107
Bisakah Hadits Ahad Dijadikan Hujjah dalam Perkara Akidah?

Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Bisakah Hadits Ahad Dijadikan Hujjah

dalam Perkara Akidah?

Page 2: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PENGERTIAN HADITS AHAD

Page 3: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Pengertian Hadits Ahad dan bedanya dengan Hadits Mutawatir menurut Al-Imam Al-’Allamah Asy-Syariyf Al-Jurjaniy (w. 816 H)

hlm 85

Page 4: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PENGERTIAN AKIDAH

Page 5: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

AKIDAH = KEYAKINAN 100% TIDAK MUNGKIN < 100%

Pembenaran yang bersfat pasti ( dengan menafikan secara pasti adanya kemungkinan lain ) pembenaran 100%

Pembenaran yang bersifat tidak pasti ( tanpa menafikan adanya kemungkinan lain ) pembenaran > 50% dan < 100%

Posisi tidak membenarkan juga tidak menafikan 50%

Pembenaran terhadap perkara yang sebenarnya salah secara tidak pasti > 0% dan < 50%

Posisi tidak tahu sama sekali atau membenarkan secara pasti sesuatu yang sebenarnya salah 0%

Al-Yaqîn, Al-’Ilm( keyakinan )

Azh-Zhann ( dugaan )

Asy-Syakk ( keragu-raguan )

Al-Wahm ( fancy )

Al-Jahâlah ( ketidaktahuan )

?Hadits Ahad

Page 6: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Catatan: Sebenarnya lafazh Al-’Ilm juga bisa berarti dugaan, dan lafazh Azh-Zhann juga bisa berarti keyakinan. Namun pada pembahasan ini, kata Al-’Ilm digunakan oleh para ulama untuk menunjukkan keyakinan sedangkan Azh-Zhann untuk menunjukkan Dugaan.

Contoh: Jika dikatakan: Hadits Ahad tidak berfaidah ‘Ilm tapi berfaidah Zhann Maka artinya: Hadits Ahad tidak berfaidah Keyakinan tapi berfaidah Dugaan.

Jika dikatakan: Hadits Ahad tidak berfaidah melainkan hanya Zhann Maka artinya: Hadits Ahad tidak berfaidah melainkan hanya Dugaan.

Page 7: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PERBEDAAN ULAMA SEPUTAR APAKAH HADITS AHADBERFAIDAH ‘ILM ( KEYAKINAN ) ATAU BERFAIDAH ZHANN ( DUGAAN )

Page 8: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Ahad

IFADAH HADITS AHAD PERKARA MUKHTALAF SEJAK DULU

Berfaidah Zhann ( dugaan )

Berfaidah ‘Ilm ( keyakinan )

• Mutlak: Ahmad bin Hanbal ( dalam salah satu riwayat ), Haris bin Asad Al-Muhasibiy, Husain bin Ali Al-Karabisiy, Ibn Hazm Azh-Zhahiriy, dll.

Bersyarat: • Jika Mutalaqqâtun bil-qabûl: Asy-Syiyraziy, Ibnu

Shalah, Ibnu Taimiyyah, dll.• Jika Disertai Qarînah: Abu Ishaq An-Nazhzham, Al-

Amidiy, Tajuddiyn Ibn As-Subkiy, dll.

• An-Nu’man bin Tsabit dan Al-Ahnaf, mayoritas Al-Malikiyyah, Muhammd bin Idris dan Asy-Syafi’iyyah, Ahmad bin Hanbal ( dalam salah satu riwayat ) dan Al-Hanabilah Al-Mutaakhkhirun, dll. ( jumhur )

Page 9: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PARA ‘ULAMA YANG BERPENDAPAT BAHWA HADITS AHAD BERFAIDAH ‘ILM ( YAKIN ) SECARA MUTLAK

Page 10: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Ibn Hazm Azh-Zhahiriy (w. 456 H), dan menurut beliau: Abu Sulaiman, Husain Al-Karabisiy, Haris bin Asad Al-Muhasibiy

juz 1 hlm 119

Page 11: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 66

Menurut Al-Imam Tajuddiyn Ibn As-Subkiy (w. 771 H): Al-Imam Ahmad bin Hambal (w. 241 H) (dalam sebuah riwayat)

Page 12: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PARA ‘ULAMA YANG BERPENDAPAT HADITS AHAD TIDAK BERFAIDAH ‘ILM ( KEYAKINAN ) KECUALI APABILA DISERTAI

QARIYNAH ( INDIKASI )

Page 13: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Menurut Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali Asy-Syiyraziy (w. 476 H): Abu Ishaq An-Nazhzham Al-Mu’taziliy (w. 231 H)

hlm 154

Page 14: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Al-’Allamah Ali bin Muhammad Al-Amidiy (w. 631 H)

juz 2 hlm 43

Page 15: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 66

Al-Imam Qadhi-l-Qudhah Tajuddiyn Ibn As-Subkiy (w. 771 H)

