View
74
Download
10
Category
Preview:
DESCRIPTION
kk,
Citation preview
REFERAT
Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)/ Club Foot
Oleh:
Thurga Subramaniam 0810714038
Linnet Ashwini 0810714047
Pembimbing:
dr. Thomas, SpOT
Laboratorium / SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Dokter Saiful Anwar
Malang
2013
BAB I
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk
menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan
atau posisi normal. Deformitas ini memerlukan terapi dan penanganan sedini
mungkin agar disabilitas yang mungkin ditimbulkan tidak berlanjut ke kehidupan
dewasa. 1,2,3.
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan
talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti
kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan
kaki. Deformitas talipes diantaranya :
• Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.
• Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.
• Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada
tumit.
• Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.
Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan
angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV)
dimana kaki posisinya melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai
tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe
bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma
lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian),
cerebral palsy atau spina bifida.
Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran
hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan.
Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada
kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika. Insidensi pada
laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 30-40% kasus. Pada pasien
pengambilan cairan amnion, deformitas ekstrimitas bawah kira-kira mencapai 1-
1,4% kasus. Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira
terdapat 15% kasus. Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotik.
Terapi dianggap berhasil bila koreksi itu memberikan kaki yang berfungsi,
tidak nyeri, plantigrade, mobilitis yang baik, tanpa menimbulkan callus, dan tidak
memerlukan sepatu khusus.Tampaknya keberhasilan ini tergantung sekali dari
2
perbandingan banyaknya tipe yang dilakukan terapi konservatif. Kalau semua
tipe I keberhasilan bisa mencapai 100%, kalau tipe II keberhasilan bisa mencapai
0%. Kelainan TEV pada penderita-penderita ini terapinya secara konservatif
akan lebih sulit dan sangat resisten. Maka dan itu golongan TEV pada kelainan
ini kita golongkan tipe III.
Jadi ada 3 tipe klasifikasi yang disesuaikan dengan keberhasilan
pengobatan;
I. Tipe non rigid : posisi intrauterin (packing syndrome)
II. Tipe, rigid : clubfoot - moderate – severe
Ill. Tipe resistant rigid :
clubfoot yang ada hubungannya dengan keadaan penyakit seperti
myelomeningocel, arthrogryposis, constriction band dan lain-lain
(=teratologic type)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian CTEV?
1.2.2 Bagaimana patofisiologi dari CTEV?
1.2.3 Bagaimana tatalaksana untuk CTEV?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Mengetahui dan memahami patofisiologi dan penatalaksanaan CTEV.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui definisi CTEV.
1.3.2.2 Mengetahui epidemiologi CTEV.
1.3.2.3 Mengetahui etiologi dari CTEV.
1.3.2.4 Mengetahui patologi anatomi dan fisiologi CTEV.
1.3.2.5 Mengetahui klasifikasi dari CTEV.
1.3.2.6 Mengetahui gambaran klinis dari CTEV.
1.3.2.7 Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan diagnosis banding CTEV.
1.3.2.8 Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan CTEV.
1.3.2.9 Mengetahui prognosis dan komplikasi dari CTEV.
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot
adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,
adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery,
Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan
suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada
ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus
(bengkok ke arah dalam/medial).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran
hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). 50%
bersifat bilateral.
2.3 PATOLOGI
2.3.1 PATOLOGI ANATOMI
Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen
anatomis sebagai berikut:
Adduksi midtarsal
Inversi pada sendi subtalar (varus)
Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)
Kontraksi jaringan di sisi medial kaki
Tendo Achilles memendek
Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang
Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang
Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar,
inversi hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi
medial dan plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular Schlicht
(1963) melaporkan suatu penelitian CTEV yang dilakukannya pada bayi-bayi
yang lahir mati atau mati segera sesudah lahir. Dilakukan diseksi kaki, yang
semuanya menunjukkan deformitas dengan derajat yang berat. Dia menyatakan
bahwa tulang-tulang mengalami distorsi, khususnya talus, calcaneus, navicularis,
cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah adalah talus. Tidak hanya terjadi
4
malformasi tulang, tetapi jaringan-jaringan lain yang berhubungan dengannya
juga mengalami distorsi. Pada semua kaki yang didiseksinya, talus
memperlihatkan distorsi facet pada permukaan superior, oleh karena itu tidak
pas masuk dalam lekukan tibia-fibula. Inilah penyebab terpenting persistensi
deformitas equinus.
