18

Click here to load reader

Riba Bank dan Asuransi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 1

RIBA, BANK DAN ASURANSI

Berekonomi atau menjalankan suatu usaha (perdagangan, perindustrian)

berdasarkan teori-teori ekonomi di zaman modern ini selalu bersinggungan

dengan masalah riba, bank, dan asuransi. Untuk mengetahui lebih lanjut, marilah

kita pelajari secara umum tentang riba, bank, dan asuransi.

A. Riba

1. Pengertian dan Dasar Hukum Riba

Kata riba (ar riba) menurut bahasa, yaitu tambahan (az ziyadah) atau

kelebihan. Riba menurutistilah adalah suatu akad perjanjian yang terjadi

dalam tukar-menukar sesuatu barang yang tidak diketahui sama sekali

menurut syarak, atau dalam tukar-menukar itu diisyaratkan menerima salah

satu dari dua barang apabila terlambat. Syekh Muhammad Abduh

mendefinisikan, riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan

oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya atau

uangnya karena janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah

ditentukan.

Riba dapat terjadi pada utang-piutang, pinjaman, gadai, atau sewa-

menyewa. Sebagai contoh, Ridwan meminjam uang sebesar 20.000,00, pada

hari Selasa disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Ridwan harus

mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2%. Maka, hari berikutnya

Ridwan harus mengembalikan hutangnya menjadi 20.400,00. Kelebihan

atau tambahan ini disebut dengan riba.

Hukum melakukan riba adalah haram menurut Alquran, sunah dan

ijmak para ulama. Keharaman riba terkait dengan sistem bunga dalam jual

beli yang bersifat komersial. Di dalam melakukan transaksi atau jual beli,

terdapat keuntungan atau bunga tinggi melebihi keumuman atau batas

kewajaran, sehingga merugikan pihak-pihak tertentu. Fuad Moch.

Fahruddin berpendapat bahwa riba adalah sebuah transaksi pemerasan.

Dasar hukum pengharaman riba menurut Al Quran, sunah dan ijmak

para ulama adalah sebagai berikut.

Page 2: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 2

a. Al Qur’an

Artinya: “…Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-

Baqarah/2: 275)

Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan

Allah tidak menyukai setiap

orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-

Baqarah: 276)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba

dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu

mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran/3: 130)

b. Sunah Rasulullah SAW.

Artinya: “Dari Jabir r.a. ia berkata, 'Rasulullah saw. telah melaknati

orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang

yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang

menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua

sama saja'.” (H.R. Muslim)

c. Ijmak para ulama

Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan

mengharamkan riba. Riba adalah salah satu usaha mencari rezeki dengan

cara yang tidak benar dan dibenci oleh Allah SWT. Praktik riba lebih

mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain.

Riba akan menyulitkan hidup manusia, terutama mereka yang

memerlukan pertolongan, menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin

besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa

kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu, Islam

mengharamkan riba.

2. Macam-Macam Riba

Para ulama fikih membagi riba menjadi empat macam bagian.

Keempat macam riba tersebut adalah sebagai berikut.

Page 3: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 3

a. Riba Fadl

Riba fadl adalah tukar-menukar atau jual beli dua buah barang yang

sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang

yang menukarnya. Atau jual beli yang mengandung unsur riba pada barang

yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.

Sebagai contohnya adalah tukar-menukar emas dengan emas atau beras

dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang

menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu disebut riba fadl. Supaya

tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus ada tiga syarat.

Barang yang ditukarkan tersebut harus sama.

Timbangan atau takarannya harus sama.

Serah terima pada saat itu juga.

b. Riba Nasi'ah

Riba nasi'ah yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun

tidak sejenis atau jual beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh

penjual dengan waktu yang dilambatkan. Menurut ulama Hanafiyah, riba

nasi'ah adalah memberikan kelebihan terhadap pembayaran dari yang

ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding utang pada

benda yang ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain yang

ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya. Maksudnya adalah menjual

barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan

pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram beras dengan satu

setengah kilogram beras yang dibayarkan setelah dua bulan kemudian.

