Upload
getstar-zsky
View
584
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas
Nanosains dan Nanoteknologi
Aplikasi Nanoteknologi dalam Bidang Kesehatan
Oleh
ZEFRI AZHARMAN
1320412002
Dosen Pembimbing:
Dr. Yetria Rilda, MS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
1
Aplikasi Nanoteknologi Dalam Bidang Kesehatan
Oleh : Zefri Azharman
Abstrak
Titanium dioxide (TiO2) merupakan salah satu material metal oksida yang banyak
dipelajari khususnya pada bidang kesehatan. Untuk aplikasi tersebut dibutuhkan material
TiO2 yang memiliki kinerja baik, dapat dilalui dengan modifikasi terhadap TiO2, seperti
pendoppingan TiO2-SiO2 yang dapat meningkatkan luas permukaan. Dengan sifat TiO2 yang
fotokalitik yang dapat menyerap sinar UV dan memantulkannya, maka TiO2 baik digunakan
dalam bahan kosmetik untuk pelindung kulit dari bahayanya sinar UV, dapat menjadi sebagai
antibakteri, sebagai drug delivery dan bone growth (pertumbuhan tulang).
Kata kunci : Titanium Dioxide, TiO2-SiO2, Sunscreen, Ultraviolet
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nanoteknologi menyajikan peluang potensial untuk menciptakan bahan dan produk
yang lebih baik. Banyak produsen yang telah bergerak dalam nanoteknologi untuk
menghasilkan produk konsumen. Dengan ukuran yang 1 per satu miliar meter (10-9) atau
dalam ukuran yang disebut nanometer, atau sekitar setengah ukuran diameter DNA, sehingga
memungkinkan suatu materi untuk memiliki sifat dan fungsi baru karena ukuran yang kecil
dan kemampuan untuk mengontrol atau memanipulasi materi pada skala atom. Tidak hanya
dalam bidang industri saja, perkembangan nanoteknologi juga berkembang dalam berbagai
bidang, seperti dalam bidang tekstil, elektronik, energi bahkan dalam bidang kesehatan.
(EPA, 2007)
Perkembangan Nanoteknologi dalam bidang kesehatan telah diteliti menggunakan
beberapa materi, salah satunya pada senyawa anorganik yaitu titanium dioksida (TiO2).
Perkembangan menggunakan TiO2 dalam bidang kesehatan sangat bermanfaat karena dari
sifatnya yang bersifat fotakalitik, dapat menyerap dan memantulkan sinar UV sehingga TiO 2
tergolong sebagai UV protection dalam bidang kesehatan (Shu-Ya and Zhi Yuang, 2010).
Dengan sifatnya yang apabila terkena sinar matahari TiO2 dapat mengasilkan reaksi oksidasi
dan radikal, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri (Kiran Gupta, et.a 2013).
Pemanfaatan TiO2 juga dilakukan sebagai drug delivery (penyalur obat) dalam anti kanker (S.
Naghibi, et.al, 2012) serta juga dalam bone growth (pertumbuhan tulang) (Krla S Brammer,
et.al, 2012).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TiO2 (Titanium dioxide)
TiO2 (Titanium dioxide/titania) adalah material semikonduktor yang termasuk kedalam
keluarga oksida metal. Umumnya TiO2 digunakan sebagai pigmen putih pada cat (51% dari
produksi total), plastik (19%), dan kertas (17%), yang menggambarkan aplikasi TiO2 pada
sektor habis pakai. Aplikasi ini dikarenakan TiO2 mempunyai indeks bias yang tinggi (n =
2,4) dan juga tahan terhadap degradasi warna akibat sinar matahari. Selain aplikasi sebagai
pigmen, karakteristik fotokatalis dan semikonduktor dari TiO2 juga membuat material ini
banyak digunakan sebagai pendekomposisi bahan organik dengan proses oksidasi, sel surya,
dan juga sensor gas. TiO2 apabila terkena cahaya ( λ<385 nm) akan menghasilkan elektron
(e-) dan lambang positif (h+), yang dapat menginisiasi reaksi kimia dipermukaannya.
Elektron kemudian berinteraksi dengan oksigen menghasilkan O2- sementara h+ berinteraksi
dengan air menghasilkan radikal hidroksil (Khamdani H.M, dkk, 2013). Secara umum,
fenomena fotokatalitik pada permukaan semikonduktor dapat dipahami dengan penjelasan
seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.
4
Gambar 1. Skema fotoeksitasi yang diikuti oleh deeksitasi pada permukaan semikonduktor
Titanium dioksida (TiO2) memiliki tigafase struktur kristal, yaitu anatase, rutil, brookit.
Akantetapi hanya anatase dan rutil saja yang keberadaanya dialam cukup stabil. Kemampuan
fotoaktivitas semikonduktor TiO2 dipengaruhi oleh morfologi, luas permukaan, kristanilitas
dan ukuran partikel. Anatase diketahui sebagai kristal titania yang lebih fotoaktif daripada
rutil dan brookit. Hal ini disebabkan harga Eg TiO2 jenis anatase yang lebih tinggi yaitu
sebesar 3,2 eV sedangkan rutil sebesar3,0 eV. Harga Eg yang lebih tinggi akan menghasilkan
luas permukaan aktif yang lebih besar sehingga menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif.
Keterbatasan semikonduktor sebagai fotokatalis dapatdiatasi dengan memodifikasi
permukaan semikonduktor dengan penambahan logam misalnya dengan penambahan Au
(emas) kepermukaan TiO2 dapat meningkatkan aktivitas fotokatalis (Shu Ya Du and Zhi
Yuan Li, 2010).
Bentuktitanium dioksida yang stabil adalah rutil, dimana bentuk lain titanium dioksida
berubah pada suhu tinggi. Rutil mempunyai struktur kristal mirip dengan anatase. Struktur
rutil dan anatase dapat digambarkan sebagai rantai oktahedral kedua struktur kristal
dibedakan oleh distorsioktahedral dan polasusunan rantai oktahedralnya. Penataan tersebut
menghasilkan terbentuknya rantai yang tersusun dalam simetri empat lipat seperti ditunjukan
oleh Gambar2.
