Upload
bramantiyo-marjuki
View
632
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS KELOMPOK 2
MATA KULIAH
PROSES PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN
(PWK-603)
EVALUASI KEMANFAATAN
NORMALISASI BANJIR KANAL BARAT KOTA SEMARANG
Disusun oleh:
BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036
ISHARI KURNIAWAN 21040116410037
SURYA TRI ESTHI WIRA HUTAMA 21040116410014
HEFRINAL LUBIS 21040116410056
MISI HARIYANTI WIJAYA 21040116410015
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat Kota Semarang
Sejarah Kota Semarang Jawa Tengah berawal kurang lebih pada Abad ke-8 M, yaitu
daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota). Daerah tersebut pada
masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat
pengendapan, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota
Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut
diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan
Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M. Di tempat
pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang sampai
sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).
Sejarah singkat asal terbentuknya Kota Semarang menunjukkan bahwa Kota Semarang
menarik perhatian untuk dijadikan suatu pusat kegiatan dikarenakan keberadaannya yang
berada di pinggir laut. Kondisi topografi seperti ini tentunya memberikan dampak positiv dari
sudut pandang aksesbilitas dan perekonomian. Kondisi pantai yang mengalami pengendapan
pada saat itu adalah dimana kondisi topografi yang terjadi secara alami, dimana belum
merasakan permasalahan terkait banjir dan genangan. Kondisi ini lah yang menyebabkan
kolonial Belanda berusaha untuk merebut dan menguasai Kota Semarang. Usaha Belanda
menguasai Indonesia adalah dengan berusaha menguasai kota di Indonesia dengan letak
yang strategis untuk kepentingan perdagangan dan strategis dalam berperang, mengingat
transportasi baik untuk distribusi maupun berperang masih menggunakan media laut.
Permasalahan di Negara Belanda terkait infrastruktur pengelolaan sumber daya menjadi
pengalaman yang berharga ketika pemerintah kolonial harus membangun infrastruktur di
Kota Semarang. Salah satu yang diperhatikan adalah pembangunan infrastruktur berupa
saluran air. Salah satu bukti infrastruktur yang telah dibangun berupa banjir kanal barat.
1.2 Latar Belakang Pembangunan Banjir Kanal Barat
Banjir kanal barat Kota Semarang dibangun pada periode waktu yang berdekatan
dengan Banjir Kanal Timur Semarang. Kedua kanal penanggulangan banjir ini dibangun sekitar
awal abad ke 20 oleh Pemerintah Belanda untuk mengantisipasi kejadian banjir sungai yang
sering terjadi di Semarang di Abad ke 19 dan awal Abad ke 20 (Purwanto, 2005). Banjir Kanal
2
Barat dibuat dengan menyodet Kali Garang dan membuat aliran baru yang lurus langsung
menuju Laut Jawa, tepat di Barat Laut Bukit Bergota (lihat Gambar 1 untuk perbandingan
kondisi sebelum dan sesudah adanya Banjir Kanal Barat).
Gambar 1 .
Peta Belanda Tahun 1866 menunjukkan kondisi sebelum adanya Banjir Kanal (kiri) dan Citra Satelit Tahun 2016 (kanan).
1.3 Pengaruh Keberadaan Banjir Kanal Barat Terhadap Penanggulangan Banjir Kota
Semarang Masa Kini
1.3.1 Karakteristik Banjir Sungai Kota Semarang
Banjir di Kota Semarang jika dilihat dari sumbernya dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu banjir kiriman, banjir lokal, dan banjir rob (air laut pasang). Tingkat kerusakan atau
kerugian akibat banjir ditentukan oleh tinggi genangan, lama genangan dan luas genangan.
Banjir kiriman terbesar sejauh yang tercatat pernah terjadi pada Tahun 1973, 1988, dan
1990. Banjir Bandang Sampangan terjadi pada Tahun 1990 yang diakibatkan oleh meluapnya
Kali Garang dan jebolnya Talud Banjir Kanal Barat yang menimbulkan korban sebanyak 47
jiwa, 151 rumah tergenang, dan kerugian harta benda sebesar 8,5 milyar rupiah. Daerah yang
3
mengalami kerugian terbesar meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang
Selatan (Laporan Kajian Sempadan Sungai BKB Semarang, 2014).
Sementara banjir lokal hampir terjadi setiap musim penghujan, dengan ketinggian
genangan berkisar antara 0,2 – 0,7 meter dan lama genangan sekitar 1-8 jam. Banjir lokal
sering terjadi di wilayah Kecamatan Semarang Utara, Semarang Timur, Semarang Barat,
Semarang Tengah, Genuk, Gayamsari, dan Mranggen. Adapun banjir rob merupakan banjir
rutin yang sering terjadi di Semarang bawah yang meliputi wilayah Kecamatan Semarang
Utara dan sebagian Kecamatan Semarang Barat. Ketinggian banjir rob berkisar antara 0,2 –
0,7 meter dengan lama genangan antara 3 sampai 6 jam.
Banjir Sungai di Kota Semarang sendiri jika ditinjau dari aspek fisik dapat dipahami
dengan melihat bagaimana kondisi daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
Berdasarkan Laporan Kajian Daerah Sempadan Sungai Banjir Kanal Barat (2014), diketahui
bahwa di hulu Kota Semarang (DAS Garang) telah terjadi banyak konversi lahan ke lahan
terbangun yang mencapai hampir 60 persen. Kondisi eksisting penggunaan lahan DAS Garang
dapat dilihat pada Tabel 1Tabel 1 Luas Penutupan Lahan Kota Semarang Konversi ini
menyebabkan aliran air permukaan tahunan ke bawah yang cukup besar dimana, dari
presipitasi yang ada, 48 persen menjadi aliran permukaan yang mengalir melewati sungai-
sungai yang berhilir di Kota Semarang bawah.
Tabel 1 Luas Penutupan Lahan Kota Semarang
Sumber: RTRW Kota Semarang Tahun 2011-2031
Aliran permukaan yang besar membawa konsekuensi tingkat erosi tanah di daerah hulu
yang besar, yang berimplikasi pada tingginya material endapan yang terbawa oleh sungai-
sungai utama di DAS Garang seperti Sungai Kreo, Sungai Kripik dan Sungai Garang sendiri.
Ketiga sungai ini bertemu di daerah Simongan dan membentuk Sungai Semarang yang
4
mengkombinasikan debit air dan material suspensi yang kemudian terendapkan di aliran
Sungai Semarang yang berada di daerah Semarang bawah yang bertopografi relatif datar.
Material endapan yang jumlahnya cukup besar ini kemudian ikut masuk dan terendapkan
juga di sodetan Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur Semarang. Tingginya material erosi
yang terbawa oleh aliran Sungai Garang ini dapat dipahami karena jenis tanah di daerah hulu
merupakan tanah bertekstur lempung (Latosol, Regosol, Grumusol) yang berasal dari
rombakan batuan sedimen Gunungapi Ungaran dan Perbukitan Struktural Lipatan Lurus
Kendeng - Serayu Utara (berupa Breksi, Batu Pasir, Napal, dan Tufan).
