Upload
abdul-fauzan
View
86
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan ilmu fiqh tidak bisa lepas dari peranan penting
para ulama mujtahid fiqh yang telah menggali lebih dalam berbagai persoalan hokum
dengan mengembangkan prinsip-prinsip hokum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Hingga hasil ijtihad tersebut akhirnya terkumpul menjadi sebuah jalan
pemikiran mujtahid yang popular disebut madzab.
Mempelajari sosok pemilik madzab fiqh akan membantu kita untuk
mempelajari secara detail usaha yang dilakukan oleh ulama tersebut dalam
membangun bangunan kemadzabannya. Hal ini akan memberikan kita gambaran
tentang bagaimana metode yang digunakan oleh ulama tersebut.
Untuk mendalami ilmu fiqh, mengenal riwayat hidup para mujtahid
merupakan sebuah kewajiban, sebab hal ini akan mengantarkan mereka kepada
pengenalan sejarah terbentuknya suatu madzab. Dengan demikian, mengenal sosok
peletak dasar sebuah madzab adalah suatu upaya menyerap madzab dari sumber
aslinya.1
Dari sekian banyak madzab ulama dalam ilmu fiqh, kami memfokuskan
pembahasan mengenai biografi dan jalan pemikiran Imam Syafi’I dan Imam Hambali.
Semoga pembahasan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
terutama untuk memperluas wawasan keilmuan fiqh kita.
1.2 Rumusan Masalah1 Abu Zahrah Muhammad, Imam Syafi’I : Biografi dan Pemikirannya, Jakarta : Lentera, 2007, hal. 17
2
1.2.1 Bagaimana Biografi Imam Syafi’i ?
1.2.2 Bagaimana Pemikiran Fiqh Imam Syafi’I ?
1.2.3 Bagaimana Biografi Imam Hambali ?
1.2.4 Bagaimana Pemikiran Fiqh Imam Hambali ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Mengetahui Biografi Imam Syafi’i
1.3.2 Mengetahui Pemikiran Fiqh Imam Syafi’i
1.3.3 Mengetahui Biografi Imam Hambali
1.3.4 Mengetahui Pemikiran Imam Hambali
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 BIOGRAFI IMAM SYAFI’I
2.1.1 Kelahiran
Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi’i lahir dikota
Gaza, Palestina. Nama beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Ustman bin
Imam Syari’I bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdullah bin Abdul Manaf.
Pendapat ini pula yang dipegang mayoritas ulama fiqh. Namun, sebagian ulama lain
menyatakan Imam Syafi’I lahir di Aqsalan.2 Untuk menyatukan antara pendapat-
pendapat diatas, pernah dikatakan bahwa beliau dilahirkan di Gaza dan dibesarkan di
Aqsalan3. Ayah Imam Syafi’I meninggal dunia ketika beliau masih kecil, ibu beliau
membawanya ke Mekah pada saat umur beliau 10 tahun. Beliau hidup dalam keadaan
miskin, hingga terpaksa mengumpulkan batu-batu yang baik, pelepah pisang dan
belulang untuk dituliskan diatasnya.
2.1.2 Menuntut Ilmu
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin
Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia
15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-
Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab
dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di
Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai
mufti Makkah.
Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar
dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu
dari Sufyan bin Uyainah.
2 Abu Zahrah Muhammad, Imam Syafi’I : Biografi dan Pemikirannya, Jakarta : Lentera, 2007, hal. 273 Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab, Jakarta : Amzah, 2011, hal 141
4
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id
bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun
semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di
berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin
Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9
malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl
dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain. Di majelis beliau ini, si anak yatim
tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu
Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya.
Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik
di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.4
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan
pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan
Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan
lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu
majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan
dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada
kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .”
Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti
bertambah pemahamanku.”
Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang
paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin
Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari
para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far,
Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di
majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliau yang disebutkan
terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang
sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan
berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal
dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak
4 Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab, Jakarta : Amzah, 2011, hal 150
5
mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan
ilmu.
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana.
Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti:
Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari
Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini
beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di
negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab
Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di
Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu
fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam
Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke
Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau
wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
2.1.3 Karya- Karya Imam Syafi’i
Beliau menyusun dan mengarang 13 buah kitab Dalam beberapa bidang ilmu
seperti ilmu fiqh, Tafsir, Ilmu Ushul, Sastra, Dan lain-lain. Kitab tersebut antara lain
Mu’jam Al-Ubada, Ar-Risalah, Al-Wasaya Al Kabirah, Ikhtikaf Ahlil Irak, Wasiyatus
Syafi’I, Jami’ Al Ilm, Ibtal Al Istihsan, Jami’ Al-Mizani Al Kabir, Jami Al Mizani
As-Saghir, Al Amali, Muktasar Ar Rabi’ wal Buwaiti, Al-Amla dan lain-lain.5
2.14 Meninggalnya Imam Syafi’i
5 Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab, Jakarta : Amzah, 2011, hal 162
6
Imam Syafi’I mengidap banyak penyakit sewaktu hidupnya. Diantaranya
adalah penyakit wasir, yang menyebabkan keluar darah pada tiap-tiap waktu. Imam
Syafi’I meninggal dunia di Mesir pada malam kamis dalam usia 54 tahun. Dan
dikebumikan hari jumat keesokan harinya.6
2.2 PEMIKIRAN FIQH IMAM SYAFI’I
Dasar madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau juga tidak
mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya,
menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i
mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan
syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah
(pembela sunnah),”
Muhammad bin Daud berkata, “Pada masa Imam Asy-Syafi`i, tidak pernah
terdengar sedikitpun beliau bicara tentang hawa, tidak juga dinisbatkan kepadanya
dan tidak dikenal darinya, bahkan beliau benci kepada Ahlil Kalam dan Ahlil Bid’ah.”
Beliau bicara tentang Ahlil Bid’ah, seorang tokoh Jahmiyah, Ibrahim bin ‘Ulayyah,
“Sesungguhnya Ibrahim bin ‘Ulayyah sesat.” Imam Asy-Syafi`i juga mengatakan,
“Menurutku, hukuman ahlil kalam dipukul dengan pelepah pohon kurma dan ditarik
dengan unta lalu diarak keliling kampung seraya diteriaki, “Ini balasan orang yang
meninggalkan kitab dan sunnah, dan beralih kepada ilmu kalam.”7
Imam Asy-Syafi`i termasuk Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, beliau jauh dari
pemahaman Asy’ariyyah dan Maturidiyyah yang menyimpang dalam aqidah,
khususnya dalam masalah aqidah yang berkaitan dengan Asma dan Shifat Allah
subahanahu wa Ta’ala. Beliau tidak meyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama
dan sifat makhluk, juga tidak menyepadankan, tidak menghilangkannya dan juga
tidak mentakwilnya. Tapi beliau mengatakan dalam masalah ini, bahwa Allah
memiliki nama dan sifat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan
sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kepada
umatnya. Tidak boleh bagi seorang pun untuk menolaknya, karena Al-Qur’an telah
turun dengannya (nama dan sifat Allah) dan juga telah ada riwayat yang shahih
6 Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab, Jakarta : Amzah, 2011, hal 1887 Abu Zahrah Muhammad, Imam Syafi’I : Biografi dan Pemikirannya, Jakarta : Lentera, 2007, hal. 223
7
tentang hal itu. Jika ada yang menyelisihi demikian setelah tegaknya hujjah padanya
maka dia kafir. Adapun jika belum tegak hujjah, maka dia dimaafkan dengan
bodohnya. Karena ilmu tentang Asma dan Sifat Allah tidak dapat digapai dengan
akal, teori dan pikiran. “Kami menetapkan sifat-sifat Allah dan kami meniadakan
penyerupaan darinya sebagaimana Allah meniadakan dari diri-Nya.
