Upload
amalinaazizah
View
748
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
MEMBANGUN PROFESIONALISME GURU DALAM MENINGKATKAN
MUTU PENDIDIKAN
Artikel non penelitian ini
diajukan untuk mengerjakan tugas
seminar matematika
NAMA : AMALINA AZIZAH
NPM : 201313500580
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2015
MEMBANGUN PROFESIONALISME GURU DALAM MENINGKATKAN
MUTU PENDIDIKAN
AMALINA AZIZAH
Program Studi Pendidikan Fakultas Teknik, Matematika, dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI
Abstrak. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana cara
meningkatkan mutu pendidikan terutama di Indonesia. Untuk meningkatkan mutu
pendidikan hal pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan
profesionalisme guru baik softskills yang dimiliki guru tersebut maupun
kemampuan yang diperoleh dari Lembaga Penghasil Tenaga Kependidikan
(LPTK). Setelah guru memiliki kualitas dan profesionalisme yang tinggi dan
memenuhi syarat maka seorang pendidik harus tahu apa saja peran dan fungsi
guru baik untuk siswa dan lingkungannya. Setelah itu, guru akan benar-benar
layak menjadi seorang pendidik apabila sudah memenuhi syarat-syarat di atas,
setelah guru mempunyai sifat yang kompeten di bidangnya maka peserta didik
pasti akan berkompeten pula. Dan ketika guru dan peserta didik sudah saling
berkompeten maka akan terbentuklah sistem pendidikan nasional yang akan
membawa Indonesia lebih baik terutama kualitas pendidikan di Indonesia akan
meningkat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Kata kunci : Pendidikan, Profesionalisme, Kompeten, Sistem Pendidikan
Nasional
PENDAHULUAN
Berbagai fenomena pembelajaran di sekitar kita telah memperlihatkan
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan oleh dua hal yang berkecimpung di lingkungan itu sendiri yaitu guru
ataupun siswa. Namun, seperti yang sudah kita ketahui bahwa guru memiliki andil
yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah, maka
bagaimana bisa mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas dan cerdas
apabila guru yang berfungsi sebagai penentu keberhasilan siswa saja tidak
berkompeten dan berkualitas. Maka dari itu, dalam artikel ini penulis akan
membahas tentang apa saja peran guru dan bagaimana cara membentuk dan
memperbaiki kualitas guru di Indonesia agar terwujud pendidikan yang maju.
Seperti yang sudah kita ketahui peran guru di sekolah adalah mendidik. Namun
sayangnya, Kebanyakan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah justru
memerankan bahwa tugas guru ialah mengajar bukan mendidik. Hal inilah yang
menyebabkan kekeliruan sedari awal. Tugas guru ialah mendidik BUKAN
mengajar. Sebelum kita tahu apa saja alasan kenapa tugas guru mendidik bukan
mengajar lebih baik kita tahu terlebih dahulu apa itu pengertian mendidik dan
mengajar dan apa perbedaannya. Mendidik adalah proses transfer nilai, sedangkan
mengajar merupakan proses transfer pengetahuan. Maka dari itu, kenapa nama
Kementrian yang menangani pendidikan di Indonesia disebut Kementrian
Pendidikan Nasional bukan Kementrian Pengajaran Nasional. Oleh karena itu,
kita akan sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik, bukan mengajar karena
mendidik adalah mengajarkan pengetahuan baik dalam diri sisiwa sekaligus
mengajarkan nilai – nilai dan moral untuk sisi luar siswa.
Proses pendidikan akan berjalan baik apabila guru dan siswa berjalan
seiringan. Apabila kita sebagai guru ingin menghasilkan peserta didik yang cerdas
dan berkualitas maka sebagai guru kita harus menjadi berkualitas terlebih dahulu
sebelum mencerdaskan peserta didik. Namun sayangnya, berbagai fenomena yang
terjadi sekarang ini telah memperlihatkan kepada kita rendahnya kualitas dan
kinerja guru akibat dari lemahnya kompetensi dan profesionalisme guru. Padahal
kompetensi dan profesionalisme guru adalah suatu hal yang penting dan mutlak
dimiliki oleh suatu guru agar dapat menjadi guru yang profesional, karena guru
berperan penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Apabila masing –
masing guru di Indonesia bersifat profesional maka sudah dapat dipastikan kita
akan mencetak generasi yang berkualitas sehingga akan mengangkat derajat
bangsa Indonesia dari segi pendidikan.
Namun, apabila guru yag berperan penting dalam penentu keberhasilan
belajar siswa ternyata memiliki kualitas yang rendah maka dapat dipastikan akan
berdampak buruk bagi peserta didik yang hasilnya tidak jauh dan tidak bukan
dari kualitas guru tersebut yaitu akan mencetak peserta didik yang tidak
berkualitas pula. Penyebab dari kebanyakan guru di Indonesia memiliki kualitas
yang rendah karena guru cenderung terjebak dalam situasi pasif dan pola kerja
rutinitas sehingga mencetak guru miskin kreatif dan terkesan monoton dalam
sistem pembelajarannya sehingga tidak menghasilkan perbaikan dari waktu ke
waktu, lalu selanjutnya hasil tes rata – rata skor kompetensi guru yang telah
bersertifikat yang dilakukan melalui jalur portofolio dan PLPG cenderung kurang
memuaskan.
Maka dari itu, berdasarkan UU No. 20/2003, UU No. 14/205, PP No.
