184600852 Praktikum Analisa Instrumen Kckt

Preview:

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMANALISA INSTRUMEN

“Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT)”

Disusun Oleh:

Farmasi 5 BKelompok 1

Annisa Nurul Azzahra 1111102000029 Rosita Pracima 1111102000041

Athiyah 1111102000031 Hardi Mozer 1111102000049

Miyadah Samiyah 1111102000034 Laila Novilia 1111102000050

Rian Destiyani Putri 1111102000035 Arini Eka Pratiwi 1111102000051

Ati Maryanti 1111102000037 Meryza Sonia 1111102000052

Faradhila Nur Saraswati 1111102000038 Sumiati 1111102000124

Silvia Aryani 1111102000039 Nurkhayati P.I.Y 1111102000126

Evi Nurul Hidayati 1111102000131

Nb

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

Page 2

BAB 1

Tujuan Praktikum dan Landasan Teori

1.1 Tujuan

1. Memahami prinsip dasar analisis dengan KCKT

2. Memahami analisis kualitatif dengan KCKT

3. Memahami analisis kuantitatif dengan KCKT

1.2 Landasan Teori

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC

(High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal

tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk

analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain

farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa

perkembangan KCKT terbaru antara lain : miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk

analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa

kiral.(Ibnu Gholib, dkk, 2012 : 378).

Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk memisahkan

komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Salah satu teknik kromatografi yang

dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance

Liquid Chromatography) atau KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). KCKT atau HPLC

merupakan salah satu teknik pemisahan campuran secara modern.

Teknik HPLC merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan

baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan teknik

HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode pembandingan

area standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu

konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi.

(Wiji, dkk. 2010 : 17).

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,

maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak

mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion;

Page 3

isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama;

pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa dalam jumlah

sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT

merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif

maupun kuantitatif. (Ibnu Gholib, dkk, 2012 : 378)

Kelebihan KCKT antara lain:

1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

2. Resolusinya baik

3. Mudah melaksanakannya

4. Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

5. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

6. Dapat digunakan bermacam-macam detector

7. Kolom dapat digunakan kembali

8. Mudah melakukan rekoveri cuplikan

9. Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih

baik

10. Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

11. Waktu analisis umumnya singkat

12. Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar

13. Ideal untuk molekul besar dan ion

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT

dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya

sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh.

Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa, fasa gerak cair

dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan ke dalam fasa gerak dengan

penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan kompenen-komponen campuran karena

perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat

interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu, sebaliknya solut-solut

yang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen

Page 4

campuran yang keluar dideteksi oleh detector kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

Kromatogram HPLC serupa dengan kromatogram gas. (Hendayana,Sumar.2006:69)

Komponen pada KCKT :

1. Pompa (Pump)

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat

sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang

umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa

yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa

yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit. (Ibnu

Gholib, dkk, 2012 : 382)

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak berlangsung secara

tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada dua tipe pompa yang digunakan,

yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement).

Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa

syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur

(pulsating),oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk,

menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan

aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe

memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.

Page 5

2. Injektor (Injector)

Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang

minimum dari material kolom. Ada dua model umum :

a. Stopped Flow

b. Solvent Flowing

Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :

a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan

aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan

resolusi tidak dipengaruhi

b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada

Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi

septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari

septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar

dari 10 μ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,

volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi

kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke

dalam kolom.

3. Kolom (Column)

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung

pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua

kelompok :

a. Kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material

pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100 cm.

Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom

25 -100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur

kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi

Page 6

penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT

yang digunakan (Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC;

Ion Exchange Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC)

4. Detektor (Detector)

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam

kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik

memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respon linier yang luas,

dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap

aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu detektor universal

(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif)

seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang

spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-

Vis, detektor fluorosensi, dan elektrokimia.(Ibnu Gholib, dkk, 2012 : 388)

Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel

panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang

lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi

eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-

detektor lainnya antara lain:

Detektor Fluorometer - Detektor Spektrofotometer Massa

Detektor lonisasi Nyala - Detektor Refraksi lndeks

Detektor Elektrokimia - Detektor Reaksi Kimia

5. Elusi Gradien

Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis

kromatografi berlangsung. Efek dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari

senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar elusi gradien dijelaskan oleh

Snyder.

Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan :

a. Total waktu analisis dapat direduksi

Page 7

b. Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah

c. Ketajaman Peak bertambah (menghilangkan tailing)

d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak

Gradien dapat dihentikan sejenak atau dilanjutkan. Optimasi Gradien dapat dipilih

dengan cara trial and error. Tabel 3. 1. berikut ini menunjukkan kompatibilitas dari

bermacam-macarn mode kromatografi cair dengan analisis gradien. Dalam praktek, gradien

dapat diformasi sebelum dan sesudah pompa.

Tabel 3. 1 : Mode Kompatibilitas dengan

Gradien ModeSolven Gradien

Kromatografi Cair padat (LSC) Ya

Kromatografi ekslusi Tidak

Kromatografi Penukar Ion (IEC) Ya

Kromatografi Cair Cair (LLC) Tidak

Kromatografi Fasa Terikat (BPC) Ya

6. Pengolahan Data (Data Handling)

Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram

pada rekorder.

7. Fasa gerak

Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau rasa gerak adalah salah satu

dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas pada solven

yang digunakan untuk KCKT, tetapi ada beberapa sifat umum yang sangat disukai, yaitu fasa

gerak harus :

1. Murni, tidak terdapat kontaminan

2. Tdak bereaksi dengan wadah (packing)

3. Sesuai dengan defektor

4. Melarutkan sampel

5. Memiliki visikositas rendah

6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"

Page 8

7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price)

Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang karena prosedur

pemumiannya kembali sangat membosankan dan mahal biayanya. Dari semua persyaratan di

atas, persyaratan 1 s/d 4 merupakan yang sangat penting.

Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk KCKT yang

menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump) sangat diperlukan terutama bila

detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang terlarut yang tidak dikeluarkan akan

menyebabkan gangguan yang besar di dalam detektor sehingga data yang diperoleh tidak

dapat digunakan (the data may be useless). Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik

bila menggunakan kolom yang sangat sensitif terhadap udara (contoh : kolom berikatan

dengan NH2).

PARACETAMOL

Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan

sebagai analgesik dan antipiretik. Selain itu, zat aktif ini biasa digunakan sebagai

alternatif pengganti aspirin yang dapat diperoleh tanpa adanya resep dari dokter sekalipun (

Suzen, et al: 1998:94).

Parasetamol yang juga dikenal sebagai asetaminofen telah digunakan secara klinis sejak

tahun 1893. Parasetamol tergolong kedalam kelompok besar obat antiinflamasi nonsteroid ( Non

Steroid Antiinflamatory Drugs/NSAID) yang merupakan antipiretik efektif dengan dosis yang

relatif rendah. Sedangkan kemampuan efisiensi analgesiknya sedikit lebih rendah bila

dibandingkan dengan NSAIDs.

Asetaminofen (parasetamol) sebagai analgesik, digunakan luas pada penderita sakit gigi

dan sakit kepala. Efek penggunaan parasetamol mulai dapat dirasakan setelah 30 menit konsumsi

obat dan kerjanya berlangsung selama ±3 jam. Asetaminofen dapat berkonjugasi dengan asam

glukuronat atau sulfat dalam kelompok hidroksil fenolik, yang kemudian terjadi penghilangan

konjugatnya di dalam lambung. Pada dosis kecil, sebagian konjugat dioksidasi menjadi N-asetil-

benzoquinonimine . Konsumsi dosis yang tinggi (sekitar 10 g) dapat menyebabkan kerusakan

pada hati. Kerusakan pada hati dapat dihindari dengan pemberian N-asetilsitein yana diberikan

Page 9

secara intravena. Konsumsi asetaminofen yang rutin dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal

(Lullman, et al, 2000: 198).

Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995:649-650), parasetamol memiliki beberapa

sinonim yaitu; paracetamolum, asetaminofen dan 4-hidroksiasetanilida. Dengan rumus kimia

C8H9NO2 dan berat molekul 151,16 , senyawa ini berwujud serbuk hablur berwarna putih, tidak

berbau dengan rasa sedikit pahit. Parasetamol bersifat mudah larut dalam etanol, air mendidih

serta dalam natrium hidroksida 1 N.

Identifikasi dari senyawa ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

a. Inframerah

Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan di atas pengering yang cocok

dan didispersikan dalam kalium bromide P menunjukkan harga maksimum hanya pada panjang

gelombang yang sama seperti pada parasetamol BPFI.

b. Serapan ultraviolet

Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam 200.000) dalam campuran asam klorida 0,1

N dalam methanol P (1 dalam 100), menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang

gelombang yang sama seperti pada parasetamol BPFI.

c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Dalam uji ini, digunakan larutan 1 mg per mL dalam methanol P dan fase gerak

diklorometana P-metanol P.

Berikut adalah struktur kimia dari parasetamol

KAFEIN

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60

jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji kola(2,7-3,6 %) (Misra et al,

Page 10

2008). Kafein (1,3,7-Trimethylxanthine) adalah kerabat mehylxantin yang secara luas tersebar di

banyak jenis tumbuhan. Kafein juga dimanfaatkan manusia sebagai produk makanan dan

minuman seperti teh, kopi dan coklat. Dalam bidang farmasi, kafein biasanya digunakan untuk

pengobatan jantung, stimulans pernapasan dan juga sebagai peluruh kencing (Yu dkk, 2009).

Kafein berbentuk serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat biasanya menggumpal, putih, tidak

berbau dan rasa pahit. Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, mudah larut dalam

kloroform p, sukar larut dalam eter p (Dirjen POM, 1979)

Berikut adalah struktur kimia dari kafein.

BAB 2

Metodologi,Hasil dan Pembahasan Praktikum

3.1 Metodologi

Alat dan Bahan

1. Seperangkat alat HPLC

Page 10

2008). Kafein (1,3,7-Trimethylxanthine) adalah kerabat mehylxantin yang secara luas tersebar di

banyak jenis tumbuhan. Kafein juga dimanfaatkan manusia sebagai produk makanan dan

minuman seperti teh, kopi dan coklat. Dalam bidang farmasi, kafein biasanya digunakan untuk

pengobatan jantung, stimulans pernapasan dan juga sebagai peluruh kencing (Yu dkk, 2009).

Kafein berbentuk serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat biasanya menggumpal, putih, tidak

berbau dan rasa pahit. Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, mudah larut dalam

kloroform p, sukar larut dalam eter p (Dirjen POM, 1979)

Berikut adalah struktur kimia dari kafein.

BAB 2

Metodologi,Hasil dan Pembahasan Praktikum

3.1 Metodologi

Alat dan Bahan

1. Seperangkat alat HPLC

Page 10

2008). Kafein (1,3,7-Trimethylxanthine) adalah kerabat mehylxantin yang secara luas tersebar di

banyak jenis tumbuhan. Kafein juga dimanfaatkan manusia sebagai produk makanan dan

minuman seperti teh, kopi dan coklat. Dalam bidang farmasi, kafein biasanya digunakan untuk

pengobatan jantung, stimulans pernapasan dan juga sebagai peluruh kencing (Yu dkk, 2009).

Kafein berbentuk serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat biasanya menggumpal, putih, tidak

berbau dan rasa pahit. Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, mudah larut dalam

kloroform p, sukar larut dalam eter p (Dirjen POM, 1979)

Berikut adalah struktur kimia dari kafein.