2.3 BIOGRAFI IMAM HAMBALI
2.3.1 Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal
Nama lengkapnya Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, dilahirkan di
Marwa, tanggal 20 Rabi’ al-Awwal 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al
Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. Ayahnya , Muhammad terkenal sebangai seorang pejuang
(Mujahid) di Basrah, Irak. Dikatakan bahwa ketika ayahnya pergi ke Marwa sebagai seorang
ghazy, Imam Ahmad lahir sewaktu dia tinggal sementara disana. Ketika masih bayi, Ahmad
dibawa ke Bagdad tempat ayahnya meninggal dunia di usianya yang amat dini.8 Dengan
demikian, beliau tumbuh besar di bawah asuhan kasih sayang ibunya, karena bapaknya
meninggal dunia saat beliau masih berumur balita, tiga tahun. Meski beliau anak yatim,
namun ibunya (Shafiyah binti Maimunah binti Malik al-Syaibani) dengan sabar dan ulet
memperhatian pendidikannya hingga beliau menjadi anak yang sangat cinta kepada ilmu dan
ulama karena itulah beliau kerap menghadiri majlis ilmu di kota kelahirannya.
2.3.2 Awal Kehidupannya
Ahmad bin Hambal adalah anak yang cerdas dan rasa ingin tahunya besar, sangat
bersemangat melanjutkan pelajaran. Dia mulai belajar khazanah hadis tahun 179 H ketika
masih berusia 16 tahun. Sejak kecil, Imam Ahmad kendati dalam keadaan yatim dan miskin,
namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah beliau mampu menjadi manusia yang teramat
cinta pada ilmu, kebaikan dan kebenaran. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau
dalam menuntut ilmu tidak pernah berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah menjadi imam,
pekerjaan menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti.
Melihat hal tersebut, ada orang bertanya, Sampai kapan engkau berhenti dari mencari ilmu,
8A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 146
8
padahal engkau sekarang sudah mencapai kedudukan yang tinggi dan telah pula menjadi
imam bagi kaum muslimin ? Maka beliau menjawab, Beserta tinta sampai liang lahat.9
Meskipun Imam Ahmad seorang yang kekurangan, namun beliau sangat memelihara
kehormatan dirinya. Bahkan dalam keadaan tersebut, beliau senantiasa berusaha menolong
dan tangannya selalu di atas. Beliau tidak pernah gusar hatinya untuk mendermakan sesuatu
yang dimiliki satu-satunya pada hari itu. Disamping itu, beliau terkenal sebagai seorang yang
zuhud dan wara”. Bersih hatinya dari segala macam pengaruh kebendaan serta menyibukkan
diri dengan dzikir dan membaca Al Qur’an atau menghabiskn seluruh usianya untuk
membersihkan agama dan mengikisnya dari kotoran-kotoran bid’ah dan pikiran-pikiran yang
sesat.
2.3.3 Pendidikan Imam Hambali
Imam Ahmad menghafal Al-Qur’an dan mempelajari bahasa Arab. Beliau pergi
mengembara ke beberapa buah negeri untuk belajar seperti Kufah, Basrah, Syam dan Yaman.
Beliau mula belajar hadis ketika berumur 16 tahun. 10 Beliau menuntut ilmu dari banyak guru
yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari kalangan ahli hadits adalah Yahya bin
Sa’id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu
Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqh adalah Waki’ bin Jarah, Muhammad bin Idris
asy Syafi’i dan Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah ) dll. dalam ilmu hadits, beliau mampu
menghafal sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal perawinya.
Salah satu karya besar beliau adalah Al Musnad yang memuat empat puluh ribu
(40.000) hadits. Disamping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits shahih dan
layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli
hadits. Selain al Musnad karya beliau yang lain adalah : Tafsir al Qur’an, An Nasikh wa al
Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur’an, Jawabat al Qur’an, At Tarih, Al
Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha’atu Rasul, Al ‘Ilal, Al Wara’ dan Ash
Shalah. 11
2.3.4 Tuduhan Terhadapnya
9Akhmad Fariz , Biografi Singkat Empat Imam Madzhab Dan Imam Ja’fari (Makalah), 201110A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), 2002, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hlm 14611Prof. Dr. Wahban az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu 1, 2007, Damaskus : Darul Fikr, hlm 47
9
Ditahun-tahun akhir kehidupannya, Imam Ahmad menghadapi tantangan dari khalifah
dan aparatur negara-Nya. Akibatnya, dia dipenjarakan dalam waktu lama serta diperlakukan
sangat kasar oleh para penguasa. Namun sebagai orang yang berkesadaran tinggi, ia tidak
pernah menyerah terhadap pandangan para pejabat yang salah. Banyak hal yang di tuduhkan
kepadanya. 12
Ujian dan tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau
paham-paham Mu’tazilah yang sudah merasuk di kalangan penguasa, tepatnya di masa al
Makmun dengan idenya atas kemakhlukan al Qur’an. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan
bahaya yang segera menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan pendirian dan
mematahkan hujjah kaum Mu’tazilah serta mengingatkan akan bahaya filsafat terhadap
kemurnian agama. Beliau berkata tegas pada sultan bahwa al Qur’an bukanlah makhluk,
sehingga beliau diseret ke penjara. Beliau berada di penjara hampir selama 30 tahun di
Baghdad, selama tiga periode kekhlifahan yaitu al Makmun, al Mu’tashim dan terakhir al
Watsiq. Setelah al Watsiq tiada, diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan
Imam Ahmad pun dibebaskan pada 25 Ramadhan 221 H.
