View
238
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan negara yang memiliki banyak
sumber kekayaan alam, yang menjadi modal pembangunan guna mensejahterakan
rakyatnya.Salah satu sumber daya alam yang ada di Indonesiaadalah minyak bumi dan
gas bumi.Minyak bumi dan gas bumi menjadi sumberutama pemakai energi didalam
negeri. Sementara itu menurut ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945) pada hakikatnya
menyatakan bahwa sumber daya alam yang ada di bumiIndonesia dikuasaioleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan
demikian, minyak bumi dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alamyang
merupakan devisa negara yang penting dalam kegiatan pembangunan nasional untuk
tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan
yang dikuasai negara.Oleh karena itu,pengelolaannya perlu dilakukan secara rasional
agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
Indonesia.Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1980 tentang
Penggolongan Bahan Bahan Galian (LembaranNegara Tahun 1980 Nomor 47)
ditetapkan bahwaminyak dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang
strategis bagi negara. Adapun mengenai penggolongandari bahan galian dibedakan
menjadi tiga golongan, yaitu:
2
1. Golongan A, yakni golongan bahan galian yang strategis
2. Golongan B, yakni golongan bahan galian yang vital.
3. Golongan C, yakni golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan
galianA dan B.
Perkembangan industrialisasi, globalisasi serta kecenderungan peningkatan
kegiatan ekonomi masyarakat yang semakin pesat telah menyebabkan kebutuhan
akanenergi berupa minyak dan gas bumi semakin meningkat. Bangsa Indonesia pun
menyadari akan pentingnya hal ini sehingga negara mendelegasikan pengusahaan
pertambangan minyak dan gas bumi kepada perusahaan milik negara. Hal
inisebelumnya diatur pada ketentuan Pasal 3 ayat (2) UU No. 44 tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi jo UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara No. 2971)..Saat ini kedua undang-undang tersebut
telah diganti dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4152). Pada undang-undang sebelum UU No. 22 Tahun 2001, pengaturan
mengenai keberadaan Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara yang
kemudian disebut PT. PERTAMINA (Persero) dijumpai pada ketentuan Pasal 2 ayat (1)
UU No. 8 Tahun 1971 yang menyatakan bahwa “Dengan nama Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, disingkat PERTAMINA, selanjutnya
dalam undang-undang ini disebut Perusahaan, didirikan suatu perusahaan pertambangan
minyak dan gas bumi, yang dimiliki Negara Republik Indonesia”.
3
Secara historis, berdirinya PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas
bumi yang dimiliki olehPemerintah Indonesia (National Oil Company), berdiri sejak
tanggal 10Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan
iniberganti nama menjadi PN. PERMINA dan setelah merger dengan PN.PERTAMIN
di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN.PERTAMINA.Setelah bergulirnya
Undang-Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi
PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status
hukumnya menjadi PT. PERTAMINA(Persero) pada tanggal 17 September 2003
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.1
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001dinyatakan bahwa“Minyak dan
gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam
wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai
oleh negara”.Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi, sebagaimana ditentukan padaPasal 3 huruf b UU No. 22 Tahun 2001,
yangmenyatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
bertujuan “menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui
mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.”Untuk mewujudkan
tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tersebut, pemerintah
melimpahkan kewenangannya kepada PT. PERTAMINA (Persero) untuk melaksanakan
1PT.PERTAMINA (Persero) (Persero), Tentang Pertamina,http://www.pertamina.com, diunduh pada 20 Januari 2013
4
kegiatan yang mencakup pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, berikut
pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah air.Dengan demikian, PT. PERTAMINA
(Persero) menjadi satu-satunya perusahaan negara yang mengelola minyak, gas, dan
panas bumidi Indonesia. Adapun tugas utama yang dibebankan kepada PT
PERTAMINA (Pesero) didalam melaksanakan tugasnya, yaitu:
1. Melaksanakan pengusahaan minyak, gas bumi, dan panas bumi dengan tujuan
memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara.
2. Mengadakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi serta
mengusahakan panas bumi untuk keperluan konsumsi dalam negeri.
3. Menyediakan bahan baku yang berasal dari minyak dan gas bumi bagi
perkembangan dan pertumbuhan industri dalam negeri.
Sehubungan dengan tugasnya seperti di atas, PT. PERTAMINA (Persero)
mengimplementasikan sistem yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.Kegiatan hulu
meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Kegiatan hilir
menangani proses pengolahan migas (minyak dan gas), distribusi, dan pemasaran dari
produk-produknya. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan produk
Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri serta produk non-BBM dan petrokimia
untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.Hal ini telah menyebabkan
keberadaanPT.PERTAMINA (Persero) sebagai pemimpin bisnis hilir migas nasional
semakin berat, karena investor asing bermodal kuat mulai beralih pada sektor ini.2
2Lidyawati Kartika, 2009,TesisAnalisis Kepuasan Kerja Karyawan MelaluiFaktor-Faktor Quality Of Work Life (QWL) Pada PT. PERTAMINA (Persero)Perkapalan, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 2
5
Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001, peta industri hilir migas nasional
berubah total.Salah satunya mulai 1 Januari 2006, industri hilir migas yang semula
dimonopoli oleh PT. PERTAMINA (Persero), kini terbuka untuk siapa saja termasuk
investor asing. Oleh karena itu, PT. PERTAMINA (Persero) saat ini sedang menuju
pembentukan dunia barunya dan menghadapi tantangan yang berat dari pergeseran
konteks eksternal, kondisi awal yang memprihatinkan, hingga berbagai kelemahan
internal lainnya. Perubahan undang-undang dan peraturan telah meningkatkan fokus
kepada kinerja riil.Keinginan PT. PERTAMINA (Persero) untuk menjadi perusahaan
migas kelas dunia di sektor hilir. Namun demikian, dengan kondisi tersebut di atas tidak
akan mudah. Bagi PT. PERTAMINA (Persero) menangkap keinginan kuat dari seluruh
stakeholders untuk mempertahankan dan mengembangkan PT. PERTAMINA (Persero)
sebagai economy powerhouse. Menyadari kondisi yang sedang dihadapi saat ini, pihak
manajemen dan pekerja PT. PERTAMINA (Persero) berkomitmen untuk melaksanakan
transformasi secara menyeluruh termasuk dalam segi sumber daya manusia, sehingga
PT. PERTAMINA (Persero) dapat tampil sebagai perusahaan minyak nasional kelas
dunia yang menjadi kebanggaan bangsa.
PT. PERTAMINA (Persero) tidak lagi menjadi regulator yang merangkap
pemain. Saat ini kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sama dan setara dengan
perusahaan lain, yaitu sebagai pemain, tidak ada lagi hak-hak privilege yang dapat
melindungi PT. PERTAMINA (Persero) di arena persaingan, kecuali PT. PERTAMINA
(Persero) sendiri membangun kekuatan sendiri.3 Kekuatan yang dibangun PT.
PERTAMINA (Persero) baik dengan atau tanpa bekerja sama dengan pihak lain seperti
3Warta Pertamina Edition No. 1/THN XLII, Januari 2007
6
halnya dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (selanjutnya ditulis SPBU).
Adapun bentuk pengelolaan SPBU yang dikembangkan oleh PT. PERTAMINA
(Persero) pada umumnya meliputi 3 jenis SPBU, yakni:
1. COCO (Company Own Company Operate), yakni SPBU yang dimiliki dan
dioperasikan sepenuhnya oleh pihakPT. PERTAMINA (Persero).
2. DODO (Dealer Own Dealer Operate, yakni SPBU yang dimiliki dan
dioperasikan oleh pengusaha SPBU tersebut.
3. CODO (Company Own Dealer Operate), yakni SPBU yang tanahnya dikuasai
oleh pengusaha SPBU bekerja sama dengan PT. PERTAMINA (Persero) yang
memberikan bantuan pengembangan sarana serta peralatan SPBU agar SPBU
bersangkutan lebihmaju dan meningkat.4
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat terutama di bidang
transportasi darat, hal ini telah menyebabkan banyaknya bermunculan SPBU yang
berada dibawah naungan PT. PERTAMINA (Persero).Para pengusaha memandang
bisnis SPBU sebagai bisnis yang menguntungkan dengan semakin banyaknya volume
kendaraan yang beredar di masyarakat. Berdasarkan data BP Migas bahwaPT
PERTAMINA(Persero) berencana menambah jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU) yang melayani penjualan pertamax dan pertamax plus sebanyak 1.000
SPBU pada 2013 sehingga total SPBU pada tahun 2013 ditargetkan menjadi 5.100
SPBU.5
4PT. PERTAMINA, Jenis SPBU,www.pertamina.com, diunduh pada 14Februari 2013
5Okezone.com diunduh tanggal 3 Mei 2013
7
Fenomena lain yang menarik dalam bisnis minyak dan gas bumi adalah telah
dibukanya peluang pendirian SPBU untuk investor asing. Sampai saat ini Petronas telah
membangun lebih dari 200 unit SPBU di seluruh Indonesia.Shell yang menjadi pemilik
SPBU terbanyak di Malaysia, menargetkan membangun 400 unit SPBU dalam waktu
delapan tahun.6Dengan banyaknya perusahaan yang berniat untuk terjun ke bisnis
mengelola SPBU, hal ini tentunya memerlukan suatu kepastian hukum yang dapat
memberikan perlindungan hukum bagi pihak PT. PERTAMINA (Persero) dan
pengusaha SPBU, khususnya bagi SPBU CODO yang menjadi obyek penelitian ini.
SPBU CODO merupakan SPBU yang dibentuk atas dasar kerjasama antara PT.
PERTAMINA (Persero) dengan pihak-pihak tertentu.Bentuk kerjasama yang dimaksud
adalah kerjasama dengan pemanfaatan lahan milik perusahaan atau individu untuk
dibangun SPBU.Dengan demikian, perjanjian kerjasama antara PT. PERTAMINA
(Persero) dan pengelola SPBU merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara PT.
PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha swasta terkat kegiatan penyaluran dan
pelayanan bahan bakar minyak bagi masyarakat umum.
Pihak pertama pada perjanjian SPBU CODO yaitu PT. PERTAMINA (Persero)
yang akan menempatkan peralatan SPBU pada lahan yang dikuasi/dikelola oleh pihak
kedua, yakni pengusaha SPBU. Peralatan yang ditempatkan oleh pihak PT.
PERTAMINA (Persero) sebagai bagian peralatan SPBU dikelola dan dioperasikan oleh
pihak kedua dengan sebaik-baiknya.Perjanjian dibuat dalam bentuk Surat Perjanjian
Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU).Perjanjian bersangkutan dibuat dalam bentuk perjanjian baku sehingga
6Harto, 2006, www.wartaekonomi.com, diunduh pada 14 Februari 2013
8
bentuknya sudah ditentukan dan tidak ada posisi tawar bagi pihak kedua selaku pelaku
usaha SPBU. Selain itu Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU ini terkadang terdapat
beberapaperbuatan wanprestasi, seperti takaran unit pompa yang dikurangi oleh
pihakpemilik SPBU yang curang, merekayasa takaran minyak pada Dispensing
Pump,menjual produk pesaing, seperti produk-produk yang mereknya selain barang
produksi PT. PERTAMINA (Persero).
Perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU antara PT. PERTAMINA (Persero)
dengan pihak swasta tentunya harus menghasilkan sesuatu yang saling menguntungkan.
Namun perjanjian yang ditawarkan oleh PT. PERTAMINA (Persero) kepada pihak
pengusaha SPBU ditetapkan dalam bentuk perjanjian baku, sehingga pihak pengusaha
SPBU tidak mempunyai posisi tawar dalam pembuatan perjanjian bersangkutan. .Dalam
UU No. 22 Tahun 2001 tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai bentuk perjanjian
CODO ini.Sementara itu, ketentuan tentang jual beli minyak dan gas bumi dijumpai
sebagai bagian dari usaha hilir yakni bagian kegiatan usaha niaga yang diatur pada Pasal
5 ayat (2) huruf d UU No. 22 Tahun 2001.Adapun yang dimaksudkan dengan kegiatan
niaga dalam usaha minyak dan gas bumi adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor,
impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.
Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) menetapkan bahwa “kegiatan Usaha Hilir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha
yang wajar, sehat, dan transparan”. Untuk hal tersebut maka kegiatan Usaha Hilir agar
dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha terlebih dahulu wajib mendapat Izin Usaha dari
Pemerintah.Mengenai izin yang diperlukan untuk usaha niaga ditetapkan pada Pasal 23
ayat (2) UU No. 22 Tahun 2001 berupa Izin Usaha Niaga.
9
Hal di atas menunjukkan ketentuan UU No. 22 Tahun 2001 belum mengatur
mengenai kerjasama yang dibangun antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak
pengusaha SPBU, selain pengaturan mengenai izin yang dibutuhkan. Oleh karena itu,
terjadi kekosongan norma pada UU No. 22 Tahun 2001 terkait dengan pengaturan
kerjasama antara PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha dalam pendirian
SPBU khususnya lagi SPBU CODO. Kekosongan norma dalam UU No. 22 Tahun
2001 ini tentunya kurang memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terikat
dalam perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU CODO. Atas dasar pertimbangan di atas,
maka penelitian mengenai Perlindungan Hukum Atas Penerapan Klausula Baku Dalam
Perjanjian Codo (Company Owned Dealer Operated) Antara Pihak PT. PERTAMINA
(Persero) dengan Mitra Usaha SPBU sangat menarik dan aktual untuk dilakukan.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan bahwa yang dilakukan,ada beberapa
penelitian yang berkaitan dengan keberadaan PT. PERTAMINA (Persero) dalam
melakukan kerjasama dengan pihak lain, yaitu:
a. Tesis dari Suhari, NIM C4A.006.476, alumni Program Studi Magister Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2008 dengan judul
tesis “Pengaruh Penerapan PT. PERTAMINA (Persero) Way Terhadap Kualitas
Pelayanan Dalam Rangka Meningkatkan Loyalitas (Studi Kasus Pada SPBU
44.591.14.PATI)”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis
tersebut yakni:
a). bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan untuk meningkatkan kepuasan agar
pelanggan loyal ?
b).bagaimana cara membentuk relationship untuk menciptakan loyalitas ?
10
b. Tesis Novana Octa Syaputra, NIM 087011164/M.Kn, alumni Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan Tahun 2011 dengan judul tesis “Analisis Yuridis
Kontrak Keagenan Minyak Tanah Di PT. PERTAMINA (Persero) Provinsi Aceh”.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis tersebut yaitu:
a). bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan kontrak keagenan
minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PT. PERTAMINA ?
b). bagaimanakahperlindungan hukum terhadap para pihak atas kontrak keagenan
minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PT. PERTAMINA ?
Berdasarkan penelusuran dari tesis dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang
dijelaskan diatas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Perlindungan Hukum
Atas Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian CODO (Company Owned Dealer
Operated) Antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBUbelum
ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
orisinalitas atau keasliannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, dapat
dirumuskanpermasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kedudukan PT. PERTAMINA (Persero) sebagai perusahaan
BUMN dalam melakukan perjanjian CODO (company owned dealer operated)
yang berklausula bakudengan mitra usaha SPBU?
2. Perlindungan hukum apakah yang diberikan bagi pihak mitra usaha SPBU dalam
perjanjian CODO yang berklausula baku?
11
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang bersifat
umum dan khusus sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitan ini yaitu untuk pengembangan ilmu hukum terkait
paradigmaScience as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini, ilmu
hukum tidak akan mandek dalam penggalian atas kebenaran, khususnya terkait dengan
materi perlindungan hukum atas penerapan Klausula Baku dalam perjanjian CODO
(Company Owned Dealer Operated) antara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan
Mitra Usaha SPBU.
b. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan
yang dibahas adalah:
1). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam tentang kedudukan
PT. PERTAMINA (Persero) sebagai perusahaan BUMN dalam melakukan
perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang berklausula
bakudengan mitra usaha SPBU.
2). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam perlindungan
hukum yang dapat diberikan bagi pihak mitra usaha SPBU dalam perjanjian
CODO (company owned dealer operated) yang berklausula baku.
12
1.4 . Manfaat penelitian
Hasil penelitian inidiharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan maupun kepentingan praktis, sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitianini yaituuntuk
pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya terhadap Hukum Perjanjian terkait
materi perlindungan hukum atas penerapan Klausula Baku dalam perjanjian
CODOantara Pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Mitra Usaha SPBU.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitiantesis ini
yaitu sebagai berikut:
1). Manfaat bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan/atau
pedoman bagi kalangan PT. PERTAMINA (Persero) untuk memperkecil
resiko terjadinya kerugian yang diakibatkan dari perjanjian baku.
2). Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi
rekan mahasiswa mengenai Perjanjian Kerjasama PT. PERTAMINA
(Persero) dengan pelaku usaha SPBU dalam pengusahaan atas minyak dan
gas bumi
3). Manfaat bagi Penulis
Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan
tambahan pengetahuan dalam memahami perjanjian kerjasama untuk
13
pengusahaan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh pemerintah dengan
namaPT. PERTAMINA (Persero) dan perlindungan hukum kepada mitra
usaha SPBU terkait kerjasama tersebut.
1.5 . Landasan Teoritis dan Batasan Operasional
a. Landasan Teoritis
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh
karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan
dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.7 Dengan demikian, landasan teoritis
merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-
konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan
dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Hal itu dimaksud
untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari
rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). Berhubungan dengan itu maka harus
dihindari teori-teori (ajaran atau doktrin), konsep, asas yang bertentangan satu sama
lain. Semakin banyak teori, konsep, asas yang berhasil diidentifikasi semakin tinggi
derajat kebenaran (konsensus) yang bisa dicapai.
Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik suatu
proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta – fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.8Teori juga merupakan alur
7Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2011, Buku PedomanPendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, h.48.
8J.J.JM. Wuisaman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, Jakarta, h.203
14
penalaran atau logika (flow of reasonic/logic), yang terdiri dari seperangkat konsep atau
variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.9Sementara itu, kerangka
teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu
kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis
dalam penelitian.10Oleh karena itu, perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada
metodologi, aktifitaspenelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.Otje
Salman dan Anton F. Susanto dalam hal ini menyimpulkan teori adalah seperangkat
gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi
kriteria tertentu, meskimungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi
keseluruhan teori yang lebihumum.11Hal ini sejalan dengan pendapat Snelbecker yang
mendefinisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasisecara sintaksis (yang
mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logissatu dengan lainnya
dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagaiwahana untuk meramalkan
dan menjelaskan fenomena.12
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana
mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.13 Sedang dalam kerangka
konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan
9J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta,Jakarta, h. 194
10M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung,h. 80
11Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama,Bandung, h. 29.
12Snelbecker dan Lexy J. Moleong, 1993, Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, h. 34-35
13Burhan Ashsofa, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 23
15
sebagai dasar penelitian hukum.14Dalam kaitan itu, maka adapun landasan teoritis yang
dijadikan dasar dalam mengkaji secara teoritis atas permasalahan penelitian ini adalah
seperti berikut ini.
1) Teori Negara Hukum
Untuk memahami permasalahan mengenai kedudukan pihak Pertamina sebagai
Badan Hukum Milik Negara (BUMN) dalam melakukan perjanjian kerjasama
pengelolaan SPBU dengan pihak swasta maka perlu pemahaman tentang konsep negara
hukum.Dalam konsep negara hukum sangat menjunjung tinggi adanya sistem hukum
yang menjamin kepastian hukum.
Suatu negara dapat dikatakan Negara Hukum bilamana memenuhi unsur unsur
negara hukum. Friedrich Julius Stahl mengemukakan bahwa ciri-ciri dari suatu Negara
Hukum yaitu:
1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia;
2. Adanya pembagian kekuasaan;
3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan; dan
4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.15
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 45) menyatakan
bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”Berdasarkan pernyataan pasal ini
penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi
14Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 7
15OemarSeno Adji, 1966, Prasara Dalam Indonesia Negara Hukum, SimposiumUI Jakarta, h. 24
16
kekuasaan pemerintah.Hal ini berarti bahwa kekuasaan Negara c.q. aparat pemerintahan
dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka
(machtsstaat). Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan sistem pemerintahan berdasarkan hukum yang oleh K.C. Wheare
dinyatakan sebagai berikut:16
……first of all it is used to describe the whole system of government of a country,the collection of rule are partly legal, in the sense that courts of law willrecognized as law but which are not less effective in regulating the governmentthan the rules of law strictly so called.(Terjemahan bebasnya adalah ……pertama-tamadigunakanuntuk menggambarkanseluruhsistem pemerintahansuatu negara, kumpulanaturanhukum,hukum yangdipertimbangkan dalam proses peradilan dalam arti hukumyang dapatefektifdalam mengaturpemerintahan).
Philipus M. Hadjon dalam hubungan di atas memberikan pendapat bahwa asas
utama Hukum Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum
dan asas demokrasi serta dasar negara Pancasila.Oleh karena itu dari sudut pandang
yuridisme Pancasila, maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah
“Negara Hukum Pancasila”.17Adapun unsur-unsur dari Negara Hukum
Indonesia,dikemukakan 18meliputi:
a. hukum bersumber pada Pancasila;
b. kedaulatan rakyat;
c. pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi;
d. persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
16K.C Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxford University Press, London,p. 1.
17I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika KonstitusionalIndonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 162
18Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia. Analisis Yuridis Normatif tentangUnsur- unsurnya, UI Press, Jakarta, h.144.
17
e. kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya;
f. pembentukan undang-undang oleh presiden bersama-sama DPR;
g. dianutnya sistem MPR.
Lebih lanjut Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa ciri-ciri dari Negara
HukumPancasila, adalah sebagai berikut:
a. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asaskerukunan;
b. hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan- kekuasaan Negara;c. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan
sarana terakhir;d. keseimbangan antara hak dan kewajiban.19
Bilamana teori Negara Hukum Pancasila dibandingkan dengan Negara Hukum
Anglosaxon dan Eropa Kontinental terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan kedudukan
individu dan hak serta kewajiban individu masyarakat dalam ketiga sistem Negara
hukum itu, disebabkan oleh pengaruh pandangan hidup serta latar belakang sejarah
Bangsa Indonesia20.
Tujuan yang hendak dicapai oleh Negara Hukum Indonesia adalah mencapai
masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun material secara merata berdasarkan
Pancasila. Untuk mewujudkan tujuan di atas, maka Negara tidak hanya bertugas
memelihara ketertiban masyarakat saja, akan tetapi dituntut untuk turut serta aktif secara
aktif (proaktif) dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini
merupakan amanat para pendiri Negara Hukum Indonesia seperti yang tercantum pada
19Philipus M. Hadjon, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: SebuahStudi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam LingkunganPeradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu,Surabaya (selanjutnya ditulis Philipus M. Hadjon I), h. 90
20Azhary, op.cit., h.116.