Talus dan calcaneus pada kaki deformitas berat sering lebih kecil
daripada normal, sehingga kakipun terlihat lebih kecil. Bentuk konveks pada sisi
lateral kaki disebabkan bukan saja oleh tarikan otot sisi medial kaki dan tungkai
bawah yang kontraktur, tetapi juga karena subluksasi sendi calcaneocuboid,
ligamen dan kapsul yang teregang.
Jaringan lunak juga ambil bagian dalam deformitas ini dan menyebabkan
posisi equinus dan varus dipertahankan karena ketegangan pada jaringan ini.
Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:
• Gastrocnemius
• Soleus
• Tibialis posterior
• Fleksor hallucis longus
• Fleksor digitorum longus
Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot
sebagai berikut:
• Tibialis anterior dan posterior
• Fleksor hallucis longus
• Fleksor digitorum longus
• Ligamentum deltoid
• Otot-otot kecil sisi medial kaki
2.3.2 PATOFISIOLOGI
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada
mulanya normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan.
Clubfoot jarang terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Oleh
karena itu, clubfoot merupakan deformasi pertumbuhan (developmental
deformation). Pada [Gambar 1] tampak janin laki-laki usia 17 minggu dengan
clubfoot bilateral, dengan sisi kiri lebih parah. Pada potongan bidang frontal
melalui kedua maleoli kaki pengkor kanan [Gambar 2] tampak ligamen deltoid,
5
tibionavicular dan tendo tibialisposterior sangat tebal dan menyatu dengan
ligamen calcaneonavicular plantaris brevis. Ligamen talocalcaneal interosseous
normal.
Gambar 1: Janin laki-laki, usia 17 minggu dengan clubfoot bilateral
Gambar 2: Tampak ligamen deltoid, tibionavicular dan tendo tibialisposterior
sangat tebal dan menyatu dengan ligamen calcaneonavicular plantaris brevis
Fotomikrografi ligament tibionavicular menunjukkan serat kolagen yang
tersusun bergelombang dan sangat padat. Selnya sangat berlimpah, dan
kebanyakan memiliki intisel bulat.
Bentuk sendi-sendi tarsal relative berubah karena perubahan posisi
tulang tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih
konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak flexi dan makin ke medial
makin bertambah flexi.
Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis posterior dan
gastrosoleus serta fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan
lebih pendek dibandingkan kaki normal. Diujung distal gastrosoleus terdapat
peningkatan jaringan ikat yang kaya akan kolagen, yang menyatu ke dalam
tendo Achilles dan fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi
lateral dan medial ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan
kuat menahan kaki pada posisi equines dan membuat navicular dan calcaneus
dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik
dengan derajat deformitasnya. Pada kaki pengkor yang sangat berat,
gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas betis. Sintesis
6
kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus berlangsung sampai
anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab relaps
(kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan
gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini
menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi,
yang dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi
beberapa hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih
lanjut. Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah
dilakukan.
Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5
sampai 6 kali gips dan kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Tehnik ini
menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year
follow-up study telah membuktikan kaki tetap berfungsi dengan baik dan tanpa
nyeri.
2.4 GAMBARAN KLINIS,2,8,9
Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki
terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-
gejala lokalnya adalah sebagai berikut:
• Inspeksi:
• Palpasi:
Saat digerakkan:
Röntgen:
betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada
pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit dan adduksi
dan supinasi pada forefoot
pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti
deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara
pasif. Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat
dalam posisi equinovarus, tetapi dapat didorso
fleksikan sampai jari - jari menyentuh bagian depan
tungkai bawahnya.
