View
570
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
BAYI BARU LAHIR POST MATUR
Oleh:
Kelompok 14
Hilda Mazarina D 130915003
Gunawan Tri S 130915017
Kartika Wulandari 130915035
Suci Wulandari 130915047
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012
1.1 Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Bayi post term adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia
kehamilan melebihi 42 minggu. Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu
plasenta akan mengecil dan fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan
plasenta untuk menyediakan makanan semakin berkurang dan janin akan
menggunakan persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber
energy. Sehingga laju pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak
dapat menyediakan oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat
janin, sehingga janin menjadi rentan terhadap cedera otak dan organ
lainnya. Cedera tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi post-matur
dan untuk mencegah terjadinya hal tersebut, banyak dokter yang melakukan
induksi persalinan jika suatu kehamilan telah lebih 42 minggu.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30%
prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum. Akibat yang dapat terjadi dari
post-maturitas dari bayi adalah asfiksia, aspirasi mekonium menyebabkan
terhalangnya saluran napas dan iritasi paru-paru sehingga pneumonia, status gizi
janin buruk, polisitemia menyebabkan resiko iskemi cerebral, thrombus,
gangguan napas, partus lama, terjadi cacat kelahiran, kejang akibat hipoksia.
Sehingga akan menyebabkan hal yang sangat berbahaya bagi kehidupan janin
maupun bagi ibu ketika menghadapi proses persalinan bayi postmature.
Oleh karena hal tersebut, makalah ini kami susun sebagai tujuan untuk
memberikan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dan menjadi
informasi kepada mahasiswa perawat mengenai asuhan keperawatan yang benar
dan tepat kepada bayi baru lahir postmatur.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi dan
asuhan keperawatan bagi bayi baru lahir postmatur?
1.3 Tujuan
1.3.2 Tujuan Umum
Mengetahui dan menjelaskan mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi
klinis, komplikasi dan asuhan keperawatan bagi bayi baru lahir postmatur
1.3.3 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi Bayi baru lahir post matur
2. Menjelaskan etiologi Bayi baru lahir post matur
3. Menjelaskan klasifikasi Bayi baru lahir post matur
4. Menjelaskan manifestasi klinis Bayi baru lahir post matur
5. Menjelaskan komplikasi dan asuhan keperawatan Bayi baru lahir post matur
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Menjadi sumber informasi dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada
Bayi Baru Lahir dengan Postmatur
1.4.2 Manfaat bagi Ilmu Keperawatan
Menjadi salah satu acuan bagi mahasiswa keperawatan untuk membuat dan
merencanakan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir postmatur
2.1 Pengertian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan
memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan
sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis
setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk kehamilan lewat
bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari
setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan
secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin.
(Varney Helen, 2007).
Post-maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia
kehamilan melebihi 42 minggu. Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu
plasenta akan mengecil dan fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan
plasenta untuk menyediakan makanan semakin berkurang dan janin akan
menggunakan persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber
energy. Sehingga laju pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak
dapat menyediakan oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat
janin, sehingga janin menjadi rentan terhadap cedera otak dan organ
lainnya. Cedera tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi post-matur
dan untuk mencegah terjadinya hal tersebut, banyak dokter yang melakukan
induksi persalinan jika suatu kehamilan telah lebih 42 minggu.
2.2 Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah
hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar,
Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin.
Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga
berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen
dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya
dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh
kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume
air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada
bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain
1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml
2. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi, resiko terjadi aspirasi
mekonium
3. O2 supply kepada jani mengalami penurunan: Resiko asfiksi
4. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa
Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak
telah tua 1-3 minggu
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula
terjadi peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan mekonium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin
7. Tali pusat layu dan berwarna kuning
8. Palpasi kepala janin mengeras
2.4 Patofisiologi
Penyebab daripada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor hormonal,
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar,
Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin.
Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga
berhubungan dengan kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada
usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat
dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme
arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan
nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi
uteroplasenta berkurang sampai 50%. Sehingga janin dapat mengalamo
pengecilan ukuran janin dan kurang nutrisi. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada organ ginjal dan usus dari janin.
Mekonium yang diaspirasi kembali oleh janin mengakibatkan sindrom aspirasi
mekonium yang dapat mengakibatkan atelektasis. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal
pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15%
postpartum.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama
Haid Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan
diatas 42 minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya
fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi
penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang
kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami
perubahan semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban
mengalami penurunan.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan
amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulit ketuban
akan bercampur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah
kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh
dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan
karena bercampur mekonium
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ
terjadi karena insufiensi plasenta
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat
segera dilakukan SC
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin : menentukan derjat hipoksia, mupun
intrepretasi asidosis/alkalosis pada janin
2.6 Penataksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu
monitoring janin secara intensif
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk
melakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan yang di
induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan atau
tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu
Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan
sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).
5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak
janin.