18
Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea ke-4 (empat). Sebagai Negara Hukum maka segala
aktivitas Pemerintahan dan Masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
haruslah sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hukum menjadi
landasan pokok dalam melakukan segala aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Berdasarkan uraian dan pendapat mengenai konsep negara hukum di atas dapat
diketahui bahwa harus ada keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat guna
mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.Apabila dikaitkan dengan
penelitian tesis ini, konsep negara hukum menjadikan pemerintah untuk memberikan
perlindungan bagi rakyatnya melalui perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU yang
ditawarkan oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) kepada pihak swasta.Perjanjian
yang dibentukseharusnya memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
para pihak dalam hal ini pemerintah dan mitra usaha .PT. PERTAMINA (Persero)
dalam penyusunan perjanjian kerjasama SPBU untuk memberikan perlindungan hukum
bagi para pihak.
2) Teori Kepastian Hukum
Secara konseptual, Indroharto mengemukakan bahwa kepastian hukum adalah
”konsep yang mengharuskan, bahwa hukum objektif yang berlaku untuk setiap orang
tersebut harus jelas dan ditaati.” 21Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki dengan
mengutip pendapatnya Van Apeldorn mengemukakan mengenai pengertian kepastian
hukum, sebagai berikut:
21Indroharto, tanpa tahun, Rangkuman Asas-asas umum Hukum Tata UsahaNegara, Jakarta, h. 212-213.
19
Pertama, kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlakuuntuk masalah-masalah konkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalahkonkrit, pihak-pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awalketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut.Kedua, kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yangbersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.22
Kepastian hukum atau rechtszekerheid menurut J.M.Otto, yang dikutip oleh
Tatiek Sri Djatmiati dikemukuakan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:10
1. adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan
negara.
2. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten
dan berpegang pada aturan hukum tersebut.
3. rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum.
4. hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan
aturan hukum tersebut.
5. putusan hakim dilaksanakan secara nyata.
Soedikno Mertokusumo dalam kerangka penerapan hukum mengemukakan bahwa
“salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu kepastian
hukum.” 23Hal ini sejalan dengan pemikiran Prajudi Atmosudirdjo yang berpendapat
“asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan pejabat administrasi
negara yang manapun tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum.” 24
22Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum,Kencana, Jakarta, h. 59.10Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi,
PPS Unair, Surabaya, h.18.23E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku
Kompas, Jakarta, h. 92.24Prajudi Atmosudirdjo, 1983,Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta, h. 88.
20
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka jaminan kepastian hukum menjadi
prasyarat dalam implementasi Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Hal itu dimaksudkan untuk menjamin terwujudnya tata kehidupan
bernegara dan berbangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram dan tertib, serta
memberikan kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Sejalan dengan
maksud tersebut maka “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”
merupakan bagian yang inheren dalam Negara Hukum dikemukakan Saldi Isra bahwa
“Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.” 25Hal itu menunjukan bahwa kepastian hukum akan terjamin bilamana aturan
hukumnya tidak bermasalah dan setiap warga negara dan pejabat-pejabat pemerintahan
menjunjung tinggi dan melaksanakan prinsip Negara Hukum terutama asas legalitas.
Dengan kata lain, persoalan kepastian hukum berkaitan dengan supremasi hukum,
karena hukumlah yang berdaulat. Teori kedaulatan hukum menurut Krabbe11 bahwa
hukumlah memiliki kedaulatan tertinggi. Kekuasaan bukan kedudukan atau pangkat dan
jabatan seorang pemimpin melainkan kekuasaan itu dari hukum.” Oleh karena itu,
hukumlah yang memberikan pengakuan hak maupun wewenang, sedangkan Yohanes
25Saldi Isra, 2004, “Agenda Pembaruan Hukum: Catatan Fungsi Legislasi DPR”:Jentera, Jurnal Hukum, Edisi 3 Tahun II November, Jakarta, h. 74.
11Soehino, 1998, Ilmu Negara, Liberty,Yogyakarta, h.156.
21
Usfunan, menguraikan ”supremasi hukum” bersinonim dengan pengertian kedaulatan
hukum.12
3) Teori Perjanjian
Istilah perjanjian dalam praktek sering disebut dengan perikatan atau kontrak
dan tidak ditetapkan secara tegas tentang batasan masing-masing istilah tersebut.
Namun secara normatif berdasarkan KUHPerdata, masing-masing istilah tersebut
diberikan pengertian tersendiri. Menurut Subekti dalam bukunya mengenai Hukum
Perjanjian bahwa suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal”.26Suatu perjanjian juga disebut persetujuan, karena dua belah pihak itu setuju
untuk melakukan sesuatu.
Istilah “Perikatan”, merupakan kesepadanan dari istilah bahasa Belanda
“Verbintenis”. Istilah ini mencakup semua ketentuan buku ketiga dari KUHPerdata,
terdiri dari:
a. Perikatan yang berasal dari Undang-Undang;
b. Perikatan terdiri dari perjanjian.
Sementara itu, pengertian kontrak atau yang disebut juga dengan perjanjian dalam Pasal
1313 KUHPerdata menetapkan “Perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan
dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.”Terdapat kelemahan terhadap pengertian “perjanjian” tersebut karena seolah-
olah terjadi hanya satu pihak saja yang berkehendak untuk mengikatkan diri dengan
12Yohanes Usfunan, 2007, Politik Legislasi Negara Transisi Timor Leste,orasiilmiah, Dies Natalis Universidade Da Paz, 24 Oktober 2007, h 12.
26R. Subekti, 2000, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, h.1
22
pihak lain, sehingga diartikan terjadi perjanjian satu arah. Sedangkan dalam
perkembangannya perjanjian atau kontrak terjadi apabila kedua belah pihak sepakat
untuk mengikatkan diri.
Menurut Hukum Kontrak Indonesia yang berasal dari Burgerlijk Wetboek
Nederland, dalam membuat suatu perjanjian dikenal dengan azas-azas universal tentang
pembuatan suatu perjanjian/kontrak yaitu azas kebebasan berkontrak, prinsip itikad
baik, syarat sahnya perjanjian dalam hukum perjanjian, dan lain-lain. Maksud dari azas
kebebasan berkontrak itu sendiri bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada setiap
subyek hukum perdata untuk mencantumkan hal-hal yang dikehendaki oleh masing-
masing pihak asalkan sebelumnya telah ada persetujuan antara para pihak. Suatu
kontrak dianggap sah dan mengikat apabila kontrak itu telah memenuhi semua syarat
seperti yang telah ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Adakalanya suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, tidak
juga dapat terlaksana sebagaimana telah diperjanjikan. Hukum perjanjian sendiri
mengenal dua hal yang dapat menyebabkan tidak terlaksananya suatu perjanjian yaitu
wanprestasi dan overmacht. Jika terjadi wanprestasi tentu akan mengakibatkan salah
satu pihak menderita kerugian. Oleh karena terdapat pihak yang dirugikan maka pihak
yang menimbulkan kerugian itu wajib bertanggungjawab. Dengan kata lain perjanjian
23
merupakan perbuatan hukum, oleh karena itu para pihak yang melakukan perjanjian
harus memiliki perlindungan hukum agar kepentingan para pihak dapat terlindungi.27
Dalam penyusunan suatu kontrak atau perjanjian, baik perjanjian itu bersifat
bilateral dan multilateral maupun perjanjian dalam lingkup nasional, regional, dan
internasional harus didasari pada prinsip hukum dan klausula tertentu.28 Dalam Hukum
Perdata dikenal beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam penyusunan
kontrak sehingga akan terhindar dari unsur-unsur yang dapat merugikan para pihak
pembuat suatu kontrak yang mereka sepakati. Salah satu prinsipnya yaitu Asas
Kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan
bahwa
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sabagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya.
2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu.
3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1338KUHPerdata,maka kata “semua” dapat diartikan
sebagai setiap perjanjian yang dibentuk secara sah adalah mengikat. Dengan demikian,
“asas kebebasan berkontrak” dapat dikatakan bersumber dari ketentuan pasal ini.
Sedangkan kata “sah” dapat dihubungkan dengan kata “sahnya perjanjian” pada Pasal
27Agus Yudha, 2008, Hukum Perjanjian : Azas Proporsionalitas dalam KontrakKomersial, Mediatama, Yogjakarta, h. 25.
28Joni Emirzon, 1998, Dasar-dasar dan Tehnik Penyusunan Kontrak,Universitas Sriwijaya, Ideralaya, h. 19
24
1320 KUHPerdata. Setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320
KUHPerdata barulah suatu perjanjian dapat mengikat para pembentuknya atau pihak
lain yang terkait.
Selain perjanjian pada umumnya juga berkembang perjanjian bakudi Indonesia
yang sering disebut juga dengan istilahperjanjian standar, kontrak standar dan kontrak
baku. Dalam beberapa makalah dan buku yang ditulis oleh para ahli hukum, seperti
Mariam Darus Badrulzaman, Abdul Kadir Muhammad, Sutan Remy Sjahdeini dan
Johannes Gunawan, istilah yang digunakan adalah perjanjian baku. Oleh karena para
ahli pada umumnya menggunakan istilah tersebut, maka dalam tesis ini jugadigunakan
istilah perjanjian baku.
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standart
contract. Menurut Mariam Darus Badrulzaman: “perjanjian baku adalah perjanjian yang
isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.”29Sedangkan menurut J.
Satrio: “Perjanjian baku adalah” perjanjian tertulis,yang bentuk dan isinya telah
dipersiapkan terlebih dahulu,yang mengandung syarat-syarat tetap, yang oleh salah satu
pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui (lawan janjinya) dan
dimaksudkan untuk setiap kali digunakan pada penutupan perjanjian seperti itu.30Oleh
karen itu, dalam perjanjian baku hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh
pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan.
29Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung,(selanjutnya disebut Mariam I) h. 47-48
30J. Satrio, 1994, Beberapa Segi Hukum Perjanjian Kredit Standar, MediaNotariat Nomor : 30-31-31-33, Januari-April-Juli-Oktober, h.136-137.
25
Kontrak dalam perjanjian baku ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah.31Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir
tertentu, sehingga secara substansi hanya menuangkan dan menonjolkan hak-hak yang
ada pada pihak yang berkedudukan lebih kuat sedangkan pihak lainnya terpaksa
menerima keadaan itu karenanya posisinya yang lemah.32
4) Teori Badan Hukum
Berbagai tokoh dan pendukung aliranilmu hukum dan filsafat hukum telah
mengemukakan pendapat mengenai eksistensi badan hukum sebagai subjek hukum
disamping manusia.33Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa “badan hukum adalah
suatu badan yang disamping manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam
hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum
terhadap orang lain atau badan lain”.34Sejalan dengan itu, Soedewi Masjchoen Sofwan
menyatakan bahwa “badan hukum adalah kumpulan dari orang-orang yang bersama-
sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang
ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan)”.35 Lebih lanjut, terdapat beberapa teori
yang berkaitan dengan badan hukum yang diungkapkan oleh para sarjana, yaitu:
31Salim H.S, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata,RajaGrafindo Persada, Jakart, h. 145
32Rahman Hasanudin, 2000, Legal Drafting, Citra Aditya Bakti,Bandung, h 134.
33Chidir Ali, 1987, Badan Hukum, Alumni, Bandung, h. 2934P.N.H Simanjuntak, 2009, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,
Djambatan, Jakarta, h. 28-2935ibid
26
a. Teori Fiksi (Fictie Theorie)
Von Savigny menyatakan bahwa,”hanya manusia saja yang mempunyai
kehendak.Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu
abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit”.Badan hukum semata-
mata hanyalah buatan pemerintah atau negara.Terkecuali negara, badan
hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang
menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan suatu hal.Jadi,
orang bersikap seolah-olah ada subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang
tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan, sehingga yang
melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.36
b. Teori Organ (Orgaan Theorie)
Otto von Gierke menyatakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang
sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum yang mewujudkan
kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ) yang ada padanya
(pengurus).Menurut teori ini, Berfungsinya badan hukum dipersamakan
dengan fungsinya manusia.Jadi, badan hukum tidak berbeda dengan
manusia, karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan atau
perhimpunan orang adalah badan hukum37.
c. Teori Kekayaan Tujuan
A Brinz berpendapat bahwa badan hukum bukalah kekayaan dari seseorang,
melainkan kekayaan itu terikat pada tujuannya.Setiap hak tidak ditentukan
36Chidir Ali, Op.cit, hal. 3237Komariah, 2002, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, h. 23
27
oleh suatu subyek, tetapi ditentukan oleh suatu tujuan.Kelemahan teori ini
adalah kekayaan hanya sesuai untuk badan hukum yang berbentuk yayasan.
d. Teori Milik Kolektif
Menurut Planiol dan Molengraaf, hak dan kewajiban badan hukum pada
dasarnya juga menjadi hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama,
sehingga badan hukum hanyalah konstitusi yuridis yang pada hakekatnya
adalah abstrak.38
Menurut ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara RI No. 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara No. 4756)
menyatakan bahwa Perseroan Terbatas ialah “badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatasn usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”Dengan
demikian, Perseroan Terbatas mempunyai sifat badan hukum dan pertanggungjawaban
terbatas. Dalam kepustakaan hukum Eropa Kontinental perusahaan sering disebut
sebagai “rechtperson” dan dalam hukum Common Law Sistem dikenal dengan istilah
legal entity, juristic person atau artificial person. Dalam kamus Hukum Ekonomi legal
entity diartikan sebagai badan hukum yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum
diperlakukan sebagai subjek hukum dan mempunyai hak dan kewajiban.
Dalam Black’s Law Dictionary, legal entity diartikan sebagai body (such as
company) which is a person in the eye of law (badan (seperti perusahaan) yang
merupakan orang dimata hukum). Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary,artificial
38Op.cit.h 24
28
person didefinisikan sebagai “persons created and devised by human laws for the
purpose of society and government, as distinguished from natural person.” (orang yang
direncanakan dan diciptakan oleh hukum manusia untuk tujuan sosial dan
pemerintahan, dibedakan dari orang alamiah). Kemudian legal entity adalah:“an entitty,
other than natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that it
can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of
corporation.” (suatu kesatuan, berbeda dari orang alamiah, mempunyai kedudukan
dimuka hukum, dapat dituntut atau menuntut dan membuat keputusan melalui agen
dalam hal korporasi.)39
Dalam kaitan di atas maka keberadaan badan hukum yaitu PT.
PERTAMINA(Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk
oleh pemerintah, badan hukum tersebut terdiri dari organ-organ perusahaan yang
menjalankan tugasnya untuk menyalurkan bahan bakar minyak pada masyarakat luas,
serta melakukan kerjasama untuk pendistribusiannya kepada badan hukum dalam
bentuk perusahaan swasta.Sementara itu PT. PERTAMINA sebagai Perseroan Terbatas,
maka sifat badan hukum dan pertanggungjawaban terbatas dari suatu perseroan terbatas
melekat juga pada PT. PERTAMINA (Persero).
5) Konsep Tindakan Pemerintahan
Menurut Philipus M. Hadjon, kekuasaan pemerintah di Indonesia sangat popular
disebut dengan kekuasaan eksekutif yang dalam prakteknya tidaklah murni sebuah
39Gunawan Widjaja, 2008, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & PemilikPT, Forum Sahabat, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan I) h. 12-13
29
kekuasaan eksekutif.57 Di negara manapun tidak pernah terjadi kekuasaan pemerintahan
hanya melaksanakan fungsi eksekutif menurut ajaran Trias Politica. Pemerintah dalam
bahasa Belanda yang disebut“bestuur” secara negatif dirumuskan sebagai lingkungan
kekuasaan negara diluar lingkungan kekuasaan legisllatif dan kekuasaan yudisial.
Dengan rumus itu kekuasaan pemerintahan tidaklah sekedar melaksanakan undang-
undang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan aktif. Sifat aktif tersebut dalam
konsep administrasi negara secara intrinsik merupakan unsur-unsur utama dari “sturen”
(bestuuren), dan menurut Philipus M. Hadjon unsur-unsurnya terdiri dari;
a. Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinu. Kekuasaan pemerintahandalam hal menerbitkan ijin mendirikan bangunan misalnya, tidak berhentidengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintahsenantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam halpelaksanaakn mendirikan bangunan tidak sesuai dengan izin yangditerbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukumberupa penerbitan yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunanyang tidak sesuai. Demikian halnya penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM)oleh polisi. Aktivitas polisi tidak berhenti dengan terbitnya SIM tetapi terusmengawasi penggunaan SIM oleh pemegangnya.
b. Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalahkonsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik penggunaan kekuasaanharus dilandaskan pada asas-asas negara hukum, asas demokrasi dan asasinstrumental. Berkaitan dengan negara hukum adalah asas Wet enRechtmatigheid van Bestuur.
Dengan demikian, fungsi pemerintahan yang dilaksakan oleh organ
pemerintahan pada hakikatnya cukup luas yang dilaksanakan melalui berbagai macam
tindakan pemerintahan. M. Donner mengemukakan ada 4 (empat) macam bentuk fungsi
penguasa, yakni:
57Philipus M. Hadjon I, 1992,op.cit, h. 2
30
a.Pemeliharaan Ketertiban, dapat terdiri dari penetapan peraturan, mengeluarkan
perintah untuk mewujudkan ketertiban umum jika terjadi keonaran umum
(keributan).
b.Pengelolaan Keuangan, melalui pajak, pungutan-pungutan lain, pihak penguasa
menjadi yang terkaya dan yang paling boleh dipercaya dalam negara. Pendapatan
pihak penguasa bertujuan untuk menutup kebutuhan-kebutuhan sendiri, namun juga
mempunyai fungsi dalam hal pengaturan kembali pendapatan negara dan dalam
usaha mengadakan koreksi terhadap situasi dalam masyarakat yang dialami secara
tidak diinginkan. Dengan demikian penguasa memberi bantuan, menyediakan
subsidi, memberi kredit dan jaminan atau memberi harta milik yang diinvestasikan
oleh kelompok-kelompok tertentu atau masyarakat umum.
c.Tuan tanah, mengingat banyak jalan dan sungai, pantai, bendungan dan tentu saja
bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa. Penguasa juga memiliki kesempatan-
kesempatan yuridis untuk merampas tanah ataupun menggunakan tanah itu dengan
tujuan membatasi kepentingan umum dan pungutan pajak.
d.Penguasa, mengingat beberapa kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak
penguasa karena diharuskan undang-undang.
Mengkaji berbagai macam kegiatan pemerintahan tersebut maka dapat dipahami
bahwa disamping perlunya produk hukum yang mengatur tindakan pemerintah juga
tindakan pemerintah tidak semata-mata berkarakter publik namun dalam hal-hal tertentu
juga dapat berkarakter perdata:55
55Yohanes Usfunan, 2002, Perbuatan pemerintah Yang Dapat Digugat,Djambatan, Jakarta, h. 6.
31
Dalam kaitan itu fungsi pemerintahan diarahkan sebagai:
a. Badan Organisasi Intern, dalam arti Pemerintahan bertanggungjawab atas
pengeluaran biaya yang sangat besar bagi kebutuhan para pegawai negeri,
harta milik yang banyak jumlahnya. Pemerintahan intern berbentuk segala
macm aturan organisasi, keputusan pengangkatan dan pemberhentian,
aturan-aturan dan keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum
pegawai negeri, keputusan tentang bidang kepegawaian para pegawai yang
kedudukannya lebih tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan
mengenai penyelesaian sengketa diantara para pegawai negeri. Berdasarkan
wewenang yang ada pemerintahan secara intern dapat bertindak menurut
hukum publik.
b. Badan hukum menurut perdata, dalam arti mempunyai wewenang untuk
atas nama negara melaksakan tindakan-tindakan hukum menurut hukum
perdata.56
Hal di atas menunjukkan secara intern fungsi pemerintahan yang dijalankan
tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan menurut hukum publik dan hukum perdata. Salah
satu contoh penundukan diri pemerintah ke dalam hukum perdata adalah didirikannya
berbagai perusahaan atas dasar saham negara yang dipisahkan, seperti pendirin PT.
PERTAMINA (Persero).PT. PERTAMINA(Persero) mersupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan kaidah-kaidahHukum Perdata.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 (Lembaran Negara
No. 70 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara No. 4297, selanjutnya disebut UU
56Ibid. H.8.
32
BUMN) tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa “BUMN adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” PT.
PERTAMINA(Persero) berdasarkan ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2001
ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan nasional yang diselengarakan
olehpemerintah. Sehubungan dengan tugas tersebut di atas, PT. PERTAMINA(Persero)
melalui kerja sama dengan pihak pengusana telah membangun dan mengelola sejumlah
SPBU demi melayani kebutuhan masyarakat atas Bahan Bakar Minyak atau pelumas.
6) Perlindungan Hukumbagi rakyat
Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum bagi rakyat dalam
kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtsbescherming van
de burgers”40. Hal itu menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan
dari “rechtsbescherming” (bahasa Belanda). Pengertiannya, dalam kata perlindungan
hukum terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak kepada pihak yang dilindungi
sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. Ada dua macam perlindungan hukum
bagi rakyat Indonesia yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan
hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk defenitif. Dengan demikian, perlindungan
hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan
40Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,op.cit Peradaban, Surabaya, h. 1.
33
sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa41.
Sementara itu, dalam negara hukum maka segala tindakan alat-alat perlengkapan
negara atau penguasa didasarkan atas hukum untuk memberikan perlindungan kepada
aparatur negara maupun masyarakat. Dengan demikian, Keberadaan hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan sejak jaman dahulu telah disadari oleh Lord Acton
sebagaimana dikutip oleh Sjachran Basah yang mengatakan bahwa
Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu,dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasukisemua sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya bidang perpajakan,kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri.Wajarlah kemudian adanya keinginan yang menghendaki adanya jaminan agarjangan sampai keadaan negara menjurus diktator tanpa batas, yang bertentangandengan ciri negara hukum. Oleh karena itu terhadap warga diberikan bilamanasikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Terlebihtugas pelayanan publik yang diemban oleh administrasi negara tentu haruslahberlandaskan Hukum Administrasi Negara sehingga dalam hal melaksanakantugas itu secara aktif. Artinya dalam melaksanakan pemerintahan, administrasinegara melakukan suatu perbuatan penetapan (beschikkings-handeling) yangmenghasilkan ketetapan (beschikking).42
Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan maka melakukan
berbagai tindakan pemerintahan yang dapat timbul berbagai kemungkinan termasuk
dalam perbuatan melawan hukum oleh administrasi negara.43 Kaitannya dengan
penelitian ini, maka pelaksanaan perjanjian antara PT. PERTAMINA (Pesero) dengan
41 Ibid. h.2.42Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum Atas Sikap Tindak Administrasi
Negara, Alumni, Bandung (selanjutnya ditulis Sjachran Basah I), h. 1343SF, Marbun dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi
Negara , Yogyakarta: UII Press, h. 283
34
pihak lain dalam pengusahaan SPBU tidaklah juga terlepas dari potensi terjadinya
masalah. Dalam kaitan itu, Giri Achmad Taufik menyatakan:
Perlindungan hak-hak asasi manusia dipandang sebagai segala aktivitas yangditujukan untuk mendorong dihormatinya secara penuh hak asasi individu yangbersandarkan pada norma-norma hukum. Perlindungan hak-hak asasi manusiapada prinsipnya terbagi menjadi dua, yakni yang sifatnya menghormati (respect)dan memenuhi (fulfillment).Kedua konsep perlindungan tersebut berangkat dari peran negara dalamperlindungan hak-hak asasi manusia, menghormati hak-hak asasi manusia berartinegara dituntut untuk tidak melakukan suatu tindakan yang akan mencederai hak-hak asasi tersebut. Sedangkan dalam konteks memenuhi, negara justru diwajibkanuntuk melakukan tindakan-tindakan agar hak-hak warga negaranya menjaditerpenuhi.44
Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada
usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat,
menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musyawarah serta
peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dengan rakyat. Dengan kata lain, adanya sarana perlindungan hukum ini
bagi masyarakat pada umumnya dan mitra PERTAMINA (Persero) pada khususnya
disamping sebagai suatu urgensi yang wajar dalam mewujudkan keadilan dan
kebenaran, juga merupakan conditio sine qua non dalam negara hukum45.