Contoh lain adalah untuk benda yang tidak ditimbang. Misalnya membeli

satu buah labu dengan dua buah labu yang akan dibayar setelah dua

minggu kemudian. Misalnya juga, Salim membeli arloji seharga

Rp300.000,00. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya bulan depan

dengan harga Rp320.000,00. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan

inilah yang disebut riba nasi'ah.

Page 4: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 4

Artinya:“Dari Samurah bin Jundub sesungguhnya Nabi SAW telah

melarang jual beli binatang dengan binatang yang pembayarannya

diakhirkan.” (H.R. Lima ahli hadis)

c. Riba Qardi

Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada

keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Misalnya Ali

meminjam uang kepada Abas sebesar Rp10.000,00. Kemudian Abas

mengharuskan kepada Ali untuk mengembalikan uang itu sebesar

Rp11.000,00. Tambahan Rp1.000,00 inilah yang disebut riba qardi.

d. Riba Yad

Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah

terima. Contohnya, orang yang membeli suatu barang sebelum ia

menerima barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut telah

berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba yad.

Ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa riba yad adalah jual beli yang

mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai berai antara dua

orang yang berakad sebelum serah terima, seperti menganggap sempurna

jual beli antara gandum dan syair tanpa harus salingmmenyerahkan dan

menerima di tempat akad.

Menurut ulama Syafi'iyah bahwa antara riba yad dan riba nasi'ah

sama-sama terjadi pada pertukaran barang yang tidak sejenis.

Perbedaannya, riba yad mengakhirkan pemegang barang, sedangkan riba

nasi'ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu

pembayaran diakhirkan meskipun sebentar.

Dasar hadis yang mengungkapkan ketertolakan sistem ini adalah

sebagai berikut.

Artinya: “Tidak ada riba kecuali pada riba nasi'ah.” (H.R. Bukhari

Muslim)

Ada syarat-syarat agar jual beli tidak menjadi riba. Berikut ini

penjelasannya:

1) Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:

Page 5: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 5

a) serupa timbangan dan banyaknya;

b) tunai; dan

c) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan

majelis akad.

2) Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:

a) tunai;

b) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan

majelis akad.

Semua agama Samawi mengharamkan riba. Hal ini disebabkan

karena riba mempunyai bahaya yang sangat besar. Di antaranya adalah

sebagai berikut.

1. Dapat menimbulkan permusuhan antarpribadi dan mengikis habis

semangat kerja sama atau saling tolong-menolong, membenci orang

yang mengutamakan kepentingan diri sendiri, serta yang

mengeksploitasi.

2. Dapat menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak

mau bekerja keras, dan penimbunan harta di salah satu pihak. Islam

menghargai kerja keras sebagai sarana pencarian nafkah.

3. Merupakan salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan di mana

satu pihak mengekploitasi yang lain.

4. Sifat riba sangat buruk sehingga Islam menyerukan agar manusia suka

mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik jika saudaranya

membutuhkan harta.

3. Hikmah Pelarangan Riba

Di antara hikmah diharamkannya riba yaitu:

a. menghindari tipu daya sesama manusia;

b. melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil;

c. memotivasi orang muslim untuk menginventasi hartanya pada usaha-

usaha yang bersih dari penipuan, jauh dari apa saja yang dapat

menimbulkan kesulitan dan kemarahan diantara kaum Muslimin;

d. menutup seluruh pintu bagi orang muslim;

Page 6: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 6

e. menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan

karena pemakan riba adalah orang yang zalim dan akibat kezaliman

adalah kesusahan;

f. membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari

bekal untuk akhirat.

4. Menjauhkan Praktik Riba

Karena riba adalah sesuatu yang diharamkan, maka menjauhkan

diri dari praktik riba adalah sesuatu yang sangat mulia dan beroleh pahala.

Agar kita dapat menjauhkan diri dari praktik riba, maka yang harus

dilakukan adalah:

a. membiasakan hidup sederhana, tidak boros;

b. membiasakan diri menabung apabila ada kelebihan rezeki dari Allah

SWT;

c. menghindarkan diri dari berfoya-foya selagi ada kelebihan;

d. menghindari kebiasaan berutang;

e. mengadakan usaha bersama di bidang ekonomi, seperti koperasi di

sekolah atau di masyarakat;

f. rajin mensyukuri nikmat Allah SWT dengan cara memanfaatkan untuk

kebaikan serta tidak menyia-nyiakan nikmat tersebut;

g. melakukan praktik jual beli dan utang piutang secara baik menurut

Islam.

