Upload
hafidz-gress
View
147
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Indonesia Dalam Cengkeraman Asing[Al-Islam edisi 754, 12 Rajab 1436 H – 1 Mei 2015 M]
Di sela-sela peringatan ke-60 tahun Konferensi Asia-
Afrika (KAA), ada peristiwa yang akan langsung
berpengaruh terhadap negeri ini dan penduduknya.
Peristiwa itu adalah kelanjutan dari hasil kunjungan
Presiden Jokowi ke Tiongkok dan Jepang. Dua kunjungan
itu dibanggakan karena membawa oleh-oleh berupa
komitmen investasi dari Tiongkok dan Jepang yang
sangat besar, mendekati seribu triliun rupiah.
Di sela-sela KAA di Bandung itu, Jokowi melakukan
pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dan
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Pertemuan tersebut
dilanjutkan dengan pertemuan bilateral masing-masing.
Hasil pertemuan bilateral dengan Presiden Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping, Presiden Jokowi
memastikan bahwa Tiongkok akan ikut berinvestasi
dalam proyek infrastruktur.
Cengkeraman Tiongkok
Dari situs Sekretariat Kabinet disebutkan, proyek
infrastruktur yang menggandeng Tiongkok antara lain
pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandara, pembangunan
jalan sepanjang 1.000 km, pembangunan jalan kereta api
sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit
listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW). Tiongkok
juga akan terlibat dalam pembangunan jalur kereta
supercepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya
(Kompas.com, 25/4)
Sebelumnya diberitakan, saat berkunjung ke Tiongkok,
Presiden Jokowi mendapatkan komitmen investasi yang
besarnya mencapai 68,44 miliar dolar AS atau sekitar Rp
882,87 triliun.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, lembaga
keuangan Tiongkok berencana memberikan pinjaman
senilai 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp 645 triliun
kepada sejumlah BUMN untuk menggarap proyek
infrastruktur Pemerintah. Sebesar 40 miliar dolar AS
dari China Development Bank dan Industrial and
Commercial Bank of China untuk BUMN yang menggarap
pembangunan jalan tol Trans Sumatera. Sebesar 10
miliar dolar AS untuk PT PLN (Persero) demi membiayai
pembangunan transmisi listrik dan pembangkit.
Itu baru sebagian saja. Masih ada bidang lain seperti
infrastruktur lainnya, tambang, pembangunan smelter,
pelayaran, transportasi dan sebagainya. Jika rencana itu
berjalan mulus, maka Tiongkok akan menguasai
infrastruktur di negeri ini.
Masih Diragukan
Pengamat kebijakan publik Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, Agung Prabowo, menilai keputusan
menggandeng Tiongkok harus dipertanyakan. Menurut
dia, selama ini beberapa pengadaan barang dan jasa
yang melibatkan Cina acapkali bermasalah. Salah
satunya adalah proyek program percepatan
pembangunan pembangkit listrik bertenaga batubara,
gas, dan energi terbarukan atau fast track
programme tahap 1. Pembangkit listrik yang dibangun
Tiongkok dalam proyek ini tak bisa berproduksi maksimal
lantaran banyak komponen usang. Selain itu pada kasus
pengadaan Transjakarta, banyak unit yang rusak dan
berkarat.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy
Priatna, juga pernah mengatakan, proyek pembangkit
listrik tahap I yang dikerjasamakan dengan Tiongkok
hampir 90 persen rampung. Namun, kapasitas produksi
listrik itu hanya 30%-50% saja. Ini jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan pembangkit listrik yang dibangun
kontraktor Jerman, Prancis, dan Amerika yang bisa
mencapai 75%-80% (Bisniskeuangan.kompas.com, 25/4).
Cengkeraman Asing Total
Dominasi proyek infrastruktur oleh Tiongkok yang
dimasukkan dan dijalankan melalui rezim Jokowi itu akan
membuat cengkeraman asing Timur menancap di negeri
ini. Cengkeraman oleh Timur itu melengkapi
cengkeraman oleh Barat yang sudah lebih dulu
menancap kuat dan terus diperdalam.
Sejak awal era Orde Baru, Barat terutama AS dan diikuti
oleh Eropa telah mencengkeram negeri ini dan mengeruk
kekayaannya. Hal itu dilakukan melalui investasi
korporasi-korporasi multinasional mereka, khususnya di
sektor hulu pengelolaan SDA seperti tambang, migas,
hutan, dsb.
Selain itu, secara politik dan kedaulatan, negeri ini
dikendalikan melalui utang luar negeri yang terus
menggunung. Awalnya melalui CGI dan IGGI. Saat kedua
lembaga itu dibubarkan, perannya digantikan oleh IMF
dan Bank Dunia.
Hasil dari penjajahan gaya baru di era Orde Baru itu,
pengelolaan berbagai sumberdaya alam khususnya di
sektor hulu dikuasai asing. Mayoritas tambang, migas
dan hutan negeri ini dikuasai asing. Rakyat negeri ini
akhirnya seolah menjadi tamu di negeri sendiri dalam hal
pengelolaan SDA. Hasil kekayaan alam itu pun mengalir
deras kepada pihak asing dan hanya menetes kepada
penduduk negeri ini.