Tehnik pemotretan sangat penting agar kaki dapat
dinilai secara akurat. Beatson dan Pearson
mendeskripsikan suatu metoda untuk memperoleh
roentnogram posisi AP dan lateral yang sederhana dan
mudah dilakukan.Cara: sendi panggul anak fleksi 90º
dan lutut fleksi 45º-60º. Untuk posisi AP, ke-2 kaki
7
dipegang berdekatan dan taruh pada posisi plantarfleksi
30º di atas film. Posisi lateral, kaki harus plantarfleksi 35º
and tabung sinar-x dipusatkan pada pergelangan kaki
dan hindfoot. Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi
talus yang berguna untuk penilaian penanganan. Pusat
osifikasi pada talus, calcaneus dan cuboid terhambat
dan mungkin naviculare tidak tampak sampai tahun
ketiga. Biasanya deformitas ini disertai adanya torsi tibia.Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada
kasus bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat
daripada kaki lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan
kurang berkembang dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih
sering terkena daripada kiri.
Pada anak yang sudah dapat berdiri maka berat badan akan ditumpukan
pada basis metatarsal V. Kadang-kadang terdapat kavus. Jika deformitas berat,
kaki yang terkena tampak lebih kecil dari kaki lainnya. Tumit biasanya kecil dan
kurang berkembang, betis kurang berkembang dan kurus. Talus terlihat menonjol
dan dapat teraba pada permukaan dorsal kaki. Kulit sisi medial berkerut,
sedangkan sisi lateral teregang. Ibu jari mungkin terabduksi, terpisah dengan jari-
jari lainnya. Derajat inversi dan adduksi dilihat dari sisi plantar dimana kaki
terlihat melengkung dan berbentuk seperti bentuk buah pisang .
Deformitas ini dapat terjadi pada bayi normal, tetapi kadang-kadang juga
disertai anomali kongenital lain seperti dislokasi sendi panggul, arthroghyposis
multipleks kongenital atau myelomeningocele, absensi tibia kongenital dan spina
bifida. Atau menjadi bagian dari suatu sindroma developmental generalisata.
Karena itu penting untuk memeriksa tubuh penderita secara keseluruhan.
Anomali ini sering ditemukan pada arthroghyposis multipleks kongenital,
oleh karena itu sendi panggul, lutut, siku dan bahu penderita perlu diperiksa
dengan teliti untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi. Periksa juga LGS
sendi-sendi perifer, kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal.
Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan massa
otot dan fibrosis
2.5 ETIOLOGI
8
Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat
dipastikan, meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal
itu. Antara lain: 2,10,11
1. Mekanik
Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang
menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan
mekanik eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa insiden CTEV tidak
meningkat pada kondisi lingkungan prenatal yang cenderung membuat uterus
terlalu penuh, seperti kembar, janin besar, primipara, hydramnion dan
oligohidramnion. Teori ini bertentangan dengan teori kedua tentang faktor
lingkungan intrauterin berikut ini.
2. Environmental
Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang
menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas. Teori
lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti misalnya
terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion. Karena obat-
obatan, seperti yang sering ditemukan pada ‘thalidomide baby’
3. Herediter
Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi
pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9%
saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000 kelahiran.
Idelberger meneliti pada anak kembar dan mendapatkan angka 32,5% penderita
CTEV pada kembar monozygotik dan 2,9% pada dizygotik. Angka terakhir sama
seperti insiden pada saudara kandung bukan kembar.
4. Idiopatik
Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki
embrio normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika
terjadi terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam
kehidupan embrio, maka deformitas ini akan persisten hingga kelahiran.
5. Defek neuromuskular dan tulang prenatal
Gangguan anatomik intrisik pada sendi talocalcaneus dan pada inervasi
m. peroneus karena perubahan segmental medula spinalis.
Displasia tulang primer dan defek kartilago pada embrio 5-6
minggu.
Defek benih plasma primer
9
Insersi tendon yang abnormal dan displasia m. peroneus
2.6 KLASIFIKASI
Pada dasarnya CTEV diklasifikasikan dalam 2 kelompok:
1. Tipe ekstrinsik/fleksibel
Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan
tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif. Kaki
dalam posisi equinoverus akan tetapi fleksibel dan mudah di koreksi dengan
tekanan manuil. Tipe ini merupakan tipe postural yang dihubungkan dengan
postur intrauterin. Kelaian pada tulang tidak menyeluruh, tidak terdapat
pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang normal dan terdapat
lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.
2. Tipe intrinsik/rigid
Terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus
resisten, kurang memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi
dengan cepat. Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi,
kaki lebih kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit
dengan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan
tekanan manual dan tulang abnormal tampak waktu dilahirkan. Tampak lipatan
kulit di sisi medial kaki.
