya perintah penutupan bank hanya ditujukan untuk bank-bank yang berada di

Pulau Jawa saja. Tetapi kemudian atas perintah bala tentara Jepang yang bermarkas di

Singapura, dikeluarkan peritah untuk menutup pula bank-bank yang berada di Pulau

Sumatera. Kementerian Perhubungan Laut yang berkedudukan di Tokyo pun

mengeluarkan perintah untuk menutup bank-bank yang berlokasi di Kalimantan dan

Indonesia Timur.

Pada 1 April 1943, Nanpo Kaihatsu Kinko membuka empat kantor di Pulau Jawa dan

empat lagi di Sumatera.Bank tabungan milik Hindia-Belanda yang dibekukan setelah

tentara Jepang mendarat di Indonesia pada 1 April 1942 dibuka kembali, tetapi namanya

diganti menjadi Tyokin Kyoku, dengan modal permulaan dari pihak Jepang.

Pada zaman pendudukan Jepang, propaganda kegiatan menabung tidak tanggung-

tanggung dengan prinsip “mula-mula dipaksa, kemudian menjadi kebiasaan”. Tetapi

usaha tersebut tidak mendatangkan hasil, karena jumlah penduduk yang berjuta-juta itu

terpaksa menabung sekedar memenuhi perintah. Ternyata usaha pengerahan tabungan itu

hanya merupakan pos rugi bagi pemerintah Jepang.

3. Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

Setelah Agresi Militer Pertama dan kedua yang dilakukan oleh Belanda, di daerah yang

diduduki Belanda dibentk pemerintahan Netherland Indies Civil Administration (NICA),

yang kemudian mendirikan beberapa Negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst

Page 85: MATERI HUKUM DAGANG

84

voor Federaal Overleg (BFO). Di Negara-negara bagian ini, bank-bank Hindia-Belanda

segera mengadakan rehabilitasi dan bekerja kembali.

Sementara di daerah Republik Indonesia, dalam Sidang Dewan Menteri pada 19

September 1945, pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk mendirikan sebuah

bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Pembentukan bank ini dipercayakan pada

R.M. Margono Djojohadikusumo. Segera dilakukanlah tindakan-tindakan positif dengan

mendirikan yayasan “Pusat Bank Indonesia” dengan Akta Notaris R.M. Soerojo di

Jakarta pada 14 Oktober 1945. Modal awalnya berjumlah Rp 340 ribu uang Jepang yang

diperoleh dari Dana Revolusi, yaitu dana yang dikumpulkan oleh rakyat untuk

perjuangan kemerdekaan.

Setahun setelah kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Pengganti UU No. 2 tahun 1946 yang menegaskan lahirnya BNI, yang peresmiannya

dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1946. Tugas BNI adalah mengeluarkan dan

mengedarkan uang kertas bank di samping bertindak sebagai pemegang kas negara. Pada

kenyataannya, tugas BNI adalah mengatur pengedaran Uang RI (ORI – Oeang Repoeblik

Indonesia) sebagai uang kertas pemerintah, di samping menarik uang masa pendudukan

Jepang dan menggantinya dengan ORI. Surat penugasan ini ditandatangani oleh A.A.

Maramis sebagai Menteri Keuangan waktu itu. Setelah itu diterbitkanlah ORI setempat

oleh perintah daerah. Masa berlaku ORI mencapai tiga tahun lima bulan, karena setelah

pengakuan kedaulatan, atas pertimbangan penyehatan keuangan, ORI ditarik dari

pengedaran dan diganti dengan uang De Javasche Bank.

Kemudian pada 22 Februari 1946, berdasarkan PP No. 1 tahun 1946, didirikan Bank

Rakyat Indonesia (BRI) yang melanjutkan kegiatan AVB beserta cabang-cabangnya

yang tersebar di seluruh Indonesia. Keinginan pemerintah dapat dipenuhi oleh daerah

yang dikuasai pemerintah RI, sedangakn wilayah Indonesia yang dikuasai pihak Hindia-

Belanda diusahakan oleh pihak Hindia-Belanda dengan membuka bank kembali dengan

menggunakan nama AVB.

Pada 1 Januari 1947, pemerintah RI mendirikan Banking and Tading Corporation Ltd.

(BTC) yang berpusat di Jakarta. Perusahaan ini dapat dikatakan sedikit sekalli

melakukan usaha sebagai sebuah bank. Sewaktu Agresi Militer Kedua terjadi, semua

milik BTC disita Belanda. Tetapi setelah pengakuan kedaulatan dan kembalinya

pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta, BTC dihidupkan kembali. Akhirnya BTC

Page 86: MATERI HUKUM DAGANG

85

baru melakukan usaha-usaha perbankan yang sesungguhnya setelah berganti nama

menjadi Indonesia Banking Corporation (IBC).

4. Periode 1950 – 1959

Masa ini dimulai dari berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB) sampai dengan

dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. KMB berlangsung pada 1949 di Den Haag,

Negeri Belanda. Konferensi ini memutuskan untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia

kepada pemerintah Republik Indonesia Sekirat (RIS). Ternyata pihak Indonesia sulit

mengusahakan agar BNI berlaku sebagai bank sentral. Maka pemerintah RIS terpaksa

menerima De Javasche Bank sebagai bank sentral yang berhak mengedarkan uang

kertas, artinya bertindak sebagai bank sirkulasi di Indonesia.

Fungsi lain De Javasche Bank masih sama yaitu membiayai perusahaan Belanda di

Indonesia. Hal ini menyebabkan posisi bank tersebut menjadi sangat lemah. Maka RIS

membubarkan diri kemudian membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

pada 1950. Kemudian pada tanggal 30 April 1951 Menteri Keuangan, Jusuf Wibisono

menyatakan bahwa pemerintah RI hendak menasionalisasi De Javasche Bank. Akhirnya

pada 6 Desember 1951 De Javasche Bank dinasionalisasikan dengan UU No. 14 tanggal

6 Desember 1951. Tetapi biarpun telah dinasionalisasikan bentuk hukum De Javasche

Bank tetap “perseroan terbatas” atau naamloze vennootschap (NV).

Pada 1953 dikeluarkan UU No. 11 tentang penetapan UU Pokok Bank Indonesia,

sebagai pengganti UU De Javasche Bank tahun1922. Di samping itu terdapat pula aturan

tambahan, yaitu PP No. 1 tahun 1955, Keputusan-keputusan Dewan Moneter No. 25, 26,

dan 27 tahun 1957. Dengan demikian, BI telah dilengkapi dengan kekuasaan dan ha-hak

prerogatif sebagai bank sentral modern.

Pada 1959 pemerintah melakukan sanering. Semua uang NICA dan uang kertas De

Javasche Bank yang nilainya lebih dari Rp 2,50,- dipotong dua bagian. Bagian kanan

uang ini dapat ditukar dengan 3% Obligasi RI, sedangkan bagian kiri dapat ditukar

dengan uang kertas yang baru dari De Javasche Bank.

Pada periode ini juga ditandai dengan mulai beroperasinya kembali bank-bank asing,

seperti Nationale Handels Bank (NHB), Bank of China, dan sebagainya. Selain itu juga

muncul bank-bank swasta nasional yang baru. Sampai akhir 1955, jumlah bank swasta

Page 87: MATERI HUKUM DAGANG

86

ini telah mencapai 75 buah. Dengan dipelopori 12 bank swasta, Perhimpunan Bank-bank

Nasional Indonesia (Perbanas) berdiri pada tanggal 27 Mei 1952.

Selama tahun 1957-1958 terjadi eksodus orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia,

termasuk tenaga pimpinan dan staf eks perbankan Belanda, sehingga terjadi semacam

kekosongan kendati dapat diisi oleh tenaga bangsa Indonesia.

Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasi adalah NHB. Bank ini dinasionalisasi

dengan PP No. 39 tahun 1969. Untuk menampung semua kegiatannya, pemerintah

mendirikan Bank Umum Negara (Buneg) dengan UU No. 1 tahun 1959, yang kelak

berubah menjadi Bank Bumi Daya (BBD). Kemudian bank kedua yang dinasionalisasi

adalah Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM). Bank ini dinasionalisasi dengan

UU No. 41/prp/1960 tanggal 16 Oktober 1960.

Pada 8 November 1960, Badan Pengawas Bank-bank Belanda Pusat, atas nama

pemerintah, mengambil alih NHM, dinasionalisasi dan kemudian dilebur ke dalam

BKTN. Bank lain milik pemerintah Belanda yang dinasionalisasi adalah PT Escomtibank

yang semula bernama Nederlandsche Indische Handlesbank (NIH), yang didirikan tahun

1863. Sebagai pengganti bank ini, oleh pemerintah didirikan Bank Dagang Negara

(BDN) dengan UU No. 13/prp/1960 tertanggal 1 April 1960.

5. Periode 1959 – 1966

Pada 1962 terjadi perombakan struktural kepemimpinan moneter perbankan.

Berdasarkan “Regrouping Kabinet” tahun 1962, bidang urusan keuangan dipimpin

langsung oleh seorang Wakil Menteri Pertama (WAMPA) yang merupakan atasan

langsung dari:

a) Departemen Urusan P3 (Pendapatan, Pembiayaan, dan Pengawasan)

b) Departemen Urusan Anggaran Negara

c) Departemen Urusan Bank Sentral/Bank Indonesia

Dengan status baru lembaga Bank Indonesia, kedudukan Gubernur Bank Indonesia

menjadi setingkat dengan kedudukan menteri. Akibatnya, walaupun tidak ada keputusan

resmi yang mengubah UU Bank Indonesia 1953, praktis kedudukan Dewan Moneter

Page 88: MATERI HUKUM DAGANG

87

seolah-olah dibekukan. Tugas dan wewenang Dewan Moneter beralih ke tangan

pemeritah.

Pada permulaan 1965, dengan Penetapan Presiden No. 17/1965, diputuskan

pembentukan sistem perbankan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia.

Dalam sistem ini diintegrasikan BI menjadi Bank Negara Indonesia Unit I, BKTN

menjadi Bank Negara Indonesia Unit II, Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara

Indonesia Unit III, Bank Umum Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV, dan

Bank Tabungan Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit V.

Pada periode ini kegiatan industri perbankan mengalami kemerosotan yang cukup

drsatis. Hal seperti ini tidak lepas dari kebijaksanaan pemerintah sendiri yang sebelum

1966 lebih memberi prioritas pada masalah-masalah politik daripada pembangunan

ekonomi, sehingga mengakibatkan timbulnya banyak kesulitan di bidang ekonomi.

Tingkat inflasi mencapai puncaknya pada 1966, yaitu sebesar 635%. Di samping itu

pengawasan devisa yang sangat ketat disertai kurs devisa ganda untuk mengatur

pembagian cadangan devisa yang masih langka telah menyebabkan kurs pasar gelap

menjadi dua atau tiga kali lipat dari kurs resmi yang ditetapkan pemerintah.

Dalam situasi yang tidak normal ini, dapat dimengerti mengapa masyarakat Indonesia

sedikit sekali menyalurkan tabungannya melalui sistem perbankan. Setiap kenaikan

harga berarti berkurangnya nilai riil uang. Artinya ditengah masyarakat juga selalu

timbul gejala kekurangan uang.

6. Periode 1966 – 1969

Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto segera mengambil langkah-langkah

penyusunan pembaharuan kebijakan dasar ekonomi, keuangan, dan

pembangunan.Periode ini disebut juga dengan periode stabilisasi dan rehabilitasi.

Adapun tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru adalah :

1) Tindakan moneter tahun 1965 yang menetapkan mata uang rupiah baru

menggantikan seribu rupiah uang lama.

2) Mengusahakan APBN yang seimbang, walaupun dengan bantuan kredit lunak

dari negara-negara donor IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia), sehingga

sumber inflasi dari defisit anggaran bisa ditiadakan.

Page 89: MATERI HUKUM DAGANG

88

3) Menormalkan kembali struktur perbankan sesuai dengan UU Pokok Perbankan

1967 dan UU Bank Indonesia 1968.

4) Menggalakkan tabungan dan deposito yang sekaligus dapat mengurangi inflasi,

dengan menetapkan tingkat bunga deposito yang menarik, untuk tahap pertama dengan

tingkat bunga 6% sebulan.

5) Menyehatkan posisi neraca pembayaran dalam bentuk moratorium pembayaran

kredit ke luar negeri dan sekaligus mendapatkan bantuan, termasuk pangan (beras dan

gandum), untuk perbaikan segera pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

6) Menormalkan hubungan dengan luar negeri, termasuk kesediaan pembicaraan

kompensasi segala perusahaan dan perkebunan yang telah dinasionalisasikan.

7) Mengadakan UU Penanaman Modal Asing (PMA), dan Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) dan sekaligus memberi izin kepada beberapa kantor cabang bank

asing untuk membuka kantor dan melakukan kegiatan di Jakarta.

Program stabilisasi dan rehabilitasi yang merupakan program jangka pendek itu

memprioritaskan pengendalian inflasi, penyediaan pangan yang cukup, rehabilitasi

prasarana ekonomi, peningkatan kegiatan-kegiatan ekspor, serta pencukupan bahan

pakaian. Adapun urutan tindakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan program jangka

pendek tersebut adalah sebagai berikut:

a) Ketentuan-ketentuan 3 Oktober 1966 sebagai tahap pertama mengandung

kebijakan perkreditan, kebijakan anggaran yang berimbang, kebijakan perdagangan luar

negeri, penjadwalan kembali utang-utnag luar negeri, kebijakan penanaman modal asing,

serta kebijakan decontrol dan debirokratisasi.

b) Fase kedua yang dimuat dalam ketentuan 10 Februari 1967, bertujuan untuk

menyesuaikan tarif dan harga-harga.

c) Ketentuan-ketentuan 28 Juli 1967 sebagai tahap ketiga program jangka pendek

mempunyai sasaran untuk memperlancar arus peredaran barang dan menyehatkan

sarana-sarana produksi.

Serangkaian keputusan dan undang-undang yang dikeluarkan dalam periode tersebut

telah memberikan landasan bagi kebijakan nasional tentang pengaturan perbankan di

Page 90: MATERI HUKUM DAGANG

89

Indonesia.Landasan pokok penting bagi perbankan tercantum pada UU Pokok Perbankan

No. 14 tahun 1967 berbunyi :

Pertama, tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya

kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesianserta mengawasi

pelaksanaan kebijakan moneter pemerintah di bidang perbankan.

Kedua, memobilisasi dan mengembangkan seluruh potensi nasional yang bergerak di

bidang perbankan berdasarkan asas-asas demokrasi ekonomi.

Ketiga, membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut diatas bagi kepentingan

ekonomi rakyat.

Dengan adanya kebijakan-kebijakan ini ekonomi Indonesia berangsur-angsur membaik.

Oleh karena nilai rupiah mulai stabil, masyarakat mulai pulih kepercayaanya pada mata

uang rupiah dengan akibat peningkatan tabungan dalam bentuk currency. Tetapi

selanjutnya meningkatkan juga dalam bentuk simpanan giro. Perkembangan ini terutama

berlangsung setelah bulan Oktober 1968, ketika bank-bank mulai memberikan suku

bunga yang sangat tinggi terhadap deposito berjangka antara 4-6 persen perbulan. Pada

tahun-tahun berikutnya, karena inflasi sudah reda, suku bunga menurun dengan tenang.

Secara keseluruhan tingkat bunga bank tetap berada dalam pengendalian bank sentral.

7. Periode 1969 – 1983

Setelah gelombang perkembangan ekonomi pada umumnya dapat dikendalikan dengan

mantap, kebijakan moneter dengan pasti diarahkan untuk mencapai stabilitas moneter

menuju pencapaian target Pelita II dan III.

Pada 12 Juli 1971 dikeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) tentang Tabungan

Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska). Kemudian

pada 1974, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang berlakunya pasar uang di

Jakarta. Pasar uang antarbank tersebut dapat dijadikan arena bagi BI untuk

mempengaruhi perkembangan dana dan kredit perbankan. Melalui intervensinya pada

pasar uang antarbank ini, BI dapat mengendalikan perkembangan uang primer dan

jumlah uang yang beredar. Selanjutnya, perkembangan transaksi dan suku bunga dalam

pasar ini dapat dijadikan ukuran bagi perlu atau tidaknya diambil tindakan untuk

mempengaruhinya.

Page 91: MATERI HUKUM DAGANG

90

Untuk lebih menyemarakkan sektor keuangan, pada awal decade 1970-an. Pemerintah

bersama Bank Indonesia memprakarsai pendirian Lembaga Keuangan Bukan Bank

(LKBB). Disamping itu, untuk menambah alternatif sumber atau cara pembiayaan, pada

1974 pemerintah meberikan izin dibukanya perusahaan leasing. Berbagai kebijakan

moneter selama periode ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pembangunan

ekonomi bangsa pada periode berikutnya.

8. Periode 1983 – 1988

Periode ini disebut juga periode deregulasi, karena pada periode ini banyak sekali

kebijakan baru yang merupakan kemajuan besar, khususnya di bidang moneter dan

perbankan. Pada awal dasawarsa 1980-an Indonesia menghadapi berbagai persoalan

sebagai akibat resesi ekonomi dunia, dan penurunan harga minyak bumi di pasaran

internasional. Perkembangan yang kurang menggembirakan ini telah mendorong

pemerintah mengambil tindakan moneter lagi pada 30 Maret 1983. Kebijakan ini juga

didukung oleh kebijakan anggaran belanja 1983/84 yang ketat, seperti penghapusan

subsidi dan penjadwalan kembali proyek-proyek besar yang banyak menggunakan

devisa.

Kenyataan ini mendorong perlunya suatu perubahan dalam kebijakan moneter dan

perbankan, yang kemudian diwujudkan dengan keluarnya Kebijakan 1 Juni 1983. Ciri

pokok kebijakan ini adalah deregulasi di bidang perbankan, khususnya di bidang

perkreditan, penghapusan pagu kredit yang telah berlaku sejak April 1974. Tujuannya

untuk mengurangi ketergantungan bank-bank pada Bank Indonesia, dan ketentuan ini

telah membebaskan Bank Indonesia sebagai lender of the first resort, dan kembali ke

fungsi pokoknya sebagai lender of the last resort. Kenyataan menunjukkan bahwa

kebijakan ini telah memberi hasil yang cukup berarti. Sejak 1 Juni 1983 sampai dengan

Maret 1984, deposito di bank-bank pemerintah meningkat 151% dibandingkan dengan

peningkatan sebesar 18% dari Agustus 1982 sampai dengan Mei 1983. Untuk

melengkapi kebijakan tersebut, BI mengeluarkan SBI dan fasilitas diskonto.

Setelah kebijakan deregulasi perbankan itu berjalan lebih dari dua tahun, pada

permulaan September 1985 pemerintah memutuskan bahwa bank-bank asing dapat

Page 92: MATERI HUKUM DAGANG

91

memberikan kredit ekspor kepada perusahaan, termasuk perusahaan asing di luar Jakarta.

Perkembangan yang menonjol setelah deregulasi ini terjadi pada BUSN. Sebelum

kebijakan 1 Juni 1983, pertumbuhan kantor BUSN baru sekitar 4,4% setahun. Tetapi

setelah kebijakan tersebut kantor BUSN tumbuh menjadi 12,5% setahun dan terus

mengalami perkembangan selanjutnya.

Menjelang akhir 1986, pemerintah mengeluarkan lagi kebijakan moneter, yaitu devaluasi

nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 45%, atau dari nilai tukar Rp 1.134,-

menjadi Rp 1.644,- pada tanggal 12 September 1986. Dua hari setelah itu Bank

Indonesia mengumumkan cara baru dalam penentuan nilai tukar dengan tidak lagi

memberi porsi yang kuat pada dolar, melainkan dengan variasi perhitungan yang

didasarkan atas tingkat SDR (Special Drawing Rights), di samping tetap berpegang pada

prinsip nilai tukar mengambang (floating rate). Melengkapi kebijakan ini, maka pada 25

Oktober 1986 pemerintah melalui BI mengeluarkan ketentuan-ketentuan swap ulang

untuk bank-bank devisa dan LKBB. Deregulasi swap, dengan sendirinya memberi

dampak positif, antara lain:

a) Dana yang mahal dari sumber domestic terpaksa dihadapkan pada kompetisi oleh

sumber dana yang lebih murah. Hal ini diharapkan dapat menekan dana-dana yang lebih

mahal tersebut, meskipun dampaknya lebih lanjut berupa money outflow tetap masih

mengantui pula.

b) Fasilitas swap diharapkan akan merangsang perusahaan, baik bank maupun

nonbank (LKBB, leasing, dan jenis perusahaan lainnya), untuk melakukan pemasukan

dana dari luar negeri.

c) Risiko perubahan kurs yang sudah dapat dihindari dengan swap, meskipun hanya

dalm jangka waktu enam bulan, dengan sendirinya dapat meniadakan kekhawatiran

terhadap ketidakpastian usaha.

Jadi, deregulasi swap 25 Oktober ini pada pokoknya benar-benar diselaraskan dengan

jiwa deregulasi perbankan 1 Juni 1983. Beberapa perubahan dalam deregulasi swap ini

adalah sebagai berikut:

a) Swap antara bank dengan nasabahnya dilakukan atas dasar kebijakan yang

ditetapkan oleh masing-masing bank. Jenis valuta, besar swap nasabah, dan premi swap

dikenakan pada kebijakan masing-masing bank.

Page 93: MATERI HUKUM DAGANG

92

b) Premi swap ulang yang diterapkan Bank Indonesia didassarkan atas

perkembangan suku bunga pinjaman luar negeri.

Pengaruh psikologis devaluasi pada September 1986 yang lalu terhadap masyarakat

membuat kepercayaan mereka terhadap nilai tukar rupiah menurun, dan banyak dari

mereka memborong dolar karena khawatir kalau pemerintah mengadakan devaluasi lagi.

Sementara, sejak Desember 1986 sampai akhir Mei 1987 terjadi capital outflow yang

cukup deras. Beberapa kondisi yang menyebabkan larinya modal keluar negeri tersebut

antara lain:

a) Ketidakpastian besarnya proyeksi defisit neraca pembayaran luar negeri kita

waktu itu sebagai akibat ketidakpastian harga migas dan penurunan harga berbagai

komoditi ekspor tradisional lainnya, serta depresiasi dolar AS yang berlangsung sangat

cepat. Sedangkan debt service ratio (DSR) Indonesia sudah meningkat menjadi di atas

41%.

b) Kurangnya dukungan iklim usaha dan besarnya distorsi dalam ekonomi dalam

negeri, antara lain karena masih berlakunya tata niaga impor bagi komoditi bahan baku

dan komoditi penolong penting.

c) Manajemen kurs BI sering tertinggal oleh perkembangan kurs pasar

internasional. Disamping itu, BI menetapkan premi swap valuta asing pada tingkat

konstan tertentu. Tingkat premi itu baru berubah setelah melalui periode yang cukup

lama dengan presentasi yang lebih lambat dari perubahan tingkat suku bunga di pasar

dunia. Keterlambatan kurs valuta asing dan tingkat premi swap tersebut telah membuka

peluang bagi spekulator valuta asing untuk memperoleh keuntungan.

Untuk menghindari dampak negatif lanjutan yang bisa terjadi, maka pada akhir 1987

pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sumarlin, kembali mengeluarkan kebijakan

baru yang dikenal dengan Gebrakan Sumarlin. Gebrakan ini dimaksudkan untuk

memerangi spekulasi mata uang asing, dengan cara mengurangi rupiah yang beredar.

Kebijakan itu ditempuh dengan perhitungan akan bisa menekan usaha spekulasi, karena

tidak ada lagi yang bisa ditukarkan dengan dolar.

Penciutan rupiah terbesar terjadi pda akhir Juni 1987 ketika Sumarlin memerintahkan

empat BUMN –Taspen, PLN, PT Pusri, dan Pertamina- menarik deposito dan giro

Page 94: MATERI HUKUM DAGANG

93

masing-masing yang ditaruh di bank-bank pemerintah dan kemudian menggunakannya

untuk membeli SBI. Akibatnya deposito dan giro bank-bank pemerintah tersedot 800

miliar rupiah dan berpindah ke BI. Akibatnya bank-bank di Indonesia mengalami

kesulitan mencari dana rupiah. Dolar Amerika yang mereka miliki mau tidak mau harus

dijual untuk menutupi kekurangan rupiah. Dengan demikian, dolar Amerika mengalir

lagi ke bank sentral dan memperbesar cadangan devisa yang dikuasai pemerintah.

Akan tetapi, karena cara kontraksi moneter dan instrument seperti itu yang digunakan,

keberhasilannya terpaksa dibayar dengan harga yang sangat mahal. Kontraksi moneter

yang drastis menimbulkan krisis likuiditas pada lembaga-lembaga keuangan dan pada

perekonomian nasional. Kesulitan likuiditas itu mengakibatkan tingkat suku bunga

pinjaman di dalam negeri meningkat cepat, di samping memaksa pemasukan modal dari

luar negeri. Sebagian dari valuta asing yang mengalir masuk tersebut, merupakan dana

valuta asing milik bank-bank yang terkena dampak Gebrakan Sumarlin, dan sebagian

lagi mungkin berupa dan valuta asing yang diparkir oleh para speculator di luar negeri,

dan sisanya mungkin berupa pinjaman baru dari luar negeri untuk mengatasi krisi

likuiditas rupiah di kalangan lembaga-lembaga dalam negeri.

Meningkatnya suku bunga deposito akan memikat pemilik modal untuk menyimpan

dana di bank. Sebaliknya, suku bunga pinjaman yang meningkat akan menekan sektor

produksi dan investasi. Sektor produksi tertekan karena kesulitan likuiditas, dan minat

untuk invetasi terlihat kembali karena suku bunga yang tinggi sangat memberatkan

investor.

Jika dikaitkan dengan perkembangan perbankan nasional sampai akhir 1987,

perkembangan moneter dan deregulasi di atas ternyata menunjukkan fluktuasi yang

berbeda-beda. Perolehan keuntungan riil (margin laba) bank swasta nondevisa sampai

akhir 1987 meningkat cukup besar. Dan berdasarkan data terakhir sebelum dikeluarkan

Paket 27 Oktober 1988, jumlah BUSN tercatat sebanyak 66 buah, termasuk 2 bank

tabungan swasta dan 10 buah diantaranya adalah bank devisa.

9. Periode 1988 – Sekarang

Menko Ekuin Radius Prawira mengumumkan serangkaian kebijakan baru yang

merupakan paket deregulasi di bidang Keuangan Moneter dan Perbankan (KMP) pada

tanggal 27 Oktober 1988. Paket kebijakan ini ebih dikenal deengan sebutan Pakto 1988.

Page 95: MATERI HUKUM DAGANG

94

Adapun intisari Paket Oktober 1988 tersebut meliputi:

1) Semua bank – baik bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta

nasional, maupun bank koperasi – bebas membuka kantor cabang di seluruh wilayah

Indonesia, dengan syarat 24 bulan terakhir atau minimal 20 bulan terakhir tergolong

sehat, termasuk permodalannya.

2) Pembukaan kantor cabang pembantu dan kantor-kantor lainnya di bawah kantor

cabang, cukup dengan pemberitahuan kepada BI. Jadi, tidak perlu izin baru.

3) Pendirian bank umum, bank pembangunan swasta, dan bank pembangunan

kopersi yang selama ini tertutup dibuka kembali, dengan syarat modal setornya minimal

Rp 10 miliar untuk bank umum dan bank pembangunan swasta, dan simpanan wajibnya

minimal Rp 10 miliar untuk bank pembangunan koperasi.

4) Bank Perkreditan rakyat (BPR) yang ada dapat ditingkatkan menjadi bank umum

atau bank pembangunan setelah memenuhi syarat permodalan.

5) BPR boleh didirikan di kecamatan di luar ibu kota Dati II, dan ibu kota provins,

dengan syarat berbentuk perseroan terbatas (P.T.) atau perusahaan daerah (P.D.), dan

modal setornya Rp 50 juta. Sedangkan untuk yang berbentuk badan hukum koperasi,

simpanan pokok dan simpanan wajibnya minimal Rp 50 juta.

6) BPR boleh membuka cabang di kecamatan tempat kedudukan bank yang

bersangkutan, tanpa izin dari Menteri Keuangan tetapi harus lapor kepada BI setempat.

7) BPR dapat menghimpun dana masyarakat berupa giro, deposito, dan tabungan,

sedangkan pemberian kreditnya terutama diperuntukkan bagi pengusaha kecil atau

masyarakat pedesaan. Namun bersadasrkan SK Menteri Keuangan No. 279/

KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989, yaitu penyempurnaan Keputusan Menteri

Keuangan RI No. 1064/KMK.00/1988 tentang pendirian dan usaha BPR, maka akhirnya

BPR tidak diperkenankan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro.

8) BPR yang ada di ibu kota negara, ibu kota provinsi atau ibu kota Dati II harus

ditingkatkan menjadi bank umum atau bank pembangunan, atau dipindahkan ke

kecamatan. Batas waktu penyesuaian tersebut dua tahun sejak berlakunya peraturan.

Page 96: MATERI HUKUM DAGANG

95

9) Semua bank dapat menyelenggarakan program Tabanas, Taska, dan tabungan

lainnya.

10) Penerbitan sertifikat deposito oleh bank tidak memerlukan izin lagi.

11) Syarat menjadi bank decisa hanya dikaitkan dengan tingkat kesehatan, yaitu

selama 24 bulan atau minimal 20 bulan tergolong sehat, dengan volume usaha harus

mencapai sekurang-kurangnya Rp 100 miliar, dana pihak ketiga sekurang-kurangnya Rp

80 miliar, dan pinjaman yang diberikan sekurang-kurangnya Rp 75 miliar.

12) Cabang-cabang bank devisa nasional secara otomatis menjadi bank devisa tanpa

perlu izin lagi selain melapor ke BI.

13) Dibuka kemungkinan untuk mendirikan bank campuran yang didirikan secara

bersama oleh satu atau lebih bank asing. Syaratnya, bank asing yang bersangkutan

mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, termasuk peringkat besar di negara asalnya,

dan negara asalnya menganut asas respirokal.

14) Bank campuran dapat memilih tempat kedudukan di salah satu dari enam kota,

yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Ujungpandang. Tetapi juga,

posisi kredit bank campuran tersebut, setelah 12 bulan sejak didirikan, diwajibkan

sekurang-kurangnya mencapai 50% untuk kredit ekspor.

15) Bank asing yang telah ada dan tergolong sehar dapat membuka kantor cabang

pembantu baik di Jakarta maupun di lima kota besar tadi. Setelah 12 bulan sejak

dibukanya impor kantor cabang pembantu tersebut, posisi kredit ekspornya harus

mencapai sekurang-kurangnya 50% dari total kredit yang diberikan.

16) Bank-bank bukan devisa diperkenankan melakukan usaha perdagangan valuta

asing (money changer). Di samping itu, izin usaha perdagangan valuta asing, yang

selama ini berlaku untuk satu tahun, diubah menjadi tanpa batas atau untuk selamanya.

17) Jangka swap diperpanjang dari maksimal enam bulan menjadi tiga tahun. Premi

swap yang selama ini 9% diubah, berdasarkan keadaan pasar, yaitu perbedaan antara

rata-rata suku bunga deposito di dalam negeri dengan LIBOR (London Inter Bank Offer

Rate). Bila bank mengenakan premi lebih tinggi, maka premi swap ulang BI disesuaikan

dengan premi tersebut.

Page 97: MATERI HUKUM DAGANG

96

18) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

dapat menempatkan dananya pada semua bank umum dan LKBB, namum penempatan

dana tersebut pada bank bank yang bukan milik pemerintah atau pemerintah daerah tidak

boleh melbihi 50% dari dana yang dapat ditempatkan, dan pada masing-masing bank

maksimum 20% dasri seluruh penempatan dana BUMN/BUMD yang bersangkutan.

19) Bank dan LKBB dikenakan batas maksimum pemberian kredit (legal lending

limit) kepada debitor dan debitor grup, pemegang saham dan pengurus, antara lain:

a. Sebanyak 20% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang

disediakan bagi satu debitor.

b. Sebanyak 50% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang

disediakan bagi suatu debitor grup.

c. Sebanyak 5% dari modal sendiri bank atau LKBB untuk kredit anggota dewan

komisaris bukan pemegang saham beserta grup perusahaan yang dimiliknya.

d. Sebanyak 10% dari jumlah penyertaan pada bank atau LKBB bagi pemegang

saham atau perusahaan yang dimiliknya.

20) Likuiditas wajib minimum bank diturunkan dari 15% menjadi 2% dari jumlah

kewajiban kepada pihak ketiga, dan batas pinjaman maksimum antar bank ditiadakan.

21) LKBB diperkenankan menerbitkan sertifikat deposito tanpa izin.

22) Perluasan modal bank dan LKBB dapat dilakukan dengan menerbitkan penjualan

saham baru melalu pasar modal.

Dengan paket ini diharapkan akan meningkatkan pengembangan sektor produksi dan

investasi di daerah pedesaan. Juga diharapkan semakin meningktakan pengerahan dana

masyarakat, efisiensi lembaga keuangan dan perbankan, pengendalian kebijakan

moneter, serta menunjang iklim pengembangan pasar modal yang saling berkait dan

saling mendukung untuk peningkatan ekspor nonmigas.

Krisis moneter yang mulai berjangkit pada sekitar pertengahan 1997 yang lalu

berdampak sangat buruk bagi perekonomian Indonesia dan telah berkembang menjadi

krisis multidimensional, termasuk krisis di bidang industri perbankan yang semula

memang sudah rapuh.

Page 98: MATERI HUKUM DAGANG

97

Akibat krisis perbankan terhadap perekonomian nasional jelas sangat berat. Pertumbuhan

ekonomi yang negatif, kondisi investasi yang semaik menurun, pengangguran tenaga

keja yang meningkat yang konon mencapai 40 juta orang.

Disamping akibat-akibat tersebut, terjadi juga akibat-akibat khusus, seperti:

1. Kasus rekapitulasi perbankan

2. Masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

3. Masalah kredit macet

Di tengah-tengah krisis perbankan nasional tersebut, pada tanggal 10 November 1998,

yaitu pada era pemerintahan BJ Habibie, di undangkanlah UU No. 10 tahun 1998 tentang

Perubahan UU atas UU No. 7 tahun 1002 tentang perbankan.

UU No. 10 tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan 1998) pada prinsipnya

mengubah dan menambah UU No. 7 tahun 1992 (selanjutnya disebut UU perbankan

1992).

Pengertian Bank

Dalam UU lama maupun baru, pengertian bank pada pokoknya sama, hanya bedanya

dalam UU Perbankan 1992 menghilangkan kedudukannya sebagai lembaga keuangan

dan diganti dengan badan usaha. Arah usahanya lebih jelas ketimbang apa yang

dirumuskan dalam pengertian yang lalu.

Adapun pengertian bank dalam Pasal 1 No. 2 UU Perbankan 1998:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Perubahan istilah lembaga keuangan menjadi badan usaha dimaksudkan agar lembaga

perbankan lebih professional dalam mengelola usaha perputaran yang dari dan ke

masyarakat.

Sedangkan pengertian bank menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, bank adalah usaha

di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama

memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Page 99: MATERI HUKUM DAGANG

98

Pengertian bank menurut para ahli:

a. Mac Loed

Bank is a shop for the sale of credit. (bank adalah suatu perusahaan kredit)

b. Hawtrey

Bankers are merely dealers in credit.

c. G. M. Verjin Stuart

Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit,

baik dengan alat pembayarannya sendiri dan dengan uang yang diperoleh dari orang lain

untuk maksud itu, maupun dengan jalan meperedarkan alat-alat pertukaran baru berupa

uang giral.

Jadi, pada hakikatnya yang dimaksudkan dengan bank ialah semua badan usaha yang

bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika terdapat permintaan atau penawaran akan

kredit. Bank memperoleh kredit dari orang lain, karena ia membayarkan bunga untuk

kredit itu. Sebaliknya ia memberikan kredit kepada orang lain dengan memungut bunga

yang lebih tinggi dari bunga yang dibayarkannya itu.

Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan

Mengenai asasnya ketentuan Pasal 2 UU Perbankan tahun 1992 menyebutkan, perbankan

Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokarsi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi”

adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berkaitan dengan itu, untuk memperoleh pengertian mengenai makna demokrasi

ekonomi Indonesia itu, ahli ekonomi Universitas Gadjah Mada, Mubyarto merumuskan

bahwa demokrasi ekonomi Indonesia sebagai Demokrasi Ekonomi Pancasila mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

Pertama, dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah soko guru perekonomian;

Page 100: MATERI HUKUM DAGANG

99

Kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi,

sosial, dan yang paling penting ialah moral;

Ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,

sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial;

Keempat, perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia, yang berarti

nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Sedangkan sistem perekonomian

kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak

mengenal batas-batas Negara;

Kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan antara

perencanaan sentral (nasional) dengan tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan

kegiatan ekonomi.

Kemudian fungsi utama perbankan Indonesia menurut Pasal 3 UU Perbankan tahun 1992

menyebutkan, bahwa perbankan Indonesia mempunyai fungsi utama sebagai

penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Sedangkan perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-

mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang nonekonomis.

Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang

Perbankan yang berbunyi, “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,

dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

Jenis dan Usaha Bank

• Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1) Bank Sentral, yaitu Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU No. 13

tahun 1968 tentang Bank Sentral, kemudian dicabut dengan UU No. 23 tahun 1999

tentang Bank Indonesia.

Page 101: MATERI HUKUM DAGANG

100

2) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 No. 3 UU Perbankan 1998)

3) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Pasal 1 No. 4 UU Perbankan 1998)

4) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu

atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Hal tersebut

dimungkinkan oleh ketentuan Pasal 5 ayat 2 UU Perbankan 1992. Maksud dari

mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara lain melaksanakan

kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi,

pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, dan lain-lain.

Sedangkan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara

bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau

kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan

berdasarkan prinsip bagi hasil (mudhrabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan

modal (musharakah), dan lain-lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 13 UU

Perbankan 1998.

• Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

1) Bank Umum Milik Negara, yaitu bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan

UU.

2) Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan menjalankan

usahanya setelah mendapat izin dari pimpinan BI. Pendirian bank umum diatur dengan

SK Direksi BI No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999.

3) Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih

bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia

dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia,

dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.

Page 102: MATERI HUKUM DAGANG

101

4) Bank Milik Pemerintah Daerah, yaitu Bank Pembangunan Daerah.

• Usaha Bank

Sesuai dengan Pasal 6 UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian diubah dengan UU No. 10

tahun 1998, maka usaha-usaha yang dapat dilakukan bank meliputi:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito

berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menerbitkan surat pengakuan utang.

4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan

dan atas perintah nasabahnya:

a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasioleh bank yang masa

berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surta

dimaksud.

b) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak

lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat termaskud.

c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.

d) Sertifikat Bank Indonesia.

e) Obligasi.

f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.

g) Instrument Surat Berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.

5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan

nasabah.

Page 103: MATERI HUKUM DAGANG

102

6) Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun wesel

unjuk, cek atau sarana lainnya.

7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak.

10) Melakukan penempatan dana dari naabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk

surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11) Membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal

debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan

yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

13) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (dalam UU No. 10 tahun

1998 menjadi: Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia).

14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang

ditetapkan oleh BI.

2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang

keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

3) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara utnuk mengatasi akibat

kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan

memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

Page 104: MATERI HUKUM DAGANG

103

4) Bertindak sebagai pendiri dana pension dan pengurus dana pension sesuai dengan

ketentuan dalam perundang-undangan dana pension yang berlaku.

Sedangkan usaha-usaha BPR antara lain :

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito

berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

4) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito,

dan atau tabungan pada bank lain.

Bentuk Hukum Bank

Bentuk Hukum bank merupakan salah satu persyaratan pokok dalam mendirikan bank.

Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini:

1) Perusahaan Perseroan (PERSERO)

2) Perusahaan Daerah

3) Koperasi

4) Perseroan Terbatas

Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat bentuk hukumnya yang diatur dalam Pasal 21

ayat 2 dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini :

1) Perusahaan Daerah

2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas

4) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Page 105: MATERI HUKUM DAGANG

104

Sementara bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang

berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya

sebagaimana ditentukan oleh Pasal 21 ayat 3 .

E. Kesimpulan

1. Modal Ventura

Perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha

pembiayaan atau permodalan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan

yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu.

(Keppres No. 61 Tahun 1988 dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988)

Namun modal ventura ini sudah dikeluarkan dari kegiatan perusahaan

pembiayaan berdasar Kepmenkeu No. 448 KMK.017/2000.

2. Leasing

Leasing merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang

modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna

usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha

(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK

Menkeu No. 48 Tahun 1991).

3. Asuransi

Asuransi atau dalam bahasa Belanda "verzekering" berarti pertanggungan.Dalam

suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu : yang satu sanggup menanggung atau menjamin,

bahwa pihak lain (tertanggung) akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang

mungkin akan tertanggung derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum

tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. dan yang lain

adalah pihak yang ditanggung, yang diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak

Page 106: MATERI HUKUM DAGANG

105

yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung,

apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.