19/2005, PP No. 74/2008 pemerintah berupaya meningkatkan profesionalisme
guru dan memperbaiki kualitas guru dengan cara mewajibkan setiap guru untuk
memenuhi persyaratan – persyaratan dalam setiap jenjangnya yaitu dimulai dari
guru PAUD sampai dengan guru pendidikan menengah antara lain seperti guru
harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi pendidikan.
Kualifikas akademik memiliki syarat bahwa sekurang – kurangnya guru harus
memilik strata pendidikan S1 dan untuk mengetahui seberapa kompetensi yang
dimiliki seorang guru maka harus dibuktikan dengan sertifikasi pendidikan profesi
yang diadakan oleh pemerintah maupun masyarakat yang biasanya
diselenggarakan oleh Perguruan tinggi pendidikan yang terakreditasi.
Sejauh ini proses pensertifikasian guru dilaksanakan melalui penelitian
portofolio yang didasarkan atas dokumentasi yang dikaitkan dengan kualifikasi
akademik,pelatihan dan pengalaman mengajar, prestasi akademik, penghargaan
dalam bidang pendidikan, dll. Guru dinyatakan lulus dalam penilaian portofolio
akan diajukan untuk memperoleh sertiikat pendidik, sedangkan yang belum lulus
dianjurkan untuk memperoleh pelatihan PLPG (Pendidikan Latihan Profesi Guru)
dalam jangka waktu 9 hari. Bagi mereka yang lulus maka akan dianjurkan untuk
memperoleh sertifikasi pendidik, sedangkan yang belum lulus akan dianjurkan
untuk mengikuti pelatihan kembali dan kesempatan untuk mengikuti PLPG
diberikan sebanyak 2 kali. Guru penerima sertifikasi pendidik sebagian besar
merupakan jebolan dari PLPG.
Namun sayangnya, pengamatan sekilas menunjukkan bahwa
pensertifikasian guru terkesan belum cukup mampu untuk meningkatkan mutu
pendidikan, kecuali haya berfungsi sebagai kertas berharga dan untuk
meningkatkan taraf hidup guru itu sendiri. Maka dari itu, penulis sangat
bersemangat sekali untuk mengupas tuntas bagaimana cara meningkatkan mutu
pendidikan nasional di Indonesia tanpa mengubah sedikitpun aturan yang sudah
ada dan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah agar terciptanya guru yang
berkualitas bagus dan peserta didik yang kompeten yang dapat berguna dalam
pembangunan bangsa di masa sekarang dan masa depan bangsa Indonesia lebih
baik.
PEMBAHASAN
Makna Pendidikan
Pendidikan dianggap sebagai alat yang paling efektif saat ini untuk
melakukan perubahan terhadap masyarakat ke arah lebih baik, baik untuk segi
pendidikan itu sendiri maupun kemajuan bangsa. Bagi masyarakat yang kurang
maju pembangunan di bidang pendidikan merupakan cara paling efektif untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diharapkan akan membawa
dampak positif bagi peningkatan hidup masyarakat menjadi lebih baik. Inkeles
(1974 : 8) mengatakan,’’Saya percaya bagaimanapun juga manusia bisa diubah
menjadi dewasa, dan karena itu tidak ada manusia yang tetap menjadi manusia
tradisional dalam pandangan dan kepribadiannya hanya karena dia dibesarkan
dalam sebuah masyarakat tradisional’’. Maksud dari kutipan diatas adalah dengan
adanya perencanaan dan implementasi yang cermat dan tepat maka setiap orang
dapat berubah dan diubah menjadi manusia modern.lalu lebih lanjut Inkeles (ibid)
mengatakan,”Salah satu komponen yang langsung terkait atau memiliki andil
besar dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan
dan pengajaran” jadi, salah satu cara untuk mengubah manusia yang tradisional
menjadi manusia modern yaitu dengan cara pendidikan dan pengajaran.
Di samping itu, pendidikan ternyata memiliki pengaruh tiga kali lebih
besar dan kuat dibandingkan dengan usaha – usaha yang lain dalam hal
membentuk kualitas sumber daya manusia. Berbagai pengalaman di negara lain
memperlihatkan bahwa pendidikan memiliki peran yang cukup besar dalam
membangun negara tersebut ke arah kemajuan ekonomi dan kesejahteraan hidup
masyarakatnya. Contohnya seperti negara Jepang, Korea Selatan, Taiwan,dll.
Meskipun negara – negara tersebut negara yang miskin akan sumber daya alam,
Namun karena negara tersebut memiliki komitmen yang tinggi terhadap
pembangunan di bidang pendidikan maka pengaruh dari kemajuan pendidikan di
negara tersebut adalah pendidikan ikut mendorong dan membawa negara – negara
tersebut ke arah kemajuan dan kemakmuran bagi negara – negara tersebut.