B. Bank

1. Pengertian Bank

Menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang bank, bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Dr. Fuad Moh. Fachruddin,

bank adalah suatu perusahaan yang memperdagangkan utang-piutang, baik

yang merupakan uangnya sendiri maupun orang lain. Bank

memperedarkan uang untuk kepentingan umum, tidak

Page 7: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 7

membekukannya, dan tidak pula menimbun kekayaan dalam satu tangan.

Bank merupakan tempat penyimpanan yang terbaik dan aman, serta

tempat meminjam (dana) yang teratur. Oleh karena itu, bank menolong

manusia dalam menghadapi kesulitan keuangan pada umumnya.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi bank adalah

sebagai berikut.

a. Menyimpan dana masyarakat.

b. Menyalurkan dana masyarakat ke publik.

c. Memperdagangkan utang piutang.

d. Mengatur dan menjaga stabilitas peredaran uang.

e. Tempat menyimpan harta kekayaan (uang dan surat berharga) yang

terbaik dan aman.

f. Menolong manusia dalam mengatasi kesulitan ekonomi keuangan.

Bank merupakan hasil perkembangan cara-cara penyimpanan harta

benda. Pendirian bank adalah dengan beberapa tujuan, di antaranya adalah

sebagai berikut.

a) Menolong manusia dalam banyak kesulitan, (peminjaman uang tunai

atau kredit).

b) Meringankan hubungan antara para pedagang dan pengusaha dengan

memperlancarmpemindahan uang (money-transfer).

c) Bagi hartawan adalah untuk menjaga keamanan dan memberi

perlindungan dari tangan penjahat dan pencuri dengan menyimpan di

tempat yang aman.

d) Untuk kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional

maupun internasional dalam seluruh bidang kehidupan.

2. Dasar Hukum Bank

Karena bank adalah masalah baru dalam khazanah hukum Islam,

maka para ulama masih memperdebatkan keabsahan sebuah bank. Berikut

ini beberapa pandangan mengenai hukum perbankan, yaitu mengharamkan

dan tidak mengharamkan.

a. Kelompok yang mengharamkan

Page 8: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 8

Ulama yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahrah

(guru besar Fakultas Hukum, Kairo, Mesir), Abu A'la al-Maududi

(ulama Pakistan), dan Muhammad Abdullah al-A'rabi (Kairo). Mereka

berpendapat bahwa hukum bank adalah haram, sehingga kaum

Muslimin dilarang mengadakan hubungan dengan bank yang memakai

sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. Keharaman

bank dikaitkan dengan pemberian bunga bank terhadap nasabah. Bunga

bank dalam pandangan para ulama ini adalah riba nasi'ah, sedangkan

riba nasi'ah terlarang dalam hukum Islam. Maka dari itu, hukum bank

adalah haram.

b. Kelompok yang tidak mengharamkan

Ulama yang tidak mengharamkan diantaranya adalah Syekh

Muhammad Syaltut dan A. Hassan. Mereka mengatakan bahwa

kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank bukan merupakan

perbuatan yang terlarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda,

sebagaimana digambarkan dalam Q.S. Ali Imran ayat 130.

3. Jenis-Jenis Bank

a. Bank Konvensional

Bank dengan sistem bunga (konvensional) ada dua jenis, yaitu bank

umum dan bank perkreditan rakyat. Jika melihat dari kegiatan usahanya,

maka perbedaan keduanya adalah sebagai berikut.