Dilihat dari aspek topografi, secara umum Daerah Aliran Sungai Garang dibagi menjadi
tiga zona, yaitu zona atas, zona tengah dan zona bawah. Zona atas topografinya berupa
pegunungan dengan kemiringan dasar sungai yang sangat curam sehingga kecepatan
alirannya termasuk jenis aliran super kritis. Karakteristik hidrolik pada zona tersebut adalah
kecepatan alirannya tinggi sehingga angkutan sedimen dan erosi yang terjadi juga cukup
tinggi. Zona tengah topografinya berupa perbukitan dimana kemiringannya tidak setajam
zona di atasnya. Zona bawah topografinya sangat landai, yaitu di wilayah perkotaan dengan
kemiringan dasar sungai yang sangat landai sehingga gejala yang terjadi adalah sedimentasi
atau pengendapan di dasar saluran. Dengan karakteristik tersebut, banjir yang terjadi di
Semarang mempunyai karakteristik rambatan banjir yang cepat.
1.3.2 Profil Banjir Kanal Barat Kota Semarang
Banjir Kanal Barat dibangun dimulai dari ujung Sungai Garang di Daerah Simongan ke
arah Laut Jawa melewati sisi barat Kota Semarang sepanjang 5,3 km (dihitung dari Bendung
Simongan ke muara sungai). Lebar Banjir Kanal Barat berkisar kurang lebih 50 meter (Gambar
2). Banjir Kanal Barat saat ini mempunyai fungsi selain sebagai penanggulangan banjir, juga
dimanfaatkan untuk sumber air PDAM dan aktivitas sehari-hari penduduk Semarang seperti
mencuci, mandi dan sebagainya. Banjir Kanal Barat dilihat dari perspektif tata ruang juga
berfungsi sebagai ruang publik perkotaan. Berbagai fasilitas telah dibangun antara lain
Jogging Track, Tribune, Perahu Penyeberangan, dan fasilitas lainnya.
5
Gambar 2. Posisi Banjir Kanal Barat di dalam DAS Garang
1.4 Program Penanggulangan Banjir Sungai Kota Semarang di Wilayah Banjir Kanal Barat
1.4.1 Program Terlaksana
Pemerintah Kota Semarang dan Kementerian Pekerjaan Umum, baik melalui APBN,
APBD maupun dana pinjaman/hibah JICA telah melaksanakan serangkaian program
penanggulangan banjir sejak Tahun 1990 sampai sekarang. Seluruh kegiatan yang dilakukan
pada dasarnya berfokus pada 3 (tiga) aspek, yaitu:
1. Normalisasi Sungai Garang dan Banjir Kanal Barat
2. Pembangunan Bendungan Jatibarang
3. Perbaikan drainase kota.
Selain normalisasi Banjir Kanal Barat yang dilakukan hampir setiap tahun, pemerintah
saat ini telah menyelesaikan pembangunan Bendungan Jatibarang, yang diharapkan dapat
mengurangi debit air yang masuk ke Sungai Garang pada musim penghujan, dan dapat
mengurangi intensitas banjir kiriman dari sungai tersebut. Pembangunan tiga komponen
diatas mulai intensif dilakukan sejak Tahun 2009 (Gambar 2). Adapun untuk pengurangan
sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan, pemerintah telah membangun dua cekdam
pada Tahun 2012 di Sungai Kreo dan Sungai Garang. Selain itu, di titik awal Banjir Kanal Barat
juga telah ada Bendung Simongan yang dibangun oleh Pemerintah Belanda pada waktu yang
6
bersamaan dengan pembangunan Banjir Kanal barat, yang berfungsi menjaga debit aliran dan
volume sedimentasi yang masuk ke Banjir Kanal Barat.
Gambar 3. Progres Kegiatan Fisik Penanggulangan Banjir Kota Semarang
Selain normalisasi sungai, pembuatan tanggul buatan juga telah dilaksanakan secara
ekstensif di Banjir Kanal Barat. Tanggul buatan ini berfungsi untuk menahan aliran air sungai
agar tidak meluap ke permukiman penduduk dan fasilitas umum di kanan kiri sungai. Peta
sebaran lokasi, jenis dan kondisi tanggul disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Kondisi Eksisting Tanggul di Banjir Kanal Barat Kota Semarang
7
Program lain yang sudah terlaksana adalah pembangunansaluran air dan pintu air
sebagai sarana drainase perkotaan yang alirannya diarahkan ke Banjir Kanal Barat.
Rekapitulasi jumlah dan sebaran saluran air disajikan pada Tabel 2, sementara rekapitulasi
pintur air disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Rekapitulasi Saluran Air yang bermuara ke Banjir Kanal Barat
Kelurahan Kecamatan Jumlah Saluran Air
Bendan Duwur Gajahmungkur 7
Sampangan Gajahmungkur 4
Manyaran Semarang Barat 4
Ngemplak Simongan Semarang Barat 1
Bojong Salaman Semarang Barat 1
Cabean Semarang Barat 1
Petompon Gajahmungkur 4
Barusari Semarang Selatan 2
Pindrikan Lor Semarang Tengah 1
Bulu Lor Semarang Utara 1
Panggung Kidul Semarang Utara 2
Panggung Lor Semarang Utara 4
Tawangmas Semarang Barat 3
Tawangsari Semarang Barat 1
Jumlah 36
Tabel 3 Rekapitulasi Pintu Air yang di Banjir Kanal Barat
Kelurahan Kecamatan Jumlah Pintu Air
Bendan Duwur Gajahmungkur 2
Sampangan Gajahmungkur 4
Manyaran Semarang Barat 1
Bulustalan Semarang Barat 1
Cabean Semarang Barat 1
Petompon Gajahmungkur 1
Barusari Semarang Selatan 2
Pindrikan Lor Semarang Tengah 1
Bulu Lor Semarang Utara 2
Tawangmas Semarang Barat 3
Jumlah 18
Selain saluran air dan pintu air, pemerintah juga telah membangun dua pos duga air,
yaitu Pos Duga Air Simongan di Kelurahan Ngemplak Simongan Kecamatan Semarang Barat
dan Pos Duga Air Pajangan di Kelurahan Manyaran Kecamatan Semarang Barat. Rumah
pompa juga telah dibangun yang direkapitulasi pada Tabel 4.
8
Tabel 4 Rekapitulasi Rumah Pompadi Banjir Kanal Barat
Kelurahan Kecamatan Nama Rumah Pompa
Tawangmas Semarang Barat Madukoro 1
Tawangmas Semarang Barat Madukoro 2
Panggung Lor Semarang Utara Tanahmas 1
Panggung Lor Semarang Utara Tanahmas 2
Panggung Lor Semarang Utara Tanahmas 3
Panggung Lor Semarang Utara Bulu Drain
Terkait dengan pemanfaatan air di Banjir Kanal Barat, saat ini juga telah beroperasi
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Moedal yang berlokasi di Jalan Kelud Raya 60
Sampangan Semarang. PDAM ini memiliki jumlah pelanggan 145.638 pelanggan yang
tersebar di 5 kecamatan.
