14
Name: Indah Chartika Sari S.IP Email: [email protected] COMPARING SUN TZU AND CLAUSEWITZ Tulisan ini berisi tentang analisa perbandingan teori dan perspektif perang yang dikemukakan oleh Sun Tzu dan Clausewitz. Paper ini merupakan summary dari karya Michael I. Handel yang berjudul Masters of Wars Classical Strategic Thought: Third, Revised and Expanded Edition. Tulisan ini menitikberatkan pada perbandingan cara pandang Sun Tzu dan Clausewitz mengenai pemahaman teori perang dimana keduanya hidup pada era yang berbeda dalam menilai hal tersebut. Sebuah teori pada umumnya tidak memiliki dampak atau konsekuensi terhadap suatu hukum tertentu dan untuk membuka timbunan-timbunan fakta. Namun sebuah teori adalah sebuah produk yang memiliki lebih dari satu fungsi dasar untuk memahami suatu kejadian atau hal yang tidak dapat dimengerti atau tidak memiliki makna pengetahuan. Sebuah teori lebih dari sekedar sinopsis yang digerakkan secara alamiah, tapi juga membentuk beberapa pola fikir dari aturan-aturan permainan yang akhirnya akan dapat dimengerti. Dalam sejarah politik atau politik internasional, disiplin ilmu dasar disertai pemahaman terhadap tingkah laku manusia secara umum yang dapat diterima secara luas. Contohnya; dalam

Comparing Sun Tzu and Clausewitz

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

Name: Indah Chartika Sari S.IP

Email: [email protected]

COMPARING SUN TZU AND CLAUSEWITZ

Tulisan ini berisi tentang analisa perbandingan teori dan perspektif perang yang

dikemukakan oleh Sun Tzu dan Clausewitz. Paper ini merupakan summary dari karya Michael I.

Handel yang berjudul Masters of Wars Classical Strategic Thought: Third, Revised and

Expanded Edition. Tulisan ini menitikberatkan pada perbandingan cara pandang Sun Tzu dan

Clausewitz mengenai pemahaman teori perang dimana keduanya hidup pada era yang berbeda

dalam menilai hal tersebut.

Sebuah teori pada umumnya tidak memiliki dampak atau konsekuensi terhadap suatu

hukum tertentu dan untuk membuka timbunan-timbunan fakta. Namun sebuah teori adalah

sebuah produk yang memiliki lebih dari satu fungsi dasar untuk memahami suatu kejadian atau

hal yang tidak dapat dimengerti atau tidak memiliki makna pengetahuan. Sebuah teori lebih dari

sekedar sinopsis yang digerakkan secara alamiah, tapi juga membentuk beberapa pola fikir dari

aturan-aturan permainan yang akhirnya akan dapat dimengerti.

Dalam sejarah politik atau politik internasional, disiplin ilmu dasar disertai pemahaman

terhadap tingkah laku manusia secara umum yang dapat diterima secara luas. Contohnya; dalam

teori hubungan internasional asumsi bahwa semua negara memiliki kebutuhan untuk melindungi

dan mempromosikan kepentingan vital mereka dan bekerja keras untuk memaksimalkan

kekuatan mereka ketika berhadap-hadapan dengan musuh, adalah tipe yang secara luas dapat

diterima dan digunakan serta memungkinkan keberadaan politik internasional sebagai sebuah

disiplin ilmu. Singkatnya, disiplin ilmu diasumsikan bahwa terlepas dari banyaknya pendekatan

yang dijabarkan dalam kebijakan luar negeri, banyak aspek-aspek dari sikap negara yang dapat

disatukan. Sebuah pendekatan yang sama yang juga dapat dilakukan dalam pengkajian disiplin

ilmu strategi.

Page 2: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

Jarak antara Sun Tzu dengan karyanya The Art of War (Abad ke-3 atau Abad ke-4) dan

Carl von Clausewitz dengan karyanya On War (Tahun 1832) memiliki perbedaan rentan waktu

yang panjang yang melibatkan perbedaan waktu, kondisi geografis dan budaya. Pengkajian

mengenai teori keduanya dapat dimulai dari perbedaan cara kerja dalam strategi yang dimiliki

yang mungkin menjadi pemisah diantara mereka, logika strategi dasar mereka pada umumnya

memiliki kesamaan ‘logis’ atau ‘perhitungan rasional’ dari pendekatan Timur dan Barat tentang

peperangan secara umum. Perbedaan diantara dua pemikir militer ini telah dikaji keberadaannya,

diantaranya:

Banyak para pengkaji disiplin ilmu strategi yang lebih suka membaca tulisan Sun

Tzu daripada tulisan Clausewitz, dimana metodologi dan perspektif tidak begitu

mudah untuk diikuti.

