18
ILMU TERNAK POTONG DAN KERJA KELINCI PEDAGING Disusun oleh : Kelompok 8 Alpian Danar (H0513014) Anik Puji (H0513017) Nur Ain Afrilia Widarni (H0513106) Tiara Uji L (H0513136) Tri Mardani (H0513139) PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Kelinci Pedaging

Embed Size (px)

Citation preview

ILMU TERNAK POTONG DAN KERJA

KELINCI PEDAGING

Disusun oleh :

Kelompok 8

Alpian Danar (H0513014)

Anik Puji (H0513017)

Nur Ain Afrilia Widarni (H0513106)

Tiara Uji L (H0513136)

Tri Mardani (H0513139)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas pertolongannya

memberikan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ILMU

TERNAK POTONG DAN KERJA

Sholawat serta salam selalu kita curahkan pada Nabi akhir zaman, Nabi

Muhammad SAW. Berkat beliau, kita bisa terlepas dari belenggu kejahiliahan dan

bisa memperoleh ilmu yang penuh manfaat. Nabi yang kita harapkan syafaatnya

pada hari kiamat nanti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini tidak lepas dari dukungan

para dosen serta tenaga kependidikan Program Studi Peternakan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret serta berbagai pihak yang tidak bisa kami

sebutkan satu per satu. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas

dukungannya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini

masih sangat jauh dari kata sempurna. Maka, penulis sangat mengharapkan kritik

serta saran dari semua pihak, demi tercapainya karya yang lebih baik dimasa yang

akan datang.

Surakarta, 1 Oktober 2014

Penulis

3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

B. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

C. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Asal – Usul Kelinci . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

B. Bangsa – Bangsa Kelinci Pedaging . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . 9

C. Perkembangan Peternakan Kelinci Pedaging di Indonesia . . . . . . . . . 15

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ternak ini semula hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan

sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai

hewan percobaan. Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci

karena kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga

mampu hidup di hampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah

dengan populasi penduduk relatif tinggi, Adanya penyebaran kelinci juga

menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut

kelinci, Jawa disebut trewelu dan sebagainya.

Kelinci merupakan satu hewan ternak yang mempunyai banyak manfaat,

mulai dari binatang hias, penghasil kompos dari kotoran/fesesnya, tulangnya

digunakan sebagai bahan tepung tulang, penghasil daging yang mempunyai

gizi tinggi serta rambut dan kulitnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan.

Sejak maraknya daging gelonggongan pada sapi dan ayam tiren

serta flu burung dan antraks, daging kelinci menjadi sasaran konsumsi sebagai

pengganti daging tersebut.

Kelinci merupakan golongan ternak herbivora yang mempunyai sifat

coprophage/cecotrophy Sifat ini merupakan ciri khas dari kelinci, yaitu

tingkah laku kelinci memakan kembali kotoran (faeces) lunak langsung dari

anusnya (coprophage pellets) yang terjadi pada malam hari, sehingga disebut

juga Ruminansia semu (pseudo-ruminant). Walaupun memiliki caecum

(bagian pertama usus besar) yang besar, kemampuan kelinci dalam mencerna

serat kasar terbatas, tidak sebanyak ruminansia.

Kelinci merupakan hewan mamalia dari famili Leporide (pemakan

tumbuhan hijau), yang dapat ditemukan di banyak bagian bumi. Ternak kelinci

merupakan salah satu ternak alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat. Kelinci

5

memiliki kualitas daging dengan struktur serat lebih halus dengan warna dan

bentuk menyerupai daging ayam, dengan kandungan protein yang lebih tinggi

dibanding sapi, domba, kambing, serta babi dan kandungan kolesterolnya yang

rendah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah singkat asal usul mengenai kelinci?

2. Bagaimana bangsa dan karakteristik kelinci pedaging?

3. Bagaimana perkembangan usaha peternakan kelinci pedaging di

Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah singkat asal-usul kelinci.

2. Mengetahui bangsa dan karakteristik kelinci pedaging.

3. Mengetahui perkembangan usaha peternakan kelinci pedaging di

Indonesia.

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal – Usul Kelinci

1. Sejarah Kuno kelinci

Kelinci merupakan hewan mamalia, yang dapat ditemukan di banyak

bagian bumi. Kelinci liar sudah ada sejak zaman dahulu di Afrika hingga

daratan Eropa. Manusia primitif menggunakan kelinci sebagai hewan buruan

utama untuk memenuhi kebutuhan akan makanan sehari-hari. Pada masa itu

kelinci liar populasinya banyak dan mudah ditemui untuk diburu.