Asuransi mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a) Adanya pihak tertanggung.

b) Adanya pihak penanggung.

c) Adanya perjanjian asuransi (antara penanggung dan tertanggung).

d) Adanya pembayaran premi (oleh tertanggung kepada penanggung).

e) Adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan (yang diderita oleh

tertanggung).

f) Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.

Beberapa Prinsip dalam Sistem Hukum Asuransi

a) Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (insurable

interest principle).

b) Prinsip keterbukaan atau kejujuran yang sempurna (utmost good faith principle).

c) Prinsip indemnitas (indemnity principle).

d) Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung (subrogation principle).

e) Prinsip sebab akibat (causaliteit Principle).

f) Prinsip kontribusi. Prinsip ini terjadi apabila ada asuransi berganda

(doubleinsurance).

g) Prinsip Follow The Fortunes.

Perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri yang khusus, yaitu:

a) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir, bukan perjanjian komutatif.

b) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral).

Page 107: MATERI HUKUM DAGANG

106

c) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung

(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi

perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung / perusahaan

asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar.

4. Bank

Sejarah perkembangan perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 9

periode:

1) Periode Pendudukan Belanda

2) Periode Pendudukan Jepang

3) Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

4) Periode 1950 – 1959

5) Periode 1959 – 1966

6) Periode 1966 – 1969

7) Periode 1969 – 1983

8) Periode 1983 – 1988

9) Periode 1988 – sekarang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jenis dan Usaha Bank

• Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1) Bank Sentral.

2) Bank Umum.

3) Bank Perkreditan Rakyat.

Page 108: MATERI HUKUM DAGANG

107

4) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu

atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.

• Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

1) Bank Umum Milik Negara.

2) Bank Umum Swasta.

3) Bank Campuran.

4) Bank Milik Pemerintah Daerah.

• Usaha Bank

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito

berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menerbitkan surat pengakuan utang.

4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan

dan atas perintah nasabahnya.

5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan

nasabah.

6) Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun wesel

unjuk, cek atau sarana lainnya.

7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak.

Page 109: MATERI HUKUM DAGANG

108

10) Melakukan penempatan dana dari naabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk

surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11) Membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal

debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan

yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

13) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang

ditetapkan oleh BI.

2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang

keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

3) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara utnuk mengatasi akibat

kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan

memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

4) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pension sesuai dengan

ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Sedangkan usaha-usaha BPR antara lain:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito

berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Memberikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan bagi nassabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Page 110: MATERI HUKUM DAGANG

109

4) Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito,

dan atau tabungan pada bank lain.

Bentuk Hukum Bank

• Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah

ini:

1) Perusahaan Perseroan (PERSERO)

2) Perusahaan Daerah

3) Koperasi

4) Perseroan Terbatas

• Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat bentuk hukumnya yang diatur dalam

Pasal 21 ayat 2 dapat berupa salah satu dari yang disebut dibawah ini:

1) Perusahaan Daerah

2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas

4) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Page 111: MATERI HUKUM DAGANG

110

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. 2007

2. Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum

Dagang Indoensia. Jakarta: Sinar Grafika. 2004

3. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: Intermasa. 1996

4. Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010

5. Suparman Sastrawidjaja, Man dan Endang. Hukum Asuransi, Perlindungan

Tertanggung, Asuransi Deposito, dan Usaha Perasuransian. Bandung: PT. Alumni. 2004

6. Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit. Djambatan. 1996

7. Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti. 2003

Page 112: MATERI HUKUM DAGANG

111

BAB V

PASAR MODAL DAN INVESTASI

Oleh:

Diana Yurika, Astrid Rahma Ayu, Arfah Naila

A. Pengertian Pasar Modal dan Investasi

Sebagai bentuk pasar, pasar modal merupakan sarana atau wadah untuk

mempertemukan anatara penjual dan pembeli. Namun, analogi penjual

danpembeli disini sudah pasti akan berbeda dengan pasar komoditas di pasar

tradisional. Penjual dan pembeli disini adalah penjual dan pembeli instrument

keuangan dalam kerangka investasi. “market is difined as any situation in which

buyers and sellers can negotiate the exchange of a commodity or group of

commudity” (Robert Ang,1997)50

Pasar modal merupakan situasi yang mana memberikan ruang dan

peluang penjual dan pembeli bertemu dan bernegosiasi dalam pertukaran

komoditas dan kelompok komuditas modal (Robert Ang, 1997). Modal disini

baik modal berbentuk hutang (obligasi) maupun modal ekuitas (equity). Tempat

untuk pertukaran modal inilah yang selanjutnya disebut pasar modal (bursa efek).

Di dalam undang-undang, Pasar Modal didefinisikan sebagai kegiatan

yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan

public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga profesi

yang berkaitan dengan efek. (Bab 1, pasal 1, angka 13, UURI No 8 tahun 1995

tentang Pasar Modal)51.

Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan

system dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek serta

pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.

Sementara efek adalah surat berharga pengakuan hutang, surat berharga

komersial saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan investasi kolektif,

kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.52

50 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 1051 Martalena,SE.,M.M., Pengantar Pasar Modal., (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011) hlm 252 Man Suparman Sastrawidjaya., Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga., (Bandung: Alumni, 1997) hlm 273

Page 113: MATERI HUKUM DAGANG

112

Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu system keuangan yang

terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua

lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga

yang beredar.dalam arti sempit, Pasar Modal adalah suatu pasar (tempat berupa

gedung) yang dipersiapkan guna memperdagangkan saham-saham,obligasi-

obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara

dagang efek (sunariyah, 2004).

Pasar Modal memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu Negara

kerena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama bagi sarana

pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana

dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat

digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan

lain-lain. Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi

pada instrument keuangan, seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain.

Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai

karakteristik keuntungan dan resiko masing-masing instrument.

Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan

perusahaan ataupun institusi pemerintahan melalui perdagangan instrument

keuangan jangka panjang, seperti obligasi, saham dan sebagainya.

1) Fungsi Pasar Modal

Pasar modal merupakan tempat bertemuanya pihak yang memiliki dana

lebih (lender) dengan pihak yangmemerlukan dana jangka panjang (borrower).

Dalam perspektif perekonomian secara agregat fungsi dan peranan pasar modal

memiliki daya dukung perekonomian. Dalam system perekonomian pasar modal

memiliki dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi ekonomi,

bahwa pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender

ke borrower dalam rangka pembiayaan investasi. Dengan menginvestasikan

dananya, lender mengharapkan adanya imbalan atau return dari penyerahan dana

tersebut. Sedangkan bagi borrower, adanya dana dari luar dapat digunakan untuk

pengembangan usahanya tanpa menunggu dana dari hasil oprasi perusahaannya.

Fungsi keuangan, maksudnya bahwa dengan cara menyediakan dana yang

Page 114: MATERI HUKUM DAGANG

113

diperlukan oleh borrower dan pada lender tanpa harus terlibat langsung dalam

kepemilikan aktiva riil.53

Sedangkan ada fungsi pasar modal dalam perekonomian suatu Negara

karena memiliki 4 fungsi, yaitu:

1. Fungsi saving

Pasar modal dapat menjadi alternative bagi masyarakat yang ingin

menghindari penurunan mata uang karena inflasi.

2. Fungsi kekayaan

Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi dalam

berbagai instrument pasar modal yang tudak akan mengalami penyusutan

nilai sebagaimana yang terjadi pada investasi nyata, misalnya rumah atau

perhiasan.

3. Fungsi likuiditas

Instrument pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan sehingga

memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan rumah

dan tanah.

4. Fungsi pinjaman

Pasar modalmerupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun

perusahaan untuk membiayai kegiatannya.54

Dilihat dari perspektif lain, pasar modal juga memberikan fungsi besar bagi

pihak-pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari investasi. Fungsi pasar

modal tersebut antara lain:

1. Bagi perusahaan

Pasar modal memberikan ruang dan peluang bagi perusahaan untuk

memperoleh sumber dana yang relative memiliki risiko investasi (cost of

capital) rendah dibandingkan sumber dana jangka pendek dari pasar uang.

Kerena, jika mengambil sumber dana untuk pembiayaan perusahaan dari

pasar uang (lewat kredit perbankan misalnya) maka harus menanggung

cost of capital berupa angsuran pokok dan bunga secara periodic. Hal itu,

53 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 16

54 Martalena,SE.,M.M., Pengantar Pasar Modal., (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011) hlm 3

Page 115: MATERI HUKUM DAGANG

114

dipandang cukup berat bagiperusahaan, terlebih jika dana tersebut

digunakan untuk investasi jangka panjang yang memberikan keuntungan

dengan tenggang waktuyang agak lama, sementara angsuran bank harus

diselesaikan setiap bulan.

2. Bagi investor

Alternative investasi bagi pemodal terutama bagi instrument yang

memberikan likuiditas tinggi. Pasar modal memberikan ruang investor

dan profesi lain untuk memperoleh return yyang cukup tinggi. Investor

yang berinvestasi melalui pasar modal tidak harus memiliki modal besar,

memiliki kemampuan analisis keuangan bagus. Pesar modal memberikan

ruang dan peluang untuk investor kecil, pemula, bahkan masyarakat

awam sekalipun, misalnya dengan mempercayakan dananya kepada fund

manager. Fundmanager akan melakukan portopolio investasi yang

menguntungkan atas dana yang dipercayakkannya.

3. Bagi perekonomian nasional

Dalam daya dukung perekonomian secara nasional, pasar modal memiliki

peran penting dalam rangka meningkatkan dan mendorong pertumbuhan

dan stabilitas ekonomi. Hal itu ditunjukan dengan fungsi pasar modal

yang memberikan sarana bertemunya anatara leder dan borrower. Disitu

terjadi kemudahan penyediaan dana untuk sector riil dalam peningkatan

produktifitas, sementara pada sisis lain pihak investor akan memperoleh

apportunity keuntungan dari danayang dimiliki.

2) Karakteristik Pasar Modal

Pasar modal merupakan lembaga yang terorganisir yang

menyediakan sarana transaksi sekuritas (mempertemukan investor beli

melalui perantara perdagangan efek) sehingga dilihat dari struktur dan

bentuk pasar berbeda dengan jenis pasar leinnya. Pasar modal tidak hanya

sebatas wadah, tempat, gedung dan jenis fasilitas fisik lainnya, melainkan

juga berupa penyediaan mekanisme yang memberikan ruang dan peluang

Page 116: MATERI HUKUM DAGANG

115

untuk melakukan transaksi.untuk itu pasar modal memiliki karakteristik,

antara lain:

1. Membeli prospek yang akan datang, hal itu ditunjukkan dengaan

karakter investasi, yang mana memberikan prospek keuntungan

dimasa depan (expected retrun), semua investor yang memiliki atau

memegang sekuritas didasarkan pengharapan dimasa datang baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Mempunyai harapan keuntungan tinggi,tapi juga mengandung risiko

yang tinggi juga. Inilah salah satu karakter di pasar modal. Hal itu,

sejalan dengan teori investasi yaitu instrument investasi yang

memberikan expected return tinggiumumnya mengandung

risikoyangtinggi pula (hight return- hight risk). Investasi

dipasarmodal berarti bermain diatas ekpetasi masa depan, yang

memiliki probabilitas munculnya return maupun risk. Kedua peluang

tersebut sama-sama tinggi, disinilah letak penting kemampuan

investor untuk memanfaatkan potensi analisisnya guna mengurangi

risiko investasi yang akan terjadi.

3. Mengutamakan kemampuan analisis, ini ciri khusus investasi di pasar

modal. Instrument pasar modal yang berarti investasi diatas prospek

masa depandalah keharusan untuk memaksimalkan kemampuan

analisis teknikal maupun fudemental. Banyak factor yang

mempengaruhi kinerja sekuritas, baik dari perusahaan emiten maupun

luar perusahaan, termasuk lingkungan internasional sekalipun. Pasar

modal juga dipengaruhi kondisi politik, social, hukum dan lingkungan

lainnya. Untuk itu kemampuan analisis menentukan resiko dan

keuntungan dalam berinvestasi.

4. Mengandung unsur spekulasi

Disadari ataupun tidak, investasi di pasar modal memiliki nilai

spekulasi yang tinggi, terlepas apakah telah dilakukan analisis

mendalam dengan maksud untuk mengurangi ketidakpastian masa

depan investasi, atau belum. Nilai spekulatif semakin Nampak

terutama bagi investor jangka pendek yang mengejar capital gain.

Investor jenis ini pola transaksinya seolah mengandung unsur domino

Page 117: MATERI HUKUM DAGANG

116

tinggi, yaitu memasang transaksi jual dan beli dengan memanfaatkan

potensi bertaruh. Membeli sekuritas tentu kemudian memasang

dengan harga tertentu, yang setiap saat dapat naik dan turun dengan

unpredictable. Disitu, pada prinsipnya yang dijual bukanlah surat

berharga sebagai meteri, melaikan potensi yang sangat sarat dengan

spekulatif yang terkandung pada sekuritas bersangkuta.55

3) Manfaat Pasar Modal

Sebagai wadah yang terorganisir berdasarkan undang-undang

untuk mempertemukananatara investor sebagai pihak yang surplus dana

untuk berinvestasi dalam instrument keuangan jangka panjang, pasar

modal memiliki manfaat sebagai:

1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha

sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.

2. Alternative investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan

resiko ynag bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan

diversifikasi investasi.

3. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan

mempunyai prospek, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan

iklim berusaha yang sehat.

4. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik

5. Memberikan akses control social

6. Menyediakan leading indicator bagi trand ekonomi Negara.

Adapun secara umum, pasar modal memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai wahana pengalokasian dana secara efisien

2. Sebagai alternative investasi

3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat

dan berprospek baik

4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara professional dan

transparan

55 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 15

Page 118: MATERI HUKUM DAGANG

117

5. Peningkatan aktifitas ekonomi nasional

4) Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pasar Modal

1. Supply sekuritas, apakah cukup banyak perusahaan yang butuh dana?

Apakah mereka bersedia full disclosure? (Membuka kondisi

perusahaan)

2. Demand sekuritas, apakah cukum banyak masyarakat yang memiliki

dana?

3. Kondisi politik dan ekonomi

4. Masalah hukum dan peraturan

5. Keberadaan lembaga yang mengatur dan mengawasi, dan berbagai

lembaga yang memungkinkan transaksi secara efisien

5) Kelembagaan Dan Instrumen Pasar Modal

Struktur pasar modal Indonesia secara khusus diatur dalam Undang-

Undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal Indonesia. Berdasarkan

Undang-Undang tersebut, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan (BAPEPAM-LK) melakukan pengawasan atas pelaksanaan

pasar di Indonesia termasuk lembaga dan profesi yang terkait dengannya.

Lembaga ini membantu pemerintah untuk mewujudkan industry pasar

modan dan lembaga nonbank yang sehat sehingga dapat menjadi

penggerak perekonomian Indonesia. Berikut ini adalah struktur pasar

modal Indonesia.

Page 119: MATERI HUKUM DAGANG

118

1. Badan Pengawas Pasar modal dan Lembaga Keuangan

BAPEPAM-LK merupakan badan pengawas pasar modal yang

mana, sebagaimana diatur dalam undang-undang BAPEPAM-LK

mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mencabut bagi lembaga,

institusi, perorangan dan emitem yang terlibat dalam pasar modal jika

melanggar peraturan perundangan. Disamping itu BAPEPAM-LK, juga

berhak menerbitkan peraturan dalam rangka penegakan hukum atas setiap

pelanggaran terhadap peraturan dan perundangan oleh pihak yang

berkaitan dengan pasar modal. Adapun tugas dan wewenang BAPEPAM-

LK sebagai berikut:

Sebagai pihak pemerintah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan (BAPEPAM-LK), antara lain:

a. Melakukan pembinaan

b. Pengaturan

c. Pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal yang bertujuan untuk

mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien

Page 120: MATERI HUKUM DAGANG

119

d. Melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat

Dalam rangka kepentingan tersebut selanjutnya Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), memiliki kewenangan:

a. Memberikan izin, persetujuan, dan pendaftaran kepada pelaku pasar

modal

b. Memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum

c. Menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan

dibidang pasar modal

d. Melakukan penegakan hukumatas setiap pelanggaran terhadap setiap

peraturan perundang-undangan dan tindak pidana dibidang pasar

modal.

Adapun fungsi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuanagn

(BAPEPAM-LK), antara lain:

a. Menyusun peraturan dibidang pasar modal

b. Menegakkan peraturan dibidang pasar modal

c. Membina dan mengawasi pihak yang memperoleh izin usaha,

persetujuan, pendaftaran dari BAPEPAM-LK dan pihak lain yang

bergerak dipasar modal

d. Menetapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi emiten dan

perusahaan public

e. Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihakyang dikenakan

sanksi oleh bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, dan lembaga

penyimpanan dan penyelesaian.

f. Menetapkan ketentuan akuntansi dibidang pasar modal

g. Mengamankan teknis pelaksanaan tugas pokok BAPEPAM-LK sesuai

dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh mentri keuangan dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku56

2. Bursa Efek

Berdasarkan Undang-Undang BAPEPAM-LK No. 8 tahun 1995,

bursa efek merupakan perseroan terbatas yang didirikan dengan tujuan untuk 56 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 20

Page 121: MATERI HUKUM DAGANG

120

menyelenggarakan dibidang pasar modal. Saham pasar modal dimiliki oleh

anggota yang terdiri dari perusahaan efek. Dengan demikian, pasar modal

adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan atau

sarana untuk menemukan penawaran jual dan beli efek dan pihak lain dengan

tujuan untuk memperdagangkan efek diantara mereka.

Sebagaimana Undang-Undang BAPEPAM-LK No 8 tahun 1995, pasar modal

tujuan keberadaan bursa efek, antara lain:

a. Menyelenggarakan perdagangan efek yang teretur,wajar dan efisien

b. Memberi fasilitas baik pisik maupun mekanisme terjadinya transaksi jual

dan beli oleh investor sekuritas pasar modal dengan perantara Wakil

Perantara Perdagangan Efek (WPPE)

Berkaitan dengan tujuan keberadaan pasar modal tersebut, sejalan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No 8

tahun 1995, tugas bursa efek Indonesia antara lain:

a. Menyediakan sarana pendukung serta mengawasi kegiatan anggota bursa

efek

b. Menyusun rancangan anggaran tahunan dan penggunaan laba bursa efek,

dan melaporkannya kepada BAPEPAM-LK

c. Menetapkan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan,

kesepadanan efek, kliring dan penyelesaian transaksi bursa, dan hal-hal

yang berkaitan dengan kegiatan bursa efek.

3. Lembaga Kliring dan Penjamin (PT.KPEI)

Untuk membantu segala proses administrasi serta penyimpanan efek

dalam hubungannya dengan perdagangan efek maka terdapat lembaga yang

bertugas dan berfungsi melakukan kliring dan penjaminan efek dari transaksi

efek, kedua lembaga tersebut adalah:

a. Lembaga kliring dan penjamin (LKP)

b. Lembaga penyimpan dan penyelesaian (LPP)

Lembaga kliring dan penjaminan efek merupakan anak bursa efek yang

berfungsi untuk melakukan kegiatan kliring dan penjaminan efek dari

transaksi efek. Bursa efek Indonesia membentuk LKP dengan nama PT.

Page 122: MATERI HUKUM DAGANG

121

Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Sedangkan perusahaan efek

dan bank kostodian dapat membentuk lembaga penyimpanan dan

penyelesaian (LPP) yang berfungsi untuk mempermudah penyelesaian

pemindahan bukuan serta proses penyimpanan efek. Lembaga penyimpanan

dan penyelesaian transaksi efek (LPP) yang sudah terbentuk adalah PT.

Koatodian Depositori Efek Indonesia (KDEI). Sementara tujuan LPP dan

LKP adalah menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi

bursa yang teratur, wajar dan efisien.

Dalam rangka menjamin penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek,

lembaga kliring dan penjaminan (LKP) memiliki tugas, antara lain:

a. Wajib menetapkan peraturan mengenai kegiatan kliring dan penjaminan

penyelesaian transaksi bursa, termasuk ketentuan mengenai biaya

pemakaian jasa

b. Menjamin penyerahan secara fisik baik saham maupun uang

Mayoritas saham lembaga kliring dan penjaminan wajib dimiliki oleh bursa

efek57

4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (PT.KSEI)

Sementara untuk menjamin penyimpanan dan penyelesaian efek yang

ditrensaksikan dibentuk lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT.KSEI).

lembaga penyimpanan dan penyelesaian adalah pihak yang

menyelenggarakan kegiatan kostudian sentral bagi bank custodian sentral

bagi bank custodian, perusahaan efek dan pihak lain.

Tugas lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT. KSEI), antara lain:

a. Wajib menetapkan peraturan mengenai jasa custodian sentral dan jasa

penyelesaian transaksi efek, termasuk ketentuan mengenai biaya

pemakaian jasa

b. Mengamankan pemindahtanganan efek

c. Menyelesaikan settlemen

57 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 21

Page 123: MATERI HUKUM DAGANG

122

Adapun tujuan lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT.KSEI) adalah

menyediakan jasa custodian sentral dan penyelesaian transaksi yang

teratur, wajar, dan efisien.

5. Perusahaan Efek

Perkembangan bursa efek di Indonesia tidak dapat dilepas dari perusahaan

efek yang ada. Perusahaan efek disini berperan untuk menghimpun dana dari

masyarakat pemodal, mengelola serta menghimpun dana bagi perusahaan

public. Perusahaan efek merupakan kegiatan usaha sebagai perantara

pedagang efek, penjamin emisi efek, dan atau menajer investasi (Sawidji

Widoatmodjo, 2006). Sebagaimana peran yang strategis dalam kancah

perekonomian makro suatu Negara, perusahaan efek mempunyai fungsi:

a. Penjaminan emisi efek (underwriter)

b. Perantara-perantara efek (broker dealer)

c. Manajer investasi (investment manager)

Untuk dapat menjalankan peran dan fungsi melakukan kegiatan usaha

dibidang efek, perusahaan efek merupakan perseroan yang memperoleh izin

usaha dari BAPEPAM-LK

Sebagai perusahaan perseroan yang memiliki izin dari pemerintah

untuk melakukan aktifitas berkaitan dengan sekuritas pasar modal,

perusahaan efek memiliki kewajiban dan tanggung jawab, antara lain:

a. Perusahaan efek bertanggung jawab terhadap segala kegiatan yang

berkaitan dengan efek yang dilakukan oleh direktur, peegawai, dan pihak

lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut.

b. Setiap perusahaan efek wajib mempunyai system pengawasan atas

kegiatan para wakil perusahaan efek dan setiap pegawainya untuk

menjamin dipatuhinya semua ketentuan perundang-undangan dibidang

pasar modal.

Page 124: MATERI HUKUM DAGANG

123

6. Penjaminan Emisis efekbersinggungan dengan posisi underwriter sebagai

pihak yang melaksanakan proses initial public offering (IPO), memiliki tugas

dan tanggung jawab, antara lain:

a. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas aktivitas dalam

penawaran umum sesuai dengan jadwal yang tercantum dalam prospectus

meliputi:

- Pemasaran efek

- Penjatahan efek

- Pengambilan uang pembayaran pesanan efek yang tidak memperoleh

penjatahan (refund)

b. Bertanggung jawab atas pembayaran hasil penawaran umum kepada

emitem sesuai dengan kontak.

c. Menyampaikan laporan yang dipersyaratkan kepada BAPEPAM-LK

Dalam menjalankan penjaminan saat emisi, underwriter membentuk

sindikasi yang terdiri dari sejumblah underwriter yaitu:

a. Lead underwriter (penjamin pelaksanaan emisi)

b. Underwriters (penjamin emisi)

Lead undewriter merupakan pertanggung jawab pelaksana

penjaminan emisi, diaman lead underwriter ini bertanggung jawab penuh.

Lead underwriter yang mencari underwriters untuk dijadikan kelompok

dan membagi tanggung jawab anatara lead underwriter dengan emitem.

Kontrak penjaminan antara lead underwriter dengan emiten menentukan

jenis penjaminan, yang mana jenis kontrak penjaminan terdiri atas:

a. Full commitment (kesanggupan penuh)

Kesanggupan penuh, berarti underwriter bertanggung jawab atas efek

yang tidak terjual. Disini jika terjadi efek yang tidak terjual, maka

underwriterakan membeli sisa efek yang tidak terjual tersebut.

b. Best effort (kesanggupan terbaik)

Kesanggupan terbaik berarti underwriter tidak bertanggung jawab atas

sisa efek yang tidak terjual, tetapi underwriter akan berusaha sebaik-

baiknya untuk menjual saham emiten.

Page 125: MATERI HUKUM DAGANG

124

Biaya yang dikenakan anatara full commitment dengan best effort

akan berbeda diaman full commitment akan lebih tinggi. Baiay

penjamin emisi berkisar 4%dari kapitalisasi pasar.

7. Perantara-Perantara Efek

Mekanisme perdagangan efek di bursa efek tidak dapat langsung terjadi

anatar investor beli dengan investor jual. Proses perdagangan bursa efek harus

lewat perantara yang disebut Wakil Perantara Perdagangan Efek (WPPE).

Mereka adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk

kepentingan sendiri atau efek lain. Melaksanakan semua order baik beli

maupun jual dari nasabahnya dengan mendapatkan biaya jasa perantara efek

(Brokerage efek)

Adapun tugas dan tanggung jawab Perantara Pedagang Efek, antara lain:

a. Melaksanakan amanat jul beli dari nasabah

b. Menyelenggarakan administrasi transaksi efek

c. Menyediakan data dan informasi bagi kepentingan nasabah

d. Memberi remendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual efek

berdasarkan keadaan keuangan dan maksud tujuan investasi nasabah

e. Mengenal nasabah

f. Menyampaikan laporanyang dipersyaratkan kepada BAPEPA-LK

Wakil perusahaan efek, yang mewakili kepentingan nasabah dan praktik di

pasar modal Indonesia, meliputi:

a. Wakil Perantar Pedagangan Efek (WPPE)

b. Wakil Manajer Investasi (WMI)

c. Wakil Penjamin Emisi Efek (WPEE)

d. Wakil Agen Penjualan Efek Raksadana (WAPRED)

Perusahaan perantara pedagangan efek adalah perusahaan efek yang

melaksanakan semua order baik beli maupun jual dari nasabahnya dengan

mendapatkan biaya jasa perantara efek (brokerage fee) (Robert Ang, 1997).

Brokage fee ditetapkan oleh BAPEPAM-LK sebesar maksimal 1% dari nilai

transaksi, sedangkanminimumtidak ditetapkan.

Page 126: MATERI HUKUM DAGANG

125

8. Manajer Investasi

Manajer investasi merupakan perusahaan efek yang melakukan usaha

sebagai pengumpul dana serta mengelola dana untuk investasi sesuai dengan

perjanjian dengan investor (pemodal) (Djiptono Darmadji dan Hendry

Fakhruddin, 2011). Manjer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya

mengelola portifolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio

investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi,

dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Robert ANG,

1997).

Adapun tugas dan tanggung jawab manajer investasi, anatara lain:

a. Mengelola dana nasabah

b. Menyelenggarakan administrasi portofolio nasabah

c. Menyediakan dana dan informasi bagi kepentingan nasabah

d. Melaksanakan keputusan investasi sesuai dengan kepentingan nasabah

e. Memberikan rekomendasi kepada nasabah untuk membeli atau menjual

efek berdasarkan keadaan keuangan dan maksud tujuan investasi dari

nasabah

f. Mengenal nasabah

g. Menghitungnilai wajar pasar dari efek dalam portofolio raksadana dan

menyampaikannya kepada bank custodian setiap hari kerja (jika

mengelola raksadana)58

9. Lembaga Penunjang Pasar Modal

Lembaga Penunjang Psar Modal adalah lembaga/institusi yang

berfunngsi di dalam kegiatan pasar modal melalui paertisipasi yang bersifat

di belakang layar (Herman Darmawi,2006). Setiap lembaga penunjang pasar

modal harus mendapatkan izin dari BAPEPAM-LK. Adapun lembaga

penunjang pasar modal meliputi:

A. Biro Administrasi Efek

58 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 25

Page 127: MATERI HUKUM DAGANG

126

Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak

dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian

hak yang berkaitan dengan efek. Adapun tugas dan tanggung jawab biro

administrasi efek, antara lain:

- Setiap biro administrasi efek wajib mengadministrasikan, menyimpan

dan memelihara catatan, pembukuan, data dan keterangan tertulis

yangberhubungan dengan emiten yang efeknya diadministrasikan oleh

biro administrasi efek; jasa administrasi yang diberikan;manajemen

biro administrasi efek

- Biro administrasi efek wajib menjaga sebaik-baiknya setiap efek

maupun catatan pembukuan dalam pengelolaan dan wajib membuat

salinan dari catatan yang disimpan di tempat yang terpisah dan aman.

B. Custodian

Lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain

berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga

dan hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang

rekening yang menjadi nasabahnya (Tandelilim Eduardus,2001)

Bersinggungan dengan posisi kostodian tersebut, maka memiliki

kewajiban dan tanggung jawab, anatara lain:

- Kustodian menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab

untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi

kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara custodian dengan

pemegang rekening yang dimaksud

- Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri

- Custodian hanya dapat mengeluarkan efek atau dana yang tercatat

pada rekening efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau

pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya

- Custodian wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening

atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya.

Yang dapat menyelenggarakannya kegiatan usaha sebagai custodian

adalah lembaga penyelesaian dan penyimpanan, perusahaan efek, atau

bank umum yang telaah mendapat persetujuan BAPEPAM-LK59

59 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 25

Page 128: MATERI HUKUM DAGANG

127

C. Wali amanat

Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang

efek yang bersifat utang. Dalam hal ini wali amanat dan emiten wajib

membuat kontrak perwali-amanatan diaman wali amanat akan mewakili

kepentingan pemegang efek bersifat utang (Rober Ang, 1997). Apabila

wali amanat lalai melakukan tugasnya sehingga menimbulkan kerugian

kepada pemegang efek yang bersifat utang,maka paraa pemegang efek

dapat menuntut ganti rugi pada wali amanat tersebut. Kegiatan usaha dari

wali amanat dapat dilakukan oleh:

- Bank umum, dan

- Pihak lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Untuk daapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai wali amanat,

bank umum atau pihak lain wajib terlebih dahulu terdaftar dia

BAPEPAM-LK

D. Penasihat Investasi

Penasihat Investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada

pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh

imbalan jasa (Rober Ang, 1997). Penasihat investasi dapat dilakukan oleh

orang perseorangan dan perusahaan. Sesuai denagn UU Pasar Modal,

yang dapat melakukan kegiatan sebagai penasihat investasi adalah pihak

yang telah memperoleh izin usah dari BAPEPAM-LK.

10. Pemeringkat Efek

Pemeringkat efek memiliki fungsi utama untuk memberikan opini atas

suatu efek yang bersifat utang (Husnan, Suad,2000). Opini yang diberikan

melalui berbagai analisa fudemental dan segala informasi yang berhubungan

dengan perusahaan yang menerbitkan efek yang bersangkutan (Robert Ang,

1997). Pemeringkat ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada

investor guna mengetahui kemempuan perusahaan dalam mengembalikan

pokok pinjaman dan bunga. Rating agencies yang terkenal di duniaadalah

Standard & Poor dan Moddy’s. di Indonesia perusahaan pemeringkat efek

adalah PT. Perfindo (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemegang saham PT.

Pefindo saat itu terdiri dari lebih 100 pemegang saham yang masing-masing

Page 129: MATERI HUKUM DAGANG

128

tidak boleh melebihi 10% dari modal di tempatkannya dan disektor penuh.

Pemegang saham PT. Pefindo adalah BEI (sekarang sudah menjadi Bursa

Efek Indonesia), perusahaan sekuritas, bank-bank pemerintah, yayasan dana

pensiun dan perusahaan asuransi.

Jenis pemeringkat, ditinaju dari jangkauan penilaian yang dilakukan dapat

dibagi atas dua jenis, antara lain:

a. Corporate rating

Corporate rating adalah pemeringkat yang dilakukan untuk menilaisuatu

perusahaan secara menyeluruh

b. Product rating

Product rating adalah pemeringkat yang dilakukan terhadap suatu produk

efek yang akan dikeluarkan suatu perusahaan (issuer) yang pada

umumnya berbentuk efek hutang.

Manfaat rating agencia (pemeringkat) dapat ditinjau sisi emiten dan sisi

investor. Bagi emiten,pemeringkat memberi manfat antara lain:

a. Mengetahui posisi perusahaan

b. Menentukan struktur hutang

c. Menurunkan biaya perolehan dana

d. Menggantikan adanya jaminan

e. Sebagai alat promosi

Sedangkan bagi investor manfaat pemeringkatan antara lain:

a. Memperoleh informasi atas risiki investasi

b. Penghematan biaya ketika melakukan analiss sendiri dengan mendapatkan

informasi secara langsung

c. Sebagai referensi untuk menentukan tingkat kembalian ( rate of return)

suatu investasi

d. Memberikan perspektif pilihan investasi yang lebih beragam sesuai

dengan risiko

e. Meningkatkan likuiditasportofolio investasi

Page 130: MATERI HUKUM DAGANG

129

Suatu perusahaan ingin diperingkat harus memenuhi syarat dan ketentuan

yang telah ditetapkan, PT Pefindo menentukan syarat-syarat sebagai berikut

a. Laporan keuangan perusahaan harus sudah diaudit 5tahun terakhir dengan

ketentuan 2 tahun terakhir memperoleh opini wajar tanpa pengecualian

b. Diaudit oleh akuntan public yang terdaftar di BAPEPAM-LK

6) Profesi Penunjang Pasar Modal

Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal dan

peraturan pelaksanaannya bahwa sebagai salah satu pelaku pasar modal harus

ikut membantu mengembangkan pasar modal. Setiap profesi penunjang pasar

modal wajib taat pada kode etik dan standar profesi yang di tetapkan oleh

asosiasi profesi masing-masing sepanjang tidak betentangan dengan Undang-

Undang atau peraturan pelaksanaannya. Dalam melakukan kegiatan usaha

dibidang pasar modal, profesi penunjang pasar modal wajib memberikan

pendapat atau penilaian yang independen.

Tanggung jawab utama Profesi Penunjang Pasar Modal adalah membantu

emiten dalam proses go-publik dan memenuhi persyaratan mengenai

keterbukaan yang sifatnya terus- menerus. Untuk melaksanakan tugas dan

tanggung jawab, profesi penunjang pasar modal perlu memiliki pengetahuan

yang memadai mengenai Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar

modal dan peraturan pelaksanaannya serta ikut bertanggung jawab terhadap

kepatuhan atau ketaatan emiten yang merupakan nasabahnya untuk

memenuhi ketentuan pasar modal yang berlaku, dan secara aktif memberikan

nasehat kepada nasabahnya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada.

Disini, independensi profesi penunjang pasar modal sangat penting.

Berkaitan penggunssn sikap professional oleeh profesi penunjang pasar

modal, maka hendaknya menggunakan keahlian dalam membantu

mempersiapkan emiten dalam merumuskan prospectus dan laporan tahunan,

tidak hanya mengungkapkan semua infoemasi material tetapi juga

mengungkapkan secara jelas, sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.

Penekananmengenai keterbukaan harus diberikan pada hal-hal yang sangat

relevan dan menjadi perhatian para analis efek dan pemodal.

Page 131: MATERI HUKUM DAGANG

130

A. Akuntan Publik

Perkembangan pasar modal, yang berarti banyak perusahaan yang

memanfaatkannya lewat go public dalam rangka mencari sumber dana

perusahaan untuk pengembangan usaha, sehingga diversifikasi modal

menjadi luas. Dalam kondisi seperti itu kepemilikan perusahaan menjadi

terdiversifikasikan sehingga oprasional perusahaan banyak yang

mengawasi.

Para pemegang saham berkepentingan memperoleh informasi

yang valid dan relevan termasuk pihak lain yang berkepentingan terhadap

perusahaan. Untuk itu peran akuntan public sebagai pihak eksternal untuk

menilai kewajaran infoemasi yang disampaikan atau diterbitkan

perusahaan menjadi sangat penting.

Peran profesi akuntan dalam pasar modal adalah membantu

mengembangkan standar akuntansi keuangan dan standar pemeriksaan

akuntan public, mendorong kepatuhan akuntan dalam menerapkan standar

tersebut. Bentuk peran tersebut seperti pengembangan standar akuntansi

keuanagn yang berkaitan dengan instrument pasar moda, seperti efek

derivative, standar pemeriksaan industry efek, dan lain sebagainya.

Dengan demikian diharapkan akuntan akan selalu dapat mengikuti

perkembangan industry keuangan yang tumbuh dengan pesat dan semakin

kompleks.

Dalam proses emisi oleh emiten, akuntan public bertanggung

jawab untuk membantu penyusunan prospectus, laporan tahunan, yang

mnecakup laporan keuangan yang diaudit yang disajikan secara jelas,

mudah dimengerti, dan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

oleh BAPEPAM-LK. Akuntan juga dapat membantu emiten dalam

mematuhi persyaratan mengenai keterbukaan, dengan mengungkapkan

informasi dan fakta material yang relevan kepada masyarakat.

Dalam rangka membantu emisi serta menjaga pprofesional dalam

pemberian jasa terhadap klien yang bersinggungan pasar modal, akuntan

public berkewajiban dan bertanggung jawab:

- Wajib memiliki keahlian di bidang pasar modal, dan persyaratan

keahlian profesi akuntan

Page 132: MATERI HUKUM DAGANG

131

- Sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar Profesi

Akuntan Publik (SPAP) dank ode etik profesi, serta senantiasa

bersikapindependen.

B. Konsultan Hukum

Perusahaan go publik yang modalnya terdiversifikasikan secara

luas di masyarakat sering muncul persoalan-persoalan hukum. Persoalan

hukum tersebut bersinggungan dengan jaminan keamanan investasi para

investor, asset, hutang, modal, system dan produk baru pasar modal.

Untuk itu membutuhkan konsultan hukum yang memberikan advice dan

pertimbangan tertang berbagai hal terkait dengan kepastian huku.

Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan pendapat hukkum

kepada pihak lain dan terdaftar di BAPEPAM-LK (Robert Ang, 1997)

Aspek hukum yang perlu dikembangkan antara lain mengenai standar

kontrak antara perantara dagang efek dan nasabahnya, dan kontrak

pelayananjasa kostodian.

Kewajiban dantanggung jawab konsultan hukum antara lain:

- wajib memilikikeahlian di bidang pasar modal, dan persyaratan

keahlian dapat dipenuhi melalui program latihan yang diakui

BAPEPAM-LK

- sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan

hukum dan standar pendapat hukum, kode etik profesi, serta

senantiasa bersikap independen.

C. Penilai (appraiser)

Jasa penilaian memiliki peran penting dalam penentuan nilai wajar

atas suatu aktiva, baik ketika emisi, akuisi, dan ketejadian lain. Jaha

penilaian adalah pihak yang memberikan penilaian atas asset perusahaan

dan terdaftar di BAPEPAM-LK. Kewajiban dan tanggung jawab penilai,

antara lain : sanggup melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar

penilaian Indonesia dan kode etik profesi, serta senantiasa bersikap

independen.

D. Notaris

Page 133: MATERI HUKUM DAGANG

132

Peran notaris di pasar modal diperlukan terutama dalam hubungan

dengan penyusunan anggaran dasar paara pelaku pasar modal, seperti

emiten, perusahaan public, perusahaan efek, dan dana reksa, serta

penyusunan kontak-kontrak penting seperti kontrak reksadana,

penjaminan emisi dan perwaliamanatan. Notaris adalah pejabat umum

yang berwewnang membuat akta otentik dan terdaftar di BAPEPAM-LK

Kewajiban dan tanggung jawab notaris antara lain:

- Membuat berita acara rapat umum pemegang saham

- Membuat akte perubahan anggaran dasar

- Menyiapkan perjanjian-perjanjian

- Melakukan tugas sesuai dengan kode etik profesi dan bersikap

independen

7) Emiten dan Perusahaan Publik

Emiten adalah pihak yang melakukan Penawaran Umum, yaitu kegiatan

penawaran efek yang dilakukam untuk menjual efek kepada

masyarakatberdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang dan

peraturan pelaksanaannya (mencatatkan sahamnya di Bursa Efek) (Robert

Ang, 1997). Emiten melakukan emisi dengan maksud untuk mencari sumber

dana guna pengembangan usaha. Pasar modal, memberikan peluang dan

ruang diversifikasi emiten dalam mencari sumber dana dengan risko (cost of

capital) rendah.