Page 16: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PARA ‘ULAMA YANG BERPENDAPAT BAHWA HADITS AHAD TIDAK BERFAIDAH ‘ILM ( KEYAKINAN ) KECUALI APABILA MUTALAQQÂTUN

BIL-QABÛL ( DISEPAKATI UMAT UNTUK DITERIMA )

Page 17: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali Asy-Syiyraziy (w. 476 H) (dalam pendapat barunya)

hlm 154

Page 18: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Menurut Al-Hafizh An-Nawawi (w. 676 H): Al-Hafizh Abu Amr Ibn Shalah Asy-Syahrazuriy (w. 643 H)

juz 1 hlm 40

Page 19: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syaikhu-l-Islam Ibn Taimiyyah Al-Harraniy (w. 728 H) dan menurut beliau: Al-Hanabilah

juz 2 hlm 73

Page 20: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PARA ‘ULAMA YANG BERPENDAPAT BAHWA HADITS AHAD BERFAIDAH ZHANN ( DUGAAN )

Page 21: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Al-Faqiyh Al-Muhaddits Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit (w. 150 H)

juz 3 hlm 79-80

Page 22: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Bakar Ar-Raziy Al-Jashshash Al-Hanafiy (w. 370 H)

juz 3 hlm 53

Page 23: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 2 hlm 661

Menurut ‘Alauddiyn As-Samarqandiy Al-Hanafiy (w. 450 H): Mayoritas ‘Ulama

Page 24: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Fakhru-l-Islam Ali bin Muhammad Al-Bazdawiy Al-Hanafiy (w. 482 H)

hlm 158

Page 25: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 112

Al-Imam Abu Bakar As-Sarakhsiy Al-Hanafiy (w. 490 H)

Page 26: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abul-Barakat An-Nasafiy Al-Hanafiy (w. 710 H)

juz 2 hlm 19

Page 27: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 272

Al-Imam Al-’Allamah Ibn Najiym Al-Hanafiy (w. 970 H), dan menurut beliau: Mayoritas ‘Ulama dan Seluruh Fuqaha’

Page 28: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam ‘Alauddiyn Abd Al-‘Aziz Al-Bukhari Al-Hanafiy (w. 730 H)

juz 1 hlm 84

Page 29: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 7

Al-Hafizh Al-Muhaddits Ibn ‘Abdil-Barr Al-Malikiy (w. 463 H) dan menurut beliau: Mayoritas Malikiyyah

Page 30: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 234

Al-Hafizh Abu Al-Walid Al-Bajiy Al-Malikiy (w. 474 H) dan menurut beliau: Seluruh Fuqaha’

Page 31: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 115

Al-Qadhiy Abu Bakar Ibn Al-’Arabiy Al-Malikiy (w. 543 H)

Page 32: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 7

Menurut Al-Imam Ibn ‘Abdil Barr (w. 463 H): Al-Imam Muhammad bin Idriys Asy-Syafi’iy (w. 204 H), mayoritas fuqaha’ dan ‘ulama

Page 33: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali Asy-Syiyraziy Asy-Syafi’iy (w. 476 H) (dalam pendapat lamanya)

hlm 298

Page 34: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 1411

Imamul-Haramayn Abdul Malik bin Abdillah Al-Juwainiy Asy-Syafi’iy (w. 478 H)

Page 35: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Muhammad Ar-Raziy Fakhruddiyn Asy-Syafi’iy (w. 604 H)

juz 1 hlm 200

Page 36: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hujjatu-l-Islam Abu Hamid Al-Ghazaliy Asy-Syafi’iy (w. 505 H)

juz 2 hlm 179

Page 37: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 187

Al-Hafizh Abu Zakariyya An-Nawawiy Asy-Syafi’iy (w. 676 H) dan menurut beliau: Mayoritas Sahabat, Tabi’iyn, Muhadditsiyn, Fuqaha’, dan Ushuliyyiyn

Page 38: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 188

Page 39: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Hafizh Al-Mujtahid Ibn Daqiq Al-’Iyd Asy-Syafi’iy (w. 702 H) dan menurut beliau: Jumhur ‘Ulama

juz 1 hlm 183

Page 40: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Muhaddits Ahmad Ibn Hajar Al-Haitamiy Asy-Syafi’iy (w. 974 H)

juz 1 hlm 60

Page 41: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 52

Menurut Ibn Qudamah Al-Maqdisiy Al-Hanbaliy (w. 620 H): Al-Imam Ahmad bin Hambal (w. 241 H) (dalam salah satu riwayat), Mayoritas ‘Ulama, dan Hanabilah Mutaakhkhiriyn

Page 42: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

hlm 53

Riwayat paling menonjol tentang pendapat Al-Imam Ahmad bin Hambal menurut Sulaiman bin Abdil Qawiy Ath-Thufiy Al-Hanbaliy (w. 716 H)