Klasifikasi yang lain dikemukakan oleh Attenborough (1966) membedakan
kedua tipe diatas sebagai tipe ‘mudah’ dan tipe ‘resisten’.8
Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat tentang klasifikasi CTEV dalam
literatur lain, yang membedakan postural clubfoot dari CTEV. Disebutkan bahwa
deformitas pada postural clubfoot, ringan/fleksibel dan mudah dikoreksi menjadi
posisi normal dengan manipulasi pasif. Secara anatomis, kaput dan kolum talus
tidak terangkat ke arah medial dan tidak terdapat subluksasi atau dislokasi sendi
talocalcaneonavicular. Secara klinis, lipatan/garis kulit pada sisi dorsolateral
pergelangan kaki dan kaki normal, tumit berukuran normal, lingkar tungkai
normal atau terdapat atrofi minimal. Pada palpasi, terdapat celah normal antara
navicular dan maleolus medial. Kaki yang lain dapat berada dalam posisi valgus,
dan mungkin berkaitan dengan kemiringan pelvis dengan kontraktur adduksi
pada sendi panggul ipsilateral.
Beberapa contoh clubfoot yang lain adalah seperti di bawah:
• Typical Clubfoot
10
Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja
tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali
pengegipan dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka
panjang yangbaik atau memuaskan.
• Positional Clubfoot
Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan
intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua
kali pengegipan.
• Delayed treated clubfoot
Ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
• Recurrent typical clubfoot
Dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan metode
Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan
metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu
dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya
bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.
• Alternatively treated typical clubfoot
Termasuk kaki pengkor yang ditangani secara operatif atau pengegipan
dengan metode non-Ponseti.
• Atypical clubfoot
Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain.
Mulailah penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya
lebih sulit.
• Rigid atau Resistant atypical clubfoot
Dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang gemuk lebih sulit
ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lekukan
kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan
kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi
sendi metatarso phalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang
menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
• Syndromic clubfoot
Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi kaki
pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti tetap
merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil
11
kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh
kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.
• Tetralogic clubfoot
Seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
• Neurogenic clubfoot
Berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.
• Acquired clubfoot
Seperti pada Streeter dysplasia.
Physical
Examination
findings
Score of 0 Score of 0.5 Score of 1
Curvature of
lateral border of
foot
Straight Mild distal curve Curve at
calcaneocubid
jointSeverity of medial
crease (foot held
in maximal
correction
Multiple fine
creases
One or two deep
creases
Deep creases
change contour
of arch
Severity of
posterior crease
(foot held in
maximal
correction)
Multiple fine
creases
One or two deep
creases
Deep creases
change contour
of arch
Medial malleolar-
navicular interval
(foot held in
maximal
correction)
Definite
depression felt
Interval reduced Interval not
palpable
Palpation of
lateral part of
head of talus
(forefoot fully
abducted)
Navicular
completely
“reduces”,
lateral talar
head cannot be
felt
Navicular
partially
“reduces”;
lateral head less
palpable
Navicular does
not “reduce”;
lateral talar head
easily felt
Emptiness of heel
(foot and ankle in
Tuberosity of
calcaneus
Tuberosity of
calcaneus more
Tuberosity of
calcaneus not
12
maximal
correction)
easily palpable difficult to
palpate
palpable
Fibula-achilles
interval (hip
flexed, knee
extended, foot
and ankle
maximally
corrected)
Definite
depression felt
Interval reduced Interval not
palpable
Rigidity of
equines (knee
extended, ankle
maximally
corrected)
Normal ankle
dorsiflexion
Ankle
dorsiflexes
beyond neutral,
but not fully
Cannot dorsiflex
ankle to neutral
Rigidity of
adductus
(forefoot is fully
abducted)
Forefoot can
be
overcorrected
into abduction
Forefoot can be
corrected
beyond neutral,
but not fully
Forefoot cannot
be corrected to
neutral
Long flexor
contracture (foot
and ankle held in
maximal
correction)
MTP joinys can
be dorsiflexed
to 90 degrees
MTP joints can
be dorsiflexes
beyond neutral
but not fully
MTP joints
cannot be
dorsiflexed to
neutral
Tabel 2: Klasifikasi Pirani Clubfoot
2.7 DIAGNOSA
Anamnesis : Digali pertanyaan mengenai kemungkinan kelainan yang
didapatkan dari keturunan, apakah terdapat rasa nyeri akibat komplikasi
(calosites)
Inspeksi :
o Betis tampak kecil
o Kadang berotasi kedalam
o Equines pada pergelangan kaki
o Varus pada subtalar
o Adduksi pada midtarsal
Palpasi : tak begitu berarti, hanya menunjukan keadaan patologis tulang
13
Pergerakan : Fixed deformitas yang tak dapat digerakkan dengan
menggunakan tes dorsofleksi pada bayi usia kurang dari 24 jam. Dengan
menekuk pollux bayi, yang normalnya dapat mencapai Krista tibia
Radiologi :
o Posisi AP : Sumbu talus terletak di metatarsal I dan sudut antara sumbu
talus dan calcaneus mengecil (<30˚)
o Posisi lateral : sumbu talus membuat sudut dengan calcaneus kurang dari
20˚ dan sumbu talus membuat sudut tumpul dengan metatarsal I,
naviculare bergeser ke medial dibawah talus.