Gambar 5. Lokasi PDAM Tirta Moedal
1.4.2 Proyek Normalisasi Banjir Kanal Barat Kota Semarang
Proyek normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir kanal Barat Semarang merupakan
satu paket megaproyek penanggulangan banjir di Kota Semarang bersama dengan
pembangunan waduk Jatibarang dan pembenahan drainase. Pengerjaan proyek BKB ini
dimulai pada tahun 2010 dan telah diselesaikan pada 2013. Proyek yang mendapat pinjaman
dari JBIC ini menelan biaya sebesar Rp 288 miliar. Normalisasi sungai sepanjang sekitar 9,2
Km, dari Sungai Kaligarang, Tugu Suharto hingga muara laut ini juga akan dilengkapi dengan
sarana wisata dan olahraga.
9
Sepanjang kanan-kiri sungai banjir kanal barat ini nantinya akan dilengkapi dengan
fasilitas jogging track sepanjang 7,3 km dengan lebar 3 meter. Ada juga panggung teater
dengan pelataran terbuka dan dibuat trap berundak disebelah utara jembatan Banjir Kanal
Barat yang bisa digunakan untuk tempat kegiatan hiburan dan kesenian. Di muara Banjir
kanal Barat yang kini terdapat monumen ketenangan jiwa (Japanese Memorial Park) juga
bakal dibuat sebuah taman. Selain itu, juga akan dibuat wisata air dan olahraga air seperti ski
air, dayung, kano, dan fasilitas lainnya. Pengelolaan Sungai Banjirkanal Barat untuk wisata air
tersebuttelah dioptimalkan pada 2014 dan diproyeksikan sebagai loka wisata air di Kota
Semarang.
Gambar 6. Fasilitas Umum Hasil Proyek Normalisasi Banjir Kanal Barat
1.4.3. Program Belum Terlaksana
Terkait dengan pengelolaan air melalui pembangunan bendungan, Saat ini
pemerintah telah menyelesaikan pembangunan dan operasionalisasi Bendungan Jatibarang.
Selain itu, pemerintah juga merencanakan akan membangun Bendungan Mundingan di
Sungai Kreo, Bendungan Kripik di Sungai Kripik dan Bendungan Garang di Sungai Garang.
Program normalisasi juga akan dilanjutkan dengan focus lokasi di Sungai Garang hilir dan
Banjir Kanal Barat. Normalisasi Banjir Kanal Barat direncanakan dimulai dari Tugu Suharto
hingga muara Banjir Kanal Barat.
10
2. REVIEW DAN EVALUASI NORMALISASI BANJIR KANAL BARAT TERKAIT
PENANGGULANGAN BANJIR SEMARANG DAN BERBAGAI DAMPAK IKUTAN.
2.1 Sisi Ekonomis Kegiatan Normalisasi Banjir Kanal Barat Kota Semarang.
Evaluasi ekonomi merupakan salah satu persyaratan mutlak yang harus ada dalam
mengambil keputusan dalam perencanaan sebuah proyek terutama yang berhubungan
dengan manfaat masyarakat banyak. Hal ini diperlukan karena suatu proyek akan
berhubungan langsung dengan penggunanya yaitu masyarakat yang bersangkutan, dan
khususnya akan berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat setempat.
Banjir Kanal Barat Kota Semarang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada awal
abad ke 20 dengan tujuan untuk mengurangi daerah terancam banjir di sebagai daerah pusat
dan pinggiran barat Kota Semarang. Tidak diperoleh data pasti mengenai biaya yang
dikeluarkan Pemerintah Belanda untuk membangun kanal tersebut, tapi dari berbagai
sumber telah disebutkan bahwa pembangunan proyek itu memanfaatkan tenaga pribumi
untuk kerja rodi. Sehingga dalam hal ini, pembangunan Banjir Kanal Barat telah
menginvestasikan tenaga (dan mungkin sampai memakan korban jiwa rakyat pribumi) yang
tidak sedikit.
Dalam perkembangannya, pengelolaan Banjir Kanal Barat berjalan tidak optimal,
sehingga sedimentasi dan penurunan fungsi banjir kanal tidak terhindarkan. Pemulihan
sedimentasi Banjir Kanal Barat menurut Prasetyo et al (2015) dapat menghabiskan biaya
sebesar kurang lebih 32 Milyar Rupiah. Selain itu belum dihitung pula dampak kerugian dari
pencemaran lingkungan dan berkurangnya kualitas air untuk berbagai keperluan di Banjir
Kanal Barat. Penurunan fungsi Banjir Kanal Barat Kota Semarang ini menyebabkan tidak
optimalnya penanganan banjir, sehingga banjir yang terjadi di Kota Semarang tetap meluas
dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Banjir besar Tahun 1990 yang terjadi akibat
meluapnya Banjir Kanal Barat telah menyebabkan kerugian sekitar 8 Milyar Rupiah pada
waktu itu. Selain itu belum dihitung juga kerugian yang muncul akibat banjir besar yang
terjadi pada periode sebelum dan sesudahnya seperti banjir pada Tahun 1973 dan 1988.
Dengan tingginya kepadatan lahan terbangun dan aktivitas ekonomi di Banjir Kanal Barat
sampai sebelum normalisasi, jika diakumulasi, total kerugian akibat banjir mungkin bisa
mencapai lebih dari 300 Milyar Rupiah.
11
Untuk mencegah potensi banjir dan dampak negatifnya yang semakin besar,
Pemerintah menginisiasi kegiatan normalisasi Banjir Kanal Barat yang dilaksanakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Kota Semarang. Kegiatan ini dilaksanakan
secara Multiyears dan menghabiskan dana kurang lebih 288 Milyar. Kegiatan dibagi menjadi 3
sektor seperti yang telah diuraikan pada bahasan sebelumnya. Pembangunan infrastruktur
dalam konteks normalisasi yang dilakukan antara lain, pembangunan dan penguatan tanggul,
normalisasi dan penambahan saluran air, revitalisasi rumah pompa, pembebasan lahan
bantaran sungai yang kemudian di tata ulang dan direnovasi. Renovasi dilanjutkan dengan
pembangunan fasilitas umum dan fasilitas pendukung wisata, sehingga banjir kanal dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif lokasi wisata dan ruang sosial perkotaan.