7) Konsep Tanggung Jawab
Dalam ranah hukum, seseorang tentu harus bertanggungjawab terhadap kerugian
yang diakibatkan oleh perbuatan yang bertentangan dengan hukum dari orang lain. Hal
44Giri Achmad Taufik, http://www.alumniipb.or.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=3199&Itemid=37, diunduh tanggal 3 Mei 2013
45Sjachran Basah, 1992, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan PeradilanAdministrasi (HAPLA), Penerbit Rajawali Pers, Cet. ke-2, Jakarta (selanjutnya ditulisSjachran Basah II), h. 4-5.
35
ini disebut tanggung jawab kualitatif, yaitu orang yang bertanggungjawab karena orang
itu memiliki suatu kualitas tertentu.46Hukum memberikan jaminan dan keamanan dalam
kehidupan sosial termasuk memberikan jaminan dan keamanan kepada masyarakat atas
hak yang dimilikinya, begitu juga bagi pihak pengusaha SPBU dengan perjanjian
kerjasama CODO yang disepakati oleh pihak PT. PERTAMINA (Persero) sesuai
dengan kaidah hukum yang berlaku. Hal ini senada seperti yang dikemukakan oleh
Roger Catterrell dalam bukunya The Sociology of Law yang menyebutkan bahwa“law
secures social cohesion and orderly social change by, balancing conflicting interest-
individual (the private interest of individual citizens), social (arising from the common
conditions of social life) and public (specifically the interest of the state)”47
Menurut Roscoe Pound, mengenai jenis tanggung jawab ada 3(tiga) yaitu
sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja,
2. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja,
3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena
kelalaian serta tidak disengaja.48
Lebih lajut Roscoe Pound menyatakan bahwa tanggung jawab dapat bersumber
dari beberapa hal, yakni:
46W. Sommermeijer, 2003, Tanggung Jawab Hukum, Pusat Studi HukumUniversitas Parahyangan, Bandung, h. 23
47Roger Catterrell, 1984, The Sociology of Law : An Introduction, Butterworths,London, p. 76
48Roscoe Pound, 1996, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to thePhilosophy of Law), diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, Bharata Karya Aksara,Jakarta, h. 92
36
1. Perjanjian, dimana para pihak mengadakan perjanjian tersebut masing-masingdituntut untuk bertanggung jawab atas pemenuhan isi perjanjian yang merekabuat.
2. Perbuatan melawan hukum, yang terbagi atas:a. Perbuatan diri sendiri, baik yang disengaja (dolus) maupun yang tidak
disengaja (culpa)b. Perbuatan orang lain (orang yang masih berada di bawah tanggungan
sipenanggung jawab yang bersangkutan)c. Kejadian lain yang bukan merupakan perbuatan, tetapi menimbulkan akibat
yang tetap harus dipertanggung jawabkan oleh orang yang oleh hukumdianggap sebagai penanggung jawabannya.49
Dalam kaitannya dengan permasalahan dalam tesis ini, maka kewajiban dalam
memenuhi prestasi antara kedua belah pihak yaitu antara PT. PERTAMINA (Persero)
dengan pengusaha SPBU dalam perjanjian kerjasama CODO harus dipenuhi guna
menghindari perbuatan wanprestasi.Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU CODO
memperhatikan berlakunya aturan-aturan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara
kedua belah pihak yang harus diperhatikan, baik pada pembuatan perjanjian, mulainya
perjanjian, pelaksanaan perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
b. Batasan Operasional
Berkenaan dengan judul rencana tesis ini adapun beberapa konsep yang
dipergunakan sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut adalah:
1). Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah suatu usaha preventif atau represif untuk memberikan
hak-hak kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah
dilakukan.
2). Perjanjian Baku
49Ibid, h. 163-164
37
Perjanjian bakuadalah perjanjian yang dituangkan dalam formulir tetntu dengan
klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada
dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.
3). Perjanjian CODO (COMPANY OWNED DEALER OPERATED)
Perjanjian CODOadalah perjanjian yang dibentuk atas dasar kerjasama antara PT.
PERTAMINA (Persero) dengan pihak-pihak tertentu yang menguasai sautu lahan
untuk dibangun SPBU terk”ait kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan bakar
minyak bagi masyarakat umum.
1.6 METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakanpenelitian hukum normatif.
Adapunpenelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum,
penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian
perbandingan hukum.50Terkait dengan penelitian ini berangkat dari kekosongan norma
pada UU No. 22 Tahun 2001 terkait dengan pengaturan kerjasama antara PT.
PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha dalam pendirian SPBU khususnya lagi
SPBU CODO.
b. Jenis Pendekatan
50Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, h.51
38
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan sebagai dasar sudut pandang
dan kerangka berpikir seorang peneliti didalam melakukan analisis.Secara teoritis,
dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu:
1). Pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan ini dilakukan denganmencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat didalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna barudari istilah-istiah hukum dan menguji penerapannya secara praktis denganmenganalisis putusan-putusan hukum.
2). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkanbahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasarawal melakukan analisis.
3). Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan inidilakukan dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengansatu atau beberapa peraturan perundangan negara-negara lain.
4). Pendekatan konsep (Conseptual Approach), konsep-konsep dalam ilmuhukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitianhukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum.
5). Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukandengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.
6). Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukumbertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yangdilakukan dalam praktik hukum.51
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini agar mendapatkan
hasil yang ilmiah serta dapat dipertahankan secara ilmiah, yaknijenis pendekatan yang
diterapkan adalah pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan konsep
(conseptual approach), dan pendekatan perundang-undangan (statute approach).
c. Sumber Bahan Hukum
Mengenai sumber bahan hukum dari penelitian hukum normatif ini diperoleh dari
hasil penelitian melalui penelitian kepustakaan (Library Research).52 Adapun bahan
hukum yang digunakanterdiri dari:
51Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian HukumNormatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190
39
1). Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas tertentu.Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai bahan hukum dalam
penulisan tesis ini antara lain adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Undang Undang No 40 Tahun 2007.
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara.
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
2). Bahan Hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi.Publikasi meliputi buku-buku teks, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan.Bahan-bahan hukum
sekunder yang berupa buku-buku hukum ini harus relevan dengan topik penelitian.53
Dalam kaitan itu, maka bahan hukum sekunder dari penelitian ini bersumber dari
52Ronny Hanitijo Soemitro, 2000,Metodologi Penelitian Hukum, GhaliaIndonesia, Jakarta, h. 24.
53Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 13-14.
40
literatur di bidang Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara, Hukum Perjanjian
beserta berbagai artikel terkait.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah melalui sudi kepustakaan. Bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan pertama-tama dilakukan pemahaman dan mengkaji isinya secara
mendalam untuk selanjutnya dibuat catatan sesuai permasalahan yang dikaji baik
langsung maupun tidak langsung.54Dalam pengumpulan bahan-bahan hukum
dipergunakan teknik studi dokumen, yaitu menelaah peraturan-peraturan yang relevan,
buku-buku atau bahan-bahan bacaan atau, karya ilmiah para sarjana dan hasilnya dicatat
dengan sistem kartu. Kartu yang disusun berdasarkan topik, bukan berdasarkan nama
pengarang, hal ini dilakukan agar lebih memudahkan dalam penguraian, menganalisa,
dan membuat kesimpulan dari konsep yang ada. Studi kepustakaan bertujuan untuk
mencapai konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuan-
penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan.
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Mengenai tehnik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini
diawali denganpengumpulan dan sitematisir bahan-bahan hukum yang diperoleh untuk
kemudian dianalisis dengan teori yang relevan. Analisis dilakukan dalam rangka untuk
menjawab permasalahan yang ada dengan menggambarkan apa yang menjadi masalah
54Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 58.
41
(deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan-
bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi
tersebut, sehingga didapat kesimpulanmengenai persoalan yang dibahas pada penelitian
ini.
42
BAB II
TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH DENGAN
PIHAK SWASTA
2.1 Pengertian dan Dasar Perjanjian
Seiring kemajuan peradaban manusia, maka sistem perjanjian semakin
berkembang yang pada akhirnya pengaturan tentang perjanjian tersebut diserahkan pada
penguasa yaitu pemimpin negara demi kepentingan seluruh masyarakat yang
dipimpinnya.Oleh karena itu, pada saat ini telah banyak aturan-aturan atau peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh pemimpin masing-masing negara terkait dengan
Hukum Perjanjian demi kepentingan masyarakatnya, termasuk salah satunya adalah
Negara Indonesia. Mengenai Hukum Perjanjian di Indoensia pada awalnya merupakani
hasil adopsi undang-undang Negara Belanda, yang dahulu pernah menjajah negara
Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitan Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
Ketentuan mengenai pengertian perjanjian diatur dalam buku III
KUHPerdataPasal 1313, yang menetapkan “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatandengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satuorang
lain atau lebih.”Mariam Darus Badrulzaman terhadap rumusan ituberpendapat sudah
otentik rumusannyayang disatu sisi tidak lengkap karena hanya menekankan
padaperjanjian sepihak saja dan disisi lain terlalu luas karena dapat mengenaihal-hal
43
yang berhubungan dengan janji kawin yaitu sebagai perbuatanyang terdapat dalam
bidang hukum keluarga.55
Akibat tidak lengkap dan terlalu luasnya rumusan perjanjian makamuncullah
berbagai pandangan mengenai definisi yang diberikan olehpara sarjana hukum.Menurut
Subekti, suatu perjanjian adalah“suatu peristiwa, dimana seseorang berjanji kepada
seseorang lain, ataudimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.”56Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah: “hubungan hukum antara
kedua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.dua pihak sepakat
untuk menentukanperaturan atau kaedah atau hak-hak dan kewajiban yang
mengikatmereka untuk di taati atau di jalankan.”57Disamping kedua definisi di atas,
Munir Fuady menberikandefinisi lebih luas bahwa kontrak adalah: suatu kesepakatan
yang diperjanjikan diantara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan,memodifikasi
atau menghilangkan hubungan hukum.58
Sementara itu, menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah
satu perbuatan hukum, yang berisi dua (een tweezijdige overeenkomst) yang didasarkan
atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.59Adapun yang dimaksud dengan
satu perbuatan hukum yaitu satu perbuatan hukum yang meliputi penawaran (offer,
aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance, aanvaaeding) dari pihak
yang lain. Pandangan klasik itu kiranya kurang tepat oleh karena dari pihak yang satu
55Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 1856R. Subekti, Loc. cit57Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogjakarta, h. 2358Munir Fuady, 1999, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 2359Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hal. 117
44
ada penawaran dan dari pihak yang lain ada penerimaan, maka ada dua perbuatan
hukum yang masing-masing bersisi satu. Oleh karena itu menurut Sudikno
Mertokusumo definisi perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi
merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan
akibat hukum.60
Perjanjian yang dilakukan akanmelahirkan suatu perikatan atau “verbintenis”
(bahasa Belanda), yang artinya suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya
adalah hak dan kewajiban. Suatu hak untuk menuntut sesuatu dan disebelah lain suatu
kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Istilah lain dari perikatan dalam bahasa
Inggris, yaitu “Obligation” yang dipakai untuk melukiskan hal yang sama, secara
kurang lengkap hanya menunjuk pada satu sudut dari hubungan yang timbal balik itu,
yaitu sudut kewajibannya, meskipun adanya suatu kewajiban mengandung pengertian
bahwa di sudut lain ada suatu hak.61
Perikatan sebagaimana dimaksudkan di atas, merupakan suatu pengertian
abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi dapat dibayangkan dalam pikiran
manusia. Sorang atau lebih melakukan suatu perjanjian ia dengan sendirinya secara
langsung akan mengikatkan dirinya pula terhadap mana ia melakukan perjanjian
tersebut. Mengikatkan diri maksudnya bahwa dengan melakukan perjanjian tersebut,
maka merekapun melakukan suatu perikatan tertentu, oleh satu pihak terhadap pihak
lainnya diantara mereka.Dengan demikan, hubungan antara perikatan dan perjanjian
adalah perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian atau perjanjian adalah sumber,
60Op.cit., h. 11861R. Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 2
45
bahkan sumber utama dari perikatan.Dikemukakan sebagai sumber utama oleh karena
disamping itu, masih ada sumber-sumber lainnya yang juga bisa melahirkan
perikatan.Oleh karena itu dapat dirumuskan bahwa perikatan itu dilahirkan dari
perjanjian, undang-undang dan hukum tak tertulis.62Dasar hukum dari pernyataan di
atas dapat dilihat didalam Pasal 1233 KUHPerdata, yang isinya menyatakan bahwa tiap-
tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuanataupunkarena undang-undang.
Pengertian lain dari perikatan dikemukakan oleh L. C. Hofmann, yaitu sebagai
“suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan
dengan itu seseorang atau beberapa orang dari padanya (Debitur atau para Debitur)
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang
lain, berhak atas sikap yang demikian itu”.63Pengertian perjanjian dan perikatan di atas
maka dapat disimak bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa nyata dan sumber
utama dari lahirnya suatu perikatan tertentu yang dilakukan oleh seseorang atau lebih
terhadap seorang atau lebih lainnya.
Perjanjianyang telah dibuat memiliki akibat hukum pula bagi para pihak yang
membuat perjanjian tersebut. Akibat hukum yang dimaksudkan adalah apabila isi
perjanjian tidak dilaksanakan oleh para pihak, maka pihak yang lain (yang merasa
dirugikan akibat tidak dilaksanakannya isi perjanjian tersebut) dapat saja menuntut
secara hukum, sebab kedudukannya dilindungi secara hukum oleh undang-undang.
62Ibid, h. 363R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h. 1
(dikutip dari buku L.C. Hofmann, 1968, Het Nederlands Verbintenissenrecht,Eersteggedeelte, Wolters-Northdoff, NV, Groningen, p. 3)
46
Menurut sistem hukum Common Law tidak ada suatu persyaratan mutlak untuk
melahirkan kontrak, namun dalam kebanyakan hal kontrak itu merupakan hasil dari
tawar menawar pihak-pihak yang terlibat, yang nantinya akan melahirkan kewajiban-
kewajiban diantara mereka. Kontrak terjadi jika melihat syarat-syarat elemen-elemen
yang diharuskan oleh hukum yaitu penawaran (offer), penerimaan (acceptance) dan
konsideran (consideration). Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Redmon
bahwaA contract is a legally binding agreement, that is, an agreement imposing rights
and obligations on the parties which will be enforced by the courts. We have here the
elements of contract: (a) the offer; (b) the acceptance; (c) the consideration64
Berdasarkan uraian diatas maka para pihak yang turut serta dalam perjanjian
tersebut, wajib dan harus mematuhi serta melaksanakan seluruh isi dari perjanjian
tersebut tanpa terkecuali, karena hal tersebut telah menjadi hukum atau undang-undang
tersendiri khusus bagi mereka (secara intern).Tentang hal tersebut di atas dilindungi
oleh undang-undang, karena telah dicantumkan dengan tegas dalam salah satu peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia, yaitu KUHPerdata.
2.2 Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Antara Pemerintah dengan Swasta
Pada suatu perjanjian, untuk sahnya suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1320
KUHPerdata yaitu mengandung empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu pengikatan;
3. Suatu hal tertentu;
64Redmon P.W.D. revised by J.P.Price and I.N. Stevens, 1979, GeneralPrinciples of English Law, M&E Handbooks, Fifth Edition, p. 79
47
4. Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan yang dimaksudkan adalah persesuaian kehendak antara para
pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Dalam hal ini,
makakesepakatanpada hakikatnya merupakan penyesuaian pernyataan kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak yang lainnya.65Secara formil, suatu pernyataan
kesepakatan para pihak dalam suatu perjanjian tertulis cukup dilakukan dengan
pembubuhan tandatangan pada perjanjian tersebut.66Namun demikian, kesepakatan ini
dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis.
Dikatakan tidak tertulis, bukan dalam artian semata-mata lisan karena perjanjian dapat
saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, bahkan hanya dengan
menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan.
Mengenai makna kesepakatan harus diperhatikan pula ketentuan Pasal 1321
KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
Kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-halpokok dari apa yang
diperjanjikan atau tentang barang yang menjadiobjek perjanjian. Paksaan yang
dimaksudkan adalah paksaan rohani atau paksaanjiwa dan bukan paksaan
fisik.Sedangkan penipuan terjadi apabila salahsatu pihak dengan sengaja memberikan
65Salim H.S., 2003, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,Jakarta, h. 162
66Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra AdityaBakti, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam II) h. 80
48
keterangan-keterangan palsudisertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak
lawanmemberikan persetujuannya.67
Berkenaan dengan unsur adanya kecakapan, hal itu berkaitan dengan
kemampuan suatu pihak menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum
(perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah
menikah walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan
yang tercantum pada Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Yang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan
tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua
puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa”.Selain itu Pasal
1330 KUHPerdata juga mengatur mengenai pihak-pihak yang dipandang tidak memiliki
kecakapan dalam membuat perjanjian, yakni:
1. orang-orang yang belum dewasa;
2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkanoleh undang-undang,
dan pada umumnya semua orang kepadasiapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjianperjanjiantertentu.
Sehubungan dengan unsur “mengenai hal tertentu”, sebagai syarat ketiga untuk
sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang
jelas.Jika tidak jelas, maka perjanjian tidak sah. Jadi suatu perjanjian tidak bisa
dilakukan tanpa objek yang tertentu. Dengan kata lain, tidak dapat seseorang menjual
sesuatu (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu tidak
67Salim H.S, Loc.cit
49
menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu. Mengenai hal tertentu yang harus
ada di dalam suatu perjanjian,diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatubarang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya.Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak
tentu,asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan ataudihitung.”Apabila suatu
perjanjian tanpa adanya “suatu hal tertentu“ makaperjanjian tersebut adalah batal demi
hukum.
Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat
tentang isi perjanjian. Isi perjanjian yang dimaksudkan disini tidak dapat bertentangan
dengan undang-undang dan norma kesusilaan yang berlaku, serta ketertiban umum.
Ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa“Suatu perjanjian tanpa sebab,
atau yang telah dibuat karenasuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyaikekuatan.”Adapun yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu
perjanjianadalah isi perjanjian itu sendiri.Oleh karena itu, isi dari suatu perjanjian
termasuk terkait antara PT.PERTAMINA (Persero) dengan mitra usaha SPBU tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dannorma kesusilaan yang
telah berlaku maupun dengan ketentuan ketertiban umum.
Apabila keempat syarat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut telah
terpenuhi maka perjanjian yang telah dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”Dengan demikian,
Pasal 1338 KUHPerdataini menunjukkan adanya asas kebebasan berkontrak, yang
50
mengakui setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik
bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan.Berdasarkan hal tersebut,
setiap orang baik Pemerintah maupun masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian
yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka
yang membuatnya sebagai suatu undang-undang sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan dan norma kesusilaan yang telah berlaku maupun
dengan ketentuan ketertiban umum.
2.3 Klausula Baku Dalam Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dengan pihakSwasta
Terdapat banyak penyebutan terhadap perjanjian baku, diantaranyadalam bahasa
asing adalahStandard Contract, Standard Vourrwarden,Standard Konditionen, ataupun
Standarised Contract. Sementara itu dalam Undang-undangNomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dikenal adanyaklausula baku. Menurut Abdulkadir
Muhamad bahwa “perjanjian baku adalah perjanjian yang menjadi tolak ukur yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha, yang distandarisasikan atau dibakukan meliputi
model, rumusan dan ukuran.”68 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Sutan Remy
Sjahdeini memberikan pendapat bahwa “perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir
seluruh klausul-klausunya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada
dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
68Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek PerusahaanPerdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 6
51
perubahan.69Selanjutnya Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen memberikan definisi mengenai klausula baku sebagai berikut:
Setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan danditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalamsuatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen
Dalam penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai klausula
baku tersebut dimaksudkan oleh undang-undang sebagai usaha untuk menempatkan
kedudukan konsumen secara setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan
berkontrak.
Perjanjian standar yang berbentuk klausula baku inisecara historis tumbuh
danberkembang seiring pertumbuhan keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang
membatasi keberadaan asas kebebasan berkontrak. Perusahaan besar semi pemerintah
atau perusahaan-perusahaan pemerintahmengadakan kerja sama dalam suatu organisasi
dan untuk kepentingannyamenciptakan syarat-syarat tertentu, secara sepihak untuk
diajukan kepada pihak lawannya (counter party/wederpartij).70Dalam perjanjian standar
biasanyapihak lawan mempunyai kedudukan (bargaining position) yang lemah,
baikdalam perbuatan hukum yang akan diperbuatnya serta akibat hukumnya.71 Dengan
kata lain, menguatnya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontraksebagai akibat
dari dipergunakannya perjanjian-perjanjian baku dalam duniabisnis termasuk juga
terkait hubungan perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta, maka
kebebasan pihak lain yangmasih tersisa hanyalah berupa pilihan antara menerima atau
69Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, h. 6670Hasanuddin Rahman, 2000, Legal Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
13471Mariam II, Op.cit, h. 46
52
menolak (take it or leaveit) atas syarat-syarat perjanjian baku yang disodorkan
kepadanya itu.72
Mengenai ciri-ciri dari suatu perjanjian dengan klausula baku pada hakikatnya
meliputi 5 hal sebagai berikut:
1. bentuknya tertulis;
2. isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat dari
debitor;
3. debitor sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut;
4. terdorong oleh kebutuhan, debitor terpaksa menerima perjanjian tersebut;
5. dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
Ciri-ciri klausula baku diatas mencerminkan adanya kepentingan pengusaha dan sngat
minim berpihak pada kepentingan konsumen. Dengan pembakuan syarat-syarat yang
tercantum dalam perjanjian, maka kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin
karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang ditawarkan oleh pengusaha.73
Dikaji dari klasifikasi perjanjian dengan klausula baku, maka pada dasarnya
dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut:74
1. Perjanjian baku sepihak
Merupakan perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat
kedudukannya dalam perjanjian itu.Pihak yang kuat di sini adalah pihak kreditur
yang lazimnya mempunyai kedudukan ekonomi kuat ibandingkan pihak
72Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan YangSeimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut BankirIndonesia, Jakarta, h. 65
73Mariam II, Op.cit, h. 5374Mariam II, Op.cit, h. 53
53
debitur.Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada
perjanjian kerja kolektif.