8) Perusahaan Publik

Perusahaan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300

(tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya

Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah). Atau suatu jumlah pemegang

saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

9) Penawaran Umum

Page 134: MATERI HUKUM DAGANG

133

Penawaran umum (initial public offering) merupakan tahapan awal

perusahaan menjual saham untuk publik (Husnan, Suad, 2000). Penawaran

umum adalah suatu kegiatan penawaran efek yang dilakukan emiten untuk

menjual efek kepada investor/masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur

dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya (Herman Darmawi,

2005). Perusahaan yang dapat melakukan penawaran umum adalah emiten

yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam-LK dan

telah efektif. Suatu penawaran efek bukan merupakan suatu penawaran umum

jika nilai keseluruhan penawaran dari penawaran efek kurang dari Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

10) Reksadana

Undang-undang pasar modal no. 8 tahun 1995 mendefinisikan Reksadana

sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek Manager

Investasi. Reksadana yang berbentuk Perseroan dapat bersifat terbuka atau

tertutup. reksadana yang berbentuk Kontrak investasi Kolektif hanya dapat

dikelola oleh Manager Investasi berdasarkan kontrak.

Pengelolaan, Pelaporan, dan Keterbukaan Informasi:

a. Manager Investasi Reksadana terbuka berbentuk Perseroan dan kontak

investasi kolektif wajib menghitung nilai pasar wajar dari Efek dalam

portofolio setiap hari bursa berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh

Bapepam-LK.

b. Nilai saham Reksadana terbuka berbentuk Perseroan dan nilai unit

Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif ditentukan berdasarkan nilai aktiva

bersih.

c. Bamk Kustodian Reksadana wajib menyampaikan laporan yang

memperlihatkam posisi keuangan dari masing-masing Reksadana kepada

Bapepam-LK60.

d. Bank Kustodian dan Manager Investasi wajib memastikan kelelngkapan

data laporan yang tersedia dam akurasi perhitungan data laporan

Reksadana yang disampaikan.

60 Dr. Nor Hadi,SE., M.Si, Akt., Pasar Modal.,(Yogyakarta:Graaha Ilmu, 2013) hlm 30

Page 135: MATERI HUKUM DAGANG

134

11) Pemodal

Pihak yang melakukan investasi melalui pasar modal baik perseorangan

maupun institusi. Investor institusi terdiri dari perusahaan yang bergerak

dibidang jasa keuangan maupun jasa lainnya seperti asuransi, dana pensiun,

koperasi, dan badan hukum lainnya. Baik pemodal perseorangan

ataupuninstitusi tersebut dapat berasal dari Warga Negara Indonesia(WNI)

atau badan hukum Indonesia ataupun warga Negara asing dan badan hukum

asing (Robert Ang,1997)

12) Instrument Pasar Modal

A. Saham

Suratberharga yang menunjukkan kepemilikan investor (perorangan

maupun badan hukum) di dalam suatuperusahaan (PT)

B. Obligasi

Surat berharga yang menunjukkan bahwa penerbit obligasi (bond issuer)

tersebut memperoleh pinjaman dana dari pembeli obligasi dan memiliki

kewajiban untuk membayar kupon bunga secara berkala atas obligasi

tersebut serta kewajiban melunasi pokok utang pada waktu yang telah

ditentukan kepada pihak pembeli obligasi.

C. Reksadana

Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio efek oleh

maanajer investasi.

D. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)

Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untukmembeli saham baru

dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan pada

saat penawaran umum terbatas (right issue)

E. Waran

Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli saham

baru dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan

Page 136: MATERI HUKUM DAGANG

135

mengikuti penerbitan/ penjualan efek lain,missal right issue, IPO,

Obligasi.

13) Dasar Hukum Pasar Modal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 1995

TENTANG

PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar Modal yang

teratur, wajar, dan efisien, diperlukan adanya persyaratan yang

wajib dipenuhi oleh Pihak-Pihak yang melakukan kegiatan di

bidang Pasar Modal dan ketentuan mengenai sanksi administratif

bagi Pihak-Pihak tertentu yang melakukan pelanggaran terhadap

peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu

mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perizinan,

persetujuan, dan pendaftaran untuk melakukan kegiatan di bidang

Pasar Modal serta sanksi administratif dengan Peraturan

Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3608);

MEMUTUSKAN :

Page 137: MATERI HUKUM DAGANG

136

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR

MODAL.

BAB I

BURSA EFEK

Pasal 1

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha

dari Bapepam.

Pasal 2

Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah

Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 3

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Bursa Efek diajukan

kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai

berikut:

a. akta pendirian Perseroan yang telah disahkan oleh Menteri

Kehakiman;

b. daftar Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa

Efek;

c. Nomor Pokok Wjib Pajak Perseroan;

d. pertimbangan ekonomi yang mendasari pendirian Bursa Efek

termasuk uraian tentang keadaan pasar yang dilayaninya;

e. proyeksi keuangan 3(tiga) tahun;

f. rencana kegiatan 3 (tiga)tahun termasuk susunan organisasi,

fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan

diadakan;

g. daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat

di bawah direksi;

h. daftar Pihak yang merencanakan untuk mencatatkan Efek di Bursa

Efek;

i. rancangan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan,

Page 138: MATERI HUKUM DAGANG

137

perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian

Transaksi Bursa, termasuk mengenai penetapan biaya dan iuran

berkenaan dengan jasa yang diberikan;

j. neraca pembukaan Perseroan yang telah diperriksa oleh Akuntan

yang terdaftar di Bapepam; dan

k. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan

dengan permohonan izin usaha Bursa Efek yang ditetapkan lebih

lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10 )diajukan

dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan

oleh Bapepam.

Pasal 4

Bapepam mempertimbangkan permohonan sebagimana dimaksud dalam

Pasal 3 dengan memperhatikan :

a. integritas dan keahlian calon anggota direksi dan komisaris;

b. tingkat kelayakan dari rencana yang telah disusun; dan

c. prospek terbentuknya suatu pasar yang teratur, wajar, dan efisien.

Pasal 5

(1) Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah

Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai

Perantara Pedagang Efek.

(2) Pada waktu pendirian, Bursa Efek wajib memiliki sekutang-

kurangnya 50 (lima puluh) pemegang saham.

(3) Bursa Efek wajib menerima permohonan Perusahaan Efek untuk

menjadi pemegang saham Bursa Efek sepanjang pemegang saham

yang menjadi Anggota Bursa Efek tersebut belum mencapai 200

(dua ratus).

Pasal 6

(1) Yang dapat menjadi Anggota Bursa Efek adalah pemegang saham

Bursa Efek yang memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek.

(2) Bursa Efek wajib menerima permohonan pemegang saham yang

memenuhi syarat sebagai Anggota Bursa Efek untuk menjadi

Anggota Bursa Efek sepanjang jumlah Anggota Bursa Efek belum

Page 139: MATERI HUKUM DAGANG

138

mencapai 200 (dua ratus).

Pasal 7

(1) Pemindahan hak atas saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan

kepada Perusahaan Efek yang telah mempunyai izin usaha sebagai

Perantara Pedagang Efek dan memenuhi syarat menjadi Anggota

Bursa Efek tersebut.

(2) Pemindahan saham Bursa Efek hanya dapat dilakukan setelah

adanya pernyataan Bursa Efek bahwa Perusahaan Efek yang akan

menerima peralihan saham Bursa Efek tersebut telah memenuhi

syarat menjadi Anggota Bursa Efek.

Pasal 8

(1) Perusahaan Efek yang telah menjadi pemegang saham Bursa Efek

tetapi kemudian tidak memenuhi syarat untuk menjadi Anggota

Bursa Efek wajib mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya

kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai

Anggota Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3

(tiga) bulan terhitung sejak tanggal saham Bursa Efek tersebut

dimiliki oleh Perusahaan Efek dimaksud.

(2) Perusahaan Efek yang tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek wajib

mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya kepada

Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai Anggota

Bursa Efek selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

sejak saat Perusahaan Efek tersebut tidak lagi menjadi Anggota

Bursa Efek.

(3) Dalam hal Perusahaan Efek tidak mengalihkan saham Bursa Efek

yang dimilikinya kepada Perusahaan Efek lain sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), maka Bursa Efek melelang

saham Bursa Efek dimaksud pada tingkat harga terbaik dalam

jangka waktu 3 (tiga)bulan sejak dilampauinya batas waktu

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

(4) Dalam hal saham Bursa Efek tidak dapat dialihkan dalam batas

waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka Perusahaan

Efek yang memiliki saham Bursa Efek wajib menjual saham

Page 140: MATERI HUKUM DAGANG

139

tersebut kepada Bursa Efek dan Bursa Efek wajib membeli saham

tersebut pada harga nominal.

Pasal 9

(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Bursa Efek masing-masing

sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.

(2) Anggota direksi dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai

anggota direksi, komisaris atau pegawai pada perusahaan lain.

(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama

3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Pasal 10

(1) Saham Bursa Efek adalah saham atas nama yang mempunyai nilai

nominal dan hak suara yang sama.

(2) Setiap pemegang saham Bursa Efek hanya dapat memiliki 1 (satu)

saham.

(3) Perusahaan Efek pemegang saham Bursa Efek yang tidak

memenuhi syarat menjadi anggota Bursa Efek, tidak dapat

menggunakan hak suara atas saham yang dimilikinya.

(4) Bursa Efek dilarang membagikan dividen kepada pemegang saham.

Pasal 11

Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa Efek dilarang

mempunyai hubungan dengan Perusahaan Efek lain yang juga menjadi

pemegang saham Bursa Efek yang sama melalui:

a. kepemilikan, ab langsung maupun tidak langsung, sekurang-

kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari saham yang mempunyai

hak suara;

b. perangkapan jabatan sebagai anggota direksi atau komisaris; atau

c. pengendalian di bidang pengelolaan dan atau kebijaksanaan

perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung.

Pasal 12

Pemegang saham Bursa Efek wajib menyerahkan surat saham Bursa

Efek yang dimilikinya kepada Lembaga Kliring dan Penjaminan sebagai

jaminan atas transaksi Efek yang dilakukannya.

Page 141: MATERI HUKUM DAGANG

140

Pasal 13

(1) Anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau perubahannya wajib

diajukan kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan.

(2) Dalam hal anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek atau

perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak,

Bapepam memberikan alasan atas penolakan tersebut.

(3) Dalam rangka terciptanya Pasar Modal yang teratur, wajar, dan

efisien, Bapepam dapat memerintahkan Bursa Efek untuk

mengubah anggaran dasar atau peraturan Bursa Efek.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan

Bursa Efek berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh

Bapepam

BABII

LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN, SERTA LEMBAGA

PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

Pasal 15

Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha

dari Bapepam.

Pasal 16

Modal disetor Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian sekurang-kurangnya berjumlah

Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 17

(1) Permohonan untuk memperoleh izin usaha Lembaga Kliring dan

Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian diajukan

kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai

berikut :

a. akta pendirian Perseroan yang telah disahkan oleh Menteri

Kehakiman;

b. Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;

Page 142: MATERI HUKUM DAGANG

141

c. proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun;

d. rencana kegiatan 3 (tiga) tahun termasuk susunan organisasi,

fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan

diadakan;

e. daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat

di bawah direksi;

f. Bursa Efek yang akan mengendalikan dan atau menggunakan

jasa Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian;

g. rancangan peraturan mengenai kegiatan kliring dan penjaminan

penyelesaian Transaksi Bursa, termasuk ketentuan mengenai

biaya pemakaian jasa yang ditetapkan oleh Lembaga Kliring dan

Penjaminan;

h. . rancangan peraturan mengenai jasa Kustodian sentral dan jasa

penyelesaian transaksi Efek, termasuk ketentuan mengenai biaya

pemakaian jasa yang ditetapkan oleh Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian; dan

i. dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan

dengan permohonan izin usaha Lembaga Kliring dan Penjaminan

atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditetapkan

lebih lanjut oleh Bapepam.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan

menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh

Bapepam.

Pasal 18

Bapepam mempertimbangkan permohonan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17 dengan memperhatikan :

a. integritas dan keahlian calon anggota direksi dan komisaris;

b. tingkat kelayakan dari rencana yang telah disusun;

c. prospek terbentuknya suatu pasar yang teratur, wajar, dan efisien;

dan

d. sistem kliring, penjaminan, penyelesaian, serta jasa Kustodian yang

aman dan efisien.

Page 143: MATERI HUKUM DAGANG

142

Pasal 19

(1) Jumlah anggota direksi dan komisaris Lembaga Kliring dan

Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian masing-

masing sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.

(2) Anggota direksi Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian dilarang mempunyai jabatan

rangkap sebagai anggota direksi, komisaris, atau pegawai pada

perusahaan lain.

(3) Anggota direksi dan komisaris diangkat untuk masa jabatan selama

3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

Pasal 20

(1) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian adalah saham atas nama yang

mempunyai nilai nominal dan hak suara yang sama.

(2) Saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat dimiliki oleh Bursa

Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian,

atau Pihak lain atas persetujuan Bapepam.

(3) Mayoritas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan, harus dimiliki

oleh Bursa Efek.

(4) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan atau

Lembaga Penuyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat dilakukan

kepada Bursa Efek, Perusahaan Efek, Biro Administrasi Efek, Bank

Kustodian, atau Pihak lain yang telah memperoleh persetujuan dari

Bapepam.

(5) Pemindahan hak atas saham Lembaga Kliring dan Penjaminan oleh

Bursa Efek kepada pihak yang bukan Bursa Efek hanya dapat

dilakukan sepanjang Bursa Efek tetap memiliki mayoritas saham

Lembaga Kliring dan Penjaminan.

(6) Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian dilarang membagikan dividen kepada pemegang

saham.

Page 144: MATERI HUKUM DAGANG

143

Keputusan BAPEPAM-LK

Bunyi Pasal 5K Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-

undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (RUU). Pasal 5K, yang

notabene adalah pasal baru yang ditambahkan dalam RUU, dikutip untuk

memulai ulasan seputar pokok-pokok perubahan dalam RUU yang

berkaitan dengan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).

Pasal tersebut dikutip dengan tujuan untuk menjadikannya sebagai entry

point untuk memulai pembicaraan seputar Bapepam dalam RUU. Sampai

di mana independensi Bapepam yang diatur dalam RUU dapat menjamin

terbentuknya lembaga pengawas pasar modal yang kredibel?

Pemerintah memiliki dua alternatif dalam rangka pembentukan lembaga

independen yang akan melakukan pengawasan pasar modal. Salah satu

alternatif tersebut adalah pengawasan pasar modal tetap akan dilakukan

oleh Bapepam yang telah independen. Bapepam kelak akan berbentuk

komisi dan dipimpin oleh komisioner yang diangkat oleh presiden.

Bapepam dalam RUU dikatakan independen karena lembaga pengawas

pasar modal ini tidak lagi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Menteri Keuangan, melainkan langsung kepada Presiden. Sementara itu,

pada ketentuan Pasal 3 ayat (2) UU PM disebutkan bahwa Bapepam

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, dalam hal ini

Menteri Keuangan.

UU PM memang telah menempatkan Bapepam sebagai lembaga yang

bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Jadi secara organisatoris,

kedudukan Bapepam berada dalam lingkup Departemen Keuangan

sebagai badan yang secara khusus diberi kewenangan untuk melakukan

pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari.

Page 145: MATERI HUKUM DAGANG

144

Pasal 3 ayat (2) UU PM yang memposisikan Bapepam berada di bawah

Menteri Keuangan, dalam RUU diubah redaksinya. Dengan demikian,

Pasal 3 ayat (2) RUU berbunyi: Bapepam adalah lembaga independen

yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bebas dari campur tangan

pihak lain.

RUU: Dewan Komisioner Bapepam

Dengan ketentuan ini, Bapepam kelak agak-agak mirip dengan badan

pengawas pasar modal Amerika Serikat Securities and Exchange

Commission (SEC). SEC merupakan lembaga yang berdiri sendiri, di

mana anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden.

Perihal Dewan Komisioner, Pasal 5B ayat (1) RUU menyebutkan bahwa

Dewan Komisioner adalah organ yang memimpin Bapepam. Pasal ini

merupakan dasar hukum bagi Dewan Komisioner dalam RUU.

Kemudian, dalam Pasal 5C ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa Dewan

Komisioner terdiri dari 5 (lima) Komisioner dan Komisioner sekurang-

kurangnya 3 (tiga) orang berasal dari pegawai karier Bapepam.

Selanjutnya mengenai pengangkatannya, diatur dalam Pasal 5F (1) RUU

yang menyebutkan bahwa anggota Komisioner dicalonkan dan diangkat

oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Kemudian mengenai masa

jabatan Komisioner, Pasal 5G ayat (4) RUU mengatur bahwa Komisioner

diangkat untuk masa jabatan selama 4 (empat) tahun.

Terkait dengan dua hal yang terakhir, yaitu mengenai jumlah anggota dan

lamanya masa jabatan Komisioner, jika dibandingkan dengan SEC, maka

sekali lagi kita menjumpai kesamaan antara ketentuan ini dengan

ketentuan The Glass-Steagall Act tahun 1933 yang menjadi dasar hukum

SEC.

Berdasarkan ketentuan itu, presiden menunjuk dan mengangkat lima

orang anggota SEC, yang disebut Komisaris, untuk jangka waktu 5 (lima)

tahun masa kerja. Dari lima orang Komisaris SEC tersebut, tidak boleh

Page 146: MATERI HUKUM DAGANG

145

lebih dari 3 (tiga) orang Komisaris berasal dari partai politik yang sama.

Tujuannya, untuk menjaga kemandirian serta netralitas SEC dari campur

tangan atau kepentingan politis.

Ketentuan yang melarang lebih dari tiga anggota Komisaris SEC berasal

dari parpol yang sama, sedikit banyak juga diadopsi dalam RUU. Lihat

saja ketentuan Pasal 5L ayat (2) RUU yang mengatur bahwa antara

sesama Komisioner dilarang berasal dari parpol yang sama.

Jika diperhatikan lebih lanjut, ketentuan mengenai pelarangan sesama

Komisioner Bapepam berasal dari parpol yang sama tersebut jauh lebih

ketat ketimbang apa yang diatur bagi SEC. Jika di dalam SEC masih

dimungkinkan tiga orang Komisaris berasal dari parpol yang sama,

sedangkan untuk Bapepam hal tersebut tertutup sama sekali. Pasalnya,

jangankan tiga, dua orang pun tidak dimungkinkan oleh RUU.

RUU: kewenangan baru Bapepam

Kewenangan Komisioner atau Pejabat Bapepam pada umumnya diatur

dalam Pasal 5 RUU, mulai dari Pasal 5 huruf a sampai dengan huruf q,

serta dalam beberapa Pasal baru yang sebelumnya tidak terdapat dalam

UU PM, seperti Pasal 5A, Pasal 5D, serta Pasal 5K. Yang juga perlu

menjadi catatan adalah, RUU melakukan beberapa perubahan yang

signifikan terkait dengan materi kewenangan Bapepam.

Pertama, Pasal 5 huruf a angka 1 RUU terkait dengan kewenangan

Bapepam dalam pemberian izin usaha kepada Pihak-pihak yang terkait

secara langsung ataupun tidak langsung di pasar modal.

Dalam Pasal 5 huruf a angka 1 UU PM, pihak-pihak yang memerlukan

izin usaha dari Bapepam hanya terbatas pada Bursa Efek, Lembaga

Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa

Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan terakhir Biro

Administrasi Efek.

Page 147: MATERI HUKUM DAGANG

146

Sementara itu dalam RUU, di akhir redaksi pasal tersebut ditambah lagi

dengan kalimat "dan Pihak lain yang ditetapkan oleh Bapepam". Hal ini

ternyata berhubungan erat dengan perubahan definisi kata "Pihak" yang

diberikan sebelumnya dalam Pasal 1 angka 2 RUU. Singkatnya, RUU

memperluas cakupan "Pihak" dalam kaitannya dengan kebijakan

demutualisasi bursa.

RUU, dengan memperluas cakupan kata "Pihak", memungkinkan pihak

lain seperti lembaga keuangan bank untuk menjadi anggota Bursa Efek,

sehingga mereka dapat melakukan transaksi bursa, contohnya transaksi

yang berkaitan dengan obligasi pemerintah.

Kedua, Pasal 5 huruf cA RUU dinyatakan bahwa Bapepam berwenang

menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan Emiten dan

Perusahaan Publik. Menurut sumber hukumonline, ketentuan baru ini

hadir setelah mendapat masukan dari wakil Departemen Kehakiman dan

HAM (Depkeh HAM) selama pembahasan RUU.

Menurut sumber tersebut, Depkeh HAM berpendapat bahwa pengaturan

Bapepam tentang pengelolaan emiten dan perusahaan publik belum

terdapat "cantolannya" atau "payungnya" dalam peraturan setingkat

undang-undang. Dengan demikian, menurut wakil Depkeh HAM itu,

pengelolaan emiten dan perusahaan publik harus secara tegas diatur dalam

RUU.

Terkait dengan hal yang disebut terakhir, dalam sistematika pembentukan

ketentuan hukum pasar modal, yakni UU PM, maka fungsi undang-

undang adalah menjadi umbrella provision (ketentuan yang memayungi)

bagi peraturan pelaksananya. Menurut praktisi hukum pasar modal Indra

Safitri, hal itu harus dilakukan untuk mengoptimalkan seluruh elemen

yang mengatur dinamika pasar modal.

RUU: klimaks independensi Bapepam

Page 148: MATERI HUKUM DAGANG

147

Ketiga, Pasal 5K RUU menentukan, sebagaimana telah dikutip di muka,

Komisioner dan atau pejabat Bapepam tidak dapat dihukum karena telah

mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan

wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini

sepanjang dilakukan dengan itikad baik.

Pasal ini, agaknya dapat dikatakan sebagai klimaks atau puncak dari

implikasi independensi Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal.

Pasal ini dengan tegas dan jelas menggambarkan begaimana "perkasanya"

Bapepam, sehingga otoritas hukum lainnya atau pihak ketiga manapun

tidak dapat mempengaruhi hasil keputusan Bapepam terkait dengan

pelaksanaan wewenangnya.

Untuk menjalankan kewenangannya secara independen, ketentuan seperti

ini memang sangat diperlukan oleh Bapepam. Bagaimanapun Bapepam

harus terhindar dari kepentingan dan campur tangan pihak ketiga, baik

yang bernuansa politis ataupun ekonomis.

Dalam konteks ini, perlu dicamkan bahwa pihak-pihak yang berpotensi

melanggar ketentuan pasar modal adalah mereka yang merupakan

kelompok masyarakat yang kepentingan politis dan ekonomisnya sangat

tinggi. Pasal 5K RUU dalam konteks ini dapat dipandang sebagai bekal

yuridis yang dapat mendukung ruang gerak Pejabat Bapepam dalam

menjalankan fungsi pengawasannya secara optimal.

Secara lebih khusus lagi, dengan mengantongi Pasal 5K di saku para

penyidik Bapepam tidak akan pernah lagi menemukan kesulitan untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan dalam rangka melaksanakan

tugas mereka. Di dunia pasar modal, informasi (dalam arti sempit) adalah

segala-galanya. Dengannya, para pelaku pasar dapat melakukan almost

anything.

Coba saja cermati, beragam kejahatan yang terjadi di pasar modal hampir

seluruhnya terkait dengan informasi. Sebut saja, pelanggaran keterbukaan

informasi dengan cara memberikan informasi yang menyesatkan kepada

Page 149: MATERI HUKUM DAGANG

148

publik (misleading information), manipulasi pasar (market manipulation),

penipuan (fraud), ataupun perdagangan orang dalam (insider trading).

Independen  kredibel

Namun pada sisi lain, kewenangan Bapepam sebagaimana diatur dalam

Pasal 5K RUU wajib dikritisi. Pasalnya, kendala Bapepam dalam

melaksanakan tugasnya selama ini bukan hanya sebatas kurang

memadainya wewenang yang mereka miliki, tetapi lebih kepada

merosotnya integritas individu-individu Bapepam itu sendiri.

Sebagaimana pernah diakui oleh Ketua Bapepam Herwidayatmo,

kelemahan lembaga pengawas jasa keuangan, khususnya Bapepam, juga

terkait dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki

Bapepam. Secara terpisah, Indra Safitri mengungkapkan bahwa sisi lemah

pejabat Bapepam akhir-akhir ini merupakan dampak dari rendahnya

mentalitas penegakan hukum mereka.

Tidak sedikit dari pejabat Bapepam yang telah memiliki jalinan "kasih"

yang erat dengan pelaku pasar tertentu, baik itu perusahaan efek ataupun

emiten. Pertalian itu telah dijalin sedemikian lamanya, sehingga bukan

suatu hal yang janggal ketika sebagian pejabat Bapepam menerima

"sesuatu" dari pihak-pihak tertentu yang juga, secara tak langsung,

menginginkan "sesuatu" dari para pejabat tersebut.

Di sinilah letak persoalan sebenarnya. Bagaimanapun juga tingkat

efektifitas hukum yang akan diterapkan akan sangat bergantung kepada

moral aparat hukumnya. Sehingga sangat wajar bila independensi

Bapepam tidak dicemari oleh prilaku yang menyimpang dari pola

pelaksanaannya di lapangan.

Keyakinan untuk menghadirkan posisi Bapepam yang bersih, jujur, dan

berwibawa akan memicu dan mendorong pelaku pasar untuk mematuhhi

segala bentuk keputusan, perintah, dan sanksi hukum yang diberikan.

Page 150: MATERI HUKUM DAGANG

149

Sekali lagi penting untuk ditegaskan, independensi bukan segala-galanya,

tapi kredibilitas Bapepam akan sangat ditentukan pula oleh kemauan

aparat Bapepam untuk tetap bertindak bersih, jujur, dan berwibawa.

- Keputusan lembaga penyelesaian dan penyimpanan (PT.KSEI)

a. Bahwa PT Kustodian Sentral Efek Indonesia ("KSEI") sebagai

Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian, dalam menyediakan jasa Kustodian

sentral dan penyelesaian transaksi Efek berwenang untuk mengatur

penggunaan layanan jasa tersebut bagi Pemakai Jasa agar berjalan

secara teratur, wajar dan efisien sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan

peraturan pelaksanaannya.

b. Bahwa untuk memastikan penggunaan layanan jasa KSEI berjalan

secara teratur, wajar dan efisien, dipandang perlu untuk mengatur

mengenai pengenaan sanksi bagi Pemakai Jasa yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan KSEI.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dipandang

perlu untuk membuat peraturan KSEI tentang Sanksi KSEI.

MEMUTUSKAN

1. Peraturan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Nomor

VIII Tentang Sanksi KSEI sebagaimana tercantum dalam lampiran

keputusan ini.

2. Hal yang perlu diatur lebih lanjut dari Peraturan ini akan diatur dalam

surat edaran yang akan diterbitkan kemudian oleh KSEI.

3. Keputusan Direksi ini berlaku efektif sejak tanggal ditetapkan dengan

ketentuan bahwa segala sesuatunya akan diubah dan diperbaiki

sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan dalam penetapan

dan/atau dianggap perlu untuk dilakukan perbaikan atas Keputusan

Direksi ini.

- Kode etik profesi dalam pasar modal

Page 151: MATERI HUKUM DAGANG

150

Berkaitan dengan kode etik, Asosiasi WPPE (AWP2EI), menerbitkan

Kode Etik WPPE yang antara lain memuat:

a. Memahami dan mematuhi segala ketentuan, peraturan, dan perudang-

undangan Pasar Modal di Indonesia.

b. Tuntutan untuk bertindak dan bersikap profesional.

c. Dilarang melakukan transaksi efek baik langsung maupun tidak

langsung untuk dan atas nama pribadi.

d. Dalam melaksanakan Amanat, kepentingan Nasabah didahulukan

berdasarkan prioritas waktu dan prioritas harga.

UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

PENIPUAN, MANIPULASI PASAR, DAN PERDAGANGAN ORANG

DALAM

Pasal 90

Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung

atau tidak langsung:

a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan

atau cara apa pun;

b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan

c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau

tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat

tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan

dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan

kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan

mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.

Yang dimaksud dengan “kegiatan perdagangan Efek” dalam Pasal ini

adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau

penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi

di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan atau

penjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan

Publik.

- UU NO 8 THN 1995 tentang pasar modal

Page 152: MATERI HUKUM DAGANG

151

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal adalah ketentuan umum mengenai undang-undang Pasar Modal.

Berisi tentang definisi, pengertian, serta aturan dan ketentuan mengenai

aktivitas di pasar modal. Di dalamnya berisi tentang:

BAB I Ketentuan Umum

Memberikan penjelasan tentang definisi, pengertian, serta aturan dan

ketentuan yang diatur di UU Pasar Modal.

BAB II Badan Pengawas Pasar Modal

Aturan mengenai fungsi, peran, otoritas, serta tanggung jawab yang

dimiliki Badan Pengawas Pasar Modal.

BAB III Bursa Efek, Lembaga Kliring, dan

Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian

Memberikan pemaparan fungsi, syarat, dan ketentuan mengenai aktivitas

di Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian.

BAB IV Reksa Dana

Aturan mengenai bentuk dan sifat Reksa Dana, serta ketentuan mengenai

pengelolaan Reksa Dana.

BAB V Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat

Investasi

Aturan mengenai persyaratan, ketentuan, otoritas kegiatan, serta pedoman

untuk Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi.

BAB VI Lembaga Penunjang Pasar Modal

Aturan mengenai persyaratan dan ketentuan tentang Lembaga Penunjang

Pasar Modal, yang di dalamnya termasuk Kustodian, Biro Administrasi

Efek, dan Wali Amanat.

BAB VII Penyelesaian Transaksi Bursa dan Penitipan

Kolektif

Penjelasan mengenai tata cara aktivitas penyelesaian transaksi bursa, serta

syarat dan ketentuan mengenai penitipan kolektif.

BAB VIII Profesi Penunjang Pasar Modal

Page 153: MATERI HUKUM DAGANG

152

Aturan yang mengatur profesi penunjang aktivitas Pasar Modal, serta

persyaratan, tata cara, dan kewajiban saat melakukan aktivitas di Pasar

Modal.

BAB IX Emiten dan Perusahaan Publik

Penjelasan mengenai persyaratan pendaftaran, kewajiban, ketentuan, serta

hak yang dimiliki Emiten dan Perusahaan Publik dalam aktivitas di bursa

saham.

BAB X Pelaporan dan Keterbukaan Informasi

Memberikan paparan kewajiban bagi pelaku di bursa saham untuk

melapor kepada Badan Pengawas Pasar Modal, termasuk jenis laporan

yang harus disampaikan.

BAB XI Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan

Orang Dalam

Penjelasan mengenai aktivitas dan kegiatan apa saja yang dilarang di

kegiatan Pasar Modal, termasuk penipuan, dan pelarangan penggunaan

orang dalam sesuai ketentuan berlaku.

BAB XII Pemeriksaan

Dasar hukum mengenai wewenang Bapepam melakukan pemeriksaan

terhadap pelanggaran UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya,

termasuk aturan tata cara pemeriksaan.

BAB XIII Penyidikan

Aturan mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan penyidikan yang

dilakukan Bapepam terhadap pelanggar UU Pasar Modal dan peraturan

pelaksanaannya.

BAB XIV Sanksi Administratif

Aturan mengenai sanksi administratif yang diberikan Bapepam terhadap

pelanggar UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.

BAB XV Ketentuan Pidana

Penjelasan mengenai ketentuan pidana terhadap pihak yang melanggar

UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.

BAB XVI Ketentuan Lain-lain

Penjelasan mengenai ketentuan menuntut ganti rugi terhadap pihak yang

dirugikan dari pelanggaran UU Pasar Modal dan peraturan

Page 154: MATERI HUKUM DAGANG

153

pelaksanaannya, serta kewajiban konsultasi dan atau koordinasi Bapepam

dan Bank Indonesia terkait aktivitas pengawasan di Pasar Modal.

BAB XVII Ketentuan Peralihan

Memberikan paparan kewajiban dan ketentuan bagi Perusahaan Publik

setelah UU Pasar Modal ini diundangkan, dan sifat peraturan lain terkait

Pasar Modal setelah UU Pasar Modal ini resmi berlaku.

BAB XVIII Ketentuan Penutup

Penjelasan mengenai tanggal berlakunya UU Pasar Modal mulai 1 Januari

1996, sekaligus tak berlakunya UU lama yang mengatur Pasar Modal.

- UU NO 1 THN 1995 tentang perseroan terbatas

a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel,

Staatsblad 1847:23), sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional

maupun internasional;

b. bahwa di samping bentuk badan hukum Perseroan Terbatas

sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hingga

saat ini masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil

Indonesia sebagaimana diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia

(Ordonnantie op de Indonesische Maatschapij op Aandeelen, Staatsblad

1939:569 jo.717);

c. bahwa dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi

kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional,

serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum, dualisme

pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu ditiadakan dengan

mengadakan pembaharuan peraturan tentang Perseroan Terbatas;

d. bahwa pembaharuan pengaturan tentang Perseroan Terbatas

sebagaimana dimaksud dalam huruf c, harus merupakan pengejawantahan

asas kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;

Page 155: MATERI HUKUM DAGANG

154

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, b, c, dan d dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang

Perseroan Terbatas;

- UU NO 15 THN 2002 tentang tindak pidana pencucian uang diubah

dengan UU NO 25 THN 2003

a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah

yang besar semakin meningkat, baik kejahatan yang dilakukan dalam

batas wilayah Negara Republik Indonesia maupun yang melintasi batas

wilayah negara;

b. bahwa asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari kejahatan

tersebut, disembunyikan atau disamarkan dengan berbagai cara yang

dikenal sebagai pencucian uang;

c. bahwa perbuatan pencucian uang harus dicegah dan diberantas agar

intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan

yang jumlahnya besar dapat di minimalisasi sehingga stabilitas

perekonomian nasional dan keamanan negara terjaga;

d. bahwa pencucian uang bukan saja merupakan kejahatan nasional tetapi

juga kejahatan transnasional, oleh karena itu harus diberantas, antara lain

dengan cara melakukan kerja sama regional atau internasional melalui

forum bilateral atau multilateral;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-undang tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang.

UU NO 25 THN 2003

a. bahwa agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang dapat berjalan secara efektif, maka Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang perlu

disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana tentang pencucian

uang dan standar internasional;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, perlu mengubah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang;

Page 156: MATERI HUKUM DAGANG

155

- UU NO 24 THN 2002 tentang surat utang negara (SUN)

a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan

cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, perlu ditingkatkan kemampuan dan

kemandirian

untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara

berkesinambungan

dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat;

b. bahwa mobilisasi dana melalui pasar keuangan merupakan upaya

peningkatan

partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan

pembangunan

nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara;

c. bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan

salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko

keuangan bagi negara di masa mendatang;

d. bahwa guna memberikan kepastian hukum kepada pemodal perlu

adanya landasan hukum atas komitmen Pemerintah untuk

memenuhi kewajiban keuangan serta penyelenggaraan manajemen

Surat Utang Negara yang transparan, profesional, dan bertanggung

jawab;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-undang tentang

Surat Utang Negara;

Page 157: MATERI HUKUM DAGANG

156

B. Kesimpulan

Dalam Undang-Undang Pasar Modal didefinisikan sebagai kegiatan yang

berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan

public yang berkaitan dengan efek yang di terbitkannya, serta lembaga profesi

yang berkaitan dengan efek. (bab 1, pasal 1, anka 13, UURI No 8 tentang

pasar modal)

a) Fungsi umum pasar modal diantaranya:

1. Saving

2. Fungsi kekayaan

3. Fungsi likuiditas

4. Fungsi pinjaman

b) Lembaga pasar modal

1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuanagn (BAPEPAM-

LK)

2. Bursa efek

3. Lembaga Kliring dan Penjaminan ( PT.KPEI)

4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (PT.KSEI)

5. Perusahaan efek

Page 158: MATERI HUKUM DAGANG

157

6. Penjamin emisi efek

7. Perantara dagang efek

8. Manajer investasi

c) Lembaga penunjang pasar modal

1. Biro administrasi efek

2. Custodian

3. Wali amanat

4. Penasihat investasi

d) Profesi penunjang pasar modal

1. Akuntan public

2. Konsultan hukum

3. Penilai (appraiser)

4. Notaris

e) Emiten dan perusahaan public

f) Perusahaan public

g) Penawaran umum

h) Raksadana

i) Pemodal

j) Instrument pasar modal

1. Saham

2. Obligasi

3. Reksadana

4. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)

5. Waran

Page 159: MATERI HUKUM DAGANG

158

Daftar Pustaka

- Hadi, Nor. 2013. Pasar Modal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

- Martalena. 2011. Pengantar Pasar Modal. Yogyakarta: Penerbit Andi

- Prof.Drs.C.S.T. Kansil,S.H. 2008. Jakarta: Sinar Grafika

- Sastrawidjaya, man suparman. 1997. Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat

Berharga. Bandung: Alumni.

Page 160: MATERI HUKUM DAGANG

159

BAB VI

SURAT BERHARGA

Oleh :

Fakhri Muhammad, Tiara alfionissa, Dini Nabillah, Dhea Alda Mutya

A. Pengertian Surat berharga

Kemajuan teknologi dunia yang begitu pesat sangat berpengaruh dalam sektor

perdagangan. Hal ini terlihat dalam hal orang menghendaki segala yang menyangkut

urusan perdagangan dapat bersifat praktis, aman, dan dipertanggungjawabkan,

khususnya dalam lalu lintas pembayarannya. Artinya, orang tidak mutlak lagi

menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat

berharga sebagai alat pembayaran kredit.61

Praktis artinya dalam setiap transaksi para pihak tidak perlu membawa mata uang

dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup dengan mengantongi

61 R. Ali Ridho, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer,

Keseimbangan Kekuasaan dalam PT danPenswastaan BUMN (Bandung: RemadjaKarya, 1988), hlm. 7.

Page 161: MATERI HUKUM DAGANG

160

surat berharga saja dan aman artinya tidak setiap orang yang berhak menggunakan surat

berharga, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu.

Adapun jika menggunakan mata uang apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali

kemungkinan timbulnya bahaya atau kerugian, misalnya pencurian dll.

          Surat berharga yang menjadi objek pembicaraan seperti yang diatur dalam KUHD,

terlebih dahulu perlu dibedakan dua macam surat, yaitu :

1. Surat berharga, terjemahan dan istilah aslinya dalam bahasa belanda waarde

papieren, Waarde berarti nilai dalam KUHD yang diartikan berharga dan

Papiern yang berarti kertas, sehingga Waarde Papieren berarti kertas berharga.

Sedangkan di Negara-negara anglo saxon lebih dikenal dengan istilah negotiable

instruments.62

2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam

bahasa belanda papier van waarde dan dalam bahasa inggrisnya letter of value.

Bahkan di Indonesia, ada yang menerjemahkan surat berharga menjadi surat

perniagaan (Commercial paper).

KUHD tidak menjelaskan secara implisit tentang apa yang disebut dengan surat

berharga. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan surat berharga

perlu merujuk kepada pendapat-pendapat para pakar atau sarjana hukum mengenai

definisi tentang surat berharga.

Beberapa definisi tentang surat berharga menurut para ahli diantaranya :

1. Menurut Molengraaff, surat berharga berarti akta-akta atau alat-alat bukti yang

menurut kehendak penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukan

semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan

untuk menagih.63

2. Menurut Ribbius, surat berharga artinya surat-surat yang pada umumnya harus

didalam pemilikan seseorang untuk dapat melaksanakan hak yang ada

didalamnya.64

3. Menurut Purwo Sutjipto, surat berharga adalah surat bukti tuntutan hutang,

pembawa hak dan mudah untuk diperjualbelikan.65

62 H. Boerhanoeddin S.Batoeh, Surat-surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1980) h.2763 Molengraaff, Leidraad bij de Boefening van Het Nederlandse Handelsrecht, Jilid 1 1974 dan Jilid 2 195464 Dra.Farida Hasyim,M.Hum. Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 232-23365 R. Ali Rido,SH., Hukum Dagang, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 7

Page 162: MATERI HUKUM DAGANG

161

Dari tiga pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa surat berharga berarti surat yang

diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang

merupakan pembayaran harga sejumlah uang atau dapat dikatakan surat yang

mempunyai nilai.66

B. Fungsi dan tujuan surat berharga

Setelah kita mengetahui apa definisi dari surat berharga itu, sekarang kita akan

mengetahui apa fungsi dan tujuan surat berharga itu.

Surat berharga mempunyai beberapa fungsi diantaranya:

1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)

2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau

sederhana)

3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)67

4. Sebagai pembawa hak.

Selain mempunyai fungsi, surat berharga juga mempunyai tujuan. Tujuannya adalah

untuk berbagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang dan dapat

mengalihkan barang.