Bangsa Indonesia mulai menyadari akan pentingnya pendidikan dalam
membangun sumber daya manusia yang handal. Bangsa Indonesia dikenal sebagai
negara dengan sumber daya alam yang melimpah ruah. Namun sayangnya, hal itu
kurang disadari oleh kebanyakan penduduknya karena mereka lebih terfokus
untuk mencari materi untuk pribadi masing – masing dibanding mempertahankan
dan mengolah materi yang sudah di depan mata. Dalam hal ini penduduk
Indonesia kurang kreatif dan cenderung bersikap pasif dengan sumber daya alam
indonesia, hal ini justru dimanfaatkan oleh negara lain untuk melakukan
pembodohan di Indonesia dengan dalih mengolah kekayaan Indonesia padahal
sebenarnya mereka mengeruk habis semua kekayaan Indonesia sedangkan
Indonesia hanya mendapat keuntungan sebesar 1%. Dan anehnya kebanyakan
dari rakyat Indonesia berfikir bahwa keuntungan 1 % itu bernilai besar dan sangat
menguntungkan. Hal ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan karena kurangnya
tenaga ahli pengelola sumber daya alam di Indonesia. Jikalau kita memiliki tenaga
ahli yang cukup dalam hal mengelola sumber daya alam maka tidak akan terjadi
lagi campur tangan orang luar di negeri kita tercinta ini. Menciptakan tenaga ahli
berawal dari pendidikan. Dari sini, kita tahu bahwa hanya dengan pendidikan kita
bukan saja dapat memperbaiki kepribadian kita melainkan kita dapat menguasai
dan membenahi Indonesia bahkan kita bisa menguasai dunia. Maka dari itu,
pemerintah mulai menyadari pentingnya pendidikan dengan cara mengalokasikan
dana anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN/APBD.
Peran Guru
Permasalahan yang perlu diatasi saat ini adalah rendahnya kualitas dari
hasil pendidikan di berbagai jenjang pendidikan. Dalam suatu penelitian
dibenarkan apabila kualitas pendidikan masih rendah, penelitian tersebut adalah
penelitian TIMMS (Third Internasional Mathematics and Science Study) tahun
1999 yang menghasilkan bahwa dari 40 negara yang dikaji mengenai kemampuan
matematika siswa SLTP, Indonesia menempati peringkat ke – 36. Demikian
halnya dengan kajian PISA (Program for International Student Assessment) tahun
1992 terhadap kemampuan membaca anak sekolah kelompok umur 8 – 10 tahun
yang menunjukkan bahwa kemapuan anak Indonesia berada pada peringkat ke –
29. Salah satu survei yang dilakukan oleh The Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) tahun 200 memperlihatkan rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia yaitu berada di urutan terakhir dari 12 negara di Asia yang dikaji. Dari
beberapa penelitian diatas dapat kita simpulkan bahwa kualitas pendidikan di
Indonesia masih sangat rendah padahal di lain sisi kita harus terus berjuang
meningkatkan mutu pendidikan agar siap bersaing melawan antar bangsa di dunia
yang memperebutkan sumber daya yang semakin terbatas jumlahnya.
Berbagai unsur dalam sistem pendidikan nasional di segenap tingkatan
memerlukan pengembangan. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu
pendidikan adalah dengan cara memperbaiki kualitas pendidik / guru terlebih
dahulu baik dari segi pengetahuan maupun cara mengajar lalu setelah itu baru
kepada peserta didik. Peran guru sangatlah penting dalam memperbaiki mutu
pendidikan nasional. Mungkin di antara kita masih ingat, ketika duduk di kelas 1
SD, guru-lah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia
memegang satu demi satu tangan peserta didik dan membantunya agar dapat
memegang pensil dengan benar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta
didik berani berbuat benar, dan bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.
Guru juga bertindak sebagai pembantu atau bisa dikatakan orang tua kedua setelah
orang tua kita di rumah contohnya ketika ada peserta didik yang buang air kecil,
atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang air besar di celana. Selain itu,
ketika ada murid yang jatuh berkelahi dan menangis guru-lah yang dengan sabar
mengurus semuanya.
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Selain itu, guru memiliki peran
dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik selain
orang tua di rumah yang nantinya akan berguna untuk mencetak generasi hebat
dan sumber daya manusia (SDM) bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Selain itu, guru harus berpacu dalam pembelajaran dengan cara memberikan
kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik agar dapat mengembagkan
potensinya secara optimal. Dalam hal ini menurut (Dr. E. Mulyasa, M.Pd.,2012 :
36) guru harus bersifat kreatif dan profesionalime dalam memposisikan diri
sebagai berikut :
1. Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para
peserta didik.
3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani
peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.
4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat
mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan
saran pemecahannya.
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan
(bersilahturahmi) dengan orang lain secara wajar.
7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik,
orang lain, dan lingkungannya.
8. Mengembangkan kreativitas.
9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Menurut UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada 4
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pendidikan. Empat
kompetensi dasar dimaksud adalah kompetensi pedagogik, profesional,
kepribadian dan kompetensi sosial.
1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru untuk
memahami dinamika proses pembelajaran dengan baik.
Pembelajaran di ruang kelas bersifat dinamis karena terjadi
interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan temannya dan
siswa dengan sumber belajar yang ada. Guru perlu memiliki
strategi pembelajaran tertentu agar interaksi belajar yang terjadi
berjalan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan guru mengelola
pembelajaran dengan baik. Guru akan dapat mengelola
pembelajaran apabila menguasai; materi pelajaran, mengelola
kelas dengan baik, memahami berbagai strategi dan metode
pembelajaran, menggunakan media dan sumber belajar yang ada
3. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan guru untuk
menunjukkan sikap dan pribadi yang dapat ditiru dan dipatuhi.
Guru dapat ditiru karena terdapat sikap dan pribadi yang baik. Guru
dipatuhi karena memiliki ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
siswa.
4. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk
berinteraksi dan berkomunikasi sosial yang baik. Kemampuan
bersosialisasi ini dapat dilihat melalui pergaulan sosial guru dengan
siswa, rekan sesama guru maupun dengan masyarakat dimana ia
berada. Di samping itu, guru juga diharapkan memiliki kompetensi
untuk mengatasi konflik pergaulan sosial di lingkungan sekolah
maupun masyarakat.