Page 43: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Al-Khaththab Mahfuzh bin Ahmad Al-Hambaliy (w. 510 H)

juz 3 hlm 78

Page 44: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Shafiyuddiyn Al-Baghdadiy Al-Hanbaliy (w. 739 H), dan menurut beliau: Al-Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, Mayoritas dan Hanabilah Muta’akhkhiruwn

hlm 48

Page 45: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Manshur Abdul Qahir Al-Baghdadiy Al-Hanbaliy (w. 429 H)

hlm 12

Page 46: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PENDAPAT TERKUAT, ALASAN DAN BEBERAPA BUKTINYA

Page 47: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Pendapat Terkuat Pendapat Jumhur ‘Ulama dan Fuqaha:

HADITS AHAD BERFAIDAH ZHANN ( DUGAAN ) TIDAK BERFAIDAH ‘ILM ( KEYAKINAN )

Hadits Ahad berfaidah zhann ( dugaan ) tidak berfaidah ‘ilm ( keyakian ) karena dia mengandung ihtimâl ( kemungkinan lain ). Sebab para perowi hadits bukan orang yang ma’shûm ( terbebas dari kesalahan ), tidak sebagaimana para nabi. Mereka memungkinkan dusta, lupa, lalai, dsb. dalam meriwayatkan. Hadits yang mengandung kemungkinan lain semacam ini ( sekecil apapun kemungkinan tersebut ) tidak mungkin dapat menimbulkan keyakinan sebagai kebenaran yang mutlak. Maksimal derajatnya adalah ghalabatu-zh-zhann ( dugaan kuat ), tidak sampai derajat yakin.

Lain halnya dengan Hadits Mutawatir, banyaknya jalur periwayatannya ( yang karenanya mustahil bagi para perawi bersepakat untuk dusta ) menjadikannya terbebas dari berbagai syubhat, sehingga berfaidah ‘Ilm ( keyakinan ).

Page 48: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

BUKTI BAHWA KEBENARAN HADITS AHAD TIDAK BERSIFAT PASTI

Page 49: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Contoh 1: Hadits lama penciptaan

Hadits Nomor 2789

Page 50: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Keterangan:Hadits riwayat Muslim tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an surat As-Sajdah [32]: 4*

* Lihat juga Al-A’raf [7]: 54, Yunus [10]: 3, Huwd [11]: 7, Al-Furqan [25]: 59, Qaaf [50]: 38, dan Al-Hadiyd [57]: 4

“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?.”

Page 51: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hlm 674

• Pada prinsipnya, nash-nash syara’ tidak mungkin saling bertentangan karena semuanya berasal dari satu sumber yang sama, yaitu Allah swt.

• Terjadinya pertentangan antara Al-Qur’an dan Hadits Ahad (yang tidak mungkin dikompromikan), membuktikan secara pasti bahwa Hadits Ahad memungkinkan untuk salah, karena Al-Qur’an tidak mungkin salah, sebab dia diriwayatkan secara mutawatir.

Page 52: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam ‘Alauddiyn As-Samarqandiy (w. 450 H): “Adapun apabila dia (Khabar Ahad) menyelisihi salah satu dari pokok-pokok ini (Al-Qur’an, Hadits Mutawatir, dan Ijma’), maka wajib ditolak atau ditakwil untuk mengkompromikan keduanya.”

hlm 631

Page 53: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Contoh 2: Hadits Jibril tentang Iman, Islam, dan Ihsan

Hadits Nomor 50

Page 54: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 4777

Page 55: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 8

Page 56: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 9

Page 57: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 10

Page 58: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 184

Page 59: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 173

Page 60: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Jalan Periwayatan Iman Islam

R. Bukhari Nomor 50 &

4777Dari Abu Hurairah ra 5: Allah, Malaikat, Rasul-rasul,

Perjumpaan, dan Hari Kebangkitan4: Menyembah dan tidak menyekutukan Allah, Shalat, Zakat, dan Shiyam Ramadhan

R. Muslim Nomor 8

Dari Umar bin Khaththab ra

6: Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Akhir, dan Qadar

5: Dua kalimat syahadat, Shalat, Zakat, Shiyam Ramadhan, dan Haji

R. Muslim Nomor 9 Dari Abu Hurairah ra 6: Allah, Malaikat, Kitab, Perjumpaan,

Rasul-rasul, dan Hari Kebangkitan4: Menyembah dan tidak menyekutukan Allah, Shalat, Zakat, dan Shiyam Ramadhan