Berdasarkan catatan sejarah kelinci berasal dari Phoenicians (3000 SM),

ketika itu seorang pelaut menemukan kelinci disuatu tempat yang dinamakan

“land of the seraphs” yaitu sebuah daerah yang sekarang dikenal dengan

nama Spanyol. Cerita kelinci selanjutnya tercatat pada masa romawi, dimana

Roma ketika itu merupakan sebuah kerajaan dengan kekuatan militer yang

luar biasa. Dijaman itu kelinci digunakan untuk memberi makan tentara.

Kelinci berasal dari famili leporidae. Mereka menyebut kelinci ini dengan

nama Leporaria.

7

2. Sejarah Kelinci Abad Pertengahan

Ketika biara-biara mulai memelihara Leporaria. Ras ini merupakan ras

kelinci liar pertama di Eropa dengan kecenderungan berwarna gelap. Dijaman

ini sudah terlihat ras-ras kelinci baru dengan bentuk badan dan warna yang

berbeda. Dikatakan pada masa ini bahwa bangsawan sudah mulai menjadikan

kelinci sebagai peliharaan. Kelinci diperkenalkan ke Britania Raya pada abad

ke-13. Pada abad ke-16 Ratu Elizabeth, memberi nama sebuah pulau dengan

sebutan “Rabbit Island”, pulau di danau dan sungai dimana kelinci bias

berkembng biak. Saat ini ada lebih dari 800 pulau kelinci di lautan dan danau

di dunia.

3. Persebaran Kelinci Keseluruhan Dunia

Setelah manusia bermigrasi ke berbagai pelososk benua baru, kelinci pun

turut menyebar ke berbagai pelosok benua baru, seperti Amerika, Australia,

dan Asia. Hamper setiap Negara di dunia memiliki ternak kelinci. Kelinci

8

mempunyai daya adaptasi tubuh relative tinggi sehingga mampu hidup di

hamper seluruh dunia. Sejarah kelinci pindah kea bad ke-17 dan ke-18 ketika

penjelajahan dunia mengambil kelinci eropa ke Negara asing. Antara lain

Kapten James Cook yang pertama kali membawa kelinci ke Australia di 1770

ini.

Selama zaman Victoria abad ke-19, sebagai Revolusi Industri membawa

orang-orang dari pertanian dan masuk ke daerah perkotaan, menjadi popular

dikalangan kelas menengah atas untuk menjadikan kelinci sebagai hewan

peliharaan. Bisnis muncul yang melayani kepemilikan kelinci, dan mereka

dipromosikan kelinci dengan mengasosiasikan kelinci dengan anak-anak dan

kepolosan. Adanya penyebaran kelinci menimbulkan sebutan berbeda, di

Eropa disebut rabbit, di Indonesia disebut kelinci, sementara di Jawa disebut

trewelu. Asal kata kelinci berasal dari Bahasa Belanda, yaitu konijntje yang

berarti “anak kelinci”. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat

Nusantara mulai mengenali kelinci saat masa colonial. Padahal di Pulau

Sumatra ada satu species asli Kelinci Sumatra (Nesolagus netscheri) yang

baru ditemukan pada tahun 1972.

4. Kelinci di Indonesia

Dari catatan sejarah, kelinci pertama kali dibawa ke tanah Jawa oleh

orang-orang dari Belanda pada tahun 1835. Waktu itu, kelinci sudah menjadi

ternak hias. Kelinci lokal dari Indonesia yakni jenis kelinci jawa (Lepus

negricollis) dan kelinci Sumatra (Nesolagus netseherischlgel). Kelinci jawa

diperkirakan masih ada di hutan-hutan sekitar wilayah Jawa Barat. Warna

bulunya cokelat perunggu kehitaman. Ekornya berwarna jingga dengan

9

ujungnya yang hitam. Berat kelinci jawa dewasa bias mencapai 4kg.

Sedangkan kelinci Sumatra, merupakan satu-satunya kelinci asli Indonesia.

Habitatnya adalah hutan di pegunungan Pulau Sumatra. Panjang badannya

mencapai 40cm. warna bulunya kelabu cokelat kekuningan.

B. Bangsa _ Bangsa Kelinci Pedaging

Selama ini masyarakat kita mengenal 2 kategori jenis kelinci, kelinci hias

dan kelinci pedaging. Masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda

dalam penanganan sehari-hari maupun bisnisnya. Dalam perawatan

kesehariannya, kelinci pedaging diberi pakan yang bertujuan untuk

pertumbuhan daging yang bagus. Kelinci pedaging umumnya berasal dari

jenis kelinci Ras besar dan pertumbuhannya cepat serta memiliki daging yang

bagus. Kelinci pedaging biasanya memiliki bobot berkisar antara 4,2-5,0 kg.