Uraian di atas hanyalah kompetensi dasar yang harus dimiliki guru professional.
Giliran berikutnya kompetensi ini akan diperluas sehingga guru betul-betul
menjadi sosok yang digugu dan ditiru oleh orang lain.
Untuk memenuhi tuntutan di atas, guru harus mampu memaknai
pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan
kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan
tersebut, dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990),
serta Yelon and Weinstein (1997) E.Mulyasa (2012 : 7) mengatakan,”Sedikitnya
19 peran guru, yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,
penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti,
pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, kulminator”.
1. Guru sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi panutan bagi peserta
didik dan lingkungannya. Maka dari itu, guru harus memiliki sikap
tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan
tanggung jawab, guru harus bertanggung jawab terhadap segala
tindakan dan kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan norma
dan nilai – nilai di sekolah dan masyarakat.
Sedangkan berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki
kelebihan baik dalam segi pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi maupun sikap dan budi pekerti yang baik. Selain itu,
guru harus bersikap mandiri yaitu guru harus mampu mengambil
keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran terutama
berkaitan dengan masalah pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik.
Sedangkan guru harus memiliki sikap disiplin yaitu
menerapkan sikap disiplin dalam pembelajaran di kelas, namun
sebelum guru menanamkan sikap disiplin pada peserta didik guru
harus terlebih dahulu memulai menanamkan sikap disiplin dari
dalam diri guru itu sendiri dan menerapkannya dalam berbagai
tindakan dan perilaku guru dalam sehari – hari.
2. Guru sebagai Pengajar
Guru sebagai pengajar bertugas untuk membantu peserta
didik untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya,
membentuk kompetensi, dan memahami materi yang sedang
dipelajari. Pada era globalisasi semakin berkembangnya teknologi
hanya dapat sedikit menggeser fungsi guru namun belum mampu
menggantikan peran dan fungsi guru dan itupun haya terjadi di
kota – kota besar saja dimana peserta didik memiliki berbagai
sumber belajar baik melalui internet atau buku. Maka dari itu,
teknologi mengubah peran guru dari pengajar yag bertugas
menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang
memberikan kemudahan belajar.
E. Mulyasa (2012 : 39) mengatakan,” Kegiatan belajar
peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti motivasi,
kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan
verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan ketrampilan guru dalam
berkomunikasi”. Apabila faktor – faktor diatas terpenuhi maka
peserta didik dapat belajar dengan baik, sehubungan dengan itu,
sebagai orang yang bertugas menjelaskan, guru harus berusaha
membuat pembelajaran yang mudah dipahami oleh siswa dan
berusaha terampil dalam memecahkan masalah.
3. Guru sebagai Pembimbing
Sebagai pembimbing guru harus merencanakan tujuan dan
kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan
apa yang telah dimiliki oleh peserta didik berdasarkan kemampuan
yang dimiliki oleh peserta didik, untuk mencapai tujuan tersebut
guru harus melihat dan memahami peserta didik dalam segi
kemampuan dan psikologi anak. Lalu selanjutnya guru harus
melibatkan peserta didik dalam pembelajaran dan yang paling
penting peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajar tidak
hanya secara fisik saja melainkan peserta didik harus terlibat secara
psikologi. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing agar
memiliki pengalaman dan kompetensi dalam kegiatan belajar.
Selanjutnya guru harus dapat memaknai kegiatan belajar
dengan pembelajaran yang baik dan memberi pertanyaan kepada
peserta didik dengan pertanyaan yang menantang rasa ingin tahu
peserta didik. Dan setelah itu guru dapat memberi penilaian. Jika
berhasil, mengapa, dan jika tidak berhasil mengapa? Dan mencari
solusi dari setiap kesalahan agar dikemudian hari dapat
memberikan pembelajaran yang lebih baik dari sebelumnya dan
bermanfaat untuk perbaikan kualitas pembelajaran.
4. Guru sebagai Pelatih
Pemberian latihan pada peserta didik bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan yang dimiliki peserta
didik selain itu dengan adanya latihan, guru dapat mengetahui
seberapa besar pemahaman yang dapat diterima oleh peserta didik
dari materi yang sudah ia sampaikan pada peserta didik.
5. Guru sebagai Penasehat
Menjadi guru berarti menjadi penasehat dan menjadi orang
kepercayaan bagi peserta didiknya. Setiap saat peserta didik selalu
dihadapkan dengan masalah, terutama masalah yang berkaitan
dengan penguasaan kompetensi. Disisi lain peserta didik adalah
sosok yang senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk
membuat keputusan. Kondisi ini membuat peserta didik menjadi
bingung yang akhirnya dapat merugikan peserta didik itu sendiri.
Kondisi inilah dibutuhkan peran guru sebagai penasehat
kepercayaan dlam pembelajaran.
6. Guru sebagai Pembaharu (Innovator)
Peran guru sebagai innovator adalah pembaharu
pengetahuan bagi peserta didiknya. Gurulah sebagai penerjemah
sekaligus agen pengalaman, agen pengetahuan, dan agen
perubahan bagi peserta didik. Sebagai agen guru harus kreatif,
memiliki rasa ingin tahu yang besar, selalu bersemangat, pantang
menyerah, dan toleran terhadap perubahan.