Maksudnya, dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk

mendapatkan pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah

barang tertentu yang dapat diperjualbelikan.68

Adapun istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa peraturan

perundang-undangan antara lain:

1 Pasal 469 KUHD, “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak permata dan

lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga, begitupun…”

2 Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, “Semua uang, barang-barang perhiasan,

efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…”

3 Dalam konteks perbankan, Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.7 Tahun

1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara

enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi,

66 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, (Bandung: PT.Aditya Pratama, 1993), H.967 R.Ali Rido,SH, Loc.Cit. 68 Emmy Pangaribuan Simanjutak, Hukum Dagang Surat-surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, h. 23

Page 163: MATERI HUKUM DAGANG

162

sekuritas kredit, atau setiap derivative dari surat berharga atau kepentingan

lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim

diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang.69

C. Teori Mengenai Surat Berharga

Ada empat teori yang dikenal dan membahas masalah di atas antara lain70

1. Teori kreasi atau penciptaan (creatietheorie)

2. Teori kepantasan (redelijkheidstheorie)

3. Teori perjanji an (overeenkomstheorie)

4. Teori penunjukan (vertoningstheorie)71

a.      Teori kreasi atau penciptaan

Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh Einert seorang sarjana hukum jerman

pada tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya Die Lehre von Den

Inhaberpapieren tahun 1857. Menurut teori ini , yang menjadi dasar hukum mengikatnya

surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah perbuatan “menandatangi” surat

berharga itu. Perbuatan inilah yang menciptakan perikatan anatara penerbit dan

pemegang karena ada perikatan itu, penerbit bertanggung jawab membayar kepada

pemegang surat berharga itu, walaupun tanpa perjanjian dengan pemegang berikutnya.

b.      Teori kepantasan

Pelopor teori ini adalah Grunhut. Ia adalah seorang sarjana hukum jerman. Di

jerman, teori ini disebut Redlichkeitstheorie. Teori ini masih berdasarkan pada teori

kreasi atau penciptaan dengan pembatasan. Teori kreasi atau penciptaan menyatakan

bahwa penerbit yang menandatangani surat itu tetap terikat untuk membayar kepada

pemegang, 72meskipun pemegang yang tidak jujur.

c.       Teori perjanjian

Teori ini dikemukakan oleh Thoi, seorang sarjana hukum jerman dalam bukunya

Das handelsrecht (1987). Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya

surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah surat perjanjian yang dibuat oleh

69 UU No.7/1992 tentang Perbankan70 Zevenbergen, 1935 , h. 40-4571 Dra.Farida Hasyim,M.Hum., Op.cit, h. 23572 R. Soekardono,SH., Hukum Dagang Indonesia, cetakan keempat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981) h. 38

Page 164: MATERI HUKUM DAGANG

163

kedua belah pihak , yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang pertama yang

menerima surat berharga itu.

Dalam perjanjian, disetujui bahwa jika pemegang pertama mengalihkan surat itu

kepada pemegang berikutnya, penerbit tetap terikat untuk membayar atau bertanggung

jawab untuk membayar dalam keadaan tertentu.

d.      Teori penunjukan

Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum terkenal, yaitu Land dalam bukunya

Beginseleen van het Hedendaagsche (1881), Wittenwaall dalam bukunya Het

Toonderpapier (1893), dan di jerman oleh Rieser.

Menurut teori ini, yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara

penerbit dan pemegang adalah perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur. Debitur

yang pertama adalah penerbit, oleh siapa surat berharga itu disuruh dipertunjukkan pada

hari bayar, saat itulah timbul perikatan dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya.

Namun, teori ini tidak sesuai dengan fakta karena pembayaran adalah pelaksanaan dari

suatu perjanjian atau perikatan, dengan demikian perikatan tersebut harus sudah ada

terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya. Teori ini pun dikat akan terlalu jauh

bertentangan dengan KUHD.73

D. Surat Berharga adalah Surat Legitimasi

Awal terbitnya surat berharga tidak akan terlepas dari perjanjian atau selalu

didahului suatu atau transaksi atau perbuatan hukum para pihak atau dengan kata lain

adanya perikatan dasar. Perikatan dasar itu berbentuk perjanjian atau kontrak yang dapat

berupa perjanjian jual-beli, sewa menyewa, sewa guna usaha (leasing), pengangkutan,

dan sebagainya. Dalam penerbitan surat berharga minimal terdapat dua pihak, yaitu

pihak penerbit dan penerima surat berharga.

Surat legitimasi berarti surat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang

berhak. Surat berharga adalah surat legitimasi dapat digunakan sebagai bukti diri bagi

pemegangnya , bahwa ialah orang yang berhak atas tagihan tersebut didalamnya, maka

dengan adanya surat berharga dengan seacara otomatis timbullah suatu perikatan antara

masing-masing pihak yang membuatnya.

Surat berharga tidak hanya berlaku sebagai bukti diri jika terjadi perselisihan, tetapi

juga mempermudah pemegangnya menuntut haknya atas pembayaran diluar proses. Asas

73 Soekardino, Ibid

Page 165: MATERI HUKUM DAGANG

164

legitimasi ini digunakan untuk memperlancar peredarannya dalam lalu lintas pembayaran

sesuai dengan fungsi dan penerbitan surat berharga.

Ada dua jenis surat legitimasi menurut KUHD74, yaitu:

1. Legitimasi formil, bahwa surat berharga itu dianggap sebagai orang yang

berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya. Dianggap demikian, karena bila

pemegang tidak dapat menunjukkan bukti secara formil diatur UU maka ia tidak

dapat dikatakan pemegang sah.

2. Legitimasi materiil, bahwa bukti pemegang surat berharga itu

sesungguhnya adalah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya.

Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi tersebut adalah:

1. Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai

hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya.

2. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu

benar-benar orang yang berhak.

3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga

yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.

Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan

surat berharga.

Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi tersebut, bahwa:

1. Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai

hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya.

2. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu

benar-benar orang yang berhak.

3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga

yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.

E. Jenis-jenis Surat Berharga

Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai berapa macam jenis-jenis surat

berharga.

1. Menurut Zevenbergen, ada tiga jenis surat berharga, yaitu:

a. Surat rekta

b. Surat kepada pengganti

74 Prodjojikoro, Wirjono., Op.cit. h. 43

Page 166: MATERI HUKUM DAGANG

165

c. Surat kepada pembawa75

2. Scheltema dan Wiarda membagi surat berharga menjadi 2 (dua) jenis,

yakni:

a. Surat kepada pengganti

b. Surat kepada pembawa76

3. Sedangkan Volmer menyebutnya sebagai surat perniagaan, yang terdiri dari

surat berharga dan surat yang berharga, namun terbagi pula beberapa kelompok surat

yang masing-masing kelompok mempunyai kekhususannya sendiri-sendiri, yakni:77

a. Surat berharga dan surat yang berharga

Perbedaan antara dua kelompok surat ini terletak pada kedudukan akta pada surat

berharga, yang merupakan syarat adanya hak menuntut (bestaansvoorwarde) dan

merupakan pembawa hak (dragger van recht). Sedangkan akta pada surat yang berharga

tidak merupakan surat adanya hak menuntut dan tidak merupakan pembawa hak, sebab

tanpa akta hak menuntut tetap ada dan dapat dibuktikan dengan segala alat pembuktian

menurut hukum, karena akta itu bukan pembawa hak.

b. Surat bukti diri

Surat bukti diri (legitimatiepapiern) pada umumnya sama dengan surat berharga.

Surat bukti diri itu terutama dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik hak yang

sah.

c. Surat kepada pengganti dan kepada pembawa (order-en toonder

papier)

Merupakan surat yang membuktikan bahwa adanya perikatan dari

penandatanganan, dengan keistimewaannya bahwa kedudukan krediturnya itu dapat

dengan mudah diperalihkan kepada orang lain, sedangkan hal kedudukan kreditur yang

mudah diperalihkan itu sesuai dengan maksud si penandatangan.

d. Surat rekta (rektapapiern)

75 Zevenbergeen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing company, 1993, h. 6576 Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional Publication, Inc, New York, 1992, h. 4777 Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul, Minn, 1975, h. 33

Page 167: MATERI HUKUM DAGANG

166

Merupakan surat yang menurut Undang-undang dapat diterbitkan sebagai surat

berharga, tetapi karena para pihak menghendaki agar kedudukan kreditur jangan diganti,

maka surat itu dibentuk sedemikian rupa, sehingga peralihan itu sukar dilaksanakan.

e. Surat kebendaan (zakenrechtelijke papieren)

Surat yang berisi perikatan untuk menyerahkan barang-barang, misalnya

konosomen, ceel, delivery order (DO) dan lain-lain. Surat itu dapat diterbitkan atas

nama, kepada pengganti atau kepada pembawa.

f. Surat keanggotaan (lidmaatscapsapieren)

Disebut juga surat saham (aandelbewijzen) pada perseroan terbatas, koperasi,

atau kumpulan lainnya, dapat juga disebut sebagai surat keanggotaan. Surat saham pada

perseroan terbatas dapat diterbitkan atas namadan kepada pembawa. Saham kepada

pengganti tidak dikenal, baik dalam undang-undang maupun dalam praktek.

4. Adapun ketentuan-ketentuan mengenai surat berharga diatur dalam Buku I title 6

dan title 7 KUHD yang berisi tentang:

a. Wesel

b. Surat sanggup

c. Cek

d. Kwitansi-kwitansi

e. Promes atas tunjuk78

1)    Wesel

Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” didalamnya, ditanggali

dan ditandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbit (treker) memberi perintah tak

bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari

bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima

(nemer) atau penggantinya di suatu tempat tertentu. Dengan begitu, maka personalia

yang bersangkutan dengan surat wesel dapat diperinci sebagai berikut:

a) Penerbit (treker), yaitu orang yang membuat atau menerbitkan atau

mengeluarkan surat wesel.

b) Tersangkut (betrokkene) yaitu orang yang mendapat perintah dari penerbit

untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada penerima.

78 Drs. C.S.T. Kansil,SH, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 165

Page 168: MATERI HUKUM DAGANG

167

c) Penerima (nemmer) yaitu orang yang ditunjuk oleh penerbit untuk menerima

sejumlah uang sebagai disebut dalam surat wesel pada hari bayar.

d) Pemegang (houder) adalah orang yang memperolah surat wesel dari penerima

atau pemegang lainnya.

e) Ansodan (endosant) ialah kedudukan penerima atau pemegang, yang

menyerahkan surat wesel kepada orang lain, sedangkan orang lain yang

menerima penyerahan surat itu disebut “pemegang”.

Gambar diatas merupakan contoh bentuk wesel

Bentuk surat wesel dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Bentuk surat wesel umum

Ada tiga bentuk umum mengenai surat wesel, yaitu:

a. Wesel atas nama, yaitu wesel yang nama pemiliknya ditulis dalam

wesel itu. Meskipun wesel ini atas nama, tetapi dapat diserahkan

kepada orang lain dengan andosemen, yang mempunyai akibat

sebagai andosemen biasa (pasal 110 ayat 1).

b. Wesel kepada pengganti, yaitu wesel yang disamping nama

pemiliknya ada tambahan sebuah klausul yang berbunyi “atau

penggantinya”. Penyerahan wesel ini kepada orang lain dengan

andosemen (pasal 110 ayat 1).

c. Wesel tidak kepada pengganti, ialah wesel atas nama dengan

tambahan klausul “tidak kepada pengganti”. Wesel jenis ini bukanlah

jenis surat berharga, melainkan surat yang berharga atau “wesel

rekta” sedangkan peyerahannya tidak boleh mempergunakan

andosemen, melainkan harus dilakukan dengan sesi (cessie), yang

berakibat peralihan itu harus diketahui/disetujui oleh debitur (pasal

110 ayat 2).

Page 169: MATERI HUKUM DAGANG

168

2. Bentuk wesel khusus

Di samping bentuk wesel umum, KUHD mengenal wesel-wesel bentuk

khusus yang diatur dalam pasal 102. 102 a, 103 dan 126. Yang perinciannya

adalah sebagai berikut.

a. Wesel yang diterbitkan untuk penerbit sendiri atau penggantinya.

b. Wesel yang diterbitkan kepada penerbit sendiri.

c. Wesel yang diterbitkan atas tanggungan pihak ketiga.

d. Wesel inkaso.

e. Wesel domisili.

f. Wesel domisili dalam blanko.

3. Pasal 100 KUHD menentukan persyaratan-persyaratan bagi setiap wesel,

jelasnya sebagai berikut:

a. Kata wesel harus jelas gtertulis pada surat itu

b. Perintah yang tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang yang

telah ditentukan (yang tertulis)

c. Nama orang yang harus membayarnya (tertarik)

d. Penetapan atau ketentuan tanggal pembayaran

e. Penetapan atau ketentuan tempat dimana pembayaran itu harus

dilakukan

f. Nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditujukan

olehnya pembayaran harus dilakukan

g. Tanggal dan tempat surat wesel tersebut ditariknya

h. Tanda tangan yang mengeluarkan wesel tersebut (penarik)

Pasal 101 KUHD menegaskan bahwa semua persyaratan diatas harus dipenuhi

dan seandainya salah satu syarat itu tertinggal atau tidak terpenuhi, maka surat tersebut

tidak berlaku sebagai surat wesel.79

2)     Surat Sanggup

Yang dimaksud dengan perkataan sanggup dalam hal ini adalah sama dengan

setuju. Kata sanggup atau setuju itu mengandung suatu janji untuk membayar, yaitu

kesediaan dari pihak penanda tangan untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang

atau penggantinya pada waktu tertentu. Jadi, surat sanggup atau surat aksep adalah surat

tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau

penggantinya pada hari tertentu.79 Drs. C.S.T. Kansil,SH., Op.Cit., h. 154

Page 170: MATERI HUKUM DAGANG

169

Surat sanggup istilah aslinya berasal dari bahasa belanda,ordebriefie,bahasa

perancisnya billet order, bahasa inggrisnya promissory note. Dalam undang-undang juga

dikenal istilah promesse dan order. Surat sanggup juga disebut surat aksep.

Surat aksep berasal dari bahasa perancis, accept yang artinya setuju. Kedudukan

si penanda tangan surat aksep adalah sama sepertikedudukan akseptan pada surat wesel,

artinya suatu janji sanggup atau setuju membayar.

Karena si penanda tangan selaku penerbit mengikatkan diri untuk membayar

kepada penerima atau pemegang, jadi posisinya seperti akseptan pada surat wesel, maka

dalam surat aksep tidak terdapat adanya tersangkut.

Surat sanggup tidak dapat digolongkan kepada surat pengakuan utang walaupun

di dalamnya penanda tangan sudah tertulis bahwa utangnya pada pemegang dan berjanji

membayar pada hari bayar. Surat pengakuan utang bukan surat berharga, melainkan

hanya merupakan surat bukti utang yang diperalihkan kepada orang lain.

            Surat sanggup mempunyai dua sifat, yaitu:

a) surat sanggup sebagai bukti pinjaman uang

b) surat sanggup sebagai alat bayar.

3)   CEK

Pada pokoknya surat cek itu adalah sebuah surat di bawah tangan yang

berisikan perintah pembayaran tanpa syarat yang menjadi alat pembayaran tunai

secara giral sebagai ganti uang chartal.

Dalam masyarakat dagang khususnya, alat pembayaran tunai secara giral

semacam surat cek adalah lazim sekalipun kadang-kadang bentuknya tidak sesuai

dengan ketentuan pasal 178 KUHD. Ini sejenis dengan surat cek yang berlaku di

kalangan para pedagang tionghoa, yaitu kertas bon putih yang disebut Pe Pyo.

Berlakunya Pe Pyo ini hanya terbatas dalam masyarakat yang saling

mempercayai saja. Apabila terjadi sengketa, penyelesaian sangat sulit.

Surat Cek termasuk surat tagihan utang yang berupa perintah untuk

membayar sejumlah uang tertentu, jadi sama seperti surat wesel. Perbedaannya

disebabkan oleh sifatnya yang berlainan. Oleh karena itu, kedua macam surat

Page 171: MATERI HUKUM DAGANG

170

berharga ini pengaturannya berbeda dalam KUHD walaupun ada juga

persamaannya antara lain di bawah ini.

1. Fungsi ekonomis dalam lalu lintas pembayaran. Surat wesel

menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran kredit,

yaitu untuk memperoleh uang kredit. Adapun surat cek

menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran tunai, hal

ini dapat disimpulkan dari ketentuan pasal  205 ayat (1) KUHD.

Setiap cek harus dibayar pada waktu yang diperlihatkan, sedangkan

setiap penetapan akan kebalikannya dianggap tidak tertulis.

2. Waktu peredaran sebagai alat pembayaran kredit, surat wesel

mempunyai waktu peredaran yang lama bahkan bisa melebihi satu

tahun, sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai

mempunyai waktu peredaran yang singkat, yaitu 70 hari (pasal 206

ayat 1 KUHD).

3. Surat wesel sebagai alat pembayaran kredit harus dibayar pada

waktu tertentu yang telah ditetapkan dalam surat wesel, sedangkan

surat cek harus dibayar pada waktu diperlihatkan dalam (pasal 205

ayat 1 KUHD).

4. Penerbitan surat wesel dapat diterbitkan atas bangkir atau bukan

bangkir. Sebagai alat pembayarn kredit, pemegang surat wesel dapat

memperoleh pembayaran sebelum hari bayar dengan jalan

mengendosemenkan surat wesel itu kepada orang lain. Adapun surat

cek sebagai alat pembayarn tunai harus diterbitkan atas bangkir.

Apabila ingin memperoleh pembayaran, langsung saja diperlihatkan

kepada banknya.

5. Lembaga akseptasi sebagai alat pembayaran kredit surat wesel

mengenal lembaga akseptasi, artinya sebelum hari bayar tiba perlu

memperoleh kepastian terlebih dahulu dari tersangkut, sedangkan

surat cek sebagai alat pembayaran tunai tidak mengenal lembaga

akseptasi. Jadi, setiap waktu diperlihatkan kepada bangkir, ia harus

dibayar.

Klausul yang berbeda walaupun dapat diterbitkan atas penglihatan (op zicht),

surat wesel bersifat atas pengganti (aan order). Adapun surat cek dapat diterbitkan

Page 172: MATERI HUKUM DAGANG

171

atas pengganti dan dapat juga atas tunjuk (aan toonder). Pada umumnya, surat cek

diterbitkan atas tunjuk sehingga peralihannya cukup dari tangan ke tangan.80

Surat cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-

undang yang disebut syarat-syarat formal.

Menurut ketentuan pasal 178 KUHD setiap surat cek harus memuat syarat-

syarat formal berikut ini:

1. Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam

bahasa surat ditulis.

2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut).

4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.

5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan.

6. Tanda tangan orang yang menerbitkan.

Apabila surat cek tidak memuat salah satu syarat-syarat formal di atas, surat itu

tidak berlaku sebagai surat cek kecuali dalam hal-hal berikut ini:

1. Surat cek yang tidak menetapkan tempat pembayaran secara khusus,

maka tempat yang tertulis disamping nama tersangkut (bangkir)

dianggap sebagai tempat pembayaran. Jika disamping nama tersangkut

itu terdapat lebih dari satu tempat yang disebutkan surat cek itu harus

dibayar di tempat yang tersebut pertama.

2. Apabila tidak ada penunjukan tersebut, surat cek harus dibayar di tempat

kantor pusat tersangkut (bankir).\

3. Tiap-tiap surat cek yang menerangkan tempat diterbitkan dianggap

ditanda tangani di tempat tertulis di samping nama penerima.

Sebagaimana bentuk surat wesel, surat cek juga ada bentuk-bentuk khusus

antara lain sebagai berikut:

1. Surat cek atas pengganti penerbit (pasal 183 ayat 1 KUHD).

2. Surat cek atas penerbit sendiri (pasal 183 ayat3 KUHD).

3. Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (pasal 183 ayat 2 KUHD).

4. Surat cek inkaso (pasal 183a ayat 1 KUHD).

5. Surat cek berdomisili (pasal 185 KUHD).

80 Drs. C.S.T. Kansil,SH, Ibid.,

Page 173: MATERI HUKUM DAGANG

172

Adapun yang dimaksud dengan cek kosong, cek yang diajukan kepada

bank namun nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar surat cek yang

bersangkutan (surat edaran bank Indonesia,16 mei 1975 No.SE8/7 UPPB). Dari

pengertian tersebut jelas bahwa nasabah yang bersangkutan hanya diperbolehkan

menerbitkan surat cek yang jumlahnya maksimal sama dengan jumlah saldo giro

yang sama, jika jumlah cek itu melebihi saldo giro yang ada, ia dikatakan cek

kosong.81

Masalah yang terjadi dengan cek kosong ini adalah sebagai berikut.

1. Kelemahan pasal 180 KUHD yang berhubungan dengan penerbit surat

cek dan penyediaannya dana pada banker.

2. Rahasia bank seperti yang diatur dalam pasal 40 undang-undang perbankan.

3. Spekulasi dari pihak pemilik rekening giro yaitu pennerbit surat cek.

4. Administrasi bank yang kurang waspada.

4)   Kwitansi

Istilah kwitansi berasal dari kata kwintante (bahasa belanda) yang berarti

tanda pembayaran. Dalam bahasa inggris adalah receipt, dalam bahasa belanda

selain di kenal dengan istilah kwintantie dikenal pula dengan namakwitjing,

yang artinya tanda terima atau tanda bayar atau pembebasan.

Gambar diatas merupaka contoh bentuk kwitansi

Orang yang namanya tercantum dalam surat dan kemudian menguasainya,

dianggap telah memenuhi pembayaran yang telah diperintahkan oleh

penandatanganan.

Akan tetapi, perintah pembayaran dalam kwitansi bukanlah perintah

pembayaran dalam arti sebenarnya, melainkan hanya merupakan bentuk

perintah tidak langsung dengan menggunakan kata terima. Artinya, pemegang

81 Dr. Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Jakarta: PT. Citra Ditya Bekti, 2008), h.171

Page 174: MATERI HUKUM DAGANG

173

kuitansi telah menerima perintah pembayaran tidak langsung dari penanda

tangan jika pemilik kwitansi tersebut memperlihatkan kepadanya uang yang di

sebutkan namanya dalam surat itu mengakui dan bersedia membayar, ia bebas

dari utangnya jika ia membayar dan surat itu dikuasai.

Kwitansi bersifat sebagai surat perintah pembayaran atas tunjuk, kwitansi

atas tunjuk tidak diatur bersamaan dengan surat cek, sebab kwitansi atas tunjuk

bukan perintah membayar dalam arti sebenarnya dan tidak memenuhi syarat-

syarat formal surat cek.

Kwitansi dapat diserahkan kepada siapa saja yang akan memintakan

pembayaran atas uang yang disebutkan namanya di dalam surat itu sesuai

dengan fungsinya sebagai surat atas tunjuk. Namun, pencantuman klausul atas

tunjuk atau aantoonder di dalamnya itu tidak menjadi syarat.82

Perikatan dasar antara penerbit dang pemegang kwitansi atas tunjuk

adalah dasar terbitnya kuitansi atas tunjuk tersebut. Dalam perikatan dasar itu

pemegang kuitansi atas tunjuk berposisi sebagai kreditor yang berhak atas

pembayaran sejumlah uang dan pihak penerbit sebagai debitur yang

berkewajiban membayar.

Untuk itu, debitur membayar kepada kreditor dengan menyerahkan

kuitansi atas tunjuk dengan permintaan supaya kuitansi itu diperlihatkan kepada

orang yang disebutkan di dalamnya.83

Yang bertanggung jawab atas pembayaran terhadap setiap pemegang

selama kurun waktu 20 hari setelah hari tanggal penerbitannya adalah penerbit

yang asli dari kuitansi atas tunjuk dengan permintaan supaya kuitansi itu

diperlihakan kepada orang yang disebutkan di dalamnya. Kewajiban dan

tanggung jawab terus berjalan sampai hari pertama berikutnya yang bukan hari

raya. Menurut undang-undang, jika hari terakhir dari tenggang waktu tersebut

jatuh pada hari rya menurut undang-undang dalam arti pasal 229 b bis KUHD.

Dengan demikian, berarti pemegang dapat menawarkan kuitansi tersebut pada

hari kerja berikutnya, jika ia menawarkan pembayaran pada hari terakhir itu

merupakan itu merupakan hari raya menurut undang-undang.84

82 Dra.Farida Hasyim,M.Hum, Hukum Dagan, (jakarta. Sinar Grafika: 2009) hal.25683 Ibid., h. 25784 Ibid., h. 258

Page 175: MATERI HUKUM DAGANG

174

Jika dalam tenggang waktu 20 hari itu pemegang tidak menawarkan

pembayaran kepada orang yang disebutkan dalam kuitansi itu, ia kehilangan hak

atas pembayaran kuitansi  kepada penerbitnya semula. Dengan ketentuan

penwaran kepada penerbit itu tidak lewat tenggang waktu enam bulan sejak

tanggal penerbitannya. (pasal 229k ayat 1 KUHD).

Pasal 229 f KUHD menyatakan bahwa penerbit kwitansi atas tunjuk

bertanggung jawab atas pembayarannya dalam tenggang waktu 20 hari setelah

tanggal penerbitannya. Selanjutnya pasal 229g ayat 1 KUHD menyatakan bahwa

tanggung jawab tersebut berjalan terus kecuali jika penerbit dapat membuktikan

dalam tenggang waktu itu, uang sejumlah kuitansi yang diterbitkan itu telah

disediakannya pada orang-orang atas diri siapa kuitansi itu di terbitkan.

Setelah lewat tenggang waktu enam bulan terhitung mulai hari penerbitan

semula, maka segala tuntunan terhadap penerbit atau terhadap mereka yang telah

menggunakan surat tersebut sebagai pembayaran terhapus. Ketentuan lampau ini

tidak dapat dikemukakan oleh penerbit tidak menyediakan dana untuk

pembayaran kuitansi tersebut.

Menurut Abdul Qadir Muhammad, S.H. (hukum dagang tentang surat-

surat berharga) menyatakan bahwa kesemuanya itu dengan tidak mengurangi

ketetentuan dalam pasal 1967 KUHD. Menurut pasal 1967 KUHD, segala

tuntutan hukum baik bersifat kebendaan maupun bersifat perseorangan hapus

karena daluwarsa dengan lewat waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang

menunjukkan akan adanya daluwarsa itu, namun tidak menunnjukkan suatu

alasan, dan tidak didasarkan pada itikad baik.

5) Promes atas tunjuk

Istilah promes berasal dari kata promesse dalam bahasa prancis yang artinya,

sanggup atau janji, yaitu sanggung membayar atau janji membayar. Orang yang

menandatangani surat itu menyanggupi atau berjanji untuk membayar sejumlah

uang yang tersebut dalam surat itu kepada setiap pemegangnya.Promes ini

bersifat atas tunjuk, artinya siapa saja yang memegang surat itu dan setiap saat ia

memperlihatkan kepada yang bertandatangan ia akan memperoleh pembayaran.

Menurut Undang-Undang (Pasal 174 dan seterusnya KUHD), suatu surat

promes atau aksep memuat:

1. Nama promes, atau aksep atau orderbriefje

Page 176: MATERI HUKUM DAGANG

175

2. Janji yang tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang

3. Penetapan hari pembayaran

4. Tempat dimana pembayaran harus dilakukan

5. Nama seseorang kepada siapa, atau kepada wakil

siapapembayaran harus dilakukan

6. Nama tempat serta tanggal pembuatan promes

7. Tanda tangan (+ nama) dari yang membuat promes.

Penerbitan promes atas tunjuk dapat dilakukan secara penglihatan dan dapat

pula secara sesudah penglihatan. Perbedaan antara promes atas tunjuk dan surat

sanggup adalah pada promes atas tunjuk nama pemegangnya tidak dalam surat

itu. Adapun pada surat sanggup nama pemegangnya dicantumkan dalam teksnya.

Pemegang surat promes atas tunjuk harus menagih pembayarannya dalam

waktu 6 hari setelah surat itu diterimanya sebagai pembayaran, hari

penerimaannya tidak dihitung sebagaimana ditentukan di dalam pasal 229i ayat 1

KUHD.

Kemudian dalam ayat 2 pasal tersebut dinyatakan bahwa apabila dalam

proses itu disebutkan hari, tanggal pembayaran, maka dalam tenggang waktu 6

hari, pemegang promes atas tunjuk harus mengajukan penawaran pembayaran

kepada penandatangan. Apabila hari terakhir tenggang waktu 6 hari jatuh pada

hari raya, menurut pasal 229b bis KUHD maka kewajiban dan tanggung jawab

terus berjalan sampai dengan hari pertama berikutnya.

Jika dalam tenggang waktu yang telah ditentukan pemegangn promes atas

tunjuk telah menawarkan pembayaran, namun ternyata mendapat penolakan

pembayaran maka ia harus menawarkannya untuk dicabut kepada orang yang

memberikan kepadanya sebagai pembayaran. Akan tetapi, tidak berarti tuntutan

pembayaran pemegang itu menjadi lenyap, penandatangan itu berkewajiban

membayar kepada pemegang dalam hal terjadi non pembayaran.

Setelah lewat tenggang waktu 6 bulan terhitung mulai hari penerbitan

semula, maka segala tuntutan terhadap penanda tangan promes atau terhadap

mereka yang telah menggunakan promes tersebut sebagai pembayaran

dihapuskan.

Page 177: MATERI HUKUM DAGANG

176

5 Jenis surat yang sudah disebutkan diatas merupakan jenis-jenis surat

yang terdapat dalam KUHD, berikut akan kami sebutkan juga jenis-jenis surat

berharga diluar KUHD:

1. Bilyet Giro

2. Obligasi

3. Saham

4. Sertifikat Deposito

a)    Bilyet Giro

Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah pemilik dana pada rekening

giro, kepada bank atau tertarik untuk memindahkan sejumlah dana kedalam

rekening yang tertera dalam bilyet giro, dana mana tidak dapat dicairkan secara

tunai.

Gambar diatas merupakan contoh bentuk bilyet giro

(1) Dasar hukum adanya bilyet giro antara lain:

      (a) SEBI No.8/7/1975;

(b) SEBI No.9/72/1975;

(c)      SEBI No.9/16/1976;

(d)      SEBI No.5/85/1972;

(2) Setiap Bilyet Giro harus berisikan:

Page 178: MATERI HUKUM DAGANG

177

(a)      Nama dan nomor Bilyet Giro;

(b)      Nama bank tertarik;

(c)      Perintah bayar tanpa syarat;

(d)      Nama dan nomor rekening pemegang /penerima;

(e)      Nama dan alamat bank penerima;

(f)      Jumlah dana dalam angka dan huruf;

(g)      Tempat dan tanggal penarikan;

(h)      Tanda tangan dan nama jelas penarik;

Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan Bilyet Giro adalah

sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan cek.

(3) Beberapa istilah yang berkaitan dengan Bilyet Giro:

(a)      Bilyet Giro mundur adalah Bilyet Giro yang tanggal efektifnya setelah

tanggal penerbitan;

(b)      Stop payment merupakan perintah penarik untuk membatalkan penarikan

yang disebabkan oleh hilangnya Bilyet Giro;

(c)      Inkaso (Pasal 183a KUHD) adalah perintah atau kuasa untuk menagihkan

sejumlah uang yang tertera dalam Bilyet Giro;

(d)     Cerukan (overdraft) adalah kondisi yang mana bank tertarik melakukan

pembayaran atas instruksi pendebetan atau penarikan yang dilakukan

penarik atau nasabah, walaupun dana pada rekening giro tersebut tidak

mencukupi;

(e)     Bilyet Giro kosong adalah tolakan terhadap Bilyet Giro yang ditarik,

dikarenakan: (i) saldo rekening tidak cukup, (ii) rekening telah ditutup,

dan (iii) alasan lain;

(f)      Mekanisme pemberian SP dalam Bilyet Giro sama dengan cek.

(4) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Bilyet Giro:

(a)      Apabila terdapat perbedaan penulisan dalam jumlah uang dalam angka dan

huruf, maka yang berlaku yang tertulis dalam huruf;

(b)      Apabila terdapat penulisan jumlah uang yang berulang-ulang, maka yang

berlaku adalah jumlah yang terkecil;

(c)      Setiap perubahan perintah atau coretan, wajib ditandatangani oleh penarik

di tempat kosong yang terdekat dengan perubahan tersebut.

Page 179: MATERI HUKUM DAGANG

178

(d)      Bilyet Giro hanya dikenal dalam hukum Indonesia. Di negara lain, Bilyet

Giro sebagai media pemindahbukuan dana pada rekening giro, tidak

dikenal mengingat baik untuk keperluan pembayaran tunai atau media

pemindahbukuan hanya digunakan satu instrument yaitu cek.

(5) Tanggal dan batas waktu yang berlaku dalam Bilyet Giro:

(a)     Tanggal penerbitan;

(b)     Tanggal efektif (bukan merupakan syarat formal Bilyet Giro) adalah

tanggal mulai berlakunya tenggang waktu penarikan. Apabila tidak ditulis

dalam Bilyet Giro maka tanggal penebitan sama dengan tanggal efektif;

(c)     Tenggang waktu penarikan selama-lamanya 70 hari sejak tanggal

penerbitan;

(d)     Tenggang waktu penawaran selama-lamanya 6 bulan setelah batas waktu

penarikan;

(e)     Masa daluwarsa adalah masa setelah tenggang waktu penawaran.

b) Obligasi

Terdapat beberapa definisi mengenai obligasi. Obligasi atau bond, adalah surat utang

jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar

kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan

sebeluan umnya.85     

(1) Jenis-jenis obligasi ini antara lain sebagai berikut.

(a) Obligasi dengan tingkat bunga tetap

(b) Obligasi dengan tingkat bunga mengambang

(c) Obligasi dengan jaminan

Jenis obligasi berdasarkan penerbitnya, dari klasifikasi pihak yang menerbitkan

obligasi, dikenal jenis 1) company bonds (pihak yang menerbitkan adalah perusahaan),

2) government bonds (pemerintah pusat), dan 3) municipal bonds (pemerintah daerah

atau wilayah otonomi khusus).

(2) Pihak-pihak dalam obligasi yaitu:

(a) Emite, sebagai debitur

(b) Investor, sebagai kreditur

(c) Penerbit obligasi, bank ataupun perusahaan sehat pada umumnya

(d) Underwriter, pihak yang menjamin obligasi yang diterbitkan emiten

85 Artur J. Keown, et al.. Basic Financial Management. 7th Edition. (Prentice Hall InterNational. 1996). Hal. 252

Page 180: MATERI HUKUM DAGANG

179

(e) Wali amanat, pihak yang mewakili investor dan menjamin masalah-

masalah terhadap investor

(3) Unsur Obligasi:

(a) Bukti uang

(b) Berisi janji-janji: Jangka waktu, bunga, dan periode pembayaran bunga

(c) Jangka waktu

c) Saham

Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu perseroan, yang dibuktikan

dengan surat saham, sebagai suatu surat legitimasi yang menyatakan bahwa pemegang

adalah orang yang berhak atas deviden, hak suara, dan manfaat lainnya. Saham diatur

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(1) Jenis-jenis saham yaitu:

(a) Saham atas tunjuk, yang dibuktikan dengan surat saham, dan

(b) Saham atas nama

(2) Pihak-pihak yang terlibat dalam Saham adalah:

(a) Penerbit (emiten) adalah PT yang menerbitkan saham dalam rangka

menghimpun modal

(b) Pemegang saham atau investor adalah pemodal yang membeli atau

menyetorkan uang untuk keperluan penyertaan modal dalam perusahaan

penerbit.

d) Sertifikat Deposito

Berdasarkan UU Perbankan sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang

bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Sedangkan menurut Blacks Law Dictionary

yaitu: Pengakuan tertulis dari bank kepada penyimpan (deposan) dengan janji untuk

membayar kepada penyimpan, atau penggantinya. Sertifikat Deposito diatur dalam Surat

Keputusan Direktur BI No.17/44/KEP/DIR tanggal 22 Oktober 1984 tentang Penerbitan

Sertifikat Deposito oleh Bank Umum Dan Bank Pembangunan.

(1) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Sertifikat deposito:

(a) Diterbitkan atas bawa, dalam mata uang rupiah, oleh Bank umum dan

Bank pembangunan setelah mendapat persetujuan BI

Page 181: MATERI HUKUM DAGANG

180

(b) Perhitungan bunga secara true discount, sehingga setoran awal ataupun

pembayaran harga beli sertifikat deposito adalah sebesar net proceed

(c) Jangka waktu sertifikat deposito tidak kurang dari 15 hari

(d) Bank dapat memiliki sertifikat deposito yang diterbitkan bank lain dalam

jumlah tidak melebihi 7,5% dari jumlah pinjaman yang diberikannya.

(2) Pihak-pihak yang terlibat dalam Sertifikat deposito adalah:

(a) Penerbit (Bank), sebagai pihak yang memiliki kewajiban pembayaran

kepada siapapun yang mengajukan sertifikat deposito saat jatuh tempo

(b) Pemegang (deposan atau penggantinya atau siapapun yang menguasai

sertifikat deposito) sebagai pihak yang berhak atas pembayaran jumlah

pokok yang tertera dalam sertifikat deposito.

F. Kesimpulan

Surat berharga berarti surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan

pemenuhan suatu prestasi, yang merupakan pembayaran harga sejumlah uang atau dapat

dikatakan surat yang mempunyai nilai.

Yang fungsinya ialah sebagai :

1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)

2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau

sederhana)

3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)

4. Sebagai pembawa hak.

Macam-macam atau Jenis-jenis surat ada banyak diantara ialah yang terdapat dalam

KUHD, yaitu:

d. Wessel

e. Cek

f. Surat sanggup

g. Kwitansi

h. Promes atas tunjuk

Surat berharga yang terdapat diluar KUHD, yaitu:

Page 182: MATERI HUKUM DAGANG

181

i. Bulyet Giro

j. Obligasi

k. Saham

l. Sertifikat deposito

Semuanya merupakan sebuah kertas (surat) yang mempunyai nilai/harga karena

nominal yang tercantum dalam surat-surat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Hasyim Farida, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Kansil.C.S.T, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

Keown. Artur J., et al.. Basic Financial Management. 7th Edition. Prentice Hall

InterNational. 1996.

Molengraaff, Leidraad bij de Boefening van Het Nederlandse Handelsrecht, Jilid 1 1974

dan Jilid 2 1954.

Muhammad Abdulkadir, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, Bandung:

PT.Aditya Pratama, 1993.

Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 7 Jakarta:Djambatan,

1984.

Ridho Ali, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan

Komanditer, Keseimbangan Kekuasaan dalam PT danPenswastaan BUMN Bandung:

RemadjaKarya, 1988.

S.Batoeh Boerhanoeddin, Surat-surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, Jakarta:

Binacipta, 1980.

Page 183: MATERI HUKUM DAGANG

182

Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional

Publication, Inc, New York, 1992.

Sembiring Sentosa, Hukum Dagang, Jakarta: PT. Citra Ditya Bekti, 2008.

Simanjutak Emmy Pangaribuan, Hukum Dagang Surat-surat Berharga, Seksi Hukum

Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982.

Soekardono R, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 (Bagian Pertama), Jakarta: Dian

Rakyat, 1981.

UU No.7/1992 tentang Perbankan.

Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul,

Minn, 1975.

Wijayanti Henny, “Hukum Dagang Bagian 1” Diktat Fakultas Hukum UMJ, 2010.

Zevenbergeen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing company,

1993.

BAB VII

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, ANTI MONOPOLI DAN

PERSAINGAN USAHA

Oleh:

Nila Tari, Mutiara Sari, Farizka Novaliana, Anwar Fauzi

A. Latar Belakang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)

Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intelectual Property Rights (IPR)

sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan bahkan internasional

tidak lepas dari pembentukan organisasi Per-dagangan Dunia (World Trade

Organization). Pembentukan WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang,

yaitu ditandai dengan maslah perundingan tarif dan perdagangan atau General

Agreement Tariffs and Trade (GATT). Dalam tahun terakhir pada tahun 1994 Maroko,

telah menandatangani pembentukan WTO, Indonesia sendiri telah tercatat dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998. Salah satu bagian yang cukup penting dalam

dokumen pembentukan WTO adalah lampiran IC, yakni tentang Hak Kekayaan

Page 184: MATERI HUKUM DAGANG

183

Intelektual yang dikaitkan dengan perdagangan Trade Related Intellectual Property

Rights (Trips).86

Terbentuknya Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, maka isu masalah HAKI

semakin muncul ke masyarakat, Mengapa? Karena masalah perdagangan yang semakin

lama semakin mengglobal yang dicoba dikaitkan dengan Haki atau TRIPs.

Adapun prinsip dasar yang Tercatat dalam TRIPs, yakni adalah:

1. Perlakuan yang sama (nasional treatment) terhadap semua warga negar.

2. Perlakuan istimewa untuk negara tertentu.

3. Persetujuan memperoleh atau mempertahankan perlindungan.

Sedangkan tujuan perlindungan HAKI digunakan untuk inovasi teknologi atau

penyebaran teknologi, dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, keseimbangan

hak dan kewajiban.

Dari latar belakang munculnya Organisasi perdagangan Dunia tersebut, dapat dipahami

bahwa masalah HAKi cukup erat kaitannya dengan dunia bisnis. Maka itu pembisnis

tersebut berani mengeluarkan dana yang lebih untuk berbagai penelitian, maksud dari

penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apa saja yang sedang dibutuhkan oleh

masyarakat ataupun melakukan penelitian dalam bidang teknologi, yang hasilnya kelak

dapat dijual.

