Upload
suri-nur-rachmawati
View
2.177
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
KULTUR ORGANISASI
PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK
diajukan untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah
Change Management and Handling Conflict
disusun oleh :
Suri Nur Rachmawati - 111400166
Kelas A
MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
TELKOM BUSINESS SCHOOL
TELKOM UNIVERSITY
BANDUNG
2013
A. SEJARAH PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK
PT Garuda Indonesa (Persero) Tbk adalah maskapai penerbangan nasional Indonesia. Sejarah
Garuda Indonesia sebagai bagian dari sejarah industri penerbangan komersial di Indonesia
dimulai ketika bangsa Indonesia berjuang melawan Belanda.
1940an-1950an: Masa awal
Pada tanggal 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi Garuda Indonesia. Pada saat itu nama
maskapai adalah Indonesian Airways. Maskapai ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi
terhadap Belanda berakhir. Garuda Indonesia mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari
Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950 dari Koninklijke Nederlandsch-Indische
Luchtvaart Maatschappij, perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda. Garuda pada
awalnya adalah hasil joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan maskapai
Belanda, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, Pemerintah Indonesia
memiliki 51% saham dan selama 10 tahun pertama, perusahaan ini dikelola oleh KLM. Karena
paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian dari sahamnya pada tahun 1953 ke pemerintah
Indonesia.Pada tahun 1953, maskapai ini memiliki 46 pesawat. Tahun 1956 mereka mengangkut
jamaah haji dan membuat jalur penerbangan pertama ke Mekkah.
1960an: Tumbuh dan Berkembang
Tahun 1960-an adalah era kemajuan pesat Garuda. Pada tahun 1960, Garuda mendatangkan
tiga pesawat turboprop Lockheed L-188C Electra. Di tahun yang sama, Garuda membuka rute
penerbangan menuju Hong Kong. Garuda memasuki era jet pada tahun 1964 dengan datangnya
tiga pesawat baru Convair 990A yang diberi nama "Majapahit", "Pajajaran" dan "Sriwijaya", dan
menjadi maskapai pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan pesawat jet subsonik. Dengan
pesawat ini pula Garuda kemudian membuka penerbangan antarbenua dari Jakarta
ke Amsterdam melewati Kolombo, Bombay, Roma, dan Praha. Di tahun 1966, Garuda kembali
memperkuat armada jetnya dengan mendatangkan sebuah pesawat jet baru, yaitu Douglas DC-
8. Sementara, pada akhir tahun 1960-an, Garuda membeli sejumlah pesawat turboprop
baru, Fokker F27. Pesawat ini datang secara bertahap mulai tahun 1969 hingga 1970 dan
dioperasikan untuk penerbangan domestik.
Tahun 1970an-1980an: "New Branding"
Pada tahun 1970-an Garuda Indonesia membeli beberapa jenis narrow-body jet
yaitu McDonnell-Douglas DC-9 dan Fokker F28 serta pesawat jenis turboprop Fokker F27 untuk
penerbangan domestik. Pada 1973, maskapai ini mulai membeli pesawat badan lebar McDonnell
Douglas DC-10-30 untuk penerbangan internasional jarak jauh, seperti ke Eropa,
sementara Douglas DC-8 digunakan untuk penerbangan ke Asia dan Australia, dan akhirnya
dipensiunkan sekitar akhir 1970-an. Sementara pada 1980-an mengadopsi perangkat dari Airbus,
seperti A300 dan mulai membeli Boeing 747-2U3B untuk menambah penerbangan ke Eropa dan
Amerika Serikat.
Selama tahun 80-an, Garuda Indonesia melakukan restrukturisasi berskala besar untuk
operasi dan armadanya. Pada masa inilah perusahaan ini mulai mengembangkan program
pelatihan yang komprehensif untuk staf serta awak kabinnya, sekaligus mendirikan fasilitas
pelatihan di Jakarta Barat yang dinamai Garuda Indonesia Training Center. Perusahaan ini juga
membangun sebuah Pusat Pemeliharaan Pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
1990an: Konsolidasi dan Masa Sulit
Di awal era 90-an, Garuda Indonesia mengembangkan strategi jangka panjang yang
diaplikasikan hingga tahun 2000. Perusahaan ini terus mengembangkan armadanya dan Garuda
Indonesia pun masuk dalam jajaran 30 maskapai terbesar di dunia. Di tahun 1990-an, Garuda
membeli 9 unit McDonnell-Douglas MD-11 (1991), Boeing 737 seri -300 , -400, dan -500 (tahun
1992, untuk menggantikan DC-9), serta Boeing 747-400 (tahun 1994, 2 dibeli langsung dari
Boeing, 1 disewa, bekas Varig) dan Airbus A330-300 (1996). Tetapi, pada masa ini Garuda
mengalami dua musibah, yang pertama, di Fukuoka, Jepang, dan yang terburuk, dan yang juga
merupakan tragedi terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia, adalah pada tahun 1997,
dimana sebuah A300 jatuh di Sibolangit, Sumatera Utara menewaskan seluruh penumpangnya.
