24
REMISI BAGI KORUPTOR SUPRIYADI A.ARIEF MOHAMMAD HIDAYAT MUHTAR DONAL TALIKI KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO GORONTALO MEI, 2015

remisi bagi koruptor

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: remisi bagi koruptor

REMISI BAGI KORUPTOR

SUPRIYADI A.ARIEF

MOHAMMAD HIDAYAT MUHTAR

DONAL TALIKI

KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

GORONTALO

MEI, 2015

Page 2: remisi bagi koruptor

LEMBAR ORISINILITAS

LOMBA DEBAT MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Nama : 1. Supriyadi A.Arief

2. Mohamad Hidayat Muhtar

3. Donal Taliki

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki3. Tempat Tanggal Lahir : 1. Tilamuta, 01 April 1995

2. Gorontalo, 21 Juli 1995 3. Bilato, 27 April 1995

4. AsalUniversitas : Universitas Negeri Gorontalo5. Fakultas : Fakultas Hukum6. Alamat : Jl. Jend. Soedirman No.6 Kota Gorontalo (0435) 8217527. No.Hp : 1. 0853 4104 6242

2. 0821 9523 1648 3. 0823 9360 2291

8. Email : 1. [email protected] 2. [email protected] 3. [email protected]

9. Judul Artikel : Remisi Bagi KoruptorDengan ini kami menyatakan bahwa artikel yang kami kirimkan betul-betul karya kami,

belum pernah diterbitkan dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba lainnya. Apabila dikemudian hari artikel ini tidak sesuai pernyataan diatas, kami bersedia dituntut secara hukum.

Demikian surat pernyataan ini kami buat untukdigunakan sebagaimana mestinya.

Gorontalo, 06 April 2015a/n Penulis

Supriyadi A.AriefNIM. 271412001

i

Page 3: remisi bagi koruptor

DAFTAR ISI

Lembar Orisinilitas …………………………………………………………….... i

Daftar Isi ………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………….... 1

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………. 3

A. Tinjauan Filosofis-Teoritis ……………………………………………… 3

a. Tinjauan Filosofis ………………………………………………….... 3

b. Tinjauan Teoritis ……………………………………………………. 4

B. Tinjauan Yuridis ……………………………………………………….... 5

a. Tinjauan Pancasila …………………………………………………... 5

b. Tinjauan UUD NRI Tahun 1995 ……………………………………. 6

c. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan ………………………….. 7

C. Tinjauan Empiris ………………………………………………………... 7

BAB III PENUTUP ……..……………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 12

ii

Page 4: remisi bagi koruptor

BAB I

PENDAHULUAN

Korupsi merupakan salah satu masalah darurat yang sedang melanda negeri ini. Betapa

tidak, kejahatan yang telah masuk dalam kejahatan luar biasa ini (Extra Ordinary Crime) saat ini

tidak pandang bulu lagi, bisa dilakukan laki-laki atau wanita, bisa pimpinan atau bawahan, bisa

pejabat negara atau pejabat daerah, dan bahkan tidak hanya kalangan eksekutif atau legislatif,

tetapi yudikatif pun yang merupakan salah satu unsur yang diharapkan untuk memberantas

korupsi juga telah tertular penyakit korup ini. Makin masifnya tindak pidana korupsi di Indonesia

tentu sangat berpengaruh pada kehidupan secara umum berbangsa dan bernegara kita, mulai dari

aspek Sosial, Budaya, Ekonomi, Politik.

Korupsi telah mengakar dalam negara Indonesia, sejak zaman kerajaan, zaman

penjajahan, hingga era reformasi saat ini korupsi masih tetap tumbuh-subur di Indonesia. Setiap

pemerintahan yang pernah memimpin Indonesia memiliki berbagai macam jurus untuk

memberantas korupsi di bumi khatulistiwa ini, mulai dari upaya preventif berupa pencegahan

hingga upaya represif berupa penindakan. Hingga saat ini Indonesia telah memiliki berbagai

peraturan yang mengatur tindak pidana korupsi ini, antara lain Tap MPR XI tahun 1980,

kemudian Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 20 tahun 2001 tentang perubahan

Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, Kemudian yang paling berpengaruh dan mendasar terkait pemberantasan tindak

pidana korupsi adalah Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002, yang

menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemudian ditambah lagi

beberapa Peraturan pemerintah (PP), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPUU), Instruksi Presiden (INPRES), dan Keputusan Presdien (KEPRES).