B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Mungkin timbul berbagai pertanyaan, Apa yang dimaksud dengan HKI? Jika

dicermati dalam Undang-Undang sendiri belum ada rumusan autentik tentang

HKI. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan HKI, berikut dikutip dalam

suatu rumusan tentang HKI yang dikemukakan oleh W.R. Cornish87 yaitu sebagai

berikut:

“intellectual Property rights protect applicants of ideas and informations that are

of commercial value.”86 Dr. Sentosa Sembiring, S.H,M.H.. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2015,h.19787 W.R. Cornish. Intellectual Property. London: Sweet & Maxwell, 1989.

Page 185: MATERI HUKUM DAGANG

184

Dari rumusan diatas, tampak bahwa lahirnya HKI pada awalnya berasal dari

suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk nyata. Hasil yang nyata tersebut

diberikan perlindungan hukum. Jadi, hakikat HKI adalah adanya suatu kreasi

(creation). Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian (art)atau dalam bidang

industri ataupun dalam ilmu pengetahuan atau kombinasi antara ketiganya.

Oleh karena itu, apabila seseorang ingin hak kekayaan intelektualnya mendapat

perlakuan khusus88 atau tepatnya dilindungi oleh hukum, harus mengikuti

prosedur tertentu yang ditetapkan oleh negara.

Lembaga pendaftaran dalam mendapatkan pengakuan HKI mempunyai peran

yang cukup penting dalam dunia bisnis dikarenakan ada enis HKI yang secara

normatif tidak perlu didaftarkan, tetapi tetap dilindungi, dalam arti jika hasil

karyanya diumumkan oleh yang berhak, pada saat itu hak tersebut sudah

dilindungi.89 Hanya saja, apabila ada pelanggaran HKI yang tidak mendaftarkan

haknya. Sebaliknya, bisa terjadi orang lain yang mendaftarkan hak tersebut.

Sebagai contoh, kasus batik yang dibuat di Indonesia, yang didaftarkan oleh

pengusaha Jerman di negaranya dan oleh pengusaha Jepang di negaranya.

Akibatnya, impor Batik dari Indonesia ke kedua negara tersebut mendapat

hambatan karena batik yang datang dari luar dianggap pelanggaran HKI.90

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Dalam kepustakaan ilmu hukum, pada umumnya terbagi menjadi dua golongan

besar, yaitu:

1. Hak Cipta (copyright)

2. Hak kekayaan industri (industrial property) yang terdiri atas:

1. Hak paten (patent)

88 Perlakuan khusus ini terdapat dalam Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1999 Tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Undang-Undang ini (pasal 50). Berkaitan dengan persainaan usaha.89Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.90 Kompas, September 1997,h.10.

Page 186: MATERI HUKUM DAGANG

185

2. Hak merek (trademark)

3. Hak produk industri (industrial design)

4. Penanggulangan praktik persaingan curang (represion of unfair

competition practieces).91

Jika dicermati dalam ketentuan TRIPs, HKI terdapat dalam delapan golongan,

diantaranya:

1. Hak cipta dan sebagainya

2. Merek dagang

3. Indikasi geografis

4. Desain produk industri

5. Paten

6. Desain Lay Out

7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan

8. Pengendalian atas praktik persaingan curang

Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang HAKI di Indonesia adalah sebagai

berikut:

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang pelindungan varietas.

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang.

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri.

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang desain rangkaian tata letak

sirkuit terpadu.

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

D. Perlindungan Varietas Tanaman

Latar belakang munculnya UUPVT, dijabarkan dalam konsiderans UUPVT,

antara lain:

a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara Agraris91 Bambang Kesowo, Pegantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta,1987,h.17

Page 187: MATERI HUKUM DAGANG

186

b. Untuk membangun pertanian yang maju

c. Sumber daya plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan

dengan sebaik-baiknya.

d. Guna meningkatkan minat serta peran dan perorangan untuk melakukan

kegiatan pemuliaan tanaman dalam memperoreh varietas unggul baru.

Diterbitkannya UUPVT tidak terlepas dengan adanya hukum yang terkait,

diantaranya adalah:

a. Undang-undang Nomer 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United

Naions Convensations on Biological.

b. Undang-undang Nomer 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement

Establishing the World Trade Organization.

c. Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

d. Undang-Undang Nomer 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

E. Rahasia Dagang

1. Dasar Hukum

Mengingat dunia bisnis seringkali banyak dilakukan dengan jalur waralaba

(franchise) pemilik HKI dalam hal ini pemegang rahasia dagang berharap

rahasia dagangnya dapat dilindungi oleh hukum. Untuk itu, pemerintah

Republik Indonesia pada tanggal 20 Desember 2000 menerbitkan Undang-

Undang Nomer 30 Tahun 2000, Lembaga Negara Republik IndonesiaTahun

2000 Nomer 242.

2. Pengertian Rahasia Datang

Apakah yang dimaksud dengan Rahasia Dagang? Hal ini dapat dijabarkan

dalam Pasal 1 butir 1 dan 2 Undang-Undang Rahasia Dagang yang

mengemukakan sebagai berikut:

1. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum

dibidang tekhnologi/bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna

Page 188: MATERI HUKUM DAGANG

187

dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia

Dagang tersebut.92

2. Hak Rahasia dagang adalah hak atas Rahasia Dagang yang timbul

berdasarkan undang-undang.93

F. Desain Industri

1. Dasar Hukum

Hal ini diatur dala Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 243 (UUDI)

2. Pengertian Desain Industri

Pasal 1 butir 1 UUDI:

“Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,konfigurasi, atau

komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan

daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat

dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas Industri,

atau kerajinan tangan.”

Pasal 1 butir 5 UUDI:

“Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara

Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk

selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan

persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

3. Ruang lingkup Desain Industri

Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri

92 Dr. Sentosa Sembiring, S.H,M.H.. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,h.207.93 Ibid.

Page 189: MATERI HUKUM DAGANG

188

(1) Hak desain Industri diberikan untuk desain industri yang

baru.

(2) Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal

penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan

pengungkapan yang telah ada sebelumnya.

Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri selama 10 Tahun (Pasal

5)

Yang berhak atas desain industri adalah pendesain, kecuali adanya

perjanjian (Pasal 6)

Desain Industri merupakan hak ekslusif (Pasal 9)

Hak desain industri diberikan atas dasar permohonan (Pasal 10)

Yang pertama mengajukan permohonan desain industri, kecuali

terbukti sebaliknya (Pasal 2)

Sekalipun diberi hak lisensi, pemegang hak desain industri tetap dapat

melaksankan sendiri desain industri (pasal 33-34)

Lisensi wajib dicatatkan di Dirjen HKI (Pasal 35)

Jika ada sengketa desain industri ,penyelesaian dapat dilakukan

dengan mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran desain industri

kepengadilan niaga (Pasal 38-39, Undang-Undang Desain Industri).

Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat dimohonkan kasasi.

Sengketa Desain Industri dapat diajukan ke pengadilan Niaga atau

melalui Alternative Disupute Resolution (Pasal 46-47 Undang-Undang

Desain Industri)

G. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

1. Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 244 (untuk selanjutnya disingkat UUDTLST)

2. Pengertian Istilah yang Digunakan

Pasal 1 butir 1

Page 190: MATERI HUKUM DAGANG

189

“Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah

jadi,yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-

kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang

sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara

terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan

untuk menghasilkan fungsi elektronik.”

Pasal 1 butir 2

“Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga

dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen

tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua yang

terkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan 3 dimensi

tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.”

Pasal 1 butir 6

“Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak ekslusif yang

diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil

kreasiya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau

memberikan persetujuannya kepada phak lain untuk melaksanakan

hak tersebut.”

Pasal 1 butir 7

“Pemegang hak Adalah Pemegang hak Desain Tata letak sirkuit

terpadu, yaitu pendisain atau penerima hak dan pendisain yang

terdaftar dalam daftar umum desain tata letak sirkuit terpadu.”

3. Pemegang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Yang berhak atas desain tata letak sirkuit terpadu adalah pendisain

atau yang menerima hak (Pasal 5)

Hak diberikan atas dasar permohonan (Pasal 9)

Hak DTLST merupakan hak eksklusif (Pasal 8)

Jangka waktu DTLST 10 tahun (Pasal 4)

Page 191: MATERI HUKUM DAGANG

190

Pengalihan Hak wajib dicatat dalam daftar umum. Jika tidak,

pengalihan tersebut tidak mempunyai akibat hukum (Pasal 23)

Pemegang desain Tata letak sirkuit terpadu berhak memberikan lisensi

dan wajib daftar (Pasal 25)

Dalam hal ada gugatan terhadap desain tata letak sirkuit terpadu

diajukan kepengadilan niaga atau (Pasal 30)

Terhadap Putusan Pengadilan niaga hanya dapat diajukan kasasi.

Sedangkan penyelesaian sengketa Desain tata letak sirkuit terpadu

diajukan ke pengadilan niaga atau lewatAlternative Dispute

Resolution (Pasal 39-40).

H. Paten

1. Dasar Hukum Paten

UndangundangNOmor 14 tahun 2001 yang diundangkanpadatanggal 1

agustus 2001.untuk selanjutnnyadisebutUUP,PentingnnyaUUP,tiada lain

adalah:

a. Untuk mendorong inventor berkreativitas dalam teknologi;

b. Memberi keleluasan industriawan (Usahawan) dalam memilih teknologi

baru;

c. Memicu sector industry untuk melakukan investasi

d. Instrumen penentu kebijakan pembanguan.

Mencermati arti pentingnnya teknologi dalam kehidupan masyarakan,maka

ada hal prinsip pokok yang melandasi laihirnnya Undang-undang

paten,Yakni;

a. Paten diberikan atas permintaan

b. Paten untuk satu inventaris;

c. Invensi harus baru,mengandung langkah inventif,dapat diterapkan dalam

industri.

2. Pengertian Paten:

Page 192: MATERI HUKUM DAGANG

191

Dalam pasal 1 butir,1,2,dan 3 Undang undang paten (UUP) disebutkan:

1. Paten adalahhakekslusif yang diberikanoleh Negara kepadan inventor

atashasilinvensinnya di

bidangteknologi,yanguntukselamawaktutertentumelaksanakansendirii

nvensinnyatersebutataumemberikanpersetujuankepadapihak lain

untukmelaksanakannya.

2. Invensiadalahiden inventor yang

dituangkankedalamsuatukegiatanpemecahanmasalah yang

spesifikdibidangteknologidapatberupaproduksiatauproses,ataupenyem

purnaandanpengembanganprodukatau proses.

3. Inventor adalahseorang yang secarasendiriataubeberapa orang yang

secarabersama –samamelakukan ide yang dituangkankedalamkegiatan

yang menghasilkaninvensi

Dalam pasal 20 disebutkan:

“Paten diberikan atas permohonan.”

Dalam kepustakaan ilmu hokum juga dapat ditemui rumusan tentang

proses sebagi berikut;

“Patent is a grant of a right of exclude others from the

making,using,or selling of an invention during a specific time,it’s

constitute alegitimate monopoly.”

Dari rumusan diatas,kirannya dapat dikemukakan,paten adalah hasil dari

kreatifitas seseorang dalam bidang teknologi.Mungkin timbul

pertanyaan,mengapa masalah paten selalu merupakan isu yang cukup

menarik dalam dunia bisnis khususnnya dalam bidang industry?Hal ini

tentu ada kaitannya dengan hasil invesi seseorang dalam bidang teknologi

yang selain membawa dampak pengembangan ilmu pengetahuan,juga ada

nilai ekonomisnnya.Untuk itu,tidaklah mngherankan apabila perusahaan-

perusahaan raksasa,yang berstatus Multy National Corporation

(MNC),mengembangkan (research and development) dalam upaya

Page 193: MATERI HUKUM DAGANG

192

mengembangkan teknologi yang sudah adadan ataupun berusaha untuk

menghasilkan teknologi yang lebih muktahir.tentunnya,dalam hal ini

memerlukan investasu dana yang tidak sedikit,tetapi harapan untuk

memperoleh kuntungan dari riset dan pengembangan teknologi tersebut

tentunnya sangat menggiurkan.melihat hasil investasi tersebut mkembawa

nilai tambah,tidaklah mengherankan bahi Negara yang masyarakatnnya

yang telah akrab dengan kemajuan teknologi,dunia riset,serta

pengembangan ilmu dan teknologi pun cukup diminati,Mengapa? Karena

pabila ia berhasil melahirkan teknologi yang baru atau pun

memperbaharui teknolgi yang sudah ada ,maka Negara memberikan

perlindungan hokum atas hasil invensinnya berupa pemberian hak khusus

(exclusive right).Untuk itu,kepada inventor diberikan hak untuk

memperbanyak hasil invensinnya atau member lisensi kepada pihak lain

untuk menggunakan hasil temuannya dengan imbalan atau royalti yang

diterimannya.

,dan pada dasar pemerintah memberikan ,perlindungan hokum kepada

inventor,bukankah invensi tersebut atas hasil usahannya sendiri sehingga

ia patas untuk memamfaatkan sendiri invesinnya?Tampaknya,disinilah

latar belakang permasalahannya mengapa perlu UUP,yakni agar invensi

tersebut juga dapat dimamfaatkan oleh masyarakat.Jadi,tidak dinikmati

sendiri oleh inventor,Agar invensi tersebut tidak ditiru begitu saja dan

untuk memberikan penghargaan kepada inventor,perlu diberikan

penghargaan berupa perlindungan hokum.

Bagaimana halnnya dalam Undang-undang Paten? Apabila dicermati

secara seksama,UUP kirannya dapat dikemukakan bahwa kepada inventor

apabila memenuhi syarat yang ditentukan oleh UUP dapat diberikan paten

atau hasil invensinnya.94

3. Ruang Lingkup Paten

Dalam Pasal 2 ayat (1),(2), dan (3) Undang-Undang Paten :

94Ibid

Page 194: MATERI HUKUM DAGANG

193

(1) Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung

lagkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri.

(2) Suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut

bagi seorang yang mempunyai keahlian biasa megenai teknik

merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.

(3) Penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat

diduga harus dilakukan dengan memerhatikan ke ahlian yang

ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada

saat diajukan permohonan pertama dalam permohonan itu

diajukan dengan hak prioritas.

Rumusan secara negatif dijabarkan dalam Pasal 3 UUP sebagai

berikut :

1. Suatu invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan,

invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan

sebelumnya.

2. Teknologi yang sebagaimana diungkapkan pada ayat 1 adalah

teknologi yang diumumkan di indonesia maupun diluar

Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan, atau melalui

peragaan, atau dengan cara yang memungkinkan seorang ahli

yang melakukan invensi tersebut sebelum:

a. Tanggal penerimaan.

b. Tanggal Prioritas.

4. Prosedur Mendapatkan Paten

Jika suatu invensi hendak di ajukan kekantor paten agar permohonan atau

tepatnya pendaftaran dikabulkan, harus memenuhi syarat, yaitu:

1. Invensi itu harus baru.

2. Mngandung langkah inventif

3. Dapat diterapkan dalam industri.95

95 Lihat dan Bandingkan:Harsono Adi Sumarto,op.cit.,h.11

Page 195: MATERI HUKUM DAGANG

194

5. Lisensi Paten

Jenis-jenis lisensi paten:

a. Lisensi eksklusif

b. Lisensi nonekslusif

c. Lisensi silang

d. Paket lisensi

e. Dalam satu “pool” (disamakan)

I. Merek

1. Dasar Hukum Merek

Merek adalah salah satu bagian yang cukup penting dalam Hak Atas

Kekauyaan Intelektual (HAKI)

Di indonesia sendiri diatur dalam:

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek perusahaan dan Merek

perniagaan.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek

Page 196: MATERI HUKUM DAGANG

195

2. Pengertian Merek

Melihat Rumusan Merek masih bersifat umum, maka rumusan merek pun

dapat dijumpai dalam literatur HKI, yakni para pakar mencoba memberikan

rumusan tentang Merek, antara lain:

a. Sudargo Gautama:96

“suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu

perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain”.

b. R.M. Suryodiningrat:97

“Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dan pada bungkusnya itu

dibubuhi tulisan atau perkataan untuk membedakan dari barang jenis hasil

perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan.

Adapun fungsi Merek adalah:

1. Membedakan dengan barang atau jasa sejenis.

2. Menunjukkan kualitas

3. Sebagai sarana promosi.

96 Sudargo Gautama. Hak Merek. Bandung: Alumni,1977.97 R.M. Suryodiningrat. Hak Milik Perindustrian, Bandung: Tarsito,1980.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.

Page 197: MATERI HUKUM DAGANG

196

J. Hak Cipta

1. Dasar Hukum Hak Cipta:

Hak cipta telah mengalami beberapa perubahan, terakhir diatur dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, selanjutnya,

disebut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC)

2. Ruang Lingkup Hak Cipta:

Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa:

(1) Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara

otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa megurangi pembatasan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya yang simatografi dan

program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang

orang lainyang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk

kepentingan yang bersifat komersial.

Dalam Pasal 3 disebutkan:

(1) Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak.

(2) Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian,

karena:

a. Pewarisan

b. Hibah

c. Wasiat

d. Perjanjian tertulis

e. Sebab sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan undang-undang.

Dalam pasal 12 ayat (1) UUHC disebutkan:

Dalam undang undang ini ciptaan yang dilindungi adalh ciptaan dalam bidang

ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Page 198: MATERI HUKUM DAGANG

197

K. Istilah dan Pengertian Monopoli

Menurut Frank Fishwick kata “ monopoli ” berasal dari kata Yunani berarti “

penjual tunggal ”. Di Amerika Serikat dikenal dengan kata “ antitrust “ untuk pengertian

sepadan dengan istilah anti monopoli atau dominasi yang dipakai oleh masyarakat Eropa.

Selain itu terdapat istilah yang mirip yaitu “ kekuatan pasar “. Istilah –istilah tersebut

dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan seseorang menguasai pasar, dimana

pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subsitusi atau produk subsitusi potensial dan

terdapat kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut

lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan

dan penawaran pasar.

Dalam sistem ekonomi kapitalis dan liberalisme, dengan istrumen kebebasan

pasar, kebebasan keluar dan masuk tanpa retriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya

yang atomistic monopolistic telah melahirkan monopoli. Adanya persaingan tersebut

mengakibatkan usaha untuk mengalahkan pesing-pesaingnya. Dalam sistem ekonomi

sosialis dan komunis terdapat bentuk yang khsa. Dengan nilai instrumental perencanaan

ekonomi yang sentralistik, mekanistik dan pemilikan factor produksi secara kolektif,

segalanya dimonopoli negara dan diatur pusat.

Dalam konteks yuridis tidak semua bentuk kegiatan monopoli dilarang, hanya

kegiatan monopoli yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan

usaha tidak sehat yang dilarang. Pasar moonopoli dapat menimbulkan pemusatan

ekonomi pada satu pelaku usaha, dimana tidak terjadi persaingan usaha yang sehat dan

merugikan kepentingan konsumen.

Disatu sisi pda pasar persaingan jumlah penjual sangat banyak dan tidak dapat

mempengaruhi harga pasar suatu produk tertentu, sehingga para pemjual hanya sebgai

pengikut harga saja ( price taker). Sedangkan sisi lain pada pasar monopoli jumlah

penjual hanya dikuasai oleh satu atau sekelompok dan mereka dapat menentukan harga

pasar.

Kemunculan monopoli dapat terjadi dalam bentuk dan cara :

Page 199: MATERI HUKUM DAGANG

198

1. Monopoli terjadi karena dikehendaki oleh hukum, timbulah monopoly by law.

UUD tahun 1945 membenarkan adanya monopoli jenis ini, dengan member

monopoli bagi negara uuntuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya serta cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang

banyak. Berhubung bersifat member pelayanan untuk masyarakat dilegitimasi

untuk dimonopoli dan tidak diharamkan. Selain itu pemberian hak istimewa atau

penemuan baru merupakan bentuk monopoli yang diakui oleh undang-undang.

2. Monopoli yang lahir dan tumbuh karena didukung oeh iklim dan lingkungan

yang cocok ( monopoly by nature ). Dapat dilihat dengan tumbuhnya perusahaan

yang memiliki keunggulan dan kekuatan tertentu dapat menjadi raksasa bisnis

yang menguasai pasar.

3. Monjopoli yang diperoleh melalui lisensi dengan mekanisme kekuasaan

( monopoly by license ). Jenis ini menimbulkan distorsi ekonomi karena

kehadiranya mengganggu keseimbangan ( equilibrium ) pasar yang sedang

berjalan dan bergeser kearah diinginkan oleh pihak yang memiliki monopoli

tersebut.

( RACHMADI USMAN / HUKUM PERSAINGAN USAHA )

Trust

Dalam bahasa inggris disebut pool, merupakan organisasi antarkorporat yang sengaja

didessain untuk membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industry tertentu. Dalam

praktiknya, mereka menepatkan saham-saham dari berbagai usaha dalam suatu trust yang

selanjutnya djamin, tidak hanya bagi kesatuan langkah kolektif tetapi pembagian

keuntungan usaha yang lebih besar disbanding tiadanya trust.

Konglomerasi

Merupakan proses atau keadaan yang membentuk kumpulan atau penyatuan bebagai

elemen. Dalam kegiatan bisnis konglomerasi terjadi melalui merger atau penggabungan

berbagai unit usaha. Dari segi legal, merger dapat berupa akuisi atau konsolidasi. Dalam

akuisi suatu unit usaha mengambil alih unit usaha lainya, biasanya melalui

pengambilalihan saham atau asset perusahaan. Sedangkang konsolidasi dua atau lebih

unit usaha dilebur menjadi suatu badan hukum baru. Merger yang dikatakan konglomerat

dibagi menjadi tiga kategori yaitu berupa perluasa pasar (untuk produk yang bersaing

dalam lingkup pasar yang berbeda secara geografis ); perluasa produk (untukproduk

Page 200: MATERI HUKUM DAGANG

199

yang tidak bersaing seperti kotak kaleng atau botol minuman); dan murni (untuk produk

yang tidak berkaitan, missal kapal selam dan pakaian ). Tujuan pokok hukum

antimonopoly adalah :

a. Menjaga agar antarpelaku usaha tetap hidup

b. Menjaga agar kompetisi yang dilakukan anatarpelaku usaha dilakukan secara

sehat

c. Agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha.

L. Kegiatan yang Dilarang dalam Monopoli

Dalam UU No.5 Tahun 1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17

sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti

halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak.

Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam

kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli

Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa

tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Undang-

undang no.5 tahun 1999 merumuskan beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana maksud

dalam ayat (a) apabila: barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada

subtitusinya;

c. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan

dan atau jasa yang sama; atau,

d. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari

50 % (lima puluh persen) pasangsa pasar atau jenis barang atau jasa

tertentu.

Page 201: MATERI HUKUM DAGANG

200

2. Monopsoni

Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok

pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai

pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang

bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak. Pasal 28 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni, yaitu

sebagai berikut.;

a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau

menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar

bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat.

b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan

atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (a)

apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai

50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

3. Penguasaan pasar

Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan

pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang

merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :

a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan

kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;

b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk

tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar

bersangkutan;

d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4. Persengkongkolan

Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada

beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999

dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:

Page 202: MATERI HUKUM DAGANG

201

a.   Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan

atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat.

b.    Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan

usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.

c.  Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan

atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar

barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas

maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.

5. Posisi Dominan

Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku

usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan

pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya

di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses

pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan

barang atau jasa tertentu.

Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan

posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:

a.       Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih

pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

b.      Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai

75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.

6. Jabatan rangkap

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang

menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi

direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:

a.       Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.

b.      Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.

c.       Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu

yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

7. Pemilikan saham

Page 203: MATERI HUKUM DAGANG

202

Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis,

melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau

mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan

persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU

Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang

bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus

dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan ,

peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak

sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal

yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.

M. Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha

Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5 tahun 1999 lebih

menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-

undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku

usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama

apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan

kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian.

Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima

oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5

Tahun 1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.

Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan

hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan

conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali

jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang

dilarang dalam Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU

No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut, ;

1. Oligopoli

Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah

sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:

Page 204: MATERI HUKUM DAGANG

203

a.       Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara

bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan

atau jasa.

b.      Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau

pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok

pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Penetapan harga

Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara

lain :

a.       Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas

barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada

pasar bersangkutan yang sama.

b.      Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga

yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan

atau jasa yang sama.

c.       Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah

harga pasar.

d.      Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima

barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa

yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang

bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang

dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk

tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan

tersebut berakibat:

a.       Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,

Page 205: MATERI HUKUM DAGANG

204

b.      Membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan

atau jasa dari pasar bersangkutan.

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang

bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu

barang atau jasa.

6. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk

melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang

lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap

perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau

pemasaran barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni

Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau

menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas,

diantaranya:.

a.       Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang

bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama

agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar yang

bersangkutan.

b.      Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai

pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau

jasa tertentu.

8. Integrasi vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan

menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang

dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan

atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

Page 206: MATERI HUKUM DAGANG

205

9. Perjanjian tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat

persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau

tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat

tertentu.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat

persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia

membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga

tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang

menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:

a.       Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,

b.      Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku

usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat

ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat.

N. Anti Monopoli / Anti Trust

Pelaksanaan antitrust di Amerika Serikat, yaitu dengan melarang setiap

kombinasi usaha yang mengurangi akses pasar dan karenanya membatasi kegiatan

perdagnagan, melalui kolusi secara aktif kolektif membatasi pasokan dan meningkatkan

hasil produksi barang dan jasa masing-masing. Berdasarkan penafsiran hukum, maka

anti trust hanya melarang berbagai kegiatan monopoli (monopolazing) yang menyangkut

market condust, bukan monopoli yang menyangkut market structure. Anti trust dengan

anti monopoli merupakan dua unsure yang berbeda. Anti Monopoli dan anti trust tidak

mempunyai pengertian yang sama dalam penafsiranya, keduanya memerlukan pengrtian

yang jelas mengenai ruang lingkupnya, apakah menyangkut struktur pasar, perilaku

pasar atau keduanya menurut Clayton Act.

O. Landasan Konstitusional

Page 207: MATERI HUKUM DAGANG

206

Ketentuan yang relevan sebagai landasan asas hukum bersifat material dari UUD

1945 yang melandasi perlunya pengaturan bidang ini, dapat dijumpai dalam pasal 27

ayat (2) dan pengertian kekeluargaan dalam sistem perekonomian dalam pasal 33 ayat

(1) yang dapat kita tafsirkan bersama sebagai pemberi kesempatan kepada seluruh

lapisan masyarakat berhak untuk berusaha. Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan :

Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.

Isi Undang-undang Anti Monopoli ( UU no.5 tahun1999 tertanggal 5 Maret 1999)

terdiri dari 11 bab dan 53 pasal sesuai dengan standart internasional :

1. Melarang perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau

persaingan tidak sehat ( Pasal 4, 7 s.d 9, Pasal 10 s.d 14,22, 23)

2. Mengizinkan sampai tingkat tertentu penetapan hargakonsumen, perjanjian

ekslusif serta perjanjian lisensi dan know how ( Pasal 5,6,15 dan Pasal 50b)

3. Melarang penggabungan atau peleburan badan usaha yang menyebabkan

terjadinya posisi dominan dipasar atau persaingan usaha tidak sehat.

4. Melarang tindakan merugikan konsumen, pemasok atau penerima barang dengan

cara menyalahgunakan posisi dominan dipasar (Pasal 17 dan 18)

5. Melarang menghalangi pesaing dengan tindakan-tindakan kriminasi baik melalui

harga, syarat-syarat perdagangan atau penolakan melakukan hubungan usaha

(Pasal 7,8,16,19 s.d 21 )

Terdapat empat macam praktik pengaturan harga yang dilarang :

1. Penetapan harga / price taker

Merupakan kesepakatan diantara para penjual yang bersaing di pasar yang sama

untuk menaikan atau menetapkan harga dengan tujuan membatasi persaingan

diantara mereka dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi.

2. Diskriminasi harga

Merupakan penetapan harga kepada satu konsumen yang berbeda dari harga

kepada konsumen lain didalam segmen pasar yang berbeda atas suatu barang

yang sama dengan alasan yang tidak terkait.

3. Pengaturan harga yang merusak

Merupakan suatu strategi yang biasanya dilakukan oleh perusahaan yang

dominan untuk menyingkirkan pesaingnya disuatu pasar dengtan cara

menentukan harga penjualan yang sangat rendah dibawah biaya variable.

4. Pengaturan harga jual kembali

Page 208: MATERI HUKUM DAGANG

207

Merupakan kesepakatan antara pemasok dan distributor tentang pemasokan

barang atau jasa yang didasarkan pada kondisi kesepaktan bahwa pihak

distributor akan menjual (menjual kembali) pada harga yang ditetapkan (secara

sepihak) atau didiktekan oleh pihak pemasok.

Praktik bisnis curang meliputi :

a. Perbuatan hukum / legal act berupa perjanjian atau kontrak baik lisan maupun

tertulis yang dibuat oleh pelaku usaha

b. Perbuatan melawan hukum / unlawfull legal act yang dilakukan pelaku usaha

dikarenakan posisi dominanya dalam pasar produk barang atau jasa.

Dalam UU no 5 tahun 1999 praktik bisnis curang antara lain :

1. Persekongkolan dalam pengurusan tender ( pasal 22)

2. Persekongkolan untuk mensabotase kegiatan usaha pesaing ( pasal 24))

3. Persekongkolan untuk mendaptkan informasi rahasia dagang ( pasal 23)

4. Kartel harga dibawahharga pasar ( pasal 7)

5. Pembentukan trust ( pasal 12)

6. Jual rugi (pasal 20)

7. Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi ( pasal 21)

8. Pemilikan saham mayoritas ( pasal 27)

P. Penegakan HukumAnti Monopoli

Menurut Undang-Undang no. 5 tahun 1999 ialah diadakan Komisi Pengawas Persaingan

Usaha yang dapat menjamin pelaksanaannya. Komisi ini dikatakan sebagai suatu

lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak

lain. Untuk menjamin independensi kerja komisi maka dipilihnya anggota

komisindiangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.

Menurut Undang-Undang no.5 tahun 1999, setiap orang dimungkinkan untuk

memberikan laporan kepada komisi jika mengetahui ada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap undang-undang tersebut ( Pasal 32 ayat (1) ). Tidak disebutkan

apakah LSM juga dapat memberikan laporan kepada komisi. Jika ini dimungkinkan

maka harus diantisipasi munculnya LSM yang bergerak dalam bidang pemantauan dan

advokasi terhadap pelanggaran undang-undang ini.

Page 209: MATERI HUKUM DAGANG

208

Disamping itu pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggran terhadap undang-undang

ini juga berhak untuk melaporkan secara tertulis kepada komisi mengenai telah terjadiny

pelanggran serta kerugian yang ditimbulkan ( Pasal 32 ayat (2) ).

Selain itu komisi tidak harus menunggu laporan dari masyarakat untuk memulai

melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha ynag telah me;akukan pelanggran

terhadap Undang-Undang no.5 tahun 1999 ( Pasal 40 ).

Menurut pasal 41, pelaku usaha wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam

penyidikan. Meskipun demikian komisi tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk

menindaklanjuti pelaku usaha yang menolak untuk diperiksa atau memberikan informasi

kepada komisi. Kalo ada pelaku usaha yang menolak diserahkan kepada penyidik utuk

dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang no.5 tahun 1999, komisi diberi wewenang untuk

menjatuhkan tindakan administrative terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggran,

yaitu :

1. Penetapan pembatalan perjanjian-perjanjian yang dilarang undang-undang

2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical

3. Perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik

monopoli

4. Perintah untuk mneghentikan penyalahgunaan posisi dominann

5. Peneteapan pembatalan atau penggabungan badan usaha dan pengambilalihan

saham

6. Penetapan pembayaran ganti rugi

7. Pengenaan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-tingginya

dua puluh lima milyar rupiah.

Satatus Komisi Pengawas Persaingana Usaha yaitu :

1. Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk KPPU yang

selanjutnya disebut komisi.

2. Komisi adalh lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan

serta pihak lain.

3. Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.

Q. Penanganan Perkara

Page 210: MATERI HUKUM DAGANG

209

a. Pemeriksaan Perkara

Penanganan perkara dimulai dilakukanya pemeriksaan pendahuluan untuk

kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan dilakukan

apabila ;

1. Adanya laporan dari pihak ketiga yang mengetahui terjadinya pelanggran

2. Laporan dari pihak yang dirugikan

3. Inisiatif sendiri dari komisi pengawas tanpa adanya laporan ( Pasal 40 )

Menurut pasal 10 Keputusan Presiden, maka komisi pengawas dalam proses

melakukan pelanggran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli maka

pengawas melakukan pemeriksaan harus disertakan dengan alat bukti.

b. Penyelidikan dan Penyidikan

Pengertian penyidikan dalam artihukum secara pidana merupakan kelanjutan dari

pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang pejabat penyidik ( Undang-undang no

8 tahun 1981 tentang KUHAP). Dengan demikian kewenangan penyidikan tidak

memiliki oleh komisi pengawas tetapi hanya dimiliki oleh lembaga penyidik

umum (kepolisian). Menurut pasal 40, komisi dalam melakukan pemeriksaan

sebagai tugas resmi tersedia alat bukti yang klasik, yaitu keterangan tugas resmi

tersedia alat-alat bukti yang klasik, yaitu keterangan saksi dan saksi ahli,

keterangan pelaku usaha lain serta surat atau dokumen. Dalam pemeriksaan

tersebut komisi memutuskan perhatianya pada dokumen usaha, yang berkat sifat

objektifnya mempunyai kekuatan pembuktian yang khusus. Selambat-

lambatnyantiga puluh hari terhitung sejak diselesaikanya pemeriksaan lanjutan,

komisi wajib menentukan telah terjadi atau tidaknya pelanggran terhadap

undang-undang ini.

c. Putusan Komisi Pengawas

Pasal 44 ayat (1), mengatur putusan komisi. Pelaku usaha wajib menyampaikan

laporan pelaksanaan putusan terhadap komisi. Apabila komisi memutuskan tidak

menindaklanjuti pemeriksaan daan mengakhiri perkara, maka pelaksanaanya

tergantung pada tindakn administrative sebgaimana daitur dalam pasal 47 dan

yang telah dijatuhkan oleh komisi terhadap kasus tertentu.

Page 211: MATERI HUKUM DAGANG

210

Jenis tindakan administrative disebutkan dalam pasal 47 ayat (2) dapat dimuali

dari pembatalan perjanjian yang melanggar undang-undang ini, perintah kepada

pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan sesuai dengan

ketentuan yang terdapat dalam keputusan komisi, sampai kepentingan denda

dalam jumlah tertentu.

d. Jalur Pengadilan

Pasal 45 mengatur prosedur mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri

yang harus memeriksa keberatan pelaku usaha. Dalam waktu empat belas hari

sejak diterimanya keberatan tersebut. Pengadilan Negeri harus memberikan

putusan dalam waktu tiga puluh hari. Apabila pelaku usaha tidak menerima

putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka dalam waktu empat belas hari dapat

mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah

Agung harus memberikan putusan dalam waktu tiga puluh hari sejak permohonan

kasasi diterima. Menurut pasal 46 ayat (!) apabila tidak terdapat keberatan, maka

putusan komisi tersebut telah mempunyai kekuatan hukum. Hal tersebut

sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar.

Pasal 46 ayat (2) mengandung ketentuan yang sangat luas sifatnya, yaitu setiap

putusan komisi yang final dan mengikat karena tidak diajukukanya keberatan,

perlu dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.

Terhadap putusan dari Pengadilan Negeri atas keberatan yang dilakukan oleh

pihak pelaku usaha, hukum tidak menyediakan upaya hukum banding ke

Pengadilan Tinggi. Satu-satunya upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah

Agung atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kasasi ke Mahkamah

Agung dapat dilakukan dalam jangka waktu empat belas hari saja.

Perlu diingatkan bahwa Undang-Undang Anti Monopoli tidak menyebutkan apa-

apa mengenai apakah terhadap putusan Mahkamah Agung dapat atau tidak

diajaukan upaya Peninjauan Kembali. Undang-Undang Anti Monopoli tidak

menyebutkan apa-apa,, maka berlaku ketentuan umum dimana boleh melakukan

peninjauan kembali.

e. Ekseskusi Pengadilan Negeri

Atas putusan yang sudah berkekuatan tetap, baik putusan komisi pengawas,

putusan Pengadilan Negeri ataupun putusan Mahkamah Agung, dapat diajukan

penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri yang berwenang. Pihak Pengadilan

Page 212: MATERI HUKUM DAGANG

211

Negeri berhak memberikan penetkan eksekusi sesuai prosedur yang berlaku.

Akan tetapi tentu saja pihak yang keberatan dapat mengajukan bantahan

ekseskusi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

f. Penegakan Hukum Perdata

Pada pokoknya Undang-Undang Anti Monopoli tidak mengatur mengenai

kebertan yang dilakukan secara perdata dari pihak yang dirugikan dari adanya

aktivitas monopoli yang bertentangan atau melanggar Undang-Undang no. 5

tahun 1999. Di Indonesia tidak dikenal ganti kerugian berlipat-lipat dan

cenderung untuk memberikan ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang

diderita. Walaupun melalui media pengadilan, dimungkinkan untuk

menyelesaikan perkara melalui proses gugatan perdata terutama terhadap

pelanggaran oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian yang dilarang

( Gugatan Wanpretasi )

g. Tindakan Administratif atau Sanksi Administratif

Tindakan administratif sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 47 ayat (1) dapat

berupa :

1. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4

sampai dengan pasal 13, 15 dan 16

2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical

sebagaimana dimaksud dalam pasal 14

3. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti

menimbulkan praktik monopoli dan menyebabkan merugikan masyarakat

4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi

dominan

5. Penetapan pembatalaan atas penggabungan usaha dan mengambilalihan

saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28

6. Penetapan pembayaran ganti rugi

7. Pengenaan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-

tingginya dua puluh lima milyar rupiah.

Page 213: MATERI HUKUM DAGANG

212

SAnksi-sanksi pelanggran sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII, memuat tindakan

administrative, pidana pokok dan pidana tambahan.

R. Sanksi Pidana

Menurut Undang-Undang Anti Monopoli :

a. Pidana Pokok

1) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 4, 9 sampai pasal 14, Pasal 16

sampai 19, Pasal 25, 27 dan 28 diancam pidana denda serendah-

rendahnya dua puluh lima milyar rupiah dan setinggi tingginya seratus

milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya

enam bulan.

2) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan 8,pasal 15 sampai

dengan 24 dan pasal 26 diancam pidana denda serendah-rendanhnya lima

milyar dan setinggi-tngginya dua puluh lima milyar rupiah atau pidana

kurungan pengganti denda selama-lamanya lima bulan.

3) Pelanggran terhadap ketentuan Pasal 41 diancam pidana denda serendah-

rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-tingginya lima milyar rupiah

atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya tiga bulan.

Pasal 382 bis KUHP :

Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan

atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang atau

menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancsm karena persaingan curang

dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling

banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan tersebut dapat menimbulkan

kerugian-kerugian bagi konkurennya atau konkuren orang lain.

b. Pidana Tambahan

Pasal 49 Undang-Undang no.5 tahun 1999 mengatur pidana tambahan :

Dengan menunjuk ketentuan pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap

pidana sebagaimana diatur dalam pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

1) Pencabutan izin usaha

Page 214: MATERI HUKUM DAGANG

213

2) Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran

terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisoris

sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun

3) Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugaian pada pihak lain.

4)

S. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Munculnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan puncak

dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antarpelaku usaha dan

larangan melakukan praktik monopoli. Dalam sejarahnya upaya untuk

membentuk hukum persaingan usaha telah di mulai sejak tahun 1970-an.

Berbagai rancangan undang-undang dan naskah akademis telah dimunculkan,

namun baru pada tahun1998, sebagian karena desakan International Monetary

Fund (IMF). Bagi negara yang mengeliminir atau setidaknya mengurangi

konsentrasi kegiatan perekonomian yang mendasarkan pada kondisi pasar yang

tidak ideal, dan penuh dengan kecurangan, Undang-undang Antimonopoli

merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Bahkan begitu pentingnya

Undang-Undang Antimonopoli bagi suatu negara sehingga pengaturan mengenai

Antitrust Law bagi Amerika Serikat adalah seperti Magna Charta bagi free enter

prise untuk menjaga kebebasan ekonomi dan sistem free enter prise.