Maskapai ini pun mengalami periode ekonomi sulit, karena, pada tahun yang sama Indonesia
terkena Krisis Finansial Asia. Setelah itu, Garuda sama sekali tidak terbang ke Eropa maupun
Amerika. Tetapi, dalam pertengahan tahun 2000-an ini maskapai ini telah dapat mengatasi
masalah-masalah di atas dan dalam keadaan ekonomi yang bagus.
2000-Sekarang: Penurunan Reputasi, Pelarangan Uni Eropa, dan Awal Kebangkitan
Memasuki tahun 2000an, maskapai ini membentuk anak perusahaan bernama Citilink, yang
menyediakan penerbangan biaya murah dari Surabaya ke kota-kota lain di Indonesia. Namun,
Garuda masih saja bermasalah. Di bagian finansial pada awal hingga pertengahan 2000an,
maskapai ini selalu mengalami kerugian. Beberapa peristiwa internasional (juga di Indonesia)
juga memperburuk kinerja Garuda, seperti Serangan 11 September 2001, bom bali I dan bom bali
II, wabah SARS, dan bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004. Selain itu, Garuda juga
menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah jatuhnya sebuah Boeing 737
di Yogyakarta ketika akan mendarat. Hal ini mengakibatkan sanksi Uni Eropa yang melarang
semua pesawat maskapai Indonesia menerbangi rute Eropa.
Pada awal 2005 tim manajemen baru mengelola perusahaan ini dan melakukan inisiatif di
pengembangan bisnis serta memformulasikan rencana-rencana baru untuk masa depan Garuda
Indonesia. Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan evaluasi ulang yang komprehensif dan
restrukturisasi keseluruhan di perusahaan ini. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi
operasional, mendapatkan stabilitias keuangan yang melibatkan usaha-usaha di restrukturisasi
utang termasuk kewajiban penyewaan (leasing liabilities) dari European Export Credit Agency
(ECA), peningkatan kesadaran di antara karyawan tentang pentingnya pelayanan bagi para
penumpang, dan, yang paling penting, menghidupkan kembali dan merevitalisasi semangat
Garuda Indonesia. Setelah perbaikan besar-besaran, tahun 2010 maskapai ini diperbolehkan
kembali terbang ke Eropa, setelah misi inspeksi oleh tim pimpinan Frederico Grandini yaitu rute
Jakarta - Amsterdam. Rute Eropa lain seperti Paris, London, dan Frankfurt juga dipertimbangkan
untuk dibuka kembali, tergantung keadaan perekonomian Indonesia kelak. Kesuksesan program
restrukturisasi utang dalam perusahaan ini membuka jalan bagi Garuda Indonesia untuk
menawarkan sahamnya ke publik (go public) pada 2011.
Garuda Memasuki Bursa Saham
Pada tanggal 11 Februari 2011. Garuda memulai IPO sebagai langkah awal menuju bursa
saham. Pemerintah menyatakan bahwa harga saham Garuda adalah Rp.750 per saham dan
mengurangi penawaran saham dari 9,362 milyar lembar ke 6,3 milyar lembar saham. Garuda
Indonesia memutuskan mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia. Pada 27 April 2012, CT
Corp melalui PT Trans Airways membeli 10.9% saham Garuda Indonesia di harga Rp 620 per
lembar dengan total sebesar Rp 1,53 triliun. Harga ini lebih rendah dari harga terendah yaitu
Rp395 per lembar, tapi masih dibawah harga IPO sebesar Rp750 per lembar.