Berikut beberapa jenis kelinci pedaging:

1. Flemish giant

10

Flemish giant merupakan kelinci yang cukup populer,jenis kelinci ini

merupakan keturunan hasil dari Patagonia ( Argentina ), yang di bawa ke

Indonesia pada abad ke 16-17. Umur kelinci ini rata-rata mencapai lima

tahun. Tubuhnya panjang dan perkembangan otot nya sangat baik, bobot

flemish giant mencapai rata-rata 5,6-6,7 kg untuk ukuran dewasa, namun ada

juga yang di temukan dengan bobot yang lebih berat lagi. Warna yang banyak

di temukan dari jenis kelinci ini adalah, hitam, biru, cokelat, abu-abu terang,

abu-abu, dan putih. Kelinci flemish giant merupakan kelinci yang berasal dari

keturunan kelinci liar Argentina, pada abad 18 pedagang dari Belanda

membawa kelinci tersebut dari Argentina ke Eropa dan dibudidayakannya.

Pada awalnya dibawa ke Eropa tepatnya di Inggris untuk dibudidayakan

guna memenuhi permintaan akan daging kelinci di negera tersebut. Kemudian

kelinci ini menyebar ke selurh dunia. Kelinci ini termasuk kelinci jenis

pedaging karena ukuran tubuhnya yang besar atau jenis kelinci raksasa,

sehingga dibudidayakan untuk diambil dagingnya. Tapi di Indonesia kelinci

cenderung sebagai kelinci peliharaan atau kelinci hias. dan lebih

dikenal dengan nama vlaamse reus.

Ciri-Ciri Kelinci Flemish Giant adalah :

a. Memiliki badan berukuran besar, bobotnya dapat mencapai 10 kg

lebih.

b. Memiliki ukuran telinga lebih besar dari kelinci lainnya(kelinci

dewasa panjang telinga dapat mencapai lebih dari 15 cm) dan

memiliki warna rambut yang bagus

c. Memiliki warna bervariasi yang sering ditemui adalah warna hitam,

biru, coklat kuning muda (fawn), abu-abu terang, abu-abu besi, dan

putih.

d. Ciri lainnya adalah dewasa kelaminnya lambat berkisaran antara 10

sampai dengan 12 bulan baru dapat dikawinkan.

11

2. New zealand white

Sesuai dengan namanya, jenis kelinci ini berasal dari New Zaeland dan

berkembang di Amerika Serikat dan Australia. Di negeri kanguru New

Zaeland white menjadi buruan karena populasinya yang sangat besar

sehingga dianggap sebagai hama. Kelinci ini putih mulus tanpa pigmen alias

albino. Mata merah dan telinga tegak. Bulu halus, tidak tebal (standar).

Karena cepat tumbuh besar maka jenis kelinci ini dapat dijadikan kelinci

potong pula. Dipercaya jenis ini dikembangkan dari hasil persilangan jenis

Flemish Giant dan Belgian Hare pada masa sekitar th.1900. Varietes putih

berasal dari silangan turunan seperti Flemish, American White dan Anggora.

Pada awalnya dikembangkan untuk diambil dagingnya sebagai sumber

protein, karena bobot nya yang bisa mencapai 5,44 kg.

Jenis New Zealand White sendiri dikembangkan pada th.1917.

Selanjutnya menyebar ke Inggris setelah PD 2 pada th.1945. Mungkin jenis

inilah yang paling populer di Indonesia, karena memang banyak sekali orang

yang mengetahui dan mengenal jenis ini. Ciri-ciri kelinci jenis ini adalah :

a. Mempunyai dada penuh, badannya medium namun terlihat bundar

dan gempal, kaki depan agak pendek, kepala besar dan agak bundar,

telinga agak besar dan tebal dengan ujungnya yang sedikit membulat,

serta bulunya sangat tebal namun halus.

12

b. Warna yang diakui adalah merah, putih, hitam, dan biru.

c. Bobot maksimal rata-rata adalah 5,44 kg (New Zealand White, Black,

Blue). Khusus untuk New Zealand Red dikelompokkan tersendiri

dengan bobot rata-rata 3,62 kg.

d. Lama hidup dapat mencapai 10 th bila dirawat dengan baik.

e. Ciri menonjol jenis kelinci ini warnanya yang putih dan matanya

merah dan telinganya merah muda.