7. Guru sebagai Model dan Teladan
Menjadi teladan merupakan bagian penting dari peran
seorang guru. Sebagai teladan tentu kepribadian dan perilaku guru
menjadi sorotan dan acuan bagi peserta didik, tentu kita masih
ingat pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” karena
kepribadian dan perilaku guru mempengaruhi peserta didik, maka
guru seharusnya menjadi model teladan terbaik bagi peserta didik
yang dapat mengantarkan peserta didik pada tujuan dan cita-cita
sebenarnya.
8. Guru sebagai Pribadi
Guru sebagai pribadi harus memiliki nilai moral,
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, kecerdasan sosial, dan
kecerdasan spiritual yang tinggi. Karena guru menjadi panutan
oleh peserta didik, jadi seorang guru haruslah bersikap baik di
depan peserta didik maupun tidak bersama peserta didik. Agar
peserta didik dapat menjadikan guru tauladan yang baik dalam
kehidupan sehari-harinya.
9. Guru sebagai Peneliti
Rasa ingin tahu merupakan salah satu kebutuhan semua
manusia. Menyadari akan keterbatasannya sebagai manusia, maka
guru berusaha untuk mencari apa yang belum diketahui. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah melalui penelitian. Hal yang
paling sederhana adalah melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
10. Guru sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan sifat penting yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Kreativitas ini perlu di perkuat dengan kegiatan-
kegiatan yang mengarah timbulnya ide atau gagasan baru yang
orisinil, dan karya nyata dalam proses pembelajaran. Orang yang
kreatif selalu fungsional, berguna dan bermanfaaat bagi dirinya,
orang lain dan lingkungan disekitarnya.
11. Guru sebagai Pembangkit Pandangan
Guru harus mampu menanamkan pandangan yang positif
terhadap martabat manusia dan menanamkannya ke dalam diri
peserta diidk. Sehingga peserta didik akan menjadi orang yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat mausia, sehingga terjadi
kehidupan bermasyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
12. Guru sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu,
serta kegiatan rutin yang sangat diperlukan dan sering kali
memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik,
maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua
perannya.
13. Guru sebagai Pemindah Kemah
Sayidina Ali pernah berpesan “Ajarlah anakmu sesuai
dengan zamannya” ungkapan ini sangat tepat dengan peran guru
sebagai pemindah kemah, artinya pengetahuan dan pengalaman
yang kita berikan kepada peserta didik disesuaikan dengan tuntutan
zaman sekarang.
14. Guru sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan
menanyakan keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan
keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul
dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa
mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita. Guru
tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang
kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat
bermanfaat bagi manusia. Cerita adalah cermin yang bagus dan
merupakan tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa
mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan
yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang
nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan
dengan kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk
membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
15. Guru sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak
terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga
tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-
respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya
sehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat dengan
jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan
kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi
respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.
16. Guru sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi
peserta didik, menghormati setiap insane dan menyadari bahwa
kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru
mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan
seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak
menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah
diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika
peserta didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami
berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang
percaya diri.
17. Guru sebagai Evaluator
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi
sejauh mana tujuan telah dapat dicapai, sebagai evaluator guru
harus memiiki prinsip dan tujuan yang jelas dalam melaksanakan
evaluasi terhadap peserta didik.
18. Guru sebagai Pengawet
Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari
generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia
terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia
sekarang maupun di masa depan. Sarana pengawet terhadap apa
yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum. Guru juga
harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan.
19. Guru sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara
bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya
peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang
memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan
belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai
evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba
bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan
pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan
perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang
guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya
tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut.
Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi
calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada
yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat
tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan
akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
Pengembangan Soft Skills Guru
Setelah kita tahu apa saja peran guru maka yang harus kita lakukan
sekarang adalah mengembangkan kemampuan kita sebagai pendidik / guru agar
dapat menjadi guru yang berkualitas. Sebagai seorang guru, guru memiliki tugas
untuk mendidik bukan mengajar. Mendidik adalah proses transfer nilai,
sedangkan mengajar merupakan proses transfer pengetahuan. Proses mendidik
tidak hanya berlangsung dalam kelas melainkan bisa terjadi dimana saja, maka
dari itulah alasan mengapa proses mendidik lebih penting, maka guru harus
memperkuat kompetensi yang berhubungan dengan tugas mendidik. Seperti
diketahui kompetensi yang harus dimiliki seorang guru ada empat yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut saling terkait dan harus
dimiliki oleh seorang guru. Keempat kompetensi tersebut dapat kita kelompokkan
menjadi dua, yaitu hard competence( hard skills) dan soft competence (soft skills).
Yang termasuk hard competence (hard skills) adalah kompetensi pedagogik dan
kompetensi profesional, sementara soft competence (soft skills ) adalah
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Sebelum kita mengembangkan kemampuan kita alangkah lebih baiknya
kita tahu apa itu soft skills guru? Dr. Muqowim (2012 : 5) mengatakan,” soft skills
adalah ketrampilan non – teknis, ketrampilan yang dapat melengkapi kemampuan
akademik, dan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang, apa pun profesi
yang ditekuni. Profesi seperti guru, polisi, dokter, akuntan,petani,pedagang,
perawat, arsitek, dan nelayan harus mempunyai soft skills”. Dari kutipan diatas
dapat kita simpulkan baha menjadi profesi apa saja harus mempunyai soft skills.
Soft skills dapat dikatakan sebagai modal awal dari suatu pekerjaaan agar dalam
menjalankan pekerjaan tersebut akan usaha kita akan menghasilkan hasil yang
bagus dan berkualitas. Salah satu contohnya adalah profesi guru, Untuk menjadi
guru yang berkualitas dengan menciptakan peserta didik yang berkualitas dengan
hasil belajar yang bagus seorang guru memerlukan soft skills sebagai modal awal.