BAB 2

Metodologi,Hasil dan Pembahasan Praktikum

3.1 Metodologi

Alat dan Bahan

1. Seperangkat alat HPLC

Page 11

2. Paracetamol3. Timbangan analit4. Aquades5. Mikropipet6. Spatula7. Labu ukur

Pembuatan larutan induk 100 ppm1. Paracetamol ditimbang 100 mg.2. Sampel Paracetamol dilarutkan pada penangas air hingga suhu lebih kurang 60oC3. Setelah larut sampel dimasukan kedalam labu ukur 100 ml.4. Dibuat pengenceran hingga didapatkan larutan induk 100ppm.

Pembuatan larutan dengan konsentrasi bervariasi1. Dibuat pengenceran dari larutan induk paracetamol pada pengenceran 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm2. Labu ukur 10 ml disiapkan sebanyak 5 labu ukur, dibersihkan dengan dibilas dengan aquadest,

lalu keringkan.3. Dari larutan induk dibuat 5 macam larutan dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 4ppm,

6ppm, 8ppm, 10ppm, 12ppm.4. Setelah selesai, larutan digojok hingga tercampur rata.5. Setelah rata analisis dengan menggunakan seperangkat HPLC untuk menentukan waktu retensi

dan luas area.6. Dicatat hasilnya.

Analisis multi komponen paracetamol dan coffein1. Dibuat pengenceran dari larutan induk masing-masing larutan pct dan coffein.2. Labu ukur 10 ml disiapkan sebanyak 2 labu ukur, masing-masing untuk pengenceran coffein

6ppm dan Paracetamol 10 ppm.3. Setelah selesai, larutan digojok hingga tercampur rata.4. Setelah rata analisis dengan menggunakan seperangkat HPLC untuk menentukan waktu retensi

dan luas area.5. Dicatat hasilnya.

3.2 Hasil

Table hasil kromatogram

- parasetamol

Ret. Time min HeightmAU

Area mAU*min

Rel. Area % Type

1.627 27.942 2.463 66.69 BMB

- Kofein

Page 12

Ret. Time min HeightmAU

Area mAU*min

Rel. Area % Type

4.340 46.713 9.372 74.91 BM

- Campuran parasetamol dan kofein

Ret. Time min Height mAU AreamAU*min

Rel. Area % Type

1.72 37.602 3.232 15.89 M3.73 47.751 15.231 74.89 MB

3.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis data instrumen menggunakan Kromatografi

Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) yang bertujuan untuk memahami prinsip dasar analisis dengan KCKT

dan memahami analisis kualitatif dengan KCKT. KCKT merupakan suatu teknik pemisahan

yang digunakan untuk analisis dan pemurian senyawa tertentu dalam suatu sampel.

Teknik KCKT merupakan teknik kromatografi cair-cair, yaitu suatu metode pemisahan

suatu analit berdasarkan perbedaan interaksi antara fase diam dan fase gerak. Dimana solut atau

zat-zat terlarut akan terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi pada saat melewati suatu kolom

kromatografi. Pemisahan solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam.

KCKT dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dapat

dilihat dari perbandingan waktu retensi antara sampel dan standarnya. Sedangkan analisis

kuantitatif dapat dilihat dari perbandingan pengukuran antara luas puncak atau luas area standar

menggunakan kurva kalibrasi. Selain itu, KCKT paling sering digunakan untuk pemisahan

senyawa organik maupun anorganik, menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu, menentukan

kadar senyawa-senyawa aktif obat, serta memurnikan senyawa dalam suatu campuran.

Sampel yang digunakan untuk analisis adalah parasetamol, kofein, dan campuran

parasetamol-kofein. Analisis kualitatif dengan KCKT kedua senyawa tersebut didasarkan pada

waktu retensi untuk identifikasi. Komponen yang dipisahkan dapat diidentifikasi dari waktu

retensinya yang dibandingkan dengan waktu retensi dari senyawa standar yang dipisahkan pada

kondisi kromatografi yang sama. Dalam hal ini, waktu retensi campuran parasetamol-kofein

dibandingkan dengan waktu retensi parasetamol dan waktu retensi kofein. Analisis kualitatif

diawali dengan membuat larutan induk parasetamol dan kofein masing-masing sebesar 100 ppm.