5
GambarA GambarB
Gambar 2. anatase (A) dan rutil (B)
Serbuk TiO2 dengan struktur rutil paling luas penggunaanya karena indeks biasnya yang
tinggi, warna yang kuat, dan sifat kimianya yang inert. Struktur anatase lebih baik untuk
aplikasi sel surya berbasis sensitiser zat warna pada lapis tipis TiO2.
Sejumlah terobosan yang penting terjadi di dalam nanoteknologi TiO2. Pengembangan
ini ditemukan dan digunakan di dalam aplikasi produk di seluruh dunia di sepanjang abad
sekarang ini. Beberapa contoh adalah konvertor katalitis di dalam mobil yang membantu
memindahkan air pengotor, alat di dalam komputer yang berfungsi untuk membaca dan
merekam dalam komponen hard-disk, sunscreens tertentu, kosmetik yang dapat menghalangi
radiasi berbahaya dari matahari, pakaian mantel khusus untuk sports yang mampu
meningkatkan performen atlet. Meski demikian, banyak ilmuwan, insinyur, dan teknologi
percaya bahwa mereka hanya memanfaatkan sebagian permukaan dari potensi nanoteknologi.
Begitu banyaknya manfaat dari nanteknologi TiO2 untuk zaman saat sekarang ini, seprti
dipaparkan pada gambar 3.
6
Sumber: http://www.nanowerk.com/
Gambar 3. Aplikasi Nanopartikel Dalam Beberapa Bidang
2.2 Peranan TiO2 dalam Bidang Kesehatan
Peranan TiO2 dalam perkembangan zaman pada saat ini begitu pesat, terutama dalam
bidang kesehatan. Sifat dari TiO2 yang bersifat sebagai tabir surya memiliki
kemampuan absorbing sinar UV yang kuat dan memiliki indeks refraksi yang tinggi (Shu-Ya
and Zshi Yuan, 2010). Dengan kemampuan TiO2 yang dapat memantulkan kembali Sinar
UVA dan UVB sekaligus, sehingga TiO2 dapat dimanfaatkan sebagai UV protection. Dengan
fungsi tersebut TiO2 digunakan sebagai sunscreen (tabir surya) (Dara D, dkk, 2012) dan
dimanfaatkan pada kandungan kosmetik (Patel Anuradha, et.al, 2011).
7
Sumber :www.siammetalliczone.com
Gambar 4. Pemantulan sinar UV oleh Sunscreen
Perkembangan TiO2 juga dimanfaatkan sebagai antibakteri. Bakteri dalam kesaharian
kita dapat berkembang pada air, baju, limbah dan sebagainya. Salah satu bakteri yang sering
dikenal adalah Bakteri Escherichia coli, yang biasanya hidup pada air dan limbah yang kotor.
Bakteri E. coli dan bakteri-bakteri lainya yang merupakan mahluk bersel tunggal,
menggunakan enzim atau paru-paru kimiawi untuk metabolisme oksigen. Eksistensi bahan
antibakteri, seperti koloid perak dapat menghambat kerja enzim dan menyebabkan suffokasi
(suffocation) (Kiran Gupta, et.al, 2013). Bakteri akan terbunuh dalam beberapa menit, tanpa
menyebabkan kerusakan pada sel tisu disekitarnya. Untuk membasmi mikroorganisme
patogenik seperti bakteri di dalam air dan air limbah, bahan-bahan kimia dan fisika seperti
klorin dan turunannya, AgNO, sinar ultraviolet dan radiasi sering kali digunakan, namun
metode ini tidak selalu berhasil dengan memuaskan. Bakteri E. coli dapat pula dibasmi
dengan menggunakan bahan semikonduktor seperti titan dioksida dan sinar ultraviolet. Sifat
semikonduktivitas bahan menyebabkan senyawa-senyawa penyusun kulit bakteri terdegradasi
sehingga bakteri terbunuh (M.Janus, et.al, 2012).
8
Dalam pemanfaatan drug delivery (penyaluran obat) sebagai anti kanker, juga
dikembangkan menggunakan TiO2 dalam aplikasinya. Sintesis TiO2 nanopartikel
memberikan keuntungan, seperti memproduksi kristal yang homogen pada suhu relatif
rendah, mencegah terjadinya aglomerasi antar partikel dan ukuran partikel. Sehingga TiO2
dapat dijadikan nanokomposit dengan polietilen glikol sebagai obat anti kanker dengan cara
melakukan pelapiasan (S. Naghibi, et.al, 2012).
Selain itu dalam aplikasi TiO2 dalam bone growth (pertumbuhan tulang), dimanfaatkan
sebagai nanotube tempat pertumbuhan sel osteoblas. propagasi osteoblas secara substansial
ditingkatkan dengan topografi nanotube TiO dengan filopodia sel tumbuh benar-benar masuk
ke pori-pori nanotube, menghasilkan struktur sel antar-terkunci. Kehadiran struktur nanotube
memicu percepatan yang signifikan pada tingkat pertumbuhan osteoblas (Seunghan Oh, et.al,
2005).
2.3 Radiasi Sinar Ultraviolet
Radiasi UV adalah bagian dari spektrum elektromagnetik (cahaya) yang mencapai
bumi dari matahari. Memiliki panjang gelombang lebih pendek daripada cahaya, sehingga
tak terlihat dengan mata telanjang. Gelombang ini diklasifikasikan sebagai UVA, UVB, atau
UVC, dengan UVA terpanjang di 320-400 nanometer. UVB berkisar 290-320 nm(Robyn L,
et.al,2006). Dengan sinar paling pendek yaitu UVC diserap dalam perjalan oleh lapisan ozon
dan tidak mencapai bumi. Sinar UVA dan UVB dapat menembus atmosfer bumi dan
memainkan peran penting dalam kondisi seperti penuaan dini kulit, kerusakan mata
(termasuk katarak), dan kanker kulit. Mereka juga menekan sistem kekebalan.