B. STRUKTUR ORGANISASI PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK
Garuda Indonesia pernah merasakan masa-masa kejayaannya pada tahun 80-an. Namun
masalah demi masalah menimpa maskapai penerbangan milik pemerintah ini. Permah nyaris
bangkrut, memiliki hutang menumpuk, sering delay, dan banyak hal buruk lainnya. Emirsyah
Satar, Direktur Utama Garuda Indonesia yang masuk pada Maret 2005 diberi pekerjaan besar
untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dan membuatnya bangkit kembali. Garuda Indonesia
menyiapkan berbagai program untuk keluar dari keterpurukan dan kembali ke masa
kejayaannya. Sepanjang lima tahun ke belakang yang sangat dramatis, Garuda Indonesia telah
melakukan restrukturisasi perusahaan dan transformasi binis. Hasilnya dapat kita lihat sekarang,
banyak perubahan di tubuh Garuda Indonesia.
Kultur internal Garuda Indonesia yang dulu merasa "penumpang yang butuh Garuda
Indonesia" diubah menjadi customer-centric. Struktur organisasinya pun berubah, beberapa
lapisan struktur organisasi dipotong, agar birokrasi dan komunikasi lebih cepat. Perbandingan
jumlah manajer dan staff yang tadinya 1:3,4 (1 manajer memimpin 3,4 staff) sekarang menjadi
1:7. Perubahan ini membuat Garuda Indonesia lebih banyak bisa mendengar langsung dari
lapangan.
C. TIPE BUDAYA ORGANISASI GARUDA INDONESIA
I. Awal Garuda Indonesia berdiri hingga tahun 2004
Menurut pendapat saya, sejak awal Garuda didirikan hingga tahun 1998 Garuda Indonesia
menerapkan budaya organisasi hierarchy di dalam perusahaan. Perusahaan maskapai terbesar di
Indonesia ini pernah mengalami krisis di era 1998 ke bawah hingga menyebabkan perusahaan
mengalami defisit yang cukup signifikan.
Quality strategies
Error Detection and Measurement
Garuda indonesia sempat dinyatakan bangkrut pada tahun 1998, karena krisis ekonomi, dan
tidak dapat melunasi sebagian utangnya. Pasca pergantian kepemimpinan pada tahun
1998, Robby Djohan sebagai pimpinan berhasil menemukan masalah-masalah yang kian
memperburuk kinerja dan citra perusahaan di antaranya :
Tabel.1 Masalah-Masalah yang Dihadapi Garuda Indonesia
Masalah Keuangan Masalah Operasional Masalah Manajemen
1. Bisnis Merugi
2. Cashflow operasi
negatif
3. Kewajiban jatuh tempo
($ 1,8 Jt)
4. Net Worth negatif $234
jt
5. S.I manajemen tdk dpt
dikendalikan
1. Sebagian rute tdk
menguntungkan.
2. Terlalu banyak jenis
pesawat
3. Pelayanan dan
Produk berkualitas
rendah.
4. ketepatan waktu
buruk
5. Yield rendah
1. Manajemen tdk solid
& tdk efektif.
2. operasional tidak
efektif.
3. Budaya perusahaan
tidak “fit” dengan
kebutuhan
4. Produktivitas rendah.
Process Control
Robby Djohan ternyata hanya memimpin Garuda selama 5 bulan (Juni hingga November
1998). Tugas di Garuda lalu diserahkan kepada seorang mantan bankir, Abdul Gani. Abdul Gani
cenderung lebih berhati-hati, namun sangat tertib mengelola perusahaan. Berdasarkan
pembabakan oleh Robby Djohan tersebut, Abdul Gani melakukan restrukturisasi besar-besaran
dengan menciptakan iklim perubahan dengan lebih cepat melalui pendekatan konsepsional,
sistematis, bertahap, dan konsisten, artinya ia tidak mau melakukan perubahan secara membabi
buta, melainkan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat, melalui proses yang
diyakini bisa dilewati secara konsisten. Konsistensi ini menjadi perlu karena sejatinya Garuda
tidak mau mengulang sejarah beberapa maskapai domestik yang pernah mengalami puncak
kejayaan dan kini bangkrut tidak membuka penerbangan lagi.