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah
Merupakan perjanjian yang mempunyai objek berupa hak-hak atas tanah. Dalam
bidang agraria, misalnya Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku
Tanah Hak Tanggungan, dan Sertipikat Hak Tanggungan.
3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris atauAdvokat
Merupakan perjanjian yang sudah sejak semula disediakan untuk memenuhi
permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan Notaris atau
Advokat yang bersangkutan.
Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian dengan klausula baku sering atau
dimungkinkan dipergunakan oleh Pemerintah dalam melakukan hubungan kerjasama
dengan pihak swasta.
54
BAB III
KEDUDUKAN PERTAMINA DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN
KERJASAMA CODO DENGAN MITRA USAHA SPBU
3.1 Sejarah dan Dasar Hukum Kedudukan Pertamina
Pemboran sumur minyak di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Belanda pada
tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur produksi pertama adalah sumur
Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada tahun 1883 yang disusul
dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885. Sejak era
itu, kegiatan ekspolitasi minyak di Indonesia dimulai.Kemudin pada era tahun 1900-an,
Setelah diproduksikannya sumur Telaga Said, maka kegiatan industri perminyakan di
tanah air terus berkembang. Penemuan demi penemuan terus bermunculan. Sampai
dengan era 1950an, penemuan sumber minyak baru banyak ditemukan di wilayah Jawa
Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, dan Kalimantan Timur. Pada masa ini
Indonesia masih dibawah pendudukan Belanda yang dilanjutkan dengan pendudukan
Jepang. Ketika pecah Perang Asia Timur Raya produksi minyak mengalami gangguan.
Pada masa pendudukan Jepang usaha yang dilakukan hanyalah merehabilitasi lapangan
dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pemboman lalu pada masa perang
kemerdekaan produksi minyak terhenti. Namun ketika perang usai dan bangsa
Indonesia mulai menjalankan pemerintahan yang teratur, seluruh lapangan minyak dan
gas bumi yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang dikelola oleh negara.75
75 PT. PERTAMINA, Sejarah Pertamina EP,www.pertamina-ep.com/id/tentang-pep/sejarah-kami, diunduh pada 10 Juli 2013
55
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesiayakni tahun 1950-an, ketika
penyelenggaraan negara mulai berjalan normal seusai perang mempertahankan
kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai melakukan inventarisasi sumber-
sumber pendapatan negara, termasuk diantaranya dari sektor minyak dan gas.Adapun
pengelolaan ladang-ladang minyak peninggalan Belanda saat itu tidak terkendali dan
penuh dengan sengketa.Oleh karena itu, banyak ditemukan perusahaan-perusahaan kecil
saling berebut untuk menguasai ladang-ladang tersebut.76
PT. PERTAMINA (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang
dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti
nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun
1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang
Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini
tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT.
PERTAMINA (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi sebagai dasar hukum Pertamina di Indonesia. PT Pertamina
(Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17
September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan
No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini
dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1
76PT. PERTAMINA, Sejarah Perusahaan, www.pertamina.com/CompanyHistory.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
56
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998
tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya
berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Pertambangan Minyak DanGas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero)". Sesuai akta pendiriannya, Maksud dari Perusahaan Perseroan
adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam
maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.77
Dalam menjalankan kegiatan usahanya PT. PERTAMINA (Persero) memiliki
visi perusahaan, yakni “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia.” Untuk
mewujudkan visi tersebut PT. PERTAMINA (Persero) memiliki misi yaitu:
“Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi,
berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.”Adapun yang menjadi tujuan dari
Perusahaan Perseroan ditetapkan untuk:
1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara
efektif dan efisien.
2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Menurut ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
PT. PERTAMINA (Persero) tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang
77PT. PERTAMINA, Tentang Pertamina,http://www.pertamina.com, diunduhpada 10 Juli 2013
57
memonopoli industri Minyak dan Gas Bumi dimana kegiatan usaha minyak dan gas
bumi diserahkan kepada mekanisme pasar.Sebagai bagian dari manajemen perubahan
yang tengah digulirkan berkenaan dengan perubahan status hukum PT. PERTAMINA
(Persero) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perseroan, PT Pertamina
(Persero) berkomitmen untuk melaksanakan praktik-praktik Good Corporate
Governance atau tata kelola perusahaan yang baik sebagai bagian dari usaha untuk
pencapaian visi dan misi perusahaan. Code of Conduct ini merupakan salah satu wujud
komitmen tersebut dan menjabarkan Tata Nilai PT. PERTAMINA (Persero) 6C, yaitu
Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial dan Capable ke dalam
interpretasi perilaku yang terkait dengan etika usaha dan tata perilaku. Etika Usaha dan
Tata Perilaku (Code of Conduct) ini disusun untuk menjadi acuan perilaku bagi
Komisaris, Direksi dan pekerja sebagai Insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam
mengelola perusahaan guna mencapai visi, misi dan tujuan perusahaan. Penerapan Etika
Usaha dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini dimaksudkan untuk:
1. Mengidentifikasikan nilai-nilai dan standar etika selaras dengan Visi dan Misi
perusahaan.
2. Menjabarkan Tata Nilai Perusahaan 6C sebagai landasan etika yang harus diikuti
oleh insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melaksanakan tugas.
3. Menjadi acuan perilaku insan PT. PERTAMINA (Persero) dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholders
perusahaan.
58
4. Menjelaskan secara rinci standar etika agar insan PT. PERTAMINA (Persero)
dapat menilai bentuk kegiatan yang diinginkan dan membantu memberikan
pertimbangan jika menemui keragu-raguan dalam bertindak.78
3.2 Kegiatan Usaha Pertamina
Dalam menyelenggaraakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pengelolaan
minyak dan gas bumi, PT. PERTAMINA (Persero) melaksanakan beberapa kegiatan
usaha untuk mencapai maksud dan tujuan seperti yang telah diuraikan di atas.Adapun
kegiatan usaha yang dimaksudkan meliputi:
1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan
dan turunannya.
2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat
pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang
telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik Perseroan.
3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan
produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.79
Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT.
PERTAMINA (Persero), yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan
78PT. PERTAMINA, Visi,Misi, dan Tata Nilai Perusahaan, www.pertamina-ep.com, diakses tanggal 12 Juli 2013
79Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional, 1990,Perkembangan Industri Perminyakan Indonesia, Birp Humas dan HLN PERTAMINA,Jakarta, h. 16
59
gas bumi besertahasil olahan dan turunannya, maka PT. PERTAMINA
memproduksi antara lain produk-produkhasil olahan minyak dan gas bumi yang
meliputi Bahan Bakar Minyak (yangterdiri dari minyak bensin, minyak solar,
minyak tanah, minyak diesel, dan minyakbakar), Bahan Bakar Khusus (BBK),
Non BBM, petrokimia, pelumas, dan gas, yangterdiri dari LPG (Liqueifield
Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan Musicool(Pengganti CFC yang
ramah lingkungan).
Pengusaha pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya panas bumi memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.Menurut ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden No. 11 Tahun
1990 tentang Pokok-Pokok Organisasi Pertamina dikemukakan ada 3 (tiga) fungsi yang
dilaksanakan PT. PERTAMINA (Persero), yakni fungsi utama, fungsi organik dan
fungsi pembinaan. Mengenai fungsi utama perusahaan dikemukakan terdiri dari:
a. Perumusan kebijaksanaan dalam pegusahaan pertambangan minyak dan
gasbumi, hasil-hasil minyak dan gas bumi serta produk-produk lanjutannya
dankebijaksanaan dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi,
b. Pelaksanaan usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas
bumi,pemurnian pengelolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha
petrokimiapengangkutan dan penjualan minyak dan gas bumi, hasil-hasil
minyak dangas bumi, produk petrokimia dan produk-produk lainya, serta
usahaeksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi,
c. Pelaksanaan penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas
bumiuntuk kebutuhan dalam negeri.
60
Selanjutnya mengenai fungsi organik perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan
kegiatan dalam bidang- bidangsebagai berikut:
a. Pengamatan perusahaan dan lingkungan kegiatan usaha, keselamatan
kerja,pengendalian dan perlindungan lingkungan hidup dalam wilayah
kuasapertambangan dan lokasi operasinya;
b. Pembinaan personil yang meliputi pengadaan dan pengerahan,
penggunaan,perawatan dan hubungan ketenagakerjaan, pendidikan dan
latihan sertapengurusan administrasinya;
c. Keuangan yang meliputi manajemen keuangan, anggaran,
perbendaharaan,akuntansi dan pengendalian;
d. Angkutan minyak dan gas bumi serta hasil-hasilnya melalui darat, pipa
danair, perka palan, kebandaraan, prasarana maritim, dan komunikasi
elektronika;
e. Pembinaan pengusahaan kontraktor asing;
f. Pembinaan hukum, hubungan masyarakat, penyelenggaraan inventarisasi
dansistem informasi;
g. Logistik dalam rangka penyediaan materiil, fasilitas dan jasa yang
meliputipembekalan, angkutan, pemeliharaan, konstruksi dan kesehatan;
h. Administrasi umum yang meliputi tata usaha perkantoran.
Sedangkan fungsi pembinaan perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan
dalambidang-bidang sebagai berikut:
a. Penelitian dan pengembangan Perusahaan,
b. perencanaan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang,
61
c. pengorganisasian dan ketatalaksanaan,
d. pengelolahan kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya,
d.pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
perusahaaan.
Pengusaha didalam menyelenggarakan kegiatan pertambangan minyak dan gas
bumi serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumidiarahkan untuk
mewujudkan tujuan perusahaan. Adapun tujuan perusahaanPT. PERTAMINA adalah
membangun dan melaksanakanpengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-
luasnya untuk sebesarbesarnyakemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan
Ketahanan Nasional Dengan demikian maka sebagai satu-satunya perusahaan milik
Negara yangdiberi wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan di
Indonesia,pengelolahan dan pengurusan terhadap bahan-bahan galian minyak dan gas
bumi iniharus benar-benar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan
negaradan bangsa untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Adapun yang menjadi kegiatan PT. PERTAMINA (Persero) dalam
menyelenggarakan usaha dalam bidang energi dan petrokimia terbagi menjadi dua
sektor yakni sektor hulu dan hilir. Sektor Hulu: berkaitan dengan kegiatan Eksplorasi
dan Produksi yang dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan produksi dari lapangan eksisting.
b. Melakukan ekspansi kegiatan usaha dan operasi termasuk melalui cara
anorganik (akuisisi).
c. Mengembangkan potensi CBM di wilayah PT. PERTAMINA (Persero).
62
d. Melakukan aliansi strategis untuk ekspansi maupun membangun
kemampuan spesifik.
Kegiatan usaha hulu tersebut dapat dijumpai atau diatur pada Pasal 1 angka 7 UU No.
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa “Kegiatan
Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha
eksplorasi dan eksploitasi.” Lebih lanjut dalam Pasal 1 angka 8 UU No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa “Eksplorasi adalah kegiatan yang
bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan
memperoleh perkiraan cadangan minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang
ditentukan.” Sedangkan eksploitasi diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa:
“ Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian
Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya”.
Kegiatan usaha Pertamina Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas,
dan panas bumi.Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di
beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri.Pengusahaan di dalam negeri
dikerjakan oleh PERTAMINA Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan
untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan
mitra.Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan
63
eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri.Untuk mendukung
kegiatan intinya, PERTAMINA Hulu juga memiliki usaha di bidang pemboran minyak
dan gas.80
Sementara itu kegiatan PT. PERTAMINA pada sektor Hilir meliputi
kegiatanNon Eksplorasi dan Produksi. Kedua kegiatan tersebut dilakukan melalui upaya
:
a. Meningkatkan bisnis perniagaan gas di dalam negeri serta memanfaatkan
peluang untuk memperbesar bisnis transportasi dan pemrosesan gas
melalui sinergisitas dengan AP PT. PERTAMINA (Persero) lainnya.
b. Proaktif dalam perumusan pricing policy yang selaras dengan kebijakan
nasional.
c. Peningkatan kapasitas dan kemampuan spesifik jasa pengeboran untuk
menunjang rencana ekspansi perusahaan.
Adapun kegiatan usaha hilir tersebut dapat dilaksanakan baik oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil; danBadan usaha
swasta.Keempat jenis badan usaha itu dapat mengajukan permohonan untuk
mendapatkan izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha hilir.Kegiatan usaha hilir
diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan
transparan.Kegiatan usaha hilir dilaksanakan dengan izin usaha.Izin usaha adalah izin
yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau
80Wikipedia,KegiatanUsaha Pertamina, https://id.wikipedia.org/wiki/Pertamina,diunduh pada 11 Juli 2013
64
laba.Badan usaha baru dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat izin usaha
dari pemerintah.81
Setiap badan usaha dapat diberikan lebih dari satu izin usaha sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Izin usaha
paling sedikit memuat nama penyelenggara, jenis usaha yang diberikan, kewajiban
dalam penyelenggaraan pengusahaan, syarat-syarat teknis. Setiap izin usaha yang telah
diberikan hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Sehubungan dengan usaha hilir, ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi memberi pengertian sebagai “kegiatan usaha yang
berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan, dan/atau Niaga.” Sementara itu yang dimaksudkan dengan pengolahan
tercantum dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi yang menyatakan bahwa “pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh
bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi
dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.” Selanjutnya Pasal 1
angka 12 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa
“Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau hasil
olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan, termasuk
pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.” Penyimpanan adalah
kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi
dan/atau gas bumi sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 13 UU No. 22
81Salim H.S., 2005, Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada,Jakarta, h. 244
65
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kemudian dalam Pasal 1 angka 14
dinyatakan bahwa “Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak
Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.”
3.3 SPBU Sebagai Bagian Dari Usaha Pertamina
Perkembangan industri ritel BBM di Indonesia yang telah berubah dariEra
Monopoli (1971-2005), Persaingan Terbatas (2005-2007) dan PersainganBebas (2008)
kemudian telah ikut mendorong PT. PERTAMINA untuk terusmeningkatkan
pelayanannya. Menghadapi persaingan bebas, PT. PERTAMINAmenerapkan program
Pertamina Way untuk meningkatkan pelayanan kepadapelanggan. Melalui program ini
PT. PERTAMINA berusaha memahami kebutuhanpelanggan dengan melakukan
perbaikan pelayanan terhadap 3 (tiga) keluhantertinggi konsumen yang meliputi takaran
dan mutu, pelayanan serta kebersihan.
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang memenuhi standarkualifikasi
akan meraih sertifikasi Pasti Pas!, Sertifikat dengan nama Pasti Pas! Iniakan diberikan
apabila SPBU mampu memenuhi lima elemen standar programPertamina Way,
digambarkan sebagai bintang lima (logo Pertamina Way),meliputi staf yang terlatih dan
bermotivasi, jaminan kualitas dan kuantitas,peralatan yang terawat baik, format fisik
yang konsisten, serta penawaran produkdan pelayanan bernilai tambah. Khusus untuk
pelayanan SPBU akan diterapkan3S, yaitu Senyum, Sapa, dan Salam.
SPBU atau yang dikenal oleh masyarakat dengan istilah POM Bensin merupakan
unit Usaha Migas mitra PT. PERTAMINA dengan komoditas yang sangat strategis,
kegiatan utamaya adalah menyalurkan atau menjual Bahan Bakar Minyak bersubsidi
66
kepada Masyarakat umum khususnya untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan
Rakyat/pribadi. Namun Sebagaimana diketahui bahwa mekanisme perdagangan atas
komoditas yang namanya Minyak dan Gas ini tidaklah sebebas komoditas perdagangan
pada umumnya melainkan tata niaganya diatur oleh Undang-undang migas maka
penyaluranya diatur sedemikian rupa sehingga dipisahkan antara Migas yang bersubsidi
dengan Migas yang non subsidi yang mana SPBU ini khusus menyalurkan/melayani
penjualan Bahan bakar minyak yang bersubsidi saja, sedangkan Bahan Bakar Minyak
yang non subsidi yaitu untuk kebutuhan Industri atau kebutuhan komersial lainnya
maka penyaluranya tidak dilayani oleh SPBU ini melainkan akan dilayani oleh unit
Usaha Migas mitra PT. PERTAMINA lainya.82
Selain memiliki unit usaha sampingan seperti rumah makan,mini market,service
station, kios Olie, maka unit Usaha SPBU ini komoditas utamanya adalah Bahan bakar
minyak antara lain Pertamax, Solar dan Premium. Demikian strategisnya komoditas
Migas ini bahkan merupakan kebutuhan yang sangat vital ditengah Masyarakat
sehingga manakala komoditas yang satu ini mengalami keterlambatan suplay atau
kelangkaan maka pasti akan terjadi kepanikan bahkan kekacauan ditengah Masyarakat.
Oleh karena itu meskipun komoditas jenis ini sering kali mengalami kenaikan harga
yang disebabkan karena dikuranginya subsidi atau oleh faktor-faktor lain maka
penyesuaian pasarnya relatif sangat cepat sehingga dalam waktu yang relatif singkat
maka pemasaranya akan segera stabil/normal kembali bahkan kenyataanya dari waktu
82Business-entrepreneur-indonesia.blogspot.com, Gambaran Umum UsahaSPBU, diunduh pada 09 Juli 2013
67
kewaktu kebutuhan minyak ini justru semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah
kendaraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.83
Saat ini Unit usaha SPBU juga ditunjang oleh perangkat digital yang cukup
canggih,sisimatis dan terproteksi sehingga pengelolaannya menjadi sangat praktis dan
aman, dimana Pengusaha cukup melihat dan membandingkan total angka meter yang
terdapat pada mesin pompa/dispencernya saja bilamana ingin mengontrol
persediaan/stock BBM sekaligus omzet penjualannya secara berkala/periodik bahkan
bisa memanfaatkan system perangkat lunak/Computerisasi jarak jauh sehingga bisa
diakses secara online setiap saat.
Jangkauan pasarPT. PERTAMINA dalam bidang usaha SPBU juga sangat luas
yaitu mencakup semua segment pasar dari segment atas hingga segment bawah
sekaligus. Selain itu Unit Usaha ini tidak membutuhkan promosi yang berlebihan
sehingga relatif lebih efisien dibanding sektor usaha dibidang lainnya. Oleh karena itu
unit Usaha SPBU ini dapat menjadi alternatif/pilihan investasi yang cukup baik dalam
situasi ekonomi yang tidak menentu dewasa ini.
3.4 Syarat-Syarat Pendirian SPBU
Dalam pembangunan sebuah SPBU, adapun salah satu syarat yang harus
dipenuhi adalah adanya tempat/lokasi pendirian SPBU tersebut. Luas minimal lahan
tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan
yang akan dibangun SPBU terletak dijalan besar/utama, maka luas lahan yang harus
dimiliki minimal 1800 m². Sedangkan untuk akses jalan lokal minimal 1000 m².SPBU
83ibid
68
terdiri dari 3 tipe diantaranya adalah tipe A.B. dan C. dimana klasifikasi SPBU tersebut
adalah sebagai berikut84:
KOMPONEN TIPEA TIPE B TIPE C
Luas Minimum (m²) 1800 1500 1500
Lebar Muka Minimum (m) 30 30 30
Lebar Samping Minimum (m) 55 45 35
Perkiraan Volume Penjualan> 35KL
> 25 KL dan <=35 KL
> 20 KL dan <=25 KL
Sumber:www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx
Selain persyaratan mengenai lokasi pendirian SPBU, terdapat juga persyaratan
umum perijinan SPBU yang harus dipenuhi calon mitra setelah calon mitra dinyatakan
sebagai pemenang di lokasi yang diajukan, berdasarkan surat resmi dari PT.
PERTAMINA. Mengenai Persyaratan Permohonan Ijin Baru SPBU ditetapkan sebagai
berikut :Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/pimpinan badan usaha;
1. Biodata perusahaan/akta pendirian perusahaan (untuk badan usaha);
2. Lay out bangunan SPBU dan konfigurasi SPBU yang akan dibangun;
3. Peta lokasi skala 1:10.000 atau lebih besar, dan peta topografi/rupa bumi
skala 1:25.000 yang memperlihatkan titik lokasi rencana pendirian
SPBU;
84PT.PERTAMINA,PersyaratanLokasiSPBU,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
69
4. Foto copy ijin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) sesuai dengan skala
kegiatan;
5. Foto copy ijin gangguan (HO);
6. Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
7. Bukti pengesahan meter pompa SPBU dari instansi yang berwenang;
8. Foto copy ijin timbun tangki dari instansi yang berwenang;
9. Dokumen pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan skala kegiatan.
10. Fotokopi surat izin pembangunan SPBU dari Jasamarga (khusus bagi
pendaftar yang memiliki lokasi di jalan tol).
11. Nama Kelurahan di sertifikat tanah harus sesuai dengan lokasi pendirian
SPBU yang didaftarkan85
.
Hasil verifikasi pemenuhan persyaratan di atas kemudian menjadi bahan rekomendasi
untuk persetujuan pendirian SPBU/SPPBE.Sementara itu, kepada Calon Mitra akan
dikenakan biaya verifikasi sebesar Rp. 15.000.000,-. Biaya verifikasi dibayarkan saat
Calon Mitra dinyatakan lolos seleksi awal dan akan diverifikasi oleh tim independen,
sedangkan joining fee dibayarkan oleh Calon Mitra setelah dinyatakan sebagai
pemenang oleh PT. PERTAMINA.86
Pada pihak lain, pendirian bangunan SPBU harus sesuai dengan Standar yang
diberikan oleh PT. PERTAMINA yaitu:
85PT. PERTAMINA, Gambaran Persyaratan Umum Perijinan SPBU,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
86PT. PERTAMINA, Initial/ Joining Fee,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx,diunduh pada 10 Juli 2013
70
a). Desain bangunan harus disesuaikan dengan karakter lingkungan sekitar (contoh:
letak pintu masuk, pintu keluar, dan lain-lain);
b). Elemen bangunan yang adaptif terhadap iklim dan lingkungan (sirip penangkal
sinar matahari, jendela yang menjorok kedalam, dan penggunaan material dan
tekstur yang tepat);
c). Desain bangunan SPBU harus disesuaikan dengan bangunan di lingkungan
sekitar yang dominan;
d). Arsitektur bangunan sarana pendukung harus terintegrasi dengan bangunan
utama;
e). Seluruh fasade bangunan harus mengekspresikan detail dan karakter arsitektur
yang konsisten;
f). Variasi bentuk dan garis atap yang menarik;
g). Bangunan harus adaptif terhadap panas matahari dan pantulan sinar matahari
dengan merancang sirip penangkal sinar matahari dan jalur pejalan kaki/ trotoar
yang tertutup dengan atap;
h). Bangunan dibagi-bagi menjadi komponen yang berskala lebih kecil untuk
menghindari bentuk massa yang terlalu besar;
i). Panduan untuk kanopi adalah sebagai berikut:
(1). Integrasi antara kanopi tempat pompa bensin dan bangunan
diperbolehkan;
(2). Ketinggian ambang kanopi dihitung dari titik terendah kanopi tidak lebih
dari 13’9’’. Ketinggian keseluruhan kanopi tidak lebih dari 17’;
71
(3). Ceiling kanopi tidak harus menggunakan bahan yang bertekstur atau flat,
tidak diperbolehkan menggunakan material yang mengkilat atau bisa
memantulkan cahaya;
(4). Tidak diperbolehkan menggunakan lampu tabung pada warna logo
perusahaan.