9
Sumber :www.siammetalliczone.com
Gambar 5. Sinar Ultraviolet
Sebagian besar dari kita terkena paparan sinar UVA dalam jumlah besar sepanjang
hidup kita. Sinar UVA menyumbang hingga 95 persen dari radiasi UV yang mencapai
permukaan bumi. Walaupun mereka kurang kuat dibanding UVB, intensitas UVA adalah 30
sampai 50 kali lebih banyak. Serta mereka hadir dengan intensitas yang relatif sama pada
semua siang hari sepanjang tahun, dan dapat menembus awan maupun kaca.UVA menembus
kulit lebih dalam daripada UVB, dan studi selama dua dekade, menunjukkan bahwa UVA
merusak sel-sel kulit yang disebut keratinosit dalam lapisan basal epidermis, di mana
sebagian besar merupakan penyebab terjadinya kanker kulit (Robyn L, et.al, 2006).
UVB adalah penyebab utama kulit memerah dan terbakar sinar matahari,
cenderung merusak lapisan epidermis kulit yang lebih dangkal. Intensitasnya bervariasi
menurut musim, lokasi, dan waktu. Sinar UVB dapat membakar dan merusak kulit Anda
sepanjang tahun, terutama di dataran tinggi dan pada permukaan reflektif seperti salju atau es.
10
Sinar UVB tidak dapat menembus kaca. Jadi Lindungi diri Anda dari radiasi UV, baik di
dalam dan luar ruangan. Selalu mencari tempat teduh bila berada di luar rumah, terutama pada
jam 10:00-16:00. Dan karena UVA menembus kaca, pertimbangkan untuk menambahkan
penyerap UV pada kaca film mobil. Kaca film ini mampu menghalau sampai 99% radiasi UV,
serta menangkal sampai dengan 80% sinar tampak. Selain itu pakaian yang digunakan juga
dapat membantu menangkal paparan UV. Sebagai contoh: pakaian longgar memberikan lebih
dari sebuah penghalang antara kulit anda dan matahari, pakaian yang dianyam rapat lebih
memberikan perlindungan, dsb. Penggunakan topi bertepi lebar dan kacamata anti UV
membantu melindungi kulit sensitif di kepala, leher, dan di sekitar wilayah mata yang
biasanya mendukung banyak kerusakan akibat sinar matahari (Robyn L, et.al, 2006).
2.4 Sintesis Nanopartikel
Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah alkoksida logam dan klorida
logam, yang kemudian mengalami reaksi hidrolisis dan reaksi polikondensasi untuk
membentuk koloid, yaitu suatu sistem yang terdiri dari partikel-partikel padat (ukuran
partikel antara 1 nm sampai 1 µm) yang terdispersi dalam suatu pelarut. Bahan awal atau
prekursor juga dapat disimpan pada suatu substrat untuk membentuk film (seperti melalui
dip-coating atau spin-coating), yang kemudian dimasukkan kedalam suatu container yang
sesuai dengan bentuk yang diinginkan contohnya untuk menghasilkan suatu keramik
monolitik, gelas, fiber atau serat, membrane, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk baik
butiran mikro maupun nano. Dari beberapa tahapan proses sol-gel, terdapat dua tahapan
umum dalam pembuatan metal oksida melalui proses sol-gel, yaitu hidrolisis dan
polikondensasi seperti terlihat pada Gambar 6 berikut ini.
11
Gambar 4. Proses Sol Gel
2.5 Preparasi TiO2-SiO2
Dengan metoda sol-gel dalam sintesis partikel TiO2, digunakan Titanium tetra
isopropoksida atau Titanium Isopropoksida (Is Fatimah dkk, 2013) sebagai prekursor dan
dicampur dengan HCl, etanol dan campuran air deionisasi, diaduk selama setengah jam,
dalam rentang pH 1-5. 10 ml deionisasi air ditambahkan ke dalam campuran di atas dan
diaduk selama 2 jam pada suhu kamar. Sehingga berbentuk gel. Untuk menghasilkan TiO2
gel dapat juga dengan mereaksikan titanium ethoksida (Ti(OC2H5) atau TEOS yang
dilarutkan dengan C2H5OH pada suhu kamar, kemudian dilakukan penambahan HCL (Hu
Xiayun, et.al, 2000). Partikel silika dibuat dari asam silikat dan diaduk dengan THF selama 1
jam. Kemudian titania gel perlahan-lahan ditambahkan ke partikel silika. Campuran diaduk
selama 3 jam dan dikeringkan pada ruang suhu. Akhirnya campuran dipanaskan pada 120oC
selama 1 jam (K. Balachandran, et.al, 2010).
TiO2-SiO2 powder juga dapat berasal dari prekusor titanium tetraklorida (TiCl4) yang
dihidrolisis, kemudian dicampur dengan asam silikat dan tetrahidrofuran dengan pengadukan
12
yang kuat selama 6 jam kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Penambahan PVA (polivinil
alkohol) dapat meningkatkan stabilitas hidrosol (Rajendran, et.al, 2012). Indium Tin Oksida
(ITO) dengan larutan elektrolit TiCl4 dengan penambahan katalis H3BO3 yang disintesis
melalui metoda elektrodeposisi juga dapat menghasilkan TiO2 (Elsa, dkk, 2013).
2.6 Peranan TiO2 pada Sunscreen dan Kosmetik
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar
badan untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Sunscreen adalah paduan bahan yang
biasanya digunakan untuk mencegah dari teriknya matahari. Peranan TiO2 adalah salah
satunya sebagai fotokatalis yang dapat menyerap sinar matahari dan memantulkannya,
sehingga dapat mencegah kulit dari terbakarnya dari sinar matahari (Shu-Ya and Zhi Yuan,
2010). Dalam kosmetik peran dari TiO2 adalah sebagai tabir surya itu sendiri, dan disamping
itu juga dapat berfungsi sebagai anti mikroba karena TiO2 dapat mengoksidasi dari mikroba
sehingga tidak dapat hidup (Gupta K, et.al, 2013). Dengan demikian dapat mencegah dari
penyebab salah satu dari terjadinya jerawat.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Preparasi TiO2-SiO2
Untuk preparasi TiO2-SiO2 dilakukan proses sol gel, prekusornya berupa TTIP dan
TEOS. Etanol (EtOH) dan Isopropanol (IPA) digunakan sebagai pelarut. Asam nitrat (HNO 3)
sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Rasio yang digunakan dalam proses sol gel, Air (aqua
bides), EtOH, HNO3, dan IPA sebagai alkosida TTIP + TEOS adalah 150 : 1 : 0,2 : 4.