Systematic Problem Solving
Dengan pendekatan ini Abdul Gani segera membuat tahapan-tahapan sistematis. Saat itu
pemerintah akan melakukan privatisasi yang direncanakan pada tahun 2003. Untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut Abdul Gani merancang beberapa tahapan
konsepsional, yaitu :
Applying System
Garuda segera melakukan pembenahan ke luar dan ke dalam. Ia meneruskan langkah
perpindahan kantor dari Merdeka Selatan ke Cengkareng sehingga lebih memudahkan
pengawasan dan pengendalian. Program yang dilaksanakan pertama kali adalah progam survival,
yaitu melunasi hutang Garuda yaitu cash flow yang negatif, jumlah hutang yang besar (4,913
miliar rupiah atau 1,8 miliar dolar) dan modal perusahaan yang negatif. Semua hutang
perusahaan dialihkan ke investasi perusahaan sehingga tidak jadi dinyatakan bangkrut dan
perusahaan dinyatakan lebih sehat dan ramping. Untuk mencapai suatu pembenahan yang
komprehensif ini maka dibutuhkan suatu perubahan terhadap paradigma berpikir seluruh
komponen Garuda, dan perubahan tersebut menyentuh hal-hal sebagai berikut:
1. Garuda Indonesia adalah suatu travel business yang sangat jelas akan berorientasi kepada
profit.
2. Dan dalam pilihannya Garuda akan berkonsentrasi dan mengutamakan pelayanan dalam
bentuk Business Service. Dengan paradigma ini sudah seharusnya Garuda menekankan
pelayanan pada keamanan, keselamatan, dan kenyamanan dalam penerbangan.
3. Garuda juga berorientasi pada commercial airline yang akan sepenuhnya
mengedepankan etika bisnis.
4. Paradigma yang dibentuk pada masa ini adalah untuk memprioritaskan penerbangan
domestik untuk menjangkau dan menghubungkan seluruh wilayah di Idonesia.
5. Garuda Indonesia berorientasi pada segmen menengah ke atas, dengan maksud untuk
menghindari persaingan di segmen menengah ke bawah. Dengan harapan penerbangan
dengan segmen menengah ke bawah bisa diambil alih oleh Citylink.
6. Mengedepankan proses team work antar insan Garuda.
Pada tahun kedua pula Garuda mencanangkan program ketepatan waktu (On-time
Performance). Di tahun ini juga setiap karyawan diberikan target-target yang harus mereka capai
setiap bulannya. Karyawan yang berhasil mencapa target tersebut akan mendapatkan bonus.
Bonus ini ternyata berhasil bekerja dengan baik. Bahkan dalam 2 tahun berturut-turut Garuda
memperoleh penghargaan "The Most Punctual Airline" dari bandara di Amsterdam. Bersamaan
dengan itu, pelayanan secara menyeluruh ditingkatkan di Garuda. Untuk pertama kalinya seluruh
staf (lintas fungsi) duduk bersama merumuskan pelayanan mereka kepada konsumen. Tujuannya
agar semua pihak mendukung program, rela meningkatkan layanan, dan meningkatkan team
work. Seluruhnya, sekitar 60% karyawan, terlibat dalam proses ini dan program ini dipercaya
meninggalkan bekas yang sangat kuat hingga hari ini.
Walupun sudah banyak perubahan yang diterapkan dalam badan perusahaan, di era tahun
2000an Garuda masih mengalami krisis pada intern dan ekstern perusahaan. Hal ini yang
membuat Garusa Indonesia terus merugi dan tidak dapat bersaing dengan pihak swasta yang
semakin inovatif dalam mengembangkan inovasinya di bidang penerbangan. Kerugian yang
paling mencolok terjadi pada tahun 2004 dengan kerugian mencapai angkat 811 miliar dan pada
tahun 2005 mencapai 688 miliar.
Kesimpulan
Tipe kultur organisasi Garuda Indonesia sampai tahun 2004 masuk ke dalam tipe hierarchy
karena proses restrukturasi di dalam tubuh Garuda. Selama beberapa tahun Garuda terus
bergelut dalam pembenahan internal perusahaan dan CEO memiliki peranan yang sangat penting
dalam menata ulang sistem perusahaan. CEO berusaha memperbaiki manajemen Garuda seperti
pemakaian jatah tiket gratis yang ditata kembali, praktik-praktik KKN dibersihkan, koordinasi dan
reposisi jabatan ditingkatkan. Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Garuda juga melakukan
assessment terhadap pelayanannya kepada customer yaitu mencanangkan program ketepatan
waktu (On-time Performance) sebagai hasilnya, 2 tahun berturut-turut Garuda memperoleh
penghargaan "The Most Punctual Airline" dari bandara di Amsterdam. Namun kultur hierarchy
ini belum mampu membawa Garuda agar bisa bersaing dengan para kompetitor di pasar global.