6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :
a. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah
servik matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama
oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang
mematangkan servik dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan
( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara
mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau
sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
b. Metode hormon untuk induksi persalinan :
a) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan servik
sudah matang.
b) Prostaglandin dapat digunakan untuk mematangkan servik
sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya
menunjukkan hal yang positif.
c) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan
intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan
untuk induksi)
d) Dinoproston
Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg
yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan
pada tahun 1995).
e) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk
jel 0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk induksi
persalinan pada tahun 1993)
c. Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik
yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke
dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika
terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman
baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban serviks tidak
dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun
plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan
pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan
metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penanganannya dengan menstimulasi putting selama 15 menit diselingi
istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali
perhari.
4.Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel
maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan
spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter foley atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian
balon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada
tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat
efektif.
1.6 Prognosis
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian
tersebut. (Varney, Helen, 2007). Apabila kehamilan 42 minggu maka
prosentase kehidupan janin adalah 10,4 – 12%. Apabila kehamilan 43 minggu
prosentase kehidupan janin adalah 3,4 -4% ( Mochtar ,1998)
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin
1. Asfiksi
2. Sindroma aspirasi mekonium menyebabkan terhalangnya saluran napas
dan iritasi paru-paru sehingga pneumonia
3. Hipoglikemi, karena cadangan energy saat dilahirkan sangat rensdah
4. Status gizi janin buruk
5. Oligohidroamnion, amnion menjadi kentak karena aspirasi mekonium,
6. atelektasis
7. Makrosomia, apanila fungsi plasenta masih baik maka janin dapat
berkembang semakin besar hingga mencapai 4500 gram
8. Terjadi cacat kelahiran
Komplikasi pada Ibu
1. tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia
persalinan, incoordinate uterina action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan persalinan traumatis / perdarahan postpartum akibat
bayi besar
2. Kecemasan terhadap kehamilan yang melewati taksiran persalinan,
menyebabkan peningkatan stress sehingga partus lama.
2.6 WOC
Hormonal
Kadar progesteron ↓
Kepekaan uterus
terhadap oksitosin ↓
Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah
Kerentanan stress
Tidak terjadi his
Insufiensi plasenta
spasme arteri spiralis plasenta
Sirkulasi O2 ke janin ↓
Kelemahan pada
janin
Riwayat hamil dg postmatur sebelumnya
Resti hipoksia
Sirkulasi nutrisi ke janin ↓
Gg. suplai nutrisi
BBLRNutrisi
kurang dari kebutuhan
Resiko kematian perinatal
Dampak padaIbu
BBL PostMatur
Dampak pada bayi
Ketuban tercampur dengan meconium
Absorbsi kembali air ketuban oleh janin
Kurang pengetahuan
Koping individu inefektif
Ansietas
gg.Ventilasi bayi(ketika lahir)
Asfiksi
gg. pemenuhan
keb O2
Kasus
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada tanggal 7 Maret 2010 Pukul 13.00 WIB By. N perempuan dilahirkan lewat bulan yakni ketika kehamilan Ibu R. G1P00000 berusia 42 minggu 5 hari lahir SC. Tidak segera menangis. BB: 2300 gram TB: 48 cm. Vernik caseosa menipis dan kulit bayi keriput, tali pusat kuning dan layu. Plasenta yang dilahirkan oleh Ibu tampak lebih mengecil. N: 180 x/menit RR: 44 x/menit T: 37,8 C tampak kesusahan bernafas dan lemah dalam menghisap. Kuku bayi panjang dan terdapat mekonium di sela kuku.