2.7.1 DIAGNOSA BANDING
Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi
ada beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk
memberi penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui
kelainan-kelainan lain yang serupa untuk membedakannya. Beberapa
diantaranya adalah: 11
1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital
2. Dislokasi pergelangan kaki kongenital
Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:
Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus
lateral dan medial
Pemeriksaan radiografi.
3. Acquired type of clubfoot
Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe
kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit. Biasanya sering
terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga paralytic clubfoot,
antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal, diasmatomyelia,
poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral palsy dan
penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan:
14
Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas
Muscle testing
Radiogram seluruh kolum vertebra
Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan
penyalit paralitik
Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)
Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi
4. Post Polimyelitis paralyse
5. Spina Bifida : Ada gangguan sensasi di kaki dan gangguan tropis.
Punggung (sacral) harus selalu diperiksa pada penderita CTEV
6. Artrogryposisi multiple congenital : Kelainan meliputi beberapa sendi
karena pertumbuhan otot yang tak sempurna. Gerakan sendi pasif dan
nampak lipatan kulit (creasaes)
7. Lymphatic stenosis
2.8 PENATALAKSANAAN
Ada 2 cara terapi umum untuk CTEV:
1. Konservatif
2. Observasi
3. Operatif
Dalam literature didapatkan kalimat-kalimat yang perlu dipahami seperti:
• A prognosis in breech delivery is better than in a vertex presentation
• Contracted tissue (soft tissue : ligaments, capsules) are hard; physis,
articular cartilage are soft; manipulation is vulnerable (iatrogenic)
• Forceful manipulation stretching cast are more radical than surgery. In
other words conservative treatment is more than open surgical reduction
• The succesful non operatively treated clubfoot is much better than the
succesful surgically treated foot
Tujuan daripada terapi:
1. Reposisi yaitu mengembalikan kelainan,unsur-unsur equinus, varus,
aduksi dan cavus, sehingga konsentris (calcaneo-talo-navicular)
2. Mempertahankan reposisi
3. Memperbaiki aligment artikulasi tarsus dan ankle kearah normal
15
4. Memperoleh muscle balance
5. Dan mobile foot
Sehingga dengan demikian diperoleh fungsi yang maksimal bebas nyeri,
plantigrade dengan mobilitas yang baik, tidak terjadi callus, tanpa bantuan
sepatu khusus.
1) Terapi konservatif
Ada beberapa cara:
1. Serial plastering
2. Stretching kemudian dipasang Dennis Brown Splint
3. Adhessive strapping
4. Physiotherapy
Tiga minggu pertama setelah dilahirkan merupakan "golden period' untuk
tindakan konservatif atas dasar maternal sex hormone. Makin dini dilakukan
koreksi, makin tinggi angka keberhasilan. Keberhasilan dari tindakan konservatif
tergantung beberapa faktor: umur penderita, tingkat beratnya kelainan,
kecakapan (skill) dari dokter, pengertian mengenai pathoanatomi.