Karya Sun Tzu The Art of War lebih mudah dibaca pada awalnya, tapi sebenarnya

lebih sulit untuk melakukan pemahaman secara mendalam. Sedangkan karya

Clausewitz yang berjudul On War lebih sulit untuk dibaca, tapi sebenarnya lebih

mudah untuk dipahami jika dibaca lebih teliti.

Sun Tzu dan Clausewitz tidak menggunakan difinisi atau kerangka kerja dalam

studi mereka tentang perang. Cakupan yang lebih luas dari definisi yang diberikan

Sun Tzu banyak digunakan oleh para pemikir disiplin ilmu strategi.

On War dan The Art of War seringkali mendekati subjek yang sama atau

hubungan antar subjek dari perspektif yang berbeda, singkatnya mereka melihat

dari sisi yang berbeda pada koin yang sama.

Aspek yang menjadi perbandingan antara On War dan The Art of War adalah metodologi

dan gaya penulisan, kedudukan pada inti politik dalam perumusan strategi kebijakan dan

keputusan untuk berperang dan analisis dari komando lapangan yang bertanggung jawab

dibandingkan dengan seorang pemimpin politik. Selain itu mengamati evaluasi dari intelegensi

dan kecurangan, jumlah kekuatan, hubungan antara menyerang dan bertahan, pergeseran,

keberuntungan dan ketidakpastian dalam perang, serta perhitungan rasional perang. Berikut ini

merupakan tabel perbandingan paradigma perang antara Sun Tzu dan Clausewitz, yaitu;

Aspek Sun Tzu Clausewitz

Page 3: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

Perbandingan

Perspektif Perang

Sebuah perspektif luas yang

mencakup aspek-aspek non-

militer, seperti; diplomasi,

ekonomi dan psikologis.

Sebuah perspektif yang lebih

sempit dalam penggunaan

kemampuan militer.

Peran Kekuatan

(Kekerasan)

Kekuatan (kekerasan) harus

digunakan secara efisien dan

merupakan pilihan terakhir.

Penggunaan kekuatan lebih sering

dibutuhkan dan merupakan

metode yang sangat efektif untuk

mencapai tujuan politik dari suatu

negara. Kemampuan maksimum

dari penggunaan kekuatan adalah

untuk mendapatkan hasil yang

pasti dalam waktu yang singkat.

Kemenangan Ideal

Keberhasilan terbesar adalah

menang tanpa pertempuran,

meyakinkan kekuatan tempur

lawan untuk menyerah.

Cara tersingkat untuk mencapai

suatu tujuan politik adalah melalui

penghancuran kekuatan tempur

dalam perang. Metode non-militer

untuk menang bisa saja terjadi

tapi jarang terjadi.

Metode

Kemenangan

Melakukan penipuan perang

secara psikologis, tanpa

penggunaan kekerasan. Pusat

gravitasi adalah keinginan lawan

dan sistem aliansi.

Konsentrasi kekuatan maksimum

merupakan poin yang menentukan

terjadinya perjanjian. Pusat

gravitasi adalah kekuatan tempur

lawan.

Kelebihan dan

Kekurangan Teori

Sebuah paradigma idealisme

yang memberanikan para

pemikir disiplin ilmu strategi

untuk meraih kemenangan

dengan harga yang murah.

Pendekatan ini lemah dalam

realisme dan mengacuhkan

Realistis, relevan untuk hampir

semua bentuk peperangan.

Kesadaran terbesar mengenai sifat

kekerasan dalam perang.

Kepercayaan yang berlebihan

dalam penggunaan kekuatan

menyebabkan harga yang lebih

Page 4: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

keberadaan dari kekerasan

dalam perang yang tidak dapat

dihindarkan. Perang dapat

menjadi sebuah latihan

‘intelektual’ atau ‘metafisik’.

Penipuan atau kecerdasan dapat

menjadi obat yang mujarab.

mahal. Menyepelekan beberapa

aspek non-material dalam perang,

seperti; kecurangan atau

kecerdasan.