Strategi pengurangan banjir berupa kombinasi antara revitalisasi Banjir Kanal Barat dan
pembangunan Waduk Jatibarang tampaknya sejauh ini cukup optimal dengan tidak
ditemuinya kejadian banjir sungai di Kota Semarang dalam 5 tahun terakhir. Kejadian banjir di
Semarang pada saat ini lebih didominasi oleh banjir rob yang tentunya memerlukan
penanganan berbeda. Namun demikian, penanganan sedimentasi di Banjir Kanal Barat
tampaknya masih belum optimal yang ditandai dengan tingginya sedimen yang masih masuk
ke dalam Sungai Banjir Kanal Barat, sebagaimana nampak pada hasil studi Prasetyo et al
(2015).
Tingginya sedimentasi ini mungkin masih dapat dipahami, karena penanganan sedimen
masih berkutat di Sungai Kreo dengan pembangunan Waduk Jatibarangnya. Dua sungai yang
berhilir di Banjir Kanal Barat seperti Sungai Ngipik dan Sungai Garang tampaknya belum
tertangani dengan baik di daerah hulunya, sehingga sedimen yang masuk masih besar.
Belajar dari pengalaman, pemerintah harus menginvestasikan lagi sejumlah dana untuk
segera membangun Bendungan Ngipik dan Bendungan Kaligarang agar sedimen yang masuk
dapat lebih terkontrol, sehingga upaya pengerukan sedimen di Banjir Kanal Barat yang
menghabiskan biaya besar tiap tahun dapat dihemat.
Selain itu, kegiatan normalisasi dan revitalisasi Banjir Kanal Barat tampaknya membawa
dampak ikutan yang bersifat positif secara ekonomi. Keberadaan fasilitas umum dan wisata di
bantaran Banjir Kanal Barat memungkinkan untuk diadakan berbagai kegiatan sosial dan
pariwisata, seperti misalnya Festival Banjir Kanal Barat yang diadakan setiap tahun sejak
dimulainya normalisasi. Festival ini memberikan keuntungan ekonomi tidak sedikit dengan
12
ikut berpartisipasinya berbagai pelaku ekonomi dalam festival yang memungkinkan transaksi
perdagangan dengan nominal rupiah yang tidak sedikit.
Sektor lain yang turut merasakan dampak positif normalisasi Banjir Kanal Barat adalah
sektor penyediaan air baku, dimana saat ini telah beroperasi PDAM Tirta Moedal di Banjir
Kanal Barat. Dari berbagai berita di internet, performa PDAM saat ini telah meningkat tajam
dengan semakin menurunnya angka TKA (Tingkat Kehilangan Air), semakin besarnya
produksi, dan semakin bertambahnya pelanggan. PDAM ini bahkan telah melayani 87%
kebutuhan air Kota Semarang. Keuntungan ekonomis yang langsung maupun tidak langsung
disebabkan oleh normalisasi Banjir Kanal Barat ini tampaknya akan semakin besar apabila
performa dan investasi yang ada tetap dilanjutkan dan diperbesar.
Dari uraian diatas, investasi 288 Milyar yang berasal dari dana luar negeri dan APBN
nampaknya berhasil memberikan keuntungan ekonomis yang tidak sedikit. Dengan demikian
maka upaya normalisasi Banjir Kanal Barat secara ekonomis bisa dianggap layak dan strategis
karena berhasil menunjukkan dampak positif yang tetap terasa di tahun keempat pasca
normalisasi diselesaikan. Walaupun demikian, upaya peningkatan harus tetap dilakukan.
Pembangunan waduk di Kripik dan Kaligarang akan memungkinkan pengelolaan debit air
yang lebih baik di daerah hulu, dan di Banjir Kanal Barat sendiri harus dilakukan
pengembalian kualitas air sungai yang tampaknya masih belum banyak tersentuh. Strategi
terpadu hulu-hilir disertai upaya kreatif dalam memanfaatkan Banjir Kanal Barat akan dapat
mendatangkan keuntungan ekonomi yang tidak sedikit bagi Kota Semarang,
2.2 Relevansi Kegiatan Normalisasi Banjir Kanal Barat di Kota Semarang
Sejarah Kota Semarang Jawa Tengah berawal kurang lebih pada Abad ke-8 M, yaitu
daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota). Daerah tersebut pada
masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat
pengendapan, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota
Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut
diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan
Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M. Di tempat
pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang sampai
sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).
13
Sejarah singkat asal terbentuknya Kota Semarang menunjukkan bahwa Kota
Semarang menarik perhatian untuk dijadikan suatu pusat kegiatan dikarenakan
keberadaannya yang berada di pinggir laut. Kondisi topografi seperti ini tentunya
memberikan dampak positiv dari sudut pandang aksesbilitas dan perekonomian. Kondisi
pantai yang mengalami pengendapan pada saat itu adalah dimana kondisi topografi yang
terjadi secara alami, dimana belum merasakan permasalahan terkait banjir dan genangan.
Kondisi ini lah yang menyebabkan kolonial Belanda berusaha untuk merebut dan menguasai
Kota Semarang. Usaha Belanda menguasai Indonesia adalah dengan berusaha menguasai
kota di Indonesia dengan letak yang strategis untuk kepentingan perdagangan dan strategis
dalam berperang, mengingat transportasi baik untuk distribusi maupun berperang masih
menggunakan media laut. Permasalahan di Negara Belanda terkait infrastruktur pengelolaan
sumber daya menjadi pengalaman yang berharga ketika pemerintah kolonial harus
membangun infrastruktur di Kota Semarang. Salah satu yang diperhatikan adalah
pembangunan infrastruktur berupa saluran air. Salah satu bukti infrastruktur yang telah
dibangun berupa banjir kanal barat.
Sistem drainase yang buruk menjadi penyebab utama banjir di Kota Semarang. Dari
enam kecamatan langganan banjir, sebagian besar disebabkan karena saluran air tidak ada,
saluran tersumbat sampah, dan akibat bangunan yang mengganggu saluran. Dari penyebab
banjir tersebut, faktor sistem drainase yang buruk memberi kontribusi terbesar. Sistem
drainase yang buruk inilah yang menyebabkan banjir lokal di Semarang. Sistem drainase yang
buruk menyebabkan aliran air tidak lancar sehingga terjadi genangan setiap kali hujan deras
(sumber : Puslitbang Kimpraswil Kota Semarang, 2002).
Normalisasi banjir kanal barat nantinya akan dilihat apakah masih relevansi normalisasi
banjir kanal barat terhadap beberapa jenis kegiatan. Fungsi banjir kanal barat sebagai
penanggulangan banjir, transportasi, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial/budaya dan
penggunaan sumber daya air.
Pada pembahasan ini maka akan ditinjau apakah relevansi pembangunan normalisasi
banjir kanal barat pada beberapa permasalahan yang ada di Kota Semarang.