2.3.5 Wafatnya Imam Ahmad
Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara dan dikucilkan dari masyarakat, namun
berkat keteguhan dan kesabarannya selain mendapat penghargaan dari sultan juga
memperoleh keharuman atas namanya. Ajarannya makin banyak diikuti orang dan
madzabnya tersebar di seputar Irak dan Syam. Tidak lama kemudian beliau meninggal karena
rasa sakit dan luka yang dibawanya dari penjara semakin parah dan memburuk. Beliau wafat
pada 12 Rabi’ul Awwal 241 H (855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang
hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam. Menurut
sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu Taimiyah
dan Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat atas keduanya. Amin.
2.4 PEMIKIRAN FIQH IMAM HAMBALI
Dasar madzhab Hambali adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijma, Qiyas,
Istishab, Maslahah mursalah dan saddudzarai. Imam Hambali menjadikan Al Qur’an dan
12A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), 2002, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hlm 148
10
sunnah sebagai sumber utama dalam ilmu fiqhnya. Dan tidak menerima perselisihan Al
Qur’an dan sunnah. Dan lebih meninggikan Al-Qur’an dari sumber lainnya. Intinya beliau
memahami, Al Qur’an sebagai sumber utama dan As Sunnah adalah penafsirnya, setelah itu
diambil perkataan sahabat-sahabat dan fatwanya, dan beliau juga mengambil ijma’ dan kias
apabila tidak ada nas yang mngatakan halal atau haram bagi suatu perkara. 13 Imam Ahmad
tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya
madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN
13 Dr. Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab, Jakarta : Amzah, 2011, hal 201
11
Dari pembahasan makalah diatas mengenai biografi dan pemikiran kehidupan Imam
Syafi’I dan Imam Hambali, dapat kami tarik diambil kesimpulan bahwa :
1. Imam Syafi’i
a. Biografi
Imam Syafi’I dilahirkan di Gaza, Palestina pada tahun 150 H / 769 M dan
wafat di Mesir pada tahun 204 H / 820 M.
b. Pemikiran dalam penentuan hokum
Al-Qur’an
al-Sunnah
Ijma’
Qiyas
2. Imam Hanbali
a. Biografi
Beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H / 780 M dan wafat juga di
Baghdad pada tahun 241 H / 855 M.
b. Pemikiran dalam penentuan hokum
Nas dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih
Fatwa para sahabat Nabi SAW
Hadits Mursal dan Hadits Dha’if
Qiyas
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan teladan kehidupan dari biografi Imam
Syafi’I dan Imam Hambali, dan dengan mengenal sosok peletak dasar sebuah madzab akan
lebih mudah bagi kita untuk menyerap madzab dari sumber aslinya. Hingga nantinya bisa
kita terapkan penggunaan madzab tersebut untuk mengatasi masalah fiqh dalam kehidupan
dan menjadi pedoman dasar dalam melaksanakan syariat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syurbasi, Ahmad, 2011, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab, Jakarta : Amzah
12
Rahman I. Doi, 2002, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
Wahban , az-Zuhaili, 2007. Fiqh Islam Wa Adillatuhu 1,, Damaskus : Darul Fikr
Fariz, Akhmad , 2011, Biografi Singkat Empat Imam Madzhab Dan Imam Ja’fari (Makalah)
Abu Zahrah Muhammad, 2007.Imam Syafi’I : Biografi dan Pemikirannya, Jakarta : Lentera