Sun Tzu, Clausewitz dan Studi Perang

The Art of War adalah karya milik Sun Tzu yang tergolong ringkas (< 40 halaman dalam

Bahasa Inggris) yang berisi tentang strategi yang telah ditulis dengan yang ringkas dan tajam

dalam gaya penulisan Cina klasik. Berbeda dengan karya Clausewitz yang berjudul On War yang

dipadatkan hampir sebanyak 600 halaman. Pemahaman analisa kerangka kerja Clausewitz

memerlukan proses membaca secara berulang-ulang dari satu lembar ke lembar berikutnya.

Tidak seperti On War, The Art of War tidak menawarkan pembaca sebuah penjelasan yang

sistematis atau pembangunan secara proses logika melalui konsep-konsep yang dikembangkan.

“Teori tidak dapat melengkapi cara fikir dengan sebuah rumus untuk

menyelesaikan permasalahan, atau dapat menandai bagian kecil dari solusi tunggal yang

seharusnya dapat membendung prinsip dasar dari sisi yang lain. Tapi teori dapat

memberikan pemahaman pola fikir kedalam fenomena massa yang lebih besar serta

hubungan mereka, kemudian membiarkannya muncul lebih tinggi ke permukaan”.

(Clausewitz, On War, p. 578)

Sun Tzu mencoba untuk menyampaikan kepada pembaca bahwa sebuah apel selalu jatuh

dari pohon ke tanah (adalah sebuah fakta), sedangkan Clausewitz mencoba untuk menjelaskan

kenapa apel selalu jatuh ke tanah (adalah sebuah penjelasan teoritis: gravitasi). Bagi pembaca On

War sebagian besar merupakan sebuah proses pembelajaran dalam permasalahan, sedangkan

Page 5: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

bagi pembaca The Art of War merupakan bentuk penerimaan kesimpulan-kesimpulam disiplin

ilmu yang dibutuhkan.

Clausewitz berpendapat bahwa perang secara teorinya merupakan pembayaran dengan

semua kekuatan tempur yang ada beserta sumber daya dan tanpa adanya gangguan hingga disatu

pihak dapat menyebutkan syarat kemenangan. Proses penjelasan bagaimana perang dalam

kenyataannya sangat berbeda dari perang dalam definisi abstrak, Clausewitz secara sistematis

mengembangkan analisanya dan pemahaman orisinil kedalam sifat perang seperti rasio

keunggulan, harga politik/perhitungan keuntungan nilai objektif dan perkiraan sumber daya

nasional yang akan diinvestasikan, konsep-konsep pergeseran dan kesempatan, serta

ketidakpastian peran dominan seperti kurangnya informasi dan kecerdasan.

Metodologi Clausewitz ‘Newtonian’ sering kali salah dimengerti tidak hanya karena

bentuknya yang abstrak dan sulit untuk dipahami, tapi juga dikarenakan gerakan penulisan dari

satu tingkat ke tingkat yang berikutnya. Hal tersebut membuat referensi pengejaan analisa

Clausewitz menunjukkan metodologi yang digunakannya memiliki kelemahan dan sekaligus

menjadi kekuatannya. Ia juga menjelaskan kenapa mayoritas dari pembaca dan pelajar militer

profesional jarang meluangkan waktu untuk membaca lebih dalam serta memahami On War

sebagai filosofi/buku pendidikan, daripada mereka menggunakannya secara manual untuk

memilih kata-kata bijak darinya. Namun bukan berarti bahwa Sun Tzu gagal mengembangkan

banyak konsep-konsep duniawi yang sama, akan tetapi beberapa kosep Sun Tzu memiliki makna

yang tersembunyi, jika dibandingkandengan yang Clausewitz membangun melalui proses logika

yang elegan disertai diskusi yang lebih detail dari konteks kerangka kerja teoritis secara umum.

Sun Tzu juga memiliki metode ideal, hanya saja kurang spesifik. Hal ini merupakan bukti

dari sejarah Cina dan fakta bahwa sebagian besar dari The Art of War didedikasikan untuk

sebuah diskusi tentang bagaimana bisa menang tanpa pertarungan. Clausewitz juga setuju

tentang prinsip bahwa kemenangan tanpa pertarungan atau pertumpahan darah adalah hal yang

diinginkan, tapi ia juga menyadari bahwa hal tersebut kemungkinan jarang terjadi dan hasil yang

didapat tidak dalam waktu yang singkat lebih terdengar sebagai sebuah alternatif. Pernyataan-

pernyataan Sun Tzu mengenai keinginan akan kemenangan tanpa adanya pertumpahan darah

Page 6: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

muncul untuk menyanggah pemikiran Clausewitz; yang pada faktanya kedua pemikir disiplin

ilmu strategi ini memiliki pendekatan sederhana terhadap isu yang sama dari perspektif yang

berbeda.