Asam nitrat (HNO3, 65 %) dalam air ditambah TEOS dengan dilakukan pengadukan,
yang dipersiapkan sebagai larutan asam. Untuk larutan alkohol dilakukan penambahan TTIP,
Isopropanol, etanol dan dilakukan pengadukan, kemudian ditambahkan kedalam TEOS
sambil dilakukan pengadukan selama 6 jam pada suhu 85oC. Selanjutnya diendapkan dan
dilakukan penyaringan. Untuk pengeringan dilakukan pada suhu 60oC, dan dikalsinasi
dengan variasi 400, 500, 600, 800, 900oC selama 3 jam. Setelah didapatkan dilakukan
karakterisasi (Ali Mahyar, et.al, 2010).
3.2 Proses Sintesis TiO2 Untuk Aplikasi Bidang Kesehatan
1. Sintesis TiO2-SiO2 sebagai Suncreen (Tabir Surya) pada Kosmetik
Dalam pembuatan Sunscreen akan dihasilkan suatu produk dalam keadaan encer seperti
lotion. Kemudian dimixer hingga Sunscreen menjadi homogen dan berbentuk krim. Bahan
yang biasa digunakan berupa bahan organik, sejumlah olive oil, carnauba wax, rose water,
TiO2. Carnauba wax dimasukkan ke dalam glass beaker yang telah berisikan olive oil.
Dipanaskan hingga wax mencair dan menjadi homogen dengan olive oil. Yang kemudian
dilakukan penambahan senyawa nano TiO2 sebagai pelindung kulit (Dara D . dkk, 2012).
14
2. Sintesis TiO2 Sebagai Antibakteri
Sintesis dilakukan dalam 2 jenis yaitu TiO2 murni dan pendoppingan dengan perak
(Ag). Nanopartikel titanium dioksida disintesis dengan proses sol-gel asam-katalis mulai dari
titanium (IV) tetra-butoksida (2,94 mM) dan menggunakan 5 mL air (pH 2) ditambahkan
toluena sebagai pelarut yang mengandung 1% aerosol-OT sambil diaduk selama 1 jam.
Setelah gelasi, gel dikeringkan pada 100°C dalam oven selama 24 jam; TiO2 putih
partikel ukuran diperoleh. Untuk mendapatkan partikel kristal, sampel anil pada 450°C
selama 30 menit. Sedangkan pendoppingan dengan Ag, nanopartikel titanium dioksida
disintesis dengan menggunakan proses sol-gel asam-katalis mulai dari titanium (IV)
tetrabutoxide (2,94 mM) menggunakan 5 mL air (pH 2) ditambahkan toluena sebagai pelarut
yang mengandung 1% aerosol-OT. Konsentrasi yang tepat garam perak (3% atau 7%) pada
0,5 mL air deionisasi tetes demi tetes ditambahkan ke dalam campuran reaksi dengan
pengadukan. Setelah gelasi, yang nonopartikel dilakukan untuk kering dalam oven pada suhu
100 ° C selama 24 jam untuk memberikan bubuk putih. Hal ini menjadi sasaran perlakuan
panas lebih lanjut pada 450 ° C selama 30 menit. Setelah pemanasan sampai 450 ° C, perak-
doped bahannya menunjukkan perubahan warna dilihat dari bubuk mulai dari putih menjadi
abu-abu.
Untuk pengujian aktivitas TiO2 dan dopping Ag-TiO2, dilakukan kegiatan fotokatalitik
TiO2 dan Ag-doped TiO2 matriks dievaluasi terhadap S. aureus, P. aeruginosa dan E. coli di
bawah cahaya tampak pada suhu kamar (25 ± 2°C) oleh % viabilitas (% survival) bakteri
dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda. Suspensi disiapkan nanopartikel (1%)
digunakan dalam konsentrasi yang berbeda, yaitu, 10, 20, 40, 60 dan 80 mg dalam 30 mL
budaya bakteriofagrial memiliki 0,2 OD pada 660 nm dan diaduk selama 4 jam di bawah
15
lampu neon memiliki intensitas cahaya 500 lux. Campuran nanopartikel dan kultur bakteri
tersebar di Luria agar piring, dan kelangsungan hidup sel bakteri diperiksa oleh kemampuan
pembentuk koloni nya.
3. Sintesis TiO2 Sebagai Drug Delivery
Titanium dioksida nano disintesis dengan mencampur TTIP
(titanium tetraisopropoxide), isopropil alkohol, HCl dan air suling pada pH 1,5. Dengan
penambahan TTIP, endapan putih diperoleh. Diaduk pada suhu kamar selama dua hari
menghasilkan larutan homogen. TEA (triethanolamine) kemudian turun menjadi pelarut,
meningkatkan nilai pH sampai 7, 9, 10 dan 11. Diperoleh Suspensi endapan putih kemudian
ditempatkan dalam Teflon penerima dalam autoclave stainless steel. Perlakuan dilakukan
secara hidrotermal dalam kondisi yang berbeda. Bubuk TiO2 diperoleh dengan menyaring dan
mencuci berulang (3 kali dengan air suling). Endapan yang diperoleh kemudian dikeringkan
pada 100 º C selama 8 jam.