14
Tabel 5 Relevansi Pembangunan Normalisasi Banjir Kanal Barat Pada Beberapa Permasalahan Yang Ada Di Kota Semarang
No Jenis Kegiatan Masa Lampau Masa Sekarang Proyeksi Masa Depan Relevansi
1 Penanggulangan Banjir (Saluran Air)
Pada masa kolonial Belanda pembangunan banjir kanal barat sudah dilakukan. Pembangunan ini menunjukkan bahwa sudah adanya indikasi terjadinya bencana banjir bila tidak ada pembangunan banjir kanal barat. Kejadian banjir paling besar pada tahun 1990 selama 25 tahun terakhir.
Pada masa sekarang banjir kanal barat masih berfungsi dengan baik untuk menyalurkan air ke laut. Setelah normalisasi maka semakin maksimal kinerja banjir kanal barat dalam menampung dan menyalurkan air menuju laut jawa.
Pada masa depan, mengingat pertumbuhan lahan terbangun yang sangat cepat, maka perlu ada tindakan lain terhadap banjir kanal barat untuk memaksimalkan fungsinya sebagai penanggulangan banjir di Kota Semarang.
Pada kondisi masa lalu, saat ini dan masa depan maka dapat disimpulkan bahwa normalisasi banjir kanal barat justru menjadi alasan kuat dalam menanggulangi banjir di Kota Semarang.
2 Transportasi Pada masa kolonial Belanda, banjir kanal masih digunakan sebagai sarana transportasi. Kondisi ini mengingat bahwa paada masa lampau masih menggunakan media sungai sebagai transportasi utama.
Pada masa ini penggunaan transportasi air pada area banjir kanal barat masih belum dilirik sebagai alternatif transportasi. Pemerintah sebenarnya sudah bisa memulai untuk menyediakan transportasi air, sepertiyang dilakukan pemerintah DKI jakarta.
Mengingat pada masa depan akan penuhnya permintaan terhadap transportasi, maka media sungai dapat menjadi suatu peluang untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Beberapa bes practice sudah coba diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk menggunakan sungai sebagai pilihan transportasi.
Pada kondisi masa lalu, saat ini dan masa depan maka dapat disimpulkan bahwa normalisasi banjir kanal barat sangat relevan untuk digunakan sebagai kegiatan transportasi. Mengingat permintaan terhadap transportasi pada masa depan, media sungai akan menjadi pilihan transportasi.
15
No Jenis Kegiatan Masa Lampau Masa Sekarang Proyeksi Masa Depan Relevansi
3 Kegiatan Ekonomi
Pada masa lampau pembangunan banjir kanal barat hanya terfokus dalam penanggulangan banjir. Fokus pembangunan masa lalu sebagai bentuk indikasi pemerintah kolonial terhadap bencana banjir yang akan terjadi bila tidak segera ditangani dengan segera.
Pada saat ini setelah kegiatan normalisasi di laksanakan meningkat bisnis kafe. Selain binis kafe juga ada kegiatan PKL di sempadan banjir kanal barat.
Pada masa depan maka nanti diharapkan kawasan banjir kanal barat nantinya menjadi suatu citra kawasan ekonomi dan sejarah. Kawasan ekonomi berupa kegiatan perdagangan dan jasa serta kegiatan distribusi logistik berupa bongkar muat peti kemas.
Pada kondisi masa lalu, saat ini dan masa depan maka dapat disimpulkan bahwa normalisasi banjir kanal barat terhadap kegiatan ekonomi relevansinya tidak terlalu kuat dikarenakan penentuan kawasan perekonomian tetap mengacu pada rencana tata ruang.
4 Kegiatan Sosial / Budaya / Pariwisata
Pada masa lampau kegiatan masyarakat pada banjir kanal barat tidak berdampak pada kegiatan masyarakat yang terlalu signifikan.
Telah ada kegiatan festival banjir kanal barat, yang menunjukkan bahwa adanya kesadaran masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan kebudayaan di banjir kanal barat Kota Semarang. Fasilitas yang dibangun disekitar banjir kanal menjadi daya tarik masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut.
Pada kepentingan kegiatan sosial budaya, setelah terlaksananya kegiatan normalisasi maka akan semakin menarik minat masyarakat dalam beraktivitas disempadan Banjir Kanal Barat.
Pada pembangunan banjir kanal barat memiliki relevansi yang cukup kuat. Kondisi tersebut menunjukkan bila kegiatan masyarakat tergantung kualitas dan daya tarik banjir kanal barat.
16
No Jenis Kegiatan Masa Lampau Masa Sekarang Proyeksi Masa Depan Relevansi
5 Penggunaan Sumber daya air
Pada masa lampau banjir kanal barat terkadang bisa digunakan untuk konsumsi, mandi cuci dan kakus. Masyarakat sekitar banjir kanal barat sering memanfaatkan untuk kegiatan sehari hari.
Pada masa saat ini masyarakat tidak menggunakan langsung air dari banjir kanal barat. Kondisi ini dikarenakan kondisi fisik air tidak layak konsumsi. Limbah kimia dan pencemaran yang terjadi pada banjir kanal barat menyebabkan kualitas air yang tidak layak konsumsi.
Pada masa kedepannya diharapkan telah tersedia sistem pengelolaan limbah terpadu, sehingga berfungsi untuk menjaga kualitas sumber daya air. Diharapkan nantinya air banjir kanal barat dapat dimanfaatkan untuk konsumsi dan kualitas air yang baik bisa menambah keindahan sungai.
Kualitas air pada banjir kanal barat dapat memiliki relevansi yang kuat dalam penggunaan konsumsi air permukaan terhadap kegiatan sehari hari.
17
2.3 Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Pengelolaan Banjir Kanal Barat Dalam Penanggulangan
Banjir Kota Semarang
2.3.1 Efektivitas
Kegiatan normalisasi Banjir Kanal Barat (BKB) sepanjang sekitar 9,2 Km, dari Sungai
Kaligarang, Tugu Suharto hingga muara laut, dimana Proyek ini mendapat pinjaman dari JBIC
menelan biaya sebesar Rp 288 miliar dimulai pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013.
Kegiatan ini tidak saja normalisasi juga dilengkapi dengan sarana wisata dan olahraga. Ini
diwujudkan supaya Banjir Kanal Barat (BKB) disamping untuk pengendalian banjir juga
sebagai destinasi wisata.
Ditinjau dari tingkat Efektifitas, sebelum kita menilai efektifitas maka kita kaji dahulu
pengertian efektifitas itu sendiri. Pengertian efektifitas secara umum menunjukkan sampai
seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai
dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa:
“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah
sebagai berikut:
“Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif”.
Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah:
“Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input.
Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu)
yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih
dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan
rumus sebagai berikut:
Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1
18
Ø Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1
(satu), maka akan tercapai efektifitas.
Ø Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka
efektifitas tidak tercapai.
Penilaian efektifitas kegiatan normalisasi Banjir Kanal Barat (BKB) ini bisa dikatakan
efektif dimana dengan tujuan pengendalian banjir dan rob yang dimulai pada tahun 2010 dan
selesai pada tahun 2013 maka dari segi waktu atau target telah sesuai dan sampai saat
sekarang masih dapat mengatasi pengendalian banjir dan rob di Kota Semarang. Sehingga
kegiatan ini dapat dikatakan memiliki nilai lebih dimana tidak saja berfungsi sebagai
pengendalian banjir dan rob tetapi hasil kegiatan ini juga dapat mewujudkan destinasi
wisata.