1) Usaha Bank Umum

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa

giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lain

yang dipersamakan dengan itu;

b. memberikan atau menyalurkan kredit;

c. menerbitkan surat pengakuan utang;

d. membeli, menjual, menjamin, atau risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya;

e. memindahkan uang bank untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah;

Page 9: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 9

f. menempatkan dana pada peminjam dana dari atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana

telekomunikasi maupun dengan wesel atau sarana lainnya;

g. menerima pembayaran atau tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antarpihak ketiga;

h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasar

kontrak kerja sama;

j. melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. membeli melalui pelelangan agunan, baik semua maupun sebagian

dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban pada bank, dengan

ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;

l. melakukan kegiatan piutang dan usaha kartu kredit;

m. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil,

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah;

melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank

sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan

undang-undang yang berlaku.

Di samping ketentuan tersebut, bank umum juga berfungsi dalam

mengurusi beberapa hal berikut ini, yaitu:

a) melakukan kegiatan dalam hal valuta asing;

b) melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di

bidang keuangan, seperti asuransi, sewa guna usaha, perusahaan efek,

lembaga kliring;

c) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi

kegagalan kredit;

d) bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun.

2) Bank Usaha Perkreditan Rakyat

Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992, bank usaha perkreditan rakyat

meliputi:

Page 10: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 10

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentruk simpanan berupa

deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk yang lain yang

dipersamakan dengan itu;

b. memberikan kredit;

c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil

keuntungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan

pemerintah;

d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),

deposito berjangka, sertifikat deposito, atau tabungan pada pihak bank

lain.

b. Bank Syariah (Bank dengan Prinsip Bagi Hasil)

Islam mengajarkan ekonomi yang berkeadilan, Islam mengharamkan

riba dan menganjurkan sedekah. Kesadaran tentang larangan riba telah

menimbulkan gagasan pembentukan bank Islam pada dasawarsa kedua

abad ke-20, di antaranya melalui pendirian institusi sebagai berikut.

1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di Mesir tahun

1963 atas prakarsa seorang cendekiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar.

2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara Emirat Arab.

3. Islamic Developmen Bank (1975) di Saudi Arabia.

4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir.

5. Kuwait House Finance (1977) di Kuwait.

6. Jordan Islamic Bank (1978) di Yordania.

7. Al-Amanah Islamic Investment Bank (Filipina).

Tentunya masih banyak lagi pertumbuhan dan perkembangan bank

syariah yang tersebar di seluruh dunia baik di negara-negara Islam maupun

di negara Eropa.

Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah adalah

terletak pada sistem pengawasan bank syariah yang dilakukan oleh Dewan

Syariah. Maksudnya, pengelolaan dan produk syariah harus mendapat

persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Bank Syariah sebelum diluncurkan

ke masyarakat luas. Perbedaan lainnya kalau bank konvensional dalam

Page 11: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 11

operasionalnya didasarkan pada bunga, sehingga motif orang yang

menanamkan uangnya di bank tersebut tidak lain adalah mencari

keuntungan dengan mengharap bunga, sedangkan pada bank syariah para

nasabah tidak demikian melainkan motifnya adalah bagi hasil artinya

untung rugi ditanggung bersama antara pihak bank dan juga nasabahnya.

Dana yang dititipkan pada bank syariah semata-mata disalurkan untuk

kepentingan kemaslahatan umum yang membutuhkannya, yang diatur

dengan perjanjian bahwa keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha

tersebut akan dibagi sesuai dengan kesepakatan.

4. Operasional Bank Syariah

Prinsip operasional dan produk syariah dapat dilihat dari dua sisi,

yaitu sisi pergerakan dana masyarakat dan sisi penyaluran dana kepada

masyarakat.

a. Pergerakan Dana Masyarakat

Dalam hal penyerahan dana dari masyarakat, dilaksanakan

berdasarkan dua prinsip, yaitu al-wadi'ah dan mudarabah.

1) Prinsip Al-Wadi'ah (prinsip simpan murni)

Prinsip al-wadi'ah dapat diartikan sebagai titipan murni dan

merupakan perjanjian yang bersifat percaya-mempercayai atau dilakukan

atas dasar kepercayaan semata. Dalam kegiatan perbankan, pihak nasabah

adalah pihak yang menitipkan uangnya pada pihak bank. Pihak bank harus

menjaga titipan tersebut dan mengembalikannya apabila si nasabah

menghendakinya.