(5). Panduan untuk pump island adalah sebagai berikut:
(1). Pump island ini terdiri dari fuel dispenser, refuse container, alat
pembayaran otomatis, bollardpengaman, dan peralatan lainnya;
(2). Desain pump island harus terintergrasi dengan struktur lainnya dalam
lokasi, yaitu dengan menggunakan warna, material dan detail arsitektur
yang harmonis
(3). Minimalisasi warna dari komponen-komponen pump island, termasuk
dispenser, bollard dan lain-lain.
j). Sirkulasi/jalur masuk dan keluar:
(1). Jalan keluar masuk mudah untuk berbelok ke tempat pompa dan ke
tempat antrian dekat pompa, mudah pula untuk berbelok pada saat keluar
dari tempat pompa tanpa terhalang apa-apa dan jarak pandang yang baik
bagi pengemudi pada saat kembali memasuki jalan raya.
(2). Pintu masuk dan keluar dari SPBU tidak boleh saling bersilangan.
(3). Jumlah lajur masuk minimum 2 (dua) lajur.
(4). Lajur keluar minimum 3 (tiga) lajur atau sama dengan lajur pengisian
BBM.
72
(5). Lebar pintu masuk dan keluar minimal 6 m.
PT. PERTAMINA juga memberikan persyaratan berupa Sarana dan Prasarana
standar yang wajib dimiliki oleh setiap SPBU. Sarana dan prasarana yang
dimaksudkan, yaitu:
a). Sarana pemadam kebakaran yang sesuai dengan pedoman PT. PERTAMINA.
b). Sarana perlindungan lingkungan berupa Instalasi pengolahan limbah,
Instalasi oil catcher dan well catcher,Saluran yang digunakan untuk mengalirkan
minyak yang tercecer di area SPBU kedalam tempat penampungan,
c). Instalasi sumur pantau yang dibutuhkan untuk memantau tingkat polusi
terhadap air tanah di sekitar bangunan SPBU yang disebabkan oleh kegiatan
usaha SPBU.
d). Saluran bangunan/drainase sesuai dengan pedoman PT. PERTAMINA.
e). Sistem Keamanan dengan kewajiban memiliki pipa ventilasi tangki pendam,
memiliki ground point/strip tahan karat, memiliki dinding pembatas/pagar
pengaman, serta terdapat rambu-rambu tanda peringatan.
f). Sistem Pencahayaan dengan ketentuan
(1). SPBU memiliki lampu penerangan yang menerangi seluruh area dan jalur
pengisian BBM;
(2). Papan penunjuk SPBU sebaiknya berlampu agar keberadaan SPBU mudah
dilihat oleh pengendara.
g). Peralatan dan kelengkapan filling BBM sesuai dengan standar PT.
PERTAMINAseperti berupa tangki pendam, dan Pompa;
h). Duiker yang dibutuhkan sebagai saluran air umum di depan bangunan SPBU
73
i). Sensor api dan perangkat Pemadam kebakaran
j). Lambang PT. PERTAMINA
k). Generator
l). Racun Api
m). Fasilitas umum, berupa Toilet, Mushola, Lahan parkir.
n). Instalasi listrik dan air yang memadai
o). Rambu-rambu standar PT. PERTAMINA berupa larangan merokok, larangan
menggunakan telepon seluler, dan kewajiban menjaga kebersihan, serta tata cara
penggunaan alat pemadam kebakaran.87
SPBU yang beroperasi di Indonesia juga memiliki ketentuan pelaksanaan
operasional SPBU yang juga ditetapkan oleh pihak PT. PERTAMINA.Adapun
pelaksanaan operasional SPBU harus sesuai dengan SOP (Standard Operating
Procedure) PT. PERTAMINA.Perekrutan dan pengadaan karyawan adalah
tanggungjawab pemohon, dan para pekerja diwajibkan bekerja sesuai dengan etika
kerja standar PT. PERTAMINA.
3.5 Hak dan Kewajiban Antara Pemerintah Dengan SwastaDalamPerjanjianKerjasama CODO
Interaksi antara berbagai pihak diatur tiga perangkat undang-undang dan
beberapa peratuaran sebagai berikut dibawah ini: Peraturan Kerjasama Pemerintah
Swasta, peraturan khusus sektoral, dan peraturan umum lainnya yang mengatur tentang
berbagai kegiatan usaha di Indonesia. Berdasarkan sistem hukum Indonesia, undang-
87PT. PERTAMINA, Sarana dan Prasarana Standar yang wajib dimiliki olehsetiap SPBU,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 10 Juli 2013
74
undang mengatur hal-hal yang bersifat umum.Pelaksanaan dari suatu ketentuan hukum
pada umumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.Peraturan-
peraturan ini pada umumnya mengatur tentang tahapan-tahapan dan prosedur khusus
untuk melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan peraturan pemerintah
terkait.Sedangkan peraturan Presiden (biasa disebut sebagai Perpres), diterbitkan
sebagai dasar untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dan program-program Presiden,
yamg berlaku.Peraturan Presiden juga terkadang merupakan panduan atas pelaksanaan
lebih lanjut dari suatu pearaturan maupun peraturan Pemerintah yang sudah
ada.Keberanekaan sektor telah menjadikan adanya ke beranekaan peraturan-dan
undang-undang yang bereda pula. Saah satu regulasi terkait dengan prosedur dan tata
cara investasi kerjasama pemerintah dan swasta dibidang infrastruktur yaitu Undang-
Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.88
Ada beberapa pihak yang ikut serta dalam proyek insfrastruktur Kerjasama
Pemerintah.Swasta.Berikut ini disampaikan Pihak-pihak utama dan hubungannya yang
ada diantara mereka.pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Badan Usaha
b. Bank-bank Komersial Asing dan Domestik
c. Bank Pembangunan Multilateral
d. Para Sponsor Proyek
e. Penjaminan Insfrastruktur
f. Dana Insfrastuktur
88http://westjavaa.blogspot.com/2012/10/kerjasama-pemerintah-dengan-swasta.html, diunduh pada 1 Agustus 2013
75
g. Pihak Ketiga Pemberi Jasa
h. Para Pengguna
i. Badan Yang mengeluarkan Lisensi dan Perizinan
j. Badan Kontak Pemerintah atau Government Contracting Agency (GCA)
k. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Insfrastruktur (KKPPI)
l. Unit Pusat Kerjasama Pemerintah dan Swasta atau Public Private Partnership
Central Unit (P3CU)
m. Kementrian Keuangan (Unit Pengelolaan Risiko).
n. Penasehat Public Private Partnership Central Unit dan Kementrian Keuangan.
Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta yang dilakukan berdasarkan inisiasi
pemerintah (Soliticed) maupun swasta (Unsoliticed), mengikuti ketentuan umum yang
diterapkan dalam proses pengembangan dan pelaksanaannya. Namun Demikian,
ketentuan Pemerintah dan Badan Usaha dibedakan sesuai denagn pendekatan yang akan
dilakukan.Salah satu proyek kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan pihak swasta
yaitu yang dilakukan oleh PT. PERTAMINA (Persero) sebagai BUMN dengan pihak
swasta dalam pengelolaan SPBU CODO.
Keberadaan BUMN dalam perekonomian Indonesia merupakan bukti nyata dari
negara turut berperan dalam menata kehidupan perkenomian nasional. Bahkan BUMN
bisa dikatakan sebagai pilar perekonomian Indonesia sejajar dengan kedua pelaku
ekonomi lainnya badan usaha swasta dan koperasi. BUMN secara implisit dalam Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai aparat untuk melaksanakan usaha
negara merupakan bukti bahwa keberadaan BUMN akan tetap diharapkan sepanjang
tidak memberatkan pemerintah. Peran BUMN saat ini adalah mengemban
76
misipembangunan sebagai agen pembangunan. Disebut stabilisator ekonomi
pembangunan, BUMN lebih berperan sebagai stabilisator ekonomi. Karena peran
BUMN sangat besar dalam sistem ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan swasta
dan koperasi.
Jika pihak swasta berperan yang sebesar-besarnya di dalam bidang di mana
persaingan dan kerjasama berdasarkan motivasi memperoleh laba, memberikan hasil
terbaik bagi masyarakat diukur dengan jenis, jumlah, mutu serta harga barang, atau
jasa yang disediakan. Sedangkan jika koperasi berperan sesuai dengan hakikatnya
sebagai suatu kekuatan ekonomi yang berwatak sosial, maka BUMN tersebut akan
berperan sebagai:
a. Perintis di dalam penyediaan barang dan jasa di bidang-bidang produksi
yang belum cukup atau kurang merangsang prakarsa dan minat swasta.
b. Pengelola dan pengusaha di bidang-bidang produksi yang penting bagi
negara.
c. Pengelola dan pengusaha di bidang-bidang produksi yang menguasai hajat
hidup orang banyak.
d. Imbangan bagi kekuatan pasar pengusaha swasta.
e. Pelengkap penyediaan barang-barang dan jasa yang belum cukup
disediakan oleh swasta dan koperasi.
f. Penunjang pelaksanaan kebijakan negara.89
89Ida Bagus Putu Sarga, 1992, Majalah Usahawan, No. 0 Tahun XXI September1992, h. 52-53
77
Dalam melakukan tindakan pemerintah itu, menurut pendapat E. Utrecht, tindakan
pemerintah itu dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Yang bertindak ialah administrasi Negara sendiri.
2. Yang bertindak ialah subyek hukum (sama dengan badan hukum) lain yang
tidak termasuk administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa
atau hubungan biasa dengan pemerintah.
3. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk administrasi
Negara dan menjalani pekerjaanya berdasarkan suatu keonsesi atau
berdasarkan izin (vergunning) yang diberikan oleh pemerintah.
4. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak masuk administrasi
Negara dan yang diberi subsidi pemerintah.
5. Yang bertindak ialah pemerintah bersama-sama subyek hukum lain yang
bukan administrasi negara dan kedua belah pihak itu bergabung dalam bentuk
kerjasama (vorm van samenwerking) yang diatur oleh hukum privat.
6. Yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi
pemerintah.
7. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang bukan administrasi Negara
tetapi diberi sesuatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan).90
Pada dasarnya semua tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka tindakan tersebut
tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan-peraturan yang
90HR Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada,Jakarta, h. 56-57
78
bersangkutan. Dalam hal ini pemerintah memiliki kedudukan yang khusus (do overhead
als bijzonder persoon), sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk
mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dimana dalam rangka
melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang membuat
peraturan perundang-undangan, menggunakan paksaan pemerintahan, atau menerapkan
sanksi-sanksi hukum.
Pemerintah juga mempunyai kedudukan yang tidak dimiliki oleh seseorang
ataupun badan hukum perdata. Ini menyebabkan hubungan hukum antara pemerintah
dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat ordinatif. Tetapi meskipun
hubungan hukumnya bersifat ordonatif, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan
hukum secara bebas dan semena-mena terhadap warga negara.
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) akan
digunakan sebagai alternatif sumberpembiayaan pada kegiatan pemberian layanan
dengankarakteristik layak secara keuangan dan memberikan dampakekonomi tinggi dan
memerlukan dukungan dan jaminanpemerintah yang minimum.Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (selanjutnya disebut KPS) merupakankerjasama pemerintah dengan swasta
dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi: desain dan konstruksi,peningkatan
kapasitas/rehabilitasi, operasional danpemeliharaan dalam rangka memberikan
pelayanan.Pengembangan KPS di Indonesia utamanya didasari olehketerbatasan sumber
pendanaan yang bisa dialokasikan olehpemerintah.91
Prinsip dasar KPS yaitu:
91Gunsairi, Edukasi KPS, Edisi Khusus Tahapan KPS 2011-SustainingPartnership, h. 5
79
a. Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi
pengeoaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya.
b. Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak diantara pihak dimana
pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengeloaannya atau
kombinasi keduanya.
c. Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek (revenue) yang
dibayar oleh pengguna (user charge).
d. Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah.
Untuk itu bia swasta tidak dapat memenuhi pelayanan sesuai kontrak maka
pemerintah dapat mengambil alih.92
Dalam rangka pengembangan Kerjasama Ppemerintah dan Swasta (KPS),
pemerintah perlu memastikan bahwa pihak swasta yang akan menjadi mitra dari
pemerintah harus mengetahui keadaan proyek yang akan diinvestasikan oleh mereka
dengan baik agar mereka dapat membuat perhitungan dengan tepat untuk menghasikan
keuntungan yang optimal. Untuk itu, pemerintah perlu untuk menyiapkan proyek KPS
tersebut secara memadai baik pada tahap perencanaan, tahap penyusunan pra-studi
kelayakan, tahap transaksi, dan tahap manajemen pelaksanaan perjanjian
kerjasama.Salah satu jenis perjanjian kerjasama antara pemerintah dan swasta dapat
dilakukan dengan infrastruktur minyak dan gas bumi yang meliputi transmisi dan/atau
92Ibid, h. 6
80
distribusi minyak dan gas bumi.93Dalam hal ini maka perjanjian kerjasama dilakukan
oeh PT. PERTAMINA (Persero) sebagai BUMN dengan pihak swasta.
Pada Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU diterangkan secara jelas
bahwa dalam hal ini pihak – pihak yang mengikatkan diri diperjanjian tersebut adalah
Pertamina atau dalam hal perjanjian ini menjadi Pihak Pertama, merupakan suatu
perusahaan yang memproduksi atau menyediakan dan menjual Bahan Bakar
Minyak(BBM), Bahan Bakar Khusus(BBK), serta Produk Lain melalui SPBU dan
sarana lainnya, sedangkan kedudukan pengusaha atau Pihak Kedua bermaksud
menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK serta Produk Lain milik Pihak
Pertama dan telah membangun dan memiliki SPBU beserta seluruh fasilitas dan
perlengkapannya sesuai dengan ketentuan dan syarat yang ditetapkan oleh Pihak
Pertama. Maka bentuk kerjasama antara para pihak yaitu menyalurkan dan memasarkan
BBM dan/atau BBK serta Produk Lain yang disediakan dan dijual oleh Pihak Pertama,
melalui SPBU milik pihak Kedua. Adapun cara atau prosedurnya secara administrasi
pendirian dan pengoperasian SPBU tersebut ditetapkan oleh pihak Pertamina.
Dalam memahami mengenai hak maka perlu dipahami juga terlebih dahulu
mengenai pengertian dari kewajiban. Abdulkadir Muhamad menyatakan bahwa yang
dimaksud kewajiban ialah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang satu
kepada pihak yang lain dengan pembebanan sanksi jika lalai atau dilalaikan. Jika
kewajiban itu ditentukan oleh undang-undang, disebut kewajiban undang-undang.Jika
kewajiban itu ditentukan oleh perjanjian, disebut kewajiban perjanjian. Berdasarkan
93http://pkps.bappenas.go.id/attachments/article/955/NOVEMBER%20Khusus_TAHAPAN%20KPS_INDONESIA_L.pdf, diunduh pada 1 Agustus 2013
81
asas pelengkap dalam hukum perjanjian, jika pihak-pihak menentukan lin dalam
perjanjian yang mereka buat, maka kewajiban undang-undang dikesampingkan.
Sebaliknya, jika pihak-pihak tidak menentukan apa-apa, maka berlakulah kewajiban
undang-undang.Kewajiban terdiri atas dua macam, yaitu kewajiban material dan
kewajiban formal.
a. Kewajiban material adalah kewajiban yang berkenaan dengan benda objek
perjanjian sesuai dengan identitasnya (jenis, jumlah, ukuran, nilai/harga,
kebergunaannya).
b. Kewajiban formal Kewajiban formal adalah kewajiban yang berkenaan dengan
tata cara atau pelaksanaan pemenuhan kewajiban material, yaitu oleh siapa,
bagaimana caranya, dimana, kapan, dana dengan apa penyerahannya,
pembayaran, pekerjaan, pemeliharaan dilakukan94
Setiap kewajiban selalu disertai dengan hak yang nilainya
seimbang.Kewenangan menuntut tidak bersifat memaksa, boleh digunakan dan boleh
tidak digunakan.Sebaliknya, pelaksanaan kewajiban bersifat memaksa, jika lalai atau
dilalaikan dikenai sanksi. Jika pihak yang mempunyai kewajiban tidak melaksanakan
sendiri kewajibannya, maka ada pihak lain yang dapat memaksakan pelaksanaan atau
pembebanan sanksi, yaitu pengadilan.
Hasil pelaksanaan kewajiban itu merupakan hak pihak lain dalam perjanjian.
Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika
tidak dipenuhi oleh pihak lainnya itu.Seperti pada kewajiban, hak juga ada dua macam,
yaitu hak material dan hak formal.Hak material adalah yang berkenaan dengan
94Abdulkadir Muhamad, Opcit.,, h. 10
82
perolehan benda objek perjanjian sesuai dengan identitasnya (jenis, jumlah, ukuran,
nilai/harga, kebergunaannya). Sedangkan hak formal adalah yang berkenaan dengan tata
cara memperoleh hak material.95
Dalam Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Pembangunan SPBU ini,
antara pengusaha atau pengelola SPBU CODO dengan PT. PERTAMINA
telahmelahirkan hubungan hukum. Hubungan hukum inilah yang menimbulkan hak
dan kewajiban timbal balik antara kedua belah pihak.Mengenai hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU adalah sebagai berikut:
Hak dari PT. PERTAMINA adalah:
1. PT. PERTAMINA berhak untuk menetapkan harga jual BBM;
2. PT. PERTAMINA berhak untuk menetapkan tipe SPBU sesuai dengan
studi kelayakan PT. PERTAMINA;
3. PT. PERTAMINA berhak melakukan pemeriksaan secara berkala akan
peralatan milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan pada SPBU CODO
dengan prosedur yang telah ditentukan oleh PT. PERTAMINA;
4. PT. PERTAMINA atau wakil yang ditunjuk oleh Pertamina, setiap
waktu berhak untuk memeriksa baik secara teknis terhadap perlengkapan
dan peralatan yang ditempatkan oleh PT. PERTAMINA kepada SPBU,
yang digunakan maupun secara administratif untuk kelancaran pelayanan
dan penyaluran BBM atau BBK dari SPBU;
95Op,cit., h. 12
83
5. PT. PERTAMINA atau pihak yang ditunjuk oleh PT. PERTAMINA berhak
mendapatkan hak prioritas (privelege), untuk melaksanakan rencana usaha
tambahan;
6. PT. PERTAMINA berhak untuk melakukan pengambilalihan
pengusahaan SPBU sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian
jika pengusaha SPBU tidak mampu melaksanakan sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 ayat 6 perjanjian ini;
7. PT. PERTAMINA berhak menunjuk Pihak Ketiga untuk melaksanakan
pengusahaan SPBU jika terjadi pengambilalihan penguasaannya oleh PT.
PERTAMINA.96
Selain hak yang dimiliki oleh pihak PT. PERTAMINA, terdapat beberapa kewajiban
juga yang harus dipenuhi oleh PT. PERTAMINA, yaitu:
1. PT. PERTAMINA wajib melaksanakan Perjanjian Kerjasama
Pembangunan dan Pengelolaan SPBU ini secara profesional sesuai
dengan prinsip-prinsip dan persyaratan umum yang dipakai dalam industri
perminyakan, teknik engineering, manajemen dan pengawasan;
2. PT. PERTAMINA wajib memasok BBM dan BBK kepada pengusaha
SPBU secara franko SPBU, tepat waktu, tepat mutu dan tepat jumlah;
96Grace Margaretha Ginting, 2012, Tinjauan Hukum Atas Perjanjian KerjasamaPengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan PertaminaDalam Kontrak CODOLite, Tesis, Magister Kenotariatan Uiversitas Sumatera Utara,Medan, h. 56-60
84
3. PT. PERTAMINA wajib melakukan perawatan akan peralatan milik PT.
PERTAMINA yang ditempatkan pada SPBU CODO dengan prosedur yang
telah ditentukan oleh PT. PERTAMINA;
4. Terhadap masyarakat umum khususnya pemakai kendaraan bermotor
agar mendapat pelayanan yang baik dan kemudahan dalam mendapatkan
BBM di SPBU.97
Selain mengatur mengenai hak dan kewajiban dari PT. PERTAMINA, dalam
perjanjian kerjasama juga diatur mengenai hak dan kewajiban pengelola SPBU. Adapun
hak pengelola SPBU CODO adalah:
1. Pengelola SPBU berhak menjual, memindah tangankan sebagian atau
keseluruhan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan serta fasilitas
peralatan SPBU tersebut kecuali peralatan yang ditempatkan oleh PT.
PERTAMINA pada SPBU CODO kepada pihak ketiga dengan
pengetahuan secara tertulis terlebih dahulu dari PT. PERTAMINA;
2. Pengelola SPBU juga berhak untuk menggunakan merek dagang dan
logo atau gambar produk milik PT. Pertamina dengan petunjuk dan
pengawasan PT. PERTAMINA. Di samping itu, pengelola SPBU juga
berhak mendapatkan keuntungan yang disebut margin yang besarnya
ditetapkan PT. PERTAMINA;
3. Pengelola SPBU berhak menggunakan peralatan yang merupakan milik PT.
PERTAMINA yang ditempatkan pada SPBU tersebut dengan sebaik-
baiknya;
97ibid
85
4. Pengelola SPBU berhak mengakhiri perjanjian sebelum berakhirnya
jangka Waktu perjanjian dengan pemberitahuan tertulis kepada PT.
PERTAMINA selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari kalender sebelum
pengakhiran perjanjian berlaku efektif.