Persepsi Masyarakat mengenai Banjir Kanal Barat (BKB) Sungai yang dulu dipenuhi
rumput tinggi semraut yang tidak terurus dengan adanya kegiatan normalisasi ini sekarang
telah menjelma menjadi tempat favorit bagi warga Kota Semarang dan sekitarnya untuk
menghabiskan waktu untuk berekreasi dan berwisata.
Gambar 7. Banjir Kanal Barat Dulu sebelum Normalisasi
19
Gambar 8. Banjir Kanal Barat setelah Normalisasi di Kel. Bojong Salaman
Sepanjang kanan-kiri sungai banjir kanal barat ini dilengkapi dengan fasilitas jogging
track sepanjang 7,3 km dengan lebar 3 meter. Ada juga panggung teater dengan pelataran
terbuka dan betrap berundak disebelah utara jembatan Banjir Kanal Barat yang bisa
difungsikan untuk tempat kegiatan hiburan dan kesenian. Selain itu, juga wisata air dan
olahraga air seperti ski air, dayung, dan kano. Pengelolaan Sungai Banjir kanal Barat untuk
wisata air tersebut, akan dioptimalkan lagi dan diproyeksikan sebagai loka wisata air di kota
Semarang.
2.3.2 Efisiensi
Dalam catatan sejarah, Semarang tidak pernah lepas dari ancaman banjir. Terbukti
bahwa sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda telah ada upaya untuk menanggulangi
masalah banjir di kota Semarang, yaitu membangun dua kanal besar pada sisi barat dan timur
kota Semarang. Pembangunan dua kanal ini dilakukan melalui kerja wajib (heren diensten).
Banjirkanal Barat (West Bandjirkanaal) dibangun pada tahun 1850 untuk menganptisipasi
banjir di wilayah Semarang Utara, yang menjadi pusat kegiatan dagang di pelabuhan
Semarang. Banjirkanal Timur (Oost Bandjirkanaal) dibangun pada tahun 1896-1903 dengan
tujuan menghindarkan wilayah Semarang Timur dan wilayah pengembangan pelabuhan
Semarang dari ancaman banjir. Tujuan pemerintah kolonial Belanda membangun Banjirkanal
Barat dan Banjirkanal Timur pada awalnya adalah untuk mengalirkan air dari wilayah bagian
atas kota Semarang (wilayah kabupaten Semarang yang terletak di kaki bukit Ungaran) ke
laut (Tutiek, 2014).
Pada awalnya, kedua banjirkanal difungsikan untuk mengalirkan luapan air dari
kawasan Semarang bagian atas langsung menuju laut. Artinya, air yang berasal dari kaki
20
Gunung Ungaran yang mengalir melalui beberapa sungai besar diteruskan ke Laut Jawa.
Sesuai rancangan yang dibuat, fungsi kedua kanal semata-mata hanya itu, tidak lebih.
Banjirkanal Timur dan Banjirkanal Barat tidak diperuntukkan sebagai pembuangan air yang
berasal dari dalam kota. Sehingga sistem drainase dalam kota yang dibuat pada saat itu tidak
bermuara pada kedua kanal itu, melainkan langsung ke laut Jawa. Kalaupun ada pintu-pintu
air di Banjirkanal, semuanya diatur secara ketat dan teliti. Itu dilakukan karena kapasitas
kedua kanal itu hanya cukup untuk menampung aliran air yang berasal dari kawasan
Semarang atas saja (Indriyanto, 2002).
Pada perkembangannya BKB Pada masa selanjutnya, perkembangan Kota Semarang
berlangsung cepat. Kota yang semula hanya sekumpulan permukiman di sekitar benteng De
Vijfhook tersebut, bertambah kompleks. Sebagai sebuah kota yang berada di tepi pantai,
perkembangan Semarang menyerupai telapak tangan, di mana masing-masing jarinya
menunjuk ke lima arah timur, selatan, dan barat. Masing-masing ke wilayah Tugu, Boja dan
Mijen, Jatingaleh dan Banyumanik, Kedungmundu dan Meteseh, serta Pedurungan. Seiring
perkembangan itu, Semarang berubah menjadi kota yang padat penduduk. Kawasan
permukiman bertambah luas. Dampak langsung dari kondisi itu berupa pembangunan
drainase-drainase baru. Namun itu dilakukan tanpa perencanaan matang. Celakanya, justru
mengabaikan prinsip dasar kegunaan dua kanal yang dibangun Pemerintah Kolonial tersebut.
Sistem drainase yang dibangun pada masa kemudian, menurut Indriyanto, cenderung silang
sengkarut. Drainase dialirkan ke kedua kanal yang memiliki kapasitas terbatas. Akibatnya
adalah pada saat turun hujan, air tak lagi tertampung pada banjirkanal dan meluber ke
kampung yang berada di sekitarnya dan menjadi banjir di kota Semarang. Salah satu peristiwa
banjir bandang terparah adalah yang terjadi pada tahun 1990 yang menelan 47 korban jiwa.
Dala rangka penanggulangan masalah banjir, Pemerintah mengusulkan tiga
komponen pengendalian banjir di kota Semarang, yaitu: normalisasi Banjir Kanal Barat dan
Kali Garang, pembangunan waduk Jatibarang dan perbaikan drainase kota Semarang.
Normalisasi BKB dan Kali Garang menjadi prioritas pertama untuk dilaksanakan. Pemerintah
Kota Semarang meminta bantuan kepada Pemerintah Jepang melalui JICA untuk membantu
dalam perencanaan dan pendanaan proyek tersebut. Proyek ini sedianya dilaksanakan pada
tahun 2000, namun dikarenakan krisis moneter dan berbagai hal maka proyek tersebut baru
terlaksana pada tahun 2010 lalu.
21
Tujuan dari Normalisasi Banjir Kanal Barat dan Kali Garang itu sendiri adalah untuk
meningkatkan kapasitas debit air sehingga mampu untuk menampung air dari tiga sungai
yaitu kali Kreo, kali Kripik, dan kali Garang. Pekerjaan konstruksi normalisasi BKB dimulai
November 2010 dan selesai pada November 2013. Sebelum normalisasi, BKB dan sungai
Garang mampu menampung debit air sebanyak 300-400 m3/detik, sedangkan pasca
normalisasi daya tampung debit air meningkat menjadi 730m3/detik. Dalam
perkembangannya, normalisasi BKB ini juga mendapatkankan tujuan tambahan yaitu
penataan kawasan di sempadan BKB sehingga menjadi memiliki nilai estetika dan
memberikan manfaat pada sektor sosial-budaya, ekonomi, kesehatan dan kelestarian
lingkungan hidup bagi masyarakat Kota Semarang khususnya.