Page 13

Kemudian dibuat larutan uji dengan deret konsentrasi mulai dari 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm yang

diambil dari larutan induk. Setelah membuat deret konsentrasi, larutan uji pun dianalisa dengan

KCKT. Larutan uji yang dianalisa hanya larutan parasetamol dengan konsentrasi 10 ppm dan

larutan kofein dengan konsentrasi 6 ppm.

Fase gerak (eluen) yang digunakan pada saat menganilsa yaitu Kalium dihidrogen fosfat

atau KH2PO4 (90%) - Metanol (4%) - Asetonitril (6%). Pemilihan fase gerak ini berdasarkan

informasi dari jurnal-jurnal analisis parasetamol dan kofein terdahulu. Tipe gradien yang

digunakan adalah isokratik dimana fase gerak dari awal sampai akhir memiliki perbandingan

komposisi yang tetap. Fase diam (kolom) yang digunakan adalah kolom fase terbalik (reverse

phase column) yaitu Silika oktadesil (C-18) yang bersifat non polar. Kolom ini dipilih karena

sampel yang akan dianalisa (parasetamol dan kofein) bersifat polar. Volume yang diinjeksikan

adalah 10 µL. Detector yang digunakan adalah detector UV-Vis yang dipengaruhi suhu dengan

panjang gelombang yang dipakai adalah 215 nm, dimana pada panjang gelombang tersebut

terjadi penyerapan maksimum parasetamol dan kofein.

Berdasarkan hasil kromatogram, total waktu analisis adalah 7 menit. Karena kromatografi

ini menggunakan fase terbalik, maka untuk analit yang kepolarannya lebih tinggi akan terelusi

terlebih dahulu, sehingga waktu retensinya pendek. Waktu retensi untuk parasetamol dan kofein

adalah 1.627 menit dan 4.340 menit dengan luas area untuk parasetamol dan larutan kofein

adalah 2.463 dan 9.372. Pada campuran parasetamol-kofein didapat waktu retensi untuk

parasetamol dan kofein adalah 1.720 menit dan 3.727 menit dengan luas area untuk parasetamol

dan kofein adalah 3.232 dan 15.231. Dari hasil data tersebut, paracetamol keluar terlebih dahulu

daripada kafein, karena paracetamol bersifat lebih polar dari kafein.

Menurut jurnal yang kami dapat (Altun, M. Levent. HPLC Method for the Analysis of

Paracetamol, Caffein, and Dipyrone. 2002), bahwasanya fase gerak yang digunakan adalah

metanol, isopropil alkohol, asetonitril, KH2PO4 dengan perbandingan (420:20:30:30) (v/v/v/v).

Perbandingan tersebut dipilih untuk mendapatkan pemisahan yang sensivitasnya tinggi. Kolom

yang digunakan adalah silica oktodesil (C8).

Laju alir antara 0,5 dan 1,5 mL/min. Laju alir 1 mL/min memberikan sinyal yang optimal

utuk waktu pemisahan. Dan retention time yang diperoleh untuk parasetamol dan kofein adalah

4,880 menit dan 5,845 menit. Panjang gelombang maksimum yang digunakan untuk mendeteksi

parasetamol dan kafein adalah 215 nm.

Page 14

Dalam praktikum yang kami lakukan memberikan hasil yang kurang baik, dikarenakan

beberapa kesalahan yang mungkin tidak kami sadari. Diantaranya :

- Dalam melakukan pengenceran kurang teliti baik pada saat melakukan pengenceran maupun

dari alatnya yang digunakan kurang bersih sehingga masih banyak pengotor yang tersisa

dalam sampel dan terdeteksi dalam HPLC.

- Fase gerak yang digunakan kurang sensitif, sehingga untuk parasetamol waktu retensi 1.63

menghasilkan luas area yang kurang optimal.