R. Muslim Nomor 10 Dari Abu Hurairah ra

7: Allah, Malaikat, Kitab, Perjumpaan, Rasul-rasul, Hari kebangkitan, dan Qadar

4: Tidak menyekutukan Allah, Shalat, Zakat, dan Shiyam Ramadhan

R. AhmadNomor 184

Dari Umar bin Khaththab ra

6: Allah, Malaikat, Surga, Neraka, Hari Kebangkitan, dan Qadar

5: Dua kalimat syahadat, Shalat, Zakat, Shiyam, dan Haji

R. Ibn HibbanNomor 173

Dari Umar bin Khaththab ra

9: Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Surga, Neraka, Hisab, Hari Kebangkitan, dan Qadar

7: Dua kalimat syahadat, Shalat, Zakat, Haji dan Umrah, Mandi besar, Menyempurnakan wudhu, dan Shiyam Ramadhan

Page 61: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Keterangan:

Semua Hadits Ahad tersebut Shahih, menceritakan satu kejadian yang sama, yaitu kedatangan malaikat Jibril as kepada Rasulullah saw yang sedang berada di tengah-tengah para sahabat, mengajarkan apa itu Iman, Islam, dan Ihsan, kapan Kiamat dan apa tanda-tandanya (dalam bentuk pertanyaan).

Adanya pemberitaan yang berbeda oleh para perawi menunjukkan bahwa kebenaran Hadits Ahad tidak bersifat pasti. Kita tidak bisa memastikan mana hadits yang benar dan tidak pula berani diambil sumpah atasnya, karena membenarkan secara pasti salah satu dari hadits-hadits tersebut berarti menganggap yang lainnya tidak benar. Dan jika membenarkan secara pasti kesemuanya berarti kita meyakini bahwa kejadian tersebut terjadi berkali-kali, yang mana di setiap kalinya Rasulullah saw memberi jawaban yang berbeda untuk pertanyaan-pertanyaan yang sama, dan hal itu tidak mungkin.

Apabila memang Hadits Ahad berfaidah ‘ilm alias kebenarannya bersifat pasti, seharusnya perbedaan di atas tidak boleh dan tidak mungkin terjadi.

Page 62: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Contoh 3: Hadits mi’raj Rasulullah saw

Hadits Nomor 3207

Page 63: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Hadits Nomor 7517

Page 64: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Tingkatan langit

Nama Para Nabi yang dijumpai Rasulullah saw saat Mi’raj

Versi Hadits Bukhari Nomor 3207 Versi Hadits Bukhari Nomor 7517

Langit Dunia Nabi Adam as (perawi tidak menyebutkan)

Langit 2 Nabi ‘Isa dan Yahya as Nabi Idris as

Langit 3 Nabi Yusuf as (perawi tidak menyebutkan)

Langit 4 Nabi Idris as Nabi Harun as

Langit 5 Nabi Harun as (perawi tidak hafal namanya)

Langit 6 Nabi Musa as Nabi Ibrahim as

Langit 7 Nabi Ibrahim as Nabi Musa as

Page 65: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Keterangan:

Dua hadits riwayat Al-Bukhari tersebut menceritakan satu kejadian yang sama, yaitu perjalanan mi’râj Rasulullah saw menuju sidratu-l-muntahâ.

Adanya pemberitaan yang berbeda oleh para perawi menunjukkan bahwa kebenaran Hadits Ahad tidak bersifat pasti. Kita tidak bisa memastikan mana yang benar dari dua hadits shahih yang berbeda tersebut dan kita juga tidak berani diambil sumpah atasnya. Karena membenarkan secara pasti salah satu dari dua hadits tersebut berarti menganggap satunya lagi tidak benar. Dan jika membenarkan secara pasti kedua-duanya berarti kita meyakini bahwa kejadian tersebut terjadi lebih dari satu kali, di mana di setiap kalinya Rasulullah saw bertemu dengan nabi-nabi berbeda di tingkatan-tingkatan langit yang sama, dan hal itu (mi’raj dua kali) tidak pernah dikenal di kalangan ulama baik salaf maupun khalaf.

Apabila memang Hadits Ahad berfaidah ‘ilm alias kebenarannya bersifat pasti, seharusnya perbedaan di atas tidak boleh dan tidak mungkin terjadi.

Page 66: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Contoh 4: Tidak diakuinya riwayat Ahad dalam menetapkan ayat-ayat Al-Qur’an

Page 67: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 200

Page 68: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Keterangan:

Jika memang Hadits Ahad berfaidah ‘ilm ( keyakinan ) alias kebenarannya bersifat pasti, niscaya para sahabat tidak akan berani menolak ayat-ayat yang diriwayatkan secara Ahad saat berlangsungnya proses pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an di masa kekhilafahan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Atau, niscaya sebagaian dari mereka akan menentang penolakan yang dilakukan Umar bin Khaththab ra. terhadap ayat-ayat yang diriwayatkan secara Ahad tersebut. Kenyataannya tidak demikian.