Gagasan untuk menerapkan Undang-Undang Antimonopoli dan

mengharamkan kegian pengusaha (pelaku usaha) yang curang telah dimulai sejak

lima puluh tahun sebelum masehi. Peraturan roma yang melarang tindakan

peraturan atau mengambil untung secara berlebihan, dan tindakan bersama yang

mempengaruhi perdagangan jagung. Demikian pula Magna Charta yang di

terapkan tahun 1349 di Inggris telah pula mengembangkan prinsip-pinsip yang

berkaitan dengan restrain of trade atau pengekangan dalam perdagangan yang

mengharamkan monopoli dan perjanjian-perjanjian yang membatasi kebebasan

individual untuk berkompetisi secara jujur. Pada bidang Industri juga diharapkan

tidak terjadi industri yang monopolistik dan tidak sehat, sebagaimana

Page 215: MATERI HUKUM DAGANG

214

diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1984 tersebut,

menentukan bahwa pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan

pengembangan terhadap industry untuk mengembangkan persaingan yang baik

dan sehat, serta mencegah persaingan tidak jujur dan mencegah pemusatan

industry oleh satu kelompok atau perseorangan dan bentuk monopoli yang

merugikan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992

tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 14

Tahun 1997, pemakai merek tanpa izin dapat di tuntut secara perdata maupun

pidana.

Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya

kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan

cita-cita Pancasila dan Undang-Undang dasar tahun 1945. Karena itu dalam pasal

2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, diterapkan asas demokrasi ekonomi

sebagai dasar pembangunan bidang ekonomi. Artinya, pelaku usaha di Indonesia

dalam menjalankan kegiatan usahanya harus berasaskan demokrasi ekonomi

dengan memperhatikan keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan

umum. Jadi, pasal ini mensyaratkan asas demokrasi ekonomi yang menjadi dasar

bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia.

Diantara larangan yang dilakukan oleh pelaku usaha sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomnor 5 Tahun 1999 adalah larangan untuk

mengadakan perjanjian-perjanjian tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Secara Yuridis

pengertian “perjanjian” dirumuskan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, bahwa “perjanjian”adalah sesuatu perbuatan satu atau

lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha

lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dari rumusan

yuridis tersebut, dapat disimpulkan unsure-unsur perjanjian menurut konteks

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 meliputi:

a. Perjanjian terjadi karena suatu perbuatan

b. Perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha sebagai para pihak

dalam perjanjian

Page 216: MATERI HUKUM DAGANG

215

c. Perjanjian nya dapat dibuat secara tertulis atau tidak tertulis

d. Tidak menyebutkan tujuan perjanjian

Sebagaimana Ketentuan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, juga menggunakan kata “perbuatan”. Ketentuan Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata merumuskan pengertian “Perjanjian sebagai

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih”. Para ahli menganggap rumusan yuridis

perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut

selain kurang lengkap juga terlalu luas. Lahirnya suatu perjanjian, karena adanya

persetujuan atau kesepakatan diantara dua pihak, bukan persetujuan sepihak saja,

pengertian perbuatan disini juga tidak terbatas, mencakup perbuatan sukarela dan

perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dengan demikian, baik Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata maupun Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sama-

sama merumuskan pergantian perjanjian dalam pengertian yang luas.

Berbeda dengan istilah “Perjanjian” yang dipergunakan, dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak dapat kita temukan suatu definisi mengenai

“kegiatan”. Meskipun demikian , jika ditafsirkan secara a contrario terhadap

definisi perjanjian yang diberikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan “kegiatan”

tersebut adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak” yang dilakukan oleh

satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya keterkaitan

hubungan secara langsung dengan pelaku usaha lainnya.

T. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha

Munculnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan puncak

dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antarpelaku usaha dan

larangan melakukan praktik monopoli. Di samping mengikat para pelaku usaha,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengikat pemerintah untuk tidak

mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat memberikan kemudahan dan

fasilitas istimewa kepada para pelaku usaha tertentu yang bersifat monopolistik.

Page 217: MATERI HUKUM DAGANG

216

Akibatnya, dunia usaha Indonesia menjadi tidak terbiasa dengan iklim kompetisi

yang sehat, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian yang harus ditanggung

oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kehadiran Undang-Undang No

5 Tahun 1999, diharapkan mampu mengikat pemerintah untuk lebih objektif dan

professional dalam mengatur dunia usaha di Indonesia.

Ketentuan mengenai antimonopoli yang terdapat dalam beberapa

perundang-undangan secara sporadic dan tidak populer sampai dengan kemudian

lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang mulai berlaku terhitung satu

tahun sejak diundangkannya pada tanggal 5 Mei 1999.

Penggunaan hukum atau perundang-undangan sebagai instrument

kebijakan merupakan perkembangan mutakhir dalam sejarah hukum. Pada zaman

pemerintahan Orde Baru, kebijakan politik perekonomian nasional yang mengacu

kepada ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-ndang Dasar 1945 telah

diimplementasikan pertama dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara (MPRS) Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijakan

Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.

Pada dasarnya, negara berkepentingan untuk memperhatikan apa yang

diperlukan/dibutuhkan oleh warganya atau pelaku usaha dalam rangka

melakukan kegiatan ekonomi secara komperitif. Negara mempunyai kepentingan

untuk mengatur kehidupan ekonomi yang dilandasi dengan corak perekonomian

yang antimonopoly dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaingan usaha

secara sehat.

Secara filosofis ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat

menciptakan suatu keadilan, baik bagi pelaku usaha, dunia usaha, serta konsumen

sebagai bagian dari masyarakat. Di samping mampu member rasa keadilan,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara sosiologis sangat bermanfaat bagi

kepentingan serta perkembangan perekonomian negara karena undang-undang

tersebut mampu menjawab tantangan, serta keinginan masyarakat secara luas

yang sebetulnya sudah merasa jenuh dengan praktik monopoli yang dilakukan

oleh sekelompok kecil pelaku usaha yang dekat dengan pengusaha orde baru

pada waktu itu.

Page 218: MATERI HUKUM DAGANG

217

Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha merupakan suatu

kebutuhan primer bag kepentingan pelaku usaha dan menduduki kunci dalam

ekonomi yang berbasiskan pada persaingan pasar sempurna

U. Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Istilah “monopoli”,”antitrust”.”kekuatan pasar”, dan “dominasi” saling

dipertukarkan pemakainnya. Keempat istlah tersebut dipergunakan untuk

menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, di mana pasar

tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau produk substitusi potensial,

dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga

produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau

hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Monopoli dapat terjadi dalam setiap sistem ekonomi. Dalam sistem

ekonomi kapitalisme dan liberalisme, dengan instrument kebebasan pasar,

kebebasan keluar masuk tanpa restriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya

yang atomistik monoplistik telah melairkan melahirkan monopoli sebagai anak

kandungnya. Dalam konteks yuridis tidak semua bentuk kegiatan monopoli

dilarang, hanya kegiatan monopoli yang mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilarang.

Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat ini dapat

menmbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu

serta dapat menciptakan iklim usaha yang tidak sehat, efektif, dan efisien. Dari

pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa yang dilarang oleh hukum adalah

praktik monopoli, bukan monopolinya. Selama suatu pemusatan ekonomi tidak

menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, maka tidak dapat

dikatakan telah terjadi praktik suatu monopoli, yang melanggar atau

bertentangan dengan undang-undang meskipun monopoli itu sendiri secara

nyata-nyata telah terjadi (dalam bentuk penguasaan produksi dan/atau

pemasaran barang dan/atau jasa terntu).

Praktik bisnis yang tidak jujur dapat diartikan sebagai segala tingkah laku

yang yang tidak sesuai dengan itikad baik, kejujuran di dalam berusaha.

Perbuatan ini termasuk perbuatan melawan hukum.

Page 219: MATERI HUKUM DAGANG

218

Tujuan yang hendak dicapai dengan dibuatnya berbagai undang-undang

mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana

dilakukan oleh negara-negara maju yang telah sangat berkembang masyarakat

korporasinya, seperti Amerika Serikat dan Jepang, adalah untuk menjaga

kelangsungan persaingan (competition).

Persaingan juga perlu dijaga eksistensinya demi terciptanya efisiensi, baik

efisiensi bagi masyarakat konsumen maupun bagi seiap perusahaan. Terdapat

dua efisiensi yang ingin dicapai oleh undang-undang antimonopoly, yaitu

efisiensi bagi para produsen dan efisiensi bagi masyarakat atau productive

efficiency dan allocative efficiency. Jadi pada prinsipnya tujuan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 ini ada dua, yaitu tujuan bidang ekonomi dan tujuan di

luar ekonomi.

Pada tataran pengaturan, pada umunya dikenal dua instrumen kebijakan

pengaturan persaingan usaha, yakni instrument pengaturan kebijakan struktur

(sturucture) dan instrumen pengaturan kebijakan perilaku (behavioral).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, seperti halnya Undang-Undang

Persaingan pada umumnya, memberikan alternative di antara dua metode

pendekatan yang ekstrim untuk menilai tindakan pelaku usaha.

Agar perbuatan pelaku usaha tidak mengarah kepada praktik monopoli

dan persaingan usaha yang tidak sehat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

melarang pelaku usaha melakukan tindakan tertentu, yang dapat dikelompokkan

menjadi :

Perjanjian Yang Dilarang (Pasal 4 sampai dengan Pasal 16)

Kegiatan Yang Dilarang (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24); dan

Pasal Dominan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 29)

Pemerintah dapat saja menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya atau

pelaku usaha yang berkolusi dengan pemerintah untuk membuat ketentuan yang

antipersaingan usaha, yang kemudian oleh pemerintah dituangkan dalam

berbagai peraturan perundang-undangan.

V. Perjanjian yang Dilarang

Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih

menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam

Page 220: MATERI HUKUM DAGANG

219

undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu

atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku

usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis .

Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan

”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih

sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti

Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999

masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.

Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah

bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga

combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya

sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—

termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-

Undang Anti Monopoli .

Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian

dalam bentuk sebgai berikut :

(a) Oligopoli

(b) Penetapan harga

(c) Pembagian wilayah

(d) Pemboikotan

(e) Kartel

(f) Trust

(g) Oligopsoni

(h) Integrasi vertikal

(i) Perjanjian tertutup

(j) Perjanjian dengan pihak luar neger

*Perjanjian Yang Dilarang Penggabungan, Peleburan, Dan Pengambil-Alihan*

Ø Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu

Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan

Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan

pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum

kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya

Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Page 221: MATERI HUKUM DAGANG

220

Ø Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan

Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu

Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari

Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang

meleburkan diri berakhir karena hukum.

Ø Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha

untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset

Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian

terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut

 Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli

Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang

meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

- Monopoli

- Monopsoni

- Penguasaan pasar

- Persekongkolan

- Posisi dominan, yang meliputi :

- Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing

- Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi

- Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar

- Jabatan rangkap

- Pemilikan saham

- Merger, akuisisi, konsolidasi

W. Kegiatan yang dilarang

Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 

(1)      Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat. 

Page 222: MATERI HUKUM DAGANG

221

(2)      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan

atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

1.      barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; 

2.      mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang

dan atau jasa yang sama; atau

3.      satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima

puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Kedua Monopsoni Pasal 18

(1)    Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal

atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2)    Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi

pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau

satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar

satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu

atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

berupa:

1. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan

usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

2. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya

produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau

jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol

dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk

mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia

perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Page 223: MATERI HUKUM DAGANG

222

Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk

menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya

dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar

bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu

yang dipersyaratkan.

X. Kesimpulan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu

suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan

jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan

pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk

badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha

dalam bidang ekonomi.

Adapun kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli, diantaranya: monopoli,

monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap,

pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.

Perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli dan persaingan usaha, diantaranya:

oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,

integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen

di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999

tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan

penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya

praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama,

KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang

melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur

dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan

menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi

pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan

dijelaskan dalam Pasal 49.

Page 224: MATERI HUKUM DAGANG

223

BAB VIII

HUKUM PENGANGKUTAN

Oleh:

Anggi Rahmadaniar, Fajar Muhammad Juanda, Rizki Diah Nasrunisa , Muhammad

Fikri Khoiri Yusuf

A. Pengertian Pegangkutan

Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan.

Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang

dari suatu tempat ke tempat yang lain.Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul

suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat

diartikan.sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam

hal ini terkait unsur- unsur sebagai berikut:

1) Ada sesuatu yang diangkut.

2) Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.

3) Ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan

Menurut pendapat R. Soekardono, SH, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan

tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu

mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.Adapun proses dari

pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai

ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri . Sedangkan menurut Abdul Kadir

Muhammad Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam

alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat

Page 225: MATERI HUKUM DAGANG

224

tujuan/ dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang

ditentukan .Sehingga Secara umum dapat didefinisikan bahwa pengangkutan adalah

perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu

tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk

membayar angkutan.Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian

pengangkut adalah pengangkut dan pengirim.Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah

perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban

sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan

barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan

pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan .

B. Asas-Asas Pengangkutan

Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang

diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1) Yang bersifat perdata; dan

2) Yang bersifat public

Asas-asas yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang

pengangkutan baik darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat

dalam Pasal 2 Undang-Undang No.15 Tahun 1992.Asas-asas yang bersifat

perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan

berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan

penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat

perdata menurut Abdulkadir Muhammad (1998: 18-19) adalah sebagai berikut:

a. Konsensual Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah

cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa

perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau

didukung oleh dokumen angkutan.

b. Koordinatif

Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar,

tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun

pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah

Page 226: MATERI HUKUM DAGANG

225

penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan

penumpang/pengirim barang.Pengangkutan adalah perjanjian pemberian

kuasa.

c. Campuran

Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian

kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada

pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan,

kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.

d. Retensi

Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi

bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan.Pengangkutan hanya

mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.

e. Pembuktian dengan dokumen. Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan

dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian

pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya

pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.

Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:

a.  Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan peri

kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan

pertahanan dan keamanan negara;

b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang

pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam

kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat

kekeluargaan;

c.  Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat

memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan

biaya yang terjangkau oleh hmasyarakat;

Page 227: MATERI HUKUM DAGANG

226

d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian

rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara

kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat,

serta antara kepentingan nasional dan internasional;

e.  Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus

mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;

f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan

utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda

transportasi;

g.  Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk

menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga

negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan

pengangkutan.

h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus berlandaskan pada

kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada

kepribadian bangsa;

i.  Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan

penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan .

C. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan

Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang

dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan

nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang

dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana barang-

barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat. Perpindahan barang atau orang dari

suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan

tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat

ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada

Page 228: MATERI HUKUM DAGANG

227

perubahan bentuk tempat dan waktunya. Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada

dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :

a. Kegunaan Tempat ( Place Utility ) Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi

perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang

bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih

bermanfaat.

b.  Kegunaan Waktu ( Time Utility ) Dengan adanya pengangkutan berarti dapat

dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat

ketempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya .

D. Prinsip Dasar Pengangkutan

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu antara pengangkut

dan pengirim adalah sama tinggi. Hubungan kerja di dalam perjanjian

pengangkutan antara pengangkut dan pengirim tidak secara terus menerus, tetapi

sifatnya hanya berkala, ketika seorang pengirim membutuhkan pengangkut untuk

mengangkut barang. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian pengangkutan

mengandung tiga prinsip tanggung jawab, yaitu:

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan

Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam.

penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti

kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita

kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu.Beban pembuktian ada

pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut.Prinsip ini adalah yang

umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang

perbuatan melawan hukum.

b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga

Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap

kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya Tetapi jika

pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari

kewajiban membayar ganti kerugian. Beban pembuktian ada pada pihak

Page 229: MATERI HUKUM DAGANG

228

pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan.Pihak yang dirugikan cukup

menunjukkan adanya kerugian yang diderita

dalam pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut

c. Prinsip tanggung jawab mutlak

Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti

kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang

diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan

pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung

jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu.Prinsip ini tidak

mengenal beban pembuktian tentang kesalahan.Unsur kesalahan tidak relevan.

Dalam suatu pengangkutan bila undang-undang tidak menentukan syarat atau

halyang dikehendaki para pihak maka para pihak dapat mengikuti kebiasaan

yangtelah berlaku atau menentukan sendiri kesepakatan bersama, tentunya hal

tersebutharus mengacu pada keadilan.Tujuan pengangkutan adalah terpenuhinya

kewajiban dan hak-hak para pihak yang terlibat dalam pengangkutan.Kewajiban

dari pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan berhak menerima

biaya pengangkutan.Sedangkan kewajiban pengirim atau penumpang adalah

membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan yang

wajar.

E. Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya

Dalam dunia perdagangan ada tiga jenis pengangkutan antara lain :

a. Pengangkutan melalui darat yang diatur dalam :

1) KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90-98.

2) Peraturan khusus lainnya, misalnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992

tentang Perkeretaapian. Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,

Page 230: MATERI HUKUM DAGANG

229

3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi.   

b. Pengangkutan melalui laut

 Jenis pengangkutan ini diatur dalam :

1) KUHD, Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal.

2) KUHD, Buku II, Bab V A tentang pengangkutan barang-barang.

3) KUHD, Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang.

4) Peraturan-peraturan khusus lainnya.

c. Pengangkutan udara

Jenis pengangkutan udara diatur dalam :

1)  S. 1939 Nomor 100 ( Luchtvervoerordonnatie ).

2)  Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.

3)  Peraturan-peraturan khusus lainnya.

F. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan

pengirim sama tinggi atau koordinasi ( geeoordineerd ), tidak seperti dalam

perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau

kedudukan subordinasi gesubordineerd ). Mengenai sifat hukum perjanjian

pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :

a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak

bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan

(tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan pasal 1601 KUH Perdata.

b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala

tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat

ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617  KUH Perdata ( Pasal penutup dari bab

VII

tentang pekerjaan pemborongan ).

c. Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni

perjanjian melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian

Page 231: MATERI HUKUM DAGANG

230

penyimpanan (bewaargeving). Unsur pelayanan berkala ( Pasal 1601 b KUH

Perdata ) dan unsur penyimpanan ( Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).

G. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan

Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak

disyratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak

(konsensus). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu

perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan ( konsensus ) diantara

para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil. Dalam

praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen yang disebut

denga surat muatan ( vracht brief ) seperti dimaksud dalam pasal 90 KUHD.

Demikian juga halnya dalam pengangkutan pengangkutan melalui laut terdapat

dokumen konosemen yakni tanda penerimaan barang yang harus diberikan

pengangkut kepada pengirim barang.Dokumen-dokumen tersebut bukan

merupakan syarat mutlak tentang adanya perjanjian pengangkutan. Tidak adanya

dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada

( Pasal 454, 504 dan 90 KUHD ). Jadi dokumen-dokumen tersebut tidak

merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan.Dari uraian tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil.

H. .    Kedudukan Penerima

Dalam perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah

menyerahkan barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan

merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada dasarnya dia

adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317 KUH

Perdata ). Penerima bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga

orang lain. Penerima akan berurusan dengan pengangkut apabila ia telah menerima

barang-barang angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos angkutannya,

Page 232: MATERI HUKUM DAGANG

231

kecuali ditentukan lain. Apabila penerima tidak mau membayar ongkos atau uang

angkutnya maka pihak pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barang-barang

yang diangkutnya.

I. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut

Dalam hukum pengangkutan dikenal adanya lima prinsip tanggung jawab

pengangkut yaitu :

a. Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumtion of Liability) Menurut prinsip ini,

ditekankan bahwa selalu bertanggung jawab6 atas setiap kerugian yang timbul

pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat

membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung

jawab membayar ganti rugi kerugian itu. Beban pembuktian ini diberikan kepada

pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.Hal ini diatur dalam pasal 1365

KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan

umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-

masung pengangkutan. Prinsip ini hanya dijumpai dalam 86 ayat 2 Undang-

undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, yang menyatakan : “jika

perusahaan angkutan perairan dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana

dimaksud aya 1 huruf b: musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; c.

Keterlambatan angkutan penumpang, dan atau barang yang diangkut; d. Kerugian

pihak ketiga bukan disebabkan oleh kesalahannya, maka dia dapat dibebaskan

sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. Walaupun hanya terdapat pada

pengangkutan perairan, bukan berarti pada pengangkutan darat dan pengangkutan

udara tidak dibolehkan.Dalam perjanjian pengangkutan, perusahaan angkutan dan

pengirim boleh menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga, biasanya

dirumuskan dengan “(kecuali jika perusahaan angkutan dapat membuktikan

bahwa kerugian itu dapat karena kesalahannya)”.Dalam KUHD juga menganut

prinsip tanggung jawab karena praduga bersalah.Dalam ketentuan pasal 468 ayat

2 KUHD yaitu, “apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau

seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian

Page 233: MATERI HUKUM DAGANG

232

kepada pengirim, kecuali dia dapat membuktikan bahwa diserahkan sebagian

atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah

atau tidak dapat dihindari terjadinya.”

Dengan demikian jelas bahwa dalam hukum pengangkutan di Indonesia, prinsip

tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga bersalah keduanya dianut.

Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip

tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian, artinya pengangkut

bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan

pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak

bersalah atau lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. Beberapa pasal dalam

Undang-undang Pengangkutan Tahun 1992 yang mengatur tentang prinsip tanggung

jawab praduga bersalah adalah:

a. Pasal 45 UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Angukutan Lalu Lintas Jalan.

b. Pasal 28 ayat 1, 2 UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian.

c. Pasal 43 ayat 1b dan pasal 44 UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

b. Tanggung Jawab atas Dasar Kesalahan (Based on Fault or Negligence) Dapat

dipahami, dalam prinsip ini jelas bahwa setiap pengangkut harus bertanggung jawab atas

kesalahannya dalam penyelenggaraan pengangkutan dan harus mengganti rugi dan pihak

yang dirugikan wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ini

diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.9 Hal ini diatur

dalam pasal 1365 KUHPer tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai

aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-masung

pengangkutan. Dalam KUHD, prinsip ini juga dianut, tepatnya pada pasal 468 ayat (2).

Pada pengangkutan di darat yang menggunakan rel kereta api, tanggung jawab ini

ditentukan dalam pasal 28 UU nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pada

pengangkutan di darat yang melalui jalan umum dengan kendaraan bermotor, tanggung

jawab ini di tentukan dalam pasal 28, pasal 29, pasal 31 dan pasal 45 UU nomor 14 tahun

1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Pada pengangkutan di laut dengan

menggunakan kapal, tanggung jawab ini di tentukan dalam pasal 86 UU nomor 21 tahun

1992 tentang Pelayaran. Dan berkaitan dengan angkutan udara, prinsip ini dapat

ditemukan dalam pasal 43-45 Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1995 tentang

pengangkutan udara.

Page 234: MATERI HUKUM DAGANG

233

c. Tanggung Jawab Pengangkut Mutlak (Absolut Liability) Pada prinsip ini, titik

beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya. Menurut prinsip ini, pengangkut

harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang

diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada tdaknya kesalahan pengangkut. Prinsip

ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan.

Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang

menimbulkan kerugian itu.prinsip ini dapat dapat dirumuskan dengan kalimat:

pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun

dalam penyelenggaraan pengangkutan ini. Dalam peraturan perundang-undangan

mengenai pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur, mungkin

karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu di

bebani dengan resiko yang terlalu berat.Akan tetapi tidak berarti bahwa pihak-pihak

tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan.Para pihak boleh

saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian

tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak.Jika prinsip ini digunakan maka

dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen

pengangkutan.

d. Pembatasan tanggung jawab pengangkut (limitation of liability) Bila jumlah ganti rugi

sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, maka ada

kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan jatuh pailit. Menghindari hal ini,,

maka undang-undang memberikan batasan tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti

rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam

perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-

undang. Hal ini diatur dalam pasal 475, 476 dan pasal 477 KUHD.Mengenai pembatasan

tanggung jawab pengangkut dalam angkutan udara, diatur dalam pasal 24 ayat (2), pasal

28, pasal 29 ayat (1) dan pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 merupakan

pembatasan tanggung jawab yaitu banwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi

sampai jumlah Rp.12.500,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan siapa-siapa

saja yang berhak menerima ganti rugi, yang dalam hal ini adalah : Suami/istri dari

penumpang yang tewas,Anak atau anak-anaknya dari si mati Orang tua dari si mati.

Pasal 28 menentuk in bahwa pengangkut udara tidak bertanggung jawab dalam hal

kelambatan, pasal ini berbunyi “Jika tidak ada persetujuan Ijin, maka pengangkut

bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pengangkutan

Page 235: MATERI HUKUM DAGANG

234

penumpang, bagasi dan barang”.Satu pasal lain mengenai pembatasan tanggung jawab

pihak pengangkut adalah pasal 33, dimana pasal tersebut menentukan gugatan mengenai

tanggung jawab atas dasar apapun juga hanya dapat diajukan dengan syarat-syarat dan

batas-batas seperti yang dimaksudkan dalam peraturan ini.Dengan terbatasnya gugatan

mengenai tanggung jawab dari pihak pengangkut, maka terbatas pula tanggung jawab

pihak pengangkut.Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Ordonansi

Pengangkutan Udara yang memuat ketentuan mengenai pembebasan adalah pasal 1 ayat

(1), pasal 29 avat (1) dan pasal 36.Pasal 36 menemukan bahwa pengangkut bebas dari

tanggungjawabnya dalam hal setelah dua tahun penumpang yang menderita kerugian

tidak mengajukan tuntutannya. Pasal 36 berbunyi “Gugatan mengenai tanggung jawab

pengangkut harus diajukan dalam jangka waktu dua tahun terakhir mulai saat tibanya di

tempat tujuan, atau mulai dari pesawat Udara seharusnya tiba, atau mulai pengangkutan

Udara diputuskan jika tidak ada hak untuk menuntut dihapus. Selain itu ada hal-hal yang

membuat pengangkut tidak bertanggung jawab apabila timbul suatu keadaan yang sama

sekali tidak diduga sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut : bahaya perang,

sabotase, kebakaran, kerusuhan, kekacauan dalam negeri. Asuransi tanggung jawab

dibidang pengangkutan udara didasarkan atas prinsip terjadinya peristiwa asuransi

tersebut karena mencakup kerugian-kerugian yang terjadi selama jangka waktu asuransi

dan dilandasi kerugian yang paling dekat berdasar atas produk yang keliru.Pada Undang-

undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat

pada pasal 141 (1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang

meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di

dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut

atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang

timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk

membatasi tanggung jawabnya.Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak

(Strict Liability), dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai

tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut.Pada

Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan

bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil

tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk

mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti

Page 236: MATERI HUKUM DAGANG

235

yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU; Pengangkut tidak

bertanggungjawab untuk kerugian, apabila:

a. ia dapat membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala

tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian;

b. ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan

itu;

c. kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;

d. kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu

Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu

bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara.

Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas

dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya

secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana

pelaksanaan dari aturan tadi.

e, Presumtion of non Liability

Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab.13 Dalam hal

ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya ataupun

dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi terdapat pengecualian-

pengecualian dalam mempertanggungjawabkan suatu kejadian atas benda dalam

angkutan. Pengaturan ini ditetapkan dalam :

A, Pasal 43 ayat 1 b UU Penerbangan

b. Pasal 86 UU Pelayaran

J. Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang penting dalam

meningkatkan mobilitas sosial dan sangat dekat dekat masyarakat.Setiap waktu

masyarakat terus bergulat dengan angkutan jalan dengan bermacam-macam

kepentingan. Berbagai kondisi zaman dibarengi dengan  berbagai kemajuan di bidang

Page 237: MATERI HUKUM DAGANG

236

ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan pola tingkah laku masyarakat telah

dilewati oleh Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia dari masa Pemerintahan

Belanda sampai pada era refomasi pada saat ini. Begitupun dengan Undang-undang

yang mengaturnya, pada masa pemerintahan Hindia Belanda di atur dalam

Werverkeersordonnantie” (Staatsblad 1933 Nomor 86) yang kemudian diubah dan

ditambah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1951 tentang Perubahan dan

Tambahan Undang-undang Lalu Lintas Jalan (Wegverkeersordonnantie, Staatsblad

1933 Nomor 86), lalu diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Undang-Undang No 3 Tahun 1965 ini bahwa

ini adalah Undang-Undang pertama yang mengatur LLAJ  di Indonesia setelah

Indonesia Merdeka. Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang juga

kemudian diganti oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan. Pasal 229 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang selanjutnya disingkat UU Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, membagi kecelakaan lalu lintas menjadi tiga golongan yaitu:

1. Kecelakaan Lalu Lintas Ringan, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

kerusakan Kendaraan dan/atau barang

2.  Kecelakaan Lalu Lintas Sedang, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang

3.  Kecelakaan Lalu Lintas Berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

korban meninggal dunia atau luka berat

Pasal 229 ayat (5) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa kecelakaan

lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian

Pengguna Jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau

lingkungan.Tidak hanya mengenai penggolongan kecelakaan lalu lintas, UU Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan juga telah secara eksplisit mengatur mengenai hak korban yang

diatur pada Bagian keempat Bab XIV tentang hak korban dalam kecelakaan lalu lintas.

Adapun hak korban kecelakaan lalu lintas tersebut sebagaimana dijelaskan pada Pasal

240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa korban kecelakaan lalu lintas berhak

mendapatkan:

Page 238: MATERI HUKUM DAGANG

237

1. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya

kecelakaan

lalu lintas dan/atau pemerintah

2. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan

lalu lintas, dan

3. Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.

Prosedur untuk mendapatkan Hak Korban Kecelakaan Lalu Lintas Darat

1. Pertolongan dan perawatan

Pasal 240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menunjukan bahwa hak

korban ini biasa diperoleh korban dari pihak yang bertanggung jawab atas

terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau pemerintah. Pengaturan mengenai

pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas darat hal

tersebut sebenarnnya juga telah diatur pada pasal sebelumnya yaitu dalam

Pasal 231 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjelaskan

bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas,

wajib:

a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya

b. Memberikan pertolongan kepada korban

c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia

terdekat

d.Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan

Selanjutnya dalam Pasal 231 ayat (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

dijelaskan pula bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang karena keadaan

memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dan huruf

b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indoensia

terdekat[7].

Pemberian pertolongan dan perawatan terhadap korban kecelakaan lalu lintas

tidak hanya merupakan kewajiban dari pengemudi kendaraan bermotor,

dalam Pasal 232 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan pula

bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya

kecelakaan lalu lintas wajib:

Page 239: MATERI HUKUM DAGANG

238

a. Memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan lalu lintas

b. Melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik

Indonesia, dan/atau

c.  Memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia

Mengenai pelaksanaan dari pasal 238 ayat (2) dan Pasal 239 ayat (1) sebagai kewajiban

dan tanggung jawab pemerintah dalam penanganan kecelakaan lalu lintas maupun

terhadap korban kecelakaan lalu lintas. Pada perkembangannya hak korban yang berupa

perawatan maupun ganti kerugian bukan hanya berasal dari pihak yang bertanggung

jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah, tetapi juga dapat

diberikan dari pihak Yayasan atau Perusahaan tempat pelaku kecelakaan bekerja.

Untuk perawatan yang berasal dari Pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh Asuransi)

prosedur pemberiannya adalah sama dengan prosedur santunan. Bahkan dalam rangka

memberikan pelayanan “PRIME” Service Jasa Raharja Dumai, diwakili oleh Petugas

Pelayanan, M. Abrar Anas, SE.Msi., menyerahkan penggantian biaya perawatan di

rumah korban. Sehubungan dengan kecelakaan lalu lintas jalan yang menimpa korban,

an. Tugiono, pejalan kaki yang menyebrang di tabrak oleh Sepeda Motor. Dijelaskan

juga bahwa uang penggantian biaya rawatan sudah ditransfer ke rekening an. Korban dan

berhubung korban tidak bisa datang ke kantor Jasa Raharja untuk menanda tangani

kwitansi penerimaan uang maka pihak jasa raharja yang datang untuk meminta tanda

tangan korban.

2. Ganti kerugian

Ganti kerugian merupakan hak korban kecelakaan lalu lintas dari pihak yang

bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas, bukan hanya dimuat dalam

Pasal 240 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tetapi diatur pula dalam UU Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan pada BAB XIV bagian ketiga mengenai kewajiban dan tanggung

jawab dan paragraf 1 mengenai kewajiban dan tanggung jawab pengemudi, pemilik

kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan, dalam Pasal 234 dijelaskan bahwa:

a. Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang

dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi

Page 240: MATERI HUKUM DAGANG

239

b.  Setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum

bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian

atau kesalahan pengemudi

c.    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:

1) Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan

pengemudi.

2) Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga, dan/atau disebabkan

gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan

Besarnya nilai penggantian kerugian yang merupakan tanggung jawab pihak yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan putusan

pengadilan atau dapat juga dilakukan diluar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di

antara para pihak yang terlibat dengan catatan kerugian tersebut terjadi pada kecelakaan

lalu lintas ringan. Apabila korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia maka berdasar

Pasal 235 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengemudi, pemilik, dan/atau

perusahaan angkutan umum memberikan ganti kerugian wajib kepada ahli waris korban

berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman. Namun pemberian ganti kerugian

atau bantuan tersebut tidak serta merta menggugurkan tuntutan perkara pidana

sebagaimana yang dimaksud Pasal 230 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Santunan kecelakaan lalu lintas Sebagai pelaksanaan Pasal 239 ayat (2) UU Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur bahwa Pemerintah membentuk perusahaan

asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yaitu pemerintah mempunyai PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tugas dan fungsinya ada 2 (dua)  yaitu :

a. Memberikan santunan atas kejadian kecelakaan pada korban kecelakaan  lalu lintas

darat, laut, udara, dan penumpang kendaraan umum.

b. Menghimpun dana pajak kendaraan bermotor melalui Samsat yang mana dana itu

nantinya untuk membayar santunan.

Adapun cara memperoleh santunan adalah sebagai berikut:

a. Menghubungi kantor Jasa Raharja terdekat

Page 241: MATERI HUKUM DAGANG

240

b. Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan :

1)  Laporan Polisi tentang kecelakaan Lalu Lintas dari Unit Laka Satlantas Polres

setempat dan atau dari instansi berwenang lainnya.

2)  Keterangan kesehatan dari dokter / RS yang merawat.

3)  KTP / Identitas korban / ahli waris korban.

4)  Formulir pengajuan diberikan Jasa Raharja secara cuma-cuma

Untuk memperoleh dana santunan caranya adalah dengan mengisi formulir yang

disediakan secara Cuma-cuma oleh PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero), yaitu :

a. Formulir model K1 untuk kecelakaan ditabrak kendaraan bermotor dapat

diperoleh di Polres dan Kantor Jasa Raharja terdekat.

b. Formulir K2 untuk kecelakaan penumpang umum dapat diperoleh di

Kepolisian/Perumka/Syahbandar laut/Badar Udara dan Kantor Jasa Raharja

terdekat. Dengan cara pengisian formulir sebagai berikut :

1) Keterangan identitas korban/ahli waris diisi oleh yang mengajukan

dana santunan

2) Keterangan kecelakaan lalu lintas diisi dan disahkan oleh

Kepolisian atau pihak yang berwenang lainnya.

3) Keterangan kesehatan/keadaan korban diisi dan disahkan rumah

sakit/dokter yang merawat korban.

4) Apabila korban meninggal dunia, tentang keabsahan ahli waris,

diisi dan disahkan oleh pamong praja/lurah/camat.

Dalam hal korban meninggal dunia, maka santunan meninggal dunia diserahkan

langsung kepada ahli waris korban yang sah, adapun yang dimaksud ahli waris adalah :

a. Janda atau dudanya yang sah

b. Dalam hal tidak ada janda/dudanya yang sah, kepada anak-anaknya yang sah

c. Dalam hal tidak ada Janda/dudanya yang sah dan anak-anaknya yang sah, kepada

Orang Tuanya yang sah. d.Dalam hal korban meninggal dunia tidak mempunyai

ahli waris, kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan

penggantian biaya-biaya penguburan

d. Terdapat hal-hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu :

Page 242: MATERI HUKUM DAGANG

241

a. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Jo PP No 17 Tahun 1965

mengatur:

1)   Korban yang berhak atas santunan yaitu Setiap penumpang sah dari alat

angkutan penumpang umum yang mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan

oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan

berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan

sampai turun di tempat tujuan.

2) Jaminan Ganda Kendaraan bermotor Umum (bis) berada dalam kapal ferry,

apabila kapal ferry di maksud mengalami kecelakaan, kepada penumpang bis

yang menjadi korban diberikan jaminan ganda.

3)  Korban yang mayatnya tidak diketemukan Penyelesaian santunan bagi korban

yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada Putusan

Pengadilan Negeri.Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18

Tahun 1965 mengatur :

a, Korban Yang Berhak Atas Santunan, adalah pihak ketiga yaitu :

1)  Setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan

kecelakaan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat

angkutan lalu lintas jalan tersebut, contoh : Pejalan kaki ditabrak kendaraan

bermotor

2)  Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan

ditabrak, dimana pengemudi kendaran bermotor yang ditumpangi dinyatakan

bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang

kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi

b.  Tabrakan Dua atau Lebih Kendaraan Bermotor

1) Apabila dalam laporan hasil pemeriksaan Kepolisian dinyatakan bahwa

pengemudi yang mengalami kecelakaan merupakan penyebab terjadinya

kecelakaan, maka baik pengemudi mapupun penumpang kendaraan tersebut tidak

terjamin dalam UU No 34/1964 jo PP no 18/1965

2) Apabila dalam kesimpulan hasil pemeriksaan pihak Kepolisian belum

diketahui pihak-pihak pengemudi yang menjadi penyebab kecelakaan dan atau

dapat disamakan kedua pengemudinya sama-sama sebagai penyebab terjadinya

kecelakaan, pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan UU No 34/1964 jo PP No

Page 243: MATERI HUKUM DAGANG

242

18/1965 santunan belum daat diserahkan atau ditangguhkan sambil menunggu

Putusan Hakim/Putusan Pengadilan

3) Kasus Tabrak Lari Terlebih dahulu dilakukan penelitian atas kebenaran kasus

kejadiannya

4) Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Kereta Api

1)  Berjalan kaki di atas rel atau jalanan kereta api dan atau menyebrang sehingga

tertabrak kereta api serta pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang

mengalami kecelakaan akibat lalu lintas perjalanan kerata api, maka korban

terjamin UU No 34/1964.

2)Pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan

sengaja menerobos palang pintu kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana

lazimnya kerata api akan lewat , apabila tertabrak kereta api maka korban tidak

terjamin oleh UU No 34/1964

K. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Dapat Memberikan

Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan dan Keamanan Pelayaran

Transportasi laut menjadi sarana paling utama bagi negara kepulauan. Indonesia

yang memiliki jumlah uang pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi

laut yang memadai.Namun sebagai negara maritim sistem transportasi laut

Indonesia masih belum optimal.Ini terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kapal

laut yang mengalami kecelakaan dan menelan banyak korban jiwa.Penyebab

kecelakaan beragam, mulai dari kebakaran, tabrakan sampai kapal tenggelam.

Sebuah dasar hukum telah menaungi jaminan keamanan dan keselamatan dalam

pelayaran, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyatakan

bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya

persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,

kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. Meskipun telah ada dasar hukum, berbagai

kecelakaan di laut tetap tak bisa di hindari dan semakin marak terjadi, faktor yang

sering menyebabkan terjadinya kecelakaan di laut diantaranya adalah:

Page 244: MATERI HUKUM DAGANG

243

1.  Faktor teknisbiasanya terkait dengan kekurangcermatan di dalam desain kapal,

penelantaran perawatan kapal sehingga mengakibatkan kerusakan kapal atau bagian-

bagian kapal yang menyebabkan kapal mengalami kecelakaan, atau pelanggaran

terhadap ketentuan dan peraturan atau prosedur yang ada.

2. Faktor cuaca buruk merupakan permasalahan yang biasanya dialami seperti

badaigelombang yang tinggi yang dipengaruhi oleh musim atau badai, arus yang besar,

kabut yang mengakibatkan jarak pandang yang terbatas.Terjadinya perubahan iklim saat

ini, mengakibatkan kondisi laut menjadi lebih ganas, ombak dan badai semakin besar

sehingga sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan di laut.

3.  Faktor manusia itu sendiri yaitu kecerobohan di dalam menjalankan kapal,

kekurangmampuan awak kapal dalam menguasai berbagai permasalahan yang mungkin

timbul dalam operasional kapal, secara sadar memuat kapal secara berlebihan.

Kondisi ini diperparah oleh lemahnya tingkat pengawasan dari para pemangku

kebijakan. Di Indonesia telah berlaku ketentuan yang mengatur tentang jaminan

keamanan dan keselamatan di laut, yakni UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,

namun ternyata undang-undang tersebut masih memerlukan beberapa perubahan.

Kecelakaan kapal biasanya tidak disebabkan oleh hanya satu faktor, namun gabungan

faktor manusia, cuaca dan teknis.Faktor manusia sering dikatakan sebagai penyebab

utama kecelakaan, baik sebagai operator maupun pengambil keputusan. Namun apabila

ditinjau dari sudut pandang hukum, pada dasarnya telah ada undang-undang yang

menjamin keselamatan dan kemanan pelayaran, namun ketentuan tersebut belum

dilaksanakan secara optimal, undang-undang ini juga penting untuk segera diubah, hal

itu disebabkan ketentuan dari undang-undang tersebut belum menguraikan secara jelas

mengenai keselamatan kapal ditinjau dari batas muatan kapal dan alat kelengkapan

keselamatan.