Di kalangan masyarakat telah banyak berdiri berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) anti korupsi, salah satu diantaranya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). Hal ini

merupakan wujud kepedulian dan respon terhadap masyarakat terhadap upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi

gerakan nasional. Selayaknya dengan sederet peraturan terkait korupsi di atas, dan partisipasi

masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan setiap insan pribadi Indonesia menjauhi diri dari

1

Page 5: remisi bagi koruptor

tindak pidana korupsi ini. Akan tetapi, harapan tentu tidak akan selamanya sejalan dengan

kenyataan. Bak jauh panggang dari api, meski telah berbagai upaya dilakukan, perilaku korupsi

tetaplah tumbuh subur di Indonesia.

Salah satu hal yang mengusik kehidupan masyrakat Indonesia saat ini adalah wacana

yang dilontarkan oleh Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia (KEMENKUMHAM

RI) dibawah pimpinan Yasonna H Laoly yakni perubahan terhadap Peraturan Pemerintah (PP)

Nomor 99 Tahun 2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan. Seketika hal ini menjadi topik perbincangan yang aktual disetiap lini

masyarakat Indonesia. pro-kontrapun terjadi di masyarakat, berbagai kalangan sepakat dengan

wacana tersebut, akan tetapi tidak sedikit pula kalangan yang menolak wacana dari politikus

yang berasal dari partai penguasa ini.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 merupakan salah satu dasar hukum

terkait korupsi yang lahir di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. PP ini

adalah bentuk pengetatan terhadap pemberian remisi bagi terpidana korupsi agar

remisi/pengurangan masa tahan tidak diberikan secara obral bari para koruptor. Secara garis

besar PP ini lahir untuk memberikan pengurangan masa tahanan kepada para terpidana korupsi

yang berkelakuan baik, bersedia bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar

kasus korupsi yang dilakukannya, serta membayar lunas denda atau uang pengganti yang

dijatuhkan kepadanya.

Pro-kontra terkait peraturan ini sangatlah wajar terjadi, karena beberapa pihak

berpandangan bahwa PP ini merupakan salah satu bentuk pembatasan hak yang selayaknya

diberikan kepada semua narapidana, akan tetapi terdapat pengecualian terhadap narapidana

korupsi. Disisi lain tidak sedikit pihak yang berpandangan bahwa revisi ini akan mengusik rasa

keadilan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang berpandangan bahwa koruptor tidaklah

seharusnya diberikan remisi. Akan tetapi sebaliknya, malah diperberat hukumannya agar supaya

mendapat efek jera.

2

Page 6: remisi bagi koruptor

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjaun Filosofis-Teoritis

a. Tinjauan Filosofis

Mengenai remisi telah diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 12

Tahun 1995, Peraturan Pemerintah No.99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak warga Binaan

Pemasyarakatan, serta Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 Tentang

Remisi. Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana

dan anak pidanan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentuakan dalam peraturan perundang-

undangan.1 Dalam pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.99 Tahun 2012 dijelaskan bahwa:

(1) setiap narapidana dan anak pidana ber hak mendapatkan remisi;

(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

(a). Berkelakuan baik;

(b). Telah menjalani pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

Remisi terbagi dalam tiga jenis remisi yakni :

1) Remisi Umum

Remisi umum adalah remisi yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus.2

2) Remisi Khusus 

Remisi Khusus merupakan remisi yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh

narapidana dan anak pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai

lebih dari satu hari besar keagamaa dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang

dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan.

3) Remisi Tambahan

Remisi tambahan adalah akan diberikan kepada narapidana dan anak pidana secara bersamaan

dengan pemberian remisi umum, dengan catatan selama menjalani pidana yang bersangkutan3:

1 Pasal 1 angka (6) Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak warga Binaan Pemasyarakatan.2 Pasal 2 Huruf a Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi3 Pasal 3 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi

3

Page 7: remisi bagi koruptor

Berbuat jasa kepada Negara;

Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan;

Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

sebagai pemuka kerja / PK.

Predikat tersebut diakui dan diputuskan oleh TPP dan disetujui oleh Kepala. Kanwil dengan

diterbitkannya Surat Keputusan (SK).