Orang Jawa menyebutnya kelinci australi, jenis kelinci ini mudah

perawatan dan tidak rewel soal makan. Beratnya rata-rata 4,5 – 5 kg, jadi

cukup menyita pakan. Kelinci jenis ini banyak dipelihara kalangan petani

Jateng dan jatim . Di Amerika dan Eropa kelinci New Zealand banyak

dijadikan kelinci hias karena polahnya yang hampir sama dengan kelinci jenis

REX. Ia senang akan keramain dan melompat-lompat ditempat girang di

tanah luas.

New Zealand bisa beranak pinak banyak antara 8 - 12 ekor anak setiap

melahirkan. Dagingnya tebal, bagus untuk pedaging, walaupun bulunya tidak

sehalus jenis REX, tetapi memiliki manfaat untuk jaket dan aksesories. Jenis

kelinci ini merupakan keturunan dari hasil persilangan flemish giant dan

belgian here.Bobot maksimal bisa mencapai 5,44 kq untuk kelinci

dewasa.Anak pada setiap kelahiran dapat mencapai 10-12 ekor.Umur nya bisa

mencapai 10 tahun bila mendapatkan perawatan yang baik.ciri-ciri jenis

kelinci ini memiliki ukuran badan medium,bundar dan gempal,kaki depan

agak pendek dan kepala agak bundar.Bulunya tebal dan halus.

13

3. Satin

Satin berasal dari Amerika Serikat yang di temukan pada tahun 1930-

an,kulitnya tebal dengan bulu yang lebat dan lurus. Bulunya tidak

panjang,namun mengkilap dan warna yang sering di temukan adalah

hitam,biru,cokelat,perak merah,putih,dan siam. Badannya panjang, kepala

lebar, telinganya yang lebar tampak seimbang dengan badannya. Tulang-

tulangnya tampak kuat, kakinya lurus, kukunya hitam gelap. Bobot pejantan

mencapai3,8-4,5 kg,sedangkan betina mencapai 4,5-5kg. Rata-rata anak

dalam satu kali beranak 7-10 ekor.

4. Rex

Rex (ermine rex), di temukan di Amerika serikat sekitar tahun 1980-an,

jenis ini sebenarnya merupakan jenis kelinci hias, karena rex memilik bulu

yang sangat halus dan berwarna unik. Belakangan jenis rex juga di minati

oleh para peternak,di karenakan rasa daginga nya yang sangat lezat. Rex

14

memilik tubuh yang bongsor dan berisi, bobot rata-rata 5-5,4 kg.Warna bulu

bervariasi,putih (White rex),biru (blue rex),hitam (black rex),dan bertotol

(dalmatian rex).

Ciri-Ciri Umum Kelinci Rex adalah :

a. Memiliki bulu antara 1,3 sampai 2,2 cm yang bertekstur padat halus

dan lembut seperti beludru, sehingga nampak indah.

b. Bobot tubuh dapat mencapai 5 kg jantan, sedangkan betina dapat

mencapai lebih dari 5 kg.

c. Memiliki bentuk kepala yang lebih luas dibandingkan jenis kelinci

lainnya, telinga tegak dan proporsional.

5. Tan

Tan merupakan jenis kelinci yang berasal dari inggris,Tan di temukan

pada tahun 1880-an Cullan Hall dekat Brailsford (Derbyshre), jenis yang satu

ini masih liar dan penakut. Ras ini termasuk kelinci-kelinci kecil, warna

umum bulu jenis Tan perpaduan antara hitam dan cokelat tua,biru dan putih

kebiruan (Lilac). Disamping sebagai jenis pedaging,jenis Tan juga merupakan

kelinci penghasil bulu. Bobot untuk pejantan1,8-2,5 kg dan 2-2,8 kg untuk

betina.

15

C. Perkembangan Peternakan Kelinci Pedaging di Indonesia

Perkembangan usaha ternak kelinci di Indonesia sendiri perlahan mulai

berkembang, perlahan namun pasti, usaha peternakan kelinci mulai

meningkat secara efisien. Dari data Statistik Peternakan dapat dilihat populasi

kelinci tahun 2009 baru mencapai 834.608 ekor. Pada tahun 2010 telah terjadi

peningkatan sebesar 7,6% mencapai 898.075 ekor. Peningkatan ini tidak

lepas dari kemudahan-kemudahan dalam menjalankan usaha ternak kelinci.