Perubahan dalam suatu peraturan perundang-undangan adalah suatu hal yang wajar dan

sudah semestinya selalu dilakukan.perubahan terjadi ketika adanya kesenjangan antara

keadaan atau peristiwa dengan aturan yang berlaku. Jika objek yang diatur berubah maka

dituntut perubahan hukum untuk menyesuaikan agar peraturan efektif dalam

Page 245: MATERI HUKUM DAGANG

244

pelaksanaannya. Apabila terjadi perubahan dalam suatu keadaan atau peristiwa tanpa

diiringi perubahan hukum maka akan terjadi stagnasi hukum yang mengakibatkan

ketidakefektifan hukum dalam pelaksanannya. Begitupula pada UU Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran yang tidak secara optimal memberikan jaminan keamanan dan

keselamatan di laut, hal ini dikarenakan tidak adanya ketentuan yang dimuat secara jelas

mengatur mengenai keselamatan kapal. Ada dua hal utama yang menyangkut

keselamatan dan keamanan kapal yang tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran, hal tersebut adalah:

1. Tidak adanya ketentuan yang mencantumkan mengenai batas muatan kapal

Batas muatan kapal adalah sesuatu yang paling penting untuk menjamin

keselamatan dan keamanan pelayaran, kelebihan muatan suatu kapal bisa

menjadikan kapal itu overcapacity atau kelebihan muatan yang beresiko

menganggu keseimbangan kapal sehingga mengakibatkan kapal tenggelam.

Dengan adanya standarisasi dalam ketentuan perundang-undangan secara

mendetail mengenai jumlah muatan yang harus disesuaikan dengan kapasitas

kapal akan mengurangi resiko kecelakaan akibat kelebihan muatan pada kapal.

Dalam hal ini juga dibutuhkan kesadaran dari pihak pengelola kapal agar tidak

hanya menyadari adanya aturan namun bisa menataatinya dengan lebih

mengutamakan keselamatan penumpang dan awak kapal dari pada keuntungan

yang diperoleh dari banyaknya muatan yang bisa mengakibatkan kapal

overcapacity.

2. Tidak adanya ketentuan mengenai jumlah sekoci penolong dan alat

keselamatan lainnya yang harus ada di kapal.

Ketika kapal sudah mengalami gejala-gejala akan terjadinya kecelakaan, sekoci

penolong dan berbagai alat keselamatan lain menjadi kebutuhan utama untuk

menyelamatkan nyawa para penumpang dan awak. Namun banyak kapal-kapal

saat ini yang menyediakan sekoci dan alat-alat keselamatannya lainnya, namun

dalam jumlah terbatas dan dalam sebagian besar dalam keadaan rusak. Keadaan

akan semakin parah ketika kapal memiliki kelebihan muatan sehingga memiliki

banyak penumpang untuk diselamatkan sementara alat-alat penunjang

keselamatan hanya dalam jumlah terbatas.

Page 246: MATERI HUKUM DAGANG

245

Menurut Konvensi Internasional (Safety Of Life At Sea) SOLAS, Chapter III,

jumlah alat-alat penolong yang harus ada di kapal yaitu :Life Boat (sekoci

penolong) yang harus cukup untuk 50% dari jumlah pelayar pada setiap sisi, Life

Raft (Rakit Penolong)untuk kapal penumpang sejumlah yang cukup untuk 25%

dari jumlah pelayar pada setiap sisi, Life Buoy (Pelampung Penolong)untuk kapal

penumpang tergantung dari panjang kapal, Life Jacket (Rompi Penolong)satu

buah untuk tiap pelayar ditambah untuk anak-anak, suatu jumlah yang cukup oleh

Administrator, Buoyant Apparatus (alat-alat apung lainnya)untuk kapal

penumpang adalah sejumlah yang dapat menampung 3% dari jumlah pelayar.

Maka dari itu, diperlukan standariasi dalam peraturan perundang-undangan dalam

hal ini UUNomor 17 Tahun 2008 untuk disediakannya alat-alat penunjang

keselamatan lain. Hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam konvensi

internasional tentang keselamatan jiwa di laut Safety of Life at Sea (SOLAS)

1974, yang disepakati pada tanggal 1 November 1974 dan berlaku sejak 25 Mei

1980 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 1980

tentang mengesahkan “international convention for the safety of life at sea, 1974″

sebagai hasil koferensi internasional tentang keselamatan jiwa di laut 1974.

Sudah waktunya pemerintah mengkaji kembali UU nomor 17 tahun 2008 tentang

Pelayaran dan melakukan perubahan dalam bentuk penambahan ketentuan yang

mengatur mengenai batas jumlah muatan kapal dan kelengkapan alat-alat keselamatan

pada kapal.

L. Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan Penerbangan Nasional

Indonesia

Keselamatan dan keamanan penerbangan (di Indonesia) merupakan tanggung jawab

semua unsur baik langsung maupun tidak langsung, baik regulator, opertaor,

pabrikan, pengguna dan kegiatan lain yang berkaitan dengan transportasi

penerbangan tersebut. Namun demikian keberadaan tanggung jawab yang sifatnya

konseptual tersebut perlu diwujudkan, salah satu caranya adalah dengan adanya

kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan oleh pemerintah dan

instansi-instansinya di bidang transportasi, khususnya transportasi udara atau

Page 247: MATERI HUKUM DAGANG

246

penerbangan.

Secara umum beberapa peraturan di bidang penerbangan tanah air adalah sebagai

berikut:

1. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)

OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab pengangkut

kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai

ganti rugi, dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi. Sebagian

ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara

dinyatakan tidak berlaku lagi, kerena telah disempurnakan oleh Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam

Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara yang

disempurnakan meliputi: (1) tanggung jawab pengangkut kepada pihak kedua

(penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi, dan (2)

tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan

Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan dan sebagian dari Ordonansi

Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengatur tentang asas dan tujuan

dari penyelengaran penerbangan, kedaulatan atas wilayah udara, pembinaan penerbangan

sipil, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta penggunaan sebagai jaminan

hutang, penggunaan pesawat udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, bandar

udara, pencarian dan pertolongan kecelakaan serta penelitian sebab-sebab kecelakaan

pesawat udara, angkutan udara, dampak lingkungan, penyidikan dan ketentuan pidana.

Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut kemudian ditetapkan: (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan

(3) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan. Sedangkan

peraturan pelaksana yang lebih rinci dan teknis yang merupakan petunjuk pelaksanaan

Page 248: MATERI HUKUM DAGANG

247

dari Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri dan Keputusan

Direktorat Jenderal Perhubungan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Seiring dengan tingkat keselamatan transportasi di Indonesia yang telah mencapai

tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan transportasi dan

seolah telah menjadi berita yang wajar sehari-hari di media massa, tidak

terkecuali transportasi udara, pembahasan mengenai perubahan undang-undang

mengenai transportasi pun menjadi bagian yang hangat di Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) di Indonesia khususnya untuk bidang transportasi penerbangan,

karena meskipun secara kuantitatif kecelakan di sini lebih sedikit tetapi dampak

kecelakaan yang lebih jauh, membuatnya lebih menjadi perhatian khalayak

ramai. Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,

dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2008 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992, artikel-artikel yang relevan dalam

tulisan ilmiah populer maupun yang terdapat dalam annal of air and space law,

usulan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU), dokumen ICAO

mengenai perubahan iklim global, kasus kecelakaan pesawat serta bahan dan

hasil workshop yang berkaitan dengan penegakan hukum di bidang transportasi

udara. Menurut K. Martono, pengajuan revisi terhadap Undang-Undang ini

berdasarkan pertimbangan pola pikir antara lain bahwa ketentuan-ketentuan

dalam Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sebagian sudah

tidak relevan dan perlu dirubah, serta perlu adanya ketentuan-ketentuan yang

ditambahkan berkenaan dengan perkembangan ketentuan internasional mengenai

penerbangan. Hingga akhirnya Undang-Undang Penerbangan yang baru ini

berlaku mulai 12 Januari 2009,[27] walaupun demikian sesuai dengan ketentuan

penutup, diperlukan waktu setidak-tidaknya tiga tahun untuk memberlakukannya

secara efektif. Selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, maka OPU dan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi, namun ketentuan pasal

464 Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa

Page 249: MATERI HUKUM DAGANG

248

peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

1992 yang digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum

diganti pengaturannya pada dalam Undang-Undang Penerbangan yang baru.

Mengingat keselamatan dan keamanan merupakan bagian dari asas dalam

penyelenggaraan transportasi, maka pengaturannya pun merupakan bagaian yang

mengalami revisi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2009, keselamatan dan keamanan selama penerbangan khusus dalam pesawat

udara diatur dalam BAB VIII mengenai Kelaikudaraan dan Pengoperasian

Pesawat Udara, Bagian keempat dari Pasal 52 sampai dengan Pasal 57.

Kemudian secara umum mengenai keselamatan penerbangan yang memuat

program, pengawasan, penegakan hukum, manajemen dan budaya keselamatan

diatur dalam BAB XIII Pasal 308 sampai dengan Pasal 322.Selanjutnya aturan

pelaksana mengenai ketentuan keselamatan dalam Undang-undang ini

menggunakan Peraturan Menteri mengenai keselamatan dan keamanan dalam

pesawat udara, kewenangan kapten selama penerbangan, budaya keselamatan dan

pemberian sanksi administratif.

M. Kesimpulan

a) UU Lalu Lintas dan Angkutan jalan secara eksplisit mengatur mengenai  korban

kecelakaan lalu lintas  sebagaimana dijelaskan pada Pasal 240  bahwa korban

kecelakaan lalu lintas berhak mendapatkan, Pertolongan dan perawatan dari

pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau

pemerintah,Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya

kecelakaan lalu lintas, Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.

b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Dapat Memberikan

Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah

suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang

menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.

c) UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang tidak secara optimal

memberikan jaminan keamanan dan keselamatan di laut, hal ini dikarenakan

tidak adanya ketentuan yang dimuat secara jelas mengatur mengenai keselamatan

Page 250: MATERI HUKUM DAGANG

249

kapal. Ada dua hal utama yang menyangkut keselamatan dan keamanan kapal

yang tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran, hal tersebut adalah:

a. Tidak adanya ketentuan yang mencantumkan mengenai batas muatan kapal

b. Tidak adanya ketentuan mengenai jumlah sekoci penolong dan alat

keselamatan lainnya yang harus ada di kapal. d)

d)  Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan Penerbangan Nasional

Indonesia.

a) Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang

Penerbangan

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan

Page 251: MATERI HUKUM DAGANG

250

Daftar Pustaka

Prof. R. Soekardono, S.H , 1983, Hukum Dagang Indonesia, Jilid II Bagian Pertama

Adji, Sution Usman, 1990, Hukum Pengangkutan di Indonesia

Kansil, C.S.T, 2006, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata.

Subekti, 1970, Hukum Perjanjian

Page 252: MATERI HUKUM DAGANG

251

BAB IX

HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN HUTANG

Oleh:

Andi Faizkha Haditya, Andrea Sukmadilaga, , Zahid Ahsan ,Muhzen Muzadi, Farhan

Febriaji

A. Kepailitan

1. Pengertian

Istilah Kepailitan berasal dari kata “Pailit” yang artinya bangkrut.Kepailitan

berasal dari bahasa Prancis “failite” artinya Kemacetan pembayaran. Dalam

bahasa Iggris dengan kata To fail yang memiliki arti sama. Sehubungan dengan

pengucapan kata dalam bahasa Belanda adalah Faiyit yang berarti palyit.

Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi

Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu

pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah

diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Terminologi Kepailitan dalam

Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti

keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang

berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero.Sedangkan, kepailitan

menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan

Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di

bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang.Menurut Prof. Mr. Dr Sudargo Gautama, “ Pailit adalah Suatu sitaan

secara enyeluruh atas segala harta benda daripada sipailit. Sebagai konsekuensi

Page 253: MATERI HUKUM DAGANG

252

tertentu, si pailit dilarang untuk melanjutkan usahanya dan mengambil tindakan-

tindakan dalam huku, kecuali dengan persetujuan dari pihak pengawas atau

pelaksanaan ”.

Dari berbagai macam pengertian kepailitan diatas dapat disimpulkan secara

sederhana, bahwasanya kepailitan merupakan bentuk akibat dari bangkrutnya

usaha para pengusaha atau pedagang (debitor), maka dari itu semua aset-aset

milik debitor disita guna melakukan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor.

Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”)

adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh

Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah

pengawasan Hakim Pengawas. Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat

Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim

Pengadilan.Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan

dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan

dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan

penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.Tugas

Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta

pailit.Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan

atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap

putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.Dalam melaksanakan

tugas, Kurator tidak harus memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan

pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor,

meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan

demikian dipersyaratkan, dan Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak

ketiga, untuk meningkatkan nilai harta pailit. Sejak mulai pengangkatannya,

Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan

menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga

lainnya dengan memberikan tanda terima. Jika terjadi kesalahan atau kelalaian

dalam tugas pengurusan harta pailit, Kurator bertanggung jawab terhadap

kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau

pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat yuridis agar

suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

Page 254: MATERI HUKUM DAGANG

253

1. Adanya hutang

2. Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;

3. Minimal satu dari hutang dapat ditagih;

4. Adanya debitor;

5. Adanya kreditor;

6. Kreditor lebih dari satu;

7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan

“Pengadilan Niaga”,

8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;

9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang

Kepailitan;

10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan

“dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan

ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.

2. Pihak yang memohon Pailit

Peraturan perundang-undangan Kepailitan mensyaratkan bahwa permohonan

pernytaan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang. Permohonan

pailit ini dapat dilakukan agar menjamin keadilan dan ketertiban, supaya

semua orang berpiutang mendapat pembayaran menurut imbangan besar

kecilnya piutang masing-masing. Adapun pihak-pihak yang dapat

mengajukan pailit antara lain:

1. Debitor

Dalam setiap hal diisyaratkan bahwa debitor mempunyai lebih dari satu orang

kreditor, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar

utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitor harus

membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor serta juga

membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya

yang telah jatuh tempo.

2. Kreditor

Dua orang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-

sama dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi

syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perudang-undangan.

3. Kejaksaan

Page 255: MATERI HUKUM DAGANG

254

Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsur atau alasan untuk

kepentingan umum maka permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan

Keoentingan Umum yang dimaksud dalam undang-undang adalah

kepentingan bangsa dan negara dan / atau kepentingan masyarakat luas,

misalnya:

a. Debitor melarikan diri

b. Debitor menggelapkan harta kekayaan;

c. Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang

menghimpun dana dari masyarakat

d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpun dana dari

masyarakat luas;

e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan

masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

f. Dalam hal lainnya yang enurut kejaksaan merupakan kepentingan umum

4. Bank Sentral

Bank sentral adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan

pernyataan pailit jika debitornya adalahh bank.Pengajuan permohonan

pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank

Indonesia dan semata-mata berdasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan

kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu

dipertanggungjawabkan.

5. Badan Pengawas Pasar Modal

Jika Pihak debitor adalah Perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan

Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiaan, maka pihak yang

berhak mengajukan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena

Lembaga Pengawas Modal tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan dana masyarakat dengan Dana-dana yang diinvestasikan dibawah

pengawasannya.

6. Menteri Keuangan

Menteri keuangan juga dapat mengajukan pailit kepada Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang

Page 256: MATERI HUKUM DAGANG

255

kepentingan publik. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang dikenaka

pailit, agar Lembaga-lembaga tersebut dapat meningkatkan pembangunan

dalam kehidupan perekonomian Negara

Permohonan pernyataan pailit tentunya harus melalui pengadilan dan advokat

yang telah memiliki izin praktik beracara.Namun, apabila pemohon

pernyataan pailit adalah Bank Sentral, Badan Pengawas Pasar Modal, dan

Menteri Keuangan, tidak memerlukan advokat.

3. Pihak yang dinyatakan pailit

setiap orang atau Badan Usaha dapat dinyatakan pailit sepanjang memenui

ketentuan syarat dinyatakan sebagai pailit. Adapun pihak yang dinyatakan

pailit yaitu :

1. Orang Perorangan

Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum

menikah.Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor

perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas

persetujuan dari salah satu pasangan.

2. Warisan

Harta peninggalan dari seseoran yang telah meninggal dapat dinyatakan pailit

jika ppihak yang telah meniggal tersebut sebelum meninggal dunia berada

dalam keadaan berhenti membayar utangnya. Pernyataan pailit tidak bisa

diberikan kepada pihak ahli waris, karena sesuai aturan undang-undang

bahwa harta pihak yang telah meninggal dipisahkan dari harta ahli waris.

3. Perkumpulan perseroan atau perserikatan

Perkumpulan perusahaan juga dapat dinyatakan sebagai pihak yang

dikenakan pailit.Jika sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit memiliki

beberapa cabang, maka Permohonan pernytaan pailit harus diajukan dalam

satu permohonan atau diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

Page 257: MATERI HUKUM DAGANG

256

4. Penjamin

Penanggungan utang adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna

kepentingan kreditor mengikat dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor

apabila debitor yang bersangkutan tidak dapat memenui kewajibannya.

5. Badan Hukum

Badan hukum bukanlah makhluk hidup seperti manusia, oleh karena itu,

Badan Hukum tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri.melainkan

Bdan Hukum membutuhkan perantara orang dimana orang akan bertindak

untuk dirinya.

6. Perkumpulan Bukan Badan Hukum

Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha

berdasarkan perjanjian antara anggotanya, adapun contoh Perkumpulan bukan

Badan Hukum adalah Persekutuan perdata, Persekutuan firma, dan

Persekutuan Komanditer.Oleh karena bukan badan hukum, maka yang

dinyatakan pailiyt hanyalah anggotanya saja.

7. Bank

Dalam Undang-undang tentang perbankan, Bank adalah badan hukum yang

menghimpun dana dan menyimpan dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalm bentuk dana-dana untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebuah Bank bisa saja dinyatakan

Pailit oleh Bank Sentral, karena Bank sarat dengan uang masyarakat yang

harus dilindungi atas penyalahgunaan yang dilakukan oleh Bank.

8. Perusahaan Efek

Perusahaan efek, Bursa Efek, lembaga Kliring dan Penjain, Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaiaan dapat dinyatakan pailit oleh Badan

pengawas Pasar Modal.

4. Pihak yang terkait dalam proses pailit

Page 258: MATERI HUKUM DAGANG

257

Suatu proses dalam penyelesaiaan perkara kepailitan disamping debitor,

kreditor atau para kreditor, Undang-Undang kepailitan juga telah mengatur

tentang beberapa pihak yang memegang peranan dalam penyelesaian perkara

kepailitan. Para pihak tersebut adalah :

1. Pengadilan Niaga

Salah satu hal yang baru dalam Pranata Kepailitan adalah adanya pengadilan

khusus untuk memeriksa dan memutuskan perkara-perkara dibidang

perniagaan, yaitu hadirnya Pengadilan Niaga.Pengadilan Niaga merupakan

bagian dari pengadilan umum yang mepunyai kompetensi untuk memeriksa

perkara-perkara seperti perkara kepailitan dan perkara-perkara lainnya di

bidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

2. Hakim Niaga

Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan putusan Ketua Mahkamah

Agung. Oleh karena itu hakim niaga harus memenhi beberapa kualifikasi

tertentu:

a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkuangan Peradilan hukum;

b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-

masalah yang menjadi lingkup kewenang pengadilan;

c. Berwibawa, jujur, adail dan berkelakuan tidak tercela; dan

d. Telah berhasil menyelesaikan suatu program pelatihan khusus sebagai

hakimpada pengadilan.

3. Kurator

Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam

suatu perkara kepailitan.Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan

atau pemberesan harta pailit sejak hari pernyataan pailit diputuskan oleh

pengadilan.

4. Hakim Pengawas

Hakim pengawas memiliki tugas:

a. Mengawasi pengurus dan atau pemberesan harta pailit yang dilakukan

kurator;

b. Menerima pengajuan perlawanan debitor dan kreditor atas tindakan yang

diambil oleh kurator dalam pelaksanaan pengurusan harta pailit.

5. Panitia kreditor

Page 259: MATERI HUKUM DAGANG

258

sudah tentu Panitia kreditor adalah pihak yang mewakili pihak kreditor,

sehingga kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari

pihak kreditor. Ada dua macam jenis panitia kreditor yaitu :

a. Panitia kreditor sementara ;

b. Panitia kreditor (tetap), yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila

dalam putusan pailit tidak diangkat panitia kreditor sementara.

Pencocokan utang (verifikasi) merupakan salah satu kegiatan yang penting

dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya

ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing-masing-masing kreditor.

Setelah pencocok utang selesai, Pihak panitia kreditor berhak untuk meminta

diperlihatkan semua buku, dokuen, dan surat mengenai kepailitan. Adapun

beberapa rapat kreditor dapat diadakan:

a. Rapat kreditur yang pertama yang harus diadakan dalam waktu lima belas

hari sejak putusan yang menyatakan kepailitan diucapkan.

b. Rapat kreditur untuk mencocokan tagihan dan atau diskusi dan

pemungutan hak suara atas rencana perdamiaan.

c. Rapat kreditur khusus

5. Sejarah Hukum Kepailitan

Sejarah hukum kepailitan Hukum kepailitan sudah ada sejak zaman Romawi.

Kata “ bangkrut”, dalam bahasa Inggris disebut “Bangkrupt” , berasal dari

undang-undang Italia, yaitu banca nipta . Sementara itu, di Eropa abad

pertengahan ada praktik kebangkrutan di mana dilakukan penghancuran

bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara

diam-diam dengan membawa harta para kreditor. Bagi Negara-negara dengan

tradisi hukum common law, di mana hukum berasal dari Inggris Raya, tahun

1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun tersebu hukum pailit dari

tradisi hukum Romawi diadopsi ke negeri Inggris.

Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah undang-undang yang

disebut Act Againts Such Person As Do Make Bangkrup oleh parlemen di

masa kekaisaran raja Henry VIII. Undang-undang ini menempatkan

kebangkrutan sebagai hukuman bagi debitor nakal yang ngemplang untuk

membayar utang sembari menyembunyikan aset-asetnya.Undang-undang ini

Page 260: MATERI HUKUM DAGANG

259

memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor secara individual.Sementara itu,

sejarah hukum pailit di AS dimulai dengan perdebatan konstitusional yang

menginginkan kongres memiliki kekuasaan untuk membentuk suatu aturan

uniform mengenai kebangkrutan.Hal ini diperdebatkan sejarah diadakannya

constitutional convention di Philadelphia pada tahun 1787.

Dalam the Federalis Papers, seorang founding father dari Negara Amerika

serikat, yaitu James Medison, mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy

clause. Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan undang-undang

tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya mirip dengan undang-

undang kebangkrutan di Inggris pada saat itu.Akan tetapi, selama abad ke-18,

di beberapa Negara bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang

bertujuan untuk melindungi debitor yang disebut insolvency law.Selanjutnya,

undang-undang federasi AS tahun 1800 tersebut diubah atau diganti beberapa

kali.Kini di USA hukum kepailitan diatur dalam Bankrupcy. B. sejarah

berlakunya kepailitan di Indonesia Dalam sejarah berlakunya kepailitan di

Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa, yakni: Masa sebelum

Faillisements Verordening berlaku.

Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu hukum Kepailitan itu diatur

dalam dua tempat yaitu dalam: 1. Wet Book Van Koophandel atau WvK 2.

Reglement op de Rechtvoordering (RV) Sejarah masuknya aturan-aturan

kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel

(KUHD) ke Indonesia.Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan

mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD.Namun

akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan

baru yang berdiri sendiri.Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan

Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276

Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906.Arti kata Failisment

Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat

beragam.

Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan

Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang

merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment

Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan

(UUPK). Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia

Page 261: MATERI HUKUM DAGANG

260

Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun

1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun.

Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak

diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah

Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa

itu.

Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan

peninggalan Belanda diberlakukan kembali. Pada tahun 1998 dimana

Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-

kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1

tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang

Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari

PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu.

Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya

UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk

hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37

Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.

Perkembangan Substansi Hukum Terdapat sebahagian perubahan mengenai

substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan

yang baru. Substansi tersebut antara lain:

1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time

yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses

penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi

kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998

diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan

masalah Frame Time.

2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama

Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.Para kalangan berpendapat kinerja

dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban

sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.

3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam

penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan

Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi

Page 262: MATERI HUKUM DAGANG

261

sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya

waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding

diperbolehkan.

4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling

yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang

telah mempunyai/memiliki izin praktek.

5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat

mengjaukan permohonan kepailitan. Masa berlakunya Faillisements

Verordening.

Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam Faillisements Verordening

(Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya

berlaku bagi golongan Eropah, golongan Cina, dan golongan Timur Asing

(Stb.1924-556).

1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang berjudul Van de

voorzieningen in geval van onvormogen van kooplieden atau peraturan

tentang ketidakmampuan pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan

untuk pedagang.

2. Reglement op de Rechtvoordering (RV) Stb 1847-52 jo 1849-63, buku

ketiga bab ketujuh dengan judul Van de staat van kenneljk onvermogen atau

tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu.

Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-orang bukan pedagang.

Akan tetapi ternyata dalam pelaksanaanya, kedua aturan tersebut justru

menimbulkan banyak kesulitan antara lain adalah:

1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam pelaksanaannya,

2. Biaya tinggi.

3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya kepailitan.

4. Perlu waktu yang cukup lama.

Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu

banyak biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk

menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut. Masa berlakunya

Faillisements Verordening .Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam

Page 263: MATERI HUKUM DAGANG

262

Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).Peraturan

kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah, golongan

Cina, dan golongan Timur Asing (Stb.1924-556).kesulitan yang sangat besar

terhadap perekonomian Nasional terutama kemampuan dunia usaha dalam

mengembangkan usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi

kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan ini pada

gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera

diselesaikan akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi.

Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara cepat dan efektif.

Selama ini masalah kepailitan dan penundaan kewajiban diatur dalam

Faillisements Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum

prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordeningmasih baik.Namum

sementara seiring dengan berjalannya waktu, kehidupan perekonomian

berlangsung pesat maka wajarlah bahkan sudah semakin mendesak untuk

menyediakan sarana hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka

dan efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang besar

penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian Nasional. Kemudian

dilaksanakanlah penyempurnaan atas peraturan kepailitan atau Faillisements

Verordening melalui Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang

kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah menjadi UU No. 4

Tahun 1998 yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 19

September 1998 yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998

No. 135.31.

Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pada 18 Oktober 2004

UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan disahkannya UU No.37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37

Tahun 2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya perkembangan

dan kebutuhan hukum dalam masyarakat untuk menyelesaikan utang piutang

secara adil, cepat, terbuka dan efektif.

Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini antara lain:

1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini pengertian

utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu.

2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan

permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya

Page 264: MATERI HUKUM DAGANG

263

pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan

pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

6. Akibat Hukum dari Keputusan pailit

Zainal Asikin, menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal

yang utama adalah dengan telah dijatuhkannyaputusan kepailitan, si debitur

(si pailit) kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas

harta bendanya.Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke

tangan curator/Balai Harta Peninggalan.

Namun, tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan

pengurusannya ke curator/ Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini

(kepalitan) adalah:

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan

pekerjaannya, perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan

keluarganya, dan bahkan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan

keluarganya.

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai

penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan,

sejauh yang dientukan oleh Hakim Pengawas

c. Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member

nafkah. (pasal 22 UU No. 37 tahun 2004)

Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum

apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta

kekayaannya.

Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan

pailit, curator/ Balai Harta Peninggalan dapat mengumukakan pembatalan

perbuatan hukum tersebut. Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan

sebagai berikut:

a. Dalam hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal

balik yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian

dengan debitur dapat meminta kepada curator untuk memeberikan kepastian

tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang

disepakati oleh curator dan pihak tersebut.

Page 265: MATERI HUKUM DAGANG

264

b. Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan

curator mengenai jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan

menetapkan jangka waktu tersebut.

c. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan curator menyatakan

kesanggupannya, curator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya

untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika curator tidak

memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian,

maka perjanjian tersebut dinyatakan berakhir dan pihak yang

bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan akan diberlakukan sebagai

kreditor konkuren.

d. Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah

diperjanjikan untuk menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan

dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda

dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak

yang harus menyerahkan benda tersebut belum menyerahkannya setelah

putusan pailit dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal

pihak lawan (yang mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan

perjanjian tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor

konkuren untuk mendapatkanganti rugi.

e. Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak

yang menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa,

dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya

perjanjian sesuai dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling

singkat Sembilan puluh hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan,

pemberitahuan perjanjian sewa tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka

waktu pembayaran sewa tersebut.Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang

sewa dinyatakan sebagai boedel pailit.

f. Pekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan

kerja, atau curator dapat menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan

perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa

hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan memberitahukan paling

singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, upah

kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit

dinyatakan sebagai utang boedel pailit.

Page 266: MATERI HUKUM DAGANG

265

g. Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh

kurator tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila

menguntungkan harta pailit.

h. Pembayaran suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan

apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa

permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal

pembayaran utang tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara

debitor dengan kreditor dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut

melebihi kreditor lainnya. Jika pembayaran yang sudah diterima oleh

pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk karena memang sudah jatuh

tempo, pembayaran tersebut tidak dapat diambil kembali.

Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh

debitur dan perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditor serta

dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit

ditetapkan, sedangkan perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan

debitur, (kecuali dapat dibuktikan sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa

perbuatan itu dilakukan dianggap mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa

perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Perbuatan

hukum tersebut:

a. Merupakan perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban

pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.

b. Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang

belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih

c. Dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:

· Anggota atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat

ketiga.

· Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana

dimaksud dalam angaka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila

pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara

langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut paling kurang sebesar

50% dari modal disetor.

d. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau

terhadap:

Page 267: MATERI HUKUM DAGANG

266

· Anggota direksi atau pengurus debitur atau suami/istri atau anak angkat

atau keluarga sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus

tersebut.

· Perorangan baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak

angkat/keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut

serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur

paling kurang sebesar 50 % dari modal disetor.

· Perorangan yang suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat

ketiga, yang ikut secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan

pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor.

· Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum/dengan atau

terhadap badan hukum lainnya, apabila:

- Perorangan anggota direksi atau penghubung pengurus pada kedua badan

usaha tersebut adalah orang yang sama.

- Suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga merupakan

anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya

- Perorangan anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada

debitur, atau suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut

serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur

paling kurang sebesar 50% dari modal disetor.

- Debitur adalah anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau

sebaliknya.

- Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau

tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga

sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam

kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor

e. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau

terhadap badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum di mana

debitur merupakan anggotanya.

Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan

kepailitan, adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebagai berikut:

a. Penghibahan. Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan

debitur dapat dimintakan pembatalan apabila curator dapat membuktikan

Page 268: MATERI HUKUM DAGANG

267

bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau patut

mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkankerugian bagi

kreditor (pasal 44 UU No. 37 Th 2004

b. Pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau

debitur melakukan perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat

dibatalkan demi keselamatan harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan

bahwa pada waktu dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur maupun

pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatannya (debitur) itu akan merugikan

pihak kreditor (pasal 45 UU No. 37 Th 2004).

7. Berakhirnya Kepailitan

Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai

berikut.

a. Perdamaian

Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua

kreditor.Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil

keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan rencana

perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari

seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang

mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren

yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau

kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor

dan mewakili paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor

yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian,

dalam jangka waktu paling sedikit delapan hari setelah pemungutan suara

pertama diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada

pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan

pada pemungutan suara pertama.

Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani

oleh Hakim Pengawas dan panitera pengganti.

Berita acara rapat tersebut harus memuat:

1. Isi perdamaian

2. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap

Page 269: MATERI HUKUM DAGANG

268

3. Suara yang dikeluarkan

4. Hasil pemungutan suara, dan

5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)

Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita

acara rapat yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal

berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.

Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus

dimohonkan pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan

kepailitan.Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling

lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang pengesahan.

Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:

a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk

menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam

perdamaian

b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan

c. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan

satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur

dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk

mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2) UU No.37 Th 2004).

Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik

kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam

jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan dapat

mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana perdamaian sisahkan atau

dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan pengadilan

diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:

a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan

suara

b. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa

perdamaian tersebut dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal

159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004

b. Insolvensi

Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu

kejadian di mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka

Page 270: MATERI HUKUM DAGANG

269

umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai

dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.

Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa

curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut

pemberesan harta pailit,yaitu:

1. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan

terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di

mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan

sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris

2. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang

menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim

Komisaris

3. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan

dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang

disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut

4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau

diuangkan itu.

5. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah

menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan

berakhir. Debitur kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi

berada di bawah pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan

B. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif

penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode

waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan

niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor

diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-

utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap

seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi

utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.

Page 271: MATERI HUKUM DAGANG

270

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

PKPU Pasal 222 ayat (2) dikatakan : “Debitor yang tidak dapat atau

memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh

waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran

utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi

tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”.

Tata cara mengajukan permohonan PKPU diatur dalam Undang-Undang

Nomro 37 Tahun 2004. Prosesnya secara yuridis sebagai berikut :

1. Permohoann PKPU ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang

daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor.Permohonan

tersebut ditandatangani oleh debitor dan advokatnya, permohonan ini pula

dilampiri dengan rencana perdamaian.Menurut Munir Fuady dalam bukunya

Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, lampiran rencana perdamain ini sangatlah

penting dalam PKPU karena tujuan utama dari PKPU ialah agar para pihak dapat

mencapai perdamain. Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan

penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat,

jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal

pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita

dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang

2. Surat permohonan berikut lampirannya, bila ada, harus disediakan di

Kepaniteraan Pengadilan, agar dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-

cuma. Isi dan sistematika surat permohonan PKPU paling tidak memuat sebagai

berikut :

a. Tempat dan tanggal permohonan

b. Alamat pengadilan Niaga yang berwenang

c. Identitas Pemohon dan advokatnya

d. Uraian tentang alasan permohonan PKPU

e. Permohonan :

– Mengabulkan permohonan pemohon

– menunjuk Hakim Pengawas dan Pengurus

f. Tanda tangan debitor dan advokatnya

Page 272: MATERI HUKUM DAGANG

271

Kelengkapan berkas yang harus disiapkan sebagai persyaratan

permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang pada Pengadilan Niaga

meliputi :

a. Surat permohonan bermeterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan

Niaga;

b. Identitas diri debitur;

c.Permohonan harus ditandatangani oleh Debitur dan Penasehat

Hukumnya;

d. Surat kuasa khusus yang asli (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan

kepada Law Firmnya);

e. Ijin Penasehat Hukum/Kartu Penasehat Hukum;

f. Nama dan tempat tinggal/kedudukan para Kreditur Konkuren disertai

jumlah tagihannya masing-masing pada Debitur;

g. Neraca pembukuan terakhir;

h. Rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau

sebagian utang kepada Kreditur Konkuren (Jika ada).

Kelengkapan persyaratan tersebut diatas berlaku juga bagi permohonan

yang diajukan oleh :

a. Debitur perorangan;

b. Debitur perseroan terbatas ;

c. Debitur yayasan/asosiasi/perkongsian/partner.

Salinan dokumen-dokumen/surat-surat yang dibuat di luar negeri harus

disahkan oleh Kedutaan/ perwakilan Indonesia di negara tersebut dan

diterjemahkan oleh penerjemah resmi (disumpah); Dokumen (surat-surat) yang

berupa foto copy harus dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Pejabat yang

berwenang/Panitera Pengadilan; Surat permohonan serta dokumen-dokumen

dibuat rangkap sesuai dengan jumlah pihak ditambah 4 (empat) set untuk Majelis

Hakim dan arsip. Pada saat pendaftaran itu pula pemohon wajib membayar biaya

panjar. Pada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, selain

memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam formulir kelengkapan persyaratan

permohonan (check-list); jika ada dilampiri dengan rencana perdamaian yang

meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur

konkuren;

Page 273: MATERI HUKUM DAGANG

272

3. Apabila permohonan PKPU dan kepailitan diperiksa pada saat yang

bersamaan, maka permohonan PKPU lah yang harus diputus terlebih dahulu.

4. Dalam hal permohonan diajukan oleh Debitor, Pengadilan dalam waktu

paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus

mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus

menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1

(satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.

5. Dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor, Pengadilan dalam

waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat

permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran

utang sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan

serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor

mengurus harta Debitor.

6. Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang

sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitor dan

Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap

dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh

lima) terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara

diucapkan. Dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang penundaan kewajiban

pembayaran utang sementara berakhir dan Pengadilan wajib menyatakan Debitor

Pailit dalam sidang yang sama.

e) Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan kewajiban

pembayaran utang sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling

sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan

pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada

persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal,

tempat, dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat

pengurus. Apabila pada waktu penundaan kewajiban pembayaran utang

sementara diucapkan sudah diajukan rencana perdamaian oleh Debitor, hal ini

harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman tersebut harus

dilakukan dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari sebelum

Page 274: MATERI HUKUM DAGANG

273

tanggal sidang yang direncanakan. Penundaan kewajiban pembayaran utang

sementara berlaku sejak tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang

tersebut diucapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang.

8. Pada hari sidang Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim

Pengawas, pengurus dan Kreditor yang hadir, wakilnya, atau kuasanya yang

ditunjuk berdasarkan surat kuasa. Dalam sidang itu setiap Kreditor berhak untuk

hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.

9. Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan

kewajiban pembayaran utang sementara atau telah disampaikan oleh debitor

sebelum sidang dilangsungkan, maka pemungutan suara tentang rencana

perdamaian dilakukan, sepanjang belum ada putuan pengadilan yang menyatakan

bahwa PKPU tersebut berakhir. jika Kreditor belum dapat memberikan suara

mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan Debitor, Kreditor harus

menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang

tetap dengan maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan Kreditor

untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau

sidang yang diadakan selanjutnya.

10. Bila PKPU tetap tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan Niaga,

maka dalam jangka waktu 45 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara

diucapkan, maka debitor demi hukum dinyatakan pailit.

11. Setelah dilakukan pemeriksaan, Majelis Hakim dapat mengabulkan

PKPU sementara menjadi PKPU tetap dengan syarat sebagai berikut :

a. disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang

haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3

(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui

dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan

Page 275: MATERI HUKUM DAGANG

274

b. disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya

dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan

atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga)

bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang

tersebut.

12. PKPU tetap hanya berlangsung selama 270 hari sejak putusan PKPU

sementara ditetapkan.

1. Akibat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Dengan diucapkannya putusan PKPU, akibat hukum yang timbul terhadap

debitor ialah sekarang ia tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau

kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus. Di

sini ia tetap memiliki hak untuk mengurus hartanya, hanya saja segala tindakan

yang dilakukan terhadap hartanya harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari

pengurus Apabila ternyata melanggar ketentuan ini ketentuan pengurus berhak

untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta

Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut. Kewajiban Debitor

yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah

dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan

kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta Debitor.Selama

penundaan kewajiban pembayaran utang berlangsung, terhadap Debitor tidak

dapat diajukan permohonan pailit.

Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat

melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai

harta Debitor.Apabila dalam melakukan pinjaman itu perlu diberikan agunan,

Debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman

tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.Pembebanan harta

Debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan

atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta Debitor

yang belum dijadikan jaminan utang.Apabila Debitor telah menikah dalam

persatuan harta, harta Debitor mencakup semua aktiva dan pasiva persatuan.

Akibat lain yang terjadi dengan putusan PKPU ini antara lain :

Page 276: MATERI HUKUM DAGANG

275

1. Jika debitur tersebut minta pailit, maka debitur tidak lagi dapat

mengajukan PKPU.

2. Debitur tidak dapat dipaksa membayar hutang-hutangnya, dan

pelaksanaan eksekusi harus ditangguhkan.

3. Eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang-barang, baik

yangtidak dibebani agunan maupun yang dibebani hak tanggungan, gadai, agunan

lainnya atau istimewa lainnya harus ditangguhkan

4. Sitaan berakhir dan diangkat

5. Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan.

6. Debitur tidak boleh menjadi penggugat dan tergugat yang menyangkut

harta kekayaannya.

7. PKPU tidak berlaku bagi Kreditur Preferen

8. PKPU tidak berlaku utk biaya pendidikan,biaya pemeliharaan dan

pengawasan.

9. Hak retensi tetap berlaku.

10. Berlaku masa penangguhan 270 hari.

11. Bisa dilakukan kompensasi

12. Dapat dilakukan PHK.

13. Tidak ada Actio Paulina.

14. Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh Kurator

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak Penundaan kewajiban

pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai

oleh Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. hakim dapat

menangguhkan putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran

utang bila gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor,

sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu

putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya

pengakuan tersebut, Debitor tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam

perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya tanpa

persetujuan pengurus.