Besaran Remisi Tambahan yang diberikan kepada setiap warga binaan adalah4:

½ (satu per dua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi

narapidana dan anak pidana yang berbuat jasa kepada negara atau melakukan perbuatan

yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; dan

1/3 (satu per tiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi

narapidana dan anak pidana yang telah melakukan perbuatan yang membantu kegiatan di

Lembaga pemasyarakatan sebagai pemuka.

b. Tinjauan Teoritis

John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of social justice”,

berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial

(social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat

mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa

keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.5

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan

dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original

position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).6 Pandangan Rawls ini memposisikan

adanya situasi yang sama dan sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada

pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya,

sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah

pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asli” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif

dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan (freedom), dan persamaan

(equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat (basic structure of society).

4 lapaswanitabandung.com (Di akses tanggal 22 April 2015, pukul 13.00 WITA)5Ibid, hlm. 139-140.6Ibid.

4

Page 8: remisi bagi koruptor

Menurut Kahar Masyhur terdapat tigal hal tentang pengertian adil, yakni: 7

(1)   “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.

(2)   “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang.

(3)   “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang

antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang

melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran”.

Untuk lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif hukum nasional,

terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial. Adil dan keadilan adalah pengakuan

dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan

yang seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka

sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras

yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga

memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu.8

B. Tinjauan Yuridis dan Hukum Positif Yang Berlaku di Indonesia

1. Pancasila

Narapidana adalah seseorang yang telah melakukan kejahatan dan telah menjalani persidangan,

telah di vonis hukuman pidana dan di tempatkan dalam suatau tempat atau penjara. Kedudukan

narapidana sama kedudukannya seperti orang lain yang bukan narapidanan yang sama-sama merupakan

rakyat Negara Indoneisa. Terkait dengan pemberian remisi bagi para koruptor ini adalah hal yang wajar di

dalam konsep negara hukum, karena pada dasarnya pemberian remisi merupakan hak konstusional yang

harus diberikan oleh negara untuk setiap warga negara Indonesia, Pancasila yang merupakan ideologi

bangsa, serta sebagai Pandangan hidup bangsa indonesia telah mengatur hak konstusional tiap-tiap warga

negara dimana pada sila ke-2 “kemanusian yang adil dan beradab”, yang dalam butir pancasila

menyebutkan mengakui dan menghormati persamaan derajat ,persamaan hak,dan kewajiban asasi

setiap manusia tanpa membedabedakan, artinya Pancasila telah mengkehendaki bahwa pemberian remisi

bagi koruptor merupakan hak kostitusional tiap-tiap warga negara, yang telah di lindungi, dan negara

wajib untuk menjalankan hal tersebut, sehingga tidak ada salahnya ketika narapidana korupsi

mendapatkan remisi sebagai wujud dari hak konstisional.

Akan tetapi, disisi lain dengan adanya pemberian remisi bagi terpida korupsi justru akan

menimbulkan adanya pertantangan keadilan pada rakyat Indonesia, karena pada dasarnya Keadilan untuk

7Mansyur. Kahar, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985, hlm.71.8Lunis, Suhrawardi K., Etika Profesi Hukum (Cetakan Kedua), Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 50.

5

Page 9: remisi bagi koruptor

setiap rakyat Indonesia telah ditegaskan Pada Sila Ke-5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat

Indonesia”, dimana salah satu butir Pancasila menjelaskan bahwa Keadilan sosial merupakan hasil dari

kehidupan berbangsa dan bernegara yang dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,

persatuan, dan kepemimpinan yang penuh hikmat kebijaksanaan. Ini merupakan Sebuah pembuktian

bahwa ketika remisi tetap di berikan bagi narapidana korupsi justru hal ini akan mencederai nilai

keadilan yang pada dasarnya merupakan impian seluruh rakyat Indonesia sebagai wujud dari persatuan,

di mana di satu sisi masi banyak kasus pidana yang dapat serta perlu di berikan remisi tetapi pemerintah

justru memberikan kepada koruptor yang jelas-jelas sangat merugikan dan mengganggu perkonomian

negara.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Secara konstitusi dalam Undang-undang dasar Negara republik Indonesia telah, mengamanatkan

pada Pasal 1 Ayat (3) “Negara Indonesia adalah Negara hukum”, artinya bahwa semua urusan

ketatanegaraan harus sejalan dengan konsep Negara hukum yang demokratis, sehinga menempatkan

hukum sebagain jenderal di dalam mengatur urusan negara untuk menciptakan keadilan hukum yang

sebenarnya. Bukankah hukuman bagi para koruptor merupakan sanksi yang harus di jalani sebagai akibat

karena telah melanggar hukum. Akan tetapi, disisi lain pemerintah justru memberikan remisi kepada

koruptor yang pada hakikatnya tindak pidana korupsi adalah perbuatan pidana luar biasa yang mampu

merusak tatanan hukum di Indonesia, ini akan mengambarkan adanya bentuk keistimewaan bagi para

koruptor sebagi wujud dari kongkalikong berbagai macam kepentingan, sehingga akan mengurangi

kepercayaan rakyat terhadap sistem hukum di Indonesia.