Mengenai angka-angka keberhasilan telah dikemukan pada
pendahuluan. Cara tindakan konservatif yang umum dilakukan adalah dengan
cara serial plastering. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila tindakan serial
plastering yang secara berturut-turut sampai umur 3 bulan tidak berhasil, dan
juga harus dilihat kondisi bayi (optimal untuk narkose dan lain-lain)
Komplikasi yang bisa terjadi pada serial plastering
• Pressure necrosis, rocker bottom foot, flattering permukaan talus bagian
posterior, cavus yang bertambah, rotasi ankle ke lateral, kaku sendi,
longitudinal breach. Kegagalan memutar horizontal subtalar (calcaneus)
akan memberikan gambaran penderita berjalan dengan kaki yang rotasi
kedalam (endorotasi) dimana malleolus fibula akan tetap letaknya
16
posterior.Below knee cast (BK) tidak bisa mempertahankan kaki dalam
external rotation terhadap talus. 10,11
• Above knee cast (AK) selaian mempertahankan hal tersebut diatas juga
meletakkan aligment tungkai yang fisiologis. Rotasi internal daripada tibia
terhadap femur kapsul posterior yang oblique daripada lutut masih tegang
saat bayi baru dilahirkan. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif
maupun operatif. Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi maslah
pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap.
Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi.
Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan
dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat
menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi
terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya
dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan
cangkok kulit.
• Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi
setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati
infeksi. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh
darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki
bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan
mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi
sendir dengan bertambahnya usia
2) OBSERVASI
• Pada neonatus, plester diganti tiap minggu , lalu 2 minggu sekali, hingga
3 minggu sekali
• Biasanya koreksi penuh dapat dilakukan 6-10 minggu dan
keberhasilannya dapat dilihat dengan menggunakan foto xray
3) OPERASI
George Frederich Louis Stromeyer di Hanover (1804-1876) melalukkan
closed tenotomy daripada CTEV. William John Little dari London (1810-1894)
datang ke Stromeyer untuk operasi pes equnovarus (karena post polio; thesisnya
mengani CTEV dan kembali ke lnggris melakukan operasi ATL (closed
tenotomy). Phelps (New York, 1881) setelah penemuan Lister, berani melakukan
operasi terbuka selain ATL juga posteromedial release. Pada abad ke 20,
17
tindakan operasi dianggap aman dan cara-cara lebih baik seperti Turco
(posteromedial release); dan cara terakhir subtalar release dengan
insisiCincinnati atau insisi bilateral. 20 Bensahel menganjurkan tindakan operasi
pada tiap penderita CTEV tidak semua sama. Operasinya adalah "a la
carte” approach.It is essensial that the existing deformities be assessed and the
technique adapted "ala carte" to the foot not the foot to the technique.
Insisi kulit posteromedial (cara Cordivilia) memberikan jaringan parut yang
kurang baik, dan banyak yang lebih senang menggunakan insisi melingkar
(Cincinnati).Pertama kali insisi Cincinnati diperkenalkan oleh Giannatras dan
dipopulerkan oleh Crawford dan Iebih diperinci oleh McKay dan Simon.
Hanya dilakukan apabila pengobatan konservatif pasca opearsi tidak
berhasil, atau penderita datang sat sendi sendiya sudah ketat.
Pengobatan ini terdiri dari 3 kategori :
Memotong ligament, kapsul sendi yang ketat, dan memanjangkan tendon.
Operasi untuk mengoreksi deformitas tulang
Pemindahan tendon(tendon transfer)
Kategori 1 : Dimulai pada usia 4-5 bulan, dengan memotong
ligament, kapsul sendi dan pemanjangan tendon dengan Z plasty
Kategori 2 : Dimulai pada usia 3-4 tahun. Operais pada tulang,
contohnya DWYER OSTEOTOMI yaitu operasi pada calcaneus
untuk mengoreksi varusnya.
Kategori 3 : Tendon transfer dilakukan pada kekambuhan
(reccurent), dengan syarat diadakan perbaikan deformitas terlebih
dahulu.
Indikasi operasi menurut apley : gambaran klinis betis yang kecil, tumit
kecil, dan tinggi dimana telah dilakukan koreksi selama 3 – 6 minggu tanpa ada
kemajuan.