Adapun yang menjadi kewajiban dari pihak Pengelola SPBU CODO yaitu:
1. Pengelola SPBU wajib membayar kompensasi kepada P T . Pertamina
sesuai tipe SPBU yang ditetapkan oleh Pertamina;
2. Pengelola SPBU wajib melaksanakan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan
SPBU ini secara profesional sesuai dengan prinsip-prinsip dan persyaratan-
persyaratan umum yang dipakai dalam industri perminyakan, pengadaan
manajemen dan pengawasan;
3. Pengelola SPBU wajib mengelola SPBU dengan standar dan
pengawasan PT. PERTAMINA;
4. Pengelola SPBU wajib menjaga dan merawat peralatan pengisian bahan
bakar milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan oleh PT. PERTAMINA
dengan sebaikbaiknya sesuai dengan prosedur yang berlaku;
5. Pengelola SPBU wajib menjual BBM dan BBK yang disediakan oleh
PT. PERTAMINA dan produk lainnya yang disediakan/disetujui oleh
PT. PERTAMINA;
6. Pengelola SPBU wajib mengikuti dan melaksanakan standar manajeman
danoperasional SPBU yang ditetapkan oleh PT. PERTAMINA;
86
7. Pengelola SPBU wajib menyediakan dan menggunakan peralatan dan
perlengkapan kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT.
PERTAMINA;
8. Pengelola SPBU wajib menyediakan tenaga kerja yang terampil, serta
memberikan upah sesuai dengan peraturan yang berlaku;
9. pengelola SPBU wajib menyediakan peralatan keamanan dan keselamatan
kerja termasuk peralatan pemadam kebakaran sesuai dengan standar yang
ditetapkan PT. PERTAMINA;
10. Pengelolaa SPBU wajib menjaga nama baik PT. Pertamina berkaitan
dengan pelaksanaan perjanjian ini;
11. Pengelola SPBU wajib untuk mempertahankan, menjaga dan memelihara
mutu BBM dan BBK yang disalurkan;
12. Pengusaha SPBU wajib untuk menjaga keakuratan mutu dan jumlah
BBM dan BBK yang dijual kepada konsumen;
13. Pengusaha SPBU wajib untuk mengurus hal-hal yang berkenaan dengan
ijin perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut;
14. Pengelola SPBU wajib untuk mengasuransikan sejumlah asset SPBU,
tenaga kerja termasuk tanggung jawab hukum terhadap Pihak Ketiga
dengan biaya menjadi beban pengusaha;
15. Pengelola SPBU wajib membayar pajak dan retribusi yang timbul
dalam pelaksanaan perjanjian ini;
87
16. Pengelola SPBU wajib untuk menutup asuransi terhadap seluruh aset SPBU
termasuk peralatan SPBU milik PT. PERTAMINA yang ditempatkan di
SPBU yang dioperasikan secara CODOLite;
17. Asuransi kebakaran, asuransi atas hilangnya pendapatan dan dalam polis
asuransi tersebut harus termasuk klausula tanggung jawab hukum terhadap
pihak ketiga, huru-hara dan kerusuhan dengan jumah biaya pertanggungan
mencakup nilai seluruh aset SPBU ditambah nilai BBM dan BBK dan atau
produk lain yang dijual melalui SPBU, segala pembayaran premi asuransi
menjadi beban pengelola SPBU.98
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup kontras
antara pembebanan kewajiban kepada pihak pengelola SPBU dalam hal ini pengusaha
yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan kewajiban yang harus ditanggung oleh
pihak PT. PERTAMINA.
3.6 Kedudukan Pertamina Sebagai Badan Usaha Milik Negara Dalam
Pelaksanaan Perjanjian CODO Dengan Calon Mitra Usaha
Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum
publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat
perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang
mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan
menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka
subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
98ibid
88
Pemerintah sebagai subyek hukum (privat dan publik), dari kedua kedudukan ini
melahirkan duabentuk perbuatan, yaitu perbuatan hukum privat, suatuperbuatan yang
diatur dan tunduk pada ketentuan hukum privat (perdata), dan perbuatan hukum publik,
suatu perbuatan yang diatur dan tunduk pada ketentuan hukum publik. Negara, Propinsi,
Kabupaten dan lain-lain dalam perspektif hukum perdata disebut sebagai badan-badan
hukum publik. Sebagai subyek hukum bukan manusia, perbuatan badan hukum tidak
seperti perbuatan manusia.Berdasarkan hukum publik, negara, propinsi dan kabupaten
adalah organisasi jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan
pemerintahan.Berdasarkan hukum perdata, negara, propinsi dan kabupaten adalah
organisasi atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan pemerintahan.
Negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya dibantu oleh aparatur pemerintahan
yang dikenal dengan sebutan pemerintah atau administrasi negara. Perbuatan atau
tindakan administrasi negara yang disebut juga bestuur handeling/overheids
handelingmerupakan perbuatan yang dilakukan oleh alat pemerintah/penguasa dalam
tingkat tinggi dan rendahan secara spontan dan mandiri (zelfstanding) untuk
pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.99 Mengenai jenis perbuatan pemerintah
dibedakan atas perbuatan hukum (recht handelingen) dan perbuatan yang bukan
perbuatan hukum (feitelijke handeligen). Perbedaannya adalah terdapat atau tidaknya
akibat hukum dan perbuatan pemerintah termaksud. De Haan cs (Bestuursrecht in
sociale rechtstaat) menyebutkan sebagai perbuatan materiil atau tindakan nyata. De
Haan menyebutkan perbedaan antara keduanya ialah bahwa dalam perbuatan hukum
99E. Utrecht, Op. cit., h.. 80
89
ada maksud untuk melakukan akibat hukum, sedangkan perbuatan materiil tidak punya
maksud itu.100
Ada beberapa ahli hukum yang memberikan pengertian tentang tindakan
pemerintah, yang antara lain adalah:
1. Van Vollenhoven yang menyatakan tindakan pemerintah adalah pemeliharaan
kepentingan negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa
tinggi dan rendahan.
2. Van Poelje mengemukakan tindakan pemerintah adalah tindakan-tindakan
hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
3. Romeijn menetapkan tindakan pemerintah adalah tiap-tiap tindakan atau
perbuatan dari satu alat administrasi negara yang mencakup juga perbuatan atau
hal-hal yang berada di luar lapangan hukum tata pemerintahan, peradilan dan
lain-lain dengan maksud menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum
administrasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli di atas,
maka dapat disimak bahwa tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang
dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan
urusan pemerintahan atau menjalankan fungsi pemerintahan.Tindakan pemerintahan
memiliki beberapa unsur yaitu:
1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai
Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen)
dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri;
100 HR, Ridwan. Op. cit., h. 47
90
2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan;
3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat
hukum di bidang hukum administrasi;
4. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan
negara dan rakyat.
Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada
peraturan hukum perdata, maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum,
bukan wakil dari jabatan.Oleh karena itu kedudukan pemerintah dalam pergaulan
hukum keperdataan tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat. Tidak
memiliki kedudukan yang istimewa dan dapat menjadi pihak dalam sengketa
keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata
dalam peradilan umum.101
Dalam doktrin hukum, badan hukum atau rechtspersoon mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dengan subjek hukum lainnya seperti manusia. Oleh karena itu,
sangat tipis didepan hukum untuk membedakan hak dan kewajiban kedua subjek hukum
tersebut.Badan hukum dapat dipersamakan didepan hukum dengan individu pribadi
orang perorangan, namun hal ini tidaklah sama seratus persen. Badan hukum hanya
dipersamakan dengan individu pribadi orang perorangan dalam lapangan hukum benda
dan hukum perikatan. Karena badan hukum berada pada lapangan hukum kekayaan,
maka badan hukum dapat digugat atau menggugat untuk memenuhi perikatannya sama
101http://widyawatiboediningsih.dosen.narotama.ac.id/files/2011/04/BAB-IV-Kedudukan-Kewenangan-Tindakan-Hukum-Pemerintah.pdf, diunduh pada 22 Juli 2013
91
seperti individu pribadi orang perorangan. Pemenuhan bagi kewajiban badan hukum itu
ialah kebendaan yang merupakan milik badan hukum itu.102
Dalam kepustakaan hukum dikenal ada beberapa unsur dari suatu badan hukum
yaitu sebagai berikut:
a. Merupakan perkumpulan orang (organisasi yang teratur)
b. Dapat melaksanakan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum
c. Adanya harta kekayaan yang terpisah
d. Mempunyai kepentingan sendiri
e. Mempunyai pengurus
f. Mempunyai tujuan tertentu
g. Mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
h. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan.
Tindakan hukum pemerintah dibidang keperdataan adalah sebagai wakil dari
badan hukum (rechtpersoon), yang tunduk dan diatur dengan hukum perdata.Dengan
demikian kedudukan pemerintah dalam hukum privat adalah sebagai wakil dari bdan
hukum keperdataan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan
tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Pemerintah mengadakan
kerjasama untuk mendistribusikan BBM pada masyarakat luas dengan melakukan
perjanjian/kontrak kerjasama dengan pihak swasta..Pertamina merupakan salah satu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara,“BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
102Gunawan Widjaja I, Op.cit., h. 14-15
92
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.”Pertamina sebagai BUMN juga tidak terlepas dari
sifat yang melekat pada badan hukum.Dalam hal Pertamina selaku pemerintah bertindak
tidak dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang berlaku.Namun bukan
berarti Direksi Pertamina tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya atas keputusan
yang telah diambilnya.Karena itu diperlukan standard operational procedure atau suatu
pedoman yang berfungsi untuk mencegah timbulnya kesewenang-wenangan dalam
kegiatan bisnis yang dapat merugikan perusahaan dan para pemegang saham.Disinilah
perlunya peran pemerintah sebagai regulator dalam membuat peraturan yang bertujuan
untuk mengatur dan mengawasi kegiatan bisnis.
Peran pemerintah dalam kegiatan bisnis haruslah sekedar sebagai pengatur dan
pengawas aktivitas bisnis.Pemerintah sebaiknya hanya bertugas untuk mengawasi dan
mengatur aktivitas bisnis dengan menerbitkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan
aktifitas bisnis.Peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah ini sebaiknya bersendikan
prinsip-prinsip good corporate governance.Belakangan ini banyak peristiwa yang
terjadi yang berkaitan dengan corporate governance seperti insider trading,
transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab perusahaan dan
perlindungan investor.Penerapan Good Corporate Governance haruslah sejalan dengan
penerapan good corporate governance.Hal ini dikarenakan kedua prinsip ini saling
melengkapi dalam aktivitas perekonomian dalam suatu negara.Dalam membuat regulasi
93
pemerintah haruslah senantiasa memperhatikan perkembangan bisnis dan ekonomi agar
regulasi yang dihasilkan dapat menciptakan persaingan bisnis yang sehat.103
Dalam menjalankan perusahaan, Direksi sebaiknya menjalankan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik.Sebagai suatu BUMN, PT. PERTAMINA tidak terlepas
dari keharusan menjalankan prinsip Good Corporate Governace.Istilah Good Corporate
Governance diperkenalkan pertama kali oleh Cadbury Committee pada tahun 1992,
dikenal dengan Cadbury Report yang mendefinisikan Good Corporate Governance
sebagai:
“the system by which organization are directed and controlled or a set of rulethat define the elationship between shareholders, managers, creditors, thegovernment, employee, and other internal and eksternal stakeholders inrespect to their rights and responsibilities.”104 (suatu sistem dimana suatuorganisasi diarahkan dan dikontrol atau suatu kumpulan peraturan yangmenjabarkan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah,pegawai dan pihak internal dan eksternal yang terkait lainnya dalam suatuupaya untuk menghargai hak-hak dan kewajiban mereka.)
KeharusanPT. PERTAMINA menjalankan prinsip Good Corporate Governance
ini dapat dilihat pada UU BUMN.Pasal 5 ayat 3 UU BUMN menyatakan bahwa“dalam
melaksanakan tugasnya anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan
peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip
profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, serta kewajaran.”Lebih lanjut dalam Pasal 6 ayat 3 UU BUMN
menyatakan bahwa“dalam melaksanakan tugasnya, komisaris dan dewan pengawas
harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan ketentuan perundang-undangan serta wajib
103Joni Emirzon, 2007, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance :Paradigma Baru Dalam Praktek Bisnis Indonesia,Genta Press, Yogjakarta, h. 6-7
104Wilson Arafat, 2008, How To Implement GCG Effectively, SkyrocketingPublisher, Jakarta, h. 3
94
melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparasi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.”
Berdasarkan uraian kedua pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa prinsip
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran degan
sangat jelas diharuskan untuk diterapkan oleh direksi dan komisaris suatu
BUMN.Sehingga PT. PERTAMINA yang merupakan BUMN wajib untuk menerapkan
prinsip Good Corporate Governance tersebut.Pemerintah telah memasukkan konsep
“governance” dalam berbagai peraturan perundang-undangan begitu juga dalam UU
BUMN.Sehingga setiap BUMN seharusnya dijalankan sesuai dengan konsep
“governance” yang baik.105
PT Pertamina (Persero) adalah BUMN yang mengelola penambangan minyak
dan gas bumi di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), BUMN Pertamina dirubah menjadi perusahaan
perseroan dengan pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 60 UU Migas.
Selanjutnya Pasal 61 hururf (a) menyatakan bahwa “Pertamina tetap melaksanakan
tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan kontraktor Eksplorasi dan
Eksploitasi termasuk Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai terbentuknya Badan
Pelaksana”.
PT. PERTAMINA sebagai BUMN dalam menjalankan usahanya untuk
mendistribusikan Minyak dan Gas Bumi pada masyarakat luas melakukan kerjasama
dengan berbagai pihak, salah satunya yang dibahas dalam tesis ini yaitu dengan calon
105Akhmad Syakhroza, 2005, Corporate Governance :Sejarah danPerkembangan, Teori, Model dan Sistem Governance serta Aplikasinya PadaPerusahaan BUMN, FEUI, Depok, h. 3
95
mitra usaha SPBU dengan melakukan perjanjian kerjasama CODO (Company Owned
Dealer Operated). SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan
prasarana umum yang disediakan oleh PT. PERTAMINA untuk masyarakat luas guna
memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis
premium, solar, pertamax dan pertamax plus.106
SPBU CODO PT. PERTAMINA merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama
antara PT. PERTAMINA dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama
pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT.
PERTAMINA. Skema CODO hanya akan diberikan kepada calon SPBU tipe A, B, dan
C yang ditentukan berdasarkan hasil verifikasi awal. Adapun PT. PERTAMINA
menetapkan ketentuan Pendaftaran SPBU CODO bagi calon mitra usaha SPBU yaitu
sebagai berikut:
1. Calon Mitra harus berbentuk Badan Usaha (Perseroan Terbatas, Persekutuan
Komanditer, Koperasi, Yayasan, Usaha Dagang, atau Perusahaan Dagang).
2. Calon Mitra diharapkan mempersiapkan hasil scan rekening koran 1 (satu) tahun
terakhir, rekening tabungan, deposito, dan rekening giro 1 (satu) tahun terakhir
yang akan diperlukan untuk melengkapi isian data pada aplikasi online ini.
3. Untuk kelancaran verifikasi, Calon Mitra diminta untuk menyiapkan dokumen-
dokumen pendukung sebanyak 2(dua) rangkap, dokumen-dokumen tersebut
antara lain adalah:
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik badan usaha
106PT. PERTAMINA, SPBU, www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduhpada 20 Juli 2013
96
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik badan usaha
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan usaha
Surat Kuasa (jika Calon Mitra diwakilkan)
Fotokopi sertifikat tanah/Akta Jual Beli/dokumen lain, atas nama badan
usaha. Calon Mitra dimohon untuk menyertakan dokumen kepemilikan
tanah secara lengkap. Dibawah ini adalah dokumen-dokumen wajib yang
harus disiapkan, berdasarkan dengan kategori-kategori kepemilikan tanah:
Kategori Status Dokumen KepemilikanDokumen
Pelengkap
Status
Kepemilikan
Tanah
Hak Guna
Bangunan (tidak
dijaminkan)
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha -
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n pemilik Badan Usaha Bukti
TransaksiSertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
Hak Guna
Bangunan
(dijaminkan)
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
Surat
Keterangan
Tanah dari
BPN
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n pemilik Badan Usaha -Surat
Keterangan
Tanah dari
BPN
-Bukti
Transaksi
Sertifikat Hak Guna Bangunan a/n Badan Usaha
Sewa > 20 tahun
(khusus CODO1)
atau Tanah Adat
Surat Perjanjian Sewa Menyewa (Notarial)
Bukti
Transaksi atau
Surat
Perjanjian
Akta Jual BeliAkta Jual Beli a/n Badan Usaha -
Akta Jual Beli a/n pemilik Badan Usaha Bukti
97
Transaksi
Pengikatan Jual
Beli (dari Notaris)
Akta Jual Beli a/n PT -
Akta Jual Beli a/n pemilik Badan UsahaBukti
Transaksi
Girik /Persil C
Girik/Persil C a/n Badan Usaha
Surat
Pengikatan
Jual Beli
Girik/Persil C a/n pemilik Badan Usaha
-Surat
Pengikatan
Jual Beli
-Bukti
Transaksi
Akta pendirian Perseroan Terbatas (PT), SIUP, dan TDP.
Rekening koran 1 tahun terakhir atau bukti deposito atas nama pemilik/badan
usaha.
Fotokopi bukti kepemilikan usaha sejenis (jika ada). Contoh: SPBU.
Fotokopi bukti kerja sama dengan PT. PERTAMINA (jika ada). Contoh: Agen
minyak tanah, pengusaha APMS, dsb.
Fotokopi sertifikat Pasti Pas atau bukti mengikuti program Pertamina Way (jika
Calon Mitra sudah pernah memiliki SPBU)107
Apabila calon mitra usaha telah memenuhi persyaratan pendirian SPBU CODO
yang diajukan oleh PT. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara, maka
perjanjian kerjasama dapat dilakukan.Penyusunan dan pelaksanaan operasional atau
jalannya perjanjian kerjasama jual beli bahan bakar minyak antara PT. PERTAMINA
dengan SPBU pada umumnya diawali dengan pemenuhan persyaratan, prosedur, serta
107PT. PERTAMINA, Ketentuan Pendaftaran SPBUCODO,www.spbu.pertamina.com/spbu.aspx, diunduh pada 20 Juli 2013
98
sarana dan prasarana standar yang harus dimiliki bagi setiap SPBU. Pelaksanaan
operasional atau jalannya perjanjian kerjasama tersebut dilakukan setelah adanya
kesepakatan perjanjian kerjasama antara PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU
yangdituangkan dalam bentuk perjanjian baku dan disahkan oleh Notaris sesuai dengan
isi pasal dalam perjanjian tersebut. Keuntungan dan kelebihan yang didapat oleh
pengusaha SPBU dalam melakukan kerjasama jual beli bahan bakar minyak dengan PT.
PERTAMINA adalah mendapatkan keuntungan yang sangat menarik; tetap menguasai
lahan dan asset yang dibangun, tidak hanya menjadi operator; mendapatkan dukungan
dari Pertamina, baik dari aspek teknis, pemasaran maupun managerial yang dimulai
sejak pendaftaran dilakukan; dapat menjual produk Premium, Solar, Pertamax,
Pertamax Plus, Pertamina Dex, LPG, dan seluruh produk pelumas Pertamina; tingkat
pengembalian modal (BEP) kurang dari 5 tahun; seluruh proses dilaksanakan secara
transparan (prosedur, biaya, progress, evaluasi); serta akses pada bisnis-bisnis Pertamina
lainnya di SPBU, seperti Convenience Store, Pertamina Speed, dan bisnis-bisnis
lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimak latar belakang pengusaha SPBU terikat
pada syarat-syarat baku yang ditetapkan oleh Pertamina, ialah motivasi kebutuhan
ekonomi yaitu ijin untuk dapat memasarkan BBM, yang menurut perhitungannya hanya
akan terpenuhi secara normal dengan menerima syarat-syarat baku yang disodorkan
oleh Pertamina. Berdasarkan pengalaman, kebutuhan ekonomi tersebut selalu terpenuhi
tanpa halangan (kerugian) yang digambarkan dalam syarat-syarat baku.108Oleh karena
108Abdulkadir Muhamad, Op.cit., h. 28
99
itu, makapengusaha SPBU mau menandatangani perjanjian atau menerima dokumen
perjanjian tersebut.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa
Pertamina dalam hal melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam perjanjian
CODO, maka Pertamina selaku pemerintah berkedudukan sebagai badan hukum
privat.Dalam konteks demikian pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih
tinggi dari penyedia barang atau jasanya, walaupun pemerintah merupakan lembaga
yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat mengatur (regulator). Hal ini
dikarenakan dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan yang sama,
sebagaimana tercermin dalam Pasal 1338 BW. Dalam konteks demikian, maka baik
pemerintah maupun pihak swasta sama-sama memilki kedudukan yang sejajar dalam
pemenuhan hak dan kewajiban yang tertuang di dalam kontrak yang di sepakati.
Kemitraan yang dijalin pemerintah dengan pihak swasta dalam perjanjian
kerjasama CODO merupakan sebuah hubungan hukum yang terjadi antara dua
pihak.Hal yang diperjanjikan dalam kontrak tersebut bersifat privat, mengikat keduanya
secara khusus sesuai dengan hal yang diperjanjikan.Sepanjang kontrak atau perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian maka perjanjian CODO
tersebut sah menurut hukum. Didalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan
bahwa “suatu perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.109Ketentuan ini menggarisbawahi bahwa perjanjian antar dua pihak
bersifat privat.Untuk itulah jika pemerintah melakukan hubungan kontraktual walaupun
109Abdul Halim Barkatullah, “Menjual Hak Memilih Pada Pemilihan UmumDalam Perspektif Hukum Perjanjian”, Jurnal Konstitusi, Vol. 1, No. 1, November2008, h. 32
100
didalamnya terdapat nuansa hukum berdasarkan hukum privat dan hukum publik,
namun perjanjian yang dibuatnya termasuk dalam ranah privat, seperti perjanjian
kerjasama yang dilakukan pertamina dengan pengusaha swasta dalam Perjanjian
Kerjasama CODO.
101
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIANPENGUSAHAAN SPBU CODO
4.1 Bentuk-Bentuk Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU
Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (Persero)
padatanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.
22Tahun 2001 tentang minyak bumi dan gas bumi yang menyebutkan minyak dan
gasbumi sebagai sumber daya alam strategi tak terbarukan yang terkandung di
dalamwilayah hukum pertimbangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang
dikuasaioleh Negara. Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha
minyak dan gas bumitersebut, pemerintah melimpahkan kewenangan kepada PT.
PERTAMINA (Persero) untukmelaksanakan kegiatan yang mencakup pengusahaan
pertimbangan minyak dan gasbumi berikut pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah
air.Di dalam pengelolaan kegiatan usaha tersebut, PT. PERTAMINA
(Persero)bekerjasama dengan pengusaha SPBU. Perjanjian kerjasama yang mengikat
PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha SPBU merupakan perjanjian bentuk
baru yangsama sekali berbeda dengan perjanjian pengusaha SPBU sebelumnya. Pada
perjanjiankerjasama ini PT. PERTAMINA (Persero) menerapkan prosedur monitoring
yang lebihketat mulai dari proses pembangunan SPBU, pemeliharaan, pengoperasian,
hinggapengelolaan SPBU.