Untuk aplikasinya drug delivery, dilakukan coating pada TiO2 dengan mempersiapkan
PEG (Polyethylene glycol ) dilapisi nanopartikel TiO2, konsentrasi yang berbeda TiO2 (0,01;
0,1; 1 & 5 mg/ml) dan rasio berat PEG (6000, Merck)/TiO2 (1/1, 1/2, 2/1). Untuk
mengevaluasi stabilitas dari larutan, penyerapan UV diukur setelah sonicating selama 4 jam
pada interval waktu yang berbeda. Sintesis nanokomposit asam TiO2-PEG-folat dilakukan
oleh dua langkah reaksi: aktivasi asam folat dan folat capping asam. Pertama, 4,5 mg asam
folat diaktifkan oleh Dicyclohexylcarbodiimide (DCC,> 99%, Merck) dalam 5 ml
Dimethylsulfoxide (DMSO, 99%, Merck) pada suhu ruangan di bawah atmosfer nitrogen
selama 2 jam (perbandingan berat DCC: Asam folat = 1 : 1). Pada langkah kedua, PEG
nanopartikel TiO2 dilapisi ditambahkan ke larutan dan campuran diaduk di bawah nitrogen
selama 2 jam. Akhirnya, mengalami pengendapan, dicuci dengan air suling dan beku-kering.
16
Kegiatan fotokatalitik TiO2-PEG dan sampel asam TiO2-PEG-folat dievaluasi dengan
mengukur tingkat dekomposisi metilen biru (MB) pada suhu kamar, dan membandingkan
hasilnya dengan aktivitas TiO2 komersial (P25) (S.Naghibi, et.al, 2012).
4. Sintesis TiO2 Sebagai Bone Growth
Pada sintesis TiO2 sebagai bone growth, sebuah lapisan vertikal sejajar TiO2 nanotube
pada permukaan logam Ti dibuat oleh anodization technique. Untuk studi adhesi sel,
digunakan sel osteoblas tikus untuk aplikasinya.
Selembar Ti (0,25 mm, 99,5%) dibersihkan selama 5 menit dalam 5,5 M HNO3 dengan
beberapa tetes asam fluorida (HF), dibilas dengan air suling, dan dikeringkan pada 60 ° C.
TiO2 nanotube disusun oleh anodization dalam larutan HF 0,5% pada 20 V selama 30 menit
pada suhu kamar. Sebuah elektroda platinum (ketebalan, 0,1 mm, kemurnian, 99,99%, Alfa
Aesar, Ward Hill, MA) digunakan sebagai katoda. Mengkristal sebagai penyimpanan amorf
struktur TiO2 nanotube, spesimen yang dipanaskan pada 500°C selama 2 jam. Semua
spesimen percobaan yang digunakan untuk tes adhesi sel disterilisasi dengan autoklaf.
Selembar Ti murni dipoles oleh SiC kertas ampelas (No. 600 ukuran grit) untuk digunakan
sebagai sampel kontrol kelompok.
Selanjutnya dilakukan kultur sel osteoblas, Masing-masing 1 mL sel dicampur dengan
10 mL medium penting alpha-minimum ditambah 10% serum janin sapi (FBS) dan 1%
penisilin-streptomisin (IS). Suspensi sel berlapis dalam wadah budaya sel dan diinkubasi di
bawah 37 ° C, lingkungan CO2 5%. Ketika konsentrasi sel osteoblastik tercapai 3 x 105
sel/mL, sel yang unggulan ke substrat eksperimental bunga (TiO2 atau Ti), yang kemudian
ditempatkan di piring 12-baik polystyrene, dan disimpan dalam inkubator CO2 selama 2, 12,
17
24, atau 48 jam untuk mengamati morfologi sel dan menghitung sel melekat layak sebagai
fungsi waktu inkubasi. Konsentrasi sel unggulan ke substrat spesimen itu 1.0 × 105 sel/baik.
Setelah masa inkubasi, sampel dicuci dengan 0,1 M larutan buffer fosfat (PBS) dan air
suling, masing-masing, dan tetap dengan 2,5% glutaraldehid dalam 0,1 M PBS selama 1 jam.
Kemudian dibilas tiga kali dengan PBS 0,1 M selama 10 menit. Sampel kemudian dehidrasi
dalam serangkaian alkohol (50, 75, 90, dan 100%) selama 10 menit dan kemudian
dikeringkan dengan superkritis CO2. Sampel terdehidrasi dilapisi dengan emas untuk
pemeriksaan SEM. Morfologi TiO2 nanotube serta bahwa dari sel-sel melekat diamati
menggunakan SEM, dan TEM. Dalam uji kuantitatif, sel-sel yang melekat pada permukaan
sampel dihitung dari back-tersebar gambar SEM. Untuk setiap jenis sampel, dua substrat dari
setiap kondisi eksperimental dan lima lokasi dari setiap permukaan substrat yang digunakan
dan difoto untuk mendapatkan data (Seunghan Oh, et.al, 2005).
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengahasilkan lapisan titanium digunakan metoda sol-gel(Muranyi, Schraml et
al. 2010). Pembentukan sol gel pada TiO2 dilakukan untuk menyempurnakan pembentukan
kisi-kisi kristal pada proses kalsinasi. Sol dan gel yang terbentuk dari komposisi ion dopant
yang berbeda akan memberikan perbedaan warna dan masing-masingnya memperlihatkan
sifat fisik bertekstur liat.
Nano TiO2-SiO2 dengan metoda sol gel menghasilkan kristal berukuran nano 7-10 nm
setelah dikalsinasi (K. Balachandran, et. al, 2010). TiO2 dan SiO2 dapat mempengaruhi
perubahan komposisi, struktur, dan desain yang mengarah pada partikel yang relatif besar
(Reijnders 2009). Campuran TiO2-SiO2 menunjukkan stabilitas termal yang tinggi luas
permukaan yang lebih besar, energi band gap yang lebih besar, ukuran kristal yang lebih kecil
(Ali Mahyar, 2010). Titania Silika (TS) dapat mengubah ukuran partikel dan bentuk dan juga
meningkatkan stabilitas termal partikel (Rajendran, et.al, 2012).