Hal tersebut sekaligus membuktikan adanya ijma’ para Sahabat Nabi dalam bahwasannya riwayat Ahad mengandung kemungkinkan untuk salah, karenanya tidak bisa digunakan sebagai jalan dalam menetapkan perkara yang bersifat pasti ( Al-Qur’an pasti firman Allah swt. )

Page 69: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

KEDUDUKAN DALIL YANG BERFAIDAH ZHANN ( DUGAAN ) DALAM PERKARA AKIDAH

Page 70: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Perkara Akidah menuntut pembenaran yang bersifat pasti ( 100% ), berdasarkan:

1. Al-Qur’an surat An-Najm [53]: 23

“Itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.”

Page 71: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

2. Al-Qur’an surat An-Najm [53]: 28

“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.”

Page 72: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

3. Al-Qur’an surat Yunus [53]: 66

“Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga.”

Page 73: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Ayat-ayat tersebut berisi celaan terhadap keyakinan orang-orang kafir Quraisy yang hanya berdasarkan dugaan bukan kepastian. Alif-lâm ta’riyf pada lafazh az-zhann di bagian ( شيئا الحق من يغني ال الظن ( وإنmenandakan keumuman, sehingga berlaku untuk semua macam zhann.

Maka dari situ timbullah hukum: Haram menggunakan Hadits Ahad sebagai hujjah dalam perkara Keyakinan/Akidah. Yang menjadi qariynah ( indikasi ) keharaman nya adalah adanya unsur dzamm ( celaan ) terhadap keyakinan yang berdasarkan dugaan ( الظن إ�ال يتب�عون �ن إ لم ع� ن م� ب�ه� لهم وما

شيئ%ا الحق ن م� يغن�ي ال الظن .( وإ�ن

Page 74: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

PERKATAAN PARA ‘ULAMA BAHWA HADITS AHAD TIDAK BISA DIGUNAKAN SEBAGAI HUJJAH DALAM

PERKARA KEYAKINAN ( AKIDAH )

Page 75: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam ‘Alauddiyn As-Samarqandiy (w. 450 H): “Adapun apabila dia (Khabar Ahad) berkenaan dengan perkara-perkara akidah –yaitu masalah-masalah Kalam– maka dia tidak bisa menjadi hujjah.”

hlm 632

Page 76: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baihaqiy (w. 458 H): “Dikarenakan aspek ini, yaitu adanya ihtimal ( kemungkinan lain ), maka para ulama ahli nazhar yang semadzhab dengan kami, meninggalkan berhujjah dengan Hadits Ahad dalam perkara sifat Allah swt.”

hlm 335

Page 77: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Hafizh Al-Muhaddits Al-Khathiyb Al-Baghdadiy (w. 463 H): “Khabar Ahad tidak diterima dalam perkara agama yang menuntut keyakinan dan kepastian.”

hlm 432

Page 78: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali Asy-Syiyraziy (w. 476 H): “… Bahwa dalam perkara ushul (seperti Tauhid dan Penetapan Sifat-sifat Allah swt) dalil-dalil nya harus logis, yang mengharuskan keyakinan serta menghilangkan sangsi, maka kami tidak menggunakan Khabar Ahad.”

juz 2 hlm 601

Page 79: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Al-Khaththab Mahfuzh bin Ahmad Al-Hambaliy (w. 510 H): “… jalan penetapan Al-Qur’an dan Ushuluddiyn (Akidah) adalah keyakinan, sementara keyakinan tidak bisa timbul dari Khabar Ahad.”

juz 3 hlm 27-28

Page 80: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Muhammad bin Abdil Hamiyd Al-Asmandiy (w. 552 H): “Tidak boleh menerima Khabar Ahad (sebagai hujjah) dalam perkara-perkara akidah.”

hlm 406

Page 81: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Abu Ats-Tsana’ Al-Hanafiy (w. 6.. H): “Hadits Ahad tidak bisa dijadikan hujjah dalam masalah-masalah akidah, karena masalah-masalah akidah dibangun berdasarkan keyakinan yang pasti, sementara Khabar Ahad (hanya) menimbulkan kebenaran pada umumnya dan dugaan kuat , tidak sampai kebenaran yang bersifat pasti.”

hlm 148

Page 82: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Al-Mufassir Abu Bakr Al-Qurthubiy (w. 671 H): “Ayat tersebut (Yunus 36) menunjukkan bahwasannya tidak cukup dalil zhanniy (untuk dijadikan dasar) dalam perkara-perkara akidah.”

juz 10 hlm 502

Page 83: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syaikhul-Islaam Ahmad bin Abdil Haliym Ibn Taimiyyah (w. 728 H): “Bagaimana bisa pokok agama yang keimanan tidak sah tanpanya itu ditetapkan berdasaran khabar Ahad?”