3.1 Pengkajian
Anamnesa
a. Biodata
Data bayi
Nama : By. N
Umur : 0 th
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal Lahir : 7 Maret 2010
Tanggal MRS : 7 Maret 2010
Dx medis : Postmatur + Asfiksia + BB kurang
Alamat : Surabaya
b. Keluhan Utama
Sesak, kelemahan
c. Riwayat penyakit sekarang
Dilahirkan normal, postmatur 42 minggu 5 hari, Ketika hamil Ibu
mengkonsumsi jamu-jamuan penguat kehamilan,
d. Riwayat penyakit masa lalu
-
d. Riwayat penyakit keluarga
-
e. Riwayat alergi
Tidak ada
1. Pemeriksaan Fisik
B1 : RR 44x/menit (dipsneu), terdapat sumbatan mekonium pada jalan
napas
B2 : Pucat, ekebiruan, hipoksia, suhu badannya 360C, conjungtiva
anemis, CRT > 3 Detik, pucat, BP: 100/56 (bradicardy), nadi
180x/menit
B3 : Babinsky (+), Brudziski (-), Patella (+)
B4 : normal, lengkap, bayi telah mengeluarkan feces
B5 : BBLR = 2300 gr, bayi tampak lemah dan tidak kuat menghisap,
B6 : normal
Tanda-tanda Vital
T: 36 C P: 180x/menit R: 44x/menit BP:100/56
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic :
Photo thorax : Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran
normal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Hb : 11 g/dl (normal 15-19 gr%)
PH : 7,34 (normal 7,36-7,44)
PCO2 : 47 (normal 35-45 mmHg)
PO2 : 85% (normal 75-100 mmHg)
HCO3 : 27 (normal 24-28 mEq/L)
Leukosit : 3100 x 10 u/l
Trombosit : 100.000
Eritrosit : 2,8 juta/uL (mm3)
Albumin : 3,3 /dL (normal 3,5-5,5/dL)
Kesimpulan : Anemi, Asisodis respiratorik dan Kurang nutrisi
3. Terapi
Vit K IM 0,2 cc
Oksigen Masker 95 – 100%
3.2 FORMAT ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAHDS:-
DO: Bayi pucat dan
kebiru-biruan Usaha bernafas
minimal atau tidak ada
Bayi tidak segera menangis
Hipoksia Tensi 100/56 mm
Hg, Nadi 180 x/menit, Suhu 360C, Respirasi 44x/menit,
Fungsi plasenta menurun↓
gangguan suplai oksigen dannutrisi
↓Sirkulasi uteroplasenta berkurang
sampai 50%↓
Janin kekurangan O2 dan kadarCO2 bertambah
↓Penurunan fungsi respirasi
↓Terdapat meconium pd jalan napas
↓Asfiksi
↓Gangguan pemenuhan
kebutuhan O2
GANGGUAN PEMENUHAN
O2
DS:-DO:
A : BB 2300 gr B : Albumin 3,3
g/dL C : tampak
kurang gizi, kurus, turgor kering
D : -
Insufisiensi Plasenta↓
Fungsi plasenta menurun↓
gangguan suplai oksigen dannutrisi
↓BBLR
↓Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
DS: Ibu menanyakankeadaan bayinya yang sedang di rawat intensif di NICU
DO:-
Bayi Postmatur↓
Rawat intensif NICU↓
Terpisah dengan keluarga↓
Gg hub interpersonal antara bayidan ibu
Gangguanhubungan inter personal antara
bayi dan ibu
3.3 Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan asfiksia berat/ringan, pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut.
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan Keadaan umum lemah, reflek menghisap lemah,
3. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
3.4 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan asfiksia berat/ringan, pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut.
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
- Pernafasan teratur.
- Tidak cyanosis.
- Wajah dan seluruh tubuh
Berwarna kemerahan (pink variable).
- Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
Intervensi RasionalLetakkan bayi terlentang dengan alasyang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
Memberi rasa nyaman danmengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.
Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bilaperlu.
Jalan nafas harus tetap dipertahankanbebas dari lendirdan mekonium untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.
Observasi TTV dan tanda-tanda cyanosistiap 4 jam
Deteksi dini adanya kelainan ataupunpenurunan kondisi pasien
Kolaborasi dengan team medis dalampemberian O2 mask dan pemeriksaan
Menjamin oksigenasi jaringan yangadekuat terutama untuk jantung dan
kadar gas darah arteri. otak. Dan peningkatan pada kadarPCO2 menunjukkan hypoventilasi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan keadaan umum lemah, reflek menghisap lemah,Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria Hasil:
- A : Berat badan normal sesuai usia
- B : Albumin 3,5 – 5,5 gr/dL
- C : Turgor elastic
- D : Kebutuhan ASI eksklusif terpenuhi
Intervensi RasionalMonitor turgor dan mukosa mulut. Menentukan derajat dehidrasi dari
turgor dan mukosa mulut.Monitor intake dan out put. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh
(balance)Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara
adekuat.Lakukan control berat badan setiaphari.
Penambahan dan penurunan berat badandapat di monitor.
3. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungandengan perawatan intensif.
Tujuan :
Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria:
- Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.
- Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi RasionalJelaskan para ibu / keluarga tentangkeadaan bayinya sekarang.
Ibu mengerti keadaan bayinya danmengurangi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga.
Bantu orang tua / ibu mengungkapkanperasaannya.
Membantu memecah-kan permasalahanyang dihadapi.
Orientasi ibu pada lingkungan rumahsakit.
Ketidaktahuan memperbesar stressor
Tunjukkan bayi pada saat ibuberkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Menjalin kontak batin antara ibu danbayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
Lakukan rawat gabung jika keadaan ibudan bayi jika keadaan bayi
Rawat gabung merupakan upayamempererat hubungan ibu dan
memungkinkan. bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita.Jakarta. Arcan
Askep Pre dan Post Matur Kehamilan askep-askeb-kita.blogspot.com | asuhan-
keperawatan-kebidanan.co.cc
Wiknjosastro, Hanifa. Prof. Dr. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Cetakan Kedua.
Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1992
Martodipoero, Soebagjo. Dr. Perawatan Ibu Di Pusat Kesehatan Masyarakat.
Depkes RI - Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan. Surabaya.
1977
Jaffe, Marrie, etc. Maternal Infant Health Care Plans. Spring House Corporation,
Pennsylvania. 1989
Recommended