19
Gambar 5. XRD (a) pure TiO2 (b) 40% SiO2-TiO2 dengan metoda sol-gel (Ali
Mahyar, et.al, 2010)
20
Gambar 6. SEM dan EDS dari TiO2-SIO2 pada suhu kalsinasi 500oC
Tabel 1. Pengukuran kristalin dan energi gap
(Ali Mahyar, et.al, 2010)
1) TiO2 sebagai Sunscreen
Penggunaan sinar matahari yang tinggi, dimana memancarkan sinar UV dalam dosis
tinggi diperlukan faktor perlindungan seperti tabir surya (Pelizzo, Zattra et al. 2012). Dr.
21
Franz Greiter, yang memperkenalkan produk pertama sebagai tabir surya pada tahun 1962
dengan indikasi SPF (Sun Protection Factor). Konsep SPF dianggap hal yang tepat untuk
menunjukkan jumlah kelipatan dari jumlah minimal tabir surya sebagai penyerap sinar UV.
Hal ini dapat dijadikan pengukuran untuk perbandingan keunggulan suatu produk dengan
yang lainnya. Serta untuk seseorang dapat menghitung berapa lama wakutu aman dibawah
sinar matahari ketika menggunakan tabir surya.TiO2 dalam sunscreen yang berukuran nano
(10-15) meberikan hasil transparan yang baik, dan dapat memberikan nilai SPF yang tinggi
(Shao and Schlossman, 2006)
Gambar 7. Transparan TiO2 dalam variasi ukuran
Pengaruh TiO2 terhadap tubuh, TiO2 tidak mempengaruhi distribusi sel atau kematian
sel. Analisa metabolik yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi metabolit biokimia,
penyerapan nanopartikel ke dalam sel kultur TiO2 tidak masuk kedalam inti organel
sitoplasma lainnya. Tidak ada perubahan morfologi lain yang terdeksi selama 24 jam dengan
peran tertentu dari mitokonsria (Tucci, Porta et al. 2013) .Ada kemungkinan nano-TiO2 dapat
menyebabkan kerusakan sel yang berhubungan dengan ukuran dan dosis tertentu. Ukuran
nano dapat mudah menembus kedalam kulit sehingga masuk kealam tubuh. Berdasarkan 62
makalah menyatakan terdapatnya kerusakan sel pada senyawa yang berukuran nano dan 27
22
studi mengenai efek toksik, mengemukakan terdapat studi positif lebih dari 50%. Hal ini
juga akan berbahaya jika terhirup, kontak dengan kulit, terkonsumsi, dan ijeksi (Xuhong
Chang, et.al, 2013). Hal ini diperlukannya penelitian lebih lanjut dalam toksisitas dari TiO 2
yang berukuran nano. Dengan penambahan SiO2 sebagai polimer pelapis dapat mencegah
radikal bebas dari TiO2 (Cole and Samantha, 2010)
Jika tanpa tabir surya kulit kita berubah merah dan terbakar dalam waktu 10 menit di
bawah sinar metahari, biasa disebut initial burning time, maka pemilihan tabir surya
didasarkan atas nilai SPF dikalikan dengan 10 menit yang menunjukkan daya tahan tabir
surya dalam melindungi kulit kita. Misal nilai SPF adalah 15, berarti sunscreen tersebut dapat
melindungi kulit selama 15 dikalikan 10 menit = 150 menit atau 2 hingga 2,5 jam dari
sengatan sinar UV sebelum kulit menjadi merah dan terbakar. Kadungan TiO2 dalam
kosmetik yang disarankan Food and Drug AS Administration (FDA) sebagai SPF (Sun
Protection Factor) 25% dalam suatu produk kosmetik atau lotion. Konsentrasi benar-benar
digunakan, menurut label produk, biasanya berkisar dari 2% menjadi 15%. Eropa, Australia,
Kanada, dan Korea Selatan juga memiliki menyetujui penggunaan TiO sebagai filter UV
dalam tabir surya dengan konsentrasi maksimum 25% (U.S. Environmental Protection
Agency, 2010)
2) TiO2 sebagai Antibakteri
Aktivitas bakteri dilakukan pengujian pada anil TiO2 dan Ag-doped TiO2 (3% dan 7%)
diselidiki terhadap Gram (+ ve) dan Gram (-ve) bakteri, seperti yang disajikan pada gambar
8, gambar 9 dan gambar 10 pada 60 mg/30 mL budaya, nanopartikel perak-doped pada kedua
konsentrasi (3% dan 7%) adalah racun bagi semua bakteri yang diuji. Namun, penerapan 7%
doped nanopartikel Ag-TiO2 menewaskan 100% P. aeruginosa sel pada 40 mg/30 mL
23
konsentrasi, sedangkan 5% dan 4% viabilitas S. aureus dan E. coli diperoleh, masing-masing.
Hal ini juga jelas dari Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10 bahwa TiO2 mentah nanopartikel
menunjukkan 45%, 55% dan 58% kehilangan viabilitas masing-masing pada 80 mg/30
konsentrasi budaya mL, sedangkan konsentrasi yang sama nanopartikel anil di budaya
menunjukkan hampir 100% loss viabilitas dalam semua tiga strain bakteri. Dalam kasus 3%
perak-doped nanopartikel pada 60 mg/30 mL budaya, 0% viabilitas dalam kasus P.
aeruginosa tercatat, sedangkan dalam kasus S. aureus dan E. coli 7% dan 3% viabilitas
dicatat. Oleh karena itu 7% doped nanopartikel perak pada 60 mg/30 mL kultur bakteri (0,2
OD pada 660 nm) adalah konsentrasi optimum untuk membunuh bakteri diselidiki di sini.
Gambar 8. Viabilitas bakteri (S. aureus) terhadap konsentrasi nanopartikel (mg/30 mL budaya) dalam%.