Dasar hukum al-wadi'ah adalah Al-Qur’an Surah An-Nisaa ayat 58,

Al-Baqarah ayat 283, dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu

Hurairah yang artinya, "Bayarkanlah (kembalikanlah) petaruh (barang

titipan) itu kepada orang yang mempercayai engkau dan janganlah sekali-

kali engkau khianat meskipun terhadap orang yang khianat kepadamu."

Suatu hal yang perlu mendapat perhatian dari pihak perbankan,

yakni penggunaan uang nasabah untuk kepentingan bank, maka pihak

bank perlu memberikan semacam intensif atau hadiah yang tidak menjadi

Page 12: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 12

kesepakatan antara pihak nasabah dan pihak sebelumnya. Hal tersebut

perlu, demi membangun kepercayaan masyarakat dan meningkatkan

kesadaran menabung di tengah masayarakat. Di samping itu, pihak bank

perlu memberikan bonus-bonus yang dapat memotivasi nasabah supaya

menabung dan menitipkan uangnya di bank-bank Islam.

2) Prinsip Mudarabah

Mudarabah pada dasarnya merupakan subsistem dari musyarakah.

Namun demikian, para ahli fikih meletakkan mudarabah dalam posisi

tersendiri dan memberikan dasar hukum yang khusus. Ulama Islam

menyebut akad ini dengan menggunakan berbagai nama, terkadang

disebut juga dengan istilah muqaradah, qirad, atau muamalah.

Prinsip mudarabah berdasarkan firman Allah Q.S. Muzammil/73: 20

Artinya: “…dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia

Allah …”

(Q.S. Al-Muzammil/73: 20)

Berdasar keterangan yang diberikan oleh Sahrawadi K. Lubis bahwa

sifat tabungan mudarabah adalah sebagai berikut.

a) Sebuah tabungan dari pihak ketiga di bank Islam.

b) Uang tabungan mudarabah dapat diambil setiap saat dan berulang kali

dengan tidak ada batas waktu.

c) Bank akan membagi keuntungan kepada nasabah sesuai dengan

perjanjian sebelumnya dan sama-sama telah sepakat dengan

persetujuan itu.

d) Pembagian dilakukan dalam setiap bulan berdasarkan saldo minimal

yang mengendap selama periode tersebut.

e) Beroperasional lewat rekening berjangka waktu atau bersyarat.

b. Penyaluran Dana kepada Masyarakat

Dalam hal penyaluran dana ke masyarakat, bank Islam menggunakan

prinsip-prinsip berikut:

1) Al-Mudarabah

Page 13: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 13

Dalam kontrak mudarabah, seandainya terjadi kerugian atau

kebangkrutan, maka kerugian tersebut ditanggung secara bersama-sama

antara bank dengan pihak penanam modal, pengusaha, atau nasabah

yang mengadakan akad perjanjian. Prinsipnya, prinsip ekonomi Islam

tidak semata-mata mencari keuntungan, melainkan ada unsur kerja

sama di saat badan usaha mengalami kegagalan dalam usahanya.

Dengan catatan, kegagalan itu bukan karena kebohongan atau penipuan

yang syarat dengan unsur korupsi.

2) Musyarakah (prinsip bagi hasil)

Musyarakah adalah pemilik modal yang mengadakan perjanjian untuk

menyerahkan modalnya pada suatu proyek. Masing-masing pihak

memiliki hak untuk ikut serta dalam manajemen proyek tersebut.

3) Al-Murabahah

Al-Murabahah disebut dana talangan dalam pemenuhan produksi

(inventory) dan dapat diterapkan dalam semua jenis pembiayaan

penuh. Maksudnya, pihak bank memberikan dana untuk usaha tertentu

dengan ketentuan yang dibuat bersama. Sistem ini hampir sama dengan

kredit modal kerja yang dikenal dalam bank konvensional. Oleh karena

itu, prinsip ini bersifat short run financing.

4) Al-Bai'u Bitaman Ajil (Konsep Cicilan)

Sistem al-bai'u bitaman ajil adalah pembelian dengan cara pembayaran

cicilan. Maksudnya, pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank

kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal

(investasi).