Sebagai evaluasi terhadap keberhasilan suatu kegiatan diperlukan peninjauan
terhadap aspek efektivitas dan efisiensi kegiatan tersebut. Menurut Gerald Vinten,
pengertian efisiensi adalah doing things right dan pengertian efektivitas adalah doing the
right things. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian efektif adalah dapat
membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan); mangkus; sedangkan pengertian
efisien adalah tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak
membuang-buang waktu, tenaga, biaya). Dalam konteks ini, perlu diketahui apakah dengan
normalisasi BKB tersebut efektif dan efisien dalam menanggulangi masalah banjir di kota
Semarang.
Berdasarkan kajian secara intensif, debit banjir 50 tahunan adalah 960 meter kubik
per detik. Diharapkan, sebanyak 200 meter kubik per detik bisa ditahan di Waduk Jatibarang
di Kecamatan Gunungpati, sedangkan sebanyak 740 meter kubik per detik akan ditampung di
sungai BKB. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, terdapat tiga komponen yang diusulkan
pemerintah untuk menanggulangi permasalahan banjir di kota Semarang. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sungai BKB tidak dapat menjadi komponen tunggal dalam
pengendalian banjir, akan tetapi perlu didukung oleh dua komponen lainnya. Tujuan
normalisasi sungai BKB sebagai pengendali banjir dapat tercapai jika pembangunan waduk
Jatibarang dan perbaikan drainase kota Semarang telah selesai dikerjakan.
Dengan selesainya waduk Jatibarang pada tahun 2014, fungsi BKB sebagai
pengendalian banjir untuk sementara dapat dinilai efektif. Hal ini dibuktikan dengan sejak
dilakukannya normalisasi BKB, banjir yang terjadi di Semarang bagian Barat dan Utara
22
menjadi berkurang. Jika terjadi genangan, masih dalam batas yang tidak membahayakan jiwa
penduduk. Untuk lebih meningkatkan nilai efektivitas fungsi BKB sebagai pengendali banjir,
maka komponen yang ketiga yaitu perbaikan drainase kota Semarang harus segera
dilaksanakan. Selain pelaksanaan pembangunan ketiga komponen tersebut, pemerintah juga
harus membuat regulasi dan melakukan law enforcement terkait aktivitas masyarakat yang
dapat mengganggu fungsi dari ketiga komponen pengendali banjir tersebut, misalnya dengan
pengaturan aktivitas masyarakat di sempadan BKB dan penerapan sanksi hukum pada
masyarakat yang membuang sampah di BKB dan drainase kota. Normalisasi Banjir Kanal
Timur (BKT) juga harus segara dilakukan demi makin efektifnya program penanggulan banjir
di kota Semarang.
Ditinjau dari aspek efisiensi, masih sulit untuk mengukur tingkat efisiensi dari aspek
biaya. Sebuah sumber menyebutkan anggaran yang dikucurkan dalam proyek normalisasi
sungai BKB adalah sebesar 288 milyar rupiah, namun belum ada kajian ilmiah apakah nilai
yang diinvestasikan tersebut mampu menekan risiko kerugian yang timbul akibat banjir. Jika
kita melihat dari perspektif lainnya bahwa dengan melakukan investasi dengan jumlah
tersebut kita tidak hanya melakukan upaya pencegahan banjir, akan tetapi juga mampu
mendatangkan nilai manfaat lainnya dari aspek, sosial, ekonomi, budaya, kesehatan dan
lingkungan hidup. Dari aspek ekonomi yaitu dengan dijadikannya BKB sebagai lokasi wisata
maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar sempadan
BKB. Dari aspek kesehatan, kondisi BKB yang tertata rapih bersih dan tidak kumuh mampu
meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, dan dari aspek lingkungan hidup dengan kondisi
BKB yang bersih maka nilai pencemaran lingkungan menjadi berkurang. Yang tidak kalah
pentingnya adalah manfaat dari aspek sosial budaya, setelah masyarakat menyadari akan
nilai manfaat yang didatangkan oleh keberadaan BKB maka diharapkan timbul kesadaran
masyarakat untuk mengubah pola dan budaya hidup mereka. Misalnya dengan menjaga
kebersihan BKB.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas dapat kami simpulkan bahwa kebijakan
normalisasi BKB dapat dikatakan efisien jika kita tidak hanya menilai dari nilai potensi
kerugian akibat banjir yang bisa cegah. Tetapi juga kita harus melihat dari manfaat-manfaat
ikutan yang bisa dihadirkan dengan kegiatan normalisasi BKB tersebut.
23
2.4 KEBERLANJUTAN NORMALISASI BANJIR KANAL BARAT SEMARANG
2.4.1 Identifikasi Permasalahan
Secara umum banjir kanal barat mempunyai beberapa masalah yang akan
mempengaruhi pertumbuhan dimasa yang akan datang. Beberapa masalah yang telah dapat
diidentifikasi disajikan berikut ini :
1. Normalisasi itu dinilai mendesak untuk mengurangi beban banjir dan rob khususnya
pada sistem drainase wilayah Semarang Tengah. Ketua Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kaligawe, Kecamatan Gayamsari, Sunardji mengatakan,
saat ini sedimentasi di Sungai sudah sangat memprihatinkan.
2. Untuk kawasan Banjir Kanal Barat berada pada daerah rendah.Daerah rendah
membentang sepanjang Pantai dengan lebar antara 3 – 10 km, kelerengan lahan datar
sekitar 0 – 2%, dengan ketinggian maksimal 10 m diatas MSL, beberapa daerah berada
pada ketinggian sekitar 0,70 m di bawah MSL. Merupakan daerah endapan alluvial yang
cukup tebal (30-45 m), daya dukung tanah yang relatif rendah. Kendala pengembangan
pada daerah ini adalah banjir (lokal, kiriman, air pasang) serta penurunan kawasan.
3. Potensi terhadap erosi dan shock flooding (banjir kiriman) cukup besar. Untuk
mengantisipasi kendala, memerlukan penyediaan sarana infrastrukturr (flood control
dan drainase) yang lebih mahal, dengan penanganan yang cermat.
4. Tingginya sedimentasi yang terjadi di Sungai Banjir KanalBarat
Untuk mengurangi sedimentasi yang terjadi di Banjir KanalBarat, padatahun 2012 lalu
sudah diantisipasi dengan membuat dua cek dam di Sungai Kreo dan satu cek dam di
Kali Garang.
5. Pencemaran Air Sungai oleh limbah pabrik
Perkembangan industri secara langsung maupuntidak langsung menyebabkan
pencemaran beberapa logam berat seperti Cddan Pb di aliran sungai. Dari Pencemaran
logam berat Cd dan Pb tersebut di perairanKali Garang maka mengakibatkan ikan yang
hidup dan berkembang biak diKali Garang akan ikut mengakumulasi logam berat
tersebut. Akibat yanglebih parah adalah ketika manusia yang mengkonsumsi ikan yang
24
telahmengakumulasi logam berat tersebut, dimana dapat mengakibatkankeracunan
dan kematian.