Bak dua mata koin, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga

mengamanatkan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan Kedudukan yang sama di dalam konsep

negara hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) “segala warga Negara bersamaan kedudukanya

di Dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya”. Ini artinya, negara telah melindungi adanyan kesamaan hak dan kedudukan tiap warga

negara tanpa membedabedakan status, golongan orang tersebut, sekalipun orang tersebut sebagai koruptor

tetap memiliki hak mendapatkan remisi, sehingga hal ini sejalan dengan asas Equality Befor The Law,

artinya semua orang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Selanjutnya hal ini diatur dalam pasal 28

D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”, serta lebih lanjut di atur dalam Pasal 28 H ayat (2)

“Setiap Orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan

dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”, hal ini merupakan sebuah pembuktian

bahwa Konstitusi kita melindungi dan menghargai hak Konstusional tiap-tiap warga negara tanpa

tekecuali narapidana korupsi.

6

Page 10: remisi bagi koruptor

3. Peraturan-Perundang-Undangan Lain

Pemberian remisi bagi terpidana korupsi telah di atur dalam Undang-Undang Negara Republik

Indonesia No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.Pasal 14 ayat (1) “Narapidana Berahak

Mendapatkan Pengurangan Masa Pidana (Remisi). Sehingga persoalan remisi untuk koruptor bukanlah

hal yang perlu dipermasalahkan lagi, karena tidak ada satupun Peraturan Perundang-undangan yang

melarang hal ini. Ini dimaksudkan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi setia terpidana korupsi.

Selanjutnya untuk melaksanakan pemberian remisi bagi terpidana korupsi, teknisnya diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan, dimana Pada Pasal 34 ayat (3) mengatur bahwa remisi  baru dapat diberikan

setelah menjalani 2/3 (satu per tiga) masa hukuman pidana. Ketentuan ini  juga berlaku untuk terpidana

kasus terorisme, narkotika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat,

dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Sehingga garis besar bahwa pemberian remisi bagi

terpidana korupsi adalah hal yang telah jelas-jelas diatur dalam peraturan Perundang-undangan dan tidak

perlu di permasalahkan lagi.

C. Tinjauan Empiris dan Dinamika Ketatanegaraan Indonesia.

Remisi atau pengurangan masa tahanan bagi terpidana korupsi seharusnya memang

diberikan kepada seluruh narapidana, tanpa memandang dan memilah jenis dan bagaimana

pidana yang dilakukan oleh terpidana. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Pemasyarakatan.

Sebelum masuk di tahun 2012, pemberian remisi bagi terpidana diatur dalam Peraturan

Pemerintah No 28. Tahun 2009 tentang perubahan Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1999

tentang syarat dan tatacara pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Impilikasinya

dilapangan menjelang saat-saat tertentu, semisal Hari Besar Keagamaan dan peringatan Hari

Ulang Tahun Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus setiap terpidana korupsi selalu

sumringah, sebab bagi terpidana yang telah menjalani dua pertiga masa hukuman akan mendapat

remisi yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Pemberian remisi diberikan sebagi bentuk pembinaan bagi terpidana yang telah menjalani

dua pertiga masa tahanan serta berkelakuan baik. Sebab, terpidana korupsi merupakan juga sama

seperti terpidana yang lain yang merupakan warga Negara Indonesia yang berhak mendapat

pengampunan berupa peringanan hukuman dari Negara. Lembaga pemasyarakatanpun yang

merupakan tempat terpidana menjalani masa hukumannya seharusnya merupakan tempat

pembinaan bagi warga binaan yang notabennya merupakan terpidana yang menjalani masa

hukumannya.