juz 4 hlm 95

Page 84: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Syaikhu-l-Islam Taqiyuddiyn As-Subkiy (w. 756 H): “Hal Qath’iy dan Mutawatir bukan merupakan syaratnya, bahkan tatkala suatu hadits shahih meski hanya zhahirnya, sementara dia adalah khabar Ahad, maka boleh dijadikan dasar dalam perkara itu (ru’yatu-Llaah), karena perkara itu tidak termasuk dalam masalah akidah yang menuntut syarat kepastian.”

hlm 495-496

Page 85: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Muhaqqiq Abu Ishaq Asy-Syathibiy (w. 790 H): “Bahwasannya jika memang dalil zhanniy boleh dijadikan dasar ushul fiqh maka semestinya dia juga boleh dijadikan dasar ushuluddiyn, namun menurut konsensus ulama tidak demikian.”

juz 1 hlm 20

Page 86: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-’Allaamah Sa’du-d-Diyn At-Taftazaniy (w. 791 H): “Dalil zhanniy tidak diperhitungkan dalam bab akidah, khususnya jika mencakup kontradiksi antar riwayat. …”

hlm 89

Page 87: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani (w. 852 H): “(Al-Bukhari) menggiring hadits-hadits tentang sifat suci Allah dengan menjadikan setiap hadits menjadi satu bab lalu memperkuatnya dengan ayat Al-Qur’an, untuk menunjukkan bahwa hadits-hadits tersebut tidak termasuk khabar Ahad berdasarkan turunnya, demi tidak berhujjah dengannya (Khabar Ahad) dalam perkara-perkara akidah.”

juz 13 hlm 372

Page 88: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Zainuddiyn bin Ibrahim Ibn Najiym (w. 970 H): “Penjelasan tentang tempat digunakannya Khabar Ahad maka di luar perkara-perkara akidah, karena sesungguhnya perkara-perkara akidah tidak bisa ditetapkan berdasarkan Khabar Ahad lantaran keharusannya dibangun berdasarkan keyakinan.”

hlm 293

Page 89: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-’Allamah ‘Ali Al-Qariy (w. 1014 H): “… dalam bab Akidah tidak diterima dalil-dalil zhanniy, tidak cukup (berhujjah) dengan riwayat ahad yaitu hadits lemah dan riwayat yang tidak jelas (untuk menetapkan akidah orang tua nabi Muhammad saw).”

hlm 62-63

Page 90: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Al-Imam Al-Muhaqqiq Muhammad bin Ahmad As-Safariniy Al-Hambaliy (w. 1188 H): “Dalil zhanniy tidak diperhitungkan dalam perkara-perkara akidah, akan tetapi diperhitungkan dalam perkara-perkara ‘amaliyah (syari’ah).”

juz 1 hlm 5

Page 91: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

MENJAWAB SYUBHAT

Page 92: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syubhat: “Nabi dan Rasul diutus dalam jumlah yang tidak mencapai batas mutawatir, tapi umat manusia wajib mengikuti ajaran yang mereka bawa seluruhnya ( akidah dan syari’ah ). Itu menunjukkan bahwa periwayatan secara Ahad telah ditetapkan oleh Allah swt untuk diterima tanpa membedakan antara akidah dan syari’ah?”

Jawaban: Yang menjadi perhatian dalam hal ini adalah bagaimana memastikan tsubut suatu khabar. Nabi dan rasul memang diutus tidak dalam jumlah mutawatir, tapi untuk membuktikan kepastian bahwa mereka adalah benar-benar utusan Allah swt, mereka dibekali mu’jizat, dan untuk menjamin kemurnian ajaran yang mereka sampaikan, mereka diberi sifat ‘ishmah ( terjaga dari kesalahan ).

Jika dua perkara di atas ( mu’jizat dan sifat ‘ishmah ) ada pada diri para perawi hadits, niscaya semua khabar yang mereka riwayatkan berfaidah ‘ilm ( keyakinan ), sekalipun berupa khabar Ahad. Tapi pada kenyataannnya tidak demikian dan tidak mungkin demikian. Para perawi hadits tidak ma’shum dan karenanya kebenaran riwayat mereka yang Ahad tidak bersifat pasti. Perkara yang bersifat tidak pasti semacam ini tidak mungkin bisa dijadikan landasan bagi perkara yang menuntut keyakinan pasti ( akidah ).

Page 93: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syubhat: “Bukankah Rasulullah saw mengutus para sahabat untuk menyampaikan, mendakwahkan, atau mengajarkan Islam (akidah dan syari’ahnya) dalam jumlah yang tidak mencapai batas mutawatir? Itu bertanda bahwa Rasulullah saw sendiri menyepakati berlakunya hadits ahad dalam perkara akidah.”