24
Gambar 9. Viabilitas bakteri (P. aeruginosa) terhadap konsentrasi nanopartikel (mg/30 mL budaya) dalam%
Gambar 9. Viabilitas bakteri (E.Coli) terhadap konsentrasi nanopartikel (mg/30 mL budaya) dalam%
25
Dengan demikian terlihat aktivitas antibakteri sampel anil lebih sedikit dari TiO2
mentah, TiO2 murni (mentah dan anil) nanopartikel menunjukkan kurang aktivitas
fotokatalis, sedangkan doping ion perak meningkatkan efisiensi di bawah cahaya tampak
irradiasi. Kematian sel bakteri oleh fotokatalisis disebabkan berkurangnya tekanan osmotik
karena TiO2 menyebabkan permeabilitas sel rusak. Kontak pertama fotokatalis dengan sel
terjadi pada dinding sel, dimana reaksi pelepasan oleh fotokatalis akan merusak dinding sel
bakteri. Setelah menghilangkan perlindungan dinding sel, selanjutnya reaksi pelepasan terjadi
di membran sitoplasma, Kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh titanium dioksida akan
menurunkan permeabilitas sel menyebabkan kematian sel. Akan tetapi, aktivitas antibakteri
dopping perak TiO2 nanopartikel cukup tinggi dibandingkan dengan nanopartikel TiO2. TiO2
Ag-doped menunjukkan aktivitas lebih fotokatalitik pada bakteri Gram-negatif karena bakteri
Gram-positif memiliki lebih peptidoglikan dari Gram-negatif dalam dinding sel, yang
bermuatan negatif, dan ion perak lebih mungkin terjebak ke peptidoglikan pada bakteri
Gram-positif. Hal ini terlihat bahwa thepercentage bakteri hidup secara eksponensial
berkurang sehubungan dengan meningkatnya konsentrasi Ag didoping ke dalam matriks
TiO2. Hasil yang diamati dari penelitian ini, kegiatan fotokalitik maksimum diamati dalam
kasus doping dari 7% Ag dalam matriks TiO2 karena penurunan energi band-gap
dibandingkan dengan nanopartikel olahan lainnya (Kiran Gupta, et.al, 2013).
3) TiO2 sebagai drug delivery
Pola XRD menunjukkan dari serbuk TiO2 dibuat dengan metode hidrotermal, semua
sampel terdiri dari anatase sebagai fase yang unik dengan pengecualian dari T12 di mana
tidak ada endapan yang terbentuk. Tidak ada fase kristal berasal rutil atau brookite dapat
ditemukan. Semua sampel menunjukkan spektrum absorpsi serupa dengan tepi penyerapan
26
sekitar 400nm. Nilai band gap dihitung dari plot ini berkisar antara 3,21 dan 3.28eV.
Perbedaan kecil dalam nilai band gap dapat dikaitkan dengan ukuran kristal. Hasil TEM
nanopartikel TiO2 yang disintesis, mengungkapkan nanopartikel memiliki bentuk yang relatif
bulat dengan distribusi ukuran ~ 10-20nm. Hasil dari desain eksperimental, dalam hal
kristalinitas dan ukuran kristal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan waktu
memiliki pengaruh terbesar pada kristalinitas sampel akhir dan ukuran kristal, masing-
masing. Berdasarkan hasil dari percobaan ini desain statistik, kondisi yang harus mengarah
pada kristalinitas maksimum dan minimum ukuran kristal. Sampel disiapkan dalam kondisi
optimum pada tabel (THC dan TSCS) yang dilapisi dengan PEG dan kemudian asam folat.
Menurut hasil penyerapan UV, konsentrasi 0,01 mg / ml TiO2 dan 2/1 rasio berat PEG/TiO2
terpilih sebagai kondisi terbaik. Sifat fotokatalitik mereka ditentukan dengan melakukan
degradasi Metilen Biru (MB) solusi di bawah iradiasi UV. Seperti yang diharapkan, dalam
THC-PEG-Asam Folat, degradasi yang luar biasa dari MB terjadi dalam 45 menit di bawah
sinar UV, sedangkan larutan yang mengandung P25-PEG-Asam Folat masih agak kebiruan
pada waktu itu. Fenomena ini sebagian disebabkan THC memiliki kristalinitas tinggi dan
ukuran kristal kecil (S.Naghibi, et.al, 2012).
Tabel. Ringkasan konfigurasi optimal untuk kristalinitas tertinggi dan ukuran kristal
terkecil
4) TiO2 sebagai bone growth
27
Dalam pertumbuhan tulang TiO2 yang disiapkan sebagai nanotube yang dilakukan
dengan cara melapisinya dengan permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa adhesi/penyebaran
sel-sel osteoblas secara signifikan ditingkatkan dengan topografi nanotube dengan filopodia
sel tumbuh benar-benar masuk ke pori-pori nanotube, menghasilkan struktur sel saling
bertautan.
Gambar 11. Struktur TiO2 nanotube vertikal selaras pada Ti: (a) mikrograf SEM, (b)
TEM mikrograf, dan (c) TEM cross-sectional.
Pertumbuhan sel-sel osteoblas pada vertikal sejajar dan lateral spasi titanium oksida
nanotube pada permukaan Ti telah diteliti. Hal ini menunjukkan bahwa adhesi/penyebaran
sel-sel osteoblas secara signifikan ditingkatkan dengan topografi nanotube dengan filopodia
sel tumbuh benar-benar masuk ke pori-pori nanotube, menghasilkan struktur sel saling
bertautan. Jumlah sel-sel yang melekat pada TiO2 nanotube meningkat signifikan sebesar
300-400% dibandingkan dengan sel-sel berpegang pada permukaan logam Ti, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh fitur topologi yang diberikan, meningkat secara
signifikan luas permukaan, dan mungkin jalur untuk saat cairan antara nanotube. Seperti
array nanotube TiO2 vertikal juga patuh pada Ti permukaan implan dapat berguna sebagai
lapisan permukaan bioaktif yang sangat baik untuk aplikasi ortopedi dan gigi sebagai adhesi
sel dan pertumbuhan tulang pada permukaan implan dapat secara signifikan dipercepat.
Konfigurasi nanotube selaras mungkin menjadi rute yang berguna untuk mempercepat
proliferasi sel untuk berbagai jenis sel. (Seunghan Oh, et.al, 2005).