7

Page 11: remisi bagi koruptor

Peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-65 Tahun 2010 merupakan salah rujukan dimana

setiap terpidana korupsi juga mendapat pengurangan masa tahanan sama seperti terpidana yang

lain. Sebanyak 330 Terpidana kasus korupsi termasuk diantara 58.234 narapidana yang

mendapat remisi, bahkan 11 diantaranya langsung bebas setelah masa penjaranya dikurangi.9 Di

tahun selanjutnya, pada peringatan yang sama hari ulang tahun RI tahun 2011 koruptor yang

menerima remisi sejumlah 600 orang.10 Remisi ini merupakan salah satu bentuk pemerintah

untuk membina warga binaan dengan memberikan insentif agar di nama mereka bisa pulih serta

terterima kembali dilingkungan masyarakat. Reward berupa pengurangan masa tahanan ini

adalah salah satu indikasi bahwa tidak ada perlakuan diskriminasi dari Negara untuk semua

warga binaan, walaupun tidak sedikit pihak yang menyayangkan dikeluarkannya hal tersebut.

Setelah memasuki era tahun 2012, pemerintah memalui Menteri Hukum dan HAM Amir

Syamsudin mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.99 Tahun 2012 tentang perubahan Peraturan

Pemerintah No.28 Tahun 2009 tentang syarat dan tatacara pelaksanaan hak Warga Binaan

Pemasyarakatan. PP ini secara garis besar mengamanatkan bahwa ada pembedaan perlakuan bagi

terpidana yang melakukan kasus korupsi. Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang luar

biasa, jadi penanganan dan penghukumannyapun haruslah luar biasa. Hal ini disebabkan karena

koruptor merupakan pencuri uang negara yang seharusnya diperuntukkan untuk kesejahteraan

rakyat Indonesia.

Banyak pihak yang sangat sepakat produk hukum yang dikeluarkan di era Kabinet

Indonesia Bersatu Jilid II ini. Sebab, rasa keadilan yang dirasakan masyarakat telah terwakili

oleh pengetatan pemberian pengurangan masa tahanan pada koruptor ini. Aturan ini telah

mengkomodasi semangat pemberantasan korupsi di Indonesia yang gencar-gencarnya

digaungkan serta hal ini tentu tidak akan mengecewakan para penegak hukum termasuk KPK

yang banyak berperan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sejak keluarnya PP tersebut

terdapat disparitas yang sangat jelas terkait total terpidanan koruptor yang mendapat remisi. Pada

2012 sebanyak 582 koruptor menerima pengampunan. Pada Lebaran tahun ini penerima remisi

khusus tersebut menyusut menjadi 182 narapidana. Penerima makin sedikit karena syarat

mendapat remisi lebih sulit.11

9 Viva.co.id (Di akses tanggal 20 April 2015, pukul 10.00 WITA)10 News.detik.com, ((Di akses tanggal 20 April 2015, pukul 11.35 WITA))11 kpk.go.id, (Di akses tanggal 20 April 2015, pukul 15.00 WITA)

8

Page 12: remisi bagi koruptor

Dari rilis data KPK tersebut, sangatlah terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara

rentan waktu sebelum keluarnya PP 99 tahun 2012 dan setelah keluarnya PP tersebut. Ini

menandakan bahwa pengetatan pemberian remisi bagi koruptor sudah sangat baik dijalankan

oleh KEMENKUMHAM sendiri. Keterwakilan dari suara masyarakat yang menginginkan

hukuman maksimal terhadap koruptor yang telah merusak jati diri Negara telah diaminkan oleh

PP tersebut.

Seharusnya PP ini dijalankan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Sebab banyak

hal yang berimpilikasi terkait PP tersebut, bukan hanya terpidana Korupsi dan keluarganya,

bahkan masyarakat secara luaspun dapat mearasakan implikasi PP tersbut walaupun tidak secara

langsung. Namun, hal yang berbanding terbalik adalah ketika era pimpinan Negara berganti

maka program pemerintahan pula ikut berubah. Di era SBY pengetatan remisi korupsi dilakukan,

diera Jokowi remisi seolah-olah diberikan secara koheren, bahkan akan merevisi PP 99 tahun

2012 tesebut walaupun baru berumur jagung. Sebelum wacana revisi tersebut, bahkan hak

istimewa bagi terpidana korupsi telah dimulai sejak akhir 2014 dimana Menkumham Yasona

H.Laoly mengatakana tidak akan memberikan remisi natal, disisi lain Ditjen Pemasyarakatan

mengeluarkan remisi bagi 49 terpinda korupsi.12 Hal ini tentu tidak akan sejalan konsistensi dan

komitmen presiden Joko Widodo dalam nawacitanya. Prinsip keadilan yang seharusnya juga

dirasakan oleh semua warga binaan tanpa terkecuali warga binaan kasus korupsi dirasa hanya

menjadi konsumsi privat elit-elit yang terjerat korupsi dan tidak dirasakan secara menyeluruh

oleh seluruh warga Indonesia, semisal nenek Asyani yang terjerat kasus pencurian. Ini tentu

merupakan langkah mudur dari program pemerintahan yang mengagung-agungkan

pemberantasan korupsi di bumi pertiwi tercinta ini.