- Perbedaan kolom yang digunakan dalam percobaan dan dari jurnal yang didapat.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Pada praktikum kali ini bertujuan untuk memahami prinsip dasar analisis dengan KCKT

dan memahami analisis kualitatif dengan KCKT

2. Prinsip kerja KCKT adalah dimana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan

kecepatan elusi dikarenakan solut ini melewati suatu kolom kromatografi.

3. Larutan uji yang dianalisa hanya larutan parasetamol dengan konsentrasi 10 ppm dan

larutan kofein 6 ppm.

4. Pada saat menganalisa, fase gerak yang digunakan yaitu Kalium dihidrogen fosfat (90%)

- Metanol (4%) - Asetonitril (6%) (Berdasarkan informasi jurnal).

Page 15

5. Kolom KCKT yang digunakan adalah kolom fase terbalik (reverse phase column) yaitu

Silika oktadesil (C-18) yang bersifat non polar karena sampel yang akan dianalisa

(parasetamol dan kofein) bersifat polar.

6. Waktu retensi untuk parasetamol dan kofein adalah 1.627 menit dan 4.340 menit dengan

luas area untuk parasetamol dan larutan kofein adalah 2.463 dan 9.372.

7. Pada campuran parasetamol-kofein didapat waktu retensi untuk parasetamol dan kofein

adalah 1.720 menit dan 3.727 menit dengan luas area untuk parasetamol dan kofein

adalah 3.232 dan 15.231.

8. Retention time yang diperoleh untuk parasetamol dan kofein adalah 4,880 menit dan

5,845 menit.

9. Panjang gelombang maksimum yang digunakan untuk mendeteksi parasetamol dan

kafein adalah 215 nm.

10. Faktor penyebab hasil kurang baik yaitu:

Dalam melakukan pengenceran kurang teliti

Fase gerak yang digunakan kurang sensitive

Sampel yang diuji tidak di degasser terlebih dahulu

Komposisi konsentrasi sampel yang tidak tepat.

3.2 Saran

Untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan tersebut, hendaknya praktikan bekerja

lebih cermat, teliti, rapi, dan bersih pada setiap prosedur pengerjaan sehingga diperoleh hasil

yang lebih baik dan dalam pengamatan maupun penggenapan volume dalam pencampuran,

sebaiknya hanya dilakukan oleh satu orang yang sama agar diperoleh hasil yang seragam.

Page 16

DAFTAR PUSTAKA:

Altun, M. Levent. HPLC Method for the Analysis of Paracetamol, Caffein, and Dipyrone.

Departemen of Pharmacognosy, Faculty of Pharmacy, Ankara University, Turkey.

Tubitak 2002.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Farmakope Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Gandjar, Ibnu Gholib, dkk. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi Dan Elektroforensis

Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Lindsay, S. 1992. High Performance Liquid Chrotomagraphy 2nd Edition, John Wiley &Sons,

Chischer, New York, Brisbane, Toronto, Singapore

Lullman, Heinz. Mohr, Klaus. Ziegler, Albrech. and Bieger, Detlef. (2000). Color Atlas of

Pharmacology: 2nd edition, revised and expanded. New York: Thieme.

Putra, Effendy De Lux. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi.

Sumatera Utara : Jurusan Farmasi FMIPA USU.

Rohman, Abdul dan Ibnu Gholib Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Suzen. Et al. (1998) “Quantitation of Acetaminofen in Pharmaceutical Formulations Using

High-Performance Liquid Chromatography”. J. Fac. Pharm. Ankara. 27, (2), 93-100.

\

Page 17

Larutan Induk (Kafein - PCT)Proses pembuatan larutan sampel (PCT dan Kafein)

Pengambilan Larutan Induk Larutan induk dimasukkan kedalam labuterukur

Dilakukan pengenceran dengan cara Dilakukan pengocokan agar larutan tercampur ratamemasukkan aquades ke dalam labu terukur

Hasil larutan kafein dan pct dengan konsentrasi 4,6,8,10, dan 12

Proses pemasukan larutan ke dalam fial untuk proses KCKT

Page 18

Proses Pembacaan sample dalam KCKT

Recommended