Jika dipersentase soft skills guru menempati 80 % dan 20 % nya ditempati oleh
hard skills. Apa itu hard skills ? Dr. Muqoim (2012 : 10 – 11) mengatakan,” hard
skills adalah kemampuan guru secara teknis dalam menyelesaikan tugas – tugas
tertentu menurut profesi masing – masing”. Jadi dapat kita simpulkan dari kutipan
diatas hard skills adalah cara masing – masing orang dalam menyelesaikan
masalah dari setiap profesinya berbeda – beda dan hal ini berkaitan dengan
karakter dari orang tersebut.
LPTK Penghasil Calon Guru
Guru merupakan produk dari pendidikan tinggi yang disebut sebagai Lembaga
Penghasil Tenaga Kependidikan (LPTK). Jadi dapat kita simpulkan bahwa LPTK
merupakan penghasil tenaga pendidik (guru) yang berperan menghasilkan calon
guru yang berkompeten dan profesional. Pertanyaan mendasar yang diajukan
bagaimana LPTK mampu menghasilkan lulusan calon guru yang kompeten dan
profesional. Kompetensi dan profesionalisme kerja tidak langsung diperoleh
lulusan LPTK setelah memperoleh S1 dan akan diangkat menjadi pendidik/guru,
seperti yang dipersyaratkan dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan,
melainkan seharusnya kompetensi dan profesionalisme kerja dibentuk dan
dikembangkan semasa menjalani pendidikan S1.
LPTK merupakan lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan
program akademik dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan untuk menghasilkan
lulusan calon guru. Keberadaan LPTK teramat penting, terutama dalam
menghasilkan pendidik/guru sebagai pihak yang nantinya menjalankan tugas
pembelajaran dalam membentuk dan mengembangkan kualitas peserta didik dan
siswa. Dengan demikian kemampuan LPTK dalam menghasilkan lulusan calon
guru pun perlu mendapat perhatian dan penekanan serius. Harapan yang
terkandung dari keberadaan LPTK adalah kemampuan lembaga ini dalam
menjalankan peran dan fungsinyadalam menghasilkan calon guru yang terkategori
kompeten dan profesional. Artinya, LPTK dituntut untuk dapat memberikan
pembekalan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan yang memadai pada
lulusannya, agar kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai pendidik secara
memadai yang akhirnya bermuara pada pencapaian kualitas pendidikan peserta
didik/siswanya yang memadai. Dengan demikian, LPTK benar – benar berfungsi
sebagai wadah dan wahana sistemik untuk mencerdaskan bangsa,
mengembangkan kemampuan dan daya saing, membangun watak dan peradaban
bangsa.
Studi yang dilakukan oleh berbagai pihak cenderung menunjukkan situasi
yang memprihatinkan. Masih besar jumlah pendidik/guru yang terkategori kurang
memuaskan, sekaligus mengindifikasikan bahwa LPTK masih belum mampu
menghasilkan lulusan calon guru seperti yang diharapkan. Apabila situasi ini
dibiarkan dan tidak dicarikan upaya pembenahannya, maka teramat sulit
mengharapkan LPTK mampu menjalankan peran dan fungsi sebagaimana
diharapkan, terutama sebagai sumber penghasil tenaga pendidik/guru yang
kompeten dan profesional. Jadi persolana mendasar, bagaiman menjadikan LPTK
menghasilkan lulusan calon guru yang benar – benar kompeten dan profesional?
LPTK belum menjalankan peran dan fungsi seperti yang diharapkan, terutama
ditinjau dari sisi kualitas lulusan. Maka dari itu diperlukan pemikiran untuk
mengatasi permasalalahan tersebut agar LPTK dapat menjalankan peran dan
fungsi nya sebagaimana mestinya.
Seiring dengan permasalahan itu, maka diterapkannya program tertentu
sebagai bagian dari kurikulum perkuliahan yang harus ditempuh oleh mahasiswa.
Program tersebut disebut dengan bridging program,sebagai salah satu materi
perkuliahan yang terkait dnegan pengembangan kompetensi (kepribadian,
pedagogis, profesional, dan sosial) baik teoritis maupun prakteknya. Bridging
program juga dapat disebut sebagai program yang menjembatani dan membekali
mahasiswa LPTK calon guru untuk memenuhi kompetensi dan profesional yang
memadai apabila kelak menjadi pendidik/guru. Oleh karena itu penerapan
program ini harus dipikirkan dan direncanakan secara matang dalam segenap
bidang keilmuan yang ada, menjadikannya sebagai kurikulum yang wajib diikuti
oleh mahasiswa. Disarankan bridging program dapat diikuti oleh mahasiswa pada
tahun terakhir setelah menempuh semuan mata kuliah yang diperikan oleh
lembaga pendidikan dimana sedang menjalani perkuliahan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri Se-Surakarta yang terdiri dari
delapan sekolah yang dimulai dari Bulan Maret 2011sampai dengan selesainya
penelitian ini yaitu Bulan Desember 2012.Populasi dalam penelitian ini termasuk
dalam populasi yang jumlahnya terhingga karena memiliki elemen dengan jumlah
tertentu, adapun yang menjadi karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah
guru-guru di SMK Negeri Se-Surakarta yang telah lulus program sertifikasi
profesi guru kuota tahun 2008 dan telah menerima tunjangan profesi, baik yang
berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dengan jumlah 159 guru. Sampel
dalam penelitian ini diambil 50% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 80 guru,
dan teknik pengambilan sampelnya dengan teknik simple random sampling
karena subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama.Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner dan
dokumentasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis tertutup
dalam bentuk check list, dan guna mempermudah pengukuran data yang diperoleh
dari responden, digunakan skala likert skala 1 sampai 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Koefisien Determinan (R2) Sertifikasi Guru (X) Terhdap Motivasi Kerja
(Y1)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel terikat dapat
dijelaskan oleh variabel bebas. Angka R2 (R Square) adalah 0,592. Hal tersebut
berarti 59,2% variasi motivasi kerja dapat dijelaskan oleh variabel sertifikasi
profesi. Sisanya (100% - 59,2% = 40,8%) dijelaskan oleh faktor lain.