Komplikasi-komplikasi tindakan operasi :
18
1. Infeksi
2. Nekrosis oleh kerusakan (lesi) pembuluh darah utama
3. Jaringan parut yang jelek
4. Kaku sendi
5. Over/under correction
6. Dislokasi os naviculare
7. Flattening atau beaking talar head
8. Talar necrosis
9. Kelemahan otot yang mempengaruhi gait
10. Skew foot
2.9 PROGNOSIS & KOMPLIKASI
2.9.1 PROGNOSIS
Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki.
Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering
kambuh, sehubungan dengan tipenya, terutama pada bayi yang disertai dengan
kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskular. Prognosis
ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara lain:
1. Deformitas yang terjadi
2. Kapan mulai dilakukan.
Penatalaksanaan: semakin dini dilakukan semakin baik
3. Orang tua penderita.
Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan adalah
faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.
2.9.2 KOMPLIKASI
Tekanan di bagian distal metatarsal joint mengakibatkan tulang tarsalia
yang kecil berpindah ke dorsal Rock bottom foot (kaki seperti sepatu
aladin, dimana gaya terlalu dorsal terjadi lebih hebat di bagian forefoot)
Apabila deformitas tidak dikoresi, akan terjadi callosities, dimana terjadi
hipertrofi, ulkus dan nyeri.
BAB III
19
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot
merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas
umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada anak-
anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of
Surgery, Schwartz).
Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa
ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau
pergerakan yang terbatas dalam rahim dan perkembangan embryonic yang
abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-
7 kehamilan.
Treatment dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan
yaitu : koreksi dari deformitas,mempertahankan koreksi sampai keseimbangan
otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya
deformitas. Pemasangan gips serial segera dimulai setelah kelahiran.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan kepada para pembaca khususnya
pada orang tua, jika mempunyai bayi baru lahir, sebaiknya memperhatikan
kondisii bayinya, bila orang tua malihat ketidaksesuain bentuk dari kedua kaki
bayi segeralah meminta konfirmasi pada petugas medis tentang keadaan kaki
bayi. Bila ternyata ada kelainan sebaiknya segera berobat ke dokter spesialis
orthopedic untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin karena pengobatan
CTEV ini secara bertahap dan berkelanjutan sehingga harus sabar dan rutin
kontrol serta mematuhi anjuran dokter agar tercapai hasil yang optimal.
Selain itu, diharapkan juga kepada tenaga medis khususnya perawat agar lebih
tepat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan CTEV.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. . Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B. Saunders Company,
1995: xi-xii.
2. Shepherd Roberta B. Physiotherapy in Paediatrics. London: William
Heinemann Medical Books Limited, 1974: 4-5.
3. Lovell Wood W, Winter Robert B. Pediatric Orthopaedics, 2nd ed.
Philadelphia: J.B. Lippincott company; 1986:895-919.
4. Hunt Gary C, McPoil Thomas G. Physical therapy of the Foot and Ankle.
2nd ed. New York: Churchill Livingstone Inc, 1995: 48-49.
5. Cailliet Rene. Foot and Ankle Pain. 12th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company, 1980: 1-21
6. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II,
Ed. Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1985:
346.
7. Munandar A. Iktisar Anatomi Alat Gerak dan Ilmu Gerak, Ed. 1. Jakarta:
EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1979:142-162
8. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics, 7th ed. Missouri:
Mosby Co., 1987: 288-292.
9. Powell Mary. Orthopaedic Nursery and Rehabilitation 9th ed, Great
Britain: The Bath Press, Avon, 1986: 292-297
10. Schworts SI. Principles of Surgery. Singapore: Mc Graw Hill International
Book Company; 1984: 1888-1890.
11. Tachdjian Mihran O. Pediatric Orthopaedics Vol 4, 2nd ed. Philadelphia:
W.B. Saunders Company, 1990: 2428-2541.
12. Salter Robert Bruce, Textbook of Disorders and Injuries of
Musculoskeletal System, 2nd ed. Baltimore: Waferly Press, Inc, 1983:118-
120.
13. Apley E. Graham, Solomon Louis. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. 7th ed. Ed Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Medika,
1993:200-202.
14. Gartland, John J. Fundamental of Orthopaedics. 4th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1987:55-58.
15. Brotzman S. Brent. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri: Mosby
Co., 1996: 348-350.
21
Recommended