Teori, Kesempatan dan Ketidakpastian

Sun Tzu dan Clausewitz setuju bahwa dalam asumsi metodologi dasar bahwa perang

adalah sebuah seni, bukan sebuah pengetahuan. Bahwa setiap permasalahan militer memiliki

banyak solusi yang benar secara potensial, tidak hanya satu tapi terdapat beberapa pilihan yang

datang melalui bayangan pemimpin militer, kreativitas dan intuisi. Mereka juga setuju bahwa

kompleksitas yang sangat besar mewariskan kajian tentang perang membuatnya tidak mungkin

untuk dirumuskan menjadi sebuah teori perang positif bahkan jika ada ‘hukum’.

“Usaha-usaha yang dibuat untuk melengkapi terjadinya perang melalui disiplin

ilmu, aturan-aturan atau bahkan sistem. Hal ini dapat menghasilkan tujuan yang positif,

namun orang-orang gagal untuk mendapatkan nilai dari kompleksitas tanpa akhir. Seperti

yang dapat dilihat, terjadinya perang memiliki cabang hampir diseluruh arah dan tidak

memiliki keterbatasan tertentu; ketika ada sistem, model, memiliki sifat yang terbatas.

Sebuah konflik yang tidak bisa direda muncul diantara jenis teori ini dan ada pada

praktiknya.” (Clausewitz, On War, p. 134)

“Teori tidak dapat mengaplikasikan konsep hukum untuk melakukan tindakan,

karena tidak adanya perspektif rumus yang bersifat universal yang cukup untuk

memperoleh nama hukum yang dapat digunakan secara langsung untuk perubahan dan

keberagaman dari feonomena perang.” (Clausewitz, On War, p. 152)

Clausewitz memahami bahwa perang adalah melibatkan semua aspek yang merupakan

refleksi dari sifat manusia, tersebar luas dengan tujuan yang tidak rasional pada tingkat yang

lebih tinggi. Pola fikir dan praktik kegiatan berdasarkan pada kemampuan bawaan dan inspirasi

dimana tindakan pihak lawan dan reaksi nyata serta banyangan mengenai pergerakan yang tidak

Page 7: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

bisa diprediksi. Jarak antara teori militer kontemporer, Clausewitz melihat perang sebagai sebuah

aktivitas ‘kehidupan’ bukan ‘kematian’. Dengan premis ini, tidak dapat dihindari baginya untuk

menyimpulkan bahwa perang tidak pernah menjadi penelitian yang menguntungkan seperti

layaknya ilmu sains.

“Pembentukan dan hasil oleh seni: ilmu sains akan mendominasi dimana objek

adalah kebutuhan dan pengetahuan. Oleh sebab itu ‘seni perang’ lebih cocok daripada

‘ilmu sains perang’.” (Clausewitz, On War, pp. 148-149)

Pada praktinya meskipun perang lebih kepada sebuah seni daripada sebuah ilmu, namun

bukan berarti perang tidak dapat dipelajari secara sistematis atau tidak dapat diterapkan beberapa

metode ilmu sains ke disiplin ilmu non-sains. Selanjutnya, ketika Clausewitz mencapai

kesimpulan bahwa inti dari perang adalah sebuah seni yang mengandung beberapa aspek sains,

Jomini memperhitungkan keinginannya untuk membangun sebuah teori sains tentang perang dan

penerimaan bahwa perang adalah bentuk kegiatan kreatif yang paling besar yang didasarkan

pada pengalaman dan intuisi. Meskipun pada akhirnya Jomini bersandar pada pengakuan bahwa

perang adalah sebuah seni, adalah fakta yang sepenuhnya tidak pernah diakuinya. Pada analisis

akhir, Jomini layaknya Clausewitz mengakui bahwa,”Setiap peribahasa memiliki artinya

sendiri”. (Jomini, The Art of War, p. 84)

Semua teori tentang perang memiliki ketegangan yang tidak dapat dihindarkan yaitu

dimana setiap penulis mencoba untuk mengembangkan sebuah teori berdasarkan pengalaman,

bukti sejarah meskipun tidak ada teori perang yang konvensional yang dapat memaparkan secara

akurat dasar dari sebuah tindakan atau prediksi. Tapi pengakuan bahwa perang adalah sebuah

seni, Clausewitz mendefinisikan pengetahuan memiliki keterbatasan dalam pemahaman terhadap

perang. Meskipun ia tidak melakukan diskusi lebih dalam mengenai hal ini, Sun Tzu menyatakan

dalam bukunya yang mengindikasikan bahwa tidak mungkin untuk dapat memprediksi sebuah

perang secara tajam dan pasti melalui pengaplikasian mekanis layaknya sebuah rumus sains.