Jawaban: 1. Perlu dibedakan antara aktivitas Tabliygh, Da’wah, dan Ta’liym, dengan aktivitas Tahqiyq

(pemastian). Aktivitas Tabliygh, Da’wah, dan Ta’liym tidak memiliki ketentuan syar’iy terkait dengan jumlah pelakunya, artinya dia boleh dilakukan secara individu maupun bersama-sama. Sedangkan dalam aktivitas Tahqiyq (yang dilakukan oleh pihak penerima khabar) secara ilmiyah terdapat ketentuan terkait dengan sanad, di mana dengan ketentuan itulah dapat diketahui kapan kebenaran hadits bersifat pasti, dan kapan tidak.

2. Aktivitas tahqiyq pernah dilakukan Rasulullah saw dalam hadits Dzul-Yadaiyn; dan para sahabat, diantranya Abu Bakar dalam hadits tentang bagian waris nenek, Umar bin Khaththab dalam hadits isti’dzan. Padahal ketiganya dalam perkara syari’at, untuk perkara akidah tentunya lebih utama.

3. Menurut para ulama bahwa hadiyts ‘aalin (dengan jalur periwayatan pendek) itu lebih kuat daripada hadiyts naazil (dengan jalur periwayatan panjang), maka sudah barangtentu pemberitaan secara ahad di masa Nabi saw dan para Sahabat Beliau jauh lebih kuat daripada yang kita kenal sebagai Hadits Ahad saat ini. Maka tidak bisa mengqiyaskan antara ini dan itu.

Page 94: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Tahqiyq khabar yang dilakukan oleh Rasulullah saw

Page 95: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Tahqiyq khabar yang dilakukan oleh Abu Bakar ra

Page 96: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Tahqiyq khabar yang dilakukan oleh ‘Umar bin Khaththab ra

Page 97: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syubhat: “Bukankah syara’ membolehkan menerima persaksian yang jumlahnya antara 1, 2, dan 4? dan itu bukan merupakan jumlah yang mencapai mutawatir. Berarti syara’ membolehkan menerima pemberitaan secara Ahad.”Jawaban: 1. Ar-riwâyah (periwayatan) berbeda dengan asy-syahâdah (persaksian). Ketentuan persaksian yang

tidak ada pada periwayatan: tidak diterima persaksian tanpa al-mu’aayanah aw as-samaa’ al-mubaasyir (melihat atau mendengar perkara secara langsung/tidak melalui pemberitaan orang lain); tidak boleh diambil dari anak, bapak, saudara, dan musuh; memenuhi jumlah yang telah ditetapkan; dan hanya disampaikan di majelis Qadhiy. Syarat periwayatan yang tidak ada pada persaksian: adh-dhabt (memiliki keterjagaan hafalan dan atau tulisan). Mengqiyaskan persaksian dengan periwayatan adalah pengqiyasan dengan adanya pembeda (al-qiyaas ma’a-l-faariq), dan hal tersebut tidak dibenarkan.

2. Dari aspek tsubuwt-nya khabar, jumlah persaksian ditetapkan oleh syara’ bukan dalam rangka untuk mendapatkan ke-qath’iy-an (kepastian) khabar, tapi untuk mengantarkan seorang qadhi menetapkan perkara dengan sah secara syar’iy (meski belum tentu benar secara pasti). Nabi saw bersabda: … aqdhiy lahu ‘alaa nahwi maa asma’ (… aku menetapkan baginya berdasarkan apa yang aku dengar), bukan aku menetapkan baginya berdasarkan apa yang sebenarnya terjadi.

Page 98: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Menghukumi berdasarkan perkara zhahir (yang dilihat/didengar)

Page 99: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syubhat: “Kaum muslimin di Quba’ menerima khabar ahad pada saat mereka shalat shubuh terkait pemidahan qiblat dari Masjidi-l-Aqsha menuju Masjidi-l-Haram sehingga mereka mengubah arah shalat seketika itu juga. Rasulullah saw yang tahu hal tersebut dan mendiamkan bertanda beliau setuju atas penerimaan terhadap khabar ahad.”

Jawaban: Ketentuan-ketentuan di dalam amalan Shalat (baik gerakan maupun bacaan) termasuk bab syari’at, sehingga penetapan atasnya tidak dibatasi hanya berdasarkan nash mutawatir saja, melainkan juga menerima nash ahad. Termasuk dalam ketentuan shalat adalah menghadap qiblat, maka penerimaan penduduk Quba’ di situ baru menunjukkan wajibnya menerima khabar Ahad dalam perkara syari’at, belum menunjukkan penerimaan terhadap Khabar Ahad dalam perkara Akidah.

Page 100: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

Syubhat: “Bukankah dalam mengamalkan syari’at juga harus berdasarkan keyakinan?.”