II. Tahun 2005 sampai saat ini
Untuk memasuki persaingan global dalam industri penerbangan, semenjak tahun 2005
sampai saat ini Garuda telah mengubah kultur organisasinya menjadi market. Pada tahun 2005
sampai 2010 Garuda Indonesia mulai bangkit dari krisis dan mulai dapat bersaing. Di bawah
kepemimpinan yang baru dengan CEO Emirsyah Satar, Garuda Indonesia menuju restrukturasi
manajemen baru yang kemudian membuat perencanaan baru bagi masa depan Perusahaan.
Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan transformasi bisnis dan restrukturisasi
Perusahaan secara menyeluruh dengan tujuan meningkatkan efisiensi kegiatan operasional,
membangun kembali kekuatan keuangan yang mencakup keberhasilan Perusahaan dalam
menyelesaikan restrukturisasi utang, termasuk utang sewa pembiayaan dengan European Export
Credit Agency (ECA), menambah tingkat kesadaran para karyawan dalam memahami pelanggan,
dan yang terpenting memperbaharui dan membangkitkan semangat Garuda Indonesia.
Restrukturisasi ini berhasil menjadikan Garuda Indonesia sebagai salah satu perusahaan yang
sehat dengan brand yang melekat kuat di masyarakat, yaitu sebagai maskapai penerbangan
dengan mengedepankan pelayanan dibandingkan persaingan harga, seperti dilakukan oleh
maskapai-maskapai lainnya.
Quality Strategies
Measuring Customer Preference
Garuda mulai mengembangkan aspek pelayanan kepada customer yang tercermin pada nilai
perusahaan (corporate values) yaitu customer centricity, dengan menempatkan pelanggan
sebagai fokus perhatian. Oleh karena itu, Perusahaan menyusun perencanaan layanan secara
menyeluruh demi memastikan bahwa seluruh aspek layanan telah ditangani dengan baik. Garuda
Indonesia aktif melaksanakan berbagai program guna meningkatkan kepuasan pelanggan,
dimulai dari pengembangan visi yang berfokus pada pelanggan, mendorong inovasi untuk
menghasilkan high value added product sehingga merintis budaya service excellence, serta
perampingan proses bisnis untuk mempercepat pelayanan. Garuda Indonesia terus
mengembangkan konsep Garuda Indonesia Experience, sebuah konsep layanan yang
mengandalkan basis keramahtamahan Indonesia. Ini sejalan dengan visi Garuda Indonesia yaitu
menjadi perusahaan penerbangan yang handal dengan menawarkan layanan yang berkualitas
kepada masyarakat dunia dengan menggunakan keramahan Indonesia. Berikut adalah indeks
kepuasan pelanggan Garuda dari tahun 2008 sampai 2012
Salah satu parameter yang digunakan Perusahaan untuk mengukur tingkat keberhasilan
berbagai program layanan yang telah diupayakan adalah dengan melakukan pengukuran tingkat
kepuasan pelanggan. Untuk itu, Perusahaan secara teratur mengukur indeks kepuasan pelanggan
melalui survei di dalam pesawat yang disajikan dalam Inflight Magazine. Melalui survei ini
penumpang memberikan penilaian terhadap kinerja layanan. Berdasarkan hasil pengukuran di
tahun 2012 Garuda Indonesia berhasil mempertahankan level kepuasan pelanggan pada Indeks
84, sama dengan pencapaian tahun 2011. Dengan skala pengukuran 100, indeks tersebut
menunjukkan bahwa pelanggan Garuda Indonesia berada pada level Satisfaction/Puas terhadap
kinerja layanan secara keseluruhan. Customer Satisfaction Index ini kemudian digunakan sebagai
informasi untuk menetapkan fokus pengembangan dan strategi Perusahaan ke depannya.