Sedangkan berdasarkan pendapat Clausewitz terdapat tiga karakteristik utama yang membedakan

perang dari sisi sains dan seni. Pertama, perang berhubungan dengan kehidupan bukan kekuatan

yang tidak bernyawa. Kedua, perang melibatkan konflik yaitu aksi dan reaksi diantara kedua

Page 8: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

lawan. Ketiga, perang melibatkan sebuah perselisihan kepentingan yang simetris seperti sifat

yang lebih lemah dengan kemampuan serangan positif mencoba untuk mendapatkan dan

memperluas, dan sifat yang lebih kuat dengan kemampuan pertahanan negatif mencoba untuk

mempertahankan.

Sama halnya dengan Clausewitz, Sun Tzu juga melihat bahwa kompleksitas dan

ketidakmampuan untuk memprediksi perang dapat dihasilkan melalui proses interaksi.

Kemudian Sun Tzu juga menggunakan bahasa puisi metafora untuk mengilustrasikan

kompleksitas dari perang. Dengan kata lain, disiplin ilmu tentang perang dapat dimengerti dan

dijadikan sebagai sebuah teori, namun tidak ada hasil cetakan dari pemikiran tersebut untuk

merubahnya menjadi sebuah teori perang.

“[Mei Yao-chen] Semuaya tergantung padaku, aku dapat melakukannya dan hal itu

juga tergantung kepada musuh yang tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu dikatakan

bahwa salah satu mungkin mengetahui bagaimana caranya untuk menang, akan tetapi

tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 85)

“Ada beberapa strategi kunci untuk meraih kemenangan. Namun tidak mungkin

untuk mendiskusikan hal tersebut sebelumnya”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 70)

Pada akhirnya Sun Tzu mencapai kesimpulan yang sama dengan Clausewitz. Mereka

setuju bahwa keberhasilan tergantung pada intuisi dari ahli militer seperti yang dikatakan oleh

Clausewitz. Kemampuan dapat disaring melalui pengalaman, tapi hanya pada mereka yang telah

memiliki kemampuan tersebut sejak lahir. Sun Tzu melihat perang sebagai sebuah seni orisinil

yang membutuhkan imajinasi, intuisi dan inovasi.

“Oleh sebab itu, ketika aku mendapatkan kemenangan aku tidak akan mengulangi

taktik yang sama tapi akan menganalisa situasi dan kondisi dari berbagai sudut dengan

berbagai cara”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 100)

Page 9: Comparing Sun Tzu and Clausewitz

Sun Tzu dan Clausewitz merupakan para pemikir strategi yang juga setuju bahwa

kesimpulan dapat dicapai melalui perspektif kerja mereka hanya dalam nilai yang terbatas saja

terlepas dari kebijaksanaan, mereka tidak dapat memberikan saran yang terfokus tentang militer

profesional tentang bagaimana caranya untuk mengaplikasikan pemahaman mereka.

Kemenangan dalam perang bukanlah sebuah master teori yang dapat dihafal tanpa berfikir tetapi

lebih kepada saran bijaksana, dan hal ini dapat ditentukan secara keseluruhan melalui intuisi

pemimpin militer.

Berdasarkan analisa Jomini, perang pada level politik tertinggi dan level strategi tidak

dapat dipelajari seperti berfikir layaknya ilmu sains dalam tingkat operasioanl yang lebih rendah.

Meskipun begitu, Jomini percaya bahwa kemungkinan untuk mengenali sebuah bentuk disiplin

dan aturan dasar. Dan disiplin ini memiliki validitas sains pada umumnya dan juga dapat

dipelajari secara umum pula. Pengakuan Jomini terkait dengan intuisi artistik dari pemikir jenius

militer yang dapat menentukan apakah disiplin ilmu telah diaplikasikan dengan benar.

Kesimpulannya berujung pada pengakuan bahwa,”Perang bukanlah sebuah ilmu, tapi sebuah

seni”. (Jomini, The Art of War, p. 321)

Referensi

Handel, Michael I. 2001. Master of War Classical Strategic Thought: Third, Revised and

Expanded Edition, Comparing Sun Tzu and Clausewitz ch.2 p.14-23. London: FRANK CASS

PUBLISHER.