Tabel 1. Hasil Uji Koefisien Determinan
Model R
1 592
(Sumber : Data primer diolah, 2012)
Uji Koefisien Determinasi (R2) Sertifikasi Guru (X) Terhadap Kinerja (Y2)
Angka R2 (R Square) adalah 0,467. Hal tersebut berarti 46,7% variasi kinerja guru
dapat dijelaskan oleh variabel sertifikasi profesi. Sisanya (100% - 46,7% = 53,3%)
dijelaskan oleh faktor lain.
Tabel 2 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R
1 467
(Sumber : Data primer diolah, 2012)
Uji Parsial (Uji t) Sertifikasi Guru (X) Terhadap Motivasi Kerja (Y1)
Pengaruh parsial dari variabel sertifikasi profesi (X) terhadap motivasi kerja (Y1)
menunjukkan bahwa thitung sebesar 10,641 dengan taraf signifikansi 5% dan
memiliki nilai probabilitas 0,000. Oleh karena thitung > ttabel atau 10,641 > 1,664
dan probabilitas 0,000 < 0,05. maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh signifikan sertifikasi profesi guru (X) terhadap motivasi
kerja (Y1).
Tabel 3 Hasil Uji Regresi Sederhana Variabel X terhadap Y1
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant)
X
7.623.844 7.623.102 683 12.998.266 198
.00
0
(Sumber: Data primer diolah, 2012)
Uji Parsial (Uji t ) Variabel Sertifikasi Profesi (X) terhadap Kinerja (Y2)
Pengaruh parsial dari variabel sertifikasi profesi (X) terhadap kinerja (Y2)
menunjukkan bahwa thitung sebesar 8,266 dengan taraf signifikansi 5% dan
memiliki nilai probabilitas 0,000. Oleh karena thitung > ttabel atau 8,266 > 1,664
dan probabilitas 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh signifikan sertifikasi profesi guru (X) terhadap kinerja
(Y2).
Pembahasan Hasil Analisis Data
Uji Parsial Variabel Sertifikasi Profesi (X) terhadap Motivasi Kerja (Y1)
Pengaruh parsial dari variabel sertifikasi profesi (X) menunjukkan bahwa thitung
sebesar 10,641dengan taraf signifikansi 5% dan memiliki nilai probabilitas 0,000.
Oleh karena thitung > ttabel atau 10,641 > 1,664 dan probabilitas 0,000 < 0,05
maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan
antara variabel sertifikasi profesi (X) terhadap motivasi kerja guru (Y1).
Perolehan ini sesuai dengan perolehan Mika Marsely (2008) bahwa program
sertifikasi guru berpengaruh secara langsung yang positif dan signifikan terhadap
motivasi kerja guru di SMA Negeri Se-Kota Malang. Guru dalam bekerja
melaksanakan tugasnya akan didasari oleh dorongan yang melatarbelakangi dia
melakukan pekerjaan tersebut. Dorongan itulah yang disebut dengan motivasi.
Dalam tugasnya sebagai seorang pendidik, guru memerlukan motivasi baik dari
dalam maupun dari luar. Motivasi biasa muncul dari dalam diri guru maupun dari
luar diri guru. Menurut Hasibuan (2003), motivasi yang muncul dari dalam diri
seseorang yang meliputi: prestasi yang dimiliki, rasa tanggung jawab,
pengembangan potensi individu, pengakuan kedudukan guru, dan kemampuan
(ability) atau kompetensi guru yang harus dimiliki sebagai syarat menjadi seorang
guru. Sedangkan motivasi dari luar individu lebih cenderung pada gaji atau upah,
kondisi kerja dan hubungan antar pribadi. Guru yang telah lulus program
sertifikasi serta menguasai empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian
lebih termotivasi dalam mengembangkan kemampuannya. Hal tersebut
dikarenakan adanya pengakuan, penghargaan, pengalaman, rasa tanggung jawab
dan ilmu yang didapat selama guru-guru tersebut mengikuti ujian sertifikasi
keprofesionalan. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
persepsi yang baik oleh guru di SMK Negeri Se-Surakarta terhadap program
sertifikasi profesi guru. Artinya semakin tinggi guru mempunyai persepsi yang
baik tentang program sertifikasi profesi guru, maka motivasi kerja guru akan
semakin meningkat. Dalam hal ini motivasi instrisiknya adalah keinginan untuk
untuk berprestasi, keinginan untuk maju, pengakuan dan penghargaan dalam
melakukan tugas, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Sedangkan
motivasi ekstrinsiknya adalah insentif yang berupa gaji tunjangan sertifikasi.