C. Kesimpulan

Page 277: MATERI HUKUM DAGANG

276

Kepailitan merupakan bentuk akibat dari bangkrutnya usaha para

pengusaha atau pedagang (debitor), maka dari itu semua aset-aset milik debitor

disita guna melakukan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor.Pengertian

Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta

Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk

mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim

Pengawas.Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat

yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

2. Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;

1. Adanya hutang

3. Minimal satu dari hutang dapat ditagih;

4. Adanya debitor;

5. Adanya kreditor;

6. Kreditor lebih dari satu;

7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan

“Pengadilan Niaga”,

8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;

9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang

Kepailitan;

10. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan

“dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan

ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.

Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai

berikut.

a. Perdamaian, b.Insolvensi

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak Penundaan kewajiban

pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh

Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. hakim dapat menangguhkan

putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang bila gugatan

pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor, sedangkan penggugat tidak

mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak

Page 278: MATERI HUKUM DAGANG

277

terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan tersebut, Debitor tidak dapat

menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang

menyangkut harta kekayaannya tanpa persetujuan pengurus.

DAFTAR PUSTAKA

S. Sastrawidjaja, Man. 2010. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: P.T. ALUMNI.

Radjagukguk, Erman. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi, Jurnal Hukum Vol.II No.6

Jono. 2013. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti dan Tjitrosudibio. 1993. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan undang-undang Kepailitan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Page 279: MATERI HUKUM DAGANG

278

BAB X

ARBITRASE SEBAGAI PENYELESAIAN PERSELISIHAN

PERDAGANGAN

Oleh:

Muhamad Dadi Dwiono, Risky Ananda, Muhammad Eddy Kurniawan, Diah Ayu

Wulandari

A. Pengertian Arbitrase

Pengertian arbitrase dari para ahli :

Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare (Latin) yang

berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Definisi

secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun

pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.

Definisi menurut beberapa ahli :

1. Subekti

Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau

para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau

menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.

2. H. Priyatna Abdurrasyid

Arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara

yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan

didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.

3. H.M.N. Purwosutjipto

Page 280: MATERI HUKUM DAGANG

279

Menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu

peradilan perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka

tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh

hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya

mengikat bagi keduabelah pihak.

4. Black’s Law Dictionary

Arbitrase sebagai a method of dispute resolution involving one or more neutral third

parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is

binding.

B. Sejarah/latar belakang Bani

1. Sejarah dan Dasar Pembentukan Arbitrase Internasional

Perkembangan sejarah arbitrase, sesungguhnya badan arbitrase telah lama

dipraktekkan. Menurut M. Domke, bangsa- bangsa telah menggunakan cara

penyelesaian sengketa melalui arbitrase sejak zaman Yunani kuno. Praktek ini

berlangsung pula pada zaman keemasan Romawi dan Yahudi (biblical times)

serta terus berkembang terutama di negara- negara dagang di Eropa, seperti

Inggris dan Belanda.

Arbitrase internasional, sejarah terbentuknya, bagi masing- masing negara

memiliki perbedaan yang terlihat dalam bentuk masing- masing jenis lembaga

arbitrase internasional itu sendiri.

2. Sejarah Arbitrase Syariah Indonesia

Rapat kerja nasional (rakernas) MUI tahun 1992, hartono marjono, SH, ditugasi

memeparkan makalahnya tentang arbitrase berdasarkan syariat islam yang

kemudian mendapat sambutan baik dari kalangan peserta dan kemudian

direkomendasikan untuk ditindak lanjuti oleh MUI.

Pada tanggal 22 April 1992 Dewan Pimpinan MUI mengundang para praktisi

hukum termasuk dari kalangan perguruan tinggi guna bertukar pikiran tentang

perlu tidaknya dibentuk arbitrase syariah.

Page 281: MATERI HUKUM DAGANG

280

Pada rapat selanjutnya tanggal 2 Mei 1992, diundang juga wakil dari bank

Muamalat Indonesia dan untuk selalnjutnya dibentuk tim kecil guna

mempersiapkan bahan-bahan kajian untuk ekmungkinannya membentuk badan

arbitrase Islam. Demikian selanjutnya dalam rakernas MUI 24-27 November

1992, juga diputuskan bahwa sehubungan dengan rencana pendirian lembaga

arbitrase muamalat, agar MUI segera merealisaikan.MUI dengan SK. No.Kep.

39/MUI/V/1992, tanggal  Mei 1992, telah membentuk kelompok kerja

pembentukan arbitrase Hukum islam, yang terdiri dari nara sumber :

1. Prof. KH. Ali Yafie

2. Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML

3. H. Andi Lolo Tonang, SH

4. H. Hartono Mardjono, SH

5. Jimly Asshiddiqie, SH, MH

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) pada saat didirikan bernama

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).BAMUI didirikan pada tanggal

21 Oktober 1993 – berbadan hukum yayasan.Akte pendiriannya ditandatangani

oleh ketua MUI Bapak KH.Basri dan sekretaris Umum Bpk. HS

Prodjokusumo.BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan rapat kerja nasional

(rakernas) MUI tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi

BASYARNAS diputuskan dalam rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama,

perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK. MUI No. Kep-

09/MUI/XII/2003 Tanggal 24 Desember 2003.

3. Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) adalah sebuah badan yang

mempunyai hubungan erat dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia

(KADIN).Tujuannya memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam

sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai soal-soal perdagangan,

industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupum bersifat

internasional. Dalam melakukan tugasnya tersebut BANI adalah bebas

(otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh sesuatu kekuasaan lain.

Badan Arbitrase Nasional Indonesia didirikan pada tanggal 3 Desember 11977

atas prakarsa KADIN sebagai sarana kepercayaanpara pengusaha indonesia

Page 282: MATERI HUKUM DAGANG

281

termasuk pengusaha perdagangan bagi kelancaran usahanya, untuk waktu yang

tidak ditentukan lamanya. Berkedudukan di Jakarta dan mempunyai cabang-

cabangnya di tempat lain di Indonesia yang dianggap perlu setelah diadakan

mufakat dengan kamar dagang dan industri (KADIN) indonesia.

Prakarsa KADIN dalam pendirian BANI karena memang diamanatkan oleh

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1987 tentang kamar dagang dan industri yang

antara lain menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia.

Kamar dagang dan industri dapat melakukan antara lain jasa-jasa baik dalam

bentuk pemberian surat keterangan, penengahan, arbitrase dan rekomendas

mengenai usaha pengusaha Indonesia, termasuk legalisasi surat-surat yang

diperlukan bagi kelancaran usahanya.

a. Susunan BANI

Badan arbitrase nasional indonesia terdiri dari atas seorang ketua, seorang

wakil ketua, beberapa orang anggota tetap, beberapa orang anggota tidak

tetap dan sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. Ketua,

Wakil Ketua, anggota , dan sekretariat tersebut diangkat dan

diberhentikan atas pengusulan Badan Arbitrase Nasional Indonesia oleh

KADIN indonesia. Untuk pertama kali mereka diangkat atas pengusulan

team inti pendiri BANI. Jangka waktu pemangkuan jabatan tersebut

adalah untuk waktu lima tahun, setelahmana mereka dapat diangkat

kembali. Ketua, Wakil ketua dan para anggota tetap merupakan pengurus

(board of managing directors) badan arbitrase nasional indonesia. Badan

Arbitrase Nasional Indonesia ( BANI ) adalah sebuah badan yang

mempunyai hubungan erat dengan KAMAR DAGANG dan INDUSTRI

(KADIN) INDONESIA. Tujuannya memberikan penyelesaian yang adil

dan cepat dalam sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai soal-

soal perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional

maupun yang bersifat Internasional. Dalam melakukan tugasnya tersebut

BANI adalah bebas (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh sesuatu

kekuasaan lain. Indonesia mulai memiliki pusat arbitrase nasional sejak

tahun 1977.Indonesia juga memiliki sebuah lembaga arbitrase yang

dipusatkan pada transaksi rencana perbankan dan keuangan Islam.

Lembaga ini dikenal sebagai BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat

Page 283: MATERI HUKUM DAGANG

282

Indonesia) yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1998 oleh Yayasan

BAMUI, sebagai sebuah mekanisme alternatif yang menyangkut

perselisihan komersial di Indonesia. Penyelesaian sengketa dengan

menggunakan arbitarase BANI jika sidang pertama pemohon tidak hadir,

tanpa adanya alasan yang sah, maka permohonan arbitrase akan

dinyatakan gugur. Hal ini sesuai dengan ketentuan HIR mengenai perkara

perdata. Namun jika termohon yang tidak datang pada sidang pertama

maka akan dipanggil sekali lagi untuk menghadap di muka sidang pada

waktu kemudian yang ditetapkan selambat-lambatnya empat belas hari

lagi sejak dikeluarkannya perintah tersebut. Jika termohon tidak datang

juga, maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya si termohon dan

tuntutan si pemohon akan dikabulkan, kecuali tuntutan itu oleh BANI

dianggap tidak berdasarkan hukum atau keadilan. Jadi ketentuan ini

sesuai dengan verstek dalam HIR.14 Ini berarti BANI termasuk ke dalam

arbitrase institusional yang bersifat nasional karena arbitrase ini

disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan untuk

menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.Faktor kesengajaan

dan sifat permanen ini merupakan ciri pembeda dengan arbitrase ad

hoc.Selain itu arbitrase oleh BANI ini sudah ada sebelum sengketa timbul

yang berbeda dengan arbitrase ad hoc.Selain itu arbitrase oleh BANI ini

berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang

ditangani telah selesai dan ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya

hanya meliputi kawasan negara yang bersangkutan.

Sedangkan alat bukti yang sah menurut BANI dapat dilihat pada pasal 14

peraturan prosedur BANI yaitu :

- Alat bukti keterangan para pihak dalam bentuk pengakuan,

- Alat bukti keterangan saksi

- Alat bukti keterangan ahli.

Pasal 14 BANI ini tidak menyebutkan alat bukti surat atau dokumen.

Namun secara implisit pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa “serta

mengajukan bukti-bukti yang oleh mereka dianggap perlu”, ini berarti

sesuai dengan praktek dan perundang-undangan di Indonesia adalah bukti

surat, persangka (vermoeden) dan alat bukti sumpah. Diharapkan dalam

alternatif penyelesaian sengketa dapat mendorong mewujudkan semakin

Page 284: MATERI HUKUM DAGANG

283

tingginya keadilan yang tercapai dalam bidang hukum khususnya hukum

yang berkompetensi ditangani dengan pengadilan ataupun penyelesaian

sengketa alternatif.

C. Ruang Lingkup Arbitrase

Arbitrase yang merupakan salah satu penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang

di dasarkan oleh perjanjian arbitrase yang telah di sepakati oleh para pihak bila

mengalami suatu sengketa, sehingga perkara yang di tangani dengan menggunakan

penyelesaian arbitrase ini lebih cenderung bersifat privat maupun publik tetapi dalam

hal permasalahan yang berkaitan dengan pidana penyelesaian melalui arbitrase tidak

dapat dilakukan karena hal ini merupakan kewenangan absolut dari lembaga

peradilan. “Menurut Komar Kantaatmadja, arbitrase secara umum dapat dilakukan

dalam menyelesaikan sengketa publik maupun perdata, namun dalam

perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa

kontraktual (perdata).” 98[12] Sementara sengketa perdata dapat digolongkan

menjadi:

- Ouality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang

dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualitikasi teknis yang tinggi;

- Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana

halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau

aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak;

- Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question

of fact and law).

Dengan demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini meliputi beda pendapat

dan sengketa di bidang perdaganganan, industri, keuangan, korporasi, asuransi,

lembaga keuangan, hak kekayaan intelektual, lisensi dan hak99[14] yang dikuasai

sepenuhnya oleh para pihak, sehingga penyelesaian ini lebih cenderung di minati

98

99

Page 285: MATERI HUKUM DAGANG

284

oleh kalangan pengusaha pada khususnya karena cara ini lebih serasi dengan

kebutuhan dunia bisnis yang cenderung bergerak pada bidang perdata.

D. Syarat Arbitrase

Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ada beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi oleh para pihak dalam hal ini, dimana syarat ini merupakan hal yang paling

penting yang mana persetujuan di antara pihak di buat secara tertulis dan

ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Setiap lembaga arbitrase, baik domestik maupun internasional dalam menyelesaikan

sengketa harus memiliki klausul yang telah disepakati dengan bentuk klausul

arbitrase. Di Indonesia sendiri menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk menuangkan klausul arbitrase

dalam bentuk tertulis.

Penyelesaian sengketa secara arbitrase harus diperjanjikan (clausula arbitrase):

1. Factum de compromitendo, merupakan suatu ketentuan yang tercantum di dalam

perjanjian atau kontrak yang menyebutkan bahwa setiap perselisihan yang

timbul di kemudian hari sehubungan dengan perjanjian atau kontrak tersebut

akan diserahkan pada arbitrase untuk diputuskan.

2. Acta compromis, adalah suatu kesepakatan di antara para pihak yang telah

terlibat dalam suatu sengketa, untuk mengajukan sengketa mereka agar

diputuskan oleh arbitrase (pada umumnya arbitrase ad- hoc).100[15]

Sedangkan dalam lembaga arbitrase Indonesia seperti Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) menyarankan kepada para pihak yang ingin menyelesaikan

sengketa melalui arbitrase perlu membuat suatu perjanjian yang isi perjanjiannya

sebagai berikut:

Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan

administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya

mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama

dan terakhir.”101[16]

100

101

Page 286: MATERI HUKUM DAGANG

285

Sementara Perjanjian/klausula arbitrase bersifat accessoir, tetapi tidak menjadi batal

karena batalnya perjanjian pokok. Tetapi tidak hanya itu saja penyelesaian sengketa

melalui arbitrase tidak dalam bentuk tertulis untuk suatu perjanjian, sehingga

klausul arbitrase pun dapat dilakukan secara lisan apabila perjanjian pokoknya

sudah diadakan secara lisan oleh para pihak dalam hal ini.102[17]

Perjanjian tertulis harus memuat sebagai berikut:

a. masalah yang dipersengketakan,

b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak,

c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau mejelis arbitrase,

d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan,

e. nama lengkap sekretaris,

f. jangka waktu penyelesaian sengketa,

g. pernyataan kesediaan dari arbiter, dan

h. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala

biaya yang diperlukan bagi penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal-hal tersebut di atas batal demi

hukum.103[18]

Perjanjian untuk berarbitrase harus jelas dan tegas (unequivocal) serta tertulis.

Sementara klausula arbitrase mempunyai empat fungsi yang esensial, yakni:

a. untuk menghasilkan konsekuensi yang diperintahkan (mandatory

consequences) bagi para pihak;

b. untuk mencegah intervensi dari Pengadilan dalam menyelesaikan sengketa

para pihak (sekurang-kurangnya sebelum putusan dijatuhkan);

c. untuk memberdayakan arbiter dalam penyelesaian sengketa; dan

d. untuk menetapkan prosedur dalam menyelesaikan sengketa.

E. Syarat Arbiter

Seperti telah dijelaskan di atas penyelesaian sengketa melalui arbitrase di bantu oleh

arbiter atau wasit. Dimana setiap orang dapat dikatakan untuk menjadi seorang

arbiter asalkan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang

tidak hanya itu saja menjadi seorang arbiter tidak harus berlatar belakang ahli hukum

102

103

Page 287: MATERI HUKUM DAGANG

286

tetapi ahli di tertentu seperti bidang minyak, lingkungan, perdagangan dan lain

sebagainya dapat menjadi arbiter, kecuali hakim, jaksa dan pejabat peradilan lainnya

dilarang untuk menjadi seorang arbiter.104[20]

Sehubungan dengan itu, siapa yang dapat bertindak sebagai arbiter di atur dalam Pasal

12 ayat 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa mengenai syarat pengangkatan arbiter harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

a)    Cakap melakukan tindakan hukum.

b)    Berumur paling rendah 35 tahun.

c)    Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat

kedua dengan salah satu pihak bersengketa.

d)    Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.

e)    Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bindangnya paling sedikit 15

tahun.

Dari ketentuan tersebut di atas seorang arbiter atau wasit sebagai pihak yang merancang,

memimpin dan menyelesaikan suatu sengketa dengan cara arbitrase harus bersikap netral

atau tidak memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Selain itu pula syarat

yang telah di tentukan tersebut di atas dapat ditafsirkan memberikan keleluasaan kepada

pihak asing untuk menjadi arbiter guna menyelesaikan suatu sengketa.

F. Keuntungan dan kelemahan dalam menyelesaian sengketa melalui arbitrase.

Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan

pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Tetapi dalam

penyelesaian sengeketa melalui arbitrase pasti memiliki keuntungan dan kelemahan

masing-masing dimana hal ini perlu diketahui oleh para pihak sebelum memilih

menyelesaikan suatu sengketa dengan jalan arbitrase

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dinilai menguntungkan karena beberapa

alasan berikut ini:

1. Kecepatan dalam proses

Suatu persetujuan arbitrase harus menetapkan jangka waktu, yaitu beberapa lama

perselisihan atau sengketa yang diajukan pada arbitrase harus diputuskan.

104

Page 288: MATERI HUKUM DAGANG

287

Apabila para pihak tidak menentukan jangka waktu tertentu, jangka waktu

penyelesaian ditentukan oleh aturan-aturan arbitrase setempat yang dipilih.

2. Pemeriksaan ahli di bidangnya

Untuk memeriksa dan memutus perkara melalui arbitrase, para pihak diberi

kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan

sangat menguasai hal-hal yang disengketakan. Dengan demikian, pertimbangan-

pertimbangan yang diberikan dan putusan yang dijatuhkan dapat

dipertanggungjawabkan kualitasnya. Hal itu dimungkinkan karena selain ahli

hukum, di dalam badan arbitrase juga terdapat ahli-ahli lain dalam berbagai

bidang, misalnya ahli perbankan, ahli leasing, ahli pemborongan, ahli

pengangkutan udara, laut, dan lain-lain.

3. Sifat konfidensialitas

Sidang arbitrase selalu dilakukan dalam ruangan tertutup, dalam arti tidak

terbuka untuk umum, dan keputusan yang diucapkan dalam sidang tertutup

hampir tidak pernah dipublikasikan. Dengan demikian, penyelesaian melalui

arbitrase diharapkan dapat menjaga kerahasiaan para pihak yang bersengketa.

Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara

litigasi, oleh karena itu dalam praktek para pelaku bisnis dan dunia usaha ada

kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

Adapun beberapa keunggulannya antara lain :

a. Dijamin kerahasian sengketa para pihak karena proses pemeriksaan dan

putusannya tidak terbuka untuk umum sehingga kegiatan usaha atau bisnis

tidak terpengaruh sehingga krdibelitas pengusaha akan terjamin.

b. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif.

c. Para pihak dapat memilih arbiter menurut keyakinannya mempunyai

pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai

masalah yang disengketakan, jujur dan adil sehingga tidak mesti arbiter yang

dipilih memiliki latar belakang hukum.

d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum yang akan digunakan untuk

menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan

arbitrase bahkan bebas menggunakan bahasa yang ingin digunakan dalam

persidangannya.

Page 289: MATERI HUKUM DAGANG

288

e. Putusan arbitrase merupakan putusan yang final dan mengikat (final and

binding) para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja

ataupun langsung dapat dilaksanakan.

Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas, tidak semuanya benar, sebab di

negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses

arbitrase105[24]. Di antara kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat

kerahasiaannya, karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian,

penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi,

terutama untuk kontrak bisnis atau dagang yang bersifat internasional. Sifat rahasia

arbitrase dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau

merugikan akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum. Meskipun

penyelesaian melalui arbitrase diyakini memiliki keunggulan-keunggulan

dibandingkan dengan jalur pengadilan, tetapi penyelesaian melalui Arbitrase juga

memiliki kelemahan-kelemahan.

1. Hanya untuk para pihak bona fide

Arbitrase hanya bermanfaat untuk para pihak atau pengusaha yang bona fide

(bonafid) atau jujur dan dapat dipercaya. Para pihak yang bonafid adalah mereka

yang memiliki kredibilitas dan integritas, artinya patuh terhadap kesepakatan, pihak

yang dikalahkan harus secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase. Sebaiknya,

jika ia selalu mencari-cari peluang untuk menolak melaksanakan putusan arbitrase,

perkara melalui arbitrase justru akan memakan lebih banyak biaya, bahkan lebih

lama dari proses di pengadilan. Maka bagi masyarakat awam arbitrase belum dikenal

cukup luas dalam hal ini.

2. Keuntungan mutlak pada arbiter

Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk

memberikan putusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.

Meskipun arbiter memiliki keahlian teknis yang tinggi, bukanlah hal yang mudah

bagi majelis arbitrase untuk memuaskan dan memenuhi kehendak para pihak yang

bersengketa. Pihak yang kalah akan mengatakan bahwa putusan arbitrase tidak adil,

demikian pula sebaliknya (pihak yang menang akan mengatakan putusan tersebut

adil).

3. Tidak ada presenden putusan terdahulu

105

Page 290: MATERI HUKUM DAGANG

289

Tidak ada legal precedence atau keterikatan terhadap putusan-putusan arbitrase

sebelumnya. Artinya, putusan-putusan arbitrase atas suatu sengketa terbuang tanpa

manfaat, meskipun di dalamnya mengandung argumentasi-argumentasi berbobot dari

para arbiter terkenal di bidangnya.

4. Masalah putusan arbitrase asing

Penyelesaian sengketa melelui arbitrase internasional memiliki hambatan

sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusannya. Karena biasanya pihak

yang kalah terkadang hartanya tidak mau dieksekusi sehingga menempuh jalur

hukum lain melalui pengadilan. Dimana lembaga arbitrase tidak memiliki daya paksa

untuk atau kewenangan dalam pelaksanaan eksekusi.

G. Proses dan prosedur pengurusan sengketa Bani

1. Tahap Persiapan atau permulaan

Tahap permulaan dengan mengajukan pendaftaran dan penyampaian permohonan

arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (pihak pemohon) kepada

sekretaris Lembaga Arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Permohonan arbitrase ini pula harus membayar biaya pendaftaran dan biaya

administrasi yang telah ditentukan tarifnya oleh Badan Arbitrase Nasional

Indonesia. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya

administrasi dilunasi. Yang harus dibayar lunas oleh kedua belah pihak (untuk

bagian yang sama). Bila salah satu berkeberatan membayar biaya administrasi,

maka pihak lawan harus melunasi keseluruhan biaya agar persidangan dapat

dimulai.

Tetapi dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ada pihak ketiga yang di luar

perjanjian turut serta dalam berperkara maka pihak ini akan di perbolehkan hal ini

sesuai dengan amanat Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa maka pihak yang turut serta ini harus

menanggung segala biaya-biaya administrasi yang telah diwajibkan sehubungan

dengan keikutsertaannya tersebut.

Penyelesaian yang diharapkan dari para arbiter adalah adanya penyelesaian yang

dapat diterima oleh kedua belah pihak (win win solution). Untuk dapat mengambil

suatu putusan tersebut maka hal yang terpenting bagi arbiter adalah mengerti

sepenuhnya isi perjanjian yang menjadi dasar dari sengketa dan latar belakang dari

Page 291: MATERI HUKUM DAGANG

290

terjadinya sengketa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Dalam mencari

penyelesaian tersebut, yang terpenting adalah pokok masalah sengketa atas

pelaksanaan perjanjian dan bukan masalah prosedural perjanjian atau

persengketaan. Agar pemeriksaan berjalan lancar dan menghasilkan putusan yang

adil, maka baik Pemohon maupun Termohon harus melakukan persiapan yang

baik, antara lain dengan membentuk Tim internal yang khusus menangani

masalah. Tim ini terdiri dari personalia yang terlibat dalam pelaksanaan perjanjian

dan mengetahui isi perjanjian serta mengetahui dengan jelas sebab dari timbulnya

sengketa. Tim ini dapat dibantu oleh penasehat hukum internal maupun eksternal

yang dapat membantu Tim berkaitan dengan masalah peraturan dan perundangan

yang menyangkut pelaksanaan perjanjian tersebut. Tim internal inilah yang harus

dapat memberikan suatu gambaran yang tepat mengenai permasalahan yang

dipersengketakan kehadapan arbiter. Selain harus menguasai seluruh aspek

perjanjian dan persengketaan yang terjadi Tim juga mencari dan memberikan

semua alat bukti yang dapat digunakan dan disampaikan kepada arbiter maupun

pada pihak lawannya. Tim internal ini juga dapat mengusulkan para pakar ataupun

saksi ahli dan mendapat kuasa untuk mewakili dalam persidangan dan bukan

hanya terbatas pada pimpinan perusahaan atau penasehat hukumnya.

Dalam menetapkan jumlah tuntutan dalam sengketa arbitrase, Pemohon perlu

mempertimbangkan bahwa atas dasar penyelesaian secara “win win solution”

maka jumlah tuntutan yang dikabulkan sering kali kurang dari yang diajukan.

Kemungkinan tidak tertutup bahwa jumlah putusan atas tuntutan dapat lebih kecil

dari pada biaya administrasi arbitrase. Karenanya di dalam mengajukan tuntutan

Pemohon perlu melakukan perhitungan secara cermat berkaitan dengan biaya

administrasi, antara lain memperhatikan jumlah tuntutan yang realistis yang dapat

kiranya diterima dalam putusan arbitrase, walaupun memang kewajiban

pembayaran biaya administrasi umumnya dibebankan bersama kepada kedua

belah pihak.

Tetapi lembaga Arbitrase akan membantu para pencari keadilan dan harus

berusaha keras mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mencapai

penyelesaian sengketa secara cepat, efektif dan tuntas sedangkan bila biaya yang

dikeluarkan ringan. Dimana dalam hal biaya ini bila melakukan penyelesaian

melalui pengadilan biaya yang dikeluarkan cukup mahal meliputi biaya perkara

atau administrasi, biaya untuk eksekusi dan biaya advokat bahkan penyelesaian

Page 292: MATERI HUKUM DAGANG

291

sengketa di pengadilan cenderung memakan waktu yang lama, prosedur yang

kaku dan formalistis sehingga hal ini akan tidak menguntungkan sekali bagi para

pihak yang bersengketa. Tidak hanya itu saja lembaga arbitrase seperti Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) setelah menerima pendaftaran dari pemohon

secara tertulis lalu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) akan membentuk

majelis arbitrase yang memeriksa dan memutus sengketa yang terjadi di antara

para pihak tetapi sebelum dan selama masa persidangan di Badan Arbitrase

Nasional Indonesia (BANI) berlangsung para arbiter akan mengusahakan

perdamaian di antara para pihak.

2. Tahap Pemeriksaan

Walaupun dalam beberapa kasus para pihak mengajukan sengketa untuk

diputuskan/diselesaikan sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta tertentu, tuntutan

tertulis dan dokumen-dokumen, namun pada umumnya suatu persidangan tetap

dilaksanakan yang dihadiri oleh arbiter atau majelis arbiter dan para pihak yang

bersangkutan, untuk memberikan kesempatan bagi para pihak untuk

menyampaikan segala informasi yang lengkap dan adil kepada para arbiter

mengenai aspek material dari permasalahan yang dipersengketakan. Persidangan

berlangsung di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dilakukan secara

tertutup untuk umum demi menjaga kerahasian dari para pihak yang bersengketa

dalam hal ini. Kerena penyelesaian melalui arbitrase hanya dihadiri para pihak

atau kuasa dari masing-masing dan arbiter dimana dinamika yang terjadi dalam

penyelesaian semacam ini tidak boleh disampaikan pada publik dengan kata lain

hal ini privat berbeda dengan Pengadilan Biasa dimana persidangannya dilakukan

secara terbuka untuk umum. Dengan telah dimulainya proses pemeriksaan setelah

dibentuknya Majelis Arbiter maka semua komunikasi antara para pihak dengan

arbiter harus dihentikan. Semua informasi baik dalam bentuk surat-menyurat

maupun dokumen atau alat bukti aslinya harus diserahkan kepada panitera sidang

disertai lima salinan masing-masing untuk para arbiter dan para pihak. Semua

informasi yang akan disampaikan secara lisan hanya dapat diterima apabila

didengar oleh para arbiter dan para pihak dalam sidang, harus terdapat

keterbukaan diantara semua pihak. Setiap penyimpangan atas prosedur arbitrase

termasuk namun tidak terbatas pada proses persidangan harus mendapat

Page 293: MATERI HUKUM DAGANG

292

persetujuan oleh para arbiter dan para pihak dalam suatu persidangan dan akan

dicatat dalam berita acara persidangan oleh Panitera. Dalam setiap persidangan

selalu dimungkinkan kepada para pihak untuk melakukan negosiasi di luar sidang

dan dapat diadakan setiap saat atas persetujuan para arbiter dan para pihak.

Kesempatan juga harus diberikan oleh para arbiter kepada para pihak untuk

melakukan mediasi. Mediasi dilakukan di luar persidangan arbitrase dan bukan

merupakan bagian dalam proses jalannya arbitrase.

Sasaran yang harus selalu menjadi pedoman bagi para pihak adalah tercapainya

suatu penyelesaian atas sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak

dengan mendapat bantuan dan arahan dari para arbiter dan putusan arbiter dapat

diterima oleh para pihak, sehingga hubungan dan/atau transaksi bisnis di antara

para pihak dapat berjalan kembali.

Para pihak harus berusaha agar dapat tercapainya suatu penyelesaian, demi

kebaikan bersama dan bukan demi kemenangan satu pihak. Cara pembatalan atas

putusan arbitrase bukanlah suatu cara yang dapat dijadikan sebagai alat untuk

menyatakan ketidaksetujuan.

Sehingga ketika para pihak sepakat untuk memulai proses dengan arbitrase

dengan menunjuk arbiter tunggal atau tiga orang arbiter tergantung kesepakatan,

yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai suatu kesepakatan atas

sengeketanya. Arbitrase akan berjalan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:

a. Arbiter adalah seorang seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak

yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh

lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu

yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Tetapi arbiter dapat

mengambil suatu keputusan tentang mana yang salah dan mana yang

benar, kemudian mengintrusikan pada para pihak untuk menaati segala

keputusan yang diambil kemudian didaftarkan kepada Pengadilan Negeri

untuk pelaksanaan eksekusi.

b. Arbiter dapat memberikan nasehat atau pendapat hukum tentang kasus

beda pendapat yang terjadi diantara kedua belah pihak.

c. Para pihak dapat memilih arbiter yang memiliki keahlian pada bidang

yang disengketakan sehingga tidak keharusan arbiter harus berasal dari

ahli hukum.

Page 294: MATERI HUKUM DAGANG

293

d. Para pihak paham bahwa agar proses arbiter dapat berjalan dengan baik

maka di perlukan komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya segala

bentuk komunikasi baik pertanyaan secara tertulis maupun lisan yang di

buat dalam proses arbitrase akan di perlukan serbagai informasi, yang

bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu:

- Arbiter tidak akan membicarakan atau menyampaikan hal-hal yang telah

di sidangkan dalam proses arbitrase ke pihak lain.

- Para pihak sepakat untuk tidak meminta dengan alasan apapun catatan-

catatan arbiter atau bentuk-bentuk dokumentasi lainnya yang terkait

dengan arbitrase untuk di gunakan dalam proses hukum yang

berhubungan dengan kasus yang di tangani.

e. Para pihak yang mengikuti proses penyelesaian melalui arbitrase harus

melakukan beberapa hal:

- Melakukan proses arbitrase dengan itikat baik.

- Bersifat kooperatif dengan arbiter selama proses arbitrase berlangsung.

- Menghadiri persidangan arbitrase sesuai dengan tanggal dan tempat

yang telah di sepakati.

- Dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase salah satu pihak atau

kedua belah pihak tidak dapat mundur dalam proses yang sedang

berlangsung. Karena dalam penyelesaian menggunakan arbitrase para

pihak di nyatakan telah sepakat untuk menyelesaikan beda pendapat atau

sengketa.

- Arbiter dalam menangani suatu penyelesaian sengketa tidak di

perbolehkan menyatakan bahwa permasalahan yang di tangani tidak dapat

di selesaikan atau di hentikan tanpa adanya suatu putusan karena arbiter

harus dapat mengambil suatu putusan saat di temukan jalan buntu dalam

suatu permasalahan yang di tangani.

f. Dalam hal ini para pihak, tidak di benarkan dengan alasan apapun atau

dalam waktu apapun baik sebelum maupun sesudah penyelesaian

sengketa menggugat arbiter yang telah menangani kasus tersebut.

3. Tahap Pelaksanaan

Dengan didaftarkannya Putusan Arbitrase pada Panitera Pengadilan Negeri

sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Arbitrase, maka putusan tersebut

Page 295: MATERI HUKUM DAGANG

294

mempunyai kekuatan eksekutorial. Pelaksanaan Putusan Arbitrase tidaklah perlu

menunggu eksekusi Pengadilan Negeri namun dapat dilakukan secara sukarela

oleh pihak yang bersangkutan. Putusan Arbitrase selayaknya diterima oleh

kedua pihak yang menyerahkan penyelesaian sengketa kepada para arbiter yang

mereka sendiri tunjuk dan percayai akan memberikan putusan yang adil atas

permasalahan dalam perjanjian yang mereka sendiri setujui untuk bekerja sama.

Terhadap Putusan Arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan

pembatalan. Pengajuan permohonan pembatalan menurut Pasal 70 Undang-

undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, oleh pihak yang tidak

puas atas putusan Majelis Arbitrase memiliki keterbatasan dalam alasan-alasan

yang dapat dipergunakan, yaitu apabila putusan mengandung adanya dokumen

diakui palsu atau dinyatakan palsu, diketemukannya dokumen yang bersifat

menentukan yang disembunyikan atau diambil dari hasil tipu muslihat. Namun

demikian, para pihak diharapkan kembali kepada maksud dibuatnya perjanjian

bahwa segala persengketaan akan diselesaikan untuk mencapai sesuatu

penyelesaian yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Penyelesaian

sengketa melalui arbitrase adalah mengenai pokok permasalahan yang timbul

dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan diharapkan penyelesaiannya

dapat melanjutkan berlangsungnya perjanjian yang telah dibuat diantara para

pihak atau paling tidak dapat tetap melanjutkan hubungan kerja sama atau

transaksi antara para pihak di kemudian hari. Dari beberapa tahapan arbitrase di

atas, ternyata arbitrase mempunyai peran sebagai salah satu bentuk penyelesaian

suatu beda pendapat atau sengketa yang adil, bijaksana, memuaskan para pihak,

cepat, tuntas, efisien. Arbitrase adalah wadah untuk membangun solusi yang

didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masing-masing pihak yang

bersengketa, yaitu membangun kepuasaan bersama dengan “win-win solution”

dan mendorong hubungan yang harmonis dan hubungan sosial yang lebih kuat.

H. Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa

Page 296: MATERI HUKUM DAGANG

295

Pengertian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah suatu bentuk

penyelesaian sengketa selain pengadilan. Oleh karena itu APS sering pula disebut

alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Salah satu lembaga yang

menyediakan APS adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang

mengkhususkan diri pada sengketa perdata di bidang Pasar Modal.

Beberapa bentuk APS yang disediakan BAPMI adalah Pendapat Mengikat,

Mediasi, dan Arbitrase.

Pendapat Mengikat: pendapat yang diberikan oleh BAPMI untuk memberikan

penafsiran terhadap bagian perjanjian yang kurang jelas. Tujuan dari Pendapat

Mengikat adalah adanya penafsiran yang valid sehingga tidak ada lagi perbedaan

penafsiran di antara para pihak. Untuk meminta Pendapat Mengikat BAPMI, para

pihak harus mempunyai kesepakatan dan mengajukan permohonan secara tertulis,

bersedia terikat dan tunduk pada penafsiran dan pendapat yang diberikan oleh

BAPMI.

Mediasi: penyelesaian masalah melalui perundingan di antara para pihak yang

bersengketa dengan bantuan pihak ke-3 yang netral dan independen, yang disebut

Mediator, yang dipilih sendiri oleh para pihak. Mediator tidak dalam posisi dan

kewenangan memutus sengketa. Dia hanya fasilitator pertemuan guna membantu

masing-masing pihak memahami perspektif, posisi dan kepentingan pihak lain dan

bersama-sama mencari solusi yang bisa diterima. Lovenheim (1996: 1.4)

menambahkan “the goal is not truth finding or law imposing, but problem solving”.

Oleh karena itu Mediasi dianggap berhasil apabila para pihak dapat mencapai

perdamaian.

Untuk mengajukan sengketa ke Mediasi BAPMI, para pihak harus mempunyai

kesepakatan dan mengajukan permohonan secara tertulis, dan bersedia mematuhi

kesepakatan damai yang dicapainya. Arbitrase: penyelesaian sengketa dengan

menyerahkan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat

pertama dan terakhir kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut

Arbiter.

Page 297: MATERI HUKUM DAGANG

296

Untuk mengajukan sengketa ke Arbitrase BAPMI, para pihak harus mempunyai

kesepakatan tertulis bahwa sengketa akan diselesaikan melalui Arbitrase (Perjanjian

Arbitrase), dan ada salah satu pihak yang bersengketa mengajukan surat permohonan

(tuntutan). Arbiter (berbentuk majelis atau tunggal) mempunyai tugas dan

kewenangan memeriksa dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya. Putusan

Arbitrase bersifat final serta mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para

pihak (UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).

Arbitrase mirip dengan Pengadilan, dan Arbiter mirip dengan Hakim, tetapi ada

beberapa perbedaan mendasar:

(1) Pengadilan bersifat terbuka, Arbitrase bersifat tertutup; (2) mengajukan tuntutan

ke Pengadilan tidak membutuhkan persetujuan pihak lawan, tuntutan ke

Arbitrase harus didasari Perjanjian Arbitrase; (3) proses Pengadilan formal dan

kaku, Arbitrase lebih fleksibel; (4) Hakim pada umumnya generalist, Arbiter

dipilih atas dasar keahlian; (5) putusan Pengadilan masih bisa diajukan banding,

kasasi dan PK, putusan Arbitrase bersifat final dan mengikat; (6) Hakim

mengenal yurisprudensi, Arbiter tidak mengenal hal tersebut; (7) Hakim

cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, Arbiter dapat pula

memutus atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).

Para pihak tidak perlu ragu memilih APS karena APS mendapatkan pengakuan

dalam sistem hukum Indonesia, antara lain: Keppres No. 34/1981 (ratifikasi atas

New York Convention); UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak

menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara; dan

UU No. 30/1999 yang telah disebutkan.

Di samping itu, pengadilan dan Mahkamah Agung juga telah banyak memberikan

dukungan terhadap Arbitrase, baik dalam bentuk penguatan/pengakuan terhadap

Perjanjian Arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolut Arbitrase, dan juga

pelaksanaan putusan Arbitrase.

I. Kesimpulan

Penyerahan sengketa melalui jalur arbitrase dapat dilakukan apabila terdapat dua pihak

atau lebih yang bersengketa atas dasar perjanjian yang telah disepakati. Putusan dalam

arbitrase final dan mengikat antara pihak-pihak yang bersengketa sehingga hasil

Page 298: MATERI HUKUM DAGANG

297

putusannya tidak dapat dibanding ataupun dikasasi. Belakangan ini peneyelesaian

sengketa melalui jalur arbitrase kerap dilakukan oleh para pelaku usaha sebagai

alternative yang lebih dipilih ketimbang penyelesaian melalui jalur litigasi karena

mengutamakan win-win solution. Sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Daftar Pustaka

Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegaakan

Keadilan, Jakarta: PT. Tatanusa, 2004

Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006

Priyatna Abdurrasyid, dkk, Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2001

Ismail, Maqdir, Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan

Australia,Jakarta,UniversitasAl-AzharIndonesia,2007

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Internet:

Anangga W. Roosdiono, Pemeriksaan Perkara dalam Arbitrase, http://www.bani-arb.org,

Internet Online,

Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia, http://www.wikipedia.com, Internet Online,

Sabtu,

Dodik Setiawan, Definisi Arbitrase, http://www.Google.Com, Internet Online,

Huala Adolf, Pendapat yang Mengikat dan Klausula Arbitrase, http://www.bani-arb.org,

Internet Online,

Suyud Margono, Kelemahan dalam Arbitrase, http://www.Google.Com, Internet Online,

Sutan Remy Sjahdeini, Membuat Konsep Klausula Arbitrase, http://www.bani-arb.org,

Internet Online,

http://mhunja.blogspot.com/2012/03/arbitrase-pengertian-keunggulan-dan.html

http://www.baniarbitration.org/ina/procedures.php

Page 299: MATERI HUKUM DAGANG

298

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia

http://arifsuyo4.blogspot.com/2013/04/makalah-kelebihan-dan- kekurangan.html

http://fadlyknight.blogspot.com/2012/04/sejarah-arbitrase.html

https://sadarrukmana.wordpress.com/2009/06/19/makalah-arbitrase-syariah/