28
BAB V
KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
TiO2 dengan SiO2 dapat mempengaruhi perubahan komposisi, struktur, dan desain
yang mengarah kepada partikel yang relatif besar. Campuran TiO2 – SiO2 menunjukkan
Stabilitas termal yang tinggi, mengahasilkan luas permukaan yang lebih besar, energi gap
yang yang lebih besar dan ukuran kristal yang lebih kecil. TiO2-SiO2 dapat dijadikan sebagai
tabir surya karena sifatnya yang fotokatalis yang dapat menyerap dan memantulkan sinar
matahari. TiO2 dapat juga dimanfaatkan sebagai antibakteri, hal ini disebabkan TiO2 dapat
mengoksidasi bakteri, dan dengan pendoppingan Ag dapat meningkatkan fungsinya sebagai
antibakteri. TiO2 dapat digunakan sebagai drug delivery untuk obat anti kanker, Polyethylene
glycol yang dilapisi dengan TiO2 kristalin yang tinggi (THC) dapat mendegradasi metilen
biru dengan sangat baik. Serta untuk tempat pertumbuhan sel tulang, TiO2 berupa nanotube
sebagai templet pertumbuhan sel osteoblas dapat meningkatkan pertumbuhan sel tulang.
29
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mahyar, Mohammad Ali Behnajady And Naser Modirshahla. 2010. Characterization
And Photocatalytic Activity Of SiO2-TiO2 Mixed Oxide Nanoparticles Prepared
By Sol-Gel Method. Indian Journal Of Chemistry Vol. 49a Pp. 1593-1600. Anuradha Patel, Parixit Prajapati, Rikisha Boghra. 2011. OVERVIEW ON
APPLICATION OF NANOPARTICLES IN COSMETICS. Asian Journal of Pharmaceutical Sciences and Clinical Research Vol. 1, pg 40-55
Cole Blum And Samantha Larsen. 2010. Nanotechnology. Young Scientists Journal Vol 3
Pg. 11-14. Dara D, M Sahlan, dan Dewi Tristantini. 2012. Pembuatan Sunscreen berbahan
Nanopropolis Isolat Lokal Bagi Penderita Penyakit Lupus . Teknik Bioproses UI. Elsa Agustina, Dahyunir Dahlan, Syukri. 2013. Struktur Dan Sifat Optik Lapisan Tipis
Tio2 (Titanium Oksida) Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Metode
Elektrodeposisi. Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 3 Hu Xiaoyun, Zho U Yinsui, Gao Aihua, Xi Luan, Lu Zhig Uo. 2000. He Structure Of TiO2
And SiO2 Optical Coatings Prepared By Sol Gel Method. Acta Photo Nica Vol. 29, No.8 Pg.730-733.
Is Fatimah, Hijrah Purnama Putra. 2013. Material Berbasis TiO2 Clay Sebagai Bahan
Nanoceramic Membran Untuk Desinfeksi Air Minum. Jurnal Ilmu Kimia, FMIPA UII.
K.Balachandaran, R.Venckatesh, And Rajeshwari Sivaraj. 2010. Synthesis Of Nano TiO2-
SiO2 Composite Using Sol-Gel Method: Effect On Size, Surface Morphology And
Thermal Stability. International Journal Of Engineering Science And Technology
Vol. 2(8), 2010, 3695-3700 Khamdani Harie Mukti, Iwan Hastiawan, Diana Rakhmawaty, Dan Atiek R. Noviyanti. 2013.
Preparasi Fotokatalis Barium Bismut Titanat Terprotonasi (Hbbt) Untuk
Fotodegradasi Metilen Biru. Ptnbr – Batan Bandung. Kiran Gupta, R. P. Singh, Ashutosh Pandey and Anjana Pandey. 2013. Photocatalytic
antibacterial performance of TiO2 andAg-doped TiO2 against S. aureus. P.
Aeruginosaand E. Coli. Beilstein J. Nanotechnol.4, 345–351. M. Janus, A. Markowska-Szczupak, E. Kusiak-Nejman, A.W. Morawski. 2012.
DISINFECTION OF E. COLI BY CARBON MODIFIED TiO2
PHOTOCATALYSTS. Environment Protection Engineering Vol. 38 no.2
Muranyi, P., C. Schraml and J. Wunderlich. 2010. Antimicrobial efficiency of titanium
dioxide-coated surfaces.J Appl Microbiol 108(6): 1966-1973. Pelizzo, M., E. Zattra, P. Nicolosi, A. Peserico, D. Garoli and M. Alaibac. 2012. In vitro
evaluation of sunscreens: an update for the clinicians . ISRN Dermatol 2012: 352135.
Reijnders, L. 2009. The release of TiO2 and SiO2 nanoparticles from nanocomposites . Polymer Degradation and Stability 94(5): 873-876.
Tucci, P., G. Porta, M. Agostini, D. Dinsdale, I. Iavicoli, K. Cain, A. Finazzi-Agro, G.
Melino and A. Willis. 2013. Metabolic effects of TiO2 nanoparticles, a common
component of sunscreens and cosmetics, on human keratinocytes . Cell Death Dis
4: e549.
30
U.S. Environmental Protection Agency. 2010. Nanomaterial Case Studies: Nanoscale
Titanium Dioxide in Water Treatment and in Topical Sunscreen. Research
Triangle Park, NC _______________________________. 2007. Nanotechnology White Paper. Washington,
DC 20460. Vladimir Murashov And John Howard. 2007. Biosafety, Occupational Health And
Nanotechnology. Applied Biosafety Vol. 12, No. 3
Xuhong Chang, Yu Zhang, Meng Tang And Bei Wang. 2013. Health Effects Of Exposure
To Nano-Tio: A Meta-Analysis Of Experimental Studies. Nanoscale Research
Letters Vol. 8 No.51 Pg. 1-10. Yhun Shao and David Schlossman. 2006. Using TiO2 dan ZnO for Balanced UV
Protection. Kobo Products, Inc USA.