Walaupun pemberian remisi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada

di Indonesia serta sejalan dengan konferensi Internasional sesuai pandangan dari Guru besar

hukum Universitas Padjajaran. Akan tetapi, jika remisi ini tetap dilakukan, maka hati nurani

takyat Indonesia tercederai dan tentu akan menimbulkan dinamika ketatanegaraan yang sangat

massif di Indonesia. Jika hal ini memang tetap terjadi, maka Indonesia merupakan negara yang

tidak konsekuen dan konsisten memberantas korupsi. Di Brasil saja mulai mengalami

peningkatan pemberantasan korupsinya dimana koruptor dijatuhi hukum yang lebih berat dan

tidak ada peringan selama di penjara, bahkan yang lebih berat di china dimana para pelaku

12 Koran-sindo.com, (Di akses tanggal 20 April 2015, pukul 19.30 WITA)

9

Page 13: remisi bagi koruptor

korupsi akan mendapat hukuman mati. Sudah sangat pasti hampir keseluruhan rakyat Indonesia

sangat mendambakan hukum yang tajam ke atas bak mata pisau bukan malah sebaliknya menjadi

tumpul kebawah seperti golok. Cita-cita keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia pun akan

terwujud secara seluruhnya.

BAB III

PENUTUP

10

Page 14: remisi bagi koruptor

Sesuai dengan amanat Konstitusi bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang semua urusan Negara harus sejalan dengan konsep Negara hukum yang demokratis, sehinga

menempatkan hukum sebagain jenderal di dalam mengatur urusan negara untuk menciptakan keadilan

hukum yang sebenarnya, hal ini di maksudkan agar keadilan yang sebenarnya dapat terpenuhi secara

maksimal, di mana keadilan yang menurut . John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-

egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya

institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak

dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh

rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.

Remisi atau pengurangan masa tahanan bagi terpidana korupsi seharusnya memang

diberikan kepada seluruh narapidana, tanpa memandang dan memilah jenis dan bagaimana

pidana yang dilakukan oleh terpidana. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Pemasyarakatan

yang mengkehendaki bahwa pemberian remisi bagi terpidana korupsi bukan hal yang perlu di

permasalahkan karna hal ini telah di atur di dalam hukum positif Indonesia atau telah di atur di

dalam perturan perundang-undanagn tanpa ada satu peraturan perundang-undangan yang

melarang hal ini.

Walaupun pemberian remisi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

ada di Indonesia serta sejalan dengan konferensi Internasional sesuai pandangan dari Guru besar

hukum Universitas Padjajaran. Akan tetapi, jika remisi ini tetap dilakukan, maka hati nurani

takyat Indonesia tercederai dan tentu akan menimbulkan dinamika ketatanegaraan yang sangat

massif di Indonesia. Jika hal ini memang tetap terjadi, maka Indonesia merupakan Negara yang

tidak konsekuan dan konsisten memberantas korupsi.perbandinganya dengan Negara-negara

lainya adalah Dimana di Brasil untuk terpidana Korupsi justru dijatuhi hukum yang lebih berat

dan tidak ada peringan selama di Penjara, bahkan yang lebih berat di china dimana para pelaku

korupsi akan mendapat hukuman mati.tetapi di Indonesia justru di berikan remisi oleh

pemerintah dengan dalil bahwa ini merupakan hak konstitusional tiap warga negara.

11

Page 15: remisi bagi koruptor

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Kahar, Mansyur, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985.

Suhrawardi K. Lunis, Etika Profesi Hukum (Cetakan Kedua), Sinar Grafika, Jakarta,

2000.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak

Warga Binaan Pemasyarakatan

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi

C. INTERNET

Koran-sindo.com

kpk.go.id

lapaswanitabandung.com

News.detik.com

Viva.co.id

12