5) Al-Ijarah (Prinsip Sewa)

Prinsip al-ijarah dapat dilakukan pada semua jenis pembiayaan penuh.

Pembiayaan penuh merupakan talangan dana untuk pengadaan barang

ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa

tanpa diakhiri dengan pemilikan. Dengan demikian, berarti al-ijarah

sama dengan leasing dan bank (leasor) memberikan kesempatan kepada

nasabah/penyewa (lesse) untuk memperoleh manfaat dari barang untuk

Page 14: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 14

jangka waktu tertentu, dengan ketentuan nasabah/penyewa akan

membayar sejumlah uang pada waktu yang disepakati bersama. Apabila

telah habis jangka waktunya, benda/barang yang dijadikan sebagai

objek al-ijarah tersebut menjadi milik bank.

6) Al-Bai'u Ta'jir (Prinsip Jual Beli)

Prinsip al-bai'u ta'jir diterapkan pada semua jenis pembiayaan penuh

yang merupakan talangan dana untuk pengadaan, ditambah keuntungan

yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa yang diakhiri dengan

pemilik. Prinsip al-bai'u ta'jir ini hampir sama dengan sewa beli.

Setelah habis pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang

ditentukan, objek barang/benda tersebut menjadi milik nasabah.

7) Qard Hasan

Prinsip qard hasan adalah rencana keuangan dalam bentuk pinjaman

kebijakan yang tidak dikenakan biaya dan tanpa bunga. Jenis pinjaman

ini diberikan pada konsumen atau pengusaha yang mengalami situasi

yang sulit atau pengeluaran yang tidak direncanakan. Dengan kata

lain, prinsip ini adalah penyuntikan dana bagi pengusaha atau

konsumen yang sedang jatuh atau bangkrut. Kehadiran bank syariah

memiliki hikmah yang cukup besar, di antaranya sebagai berikut.

a) Umat Islam yang berpendirian bahwa bunga bank konvensional

adalah riba, maka bank syariah menjadi alternatif untuk

menyimpan uangnya, baik dengan cara deposito, bagi hasil maupun

lainnya.

b) Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktik riba (bunga) yang

mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si

miskin atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah

ekonominya.

c) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank

non-Islam yang menyebabkan umat Islam berada di bawah

kekuasaan bank sehingga umat Islam belum bisa menerapkan

Page 15: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 15

ajaran agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat,

terutama dalam kegiatan bisnis dan perekonomiannya.

d) Bank Islam dapat mengelola zakat di negara yang pemerintahannya

belum mengelola zakat secara langsung. Dan bank juga dapat

menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-

proyek yang produktif dan hasilnya untuk kepentingan agama dan

umum.

e) Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk

hal-hal berikut.

Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank

dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah,

misalnya: biaya telegram, telepon, atau telex dalam

memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah, dan

sebagainya.

Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan

untuk kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana

yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada

umumnya.

C. Asuransi

Sesuai dengan prinsip bank Islam yang menghindari bentuk-bentuk

bunga, dalam akad asuransi tidak ada riba di dalamnya. Asuransi merupakan

produk ekonomi Islam yang tergolong baru dalam khazanah hukum Islam.

Berbagai perbedaan pendapat muncul di kalangan umat Islam terkait apakah

akad asuransi ini dibenarkan dalam Islam atau tidak.

1. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi seringkali disamakan dengan istilah pertanggungan

(kafalah). Pengertian tersebut dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian.

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak

atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung

Page 16: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 16

dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian pada

tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan

yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang

mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang

tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan

atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa asuransi pada

dasarnya adalah pertanggungan dan ikhtiar seseorang dalam rangka

menanggulangi risiko atau akibat-akibat dari terjadinya sebuah peristiwa

yang tidak diinginkan (diharapkan) terjadi, namun terjadi.

2. Dasar Hukum Asuransi

Ketentuan mengenai asuransi masuk dalam kategori objek ijtihad

karena ketidakjelasan ketentuan hukumnya. Hal ini terjadi karena

memang ketentuan mengenai asuransi, baik di dalam Al-Qur’an maupun

hadis Nabi SAW, termasuk para ulama tidak banyak yang

membicarakannya.