Jawaban: Tidak semua amalan menuntut untuk disertai keyakinan, karena fakta amalan ada yang berdasarkan nash qath’iy, dan ada yang berdasarkan nash zhanniy.Untuk amalan yang berdasarkan nash qath’iy secara tsubut, selama dilalah-nya juga qath’iy maka amalan tersebut diyakini sebagai al-ma’luwm minad-diyn bidh-dharuwrah, seperti syaria’t shalat, zakat, puasa dan haji. Mengingkari syari’at-syari’at tersebut dihukumi kafir, karena mengingkari perkara qath’iy.Untuk amalan yang berdasarkan nash zhanniy ( zhanniy tsubut dengan qath’iy dilalah, qath’iy tsubut dengan zhanniy dilalah, atau zhanniy tsubut dan dilalah secara bersamaan ), maka pengamalannya tidak bisa disertai keyakinan, melainkan cukup berdasarkan dugaan kuat sebagai pendapat yang rajih ( lebih kuat dari yang lain ), tanpa menafikan adanya kemungkinan pendapat lain yang benar. Perselisihan pendapat di dalamnya bukan wilayah pengkafiran.

Page 101: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

KONSEKWENSI MENGANGGAP HADITS AHAD BERFAIDAH ‘ILM ( KEYAKINAN )

Page 102: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

KONSEKWENSI MENGANGGAP HADITS AHAD BERFAEDAH ‘ILM

• Mengakui keberadaan pribadi-pribadi ma’shum (terbebas dari kesalahan) selain para nabi dan rasul, yaitu para perawi tsiqah. Karena menganggap periwayatan mereka secara ahad berfaidah benar secara pasti.

• Menganggap Al-Qur’an yang ada saat ini tidak lengkap, karena tidak menghimpun ayat-ayat yang diriwayatkan secara Ahad padahal semuanya dianggap pasti firman Allah swt.

• Membenarkan nasakh terhadap Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir dengan Hadits Ahad, alasannya karena ketiganya sama-sama bersifat pasti.

• Membuka peluang ikhtilaf yang sangat tajam di wilayah ushul, di mana perbedaan jenis ini bisa menimbulkan klaim kafir, sesat, atau fasik, tidak seperti perbedaan di wilayah cabang syari’ah. Mengingat fakta Hadits Ahad tidak sedikit yang bersifat kontradiktif.

• Menganggap orang yang mengingkari Hadits Ahad sama seperti mengingkari Hadits Mutawatir. Di mana para ‘ulama sepakat, ingkar terhadap hadits mutawatir berarti kafir.

Page 103: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

SIKAP TERHADAP HADITS AHAD

Page 104: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

SIKAP TERHADAP HADITS AHAD TERKAIT PEMBENARAN

• Apabila Hadits Ahad bertentangan dengan nash qath’iy (baik Al-Qur’an maupun Hadits Mutawatir), maka wajib ditolak.

• Apabila Hadits Ahad saling bertentangan dengan sesamanya, dan tidak dapat diketahui mana yang lebih kuat (yang paling mendekati kebenaran), maka sikap tawqquf lebih utama (tidak membenarkan semua dan tidak pula mengingkari semua), karena tidak mungkin semuanya benar, dan bahkan semuanya memungkinkan untuk salah. Namun apabila dapat diketahui, maka yang paling kuat dibenarkan tanpa bisa meyakininya.

• Apabila Hadits Ahad tidak bertentangan dengan yang lain, baik jalur periwayatannya berjumlah sedikit maupun banyak, maka dibenarkan tanpa bisa meyakininya.

HADITS AHAD HARAM DIGUNAKAN SEBAGAI HUJJAH DALAM PERKARA AKIDAH KARENA AKIDAH MENUNTUT KEYAKINAN, SEMENTARA HADITS AHAD TIDAK

MENIMBULKAN KEYAKINAN. DIA HANYA SEBATAS MENIMBULKAN PEMBENARAN.

Page 105: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

juz 1 hlm 329

Page 106: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب ﴿ ﴾العالمين

Page 107: Bisakah hadits ahad dijadikan hujjah dalam perkara akidah

MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH: DALIL MASALAH AKIDAH HARUS MUTAWATIR

“Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah*: …, 5. Di dalam masalah aqidah ( tauhid ), hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir. …” (Sumber: Manhaj Tarjih Muhammadiyah, oleh Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman, hlm 13, lihat juga: http://muhammadiyahmalang.blogspot.com/2010/02/manhaj-tarjih-muhammadiyah.html)

“…, tentang tanda-tanda hari kiamat, kalau tanda-tanda itu diterangkan oleh dalil-dalil al-Qur’an dan hadis-hadis yang mutawatir, maka Muhammadiyah meyakininya, karena sesuai dengan manhaj yang dipegang Muhammadiyah, menyangkut soal i’tiqad (keyakinan), dalilnya harus mutawatir. …” (Sumber: http://www.fatwatarjih.com/2012/06/itiqad-muhammadiyah-tentang-hari-kiamat.html) ___________________* Merupakan Rumusan Majlis Tarjih Muhammadiyah 1929, dan tidak tidak ada perubahan pada Munas Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam tahun 2000 di Jakarta.