Improving Productivity
Garuda Indonesia telah menetapkan rencana jangka panjang perusahaan tahun 2011 sampai
2015 dalam strategi ‘Quantum Leap’, dengan target-target milestones yang hendak dicapai pada
tiap tahapannya. Target-target milestones tersebut telah disusun berdasarkan ‘7
Penggerak Utama ‘Quantum Leap’ yaitu serangkaian faktor yang merupakan kekuatan ataupun
memberikan peluang bagi Garuda Indonesia untuk memacu kinerja dan membangun momentum
menuju pencapaian Quantum Leap 2015, diantaranya:
1. Menumbuhkan volume bisnis untuk mendominasi pasar penerbangan Full Service
Carrier domestik yang sangat potensial di Indonesia.
2. Bersaing untuk merebut pangsa pasar di segmen internasional yang menjanjikan
banyak peluang untuk tumbuh.
3. Mengembangkan bisnis Low Cost Carrier di Indonesia sebagai pelengkap untuk
mendorong pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan.
4. Mengembangkan dan sekaligus menyederhanakan serta meremajakan armada untuk
meningkatkan volume bisnis dan mempertahankan daya saing.
5. Mengembangkan brand yang kuat yang didukung oleh kualitas produk dan layanan
sebagai diferensiasi untuk memenangkan persaingan.
6. Melakukan upaya-upaya efisiensi biaya tanpa mengorbankan kualitas pelayanan, agar
mampu mencapai struktur biaya yang bersaing.
7. Memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia dari sisi jumlah, kualitas dan
kualifikasi guna mendukung kinerja saat ini dan pengembangan usaha ke depan.
Di tahun 2012 Garuda Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan, berkat
ekspansi yang konsisten untuk mencapai target “Quantum Leap 2011-2015”. Ekspansi yang
dilakukan melalui penambahan rute dan frekuensi penerbangan, pengoperasian pesawat-
pesawat baru, program efisiensi perusahaan serta peningkatan utilisasi aset, telah memberikan
hasil kinerja yang signifikan, baik dalam aspek finansial maupun kinerja operasional. "Quantum
Leap" mentargetkan pada tahun 2015 jumlah armada Garuda Indonesia menjadi 153 pesawat,
cost structure yang jauh lebih efisien, dan jumlah penumpang menjadi lebih dari 27 juta
penumpang per tahun.
Penumpang juga telah merasakan berbagai perbaikan dari Garuda Indonesia. On time
performance (rasio ketepatan waktu penerbangan) pada tahun 2007 hanya di bawah 70%,
sedangkan saat ini sudah di atas 90%. Jumlah armada yang tadinya hanya 47 pesawat saat ini
sudah mencapai lebih dari 90. Jumlah penerbangan yang tadinya hanya 150-200 penerbangan
per hari sekarang meningkat menjadi 311 penerbangan per hari, dengan rute penerbangan yang
bertambah, termasuk ke Amsterdam setelah larangan penerbangan ke Eropa dicabut.
Creating Partnership
Garuda Indonesia sudah banyak menggelar kerjasama dengan berbagai pihak untuk
memperluas pasar. Di antaranya adalah :
1. Di tahun 2012, Garuda Indonesia dan Standard Chartered Bank meresmikan
perluasan kerja sama global antara dua perusahaan untuk mendukung pertumbuhan
bisnis internasional Garuda Indonesia. Kolaborasi untuk mendukung program kesetiaan
pelanggan Garuda Frequent Flyer, termasuk rencana memperkenalkan kartu kredit co-
brand Garuda Indonesia–Standard Chartered untuk nasabah di Indonesia. Pemegang
kartu kredit Standard Chartered di enam negara Asia dapat pula menikmati manfaat
tambahan serta potongan harga khusus saat melakukan pembelian tiket pesawat Garuda
Indonesia
2. Kerja Sama dengan Airline Partners. Untuk meningkatkan kinerja dan memperluas
jaringan, Garuda Indonesia menjalin kerja sama dengan 11 airlineselama tahun 2012,
yaitu China Airlines, China Southern, KLM, Korean Air, Vietnam Airlines, Turkish Airlines,
Singapore Airlines, Silk Air, Royal Brunei, Philippines Airlines dan Etihad Airways.