Untuk mengeluarkan sebuah produk hukum ijtihad, dapat

menggunakan berbagai cara, antara lain menggunakan konsep maslahah

mursalah atau dengan cara kias (metode analogis). Berdasarkan hasil

ijtihad para ulama dengan menggunakan metode ini maka dasar hukum

asuransi di lingkungan ulama muncul beragam atau berbeda-beda.

Perbedaan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Pendapat pertama, mengatakan bahwa asuransi dengan segala bentuk

perwujudannya dipandang haram menurut ketentuan hukum.

Artinya, melakukan akad asuransi tidak dibolehkan. Ulama yang

mengharamkan asuransi ini adalah Abdullah al-Qalqili dan

Muhammad Yusuf al-Qardawi.

b. Pendapat kedua, menyatakan bahwa asuransi dengan segala bentuk

perwujudannya dapat diterima dalam syariat Islam. Ulama yang

mendukung pendapat ini adalah Abdul Wahab Khallaf dan Mustafa

Ahmad Zarqa (Syiria), Muhammad Yusuf Musa (Kairo).

Page 17: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 17

c. Pendapat ketiga, mengatakan bahwa asuransi sosial diperbolehkan,

sedangkan asuransi komersial tidak diperbolehkan, karena

bertentangan dengan syariat Islam. Pendapat ini didukung oleh

ulama Abu Zahrah.

d. Pendapat keempat, mengatakan bahwa asuransi dengan segala

bentuk perwujudannya dipandang syubhat. Pendapat tersebut

didukung oleh K.H. Ahmad Azhar Basyir (Indonesia).

Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa

asuransi dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Artinya, hendaknya asuransi berdasarkan asas gotong royong (ta'awun)

dan perjanjian-perjanjian yang dibuat benar-benar bersifat tolong-

menolong, bukan untuk mencari laba atau keuntungan dengan jalan yang

tidak benar.

3. Tujuan Asuransi

Tujuan asuransi adalah menawarkan jaminan perlindungan untuk

menghadapi kerugian akibat suatu bencana yang terjadi pada yang

diasuransikan, tanpa ada unsur penambahan kekayaan seseorang.

4. Jenis Asuransi

Social insurance lebih dianjurkan daripada bentuk-bentuk asuransi

lain yang tidak jelas status hukumnya. Di Indonesia terdapat dua asuransi,

yaitu asuransi sosial dan takaful. Asuransi sosial adalah asuransi

pemerintah yang merupakan tuntutan Undang-Undang 1945, khususnya

pasal kesejahteraan sosial. Asuransi takaful merupakan lembaga asuransi

yang berbasis Islam. Pembahasan kedua model asuransi (sosial dan

takaful) dirasa lebih cocok dan diterima oleh masyarakat Islam di

Indonesia.

Secara operasional, asuransi yang sesuai dengan syariah memiliki

sistem yang mengandung hal-hal sebagai berikut.

a. Mempunyai akad takafuli (tolong-menolong) untuk memberikan

santunan atau perlindungan atas musibah yang akan datang.

Page 18: Riba Bank dan Asuransi

RIBA, BANK, DAN ASURANSI 18

b. Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut

diinvestasikan sesuai dengan instrumen syariah seperti mudarabah,

wakalah, wadi'ah, dan murabahah.

c. Premi memiliki unsur tabaruq atau mortalita (harapan hidup).

d. Pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis, terbatas

pada kisaran 30% dari premi sehingga pembentukan pada nilai tunai

cepat terbentuk di tahun pertama yang memiliki nilai 70% dari premi.

e. Dari rekening tabarru' (dana kebajikan seluruh peserta) sejak awal

sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong-menolong bila

terjadi musibah.

f. Mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk

di mana apabila terjadi musibah, maka semua peserta ikut saling

menanggung dan membantu.

g. Keuntungan (profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai

prinsip bagi hasil (mudarabah), atau dalam akad tabarru' dapat

berbentuk dengan memberikan hadiah kepada peserta dan upah (fee)

kepada pengelola.

h. Mempunyai misi akidah, sosial serta mengangkat perekonomian umat

Islam atau misi istiqadi.