Ada beberapa keuntungan ekonomi yang diperoleh dari beternak kelinci

pada usaha skala kecil dan menengah antara lain: modal usaha yang relatif

kecil, pakan sangat mudah diperoleh dan tidak tergantung pada pakan pabrik

atau bahan baku impor, mampu mengkonsumsi produk limbah hijau secara

efisien sehingga tidak bersaing dengan pangan, mudah beradaptasi dengan

lingkungan, tidak membutuhkan lahan yang luas, menghasilkan daging sehat

dan halal, menghasilkan beragam produk selain daging seperti kulit, kulit-

bulu, pupuk organik, kelinci hias, serta kualitas daging mengandung protein

tinggi dan rendah kolesterol.

Pemerintah juga ikut berperan dalam pengembangan ternak kelinci di

Indonesia dengan meluncurkan 2 pola pengembangan kelinci yaitu: Pola

Kampung Kelinci, yaitu pengembangan usaha budidaya ternak kelinci pada

satu daerah/kampung secara terpadu dengan mengaplikasikan teknologi

secara maksimal, serta Pola Integrasi, yaitu pengembangan usaha budidaya

ternak kelinci pada sentra tanaman hortikultura, sehingga terjadi simbiosis

antara usaha peternakan dengan tanaman (hortikultura).

Kegiatan pengembangan ternak kelinci dilakukan melalui fasilitas dana

bantuan sosial (bansos) dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2006 dengan tujuan meningkatkan permodalan

kelompok dalam mengembangkan usaha budidayanya, meningkatkan

populasi, produksi dan produktivitas ternak yang dikelola oleh peternak

secara berkelanjutan, meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok,

mendorong berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) agribisnis dan

kelembagaan ekonomi pedesaan lainnya (Ditjennak, 2011).

16

Memiliki usaha peternakan kelinci pedaging sebenarnya sangat

menguntungkan. Usaha peternakan kelinci pedaging di Indonesia masih

sangat minim meski mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Peluang

peternakan kelinci di Indonesia pun cukup besar. Pasalnya, saat ini kebutuhan

daging kelinci per harinya mencapai 3.000 kg namun hanya mampu terpenuhi

sekitar 100 kg per hari saja.

17

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kelinci merupakan satu hewan ternak yang mempunyai banyak manfaat,

mulai dari binatang hias, penghasil kompos dari kotoran/fesesnya, tulangnya

digunakan sebagai bahan tepung tulang, penghasil daging yang mempunyai

gizi tinggi serta rambut dan kulitnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan.

Ternak kelinci merupakan salah satu ternak alternatif yang dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin

meningkat. Kelinci memiliki kualitas daging dengan struktur serat lebih halus

dengan warna dan bentuk menyerupai daging ayam, dengan kandungan

protein yang lebih tinggi dibanding sapi, domba, kambing, serta babi dan

kandungan kolesterolnya yang rendah. Beberapa contoh kelinci pedaging di

antaranya Flamish Giant, New Zealand White, Satin, Rex dan Tan.

Perkembangan peternakan kelinci pedaging di Indonesia sendiri masih kurang

karena belum dapat mencukupi kebutuhan daging kelinci per harinya,

sehingga peluang untuk melakukan peternakan kelinci masih cukup besar.

B. Saran

Perkembangan peternakan kelinci pedaging tidak lepas dari adanya terjun

langsung pihak pemerintah. Perlu adanya penyuluhan dan kerja sama antara

pihak pemerintah dengan masyarakat sehingga terwujud adanya peternakan

kelinci pedaging di Indonesia yang mumpuni. Kelinci memiliki potensi yang

baik dan apabila dikembangkan secara serius oleh kedua belah pihak, maka

akan sangat menguntungkan pihak keduanya, diantaranya mengurangi tingkat

pengangguran dan sebagai substitusi daging sapi impor. Untuk

mengembangkan peternakan kelinci pedaging di Indonesia dibuthkan

sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat.

18

DAFTAR PUSTAKA

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=4&doc=4a10

Kartadisastra, H., R., 1994. Beternak Kelinci Unggul. Cetakan pertama. Kanisius.

Yogyakarta.

Lestari C.M.S., 2004. Penampilan produksi kelinci lokal menggunakan pakan

pellet dengan berbagai aras kulit biji kedelai. Prosiding Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2: 670-675.

Sarwono, B., 1995. Beternak Kelinci Unggul. Cetakan XI. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Sarwono, B., 2002. Kelinci Potong dan Hias. Cetakan ke tujuh. AgroMedia

Pustaka. Jakarta.

Susandari L, Lestari C.M.S. dan Wahyuni H.I., 2004. Komposisi lemak tubuh

kelinci yang mendapat pakan pellet dengan berbagai aras lisin. Prosiding

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2: 663-669.