Uji Parsial Variabel Sertifikasi (X) terhadap
Kinerja Guru (Y1)
Pengaruh parsial dari variabel sertifikasi profesi (X) menunjukkan bahwa thitung
sebesar 8,266 dengan taraf signifikansi 5% dan memiliki nilai probabilitas 0,000.
Oleh karena thitung > ttabel atau 8,266 > 1,664 dan probabilitas 0,000 < 0,05
maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan
antara variabel sertifikasi profesi (X) terhadap kinerja guru (Y2). Perolehan ini
tidak sesuai dengan perolehan Widyaningtias Aprilia (2010) bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara program sertifikasi terhadap kinerja guru
ekonomi SMA Se-kabupaten Nganjuk. Guru dalam proes belajar mengajar di
kelas mempunyai peran yang sangat penting demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Fasli Jalal (2007) mengatakan bahwa pendidikan yang bermutu
sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang
profesional, sejahtera, dan bermartabat. Oleh karena itu keberadaan guru yang
bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem pendidikan yang berkualitas.
Kunandar (2007) mengemukakan bahwa sertifikasi profesi guru adalah proses
untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar sebagai
bukti atau pengakuan atas kemampuan profesionalnya sebagai tenaga pendidik.
Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan
mutu guru di Indonesia. Program ini mendidik guru untuk meningkatkan
kompetensi dasar mereka yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi guru
merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial,
dan spiritual secara khaffah membentuk kompetensi standar profesi guru. Jika
guru telah mampu menguasai berbagai kompetensi dasar yang di tuntutkan, maka
hal tersebut akan berdampak pada kinerjanya yang semakin meningkat. Hasil
analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persepsi yang baik oleh
guru di SMK Negeri Se-Surakarta terhadap program sertifikasi profesi guru.
Artinya semakin tinggi guru mempunyai persepsi yang baik mengenai sertifikasi
profesi guru , maka kinerja guru akan mengalami peningkatan, hal tersebut
dikarenakan setelah mendapat sertifikat pendidik, guru akan terus berusaha
membangun citra guru dengan bekerja sungguh-sungguh, meningkatkan kualitas
diri, dan menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang telah
diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada pegaruh
sertifikasi profesi terhadap motivasi kerja guru di SMK Negeri se-Surakarta, hal
ini dapat dilihat dari hasil uji t yang diperoleh hasil thitung > ttabel yaitu 10,641>
1,664 pada taraf signifikansi 5%. Kesimpulan kedua yaitu ada pengaruh sertifikasi
profesi terhadap kinerja guru di SMK Negeri se-Surakarta, hal ini dapat dilihat
dari hasil uji t yang diperoleh hasil thitung > t tabel yaitu 8,226 > 1,664 pada taraf
signifikansi 5%.
Simpulan
kata kunci bagi kemajuan pendidikan di Indonesia adalah guru. Sebagai
seorang guru yang menjadi panutan setiap peserta didik, diharapkan memiliki
kualitas yang baik da profesionalisme. Bagaimana jadinya pendidikan di negeri ini
apabila setiap guru yang menjadi panutan setiap peserta didik bersikap seenaknya
dan tidak berkompeten. Maka dari itu setiap guru harus berkompeten. Salah satu
caranya dengan belajar dengan baik saat sedang berada di Perguruan Tinggi
khususnya calon guru. Jangan hanya menjadi guru yang lulus S1 saja melainkan
harus juga berkompete agar dapat menciptakan generasi yang hebat penerus
bangsa Indonesia.
Saran
Mengingat bagaimana pentingnya pendidikan dalam suatu bangsa maka
seharusnya kita harus memajukan pendidikan dengan cara yang terkecil terlebih
dahulu yaitu dengan cara meningkatkan kualitas guru dengan cara memperbaiki
sistem pendidikan yang sudah ada seperti penentuan sertifikasi lebih diperketat
dan seleksinya berdasarkan hasil yang real dan kompeten karena jika dalam
menentukan pensertifikasian guru saja sudah salah maka hal itu dapat merusak
seluruh komponen pendidikan sehingga akan menghasilkan hasil belajar peserta
didik yang buruk. Maka dari itu, pemerintah harus membenahi tes seleksi
pensertifikasian guru agar benar – benar menghasilkan guru yang profesional.
Untuk itu, kita sebagai calon pendidik harus mulai membenahi masing – masing
diri dimulai dengan hal kecil seperti menguasai setiap materi dan bersikap displin
waktu agar kelak ketika kita telah menjadi guru kita dapat menguasai materi
sehingga dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman yang baik kepada
peserta didik. Dan yang paling penting senantiasa mau berubah dan merubah
sikap dalam hal mengajar. Mari mencerdaskan anak bangsa dengan pendidikan
lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Iskandar.2012. Menghasilkan Guru Kompeten & Profesional. Jakarta :
Penerbit Bee Media Indonesia
Muqowim.2012. Pengembangan Soft Skills Guru. Jakarta : PEDAGOGIA (PT
Pustaka Insan Madani, Anggota IKAPI)
Mulyasa, 2012. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Jakarta : PT. Rajagrafindo
Sadulloh, Uyoh, dkk. 2011. Pedagogik. Bandung : Alfabeta
Kunandar, 2009. Guru Profesional. Jakarta : PT Rajawali
Hesti Murwati. (2013). Pengaruh Sertifikasi Profesi Guru terhadap Motivasi
Kerja dan Kinerja Guru di SMK Negeri Se-Surakarta).Jakarta : Jurnal Pendidikan
Bisnis dan Ekonomi (BISE) Vol.1 No. 1 Tahun 2013.