6. Limbah TPA Jatibarang
TPA Jatibarang merupakan tempat pembuangan akhir di Semarang yang lokasinya
dekat dengan pemukiman penduduk. Penumpukan sampah di TPA Jatibarang yang
sudah semakin banyak dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Dari data Dinas
kebersihan kota Semarang tahun 2012 (Dinas Kebersihan kota Semarang, 2012),
komposisi sampah yang masuk ke TPA Jatibarang 61,95% terdiri dari sampah organic
dan 38,05% sampah anorganik.
2.4.2 Rencana Pembangunan dan Realisasi Pembangunan
Rencana Pembangunan Realisasi Pembangunan
Banjir Kanal Barat merupakan paket
solusi mengantisipasi banjir dan rob.
Sampah menumpuk di sungai Banjir
Kanal Barat yang mengakibatkan
pendangkalan sungai yang akhirnya
menyebabkan banjir di daerah
sekitarnya.
Pada awalnya kedua drainase induk itu
hanya difungsikan sebagai aliran luapan
banjir dari Gunung Ungaran ke laut Jawa.
Sesuai rencana, kedua sungai itu tak
digunakan untuk pembuangan air yang
berasal dari dalam Kota Semarang.
“Sekarang permasalahan menjadi lebih
parah karena mengalami sedimentasi
yang sangat dan kapasitas alur sungai
menjadi berkurang.
Banjir Kanal Barat sudah cukup efektif
untuk mengantisipasi banjir kota
semarang, yang awal nya sungai BKB
hanya mampu menampung debit banjir 2
tahunan, setelah normalisasi menjadi
dapat menampung debit bajir 25
tahunan.
Sampah yang awalnya menumpuk pada
sungai BKB kini sudah sangat berkurang
bahkan sungai dpat dimanfaatkan untuk
pariwisata, diman ada acara festival BKB
setiap tahunnya.
Sudah dilakukanya pengerukan
sedimentasi pada sungai BKB, sehingga
sungai dapat menampung air lebih
banyak.
25
2.4.3 Kondisi Sungai Banjir Kanal Barat Dulu dan Sekarang
1. Kondisi awal Sungai banjir kanal Barat Semarang
Kondisi Sungai BKB akibat adanya erosi
Belum maksimalnya Sungai BKB untuk menampung air
Sedimentasi pada Sungai BKB
26
2. Kondisi Sungai Banjir Kanal Barat Ketika dalam Proses Normalisasi
Pengerukan sedimentasi pada Sungai BKB
Proses Normalisasi Sungai BKB
Pengerukan Sedimentasi pada Sungai BKB
27
3. Kondisi Setelah Proses Normaliasai Sungai Banjir Kanal Barat
Peningkatan apasitas Sungai BKB setelah di normalisasi
Kondisi Sungai BKB setelah di normalisasi
Sedimentasi pada Sungai BKB sudah teratasi
28
Kondisi Sungai BKB setelah dinormalisasi pada malam hari
Festival Sungai BKB setelah dinormalisasi
Sungai BKB yang dimanfaatkan sebagai wisata air
29
2.4.4 Keberlanjutan Normalisasi Sungai Banjir Kanal Barat
Dari kegiatan proyek normalisasi sungai BKB ini dinilai cukup efektif untuk menangani
banjir dan rob di kota semarang. Normalisasi sungai BKB ini, mengurangi sedimentasi dan
penumpukan sampah pada penampang sungai, sehingga kapasitas penampang sungai
kembali pada bentuk penampang semula yang dapat menampung debit banjir pada periode
banjir 25 tahunan. Sungai BKB juga dimanfaatkan untuk pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari
pemanfaatan sungai untuk acara festival perahu hias yang diadakan setiap setahun sekali.
Setelah kegiatan normalisasi Sungai BKB selanjutnya akan dilakukan penetapan daerah
sempadan sungai, penataan sempadan sungai dan restorasi sempadan sungai. Hasil dari
restorasi sempadan sungai ini dapat dimanfaatkan sebagai area olah raga berupa jogging
track dan bicycle track. Pemanfaatan sempadan sungai yang lain yaitu sebagai area terbuka
untuk umum, dimana banyak terdapat pedagang kaki lima dan juga taman.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Normalisasi Banjir Kanal barat sampai dengan saat ini dapat dinilai ekonomis, relevan,
efektif dan efisien karena dengan biaya sebesar 288M yang dikucurkan tidak hanya mampu
mengurangi risiko banjir tetapi juga mendatangkan manfaat ikutan lainnya, yaitu peningkatan
kesejahteraan, perubahan perilaku masyarakat, derajat kesehatan dan kelestarian
lingkungan. Selain itu juga kegiatan ini dapat menghadirkan potensi pariwisata baru dan
alternatif ruang sosial perkotaan yang dapat dimanfaatkan penduduk kota untuk berbagai
aktivitas.
3.2 Saran
Saran yang dapat dikemukakan dari hasil kajian ini adalah:
1. Perlu pendampingan terhadap masyarakat untuk menjaga keberadaan bkb yang nyata
telah mampu memberikan berbagai manfaat terhadap masyarakat;
2. Percepatan pelaksanaan komponen penanggulangan banjir yang belum terlaksana
(perbaikan drainase kota semarang, pembangunan bendungan di hulu) sehingga
mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi fungsi utama bkb sebagai pengendali
banjir;
30
3. Peningkatan promosi pariwisata air di Banjir Kanal Barat Semarang untuk lebih
mengoptimalkan potensi yang telah terbangun.
4. Peningkatan sosialisasi dan pendidikan kebersihan lingkungan di masyarakat sekitar
Banjir Kanal Barat Semarang agar tidak menggunakan sungai untuk aktivitas yang
dapat bermuara pada pencemaran sungai.
DAFTAR PUSTAKA
BBWS Pemali Juana. (2014). Laporan Pekerjaan Kajian Daerah Sempadan Sungai Banjir Kanal
Barat Kota Semarang 9,5 KM. Semarang: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
http://pamboedifiles.blogspot.co.id/2012/08/proyek-normalisasi-banjir-kanal-barat.html
http://www.kompasiana.com/imammaarif/banjir-kanal-barat-semarang-dulu-dan-
kini_552c08dc6ea834f32c8b4578
https://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/
Purwanto, L. M. F. (2005). Kota Kolonial Lama Semarang (Tinjauan Umum Sejarah
Perkembangan Arsitektur Kota). Dimensi Teknik Arsitektur, 33 (1), 27-33.
Prasetyo, D., Dermawan, V., & Primantoyo, A. H. (2015). Kajian Penanganan Sedimentasi
Sungai Banjir Kanal Barat Kota Semarang. Jurnal Teknik Pengairan, 6 (1), 76-87.