PT. PERTAMINA sebagai perusahaan yang mengelola Minyak dan Gas Bumi
mempunyai 3 (tiga) fungsi perusahaan.Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur
102
didalam Keputusan Presiden Nomor 169 Tahun 2000 Tentang Pokok-Pokok Organisasi
Pertamina yang menyatakan sebagai berikut:
1. Fungsi utama perusahaan adalah:
a. Perumusan kebijaksanaan dalam pegusahaan pertambangan minyak dan
gasbumi, hasil-hasil minyak dan gas bumi serta produk-produk
lanjutannya dankebijaksanaan dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya panas bumi,
b. Pelaksanaan usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas
bumi,pemurnian pengelolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha
petrokimiapengangkutan dan penjualan minyak dan gas bumi, hasil-hasil
minyak dangas bumi, produk petrokimia dan produk-produk lainya, serta
usahaeksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi,
c. Pelaksanaan penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dan gas
bumiuntuk kebutuhan dalam negeri.
2. Fungsi organik Perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam
bidang-bidangsebagai berikut:
a. Pengamatan perusahaan dan lingkungan kegiatan usaha, keselamatan
kerja,pengendalian dan perlindungan lingkungan hidup dalam wilayah
kuasapertambangan dan lokasi operasinya;
b. Pembinaan personil yang meliputi pengadaan dan pengerahan,
penggunaan,perawatan dan hubungan ketenagakerjaan, pendidikan dan
latihan sertapengurusan administrasinya;
103
c. Keuangan yang meliputi manajemen keuangan, anggaran,
perbendaharaan,akuntansi dan pengendalian;
d. Angkutan minyak dan gas bumi serta hasil-hasilnya melalui darat, pipa
dan air, perkapalan, kebandaraan, prasarana maritim, dan komunikasi
elektronika;
e. Pembinaan pengusahaan kontraktor asing;
f. Pembinaan hukum, hubungan masyarakat, penyelenggaraan inventarisasi
dansistem informasi;
g. Logistik dalam rangka penyediaan materiil, fasilitas dan jasa yang
meliputipembekalan, angkutan, pemeliharaan, konstruksi dan kesehatan;
h. Administrasi umum yang meliputi tata usaha perkantoran.
3. Fungsi pembinaan Perusahaan meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan
dalambidang-bidang sebagai berikut:
a. Penelitian dan pengembangan Perusahaan,
b. perencanaan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang,
c. pengorganisasian dan ketatalaksanaan,
d. pengelolahan kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya,
e. pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
perusahaan.
Pengusaha pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi daneksploitasi
sumber daya panas bumi memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, dan penyelenggaraanya perlu sejauh mungkindiarahkan untuk
104
mewujudkan tujuan perusahaan. Adapun tujuan perusahaanmenurut undang-undang PT.
PERTAMINA adalah membangun dan melaksanakanpengusahaan minyak dan gas
bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat dan negara
serta menciptakan Ketahanan Nasional” seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 5
UU No. 8 Tahun 1971 tentang PERTAMINA. Sebagai satu-satunya perusahaan milik
Negara yangdiberi wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan di
Indonesia,pengelolahan dan pengurusan terhadap bahan-bahan galian minyak dan gas
bumi iniharus benar-benar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan
negaradan bangsa untuk mencapai masyarakatyang adil dan makmur.
Untuk melaksanakan fungsinya tersebut, maka PT. PERTAMINA bekerja sama
dengan pihak swasta untuk pendistribusian Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan
kepemilikan dan pengelolaan SPBU, bentuk kerjasama yang ditawarkan oleh pihak PT.
PERTAMINA dapat dibedakan jenisnya menjadi:
1. SPBU COCO (Company Owned Company Operated)
Asset SPBU berupa tanah dan bangunan SPBU dimiliki oleh PT.
PERTAMINA dan pengelolaan SPBU dilaksanakan oleh PT.
PERTAMINA melalui anak perusahaan PT. PERTAMINA yaitu PT.
PERTAMINA Retail.
2. SPBU CODO (Company Owned Dealer Operated)
Asset SPBU berupa tanah atau bangunan atau berupa peralatan tertentu
merupakan milik PT. PERTAMINA, sedangkan pengelolaan SPBU
dilaksanakan oleh pengusaha SPBU dengan pembagian hasil yang telah
disepakati oleh pengusaha SPBU dan PT Pertamina.
105
3. SPBU DODO (Dealer Owned Dealer Operated)
Asset SPBU berupa tanah dan abngunan dimiliki oleh pengusaha SPBU,
begitu juga dengan pengelolaan SPBU dilakukan oleh pengusaha SPBU
sendiri dengan mendapatkan margin atau keuntungan yang telah ditentukan
oleh PT. PERTAMINA110
Sesuai dengan perkembangan sekarang, maka dalam penelitian yang dikaji ditekankan
pada SPBU CODO.Dalam hal ini, Asset SPBU berupa tanah, bangunan atau peralatan
tertentu dimiliki PT. PERTAMINA, sedangkan pengelolaan SPBU dilaksanakan oleh
pengusaha SPBU.
Mengenai sistem kerjasama PT. PERTAMINA dengan pihak pengusaha SPBU
pada hakikatnya dilaksanakan dengan strategi bisnis dan pola kemitraan tertentu. Saat
ini oleh PT. PERTAMINA telah dikembangkan program kemitraan berupa:
1. SPBU Pertamina Way
SPBU Pertamina Way merupakan program yang diluncurkan oleh PT
PERTAMINA (PERSERO) dengan penerapan standar pelayanan yang terdiri
dari 5 (lima) elemen, yaitu pelayanan staff yang terlatih dan bermotivasi,
jaminan kualitas dan kuantitas, fasilitas dan peralatan yang terawat dengan
baik, memiliki format fisik yang konsisten, dan penawaran produk dan
pelayanan bernilai tambah dengan operator yang selalu menerapkan 3S (Salam,
Senyum, Sapa).
110PT. PERTAMINA, Jenis SPBU,www.pertamina.com, diunduh pada 14 Juli2013
106
2. SPBU Pasti pas
SPBU Pasti Pasmerupakan SPBU yang telah mendapatkan sertifikat Pasti Pas
dari auditor independen dengan jaminan pelayanan terbaik yang memenuhi
standar kelas dunia. Konsumen akan mendapatkan kualitas dan kuantitas BBM
yang terjamin, pelayanan yang ramah, sertafasilitas yang nyaman.111
Melalui kedua sistem ini, PT PERTAMINA (Persero) dapat mengontrol kualitas BBM yang
dijual hingga ke tingkat konsumen dansekaligus melakukan ekspansi usaha.
Perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU antara PT. PERTAMINA dengan
pengusaha SPBU dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta
perjanjiankerjasama. Bahwa klausula-klausula dalam perjanjian tersebut telah dibuat
secarasepihak oleh PT. PERTAMINA dan pengusaha atau pengelola SPBU
dipersilahkanuntuk membaca dan mempelajarinya apakah perjanjian tersebut sesuai
dengankeinginan atau kehendak para pihak yang akan mengadakan perjanjian atau
tidak. Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optionallaw),
yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakaladikehendaki oleh
para pihak yang membuat perjanjian.Para pihak diperbolehkanmembuat ketentuan
sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian,selain itu juga
diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalamperjanjian. Sistem terbuka
yang mengandung asas kebebasan dalam membuatperjanjian, dalam KUHPerdata
lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 yang berbunyi: “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak
111PT. PERTAMINA, http://spbu.Pertamina.com/off/spbu.aspx, diunduh pada 14Juli 2013
107
yang membuatnya”. Pasal tersebut jugamengandung pengertian bahwa dalam hal
perjanjian kita diperbolehkan membuatundang-undang bagi diri kita sendiri.
Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SPBU antara PT. PERTAMINA
denganpengusaha SPBU dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta
perjanjiankerjasama. Bentuk perjanjian kerjasama tersebut merupakan salah satu contoh
dariperjanjian baku (perjanjian standar), yaitu bahwa klausula-klausula dalamperjanjian
tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. PERTAMINA dan pengusahaSPBU
dipersilahkan untuk membaca dan mempelajarinya apakah perjanjian tersebut sesuai
dengan keinginan atau kehendak para pihak yang akan mengadakanperjanjian atau
tidak.
Pada umumnya para pengusaha setuju dengan perjanjian baku yang telahdibuat
PT. PERTAMINA karena perjanjian baku yang ada pada PT. PERTAMINA
tersebutsudah sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku. Klausula yang
samaini belaku juga bagi calon pengelola SPBU lainnya dalam Perjanjian
KerjasamaPengelolaan SPBU.Maka perbuatan hukum sepihak (perjanjian baku) yang
disusun secarasepihak oleh PT. PERTAMINA dipandang sebagai perbuatan hukum
penawaran sepihakdan pengusaha SPBU pun melakukan perbuatan hukum sepihak juga,
yaitupenerimaan. Keduanya sama-sama melakukan perbuatan hukum sepihak
secaratimbal balik.Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan hukum
pelengkap(optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan
manakaladikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian.
Dalam Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan SPBU ini, suatu
prestasi yang diharapkan yaitu untuk memberikan sesuatu dan berbuat sesuatu, dimana
108
PT. PERTAMINA berkewajiban untuk memberikan atau menyerahkan BBM kepada
pengusaha SPBU sesuai dengan pesan yang diminta dengan menerima pembayaran
harga BBM. Sedangkan pengusaha SPBU berbuat sesuatu untuk kepentingan PT.
PERTAMINA yaitu menyalurkan BBM kepada konsumen. Walaupun isi perjanjian
tersebut ditentukan oleh pihak PT. PERTAMINAakan tetapi pengusaha SPBU tetap
mendapat keuntungan yang disebut dengan margin dari PT. PERTAMINA. Di dalam
Perjanjian Pengusahaan SPBU tersebutpengusaha SPBU dikenakan biaya yang pada
dasarnya merupakan biayaatas penggunaan hak kekayaan intelektual milik oleh PT
Pertamina(Persero) untuk perancangan design SPBU, biaya pemakaian logo,produk PT
PERTAMINA (PERSERO), dan biaya pendaftaran untukkerjasama SPBU. Biaya
tersebut merupakan biaya resmi yang ditentukanoleh PT Pertamina (Persero).Setiap
permohonan PerjanjianKerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak
untukUmum yang disetujui oleh PT Pertamina (Persero) dikenakan biayaInitial Fee
yang besarnya diatur dan ditetapkan oleh PT Pertamina(Persero).
Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun PengisianBahan Bakar Minyak untuk
Umum yang dilaksanakan olehPT Pertamina (Persero) secara materiil memiliki
karakteristik yanghampir sama dengan bisnis waralaba sebagaimana dimaksud
dalamPeraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1997 tentang Waralaba. Hanyasecara
formil ada hal-hal yang harus dipenuhi agar Perjanjian KerjasamaPengusahaan Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum menjadisuatu Perjanjian Waralaba
sebagaimana dimaksud dalam PeraturanPemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba.
109
Pengertian waralaba menurut doktrin sebagaimana yang dikemukakan oleh
Suharnoko bahwa waralaba pada dasarnya adalah sebuah yang perjanjian mengenai
metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen.112 Pendapat lain
dikemukakan oleh PH. Collin, dalam Law Dictionary yang menyatakan bahwa“Lisence
to trade using a brand name ang paying royalty for it”, dan franchising sebagai “Act of
selling a license to trade as a Franchise”. Definisi di atas menekankan pada pentingnya
peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalty.113Pengertian
lain mengenai waralaba juga terdapat dalam Black’s Law Dictionary, yaitu sebagai
berikut:
A special privilege granted or sold, such as to use a name or to sellproducts or services.
In it’s simple terms, a Franchise is a licence from owner of a trademark ortrade name permitting another to sell a product or service under that name ormark.
More broadly stated, a Franchise has envolved into an elaborateagreement under which the Franchisee undertakes to conduct a business orsell a product or service in accordance with methods and proceduresprescribed by the Franchisor, and Franchisor undertakes to assist theFranchisee through advertising promotion and other advisory service.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa dalam waralaba menekankan
pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan
memanfaatkan merek dagang milik Pemberi Waralaba, dimana pihak Penerima
Waralaba berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah
ditetapkan oleh Pemberi waralaba.114
112Abdul Rasyid Saliman, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana,Jakarta, h. 109
113Gunawan Widjaja, 2001, Waralaba, RajaGrafindo Persada, Jakarta,(selanjutnya disebut Gunawan II) h. 7
114Ibid, h. 7-8
110
Perjanjian waralaba seperti yang tercantum dalam PP Nomor 42 tahun 2007
tentang Waralaba, dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, dapat diuraikan unsur-
unsurnya sebagai berikut:
a. Memiliki Ciri Khas Usaha.
Berdasarkan penjelasan pasal 3 huruf (a) PP nomor 42 tahun 2007 tentang
Waralaba, yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” adalah suatu usaha yang
memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan
dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas
dimaksud.
b. Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan.
Penjelasan pasal 3 huruf (b) PP Nomor 42 Tahun 2007 menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan “Terbukti sudah memberikan keuntungan” adalah
menunjuk pada pengalaman Pemberi Waralaba yang telah dimiliki kurang
lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi
masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih
bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.
c. Memiliki Standar Atas Pelayanan dan Barang Atau Jasa Yang Ditawarkan
Yang Dibuat Secara Tertulis.
Berdasarkan penjelasan pasal 3 huruf (c) PP Nomor 42 tahun 2007, yang
dimaksud dengan “standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan dibuat secara tertulis” adalah standar secara tertulis supaya
111
Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang
jelas dan sama.
d. Mudah Diajarkan dan Diaplikasikan.
Penjelasan pasal 3 huruf (d) PP Nomor 42 Tahun 2007 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan “mudah diajarkan dan diaplikasikan” adalah mudah
dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman
atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan
baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang
berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba.
e. Adanya Dukungan Yang Berkesinambungan.
Berdasarkan penjelasan pasal 3 huruf (e) PP Nomor 42 Tahun 2007, yang
dimaksud dengan adanya dukungan yang berkesinambungan adalah
dukungan dari pemberi waralaba secara terus menerus seperti bimbingan
operasional, pelatihan, dan promosi.
Bisnis SPBU ini telah memenuhi keseluruhan kriteria perjanjian waralaba yang telah
ditetapkan oleh perundang-undangan.Dengan terpenuhinya seluruh kriteria yang
ditentukan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bisnis SPBU Pertamina memiliki
karakteristik perjanjian waralaba.
4.2 Permasalahan Yang Timbul Pada Pelaksanaan Perjanjian Pengusahaan SPBUCODO
Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang
diinginkan oleh para pihak. Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya
berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan, baik dibatalkan
112
oleh para pihak maupun atas perintah pengadilan. Pembatalan perjanjian ini erat
kaitannya dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Tidak dipenuhinya syarat pertama dan
kedua dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dapat
dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang
memohonkan pembatalannya. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat ketiga dan keempat
dari Pasal 1320 KUHPerdata atau syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian
tersebut menjadi batal demi hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.115
Dalam hal perjanjian kerjasama yang diakukan antara Pihak Pemerintah dalam
hal ini PT. PERTAMINA (Persero) dengan pengusaha swasta, suatu prestasi yang
diharapkan adalah untuk memberikan sesuatu dan berbuat sesuatu kepada para pihak
dalam kedudukan yang sederajat. PT. PERTAMINA (Persero) berkewajiban untuk
memberikan atau menyerahkan Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada pengusaha SPBU
sesuai dengan pesanan yang diminta dengan menerima pembayaran harga
BBM.Sedangkan mitra usaha (pengusaha) SPBU berbuat sesuatu untuk kepentingan PT.
PERTAMINA (Persero) yaitu menyalurkan BBM kepada konsumen.
Walaupun isi perjanjian tersebut ditentukan secara bakuoleh pihak PT.
PERTAMINA (Persero) akantetapi pengusaha SPBU tetap mendapat keuntungan yang
disebut dengan margin dari PT. PERTAMINA (Persero). Perjanjian adhesie atau
perjanjian bakutetap menghormati asas kebebasan berkontrak yang terdapat
dimasyarakat.Namun demikian perludiperhatikan, bahwa kebebasan berkontrak
115 Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang,Malang, h. 175-177
113
tersebuttidak bebas segala-galanyatetapi terdapat pembatasan-pembatasan. Batasan itu
dapat dilihat dalam pasal 1320 KUH- Perdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu116:
a). kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, dalam hal ini adalah antara
pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan Pengeloa SPBU dalam
mengadakan perjanjian. Kesepakatannya meliputi hal-hal tertentu yang pokok
dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu
juga dikehendaki oleh pihak yang lain, sehingga tidak ada unsur paksaan atau
penipuan.
b). kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Adapun yang diperbolehkan
untuk mengadakan perjanjian kerjasama pengelolaan dan penggunaan SPBU
adalah mereka yang sudah dewasa dan sehat pikirannya, menurut hukum
cakap untuk membuat suatu perjanjian.
c). Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan
kewajibankedua belah pihak jika timbul perselisihan. Mengenai yang
diperjanjikan adalahkerjasama untuk mengelola SPBU. Pengelolaan SPBU
tersebut dilakukanoleh pihak pengelola SPBU dengan pengawasan dari PT.
PERTAMINA (Persero), sedangyang menjadi objek dari perjanjian adalah
Bahan Bakar Minyak.
d). Suatu sebab yang halaladalah isiperjanjian itu sendiri harus merupakan suatu
yang halal (tidak terlarang),sebab isi perjanjian itulah yang akan
dilaksanakan. Perjanjian KerjasamaPengelolaan dan Penggunaan SPBU ini
116Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 33
114
tidak bertentangan dengan undang-undang,kesusilaan dan ketertiban umum,
karena tujuan diadakannya SPBUini adalah untuk melayani kebutuhan
masyarakat pemakai kendaraan bermotordengan cara yang mudah, cepat,
tertib dan aman.
Dipenuhinya unsur-unsur perjanjian seperti di atas, maka perjanjian pengelolaan
SPBU CODO antara mitra usaha SPBU dengan pihak PT. PERTAMINA adalah sah
menurut ketentuan Hukum Perjanjian yang berlaku di Indonesia.
Sementara itu, mengenai kedudukan Pertamina berdasarkan UU Migas dianggap
kontroversial karena dianggap lebih menjadikan institusi Pertamina berpihak kepada
kepentingan korporasi asing. Selain UU Migas, PT Pertamina (Persero) termasuk bagian
dari agenda yang diusulkan untuk dibahas dalam Hak Angket BBM.117Sebagai sebuah
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang minyak dan gas bumi, kedudukan
PT. PERTAMINA sangat penting, sebab minyak dan gas bumi mempengaruhi
kehidupan masyarakat banyak. Tanpa disadari, kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang
dilakukan PT. PERTAMINA mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga masyarakat.
Apabila PT. PERTAMINA tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan
timbulnya masalah yang dapat memberatkan perekonomian rakyat.
PT. PERTAMINA mempunyai kekuatan monopoli yang memang diberikan
negara, karena hal ini bertujuan untuk memudahkan negara dalam pengelolaan minyak
dan gas bumi.Kekuatan monopoli yang sedemikian besar harus dapat dikelola sebaik-
baiknya.Kesalahan pengelolaan PT. PERTAMINA mempunyai konsekuensi yang luas,
117Sekilas Tentang Profil BUMN PT. PERTAMINA(Persero),http://leo4kusuma.blogspot.com/2009/02/pertamina-membutuhkan-tokoh-reformis.html, diunduh pada 15 Juli 2013
115
tidak saja bagi PT. PERTAMINA sendiri tapi masyarakat juga terkena imbasnya,
khususnya warga negara Indonesia. Akibat yang ditimbulkan oleh kesalahan
pengelolaan oleh PT. PERTAMINA antara lain meningkatkan biaya produksi, macetnya
distribusi minyak dan lain-lain yang mengakibatkan tersendatnya perekonomian negara.
Kegiatan PT Pertamina (Persero) dalam penyelenggaraan usaha di bidang energi
dan petrokimia terbagi ke dalam dua bagian, yaitu sektor hulu dan sektor hilir. Sektor
hulu Pertamina menangani tugas eksplorasi dan produksi minyak, gas bumi, dan panas
bumi. Sesuai dengan ketentuan pada UU No 22 Tahun 2001 Tentang Migas, Pertamina
hulu tidak bekerja sendirian mengeksplorasi sumber-sumber energi, akan tetapi bermitra
dengan perusahaan-perusahaan migas asing. Dirut PT Pertamina (Persero) yang dilantik
pada 5 Pebruari 2009, Karen Agustiawan adalah mantan Direktur Hulu Pertamina yang
menjabat sejak Maret 2004. Di sinilah kemudian UU No 22 Tahun 2001 Tentang Migas
menjadi sorotan karena dianggap tidak menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai
perusahaan yang mandiri. Di sektor hilir, PT Pertamina (Persero) memiliki tugas
pengolahan, pemasaran dan niaga, perkapalan, dan mendistribusikan produk hilir yang
masuk dari luar maupun dalam negeri. Di sektor ini pula, PT Pertamina (Persero)
mengusahakan ataupun melakukan kegiatan ekspor maupun impor yang mengusahakan
melalui transportasi darat dan laut.118
Perjanjian kerjasama antara Pertamina dan pengelola SPBU ini merupakan suatu
perjanjian yang dilakukan antara Pertamina dengan pengusaha swasta (SPBU), yang
dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan BBM Bagi masyarakat
umum, sesuai ketentuan yang berlaku. Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian
118ibid
116
Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum
(SPBU).Permasalahan yang timbul dalam perjanjian pengelolaan SPBU ini merupakan
hal yang diteliti dalam tulisan ini.
Dalam kenyataannya ada beberapa pihak yang ingkar janji terhadap perjanjian
kerjasama tersebut dan jika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara
musyawarah, maka perselisihan akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat.
Bentuk perjanjian pengelolaan SPBU yang ada di Pertamina adalah baku (standar) dan
tertulis. Meskipun Pertamina menentukan isinya, namun para pengusaha yang akan ikut
dalam kerjasama pengelolaan SPBU ini dipersilakan untuk mempelajari dan membaca
apakah perjanjian tersebut sesuai dengan keinginan dan kehendak para pihak yang akan
mengadakan perjanjian ini atau tidak. Perjanjian baku yang ada di Pertamina ini
merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak, meskipun terdapat pembatasan
terhadap asas tersebut dimana klausula dalam perjanjian tersebut ditentukan oleh salah
satu pihak yaitu pihak Pertamina. Kesepakatan yang terjadi merupakan kesepakatan
yang bersifat semu.Meskipun demikian, secara hukum perjanjian tersebut tetap sah.