3. Garuda Indonesia dan China Airlines menandatangani kerja sama Sebagai upaya
untuk mengembangkan jaringan penerbangan kedua maskapai serta meningkatkan
kualitas pelayanan dan nilai tambah kepada pelanggan. Garuda Indonesia dan China
Airlines melaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) yang meliputi kerja
sama berbagai bidang seperti code share pengangkutan penumpang dan kargo yang
berlaku untuk rute Taipei– Jakarta–Taipei, Taipei–Denpasar–Taipei, dan rute Taipei–
Singapura–Surabaya pp. Ke depannya, kerja sama ini akan terus dikembangkan untuk
destinasi-destinasi lain seperti Los Angeles, San Fransisco, dan Dubai.
4. Garuda Indonesia Tandatangani Kerja Sama Corporate Sales dengan 17 Institusi
Pendidikan Garuda Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) “Corporate
Sales” dengan 17 institusi pendidikan internasional dan perguruan tinggi di Indonesia.
Sesuai MoU, Garuda Indonesia menjadi penerbangan resmi bagi institusi pendidikan
tersebut dan siswa/mahasiswanya akan mendapatkan diskon harga tiket penerbangan
hingga 25% dan tambahan bagasi 10 kg. Selain itu, para pengajar, staf dan orang tua
pendamping dari institusi perguruan tersebut juga akan mendapatkan diskon menarik
ketika terbang dengan Garuda Indonesia di rute domestik maupun internasional, baik
perjalanan kedinasan maupun perjalanan wisata.
Enhancing Competitiveness
Agar terus bisa bersaing di lingkungan industri penerbangan yang kompetitif, Garuda
Indonesia terus melakukan peningkatan dan perbaikan sektor bisnisnya. Di tahun 2012, terdapat
peningkatan kapasitas yang cukup berarti, baik yang berasal dari maskapai penerbangan
domestik maupun maskapai penerbangan internasional yang juga melayani penerbangan ke/dari
Indonesia. Bagi Garuda Indonesia, penambahan kapasitas di tahun 2012 diikuti oleh perbaikan
tingkat load factor seiring dengan penambahan flight frequency yang dilakukan di sepanjang
tahun 2012. Dari aspek komersial, Garuda Indonesia memfokuskan pada perbaikan produk, route
to market dan segmentasi pasar di tahun 2012. Dari sisi produk, perbaikan terutama terjadi untuk
segmen penumpang premium dimana Perusahaan memperkenalkan premium check in, one stop
services untuk kelas premium demi mempertahankan loyalitas penumpang premium. Sementara
perbaikan untuk route to market dilakukan melalui penambahan frekuensi di beberapa jalur
penerbangan, baik domestik maupun internasional.
Pangsa pasar internasional Perusahaan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 15,1%
dibandingkan tahun sebelumnya. Total penumpang perusahaan selama tahun 2012 mengalami
peningkatan sebesar 12% dibandingkan tahun 2011 seiring dengan stabilnya perekonomian
makro Indonesia. Pertumbuhan pasar domestik diikuti dengan persaingan yang semakin ketat di
antara maskapai yang ada. Garuda Indonesia dan pesaing secara aktif melakukan ekspansi ke
rute-rute baru dan penambahan frekuensi seiring dengan terus bertambahnya armada yang
dimiliki. Pangsa pasar Garuda Indonesia di tahun 2012 pada rute yang diterbangi dari dan ke
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Ngurah Rai Denpasar, Sultan Hassanuddin
Makassar, dan Juanda Surabaya stabil di 28,2%. Hal ini merupakan efek dari aktifnya ekspansi
yang dilakukan Perusahaan pada akhir triwulan IV tahun 2012 ke rute-rute baru di pasar
domestik.Secara total di semua rute domestik, Garuda Indonesia dan Citilink berhasil
meningkatkan pangsa pasar Perusahaan menjadi 23,5% di tahun 2012.
Kesimpulan
Dari tahun 2005 sampai saat ini Garuda termasuk memakai kultur organisasi market. Hal ini
bisa dilihat dari masuknya Garuda Indonesia ke dalam lingkungan pasar yang kompetitif, dan
menjadikan customer sebagai faktor yang paling utama. Garuda juga membuat sebuah rencana
jangka panjang bernama Quantum Leap untuk tetap menjaga keberlangsungan perusahaan di
masa depan. Semua aktivitas yang dilakukan bertahap hingga tahun ini, mampu membuat
Garuda menjadi salah satu maskapai penerbangan terbaik yang pernah ada. Terbukti dengan
banyaknya penghargaan yang diraih Garuda, menunjukkan kredibilitas Garuda sebagai maskapai
penerbangan pilihan customer.