Cengkeraman dan dominasi asing itu makin dalam sejak
masuk era Reformasi. Melalui utang luar negeri, negeri ini
benar-benar dikendalikan asing. Akibatnya, hampir
semua sistem di negeri ini dibentuk sesuai pesanan,
permintaan atau bahkan perintah dari asing melalui IMF
dan Bank Dunia. Hal itu melalui peraturan perundangan,
mulai amandemen konstitusi hingga pembuatan berbagai
undang-undang. Melalui Letter of Intent (LoI), IMF
mendekte negeri ini untuk membuat berbagai undang-
undang di bidang politik, sosial, pertahanan dan
keamanan, pendidikan, ekonomi, finansial, dan
sebagainya. Bahkan untuk mengawal semua itu, asing
terlibat hingga hal teknis melalui utang, program,
bantuan dan asistensi teknis. Semua itu bisa dibaca di
dalam dokumen LoI dan berbagai utang yang diberikan.
Hasilnya, sistem di negeri ini betul-betul bercorak
neoliberal. Neoliberalisme itu pada akhirnya makin
melempangkan jalan bagi penjajahan gaya baru
(neoimperialisme) atas negeri ini.
Khusus di bidang ekonomi, negeri ini didekte untuk
membuat berbagai UU bercorak neoliberal. Subsidi
dihilangkan. BUMN dijual. Utang terus ditumpuk. Pajak
terus ditingkatkan. Di sektor migas dan pengelolaan SDA,
dengan berbagai UU, sektor hilir (pengolahan, distribusi
dan eceran) pun diliberalisasi. Contoh nyata adalah di
sektor migas. Di bidang investasi, semua sektor dibuka
untuk investasi asing. Kepemilikan asing dibolehkan
hingga lebih dari 90 persen. Asing pun boleh melakukan
repatriasi, yaitu langsung mengirimkan kembali
keuntungan yang mereka dapat di negeri ini ke negara
asal mereka.
Barat (AS dan Eropa) betul-betul memanfaatkan itu untuk
lebih mendominasi negeri ini khususnya di sektor
pengelolaan SDA, finansial (perbankan, asuransi, dsb),
jasa, consumer good, dan sebagainya. Masih ada satu
sektor yang belum dijarah oleh Barat, yaitu infrastruktur
dan fasilitas publik. Namun, dengan berbagai UU, sektor
infrastruktur itu pun terbuka luas dan mudah dijadikan
incaran.
Dalam hal itulah, investor asing dari timur melihat
kesempatan. Entah kebetulan atau tidak, keinginan itu
seolah bersambut dengan ambisi rezim Jokowi. Sekarang
melalui apa yang baru diumumkan, asing timur mulai
menancapkan kuku cengkeramannya atas infrastruktur
negeri ini.
Hal itu sangat berbahaya. Pertama: Jika nanti
infrastruktur, pelabuhan, bandara, jalan, transportasi,
pelayaran, pembangkit, dsb dikuasai oleh mereka, maka
rakyat negeri ini benar-benar hanya menjadi obyek dan
pasar.
Kedua: Meski asing itu dari Timur, bukan berarti mereka
berbeda dengan asing dari Barat. Tetap saja, seperti
yang selama ini berjalan, banyak dari investasi itu
langsung kembali kepada mereka melalui impor
teknologi, metode, bahan, tenaga ahli dan sebagainya.
Dalam proyek kereta cepat, misalnya, jelas keretanya
akan diimpor dari mereka.
Ketiga: Dengan alasan pengembalian investasi maka
kekayaan rakyat negeri ini akan mengalir kepada mereka
dalam jangka panjang, setidaknya untuk masa 30 tahun.
Hal itu melalui pembayaran utang dan bunganya, juga
pembayaran atas penggunaan infrastruktur itu.
Keempat: Rakyat negeri ini juga akan terbebani dengan
pajak yang makin tinggi. Pasalnya, beban negara
termasuk pembayaran utang dan bunga juga makin
tinggi, sementara negara makin kehilangan sumber-
sumber pemasukan, selain pajak.
Wahai Kaum Muslim:
Itulah yang juga ada di belakang investasi asing Timur
(Tiongkok, Jepang, dsb) di bidang infrastruktur. Ada
bahaya besar dan jangka panjang yang turut dibawa. Ini
akan melengkapi dominasi asing atas negeri ini.
Akibatnya, hampir tak tersisa lagi bidang kehidupan
negeri ini yang tidak didominasi asing. Dengan itu pula,
penjajahan gaya baru atas negeri ini akan makin dalam.
Tentu semua itu tidak boleh dibiarkan. Sebab, kaum
Muslim diharamkan memberikan jalan kepada orang kafir
untuk bisa mendominasi dan menguasai kaum Mukmin.
Allah SWT berfirman:
] GياًلJ ِب Lَس LيَنJ QُمSْؤQِمJِن LاِفJِرJيَنL َعLَلLى اْل Qَك Jَل LْجQَعLَلL اْلَلُ̀هS ْل Lَن ي ]َوLْل
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).
Tentu tak selayaknya kaum Muslim negeri ini rela
menjadi bulan-bulanan neoliberalisme dan
neoimperialisme baik dari asing barat maupun asing
timur. Jalan untuk menyudahi neoliberalisme dan
neoimperialisme itu hanyalah dengan kembali pada
petunjuk Allah SWT, yaitu dengan menerapkan syariah
Islam secara menyeluruh di bawah naungan sistem
Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhajkenabian.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam:Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, membenarkan
bahwa Presiden Joko Widodo telah menyetujui rencana
pembangunan gedung baru DPR. (Kompas.com, 28/4).
1. Akhirnya impian anggota Dewan selama ini akan
terwujud meski kinerja mereka selama ini terus saja
jeblok.
2. Jangan sampai ini menjadi “suap” Pemerintah kepada
DPR sehingga DPR bersikap lembek terhadap
Pemerintah.