Penerapan perjanjian kerjasama SPBU CODO di masyarakat yang berbentuk
perjanjian baku juga dapat menimbulkan permasalahan. Dalam praktek pengadaan
bahan bakar minyak, banyak sekali terdapat hambatan-hambatan yang terjadi, antara
lain lemahnya posisi SPBU dalam menghadapi (Pertamina). Sebagai contoh, karena
perjanjian telah dibuat secara tulis atau standar maka sering kali terjadi masalah dimana
isi perjanjian kurang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.Selain itu sering
kali dalam pelaksanaan pengadaan bahan bakar tersebut timbul perselisihan diantara
para pihak dan bukan hal yang luar biasa jika pihak Pertamina atau Pemerintah
117
melakukan praktek wanprestasi yang merugikan pihak SPBU. Tetapi jika hal ini
dilakukan oleh pihak SPBU akibatnya akan fatal. Permasalahan-permasalahan yang
timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama pengadaan bahan bakar seperti
bentukwanprestasi yang dilakukan para pihak dan penyelesaiannya dapat
diketahui,jugauntuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin
kepentingan para pihak baik PT. PERTAMINA maupun SPBU, salah satunya SPBU
CODO.119
Salah satu contoh kasus yang terjadi belum lama ini, seperti yang diunggah dari
situs www.hukumonline.com dengan judul “Pemilik SPBU Gugat Pertamina” dimana
kasus ini bermula dari Pertamina membatalkan kontrak sepihak dengan landasan surat
kerjasama bukan akta. Dinilai ingkar janji, PT Pertamina (Persero) digugat pemilik
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Umum (SPBU), Mulyani Siti
Sundari.Pertamina dinilai telah melanggar perjanjian dengan memutuskan perjanjian
sepihak.
Menurut penggugat, kedua pihak melakukan kerjasama menggunakan Akta
No.29 Tanggal 27 April 2007 tentang Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU). Namun, ketika memutuskan
kerja sama, Pertamina menggunakan Surat Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan SPBU
34.17535, No.SPJ-006/F13100/2009-S3 tanggal 16 Januari 2009.
Penggugat menilai, penggunaan surat perjanjian kerja sama oleh Pertamina
sebagai landasan mengakhiri kontrak bisnis, tidak sah. Pasalnya, surat perjanjian
119http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26684/4/Chapter%20I.pdf,diunduh pada 20 Juli 2013
118
tersebut merupakan perjanjian di bawah tangan yang tidak memiliki akta
perjanjian.Penggugat juga gerah dengan tindakan sepihak Pertamina itu. Menurutnya,
alasan Pertamina mengakhiri kerja sama dengan mendalilkan bahwa penggugat telah
mengalihkan SPBU kepada pihak lain. Menurut salah satu kuasa hukum penggugat
Halim Darmawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa“Padahal
hingga hari ini, fakta hukumnya penggugat tidak pernah mengalihkan SPBU Pertamina
yang terletak di Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi kepada pihak manapun,”.
Pengakhiran perjanjian secara sepihak dianggap telah melanggar Pasal 9 ayat (2) Akta
No.29 Tanggal 27 April 2007.Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Akta No. 29 Tanggal 27
April 2007, pengakhiran perjanjian hanya dapat dilakuan jika para pihak sepakat untuk
mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) dan PIHAK PERTAMA melalui tahap surat peringatan pertama, kedua dan
ketiga berhak untuk mengakhiri perjanjian ini secara sepihak dalam hal terdapat
keadaan atau pihak kedua melakukan hal-hal berikut:
1. PIHAK KEDUA memberikan keterangan yang tidak benar atau merugikan
kepentingan PIHAK PERTAMA;
2. PIHAK KEDUA melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau ketentuan yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA;
3. PIHAK KEDUA melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan
PIHAK PERTAMA, termasuk menciptakan citra negativ PIHAK
PERTAMA.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Akta No.29 Tanggal 27 April 2007, membuktikan
bahwa tergugat telah mengingkari dirinya sendiri.Karena hingga hari ini, penggugat
119
tidak pernah mengajukan permohonan persetujuan pengalihan SPBU miliknya ke pihak
manapun. Kuasa Hukum Penggugat kembali menyatakan bahwa“Tidak mungkin klien
kami mengalihkan SPBU,” Halim menunjuk perjanjian No.29 Tanggal 27 April 2007
Pasal 5 ayat (10), tertulis, pihak kedua dilarang mengalihkan atau memindahtangankan,
menguasakan sebagian atau seluruh fasilitas SPBU dan/atau hak pengelolaan SPBU
tersebut kepada pihak lain, kecuali atas persetujuan pihak pertama.
Kasus ini bermula ketika Asep Karyanto menggunakan Sertifikat Hak Milik atas
SPBU beserta tanah sebagai agunan untuk meminjam sejumlah uang kepada Bank
Rakyat Indonesia (BRI).SHM ini merupakan milik bersama yang di atasnamakan
Mulyani Siti Sundari dan Asep Karyanto.Peminjaman ini tanpa diketahui oleh Mulyani
Siti Sundari.Seperjalanan proses itu, Asep tidak mampu menyelesaikan kredit kepada
BRI sehingga BRI berinisiatif mengumumkan proses lelang terhadap agunan tersebut di
media cetak. Aset yang dilelang dimenangkan Dendi.Dia lalu tertarik mengikuti lelang
yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2010 lalu, dan akhirnya berhasil membeli
dengan nilai Rp7 Miliar.
Menurut Halim, pihaknya telah berusaha mencegah agar pelelangan ini jangan
dilakukan sebelum di musyawarahkan, namun pihak BRI tidak mengindahkan
permintaan tersebut. “Kami telah mencoba meminta penangguhan pelelangan dan
dibicarakan terlebih dahulu sehari sebelum pelelangan, namun tidak diubris oleh BRI,”
tuturnya.Berdasarkan keterangan Halim, kliennya menjadi berang ketika Dendi,
pemenang lelang, melakukan pemasokan bensin di SPBU miliknya yang sebelumnya
telah dilakukan pemblokiran penebusan Bahan Bakar Minyak/Bahan Bakar Khusus dari
120
Pertamina per tanggal 25 Maret 2010. Padahal, SPBU tersebut masih dimiliki oleh
kliennya secara hukum dengan menguasai akta asli.
Tertanggal 24 Maret 2011, pihak Pertamina mengirimkan surat Nomor
357/F33200/2011-S3 perihal Pengakhiran Perjanjian SPBU 34.17535, yang menyatakan
bahwa PT. PERTAMINA secara sepihak mengakhiri Perjanjian Kerja Sama SPBU
antara PT. PERTAMINA dengan penggugat mulai tanggal 31 Maret 2011.Karena
merasa tidak pernah mengalihkan SPBU tersebut ke tangan pihak lain, pihak Mulyani
Siti Sundari mengajukan gugatan kepada Pertamina, karena pemutusan kerja sama
secara sepihak oleh Pertamina, pihak penggugat mengalami kerugian materiil kurang
lebih senilai Rp3,2 Miliar dan kerugian immaterial mencapai Rp10 Miliar.
Dalam ruang sidang, Pertamina menghadirkan Dendi sebagai pemenang lelang.
Dalam kesaksiannya ia mengaku bahwa pada awal pembelian lelang, ia tidak
mengetahui persoalan perjanjian antara pihak Mulyani Siti Sundari dengan Pertamina.
Ketika disidangkan, ia pun mengaku tidak mengetahui perkara yang tengah dihadapi
oleh kedua pihak.120Contoh kasus seperti telah diuraikan di atas inilah yang terjadi
dimasyarakat dengan penggunaan klausula baku dalam pembuatan perjanjian kerjasama
PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU. Dalam hal ini tentunya pihak pengusaha
SPBU menjadi dirugikan, karena posisinya lemah dibandingkan dengan pihak PT.
PERTAMINA.
4.3 Perlindungan Hukum Bagi Calon Mitra Usaha SPBU Atas Klausula BakuDalam Perjanjian Pengusahaan SPBU CODO
120http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4eddcb436b51e/pemilik-spbu-gugat-pertamina, diunduh pada 20 juli 2013
121
Salah satu fungsi hukum adalah untuk mengatur hubungan antara Negara atau
masyarakat dengan warganya serta hubungan antara sesama warga masyarakat. Agar
tercapai fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat kearah kehidupan yang
lebih baik, maka tidak hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau
peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut
kedalam praktek hukum. Dengan kata lain,diperlukan adanya jaminan akan penegakan
hukum (law enforcement) yang baik.121 Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang
harus selalu diperhatikan, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan
(Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit). Dengan adanya tiga unsur tersebut
maka masyarakat termasuk pengusaha SPBU CODO secara yuridis diakui hak-hak
untuk mendapat perlindungan hukum.
Perlindungan hukum merupakan konsep yang universal dari negara hukum,
perlindungan hukum diberikan apabila terjadi pelanggaran maupun tindakan yang
bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh pemerintah baik perbuatan penguasa
yang berlaku telah melanggar kepentingan dalam masyarakat yang harus
diperhatikannya. Ada dua macam perlindungan hukum yaitu perlindungan hukum yang
bersifat Preventif dan Represif antar lain:
1. Perlindungan Hukum Preventif.
Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan
atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini
121 Munir Fuadi, 2003. Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum).PT Citra Aditya Bakti. Cet I, Bandung , hal 40.
122
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Tindakan preventif adalah
tindakan pencegahan 122
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum Represif berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang
muncul apabila terjadi suatu pelanggaran
Konsep perlindungan hukum seperti di atas juga berlaku dalam kaitan dengan
hubungan antara pihak PT. PERTAMINA (Persero) dengan pihak ketiga yang
menyenggarakan usaha SPBU CODO.
Suatu perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) adalah Badan Hukum,
konsekuensi hukumnya PT dipersamakan sebagai subjek hukum (person recht) yang
memiliki kedudukan yuridis mandiri. Artinya, suatu PT dapat melakukan perbuatan
hukum dalam lalu lintas harta kekayaan dan memperoleh hak serta tanggung jawab
hukum terhadap perbuatan tersebut.Landasan yuridis bagi PT di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 (UUPT). Mengenai PT
yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur pula melalui Undang-
Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.Dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN
dijelaskan bahwa perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut Persero adalah
BUMN yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %
(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang
tujuan utamanya mengejar keuntungan.
122 Hadjon dkk,2002, Pengantar Administrasi Negara, Penerbit Gajah MadaUniversity, Yogyakarta.hal. 35
123
Pertamina sebagai salah satu BUMN pada awalnya didirikan dengan bentuk
Perusahaan Negara berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan minyak dan Gas Bumi Negara dengan tujuan untuk melaksanakan
pengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat dan negara serta menciptakan ketahanan nasional.
Dalam perjalanannya, berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) jo. PP. No. 31 Tahun 2003 tertanggal 19
Juni 2003 (PP Pertamina), Pertamina beralih bentuk menjadi PT Persero yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh Negara. Dengan demikian Pertamina tunduk pada peraturan-
peraturan mengenai Persero. Sehari setelah perubahan pada Pertamina tersebut, UU
BUMN diundangkan sehingga Pertamina juga tunduk pada UU BUMN dan peraturan
pelaksanaannya (PP No. 45 Tahun 2001-PP Persero).
UU BUMN yang dijabarkan dengan PP Persero menetapkan bahwa terhadap
Persero, berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan
terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Dengan demikian sebagai konsekuensinya organ PT Persero terdiri dari RUPS, Direksi
dan Komisaris.Dalam hal saham PT Persero seluruhnya dimiliki oleh negara maka
berdasarkan Pasal 14 UU BUMN menteri bertindak selaku RUPS PT Persero tersebut.
Pertamina, yang seluruh sahamnya dimilliki oleh negara, berdasarkan Pasal 1 PP No. 64
Tahun 2001 tentang Pengalihan Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada
Perusahaan Persero, Perum dan Perjan Kepada Menneg BUMN, kewenangan untuk
menyuarakan kepentingan negara melalui RUPS diberikan kepada Menneg BUMN.
124
Keberadaan organ PT merupakan sarana untuk mencapai tujuan PT tersebut
sehingga tindakan organ PT dalam kapasitasnya mewakili, untuk, dan atas nama PT
tersebut adalah tindakan PT (corporate action). Suatu akibat hukum corporate action
baik itu membawa keuntungan maupun kerugian bagi PT tersebut merupakan suatu hal
yang wajar dan merupakan konsekuensi bagi PT itu sendiri, artinya corporate action
tersebut berada pada tanggungjawab PT sebagai entitas yang yuridis mandiri. Organ PT
dalam hal ini pada asasnya secara yuridis tidak bertanggungjawab terhadap konsekuensi
apapun dari corporate action yang diwakilinya.Corporate action pada asasnya adalah
perbuatan PT itu sendiri sebagai entitas yang yuridis mandiri.123
PT. PERTAMINA merupakan Badan Usaha Milik Negara yang diwajibkan
menerapkan prinsip Good Corporate Governance dalam menjalankan usahanya.Prinsip
Good Corporate Governance lebih dapat diterapkan pada perusahaan publik dan
BUMN.Hal ini dikarenakan adanya kepentingan pemegang saham yang perlu dilindungi
dalam perusahaan publik dan BUMN.Perusahaan perorangan atau perusahaan keluarga,
pemegang sahamnya tidak terlalu banyak, sementara dalam perusahaan publik atau
BUMN yang menjadi pemegang sahamnya sebagian besar adalah pemerintah.Hal ini
mengakibatkan perlunya segera diterapkan Good Corporate Governance dalam
perusahaan publik dan BUMN, khususnya pada PT. PERTAMINA. Penerapan prinsip
good corporate governance dalam PT. PERTAMINA diperlukan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan kearah yang lebih baik dan juga menjamin serta melindungi
123Yakub Adi Kristanto, 2007, Persekongkolan Tender & Korupsi Dalam KasusDivestasi VLCC Pertamina, Jurnal Hukum Bisnis Volume 26, No. 4 Tahun 2007, h. 69
125
kepentingan semua stakeholders dalam PT. PERTAMINA sebagai BUMN.124 Dengan
menerapkan mekanisme good corporate governance pada PT. PERTAMINA secara
efektif maka semua kepentingan stakeholder pasar modal (pemegang saham),
stakeholders pasar produk (pelanggan dan pemasok) dan stakeholders organisasional
(karyawan manajerial dan non-manajerial) dapat terlindungi.125
Selanjutnya secara umum PT. PERTAMINA memiliki dua jenis SPBU,
yaitu SPBUyang dikelola sepenuhnya oleh Pertamina (COCO) dan SPBU
Pertamina yang bekerjasama dengan pihak swastaSPBU CODO merupakan bentuk
kerjasama antara PT. PERTAMINA dengan pihak swasta yang merupakan
perwujudan dari perjanjian waralaba. Perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU
CODO antara PT. PERTAMINA dengan Pengusaha swasta dibuat dalam bentuk
perjanjian dengan klausula baku. Penggunaan klausula baku membuat pengusaha
menjadi tidak memiliki posisi tawar dengan PT. PERTAMINA. Dalam perjanjian
kerjasama SPBU CODO PT. PERTAMINA menyatakan adanya pengalihan
tanggungjawab dari Pertamina kepada pihak swasta selaku pengelola SPBU,
namun ketentuan tersebut dianggap batal demi hukum karena telah melanggar
Pasal 18 ayat (1) jo Pasal 24 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Maka dalam hal ini PT. PERTAMINA tetap bertanggungjawab atas
kualitas premium sebagai suatu produk yang dihasilkannya.
Disamping itu, ketika dihadapkan pada akibat dari suatu perjanjian, maka
Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata menyatakan: “suatu perjanjian hanya berlaku
124Wilson Arafat, Op.cit., h. 10125Amin Widjaja Tunggal, 2007, Corporate Governance: Suatu Pengantar,
Harvarindo, Jakarta, h. 15
126
antara pihak-pihak yang membuatnya.” Lebih lanjut dalam ayat (2) menyatakan
bahwa “suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak
dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur
dalam Pasal 1317.”
Berdasarkan uraian pasal di atas, maka dapat diketahui bahwa Perjanjian
Kerjasama SPBU ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya, yaitu PT.
PERTAMINA dan pihak swasta selaku pengelola SPBU.Selain itu perjanjian
kerjasama SPBU tersebut juga tidak dapat membawa kerugian bagi pihak ketiga,
yaitu dalam hal ini konsumen.Dalam hal terjadi tuntutan atas produk yang
dihasilkan oleh PT. PERTAMINA dan dipasarkan oleh pihak swasta selaku
pengelola SPBU, maka perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pihak
pengelola SPBU dengan adanya ketentuan pengalihan tanggungjawab sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (2) Perjanjian Kerjasama SPBU, karena ketentuan
tersebut telah secara nyata dapat merugikan konsumen, maka pihak konsumen
menuntut tanggungjawab kepada PT. PERTAMINA sesuai ketentuan dalam Pasal
18 ayat (1) jo Pasal 24 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. PT. PERTAMINA
tidak begitu saja dapat mengalihkan tanggungjawabnya pada pihak pengelola
SPBU. Perjanjian kerjasama SPBU yang dibuat dalam bentuk baku ini juga harus
memberikan perlindungan hukum bagi pengelola SPBU CODO.
Bagi pengusaha meskipun belum mendapat tempat yang memadai seperti harga
jual masih ditentukan oleh Pertamina.Perlindungan hukumnya nampak dalam Pasal
1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik.”Sehubungan dengan klausula bakudalam perjanjian kerjasama
127
SPBU CODO, pengusaha mendapat perlindungan dalam Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa (1)
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan Klausula Baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
1) Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang
dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli konsumen;
6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak
oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
128
8) Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran;
Ada banyak kendala yang dihadapi seperti masalah peralatan SPBU, teknis
pengiriman, human error. Upaya penyelesaian dapat dilakukan dengan memastikan
peralatan SPBU dalam keadaan siap pakai, armadapengangkutan yang memenuhi
standar. Terhadap masalah human error dapat diantisipasi dengan memilih calon mitra
kerjasama secara teliti sehingga tujuan kerjasama pengelolaan SPBU ini dapat tercapai.
Pada pihak lain, dalam perkembangan kegiatan bisnis tidak dapat dihindari
terjadinya sengketa (dispute) antarpihak yang terlibat di dalamnya. Adanya sengketa ini
dapat berimbas pada pembangunan ekonomi yang tidak efisien, penurunan
produktivitas, kemandulan dunia bisnis, dan biaya produksi yang meningkat. Secara
konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dalam dunia bisnis, seperti dalam
perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur
dan sebagainya yang dilakukan melalui proses litigasi. Proses litigasi menempatkan
para pihak saling berlawanan satu dengan yang lainnya, selain itu penyelesaian sengketa
secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif
penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Dengan meningkatnya hubungan
bisnis dengan adanya modal asing dalam sector perekonomian yang disertai pemahaman
bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat memakan waktu yang lama,
membuat kebutuhan akan sistem penyelesaian sengketa yang efektif, efisien dan cepat
menjadi meningkat. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, upaya penyelesaian sengketa
129
yang timbul di antara para pihak melalui Badan Arbitrase menjadi meningkat. Terdapat
kecenderungan untuk lebih memilih penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase
dalam setiap perjanjian perdata yang terjalin di antara para pihak daripada menempuh
jalur peradilan.
130
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka
disimpulkan hal-hal sebagai berikutt:
1. Kedudukan PT. PERTAMINA sebagai badan usaha milik negara yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pertamina sebagai
pemerintah dalam melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak swasta
merupakan hubungan hukum yang terjadi antara dua pihak. Hal yang
diperjanjikan dalam kontrak tersebut bersifat mengikat, sehingga dalam hal ini
pemerintah sebagai badan hukum publik yang menundukkan dirinyasebagai
badan hukum privat dalam melakukan perjanjian kerjasama G to P ( government
to private )CODO. Sebagai suatu perusahaan BUMN PT. PERTAMINA tidak
terlepas dari keharusan untuk menjalankan prinsip Good Corporate Governance
atau tata kelola perusahaan yang baik dalam menjalankan perjanjian kerjasama
pengelolaan SPBU khususnya SPBU CODO.
2. Perlindungan hukum yang dapat diberikan Dalam perjanjian kerjasama SPBU
CODO perlindungan hukum bagi Pertamina disamping terdapat dalam ketentuan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juga
banyak tertera dalam perjanjian kerjasama ini seperti Pertamina berhak
mengakhiri perjanjian, jika pengusaha melanggar peraturan yang berlaku dan
memberikan keterangan yang tidak benar sekaligus berhak untuk memberikan
131
sanksi kepada pengusaha. Sedangkan perlindungan hukum bagi pihak mitra
usaha SPBU dalam perjanjian CODO (company owned dealer operated) yang
berklausula baku yaitu berdasarkan ketentuan dalam pasal 1338 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Sehingga baik pihak PT. PERTAMINA maupun pengusaha SPBU harus
menjalankan perjanjian kerjasama SPBU CODO ini dengan iktikad baik.
Perlindungan hukum bagi pengusaha SPBU juga tercantum dalam Pasal 18 ayat
(1) UU Perlindungan Konsumen, pencantuman klausula baku dalam perjanjian
SPBU CODO antara PT. PERTAMINA dengan pengusaha SPBU tentunya tidak
boleh memuat klausula yang bertentangan dengan ketentuan yang tercantum
dalam undang-undang ini.
5.2 Saran-saran
Adapun saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian yang
dilakukan dalam tesis ini yaitu:
1. PT. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara dalam membuat
perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU dalam bentuk perjanjian baku
hendaknya juga memperhatikan kepentingan dari pihak calon mitra
usaha SPBU tersebut. Sehingga kaidah kaidah dalam hukum, perdata
tidak diabaikan serta jangan sampai terdapat perjanjian baku yang
berklausula eksonerasi dalam perjanjian kerjasama pengelolaan SPBU
tersebut sehingga mengakibatkan kerugian dikemudian hari bagi pihak
calon mitra usaha SPBU.
132
2. Bagi calon mitra usaha SPBU yang hendak melakukan perjanjian
kerjasama SPBU CODO dengan PT. PERTAMINA agar memahami
betul setiap klausula-klausula yang ditawarkan dalam perjanjian baku
yang telah dibuat oleh PT. PERTAMINA, karena bentuknya yang baku
sehingga pihak pengusaha tidak akan memiliki posisi tawar dalam
perjanjian ini.
3. Kementrian ESDM perlu menetapkan ketentuan-ketentuan yang
mengatur penyelenggaraan perjanjian CODO yang memberikan
keseimbangan antara PT. Pertamina dengan mitra usaha SPBU sesuai
asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUH Perdata.
4. PT. Pertamina dalam pembuatan suatu perjanjian yang berklausula baku
dengan mitranya hendaknya dibuat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku agar tidak batal demi hukum.
Recommended